Laporan Pemicu 4 Forensik DK4
July 17, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Pemicu 4 Forensik DK4...
Description
LAPORAN DISKUSI KELOMPOK PEMICU 2 MODUL FORENSIK
Kelompok DK 4: Briegita Adhela M. Dommy
I1011131057 I1011131057
Muhammad Afia Akbar P. Rosy Yohana
I101116100 I1011161005 5 I1011161017 I1011161017
Irfan Faturrahman
I1011161019 I1011161019
Nurani Takwim
I1011161022 I1011161022
Dewi Sapitri
I1011161032 I1011161032
Musfiroh
I1011161049
Andri Muhrim Siddiq
I1011161061 I1011161061
Dede Apreli
I1011161062 I1011161062
Anggini Putri
I1011161064 I1011161064
Novta Rouli Sihombing Khairunnisa
I1011161071 I1011161071 I1011161077
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2019
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Pemicu Genap
Pada tanggal 17 agustus 2019 datanglah 3 orang anggota Kepolisian Sektor Tapak Naga Kecamatan Naga Bonar dengan membawa satu orang korban penganiayaan yang ditemani oleh Ayah kandung korban ke suatu PUSKESMAS TAPAK NAGA Kecamatan Tapak Naga Kabupaten Naga Bonar. Anggota polisi
yang datang bersama korban dan orangtua korban tersebut diterima oleh dr.Asro selaku Kepala Puskesmas Tapak Naga Kecamatan Tapak Naga Kabupaten Naga Bonar. Salah satu anggota kepolisian tersebut meminta agar dr.Asro memeriksa kondisi korban dan membuatkan Visum et Repertum atas perlukaan yang diderita korban saat itu. Perlu diketahui bahwa korban sebelumnya mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh warga RT seberang pada tanggal 10 Agustus 2019 disuatu warung kopi yang berdekatan dengan pasar keramaian di Kecamatan Tapak Naga Kabupaten Naga Bonar dengan luka memar pada dahi, pipi, dada, punggung dan anggota gerak atas. Dari seluruh rangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh dr.Asro selaku Kepala Puskesmas yang merangkap sebagai dokter pemeriksa diperoleh catatan penting dari korban pada tanggal 10 Agustus 2019. Setelah dr.Asro merampungkan seluruh pemeriksaan atas korban tersebut kemudian korban dan orangtua nya pun pulang bersama ketiga anggota kepolisian tersebut. Keesokan harinya dr.Asro pun mengerjakan Visum et Repertum korban dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kemarin. Tiga minggu setelah menyelesaikan Visum et Repertum dr.Asro pun dipanggil sebagai saksi ahli di sidang pengadilan untuk memberikan pernyataan lisan atas semua pemeriksaan yang dilakukan terhadap korban, kemudian sidang pun ditunda untuk dilanjutkan minggu depannya. Tiga hari setelah sidang pengadilan atas perkara penganiayaan tersebut dr.Asro pun mendapat surat panggilan untuk mengikuti sidang Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tepat pada tanggal 19 September 2019 dr.Asro pun dikeluarkan dari keanggotaan IDI Kabupaten Naga Bonar dan tidak dapat melakukan segala pelayanan medik di Kabupaten Naga Bonar tersebut.
1.2 Klarifikasi dan Definisi
1. Visum et Repertum : suatu laporan tertulis yang ditulis oleh dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna peradilan kewenangan. 1.3 Kata Kunci
1. dr.Asro 2. Tiga anggota 3. Satu korban 4. Ayah korban 5. Visum et Repertum atas permintaan polisi 6. Tgl 17 agustus 2019 datang ke puskesmas 7. Saksi ahli 8. Sidang majelis etik 9. Dikeluarkan dari IDI 10. Sidang peradilan 11. Memberikan pernyataan lisan 12. Luka pada dahi, dada, punggung dan anggota gerak atas 13. Catatan penting dan cerita korban 14. Korban dianiaya tgl 10 Agutus 2019
1.4 Rumusan Masalah
dr. Asro dikeluarkan dari IDI dan tidak dapat melakukan pelayanan medis.
1.5 Analisis Masalah
Jarak
10/08/2019
waktu VeR
Korban Dianiaya 17/08/2019
Penyidik
Korban, Ayah Kandung Korban & 3 Anggota polisi dating ke Puskesmas
Surat Permintaan Jabatan Polisi
Satu polisi meminta dokter memeriksa & membuat VeR
Keesokan
Dokter mengerjakan VeR
harin a
Cerita korban Pemeriksaan fisik
3 minggu berikutnya
09/09/2019
Dokter menjadi saksi ahli
Diminta minggu depan
Dokter dipanggil
3 hari
sidang KODEKI
se sete tela lah hn a
Dikeluarkan dari IDI dan SIP dicabut
1.6 Hipotesis
dr. Asro tersandung masalah etik terkait pembuatan Visum et Repertum. 1.7 Pertanyaan Diskusi
1. Visum et Repertum a. Definisi b. Klasifikasi c. Tata cara d. Syarat dilakukan e. Bentuk tertulis f. Dasar hukum g. Pihak yang berwenang mengajukan 2. Saksi ahli a. Definisi saksi ahli dan keterangan ahli b. Landasan hukum c. Pihak yang berwenang menyampaikan 3. Traumatology a. Definisi b. Klasifikasi trauma c. Pemeriksaan luka d. Aspek medikolegal 4. Apa saja masalah yang dapat menyebabkan seorang dokter dikeluarkan dari IDI dan SIP dicabut 5. Jelaskan mengenai etika kedokteran terkait VeR.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Visum et Repertum 2.1.1 Definisi
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan peradilan.1 2.1.2 Klasifikasi
Secara umum terdapat dua jenis Visum et Repertum yaitu Visum et Repertum untuk korban hidup dan Visum et Repertum untuk orang mati. Untuk korban hidup dapat berupa Visum et Repertum luka, Visum et Repertum perkosaan/kejahatan seksual, Visum et Repertum psikiatrik dan sebagainya seba gainya sesuai dengan kondisi subjek yang diperiksa. Untuk korban mati akan disusun Visum et Repertum jenazah.2 Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, Visum et Repertum di golongkan menurut objek yang diperiksa sebagai berikut:3 a. Visum et repertum untuk orang hidup, jenis ini dibedakan lagi dalam: 1) Visum et repertum biasa. Visum et repertum ini diberikan diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. 2) Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan. 3) Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia
b. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah). Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi) c. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP d. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah. e. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa. f. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau. 2.1.3 Tata Cara
Prosedur permintaan visum et repertum korban mati telah diatur dalam pasal 133 dan 134 KUHAP yaitu dimintakan secara tertulis, mayatnya harus diperlakukan dengan baik, disebutkan dengan jelas pemeriksaan yang diminta, dan mayat diberi label yang memuat identitas yang diberi cap jabatan dan dilekatkan ke bagian tubuh mayat tersebut. Pemeriksaan terhadap mayat harus dilakukan selengkap mungkin dan hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam bentuk visum et repertum yang harus dapat dianggap sebagai salinan dari mayat tersebut.2 Berbeda dengan prosedur pemeriksaan korban mati, prosedur permintaan visum et repertum korban hidup tidak diatur secara rinci di dalam KUHAP. Hal ini berarti bahwa pemilihan jenis pemeriksaan yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada dokter dengan mengandalkan tanggung jawab profesi kedokteran. KUHAP juga tidak memuat ketentuan tentang bagaimana menjamin keabsahan korban sebagai barang bukti. Yang merupakan barang bukti pada tubuh korban hidup adalah perlukaannya beserta akibatnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara pidananya. Sedangkan orangnya sebagai s ebagai manusia tetap diakui sebagai subyek hukum dengan segala hak dan kewajibannya. Dengan demikian, oleh karena barang bukti tersebut tidak dapat dipisahkan dari orangnya
maka tidak dapat disegel maupun disita. Yang dapat dilakukan adalah menyalin barang bukti tersebut ke dalam bentuk visum visum et repertum.2 Tata laksana umum visum et repertum: 2 A. Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara RI. Sedangkan untuk kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan sebagai penyidik. b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain. c. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2). d. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada Penyidik yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan keterangan ahli. Pihak lain tidak dapat memintanya. B. Pihak yang terlibat dalam kegiatan pelayanan forensik klinik 1. Dokter 2. Perawat / petuga pemulasaraan jenazah 3. Petugas Administrasi C. Tahapan-tahapan dalam pembuatan visum et repertum 1. Penerimaan korban yang dikirim oleh Penyidik. Yang berperan dalam kegiatan ini adalah dokter, mulai dokter umum sampai dokter spesialis yang pengaturannya mengacu pada Standar Prosedur Operasional (SPO). Yang diutamakan pada kegiatan ini adalah penanganan kesehatannya dulu, bila kondisi telah memungkinkan barulah ditangani aspek medikolegalnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa terhadap korban dalam penanganan medis melibatkan berbagai disiplin spesialis. 2. Penerimaan surat permintaan keterangan ahli/visum et revertum
Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum merupakan hal yang penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari penyidik belum ada atau korban (hidup) datang sendiri dengan membawa surat permintaan visum et repertum. Untuk mengantisipasi masalah tersebut maka perlu dibuat kriteria tentang pasien/korban yang pada waktu masuk Rumah Sakit/UGD tidak membawa SpV. Sebagai berikut : a. Setiap pasien dengan trauma b. Setiap pasien dengan keracunan/diduga keracunan c. Pasien tidak sadar dengan riwayat trauma yang tidak jelas d. Pasien dengan kejahatan kesusilaan/perkosaan e. Pasien tanpa luka/cedera dengan membawa surat permintaan visum Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal pencatatan temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta penyimpanan rekam medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien umum. “Ingat ! kemungkinan kemungkinan atas pasien tersebut di atas pada saat yang akan datang, akan dimintakan visum et repertumnya dengan surat permintaan visum yang datang menyusul.”Pada saat menerima surat permintaan visum et repertum perhatikan hal-hal sebagai berikut : asal permintaan, nomor surat, tanggal surat, perihal pemeriksaan yang dimintakan, serta stempel surat. Jika ragu apakah yang meminta penyidik atau bukan maka penting perhatikan stempel nya. Jika stempelnya tertulis “KEPALA” maka surat permintaan tersebut dapat dikatakan sah meskipun sah meskipun ditandatangani oleh pnyidik yang belum memiliki panfkat inspektur dua (IPDA).
Setelah selesai meneliti surat permintaan tersebut dan kita meyakini surat tersebut sah secara hukum, maka isilah tanda terima surat permintaan visum et repertum yang biasanya terdapat pada kiri bawah. Isikan dengan benar tanggal, hari dan jam kita menerima surat tersebut, kemudian tuliskan nama penerima dengan jelas dan bubuhi dengan tanda tangan. Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke fasilitas pelayanan kesehatan tanpa membawa Surat Permintaan Visum (SPV) tidak boleh ditolak untuk dilakukan pemeriksaan. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar dan hasilnya dicatat dalam rekam medis. Visum et Repertum baru dibuat apabila surat permintaan visum telah disampaikan ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan. 3. Pemeriksaan korban secara medis Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan. Ada kemungkinan didapati benda bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan sebagainya. Benda bukti berupa pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak penyidik belum mengambilnya
maka
pihak
petugas
sarana
kesehatan
harus
me-
nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status benda bukti itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik. 4. Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas administrasi memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk kepentingan peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis, untuk mencegah penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung bertanggung jawab. Contoh : “Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima senti meter --------“ -------- “
5. Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum Undang-undang
menentukan
bahwa
yang
berhak
menandatanganinya adalah dokter. Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Sering terjadi bahwa surat permintaan visum dari pihak penyidik datang terlambat, sedangkan dokter yang menangani telah tidak bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini sering timbul keraguan tentang siapa yang harus menandatangani visum et repertun korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila korban ditangani beberapa dokter sekaligus sesuai dengan kondisi penyakitnya yang kompleks. Dalam hal korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang menandatangani visum yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut (dokter pemeriksa). Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa yang melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan dengan luka/cedera/racun/tindak pidana. Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat (diluar kota) atau sudah tidak bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka visum et repertum ditandatangani oleh dokter penanggung jawab pelayanan forensik klinik yang ditunjuk oleh Rumah Sakit atau oleh Direktur Rumah Sakit tersebut. 6. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja dengan menggunakan menggunakan berita acara. 7. Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum. Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat terjadi dua instansi penyidikan sekaligus meminta surat visum et repertum. Penasehat hukum tersangka tidak diberi kewenangan untuk meminta visum et repertum kepada dokter, demikian pula tidak boleh meminta salinan visum
et repertum langsung dari dokter. Penasehat hukum tersangka dapat meminta salinan visum et repertum dari penyidik atau dari pengadilan pada masa menjelang persidangan. 2.1.4 Syarat Dilakukan
Pembuatan visum et repertum haruslah memenuhi syarat formil dan syarat materil. Syarat formil menyangkut prosedur yang harus dipenuhi yakni sebagaimana tercantum dalam Instruksi Kapolri No.Pol INS/E/20/IX/75 tentang Tata Cara Permohonan/pencabutan visum et repertum sebagai berikut: a. Permintaan visum et repertum haruslah tertulis (sesuai dengan Pasal 133 Ayat (2) KUHAP); b. Pemeriksaan atas mayat dilakukan dengan cara dibedah, jika ada keberatan dari pihak keluarga korban, maka pihak Polisi atau pemeriksa memberikan penjelasan akan pentingnya dilakukan dengan bedah mayat; ma yat; c. Permintaan visum et repertum hanya dilakukan terhadap tindak pidana yang baru terjadi, tidak dibenarkan permintaan yang telah lampau; d. Polisi wajib menyaksikan dan mengikuti jalannya bedah mayat; e. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, maka polisi perlu melakukan pengamanan tempat dilakukannya bedah mayat. Sedangkan syarat materil visum et repertum adalah menyangkut isi dari visum et repertum tersebut yaitu sesuai dengan kenyataan yang ada pada tubuh korban yang diperiksa. Disamping itu isi dari visum et repertum tersebut tidak bertentangan dengan ilmu kedokteran kedokteran yang telah teruji kebenarannya.4 Ketentuan standar dalam penyusunan visum et repertum : 2 a. Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah penyidik yang menurut PP 27/1983 adalah Pejabat Polisi Negara RI. Sedangkan untuk kalangan militer maka Polisi Militer (POM) dikategorikan sebagai penyidik. b. Pihak yang berwenang membuat keterangan ahli menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) adalah dokter dan tidak dapat didelegasikan pada pihak lain. c. Prosedur permintaan keterangan ahli kepada dokter telah ditentukan bahwa permintaan oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis yang secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2).
d. Penyerahan surat keterangan ahli hanya boleh dilakukan pada Penyidik yang memintanya sesuai dengan identitas pada surat permintaan keterangan ahli. Pihak lain tidak dapat memintanya. 2.1.5 Bentuk Tertulis
Penulisan VeR harus memenuhi suatu disain dan format tertentu karena dokumen tersebut akan digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan. Unsur penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai berikut:2 1. Pro Justitia Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et repertum tidak perlu bermeterai. Maksud pencantuman kata "Pro justitia" adalah sesuai dengan artinya, yaitu dibuat secara khusus hanya untuk kepentingan peradilan. Di bagian atas tengah dapat dituliskan judul surat tersebut, yaitu : Visum et Repertum.
Contoh:
Pekanbaru, ………………………
PRO JUSTITIA VISUM ET REPERTUM
No :………………………. :………………………. 2. Pendahuluan Pada bagian pendahuluan ini minimal memuat : identitas pemohon visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan visum et repertum, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas objek yang diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan Contoh : Kasus perlukaan/Kejahatan seksual. Yang bertandatangan di bawah ini, Dedi Afandi dokter spesialis forensik pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Riau/RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, atas permintaan dari kepolisian
sektor
Suka
Merindu
dengan
suratnya
No.
Pol
:
R/12/VER/VI/2011/Reskrim tertanggal satu Juni tahun Dua Ribu Sebelas maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal satu Juni tahun Dua Ribu Sebelas pukul sepuluh lewat sepuluh menit Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Riau/RSUD
Arifin
Achmad
Pekanbaru
telah
melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah :------------- Nama
: xxxxx. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Umur
: xx tahun. ------------------------------------------------------------------------------ ------------------------------------
Jenis Kelamin
: laki-laki. ------------------------------------------------------------------------ ------------------------------------------
Warga negara
:Indonesia.
Pekerjaan
: xxx. ----------------------------------------------------------------------------- -------------------------------------------------
Agama
: xxx. ------------------------------------------------------------------------ -------------------
Alamat
: Jl. Forensik gang Medikolegal no. 37, Pekanbaru.
---------------------------------------------------------------- --------------------------------------------
3. Pemberitaan (Hasil Pemeriksaan) Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat dihadirkan kembali. Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari : a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik pemeriksaan
fisik
maupun
pemeriksaan
laboratorium
dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang
keadaan umum dan perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status lokalis). b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan sebaliknya,
alasan
tidak
dilakukannya
suatu
tindakan
yang
seharusnya dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk menghindari kesalahpahaman tentang-tepat tidaknya penanganan dokter dan tepat-tidaknya kesimpulan yang diambil. c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital, lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan pengobatan atau perawatan yang diberikan. Contoh : Korban perlukaan
HASIL PEMERIKSAAN : --------------------------------------------------------1) Korban datang dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban mengaku dua jam sebelum ke rumah sakit dipukul dengan menggunakan kayu pada bagian kepala dan lengan kiri, korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian pemukulan pada kepala --2) Pada korban ditemukan : ------------------------------------------a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat senti meter diatas batas dasar tulang, dinding luka kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya
dikelilingi
benjolan
berukuran
empat
sentimeter kali empat senti meter --------------------------- b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak rata, dasar jaringan bawah
kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali setengah sentimeter dasar otot.-----------c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta nyeri pada penekanan. ------------d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera kepala ringan. ------------------3) Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan atas kiri menunjukkan adanya patah tulang lengan atas kiri pada sepertiga tengah.---------------------------4) Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, pemasangan gips dan pengobatan. pengobatan. -------------------------------------------------- ------------5) Korban dipulangkan dengan anjuran kontrol seminggu lagi.-4. Kesimpulan Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka. Hasil pemeriksaan anamnesis yang tidak didukung oleh hasil pemeriksaan lainnya, sebaiknya tidak digunakan dalam menarik kesimpulan. Pengambilan kesimpulan hasil anamnesis hanya boleh dilakukan dengan penuh hati-hati. Kesimpulan visum et repertum adalah pendapat dokter pembuatnya yang bebas, tidak terikat oleh pengaruh suatu pihak tertentu. Tetapi di dalam kebebasannya tersebut juga terdapat pembatasan, yaitu pembatasan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi, standar profesi dan ketentuan hukum yang berlaku. Kesimpulan visum et repertum haruslah dapat menjembatani antara temuan ilmiah dengan manfaatnya dalam mendukung penegakan hukum. Kesimpulan bukanlah sekedar resume hasil pemeriksaan, melainkan lebih ke arah interpretasi hasil temuan dalam kerangka ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku
Contoh : Kesimpulan dengan kualifikasi luka derajat 1 (ringan) Pada pemeriksaan korban laki-laki yang menurut surat keterangan permintaan visum et repertum berusia tiga puluh ini ditemukan luka lecet pada lengan kanan dan kaki kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut tidak menyebabkan halangan dalam menjalankan pekerjaan. ---------------------------5. Penutup Memuat pernyataan bahwa keterangan tertulis dokter tersebut dibuat dengan mengingat sumpah atau janji ketika menerima jabatan atau dibuat dengan mengucapkan sumpah atau janji lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan serta dibubuhi tanda tangan dokter dokter pembuat visum et repertum. contoh : Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dokter Pemeriksa
Dr.xxxxxxxxxxxxxx
Berikut contoh Visum et Repertum perlukaan KOP SURAT INSTITUSI
Pekanbaru, 24 Agustus 2017 PRO JUSTITIA VISUM ETREPERTUM
No. /TUM/VER/VIII/2017
Yang bertandatangan di bawah ini, Dedi Afandi, dokter spesialis 17ontrol17 pada RSUD Arifin Achmad, atas permintaan dari kepolisian
17ontro
Teluk
Belanga
dengan
suratnya
nomor
B/37/VeR/VIII/Reskrim tertanggal 24 Agustus 2017 maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal dua puluh empat Agustus tahun dua
ribu sepuluh pukul Sembilan lewat lima menit Waktu Indonesia Bagian Barat.bertempat di RSUD Arifin Achmad, telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah: Nama
: xxxx
Umur
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Warga 18ontro
: Indonesia
Pekerjaan
: xxxx
Agama
: xxxx
Alamat
: xxxx
HASIL PEMERIKSAAN: 1. Korban 18ontro dalam keadaan sadar dengan keadaan umum sakit sedang. Korban mengeluh sakit kepala dan sempat pingsan setelah kejadian pemukulan pada kepala —————————— kepala —————————— 2. Pada korban ditemukan ———————————————— ditemukan ———————————————— a. Pada belakang kepala kiri, dua sentimeter dan garis pertengahan belakang, empat senti meter diatas batas dasar tulang, terdapat luka terbuka, tepi tidak rata, dinding luka kotor, sudut luka tumpul, berukuran tiga senti meter kali satu senti meter, disekitarnya dikelilingi benjolan berukuran empat sentimeter kali empat senti meter ———————— meter ———————— b. Pada dagu, tepat pada garis pertengahan depan terdapat luka terbuka tepi tidak rata, dasar jaringan bawah kulit,dinding kotor, sudut tumpul, berukuran dua senti meter kali setengah sentimeter dasar otot. ————— ————— c. Lengan atas kiri terdapat gangguan fungsi, teraba patah pada pertengahan serta nyeri pada penekanan. ———————— penekanan. ———————— d. Korban dirujuk ke dokter syaraf dan pada pemeriksaan didapatkan adanya cedera kepala ringan. ———————— ringan. ————————
3. Pemeriksaan foto Rontgen kepala posisi depan dan samping tidak menunjukkan adanya patah tulang. Pemeriksaan foto rontgen lengan atas kiri menunjukkan adanya patah tulang lengan atas pada pertengahan. —— pertengahan. —— 4. Terhadap korban dilakukan penjahitan dan perawatan luka, dan pengobatan. — pengobatan. — 5. Korban dipulangkan dengan anjuran 19ontrol seminggu lagi…. lagi…. KESIMPULAN : Pada pemeriksaan korban laki-laki berusia tiga puluh empat tahun ini ditemukan cedera kepala ringan, luka terbuka pada belakang kepala kiri dan dagu serta patah tulang tertutup pada lengan atas kiri akibat kekerasan tumpul. Cedera tersebut telah mengakibatkan penyakit / halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian untuk sementara waktu. Demikianlah visum et repetum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Dokter Pemeriksa
Dr.dr.DediAfandi,.F.M.,Sp.F.M
2.1.6 Dasar Hukum
Berdasarkan ketentuan hukum acara pidana Indonesia, khususnya KUHAP tidak diberikan pengaturan secara eksplisit mengenai pengertian VER. Satusatunya ketentuan perundangan yang memberikan pengertian mengenai VER yaitu Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350. Disebutkan dalam ketentuan Staatsblad tersebut bahwa visa reperta van genesskundigen yang banyak dilampirkan dalam BAP (Berita Acara Pengadilan): “VER adalah laporan tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas ata s permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik- baiknya”.5
VER merupakan laporan ahli dan berdasarkan LN 1937-380 RIB/306 melalui ketentuan Pasal 1 angka 28, Pasal 120, Pasal 133, dan Pasal 187 huruf c KUHAP. Selanjutnya, permintaan keterangan ahli dilakukan penyidik secara tertulis, kemudian ahli yang bersangkutan membuat “laporan” yang berbentuk “surat keterangan” atau VER. Dalam praktek pengadilan pen gadilan sepanjang pengalaman penulis maka keterangan ahli dalam bentuk VER (diatur dalam staatsblad Tahun 1937 Nomor 350, Ordonnantie 22 mei 1937 tentang visa reperta van genesskundigen yang banyak dilampirkan dalam BAP (Berita Acara Pengadilan). Terutama diatur oleh Pasal 1 berbunyi: "Visa reperta dari dokter-dokter yang dibuat atas sumpah jabatan yang diikrarkan pada waktu menyelesaikan pelajaran kedokteran di negeri Belanda atau di Indonesia, atau atas sumpah khusus sebagai dimaksud dalam Pasal 1, mempunyai daya bukti dalam perkara pidana, sejauh itu mengandung keterangan tentang yang dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksa." Sedangkan Pasal 2 berbunyi: “Dokter -dokter -dokter yang tidak mengikrarkan sumpah jabatan di Negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, boleh mengikrarkan sumpah (atau janji)”. 5 Kemudian ketentuan lain juga mengenai VER diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.749a tahun 1989 menyatakan bahwa rekam medik adalah dokumen mengenai identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan. Pada kasus kejahatan yang korbannya tidak bisa dijadikan barang bukti, maka untuk pembuktiannya didasarkan pada data medis. Laporan medis dari pemeriksaan yang diminta oleh penyidik disebut VER. Laporan medis dari pemeriksaan yang diminta oleh pasien disebut surat keterangan medis. Dokter dalam tugasnya harus hati-hati membuat laporan dengan benar dan membuat laporan secara obyektif yang dapat diperiksa secara ilmiah. 5 Sebelumnya diatur dalam Pasal 10 Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.M04.UM.01.06 No.M04.UM.01.0 6 Tahun 1983 bahwa hasil pemeriksaan ilmu kedokteran kehakiman disebut dengan VER. Dengan demikian menurut KUHAP keterangan ahli yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman oleh dokter ahli atau ahli lainnya disebut VER.5
2.1.7 Pihak Yang Berwenang Mengajukan
Pejabat yang Berhak mengajukan Permintaan Visum Et Repertum: Repertum:6 a. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang- kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi (P.P.R.I. No.27 Th 1983) 1983) b. Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik c. Penyidik Pembantu d. Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia tertentu sekurang – kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi e. Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sendiri . f. Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (undangundang No.1 Th 1970 pasal 10) g. Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI maka untuk meminta Visum Et Repertum hendaknya menghubungi polisi militer
setempat
dari
kesatuan
si
korban
(instruksi
Kapolri
No.Pol:Ins/P/20/IX/74)
2.2 Saksi ahli 2.2.1 Definisi Saksi Ahli Dan Keterangan Keterangan Ahli
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatu kejadian, baik yang ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan pendapatnya tersebut. 7 Saksi ahli merupakan orang yang memenuhi syarat dalam hal pengetahuan dan pengalamannya untuk memberikan pendapat tentang isu tertentu ke pengadilan.8 Pada Pasal 1 butir 28 KUHAP (yang terletak dalam Bab I KUHAP) terdapat penjelasan mengenai istilah “keterangan ahli”, yaitu, “Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan”.9 2.2.2 Landasan Hukum
Kewajiban dokter untuk membuat keterangan ahli telah diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli ini akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan (Pasal 184 KUHAP) dan dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan (Pasal 186 KUHAP). Bila dokter atau tenaga kesehatan dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban saat dipanggil sebagai saksi, atau sebagai ahli dalam suatu kasus yang diduga terkait dengan suatu kejahatan, maka dalam perkara pidana diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan dan dalam perkara lain, diancam dengan pidana paling lama enam bulan (Pasal 224 KUHP). Pada kasus yang terkait dengan pelanggaran, maka dokter atau tenaga kesehatan dapat didenda sesuai kepantasan menurut persidangan (Pasal 522 KUHP).10 Pada pasal 170 KUHAP dinyatakan bahwa dokter karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya dapat menggunakan hak undur diri untuk diminta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, mengenai rahasia kedokteran yang dipercayakan kepadanya dengan memberikan alasan pada hakim. Hakim akan menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. Namun, pada pasal 179 KUHAP dinyatakan bahwa permintaan bantuan pengadilan pada dokter sebagai ahli sesuai prosedur hukum, wajib dipenuhi. Sehingga permintaan memberikan keterangan ahli atau permintaan keterangan dalam pemeriksaan pada tahap sebelum pemeriksaan sidang dipengadilan, tidak dapat diabaikan dengan mengasumsikan seorang s eorang dokter atau tenaga kesehatan memiliki hak undur diri. 10 Asosiasi Kedokteran Australia dalam Ethical Guidelines for Doctors Acting as Medical Witnesses juga mengutarakan kewajiban etika yang dimiliki dokter untuk membantu pengadilan dan proses penyelesaian sengketa alternatif dengan memberikan bukti ahli apabila dipanggil persidangan. Dokter harus memberikan bukti ahli untuk membantu pengadilan yang sifatnya tidak memihak, jujur, objektif dan membatasi pendapat mereka hanya dalam ruang lingkup keahliannya. Dokter juga memiliki kewajiban untuk melindungi privasi dan kerahasiaan dari semua pembuktian relevan yang dimilikinya.10
2.2.3 Pihak Yang Berwenang Menyampaikan
Berdasarkan KUHAP pasal 133 ayat (1), yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut men yangkut tubuh manusia dan membuat keterangan ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter, dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan. Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun, untuk tertib administrasinya, maka sebaiknya permintaan keterangan ahli ini hanya dianjurkan kepada dokter yang bekerja pada suatu instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu terutama milik pemerintah.1 2.3 Traumatology 2.3.1 Definisi
Traumatologi berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti kekerasan terhadap jaringan tubuh yang hidup yang dapat menimbulkan efek pada fisik ataupun psikisnya, dalam ilmu kedokteran forensik efek fisik berupa lukaluka yang ditemukan dalam tubuh atau fisik korban sedangkan logos berarti ilmu. Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungan dengan berbagai kekerasan (ruda paksa). 11 2.3.2 Klasifikasi Trauma
Ditinjau
dari
berbagai
sudut
dan
kepentingan,
luka
itu
diklasifikasikan berdasarkan : 12 A. Etiologi 1. Trauma mekanik a) Luka memar (bruise, (bruise, contusion) contusion) b) Luka lecet (abration (abration)) c) Luka robek (laceration (laceration)) d) Patah tulang pergeseran sendi ( fracture, dislocation) dislocation) 2. Kekerasan tajam a) Luka sayat (incised wound) b) Luka tusuk, tikam ( punctured wound)
sendiri
dapat
c) Luka bacok (chopped wound) 3. Luka tembak (fire arm wound) 4. Trauma thermis (suhu) a) Temperatur panas
-
suhu panas (heat (heat stroke, heat exhaustion, heat cramp) cramp)
- Benda panas (luka bakar dan scald dan scald ) b) Temperatur dingin
- Terpapar dingin (hipothermia) - Efek local (frost bite) 5. Trauma kimiawi a) Zat korosif b) Zat iritatif 6. Trauma listrik, radiasi, ledakan dan petir. B. Derajad kualifikasi luka 1. Luka ringan 2. Luka sedang 3. Luka berat C. Medikolegal 1. Perbuatan sendiri ( suicide), suicide), kadang dijumpai luka percobaan (tentative (tentative wound ) 2. Perbuatan orang lain (homicide ( homicide), ), kadang dijumpai luka tangkis (defence ( defence wound )
3. Kecelakaan (accidenta (accidental). l). D. Waktu Kematian 1. Ante mortem 2. Post mortem 2.3.3 Pemeriksaan Luka
Teknik pemeriksaan pada kasus korban hidup baik perlukaan, maupun kejahatan seksual/perkosaan, pada prinsipnya sama dengan pemeriksaan prosedur klinis lainnya. Pemeriksaan tersebut secara umum mencakup anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Pada setiap pasien atau korban hidup, sebelum dilakukan pemeriksaan kedokteran forensik terlebih
dahulu harus dilaksanakan prosedur Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Informed Consent. Consent. Pasien atau korban harus harus dijelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan, tujuan, manfaat, alterhatif tindakan, pengambilan dokumentasi, pengambilan sampel bila diperlukan termasuk hal-hal lain seperti pembiayaan, pemeriksaan penunjang dan lain-lain.2 a. Anamnesis Anamnesis mencakup tentang keluhan utama, bagaimana peristiwa tersebut terjadi, maupun riwayat riwa yat penyakit sebelumnya yang pernah diderita. Apabila korban dalam keadaan tidak sadar dapat dilakukan alloanamnesis. Semua anamnesis dicatat dengan lengkap dan benar dalam berkas rekam medis. Meskipun demikian penarikan kesimpulan hasil anamnesis harus dilakukan dengan hati-hati.
Hasil anamnesis anamnesis yang tidak berhubungan berhubungan
dengan tindak pidana tidak perlu dituliskan dalam visum et repertum. 2 b. Pemeriksaaan tanda-tanda vital Pemeriksaan ini meliputi keadaan umum, tingkat kesadaran, frekuensi nafas, frekuensi nadi, nadi, tekanan darah dan suhu. Tanda-tanda vital perlu dituliskan nantinya pada visum et repertum apabila dokter menganggap
bahwa
hasil
pemeriksaan
tersebut
penting
untuk
menggambarkan keadaan penderita sehubungan dengan tindak kekerasan yang dialaminya.2 c. Deskripsi luka Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas, lengkap dan baik, hal ini penting untuk mengetahui jenis kekerasan yang telah dialami oleh oleh korban. Bila perlu gunakan gambar dan dimasukkan dalam berkas berkas rekam medis. Deskripsikan luka luka secara sistematis dengan urutan sebagai berikut : regio, koordinat, jenis luka, bentuk luka, tepi luka, dasar luka, keadaan sekitar luka, ukuran luka, jembatan jaringan, benda asing dan sebagainya2 d. Perawatan atau pengobatan yang diberikan Tuliskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan beserta hasilnya, terapi / pengobatan serta perawatan yang dilakukan terhadap korban.
Contoh : Terhadap korban dilakukan foto rontgen dada dengan hasil terdapat patah tulang iga ketiga dan keempat kanan. 2 2.3.4 Aspek Medikolegal
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh atau Misdrijven Tegen Het Lijf”. Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan dengan sengaja) dan kejahatan culpose culpose (yang dilakukan karena kelalaian atau kejahatan).13 Jenis kejahatan yang yang dilakukan dengan sengaja diatur dalam Bab XX, pasal-pasal 351 s.d. 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian diatur dalam pasal 359, 360 dan dan 361 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dijumpai katakata, “mati, menjadi sakit sementara atau
tidak dapat menjalankan pekerjaan
sementara”, yang tidak disebabkan secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi ‘karena salahnya’ diartikan sebagai kurang kurang hati-hati, lalai, lupa dan amat kurang perhatian. Pasal 361 KUHP menambah hukumannya hukumannya sepertiga lagi jika kejahatan ini dilakukan dalam suatu jabatan atau pekerjaan. Pasal ini dapat dikenakan pada pada dokter, bidan, apoteker, supir, masinis kereta api dan lain-lain. Dalam pasal-pasal tersebut tercantum istilah
penganiayaan dan merampas dengan sengaja
jiwa
orang lain, suatu istilah hukum semata- mata dan tidak dikenal dalam istilah medis.13 Yang dikatakan dikatakan luka berat pada tubuh pada pada penyakit atau luka yang
pasal 90 KUHP, adalah
tidak bisa diharapkan akan sembuh lagi dengan
sempurna atau yang dapat mendatangkan b bahaya ahaya maut, terus-menerus tidak cakap lagi melakukan
jabatan atau pekerjaan tidak lagi memakai salah
indera, kudung kudung (rompong), lumpuh,
satu panca
berubah pikiran (akal) lebih dari empat
minggu lamanya, menggugurkan menggugurkan atau membunuh anak dari kandungan kandungan ibu. Disinilah dokter berperan besar sekali sebagai saksi ahli di depan pengadilan. Hakim akan mendengarkan keterangan spesialis kedokteran forensik maupun ahli lainnya lainnya (setiap dokter) dalam tiap kejadian secara kasus demi kasus.13
2.4 Apa saja masalah yang dapat menyebabkan seorang dokter dikeluarkan dari IDI dan SIP dicabut
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran, pasal 31 ayat a yat 1 dan 2, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran Peraturan Menteri ini, tindakan dapat berupa peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan surat izin praktik (SIP). Dalam Pasal 32, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIP Dokter dan Dokter Gigi dalam hal:14 1. atas dasar rekomendasi MKDKI; 2. STR Dokter dan Dokter Gigi dicabut oleh KKI; 3. tempat praktik tidak sesuai lagi dengan SIPnya; dan/atau 4. dicabut rekomendasinya oleh organisasi profesi melalui sidang yang dilakukan khusus untuk itu. 2.5 Jelaskan Mengenai Etika Kedokteran Terkait VeR .
Menurut KODEKI pasal 7 : Seorang dokter hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.15 Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan Hampir setiap hari kepada seorang dokter diminta keterangan tertulis mengenai bermacam-macam hal antara lain, tentang : 15 a. Cuti Cuti sakit b.Kelahiran dan kematian c. Cacat Cacat d.Penyakit menular e. Visum Visum et repertum (pro justicia) f. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lama ran kerja, untuk kawin dan sebagainya. g.lain-lain. Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter pada waktu memberikan : 15 a. Keterangan cuti sakit dan keterangan tentang tingkat cacat. Waspadalah terhadap sandiwara ("simulasi") melebih-lebihkan ("aggravi") mengenai
sakit atau kecelakaan kerja. Berikan pendapat yang objektif dan legis serta dapat diuji kebenarannya. b. Keterangan
kelahiran
dan
kematian
Agar
keterangan
mengenai
kelahiran/kematian diisi sesuai keadaan yang sebenarnya. Seorang dokter sesuai dengan Undang-Undang Wabah berkewajiban melaporkan adanya penyakit menular walaupun kadang-kadang keluarga tidak menyukainya. c. Visum et repertum (pro justicia) Kepolisian dan kejaksaan sering meminta visum et repertum kepada seorang dokter dalam hal perkara penganiayaan dan pembunuhan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Visum agar dibuatkan dengan teliti dan mudah dipahami berdasarkan apa yang dilihat. Selain itu visum et repertum haruslah objektif tanpa pengaruh dari yang berkepentingan dalam perkara itu. d. Laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa. 1) laporan dokter harus objektif jangan dipengaruhi oleh keinginan dari agen perusahaan asuransi yang bersangkutan atau calon yang bersangkutan. 2) Sebaiknya jangan menguji kesehatan seorang calon yang masih atau pernah menjadi pasiennya sendiri, untuk menghindarkan timbulnya kesukaran dalam mempertahankan rahasia jabatan. 3) Jangan diberitahukan kepada calon tentang kesimpulan dari hasil pemeriksaan medik. Serahkan hal itu kepada perusahaan asuransi jiwa itu sendiri. 4) Penyerahan informasi medik dari peserta asuransi jiwa dapat diserahkan kepada perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan bila ada persetujuan tertulis dari peserta asuransi yang bersangkutan. e. Keterangan mengenai kebaikan bahan makanan paten dan khasiat suatu obat. Seorang dokter boleh memberitahukan keterangan tentang bahan makanan paten dan kasiat suatu obat kalau segala syarat ilmiah sudah dipenuhi. Pemeriksaan dan keterangan mengenai suatu bahan makanan atau obat, sebaiknya diserahkan kepada lembaga pemerintah.
BAB III KESIMPULAN
Kesimpulan : dr. Asro tersandung masalah etik terkait visum et repertum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian kedokteran forensik FK UI. Ilmu kedokteran forensik ed 2. 1997 2. Afandi Dedi. Visum Et Repertum: Tata Laksana dan Teknik Pembuatan. Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2017. 3. Njowito Hamdani, Ilmu Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Gramedia Pustaka Tama. 1992 4. Rukmana V. Kekuatan pembuktian visum et repertum dalam tindak pidana penganiayaan yang dilakukan sutrisno (tinjauan yuridis terhadap putusan no :179/Pid.B/2013/PN.Kdr.). :179/Pid.B/2013/PN.Kdr.). Universitas Jendrar J endrar Soedirman, 2014. 5. Trisnadi S. Ruang Lingkup Visum et Repertum sebagai Alat Bukti pada Peristiwa Pidana yang Mengenai Tubuh Manusia di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang. Sains Medika. 2013; 5(2):121-127 6. Widowati N, Sudra RI, Lestrari T. Tinjauan alur prosedur pembuatan visum et repertum di Rumah Sakit Umum Daerah Pandang Arang Boyolali. Jurnal Kesehatan. 2008;2(1):85-99. 7. Ingeten S. Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana (Skripsi). Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: Medan; 2008. 8. British Medical Association. Expert Witness Guidance. 2007; 1-6 9. Abdul Hakim G. Nusantara, KUHAP dan Peraturanperaturan Pelaksana, Djambatan, Jakarta, 1986., hal. 7-8 10. Susanti R. Peran Dokter sebagai Saksi Ahli Di Persidangan. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2):101-104. 11. Damitrias PT. Hubungan Kadar Lemak Tubuh Dengan Perubahan Warna Memar Yang Dilihat Dengan Menggunakan Teknik Fotografi Forensik. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2017. Volume 6, Nomor 2. 1073-1081 12. Ritonga M. Penilaian alur luka untuk menentukan penyebab kematian. Majalah Kedokteran Nusantara. 2013;46(3):163-5. 13. Satyo, Alfred Alfred C. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dan Profesi Dokter, Edisi II (revisi), Cetakan kedua, UPT Penerbitan dan Percetakan Universitas Sumatera Utara, Medan, 2004, 2004, h.21-34
14. Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Permenkes
RI
Nomor
2052/Menkes/Per/X/2011 tentang izin praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran; 2011. 15. Kode
Etik
Kedokteran
Pelaksanaan”,surat keputusan Indonesia.2013
Indonesia, Pengurus
”Penjelasan dan Pedoman Besar
Ikatan
Dokter
View more...
Comments