Laporan PBL Fix DBD
October 30, 2017 | Author: Aulia Ariesta Kusuma Putri | Category: N/A
Short Description
Download Laporan PBL Fix DBD...
Description
Problem Based Learning Ilmu Kesehatan Masyarakat Modul 1 Skenario I “Devmam Berdarah”
Kelompok 5
`
Tutor
:
dr. Farsida, MPH
Ketua
:
Fahmi Fil Ardli
(2013730141)
Sekretaris
:
Dyoza Cinnamon
(2013730139)
Anggota
:
Reza Ahmad Prasetyo
(2013730169)
Mundri Nur Afsari
(2013730155)
Virni Tiana Aprellia
( 2013730186)
Fania Liahsani
(2013730142)
Andi Silpia
(2011730122)
A M F Faidzin
(2011730121)
Aulia Ariesta Kusuma P
(2013730127)
Dien Rahmawati
(2013730135)
Shella Arditha
(2013730178)
Syifa Febriana
(2013730181)
Syifa Ramadhani
(2013730182)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014
KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr.wb Puji syukur Alhamdulillah, atas berkah Rahmah Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan modul ini. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas PBL modul I skenario I. Tugas ini ialah hasil diskusi dari semua anggota kelompok 1. Terimakasih kami ucapkan kepada tutor kami yaitu dr. Farsida, MPH yang telah membimbing kelompok kami sehingga dapat melakukan diskusi dengan baik. Juga untuk penulis dan penerbit dari buku yang kami jadikan referensi. Kami menyadari dalam pembuatan laporan ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini kedepannya. Semoga hasil analisis di laporan ini dapat berguna dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Wassalamualaikum wr.wb
Jakarta, 5 Januari 2015
Kelompok 1 Sistem IKM
a. Skenario 1 Demam Berdarah Petugas surveilans Puskesmas Bintang yang terletak di Kabupaten Cakrawala, melaporkan kepada Kepala Puskesmasnya, bahwa dalam 1 minggu terakhir ditemukan 13 kasus suspek Demam Berdarah yang datang ke puskesmas tersebut. Padahal sebelumnya tidak pernah ada kasus seperti itu di wilayah kerja puskesmas tersebut. Usia penderita bervariasi antara 8-15 tahun, dan semuanya berasal dari desa Mawar dan Melati yang letaknya berdekatan. Delapan dari 13 kasus tersebut didiagnosis sebagai suspek DBD berdasarkan adanya riwayat demam tinggi yang terus menerus selama 5 hari, dan hasil uji tourniquette positif. Ke-8 anak ini dirawat di puskesmas untuk observasi. Sedangkan 5 anak dirujuk ke RS Kabupaten atas indikasi adanya : pendarahan spontan (epistaksis, hematemesis, melena) dan syok. Rujukan balik yang diterima dari RS rujukan, memastikan bahwa ke-5 anak tersebut positif DBD. Satu dari ke-5 anak yang dirujuk meninggal setelah 1 hari dirawat di rumah sakit. Empat anak yang lain dirawat sampai sembuh di RS tersebut. Wilayah kerja Puskesmas Bintang meliputi 1 kecamatan dengan 8 desa yang berpenduduk 1530 jiwa.
b. Kata Sulit -
Tidak ada
c. Kata Kunci
-
Puskesmas Bintang Kabupaten Cakrawala Laporan dalam 1 minggu ada 13 kasus suspek demam berdarah Sebelumnya tidak pernah ada kasus tersebut Usia penderita antara 8 – 15 Berasal dari desa mawar dan melati yang letaknya berdekatan 8 dari 13 didiagnosis sebagai suspek DBD berdasarkan adanya riwayat
-
demam tinggi yang terus menerus selama 5 hari Hasil uji tourniquet positif 5 dari 8 anak dirujuk ke rumah sakit kabupaten atas indikasi adanya :
-
pendarahan spontan dan syok 5 anak tersebut positif demam berdarah 1 dari 5 anak meninggal 4 lainya sembuh Wilayah kerja puskesmas bintang 1 kecamatan dengan 8 desa dan 1530 jiwa
d. Mind Map
Wilayah kerja : 8 Desa (1530 jiwa)
Laporan petugas surveilans Puskesmas Bintang
Asal : 2 desa yang berdekatan
13 kasus suspect DBD, 1 minggu
Tidak ada kasus tersebut sebelumnya
8 orang suspect DBD Indikasi : demam tinggi 5 hari, uji tourniket (+) Observasi di Puskesmas
e. Pertanyaan
Usia : 8-15 tahun 5 orang dirujuk ke RS Kab. Indikasi : perdarahan spontan & syok Hasil : 5 orang (+) DBD, 1 meninggal, 4 sembuh
1. Definisi wabah dan kejadian luar biasa, apakah pada scenario termasuk wabah ! dan Jelaskan perbedaan wabah dan kejadian liar biasa, dan cara penentuan wabah ! 2. Bagaimana cara menentukan penghitungan Attack rate, Case Fatality rate ! 3. Faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya kasus demam berdarah pada scenario !, bagaimana aspek klinis dari demam berdarah ! 4. Siapakah instalasi terkait dalam menanggulangi kasus pada scenario dan jelaskan masing masing instalasi tersebut ! 5. Bagaimana program pemerintah dalam mencegah terjadinya kasus pada scenario dan mengurangi angka kematian ! 6. Sebutkan upaya yang dilakukan puskesmas untuk menggerakan masyarakat dalam mencapai kecamatan sehat ! 7. Jelaskan Alur pelaporan wabah! 8. Jelaskan cara penanggulangan wabah ! 9. Apakah kriteria rumah sehat ? jelaskan ! 10. Bagaimana cara melakukan system rujukan ? 11. Jelaskan bagaimana cara membuat rencana operasional ! 12. Bagaimana Indikator keberhasilan?
f. Jawaban Pertanyaan
Nama : Mundri Nur Afsari NIM 1
: 2013730155 A. Definisi wabah dan KLB ! Termasuk ke dalam manakah kasus pada scenario di atas! B. perbedaan wabah dan KLB dan penentuan wabah !
A. Definisi
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis dalam kurun waktu dan daerah tertentu (Kep. Dirjen PPM&PLP No.451-I/PD.03.04/1991Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam epidemiologi. Istilah ini juga tidak jauh dari istilah wabah yang sring kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Kedua istilah ini sering digunakan akan tetapi sering kali kita tidak mengetahui apa arti kedua kata tersebut.Menurut UU : 4 Tahun 1984, kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Wabah: berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan, mencabut daerah tertentu dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah Kasus pada scenario di atas termasuk ke dalam wabah.
B . Perbedaan definisi antara Wabah dan KLB : Wabah harus mencakup: o o o o
Jumlah kasus yang besar. Daerah yang luas Waktu yang lebih lama. Dampak yang timbulkan lebih berat.
Kriteria KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas seperti sampaikan pada bagian sebelumnya, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis KLB, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Dirjen PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan criteria kerja KLB yaitu :
Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun) Peningkatan kejadian penyakit/kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun). Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau
lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat
atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode
sebelumnya. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun
sebelumnya. Beberapa penyakit khusus : Kholera, “DHF/DSS”, (a)Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
a
Penentuan adanya wabah Untuk menentukan apakah situasi yang dihadapi adalah wabah atau tidak, maka perlu diusahakan melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk
b
melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi yang istimewa atau tidak. Uraian keadaan wabah Bila keadaan dinyatakan wabah harus dilakukan penguraian keadaan wabah bedasarkan tiga unsur utama yaitu waktu, tempat dan orang.
Gambaran wabah berdasarkan waktu
Kurva Epidemi Adalah gambar perjalanan suatu letusan, berupa histogram dari jumlah kasus berdasarkan waktu timbulnya gejala pertama. Untuk membuatnya dibutuhkan informasi tentang waktu timbulnya gejala pertama. Misalnya, tanggal timbulnya gejala pertama, jam timbulnya gejala pertama, untuk masa inkubasi sangat pendek Manfaat kurva epidemic Mendapatkan Informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan
kelanjutan Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan
pemaparan terjadi dengan memusatkan penyelidikan pada periode tersebut. Kesimpulan pola kejadian -- apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya
Perjalanan Wabah
kurve menanjak: jumlah kasus terus bertambah, wabah sedang memuncak,
akan ada kasus-kasus baru Puncak kurve sudah dilalui: kasus yang terjadi semakin berkurang, wabah
akan segera berakhir.Mencari Periode pemaparan Pada point source epidemic -- penyakit dan masa inkubasi diketahui, kurve epidemic dapat digunakan untuk mencari periode pemaparan -- penting menanyakan sumber letusan
Gambaran wabah berdasarkan tempat Memberikan informasi tentang luasnya wialyah yang terserang Menggambarkan pengelompokkan atau pola lain ke arah penyebab Berupa: Spot map atau area map Spot map: peta sederhana yang berguna untuk menggambarkan tempat para
penderita tinggal, bekerja, atau kemungkinan terpapar Area map: menunjukkan insidens atau distribusi kejadian pada wilayah
dengan kode/ arsiran Mencantumkan angka serangan (rate) untuk masing-masing wilayah
Gambaran wabah berdasarkan orang Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang menentukan penyakit, karena
mempengaruhi: Daya tahan tubuh Pengalaman kontak dengan penyakit Lingkungan pergaulan yang memungkinkan kontak dengan sumber penyakit Jenis Kelamin; Ras/ suku; dsb. Faktor-faktor ini digambarkan apabila diduga ada perbedaan risiko diantara golongangolongan dalam faktor tsb.Di negara-negara multirasial, gambaran penderita berdasarkan ras sering ditampilkan. Adanya perbedaan cara hidup, tingkat sosial ekonomi, kekebalan, dsb. Berdasarkan pemaparan: Pekerjaan,RekreasiPenggunaan obat-obatan 1 Referensi : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Nama : Shella Arditha NIM
: 2013730178
2. Perhitungan attack rate dan case fatality rate ATTACK RATE Attack rate adalah jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. (attack rate = insidens rate) Rumus : Jumlah penyakit baru Attack rate = Jumlah populasi yang beresiko CASE FATALITY RATE (CFR) Case fatality rate meupakan angka kematian karena penyakit tertentu yang dipakai untuk menentukan derajat keganasan / kegawatan dari penyakit tersbut. Rumus :
Jumlah kematian akibat suatu penyakit CFR =
x 100% Jumlah seluruh kasus penyakit yang sama
Diketahui :
Jumlah penderita DBD = 13 orang
Jumlah penderita meninggal dunia = 1 orang
Jumlah penduduk = 1530 jiwa
13 Attack rate =
= 0,008 1530
1 CFR =
x 100% = 7,7% 13
Referensi : Dr.Budiman.Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html
NAMA
: Virni Tiana Aprielia
NIM
: 2013730186
3. Faktor Apakah yang mempengaruhi munculnya kasus DBD pada skenario? Bagaimana aspek klinis dari DBD? Faktor – faktor yang mempengaruhi munculnya demam berdarah dangue
1 Lingkunagan fisik Lingkungan fisik bermacam-macam misalnya tata rumah, macam container, a
ketinggian tempat dan iklim Jarak antara rumah Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah kerumah lain, semakin dekat jarak antara rumah semakin mudah nyamuk menyebar. Bahan-bahan pembuat rumah, konstruksi rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah menyebabkan rumah tersebut disenangi atau tidak disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang
b
berdesak-desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan lebih besar terserang penyakit. Ketinggian tempat Pengaruh variasi ketinggian berpengaruh terhadap syarat-syarat yang diperlukan oleh vector penyakit di Indonesia. Nyamuk Aedes aegypti dan albopictus dapat hidup
c
pada daerah dengan ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut Iklim 1 Suhu udara Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolismenya menurun atau bahkan berhenti bila suhunya terun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 derjat juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses fisiologis, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk dalah 25-27 derjat. Pertumbuhan nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu 2
kurang 10 derjat atau lebih dari 40 derjat Kelembaban nisbi Menurut Gobler dalam depkes RI 1998, umur nyamuk dipengaruhi oleh kelembaban udara. pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek , tidak bisa menjadi vector karena tidak cukup waktu untuk perpindahan virus
3
dari lambung ke kelenjar ludah Kecepatan angin Kecepatan angin secara tidak langsung berpengaruh pada kelembaban dan suhu udara, disamping itu angin berpengaruh terhadap arah penerbangan nyamuk. Bila
kecepatan angin 11-10 meter atau 25-31 mil/jam akan menghambat perkembangan 4
nyamuk. Curah hujan Hujan berpengaruh terhadap kelembaban nisbi. Kelembaban udara naik maka tempat perindukan nyamuk juga bertambah banyak. Dari hasil pengamatan penderita DBD yang selama ini dilaporkan diIndonesai bahwa misim penularan DBD pada umumnya terjadi pada musim penghujan.
2
Lingkungan Biologik Lingkungan biologik yang mempengaruhi penularan DBD terutama adalah banyaknya tanaman hias dan tanaman pekarangan yang mempengaruhi kelembaban, pencahayaan di dalam rumah, merupakan tempat yang di senangi nyamuk untuk hinggap dan beristirahat
Penularan infeksi virus dangue yaitu : a
Host (manusia ) : Yang rentan terhadap virus dangue, faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah : 1 Umur Semua golongan umur dapat terserang virus dangue. Namun insidensi terbesar 2
95% terserang pada anak usia sekolah berumur 1 minggu sekali. Salah satu kegiatan yang dianjurkan daelam pelaksanaan PSN adalah pengurasan TPA sekurang-kurangnya dalam frekuensi 1 minggu sekali TPA yang berjentik, halaman yang tidak bersih dan anak dengan golongan umur 5-9 tahun.
Hasil penelitian Nugroho (1999) faktor–faktor yang mempengaruhi penyebaran virus dengue antara lain: 1. Kepadatan nyamuk Kepadatan nyamuk merupakan faktor risiko terjadinya penularan DBD. Semakin tinggi kepadatan nyamuk Aedes aegypti, semakin tinggi pula risiko masyarakat untuk tertular penyakit DBD. Hal ini berarti apabila di suatu daerah yang kepadatan Aedes aegypti tinggi terdapat seorang penderita DBD, maka masyarakat sekitar penderita tersebut resiko untuk tertular. Kepadatan nyamuk dipengaruhi oleh adanya kontainer baik itu berupa bak mandi, tempayan, vas bunga, kaleng bekas yang digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk. Agar kontainer tidak menjadi tempat perindukan nyamuk maka harus di kuras satu minggu satu kali secara teratur dan mengubur barang bekas. 2. Kepadatan rumah
Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang jarak terbangnya pendek (100 meter). Oleh karena itu nyamuk tersebut bersifat domestik. Apabila rumah penduduk saling berdekatan maka nyamuk dapat dengan mudah berpindah dari satu rumah ke rumah lainnya. Apabila penghuni salah satu rumah ada yang terkena DBD, maka virus tersebut dapat ditularkan kepada tetangganya. 3. Kepadatan hunian rumah Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang sangat aktif mencari makan, nyamuk tersebut dapat menggigit banyak orang dalam waktu yang pendek. Oleh karena itu bila dalam satu rumah ada penghuni yang menderita DBD maka penghuni lain mempunyai risiko untuk tertular penyakit DBD. Penyebab munculnya wabah/KLB DBD , menurut Depkes RI 2003 : 1 2 3
5 6 7 8 9 10
Pertumbuhan yang tidak memiliki pola tertentu Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol Mobilitas penduduk yang tinggi 4 Proses pengelolaan limbah padat berupa wadah yang dapat menjadi tempat penampungan air. Sarana penyediaan air bersih yang tidak memadai Berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk-nyamuk Kurangnya sistem pengamatan nyamuk yang efektif Meningkatnya pergerakan dan penyebaran virus dangue Perkembangan hiperendemisitas Melemahnya infrastruktur kesehatan masyarakat Aspek Klinis Demam Berdarah Dengue Definisi Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan masalah penting pada kesehatan masyarakat di daerah tropis di dunia yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). Satu nyamuk dapat menjangkiti beberapa orang dalam waktu singkat dan lebih dari 1 kali. DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1958 dimana saat itu sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia. Mulai saat itu, penyakit ini pun menyebar luas ke seluruh penjuru Indonesia. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita Demam Berdarah di tiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus Demam Berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Etiologi Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Penularan Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus. Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti karena hidupnya di dalam dan disekitar rumah, sedangkan Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan manusia. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembangbiak. Epidemiologi Demam berdarah dengue di Indonesia pertama kali dicurigai terjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian virologiknya baru diperoleh pada tahun 1970. Demam berdarah dengue pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh Swandana (1970) yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh Indonesia. Faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus Demam Berdarah Dengue sangat kompleks, yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi (2) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali (3) Tidak ada kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis dan (4) Peningkatan sarana transportasi. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola terjadinya penyakit agak berbeda untuk setipa tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus
dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April – Mei setiap tahun. Patogenesis Mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue. Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah : a. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10 c. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a. Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-_, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6, dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibody yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : a. Supresi sumsum tulang b. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (2 detik) dan pasien tampak gelisah.
Laboratorium
Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan manifestasi sebagai berikut: o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan Diagnosis Kerja DBD.
Derajat Penyakit Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi) Derajat Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi I perdarahan ialah uji bendung. Derajat Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau II
perdarahan lain. Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat,
Derajat tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, III
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak
gelisah. Derajat Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
IV
darah tidak terukur.
Penatalaksanaan Pengobatan demam berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena muntah atau nyeri perut yang berlebihan maka cairan intravena perlu diberikan. Cairan pengganti : Larutan fisiologis NaCl Larutan Isotonis ringer laktat Ringer asetat Glukosa 5% Pencegahan Memutuskan rantai penularan dengan cara : 1. Menggunakan insektisida : Malathion (adultisida) dengan pengasapan Temephos (larvasida) dimasukkan ketempat penampungan air bersih. 2. Tanpa Insektisida : Menguras bak mandi dan tempat penampungan air bersih minimal 1x seminggu. Menutup tempat penampungan air rapat – rapat. Membersihkan halaman rumah dari kaleng – kaleng bekas, botol – botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang. Prognosis Prognosis DBD berdasarkan kesuksesan dalam tetapi dan penatalaksanaan yang dilakukan. Terapi yang tepat dan cepat akan memberikan hasil yang optimal. Penatalaksanaan yang terlambat akan menyebabkan komplikasi dan penatalaksanaan yang tidak tapat dan adekuat akan memperburuk keadaan.
Referensi:
dr. Chandra, Budiman. 2009. Buku Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta: EGC. http://www.chp.gov.hk/files/ol_dengue_fever_indonesian_version http://www.ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-diagnosis-dan-tatalaksana Nama : Fahmi Fil Ardli NIM 4.
: (2013730141) Siapakah instansi terkait dalam menaggulangi kasus pada skenario dan jelaskan perannya masing-masing?
Keberadaaan Pokjanal DBD dan Kegiatan PSN - DBD merupakan sala satu Indikator penting dalam penilaian HKG-PKK,KB-Kesehatan Tugas dan Fungsi Pokjanal DBD PEMDA / B P M
Menyusun rencana kerja Pokjanal DBD tahunan
Menjalin kemitraan lintas sektor terkait dalam upaya penanggulangan DBD
Melaksanakan pembinaan terhadap Pokja DBD di Kab/Kota
Dinas Kesehatan
Melakukan kajian epidemiologi terus menerus secara sistematis terhadap perkembangan penyakit DBD dan faktor-faktor risikonya
Memberikan informasi perkembangan penyakit DBD secara periodik
Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis penyelenggaraan SKD KLB DBD
Membentuk tim pemberantasan jentik dan sarang nyamuk Aedes aegypti dengan menyediakan alat seperti fogging
Menyediakan bubuk abate
TP-PKK
Menggerakkan kelompok Dasa Wisma tentang PSN DBD
Menyusun rencana pembinaan dan pemantauan dan penyuluhan tentang PSN DBD pada kelompok Dasa Wisma
Dinas Pendidikan Nasional
Menetapkan kebijaksanaan teknis pembinaan pelaksanaan PSN DBD di sekolah.
Menyusun rencana kegiatan pembinaan UKS DBD di sekolah
Menghimpun, mengolah dan menganalisa laporan dari Tim Pembina UKS Kab/Kota dan melakukan umpan balik
Departemen Agama
Menetapkan kebijaksanaan teknis pembinaan pelaksanaan PSN DBD di Madrasah
Menyusun rencana penyuluhan ditempat ibadah
Dinas PDAM
Menyediakan air bersih dan bebas jentik nyamuk untuk masyarakat Adanya tempat MCK dan juga sanitasi yang baik
BKKBN
Membuat dan merencanakan media penyuluhan yang efektif dan efisien tentang pemberantasan DBD
Melakukan penyuluhan tentang penanggulangan DBD
Badan Pengelolaaan Lingkungan Hidup
Melakukan pembinaan terhadap masyarakat tentang manfaat kebersihan lingkungan Mengupayakan agar masyarakat tidak melakukan pencemaran lingkungan, sehingga mengurangi penyebarab wabah DBD
Referensi: http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/79-mengenal-sumbar/berita-terkini/749-rakorpenanggulangan-dbd-melalui-pokjanal-dbd.html
Nama : Dien Rahmawati NIM
: 2013730135
5. Kebijakan Penanggulangan Penyakit DBD Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue menyebutkan bahwa ”upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan melalui kegiatan pencegahan, penemuan, pelaporan, penderita, pengamatan
penyakit
dan
penyelidikan
epidiomologi,
penanggulangan
seperlunya,
penanggulangan lain dan penyuluhan kepada masyarakat.” ”Penyelidikan epidemiologi adalah kegiatan pelacakan penderita/tersangka lainnya dan pemeriksaan
jentik
nyamuk
penular
penyakit
demam
berdarah
dengue
di
rumah
penderita/tersangka dan rumah-rumah sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter, serta tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penyebaran penyakit lebih lanjut.” Sedangkan
penanggulangan
seperlunya
adalah
”penyemprotan
insektisida
dan/atau
pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi”. Pemberantasan vektor merupakan upaya yang mutlak untuk memutuskan rantai penularan (WHO 2004). Strategi yang dilakukan di Indonesia adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengasapan (fogging), dan larvasiding, yaitu memusnahkan jentik nyamuk dengan menaburkan bubuk abate ke air yang tergenang di dalam tampungan-tampungan air.
Departemen Kesehatan telah melewati pengalaman yang cukup panjang dalam penanggulangan penyakit DBD. Pada awalnya strategi utama pemberantasan DBD adalah pemberantasan nyamuk dewasa melalui pengasapan. Kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke Tempat Penampungan Air (TPA). Kedua metode ini sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan dimana terbukti dengan peningkatan kasus dan bertambahnya jumlah wilayah yang terjangkit DBD. Mengingat obat dan vaksin untuk membunuh virus dengue belum ada, maka cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD ialah dengan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara massal dan nasional. PSN dilakukan dengan menerapkan 3M (Menutup wadah-wadah tampungan air, Mengubur atau membakar barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan Menguras atau mengganti air di tempat tampungan air). Kegiatan 3M dihimbau untuk dilakukan oleh masyarakat satu minggu sekali. Gerakan ini dicanangkan oleh Pemerintah setiap tahunnya pada saat musim penghujan di mana wabah demam berdarah dengue biasa terjadi. Strategi dalam pelaksanaan kebijakan di atas dilakukan melalui : 1
Pemberdayaan masyarakat, Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan salah satu kunci keberhasilan upaya pemberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi, dan berbagai upaya penyuluhan kesehatan lainnya dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana.
2
Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas dari Penyakit DBD, Upaya pemberantasan penyakit DBD tidak dapat dilaksanakan oleh sektor kesehatan saja, peran sektor terkait pemberantasan penyakit DBD sangat menentukan. Oleh sebab itu, maka identifikasi stakeholders baik sebagai mitra maupun pelaku potensial, merupakan langkah awal dalam menggalang, meningkatkan dan mewujudkan kemitraan. Jaringan kemitraan diselenggarakan melalui pertemuan berkala, guna memadukan berbagai sumber daya yang tersedia di masing-masing mitra. Pertemuan berkala sejak dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan, pemantauan dan penilaian.
3
Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program, SDM yang terampil dan menguasai IPTEK merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan program P2 DBD. Pengetahuan mengenai Bionomic vektor, virology dan faktor-faktor perubahan iklim, tata laksana kasus harus dikuasai karena hal-hal tersebut merupakan landasan dalam penyususnan kebijaksanaan program P2 DBD.
4
Desentralisasi, Optimalisasi pendelegasian wewenang pengelola kepada kabupaten/kota. Penyakit DBD hampir tersebar luas di seluruh Indonesia kecuali di daerah yang di atas 1000 m diatas permukaan air laut. Angka kesakitan penyakit ini bervariasi antara satu wilayah dengan wilayah lain, dikarenakan perbedaan situasi dan kondisi wilayah. Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 581/Menkes/SK/VII/1992 menetapkan bahwa pelaksanaan kegiatan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilakukan oleh Pemerintah dan masyarakat di bawah koordinasi Kepala Wilayah/Daerah. Dengan perkembangan kebijakan desentralisasi kesehatan, pelaksanaan pemberantasan penyakit demam berdarah dengue saat ini di Daerah Tingkat II menjadi tugas dan wewenang Pemerintah Daerah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 Pasal 2 ayat 10.
5
Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan. Meningkatnya mutu lingkungan hidup dapat mengurangi angka kesakitan penyakit DBD karena di tempat-tempat penampungan air bersih dapat dibersihkan setiap minggu secara berkesinambungan, sehingga populasi vektor sebagai penular penyakit DBD dapat berkurang. Orientasi, sosialisasi, dan berbagai kegiatan KIE kepada semua pihak yang terkait perlu dilaksanakan agar semuanya dapat memahami peran lingkungan dalam pemberantasan enyakit DBD.
Pokok-pokok program pemberantasan DBD mencakup (1) Kewaspadaan dini DBD, (2) Pemberantasan vektor melalui PSN dengan cara 3M Plus, dan pemeriksaan jentik berkala (PJB) yang dilakukan setiap 3 bulan sekali, (3) Bulan Bakti gerakan ”3M”, (4) Penanggulangan kasus, dimana Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) untuk mengurangi persebaran lebih luas dan tindakan yang lebih tepat, (5) penanggulangan KLB, (6) peningkatan profesionalisme SDM, (7) Pendekatan Peran Serta Masyarakat dann PSN DBD, (8) Penelitian
Dalam program Indonesia Sehat 2010, salah satu indikator kesehatan masyarakat adalah terbebasnya masyarakat dari kejadian luar biasa demam berdarah dengue. Untuk itu ditetapkan target bahwa pada tahun 2010, diharapkan angka kematian karena demam berdarah dengue, tidak lebih dari 1% dari jumlah penderita demam berdarah. Data pada tahun 2000 menunjukkan angka kematian demam berdarah dengue masih sebesar 22,1% (Depkes 2002). Kebijakan lainnya dalam upaya penanganan KLB-DBD:
Pemerintah menginstruksikan semua rumah sakit baik negeri maupun swasta untuk tidak menolak pasien penderita DBD. Pemerintah merekomendasikan sejumlah rumah sakit milik pemerintah untuk memberikan
pengobatan gratis kepada penderita DBD yang dirawat di ruang perawatan kelas III. Pemerintah merekrut juru pemantau jentik (”jumantik”) untuk memeriksa jentik-jentik
nyamuk Aedes aegypti di setiap rumah tangga. Pemerintah melakukan penyuluhan masyarakat melalui iklan layanan masyarakat di media
massa, brosur dan penyuluhan melalui tenaga kesehatan. Pemerintah melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui perkembangan virus
dengue. Pemerintah menerapkan sistem peringatan dini dan menetapkan status Kejadian Luar Biasa
pada wilayah yang mengalami ledakan kejadian demam berdarah dengue. Pemerintah memberikan perlakuan seperti pada penanganan Kejadian Luar Biasa, walaupun kejadiannya belum sampai pada kriteria Kejadian Luar Biasa (Depkes 2005).
Referensi : http://kgm.bappenas.go.id/document/makalah/18_makalah.pdf http://theindonesianinstitute.com
Nama : A M F Faidzin
NIM
: 2011730121
6. UPAYA YANG DILAKUKAN PUSKESMAS UNTUK MENCAPAI KECAMATAN SEHAT Berdasarkan Ketetapan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer 128 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, mencantumkan bahwa upaya kesehatan pengembangan puskesmas diadakan untuk mencapai visi pembangunan kesehatan melalui puskesmas yakni kecamatan sehat menuju Indonesia sehat. Karena melakukan upaya kesehatan wajib yang diadakan di puskesmas saja tidak cukup untuk mencapai visi pembangunan kesehatan. Tapi juga dibutuhkan upaya kesehatan pengembangan yang disesuaikan dengan masalah setiap kebutuhan puskesmas. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten / kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatandi suatu wilayah kerja. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya tersebut terbagi menjadi dua yaitu Upaya Kesehatan Wajib dan Upaya Kesehatan Pengembangan. Upaya kesehatan wajib puskesmas:
1.Upaya kesehatan ibu, anak & kb 2.Upaya promosi kesehatan 3.Uapya kesehatan lingkungan 4.Upaya perbaikan gizi 5.Upaya pencegahan & pemberantasan penyakit menular 6.Upaya pengobatan dasar.
Upaya Kesehatan Pengembangan adalah upaya yang dilaksanakan berdasarkan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat, antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Upaya Kesehatan Sekolah Upaya Kesehatan Olahraga Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat Upaya Kesehatan Kerja Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut Upaya Kesehatan Jiwa Upaya Kesehatan Mata Upaya Kesehatan Usia Lanjut Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
Serta upaya penunjang seperti Upaya Laboratorium dan Upaya Pencatatan Pelaporan.
Nama : Dyoza Ashara Cinnamon NIM
: 2013730139
Jawaban Pertanyaan Problem Based Learning Ilmu Kesehatan Masyarakat 7.
Jelaskan Langkah langkah pelaporan wabah !
Langkah melakukan investigsi wabah dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang sistemik yang terdiri dari : 1. Persiapan Investigasi di Lapangan Persiapan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori yaitu: a. Investigasi : pengetahuan ilmiah perlengkapan dan alat b. Administrasi :prosedur administrasi termasuk izin dan pengaturan perjalanan c. Konsultasi :peran masing – masing petugas yang turun kelapangan 2. Pemastian Adanya Wabah Dalam menentukan apakah wabah, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlah beberapa minggu atau bulan sebelumnya. b. Menentukan apakah jumlah kasus yang ada sudah melampaui jumlah yang diharapkan.
c. Sumber informasi bervariasi bergantung pada situasinya • Catatan hasil surveilans • Catatan keluar dari rumah sakit, statistic kematian, register, dan lain-lain. • Bila data local tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau data nasional. • Boleh juga dilaksanakan survey di masyarakat menentukan kondisi penyakit yang biasanya ada. d. Pseudo endemik (jumlah kasus yang dilaporkan belum tentu suatu wabah): • Perubahan cara pencatatan dan pelaporan penderita • Adanya cara diagnosis baru • Bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat • Adanya penyakit lain dengan gejala yang serupa • Bertambahnya jumlah penduduk yang rentan 3. Pemastian Diagnosis Semua temuan secara klinis harus dapat memastikan diagnosis wabah, hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : a. Untuk memastikan bahwa masalah tersebut telah didiagnosis dengan patut b. Untuk menyingkirkan kesalahan laboraturium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan c. Semua temuan klinis harus disimpulakan dalam distribusi frekuensi d. Kunjungan terhadap satu atau dua penderita 4. Pembuatan Definisi Kasus Pembuatan definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang. Penyelidikan sering membagi kasus menjadi pasti ( compirmed), mungkin ( probable), meragukan ( possible ), sensivitasdan spefsifitas. 5. Penemuan dan Penghitungan Kasus Metoda untuk menemukan kasus yang harus sesuai dengan penyakit dan kejadian yang diteliti di fasilitas kesehatan yang mampu memberikan diagnosis. Informasi berikut ini dikumpulakan dari setiap kasus :
a) Data identifikasi ( nama, alamat, nomor telepon ) b) Data demografi ( umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan ) c) Data klinis d) Faktor risiko, yang harus dibuat khusus untuk tiap penyakit e) Informasi pelapor untuk mendapatkan informasi tambahan atau memberi umpan balik 6. Epidemiologi Deskriptif a. Gambaran waktu berdasarkan waktu Perjalanan wabah berdasarkan waktu digamabarkan dengan grafik histogram yang berbentuk kurva epidemic, gambaran ini membantu : 1) Memberi informasi samapai dimana proses wabah itu dan bagaimana kemungkinan kelanjutannya 2) Memperkirakan kapan pemaparan terjadi dan memusatkan penyelidikan pada periode tersebut, bila telah diketahui penyakit dan masa inkubasinya. 3) Menarik kesimpulan tentang pola kejadian, dengan demikian mengetahui apakah bersumber tunggal, ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya. Kemungkinan periode pemaparan dapat dilakukan dengan : 1) Mencari masa inkubasi terpanjang, terpendek, dan rata-rata 2) Menentukan puncak wabah atau kasus mediannya, dan menghitung mundur satu masa inkubasi rata-rata 3) Dari kasus paling awal kejadian wabah, dihitung mundur masa inkubasi terpendek Masa inkubasi penyakit adalah waktu antara masuknya agens penyakit sampai timbulnya gejala pertama. Informasi tentang masa inkubasi bermanfaat billa penyakit belum diketahui sehingga mempersempit diagnosis diferensial dam memperikan periode pemaparan. Cara menghitung median masa inkubasi : a) Susunan teratur ( array) berdasarkan waktu kejadiannya b) Buat frekuensi kumulatifnya c) Tentukan posisi kasus paling tengah d) Tentukan kelas median e) Median masa inkubasiditentukan dengan menghitung jarak antara waktu pemaparan dan kasus median
b. Gambaran wabah berdasarkan tempat Gambaran wabah berdasarkan tempat menggunakan gambaran grafik berbentuk Spot map. Grafik ini menunjukkan kejadian dengan titik/symbol tempat tertentu yang menggambarkan distribusi geografi suatu kejadian menurut golongan atau jenis kejadian namun mengabaikan populasi. c. Gambaran wabah berdasarkan ciri orang Variable orang dalam epidemiologi adalah karakteristik individu yang ada hubungannya dengan keterpajanan atau kerentanan terhadapa suatu penyakit.Misalnya karakteristik inang ( umur, jenis kelamin, ras/suku, status kesehatan) atau berdasarkan pemaparan ( pekerjaan, penggunaan obatobatan) d. Pembuatan Hipotesis Dalam pembuatan suatu hipotesis suatu wabah, hendaknya petugas memformulasikan hipotesis meliputi sumber agens penyakit, cara penularan, dan pemaparan yang mengakibatkan sakit. 1) Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit itu: • Apa reservoir utama agen penyakitnya? • Bagaimana cara penularannya? • Bahan apa yang biasanya menjadi alat penularan? • Apa saja faktor yang meningkatkan risiko tertular? 2) Wawancara dengan beberapa penderita mencari kesamaan pemaparan. 3) Mengumpulkan beberapa penderita 4) Kunjungan rumah penderita 5) Wawancara dengan petugas kesehatan setempat 6) Epidemiologi diskriptif e. Penilaian Hipotesis Dalam penyelidikan lapangan, hipotesis dapat dinilai dengan salah satu dari dua cara, yaitu: 1) Dengan membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada, atau 2) Dengan analisis epidemiologi untuk mengkuantifikasikan hubungan dan menyelidiki peran kebetulan. 3) Uji kemaknaan statistik, Kai kuadrat.
f. Perbaikan hipotesis dan penelitian tambahan Dalam hal ini penelitian tambahan akan mengikuti hal dibawah ini 1) Penelitian Epidemiologi ( epidemiologi analitik ) 2) Penelitian Laboratorium ( pemeriksaan serum ) dan Lingkungan (pemeriksaan tempat pembuangan tinja ) g. Pengendalian dan Pencegahan Pengendalian seharusnya dilaksanakan secepat mungkin upaya penanggulangan biasanya hanya dapat diterapkan setelah sumber wabah diketahui Pada umumnya, upaya pengendalian diarahkan pada mata rantai yang terlemah dalam penularan penyakit. Upaya pengendalian mungkin diarahkan pada agen penyakit, sumbernya, atau reservoirnya. h. Penyampaian Hasil Penyelidikan Penyampaian hasil dapat dilakukan dengan dua cara pertama Laporan lisan pada pejabat setempat dilakukan di hadapan pejabat setempat dan mereka yang bertugas mengadakan pengendalian dan pencegahan dan yang kedua laporan tertulis.Penyampaian penyelidikan diantaranya: 1) Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan beralasan 2) Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah; kesimpulan dan saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah 3) Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil, diskusi, kesimpulan, dan saran) 4) Merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan 5) Merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang . Susunan laporan lengkap tentang penyelidikan epidemiologi tersebut. • Pendahuluan • Latar Belakang • Uraian tentang penelitian yang dilakukan • Hasil penelitian • Analisis data dan kesimpulan • Tindakan penanggulangan
• Dampak-dampak penting • Saran rekomendasi Referensi
:
Rajab,Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
Anita Fatmawati. “Wabah”. 19 Desember 2012. https://freyadefunk.wordpress.com/2012/12/19/wabah-epidemiologi/
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010
Nama : Syifa Febriana NIM
: 2013730181
8. Jelaskan tentang penanggulangan wabah demam berdarah Penanggulangan Penyakit Menular Penanggulangan penyakit menular merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dalam upaya penanggulangan penyakit menular, harus dilakukan secara terpadu dengan upaya kesehatan lain, yaitu upaya pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan. Oleh karena itu, penanggulangan wabah harus dilakukan secara dini. Penanggulangan secara dini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa dari suatu penyakit wabah yang dapat menjurus terjadinya wabah. Wabah penyebaran penyakit dapat terjadi secara cepat, baik melalui perpindahan maupun kontak hubungan langsung atau karena jenis dan sifat dari kuman/virus penyebab wabah itu sendiri. Kondisi lain yang dapat menimbulkan penyakit menular adalah akibat kondisi masyarakat dari suatu wilayah tertentu yang kurang mendukung antara lain kesehatan lingkungan yang kurang baik atau gizi masyarakat yang belum baik.
Penanggulangan wabah penyakit menular bukan hanya semata menjadi wewenang dan tanggung jawab Departemen Kesehatan, tetapi menjadi tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan penanggulangannya memerlukan keterkaitan dan kerjasama dari berbagai lintas sector pemerintah dan masyarakat. Berbagai lintas sector pemerintah misalnya Departemen Pertahanan Keamanan, Departemen Komunikasi dan Informasi, Departemen Sosial, Departemen Keuangan
dan
Departemen
Dalam
Negeri.
Keterkaitan
sector-sektor
dalam
upaya
penanggulangan wabah tersebut sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya dalam upaya penanggulangan wabah. Selain itu dalam upaya penanggulangan wabah tersebut, masyarakat juga dapat diikutsertakan dalam penanggulangannnya, yang keseluruhannya harus dilaksanakan secara terpadu. Penanggulangan wabah penyakit menular diatur dalam UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, PP No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Penyakit Menular, Peraturan Menteri Kesehatan No 560 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah. Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah/Demam Berdarah Dengue (DBD) Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan Penanggulangan Fokus, sehingga kemungkinan penyerbarluasan DBD dapat diatasi dan KLB dapat dicegah. Selanjutnya dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta masyarakat, baik untuk membantu kelancaran pelaksanaan kegiatan pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya
.
Penyelidikan Epidemiologis Penyelidikan Epidemiologis (PE) adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitarnya, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 m. Tujuannya adalah untuk mengetahui penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat penderita. PE juga dilakukan untuk mengetahui adanya pederita dan tersangka DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan menentukan jenis tindakan (penanggulangan focus) yang akan dilakukan.
Penanggulangan Fokus Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD), larvadiasasi, penyuluhan dan penyemprotan (pengasapan) menggunakan insektisida sesuai kriteria. Tujuannya adalah membatasi penularan DBD dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya serta tempat-tempat umum yang berpotensi menjadi sumber penularan DBD lebih lanjut
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Penanggulangan KLB adalah upaya
penanggulangan
yang
meliputi:
pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vector penular DBD, penyuluhan kepada masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang terjadi KLB. Tujuannya adalah membatasi penularan DBD sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. Penilaian penanggulangan KLB meliputi penilaian operasional dan penilaian epidemiologi. Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan vector dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan melalui kunjungan rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengasapan, larvadiasasi dan penyuluhan. Sedangkan penilaian epidemilogi ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah penderita dan kematian DBD dengan cara membandingkan data kasus/kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB.
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuannya adalah mengendalikan populasi nyamuk, sehingga penularan DBD dapat dicegah dan dikurangi.Keberhasilan PSN DBD diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ). Apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. Cara PSN DBD dilakukan dengan 3M, yaitu (1) menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, (2) menutup rapat-rapat tempat penampungan air, dan (3) mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Pemberantasan Jentik Berkala Pemberantasan Jentik Berkala adalah pemeriksaan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan secara teratur oleh petugas kesehatan atau kader atau petugas pemantau jentik (jumantik). Tujuannya adalah melakukan pemeriksaan jentik
nyamuk
penular
demam
berdarah
keluarga/masyarakat dalam melaksanakan PSN DBD.
Peran Masyarakat dalam Penanggulangan DBD
dengue
termasuk
memotivasi
Masyarakat berperan dalam upaya pemberantasan penyakit DBD. Sebagai contoh: peran masyarakat dalam kegiatan surveilans penyakit, yaitu masyarakat dapat mengenali secara dini tanda-tanda penyakit DBD yang menimpa salah satu anggota keluarga maupun tetangga mereka dan segera merujuk ke fasilitas layanan kesehatan terdekat, sehingga dapat dilakukan penegakan diagnose secara dini dan diberikan pertolongan dan pengobatan dini. Masyarakat juga berperan dalam upaya pemberantasan vector yang merupakan upaya paling penting untuk memutuskan rantai penularan dalam rangka mencegah dan memberantas penyakit DBD muncul di masa yang akan dating. Dalam upaya pemberantasan vector tersebut upaya masyarakat antara lain berperan secara aktif dalam gerakan serentak PSN. Pemberantasan DBD akan berhasil dengan baik jika upaya PSN dengan 3M dilakukan secara sistematis, terus menerus, berupa gerakan serentak sehingga dapat mengubah perilaku masyarakat dan lingkungannya kea rah perilaku dan lingkungan yang bersih dan sehat. Masyarakat juga melakukan upaya mencegah gigitan nyamuk dengan menggunakan obat gosok antinyamuk, tidur dengan kelambu, menyemprot rumah dengan obat nyamuk yang tersedia di pasaran. Hal sederhana lainnya yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah menata gantungan baju dengan baik agar tidak menjadi tempat hinggap nyamuk Aedes aegypti.
Referensi Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular. Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Nama : Syifa Ramadhani NIM
: 2013730182
9. Apakah kriteria rumah sehat? Jelaskan!
Jawab:
DEFINISI RUMAH SEHAT. Rumah adalah struktur fisik atau bangunan sebagai tempat berlindung, dimana lingkungan dari struktur tersebut berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan keluarga dan individu. Rumah sehat merupakan bangunan tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah (Depkes RI, 2003). Dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
SYARAT RUMAH SEHAT Rumah sehat menurut Winslow dan APHA (American Public Health Association) harus memiliki syarat, antara lain:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan (ventilasi), ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan/suara yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain cukup aman dan nyaman bagi masing-masing penghuni rumah, privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah, lingkungan tempat tinggal yang memiliki tingkat ekonomi yang relatif sama.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah. Termasuk dalam persyaratan ini antara lain bangunan yang kokoh, terhindar dari bahaya kebakaran, tidak menyebabkan keracunan gas, terlindung dari kecelakaan lalu lintas, dan lain sebagainya.
C.PARAMETER DAN INDIKATOR PENILAIAN RUMAH SEHAT Parameter yang dipergunakan untuk menentukan rumah sehat adalah sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan. meliputi 3 lingkup kelompok komponen penilaian, yaitu :
1) Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur dan pencahayaan.
2) Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, pembuangan kotoran, pembuangan air limbah, sarana tempat pembuangan sampah
3) Kelompok perilaku penghuni, meliputi membuka jendela ruangan dirumah, membersihkan rumah dan halaman, membuang tinja ke jamban, membuang sampah pada tempat sampah.
Adapun aspek komponen rumah yang memenuhi syarat rumah sehat adalah :
1. Langit-langit Adapun persayaratan untuk langit-langit yang baik adalah dapat menahan debu dan kotoran lain yang jatuh dari atap, harus menutup rata kerangka atap serta mudah dibersihkan.
2. Dinding
Dinding harus tegak lurus agar dapat memikul berat dinding sendiri, beban tekanan angin dan bila sebagai dinding pemikul harus dapat memikul beban diatasnya, dinding harus terpisah dari pondasi oleh lapisan kedap air agar air tanah tidak meresap naik sehingga dinding terhindar dari basah, lembab dan tampak bersih tidak berlumut.
3. Lantai Lantai harus kuat untuk menahan beban diatasnya, tidak licin, stabil waktu dipijak, permukaan lantai mudah dibersihkan. Lantai tanah sebaiknya tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab sehingga dapat menimbulkan gangguan/penyakit terhadap penghuninya. Karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air seperti disemen, dipasang tegel, keramik. Untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah, sebaiknya lantai ditinggikan ± 20 cm dari permukaan tanah.
4. Pembagian ruangan / tata ruang Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai dengan fungsinya. Adapun syarat pembagian ruangan yang baik adalah :
a.Ruang untuk istirahat/tidur Adanya pemisah yang baik antara ruangan kamar tidur orang tua dengan kamar tidur anak,
terutama anak usia dewasa. Tersedianya jumlah kamar yang cukup dengan luas ruangan sekurangnya 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang agar dapat memenuhi kebutuhan penghuninya untuk melakukan kegiatan.
b. Ruang dapur Dapur harus mempunyai ruangan tersendiri, karena asap dari hasil pembakaran dapat membawa dampak negatif terhadap kesehatan. Ruang dapur harus memiliki ventilasi yang baik agar udara/asap dari dapur dapat teralirkan keluar.
c. Kamar mandi dan jamban keluarga Setiap kamar mandi dan jamban paling sedikit memiliki satu lubang ventilasi untuk berhubungan dengan udara luar.
Gb. Sketsa rumah 3 dimensi yang dapat dihuni oleh 2-3 orang. Gb. Rumah yang memiliki dinding pemisah dan ventilasi ataupun jendela setiap ruangannya.
5. Ventilasi Ventilasi ialah proses penyediaan udara segar ke dalam suatu ruangan dan pengeluaran udara kotor suatu ruangan baik alamiah maupun secara buatan. Ventilasi harus lancar diperlukan untuk menghindari pengaruh buruk yang dapat merugikan kesehatan. Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya :
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan. Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap kendaraan, dari pabrik, sampah, debu dan lainnya.
c. Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua
lubang jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga proses aliran udara lebih lancar.
Gb, Ventilasi disetiap ruangan dan ada pergantian udara dari dalam keluar dan sebaliknya.
6. Pencahayaan Cahaya yang cukup kuat untuk penerangan di dalam rumah merupakan kebutuhan manusia. Penerangan ini dapat diperoleh dengan pengaturan cahaya alami dan cahaya buatan. Yang perlu diperhatikan, pencahayaan jangan sampai menimbulkan kesilauan.
a. Pencahayaan alamiah Penerangan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam ruangan melalui jendela, celah maupun bagian lain dari rumah yang terbuka, selain untuk penerangan, sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu. Suatu cara sederhana menilai baik tidaknya penerangan alam yang terdapat dalam sebuah rumah adalah: baik, bila jelas membaca dengan huruf kecil, cukup; bila samar-samar membaca huruf kecil, kurang; bila hanya huruf besar yang terbaca, buruk; bila sukar membaca huruf besar.
b. Pencahayaan buatan Penerangan dengan menggunakan sumber cahaya buatan, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.
7. Luas Bangunan Rumah Luas bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan kepadatan penghuni(overcrowded). Hal ini tidak sehat, disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Sesuai kriteria Permenkes tentang rumah sehat, dikatakan memenuhi syarat jika ≥ 8 m2 / orang.
Gb. Luas bangunan harus memenuhi syarat.
Dilihat dari aspek sarana sanitasi, maka beberapa sarana lingkungan yang berkaitan dengan perumahan sehat adalah sebagai berikut :
1. Sarana Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Di Indonesia standar untuk air bersih diatur dalam Permenkes RI No. 01/Birhubmas/1/1975. Dikatakan air bersih jika memenuhi 3 syarat utama, antara lain :
a. Syarat fisik Air tidak berwarna, tidak berbau, jernih dengan suhu di bawah suhu udara sehingga menimbulkan rasa nyaman.
b. Syarat kimia Air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat kimia, terutama yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Syarat bakteriologis Air tidak boleh mengandung suatu mikroorganisme. Misal sebagai petunjuk bahwa air telah dicemari oleh feses manusia adalah adanya E. coli karena bakteri ini selalu terdapat dalam feses manusia baik yang sakit, maupun orang sehat serta relatif lebih sukar dimatikan dengan pemanasan air.
Air bersih adalah air yang secara fisik tidak berwarna, tidak berbau, terasa tawar, segar, dan relatif jernih, secara kimiawi: tidak mengandung zat yang membahayakan/ dapat merusak benda, secara bakteorologi; tidak mengandung bakteri yang mengganggu kesehatan.
2. Jamban (sarana pembuangan kotoran) Pembuangan kotoran yaitu suatu pembuangan yang digunakan oleh keluarga atau sejumlah keluarga untuk buang air besar. Cara pembuangan tinja, prinsipnya yaitu : a. Kotoran manusia tidak mencemari permukaan tanah. b. Kotoran manusia tidak mencemari air permukaan / air tanah. c. Kotoran manusia tidak dijamah lalat. d. Jamban tidak menimbulkan bau yang mengganggu. e. Konstruksi jamban tidak menimbulkan kecelakaan. Ada 4 cara pembuangan tinja, yaitu :
a. Pembuangan tinja di atas tanah Pada cara ini tinja dibuang begitu saja diatas permukaan tanah, halaman rumah, di kebun, di tepi sungai dan sebagainya. Cara demikian tentunya sama sekali tidak dianjurkan, karena dapat mengganggu kesehatan.
b. Kakus lubang gali(pit privy) Dengan cara ini tinja dikumpulkan kedalam lubang dibawah tanah, umumnya langsung terletak dibawah tempat jongkok. Fungsi dari lubang adalah mengisolasi tinja sehingga tidak memungkinkan penyebaran bakteri. Kakus semacam ini hanya baik digunakan ditempat dimana air tanah letaknya dalam.
c. Kakus Air (Aqua pravy) Cara ini hampir mirip dengan kakus lubang gali, hanya lubang kakus dibuat dari tangki yang kedap air yang berisi air, terletak langsung dibawah tempat jongkok. Cara kerjanya merupakan peralihan antara lubang kakus dengan septic tank. Fungsi dari tank adalah untuk menerima, menyimpan, mencernakan tinja serta melindunginya dari lalat dan serangga lainnya.
d. Septic Tank Septic Tank merupakan cara yang paling dianjurkan. Terdiri dari tank sedimentasi yang kedap air dimana tinja dan air masuk dan mengalami proses dekomposisi yaitu proses perubahan menjadi bentuk yang lebih sederhana (penguraian).
3. Pembuangan Air Limbah (SPAL) Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan. Air limbah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat, dapat dikatakan makin tinggi tingkat kehidupan masyarakat, makin kompleks pula sumber serta macam air limbah yang ditemui. Air limbah adalah air tidak bersih mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia ataupun hewan, dan lazimnya karena hasil perbuatan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, sumber air limbah yang lazim dikenal adalah : a. Limbah rumah tangga, misalnya air dari kamar mandi dan dapur. b. Limbah perusahaan, misalnya dari hotel, restoran, kolam renang. c. Limbah industri.
4. Sampah Sampah adalah semua produk sisa dalam bentuk padat, sebagai akibat aktifitas manusia, yang dianggap sudah tidak bermanfaat. Agar sampah tidak membahayakan kesehatan manusia, maka perlu pengaturan pembuangannya, seperti tempat sampah yaitu tempat penyimpanan sementara sebelum sampah tersebut dikumpulkan untuk dibuang (dimusnahkan). Syarat tempat sampah adalah : a. Terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan, kuat sehingga tidak mudah bocor, kedap air. b. Harus ditutup rapat sehinga tidak menarik serangga atau binatang-binatang lainnya seperti tikus, kucing dan sebagainya.
D. LETAK RUMAH. Letak rumah adalah salah satu faktor yang penting artinya bagi
kesehatan penghuni. Sebagai contoh adalah, sebuah rumah seharusnya tidak didirikan di dekat tempat dimana sampah dikumpulkan atau dibuang, dengan pertimbangan karena di tempat pembuangan sampah tersebut akan banyak lalat, serangga maupun tikus yang akan membawa kuman penyakit kedalam lingkungan rumah (WHO, 1995). Perlu diperhatikan juga letak sebuah bangunan hendaknya menyerong dari arah lintasan matahari yaitu arah utara–selatan untuk mencegah penyinaran yang terus-menerus pada satu bagian rumah. Dibangun dengan lubang bukaan maksimal pada arah utara, arah selatan, dan arah timur, serta seminimal mungkin pada arah barat. Lubang bukaan pada arah utara-selatan diharapkan sebanyak mungkin memasukan sinar matahari dari kubah langit. Sementara lubang pada arah timur untuk memasukan sinar matahari pagi yang dapat meningkatkan kesehatan. Kurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah. Rumah terasa sumpek, pengap, panas, dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan penghuni. Selain berguna untuk penerangan sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan, mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab penyakit tertentu, misalnya untuk membunuh bakteri adalah cahaya pada panjang gelombang 4000 A sinar ultra violet.
Referensi: http://www.academia.edu Nama : Andi Silpia NIM
: 2011710122
10. Definisi Sistem Rujukan
Sistem rujukan menurut Sistem Kesehatan Nasional Depkes RI 2009, merupakan suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu/lebih kasus penyakit
atau masalah kesehatan secara vertikal dari unit
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal antar unit-unit yang setingkat kemampuannya. Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni : a
Rujukan medic Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan
(konsultasi medis) dan
bahan-bahan pemeriksaan. Misalnya, merujuk pasien puskesmas dengan penyakit kronis (jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus) ke rumah sakit umum daerah b
Rujukan kesehatan masyarakat Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan operasional. Contohnya, merujuk pasien dengan masalah gizi ke klinik konsultasi gizi.
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu dari: 1 2
Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu
3
diatasi. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus
4
disertai pasien yang bersangkutan. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Tingkatan Rujukan Tingkatan rujukan berdasarkan pada bentuk pelayanan : a.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Oleh
karena jumlah kelompok ini didalam suatu populasi sangat besar (kurang lebih 85%), pelayanan yang diperlukan oleh kelompok ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basib health services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah puskesmas, puskesmas b.
pembantu, puskesmas keliling dan balkesmas. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua (secondary health services) Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D dan memerlukan tersedianya
c.
tenaga spesialis Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan sudah komplek, dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Contoh di Indonesia: RS tipe A dan B.
Nama : Aulia Ariesta Kusuma Putri NIM
: 2013730127
11. Jelaskan bagaimana cara membuat rencana operasional pada skenario No Jenis Kegiatan
Uraian Kegiatan
Tujuan
Penanggung jawab
Sasaran
1.
Analisis Situasi
- Mengumpulkan data
Untuk
Kepala
Tim
penyakit DBD : jumlah
mengumpulkan
Puskesmas
Surveilans
kasus dan faktor resiko
data/fakta yang
- analisis data penyakit
berkaitan dengan
DBD
masalah penyakit DBD yang dijadikan dasar penyusunan
2.
Identifikasi Masalah
Mengidentifikasi
perencanaan Untuk
Kepala
Tim
Penyebab Penyakit DBD
mengumpulkan
Puskesmas
Surveilans
Dokter
Masyarakat
data/fakta yang terkait dengan penyebab penyakit Menegakkan
-Melakukan anamnesis
DBD Untuk menegakkan
Diagnosis (suspek)
-Melakukan pemeriksaan
diagnosis dari 13
Puskesmas
4.
DBD Memastikan Telah
fisik dan penunjang Menghitung dengan
suspek DBD Untuk menentukan
Kepala
Tim
5.
Terjadi Wabah DBD Menetapkan
Rumus yang ada - Menentukan determinan
terjadiya wabah Untuk menentukan
Puskesmas Kepala
Surveilans Tim
Prioritas Masalah
penyakit DBD
prioritas masalah
Puskesmas
Surveilans
- Melakukan skoring
yang dijadikan
terhadap determinan
dasar penyusunan
penyakit DBD
perencanaan
3.
- Menetapkan hasil skoring terbesar sebagai 6.
Program
prioritas masalah - Pelatihan Penyuluhan
Untuk memberikan
Kepala
Tim
kepada tim Surveilans
pelatihan kepada
Puskesmas
Surveilans,
- Penyuluhan tim
tim surveilans dan
Petugas
Surveilans Kepada
pengetahuan kepada
Puskesmas
Masyarakat
masyarakat
dan
7.
8.
9.
10
- Penyebarluasan
mengenai penyakit
Menyusun Rencana
informasi melalui media - Persiapan
DBD Untuk memperjelas
Kepala
Tim
Kegiatan
- Pelaksanaan
sistem kegiatan
Puskesmas
Surveilans
- Penilaian
yang akan
- Menentukan struktur
dilaksanakan Untuk menentukan
Kepala
Puskesmas Tim
organisasi dalam
tugas dan tempat
Puskesmas
Surveilans
pelaksanaan program
masing-masing
dan Petugas
- Menentukan tugas
tenaga pelaksana
Puskesmas
masing-masing tenaga
program
surveilans - Melakukan penyuluhan
Untuk
Kepala
Tim
kepada Masyarakat
melaksanakan
Puskesmas
Surveilans,
- Melakukan
program yang telah
Petugas
penyebarluasan informasi
disusun dalam
Puskesmas
melalui media elektronik
perencanaan
dan
dan media cetak Menyusun laporan sesuai
Untuk melaporkan
Kepala
Masyarakat Pemerintah
petunjuk dan
kegiatan yang telah
Puskesmas
Kabupaten
Mengirimkan ke dinas
dilakukan dan hasil
kabupaten - Melakukan penilaian
yang telah dicapai Untuk
Kepala
Tim
atas program yang telah
menunjukkan
Puskesmas
Surveilans
dilaksanakan
efektifitas program
dan Petugas
- Melihat besar hasil atau
yang telah
Puskesmas
efek dari program yang
dilaksanakan.
Organisasi dan Staf
Pelaksanaan
Menyusun Laporan
.
11. Evaluasi
telah dilaksanakan
Nama : Fania Liahsani NIM
: 2013730142
12. Bagaimana melakukan system rujukan?
Masyarakat
dan Petugas
Azas penyelenggaraan Puskesmas yang keempat adalah rujukan. Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama, kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas. Padahal Puskesmas berhadapan langsung dengan masyarakat dengan berbagai permasalahan kesehatannya. Untuk membantu Puskesmas menyelesaikan berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan efisiensi, maka penyelenggaraan setiap upaya Puskesmas (wajib, pengembangan dan inovasi) harus ditopang oleh azas rujukan. Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggungjawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama. Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua macam rujukan yang dikenal yakni: a
Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan adalah kasus penyakit. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka Puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik horizontal maupun vertikal). Sebaliknya pasien pasca rawat inap yang hanya memerlukan rawat jalan sederhana, dirujuk ke Puskesmas. Rujukan upaya kesehatan perorangan dibedakan atas tiga macam: 1
Rujukan kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan medik (misal operasi) dan lain-lain.
2
Rujukan bahan pemeriksaan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
3
Rujukan ilmu pengetahuan antara lain mendatangkan tenaga yang lebih kompeten untuk melakukan bimbingan tenaga Puskesmas dan atau pun menyelenggarakan pelayanan medik di Puskesmas.
b. Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat adalah masalah kesehatan masyarakat, misalnya kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan, dan bencana. Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat juga dilakukan apabila satu Puskesmas tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat wajib dan pengembangan, padahal upaya kesehatan masyarakat tersebut telah menjadi kebutuhan masyarakat. Apabila suatu Puskesmas tidak mampu menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan atau tidak mampu menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat, maka Puskesmas wajib merujuknya ke dinas kesehatan kabupaten/ kota. Rujukan upaya kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam : 1
Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman peralatan fogging, peminjaman alat laboratorium kesehatan, peminjaman alat audiovisual, bantuan obat, vaksin, bahan-bahan habis pakai dan bahan makanan. 2
Rujukan tenaga, antara lain dukungan tenaga ahli untuk penyidikan kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah hukum kesehatan, penanggulangan gangguan kesehatan karena bencana alam.
3
Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya kewenangan dan tanggungjawab penyelesaian masalah kesehatan masyarakat dan atau penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (antara lain Usaha Kesehatan Sekolah, Usaha Kesehatan Kerja, Usaha Kesehatan Jiwa, pemeriksaan contoh air bersih) kepada Dinas kesehatan kabupaten/kota. Rujukan operasional diselenggarakan apabila Puskesmas tidak mampu. Stratifikasi Pelayanan Kesehatan
Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara umum berbagai strata ini dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yakni: 1
Pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umumnya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services)
Sistem dan pedoman rujukan layanan kesehatan primer yang telah disusun, diantaranya: 1
Perlu adanya prosedur edukasi dan alasan merujuk dari Puskesmas ke RS
2
Perlu adanya Prosedur rujukan dari kecamatan ke kelurahan
3
Perlu adanya prosedur rujukan gawat darurat (KIA)
4
Perlu adanya prosedur yang menekankan bahwa pasien harus datang langsung ke puskesmas, kecuali kondisi paliatif, penyakit kronis yang mengakibatkan tidak bisa datang karena alasan social
5
Adanya sistem informasi yang mengatur, sebelum merujuk ke RS, Puskesmas terlebih dahulu menghubungi/telp/koordinasi ke RS
6
Adanya kerjasama dengan RS swasta/tdk harus ke RS pemerintah
7
SPGDT online dioptimalkan
8
Untuk surat rujukan dan rujukan balik dibuat 3 rangkap, satu halaman, tidak perlu disobek
9
Jika pusling penuh, ada kerjasama antar puskesmas tetangga
10 Satu form rujukan berlaku untuk satu type penyakit dan komplikasinya
11 Rujukan horizontal bila: puskesmas tidak memiliki kelengkapan yang seharusnya adan di puskesmas tersebut misalnya tes mantoux, rontgen thorax, lab darah 12 Adanya usulan pertemuan rutin antara dokter RS, dinas kesehatan dan puskesmas, minimal setiap enam bulan sekali untuk koordinasi 13 Untuk pasien rawat jalan, dokter spesialis di RS melakukan pemerikasaan serta pengobatan untuk menentukan apakah pasien perlu perawatan lanjutan di RS atau Puskesmas 14 Untuk pasien rawat jalan, rumah sakit wajib mengisi surat rujukan balik dengan format yang sudah disederhanakan, sehingga dapat diketahui pasien masih memerlukan perawatan di RS atau dapat dilanjutkan di puskesmas 15 Tidak ada perbedaan pelayanan kesehatan atau keistimewaan yang diberikan di puskesmas bagi pasien BPJS yang berobat, baik BPJS PBI maupun non PBI, untuk anggota TNI maupun Polri, pangkat tinggi maupun rendah, prioritas pasien berdasarkan kondisi kegawatan bukan berdasarkan strata sosial. Apabila pasien tidak menghendaki untuk berobat di puskesmas, peserta BPJS dapat mengajukan pindah ke fasilitas kesehatan lain yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan melalui Kantor BPJS setempat. Oleh: Armiatin, MPH 2
Pelayanan kesehatan tingkat kedua.
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut, telah bersifat rawat inap (in patient services) dan untuk menyelenggarakannya telah dibutuhkan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. 3
Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) adalah pelayanan kesehatan yang bersifat lebih kom- plek dan umumnya diselenggarakan oleh tenagatenaga subspesiahs. Sistem Rujukan
Mekanisme
hubungan kerja yang
memadukan
satu
strata
pelayanan
dengan stratapelayanan kesehatan lain banyak macamnya. Salah satu diantaranya dikenal dengan nama sistem rujukan (referal system). Indonesia juga menganut system rujukan ini, sepera yang dapat dilihat dalam Sistem Kesehatan Nasional. Inilah sebabnya pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia, dibedakan atas beberapa strata seperti misalnya rumah sakit yang dibedakan atas beberapa kelas, mulai dari kelas D pada tingkat yang paling bawah sampai ke
kelas
A pada
tingkat
yang
paling
atas.11
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telahdirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 32 tahun 1972 ialah suatusistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horisontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat 1
kemampuannya.
Sistem Rujukan Upaya Kesehatan
Adalah suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung-jawab secaratimbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horisontal, kepada yang lebih kompeten, terjangkau 2 Sistem 3
dan
dilakukan
secara
rasional.
Jenis Rujukan: rujukan
ini
secara
konsepsional
menyangkut
hal-hal
sebagai
berikut:
Rujukan medik. Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan
kedokteran
(medical
services). Rujukan
medik
meliputi:11
A Konsultasi penderita, untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif dan lain-lain. Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap. B Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan setempat. 4
Rujukan Kesehatan.
Rujukan
ini terutama
dikaitkan
dengan
upaya
pencegahan
penyakit
danpeningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana dan operasional. Rujukan kesehatan adalah rujukan yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif yang
antara
lain
meliputi
bantuan:
A Survei epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas Kejadian luar biasa atau berjangkitnya penyakit menular. B Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah. C Penyidikan sebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masai. D Pemberian makanan, tempat tinggal dan obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya bencana alam. E Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih bagi masyarakat umum. F Pemeriksaan
spesimen
air
di
Laboratorium
Kesehatan
dan
sebagainya.
c. Tujuan Sistem Rujukan Upaya Kesehatan a. Umum. Dihasilkannya pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung mutu pelayanan yang optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna.
b. Khusus: - Dihasilkannya upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil guna dan berdaya guna. - Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif secara berhasil guna dan berdaya guna. d. Jenjang tingkat pelayanan kesehatan
Jenjang (Hirarki)
Komponen/unsur pelayanan kesehatan
Tingkat Rumah
Pelayanan kesehatan oleh individu atau
Tangga
oleh, keluarganya sendiri Kegiatan swadaya masyarakat dalam menolong mereka sendiri oleh Kelompok Paguyuban, PKK, Saka Bhakti Husada,
Tingkat Masyarakat
anggota RW, RT dan masyarakat
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Profesional Tingkat
Puskesmas Keliling, Praktek Dokter
Pertama
Swasta, Poliklinik Swasta, dll.
Fasilitas Pelayanan Rujukan Tingkat
Rumah Sakit Kabupaten, R.S. Swasta,
Pertama
Laboratorium, Klinik Swasta, dll.
I Fasilitas
Rumah Sakit kelas B dan A serta
Pelayanan Rujukan
Lembaga Spesialistik Swasta, Lab. Kes.
| yang lebih tinggi
Da., Lab. Klinik Swasta, dll.
Jalur rujukan dapat berlangsung sebagai berikut: Rujukan Medik: 1) Intern antara petugas Puskesmas. 2) Antara Puskesmas Pembantu dengan Puskesmas.
3) Antara masyarakat dengan Puskesmas. 4) Antara satu Puskesmas dengan Puskesmas yang lain. 5) Antara Puskesmas dengan Rumah Sakit, Laboratorium, atau fasilitas kesehatan
Pedoman Rujukan Penyakit Demam Dengue
A
Tujuan Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit demam dengue ini adalah sebagai kendali mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien dengan kondisi tersebut, sehingga mendapatkan tatalaksana yang efektif dan efisien
C. Kebijakan dan Prinsip Dasar Kebijakan rujukan kasus demam dengue dari puskesmas ke Rumah Sakit harus sesuai dengan prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun 2012 pasal 9, tentang sistem rujukan. Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan, tidak berdasarkan indikasi sosial. Rujukan ulangan juga dapat diberikan kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah sakit belum selesai. puskesmas harus dapat menangani kasus demam dengue sesuai dengan PMK no 5 tahun 2014. Namun rujukan dapat diberikan apabila kondisi klinis pasien dan terapi cairan 15 mg/kgBB/jam tidak menunjukkan adanya perbaikan klinis bukan berdasarkan angka trombosit maupun hematokrit. Pemeriksaan serial laboratorium per 6 jam dibutuhkan jika kondisi klinis pasien tidak stabil, sehingga apabila tidak mampu melakukan hal tersebut maka rujukan vertikal dapat dipertimbangkan. Penting juga untuk diketahui adalah konseling kepada keluarga dimana memberi pengertian kepada pasien dan keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata
Evaluasi 3 – 4 Jam
laksananya tersebut, dimana akan ada fase demam seperti pelana kuda, sehingga pasien dapat mengerti pengobatan belum selesai dan terapi hanya bersifat suportif serta untuk mencegah perburukan penyakit yang dapat terjadi kapanpun. Untuk detail proses kapan melakukan rujukan dapat dilihat pada bagian kriteria rujukan. D. Kriteria Rujukan
RUJUKAN Tidak diperlukan pada saat fase ini
Prinsip dalam pemberian terapi pada pasien demam dengue adalah pengawasan cairan, serta permeriksaan serial darah yang berkelanjutan, karena kegawatan dapat terjadi sewaktuRUJUKAN
waktu. Berikut adalah guideline pengobatan DB sesuai dengan PMK no 5 tahun 2014 untuk Tidak diperlukan saat ini puskesmas yang memiliki rawat inap, mengenai panduan praktek klinis bagi dokter di puskesmas yang dikombinasikan dengan indikasi rujukan. WASPADA
5%pasien, defisit cairan Pantau ketat kondisi monitoring tanda vital, rujukan tidak perlu bila pengawasan baik Bila membaik
Terapi awal cairan infus kristaloid 6-7ml/kgBB/jam SEGERA MERUJUK Apabila ditemukan tanda-tanda syok perdarahan, Nadi , TD , urin , kejang, penkes, hemel,segera stabilisasi dan merujuk agar tidak sampai pada fase irreversible
PERBAIKAN Hct dan Nadi, TD , urin
TANPA PERBAIKAN Hct dan Nadi , TD 20mmHg, urin
Kurangi infus kristaloid menjadi 5ml/kgBB/jam Infus Kristaloid ditambah menjadi 10 ml/kgBB/Jam
PERBAIKAN
TANPA PERBAIKAN
Kurangi infus kristaloid menjadi 3ml/kgBB/jam Infus Kristaloid ditambah menjadi 15 ml/kgBB/Jam
PERBAIKAN
KONDISI MENURUN Muncul Tanda Syok
24-48 jam
E. Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Kasus Demam Dengue Sebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan lain, maka pasien haruslah memenuhi kriteria untuk dirujuk seperti yang tertera pada halaman sebelumnya, seperti tidak adanya perbaikan kondisi setelah pemberian terapi cairan 15 ml/kgBB/Jam serta ditemukan adanya tanda-tanda shock seperti Nadi yang tetap tinggi, TD mulai menurun, dan produksi urin berkurang, atau faskes tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan darah serial berulang setiap 6 jam atau melakukan pengawasan serta perawatan ketat pada pasien. Setelah kriteria terpenuhi maka dokter di puskesmas harus mengisi surat rujukan sebanyak 3 rangkap yang berisi : 1 2
Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan serta tanggal rujukan Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan poliklinik yang dituju. Rumah sakit tujuan untuk pasien demam dengue haruslah rumah sakit yang memiliki dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis anak bila pasien masih tergolong anak-anak. Pasien demam dengue yang ditemukan di poliklinik puskesmas, sebaiknya dipondokkan dulu untuk dilakukan stabilisasi sebelum dirujuk untuk kasus yang perlu dirujuk. Perawatan hanya dilakukan oleh puskesmas bila tersedia fasilitas rawat inap.
3. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sudah dilakukan 4. Mencantumkan tindakan serta terapi sementara yang telah diberikan 5. Mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk Pada kasus demam dengue, rujukan harus didampingi oleh tenaga medis dengan ambulan transport yang memadai, setelah sebelumnya dokter menghubungi pihak rumah sakit tujuan, untuk dipastikan pasien tersebut mendapatkan kamar. Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus mencarikan rumah sakit alternatif lain yang mampu menangani kasus tersebut, tanpa memandang jaminan kesehatan yang digunakan.
Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 3 rumah sakit tujuan, maka dokter harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang datang untuk menandatangani surat pernyataan untuk dititipkan sementara di puskesmas tersebut meskipun fasilitas dan tenaga untuk melakukan pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setelah ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan penanganan pada pasien lain yang mungkin sudah menunggu sembari sesekali mengecek kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh merujuk tanpa adanya konfirmasi ke rumah sakit tujuan.
Referensi http://www.edukia.org/web/kbibu/2-1-3-sistem-dan-cara-rujukan/ http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1663
Nama
: Reza Achmad Prasetyo
NIM
: 2013 730 169
13. Jelaskan mengenai indicator keberhasilan dalam suatu kasus !
INDIKATOR KEBERHASILAN PENANGANAN DBD Angka Bebas Jentik Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di lingkunagnnya masing-masing belum optimal. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik
Cara-cara memeriksa jentik: i) Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempattempat penampungan air lainnya, ii) Jika tidak tampak, tunggu ± 0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk bernapas, iii) Di tempat yang gelap gunakan senter/battery. iv) Periksa juga vas bunga, tempat minum nurung, kaleng-kaleng, plastik, ban bekas dan lainlain. Contoh formulir hasil pemeriksaan jentik.
Indikator Keberhasilan Penanganan DBD Angka Bebas Jentik Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-4M adalah > 95%.
Indicator keberhasilan secara umum. A Wabah Sesuai dengan kriteria suatu kejadian dapat di katakan wabah atau tidak, sebelum nya terlebih dahulu kita harus mengetahui cakupan bagaimana suatu kasus tersebut bisa di katakan sebagai wabah, yaitu : 1 2 3 4
Jumlah kasus yang besar. Daerah yang luas Waktu dari akibat yang ditimbulkan lebih lama Dampak yang timbulkan lebih berat.
Setelah mengetahui cakupan bagaimana suatu kasis bisa dikatakan sebagai wabah, maka dapat kita tentukan indicator / indikasi keberhasilan terhadap upaya yang telah di lakukan yaitu :
1
Jumlah kasus yang menurun / berkurang, atau kembali menjadi kuantitas awal sebelum
2
penyakit tersebut mewabah Daerah tempat terjadi nya penyakit mewabah tersebut bertambah kecil / sempit, atau
3
terbatas pada daerah asal etiologi nya saja Waktu dari akibat yang ditimbulkan pernyakit tersebut berkurang atau menjadi lebih
4
cepat hilang nya Dampak yang ditimbulkan penyakit mewabah tersebut menjadi lebih ringan
B Kejadian Luar Biasa (KLB) Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004 Kejadian Luar Biasa (KLB) : “Timbulnya atau meningkatnya kejadian Kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.”
Adapun kritetria suatu kejadian apakah bisa dikatakan Kejadian luar biasa atau tidak, yaitu :
Kriteria Kejadian Luar Biasa (Keputusan Dirjen PPM No. 451/91) Tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Tergolong kejadian luar biasa jika ada unsur :
1 2
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelum nya tidak ada atau tidak dikenal. Peningkatan kejadian penyakit secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut penyakitnya (jam, hari, minggu).
3
Peningkatan kejadian kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode
4
sebelum nya (jam, hari, minggi, bulan, tahun). Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan sebanyak 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
Indikator keberhasilan dalam upaya penanganan KLB
Pada kasus KLB ini, di sebut kan dalam kriteria yang di buat oleh Dirjen PPM bahwa tergolong kejadian luar biasa jika ada unsur “Timbulnya suatu penyakit menular yang senelumnya tidak ada atau tidak dikenal”. Dengan kata lain, keberhasilan tersebut bisa di indikasi kan sebagai jika upaya penanganan KLB bisa menjadikan pencabutan status KLB dari kasus tersebut. Dengan cara meng-identifikasi penyakit menular penyebab KLB tersebut hingga di ketahui etiologi nya dan dapat di kenal secara ilmiah. Sedangkan indikasi keberhasial terhadap kriteria lain nya dapat kita simpulkan sebagai kebalikan kriteria status KLB dan peningkatan yang mengarah kepada perbaikan kesehatan terhadap penyakit menular tersebut.
Referensi (Keputusan Dirjen PPM No. 451/91) Tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. http://www.kmpk.ugm.ac.id/images/Semester_1/Epidemiologi/Investigasi_Wabah.pdf
KESIMPULAN
Dari hasil diskusi yang sudah dilaksanakan, dapat di ambil kesimpulan bahwa skenario 1 yang ada pada modul Ilmu Kesehatan Masyarakat ini adalah termasuk wabah. Dapat dikatakan wabah karena sesuai dengan kriteria dari wabah itu sendiri serta dilakukan langkah-langkah dari upaya penyelidikan wabah. Dalam menentukan sebuah kasus bisa dikatakan wabah diperlukan data-data dan informasi yang lengkap. Wabah itu sendiri adalah keadaan berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat, yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata, melebihi keadaan yang lazim, pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan malapetaka.
DAFTAR PUSTAKA
(Keputusan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. http://www.kmpk.ugm.ac.id/images/Semester_1/Epidemiologi/Investigasi_Wabah.pdf
Rajab,Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
Dirjen
PPM
No.
451/91)
Tentang
Pedoman
Penyelidikan
dan
EGC.
Anita Fatmawati. “Wabah”. 19 Desember 2012. https://freyadefunk.wordpress.com/2012/12/19/wabah-epidemiologi/
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010 Dr.Budiman.Chandra. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/05/ukuran-ukuran-dalam-epidemiologi.html Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Kajian Kebijakan Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular. Deputi Bidang SDM dan Kebudayaan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional. Referensi : Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. 2003. http://www.sumbarprov.go.id/read/99/12/14/59/79-mengenal-sumbar/berita-terkini/749rakor-penanggulangan-dbd-melalui-pokjanal-dbd.html
View more...
Comments