Laporan Parasitologi Apusan Darah Tepi

June 20, 2018 | Author: Darren William | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

sa...

Description

LAPORAN PARASITOLOGI MEMBUAT APUSAN DARAH TEPI dan TEBAL

DISUSUN OLEH: Ruth Deas Muliany

(41150034)

Tiva Ismadyanti Ismadyanti Christine P. (41150035) Meiza dwihestiarini

(41150039)

Corvi Atria Eridani Parera

(41150076)

Jean Priskilla Diana Rumere (41150083) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2016/2017

BAB I PENDAHULUAN Di indonesia angka kejadian malaria masih tinggi dibeberapa daerah misalnya di Papua. Untuk mengetahui dan memastikan apakah orang tersebut terkena infeksi malaria  perlu dilakukan pemeriksaan malaria. Pemeriksaan malaria adalah pemeriksaan yang dapat memberikan informasi tentang  parasit khususnya genus plasmodium sebagai penyebab penyakit malaria. Diagnosis malaria ditegakka sesudah dilakukan anamnesis  (wawancara), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Diagnostik malaria dapat ditegakkan jika sediaan darah secara mikroskopis atau uji diagnosis cepat RDT (Rapid Diagnostic Test). Jenis pemeriksaan untuk penegakan diagnosis malaria ada beberapa, namun hinga saat ini metode yang diangggap sebagai standar emas (gold standart) adalah menemukan parasit plasmodium dalam darah. Ada dua cara dalam melakukan pemeriksaan malaria yaitu Rapid Diagnostic Test dan menggunakan apusan sedian darah tebal dan apusan sediaan darah tipis. Namun pada praktikum kali ini akan dilakukan pembuatan apusan darah tebal dan apusan darah tipis. TUJUAN PRATIKUM Mahasiswa dapat terampil dalam melakukan pengambilan darah tepi, membuat apusan, membuat pewarnaan Giemsa, melakukan pemeriksaan apusan darah mengggunakan mikroskop, menentukan parasitemia. Mahasiswa akan terampil dalam mempersiapkan alat dan bahan, ,melakukan komunikasi

efektif:

Inform

Consent(memberi

penjelasan),

meminta

persetujuan,

menghormati hak, memberikan edukasi, Bersikap profesional: melakukan kegiatan dengan mengikuti prosedur standar (good clinical/laboratory practice) termasuk bertndak asepsis

BAB II DASAR TEORI Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang memberikan morbiditas yang cukup tinggi di dunia, dan merupakan infeksi yang ke-3 teratas dalam jumlah kematian. Di Indonesia malaria masih merupakan penyakit infeksi yang menjadi perhatian utama kementerian kesehatan untuk dieleminasi. Penyakit malaria (malaria disease): ialah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit plasmodium didalam eritrosit dan biasanya disertai dengan gejala demam. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat  berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat. Terdapat beberapa jenis plasmodium ialah P.falciparum, P.vivax, P.malariae,  P.ovale, yang paling menginfeksi di Indonesia ialah  P.falciparum dan P.vivax (Depkes RI, 2008) Infeksi malaria yang disebabkan oleh adanya parasit plasmodium dalam darah ataupun jaringan dibuktikan dengan pemeriksaan mikroskopik yang positif, adanya antigen malaria dengan tes cepat, ditemukan DNA/RNA parasit pada pemeriksaan PCR. Infeksi malaria dapat memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. (Setiati ed., 2014) Proses infeksi malaria pada manusia dimulai sejak nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah, kemudian sebagian besar akan menuju ke hati. Di dalam sel parenkim hati terjadi  perkembangan fase aseksual dari sporozoit menjadi skizon intrahepatik/skizon pre-eritrosit. Setelah itu skizon hati akan pecah dan akan mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah. Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. (Setiati ed., 2014) Parasit plasmodium yang menginvasi eritrosit akan tumbuh dan berkembang setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya akan membentuk pigmen malaria yang disebut hemozoin/hematin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Lalu parasit yang ada di darah akan berkembang menjadi skizon yang kemudian akan pecah lagi menjadi merozoit yang akan menginfeksi eritrosit lainnya. Sebagian parasit akan berkembang juga menjadi gamet jantan dan atau gamet betina. Jika terjadi transmisi antara darah penderita infeksi malaria dengan nyamuk anopheles betina, maka akan terjadi fase seksual perkembangan  parasit menjadi zigot dan seterusnya. (Setiati ed., 2014)

1. Kriteria WHO DHF -

CBC: Trombositopenia

-  NS1: positif -

IgM anti dengue (+)

-

Rumple Leed (+)

2. Temuan Lab pada anemia hemolitik(3) -

Hb dibawah normal

-

Eritrosit dibawah normal

-  Normokrom normositik -

Retikulosit Naik

3. Temuan Lab pada anemia Defisiensi Besi -

Hb rendah

-

Eritrosit rendah

-

mikrositik hipokromik

-

Feritin serum rendah

4. Penyakit gangguan hemostasis primer -

VWF

-

ITP

BAB III METODOLOGI I.

ALAT dan BAHAN

Umum -

Meja kerja

-

Tempat sampah biohazard

-

Tempat sampah biasa

-

Sabun cuci tangan

-

Wastafel

-

Sarung tangan

Pengambilan darah -

Kapas alkohol

-

Lancet

-

Objek glass 2 buah

Membuat warna giemsa -

Rak pencuci objek glass

-

Air dalam botol

-

Giemsa 3% dalam larutan phosphat buffer saline

-

Larutan mentanol

-

Pinset

-

Pipet

Pemeriksaan mikroskop

II.

-

Mikroskop

-

Minyak emersi

-

Pembersih lensa mikroskop

-

Alat hitung

-

Pulpen dan kertas

LANGKAH KERJA

Persiapan pasien dan pengambilan darah 1. Persiapkan semua alat dan bahan 2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan , informed consent  3. Menuliskan identitas pasien pada objek glass 4. Gunakan Sarung tangan 5. Urut jari yang akan diambil darahnya 6. Bersihkan jari manis atau jari tengah dengan kapas alkohol, biarkan mengering 7. Tusuk jari yang telah bersih tersebut dengan lancet steril 8. Tekan jari tersebut dengan lembut sampai keluar darah , darah pertama yang keluar dibersihkan menggunakan kapas bersih 9. Pada objek glass yang sudah diberi identitas,

diberikan tetesan darah berikutnya

seukuran 5mm, kira-kira 1cm dari identitas pasien, darah yang berikutnya kira-kira 2cm dari darah sebelumnya 10. Tekan jari yang keluar menggunakan kapas alkohol, jika diperlukan tutup dengan  plester Membuat apusan darah tipis dan tebal 1. Letakan objek glass berisi darah dengan posisi mendatar diatas meja/permukaan yang datar, tegak lurus terhadap badan pemeriksa 2. Letakan ujung jari telunjuk kiri diatas tanda identitas pasien untuk memfiksasi objek glass diatas meja 3. Dengan tangan kanan, letakan objek glass pendorong diatas tetesan darah kedua , buat sudut 45˚ antara objek glass yang  berisi tetesan darah dan objek glass  pendorong(spreader) 4. Biarkan darah menyebar keseluruh ujung gelas pendorong (spreader) 5. Tarik gelas pendorong ke arah pemeriksa kira-kira 5mm kemudian dorong kearah depan dengan tetap mempertahankan sudut 45˚dan tidak ter lepas dari objek glass yang berisi tetesan darah 6. Apusan darah yang baik adalah apusan berbentuk lidah, rata dan semakin mengecil diujung 7. Untuk apusan darah tebal , gunakan salah satu ujung spreader untuk menyebarkan darah 8. Ukuran apusan darah tebal kira-kira 1,5-2cm

9. Setelah apusan jadi , biarkan sediaan apusan mengering dalam suhu ruang Membuat Pewarnaan 1. Letakan objek glass berisi apusan darah yang sudah mengering diatas rak objek glass 2. Celupkan apusan darah tipis kedalam larutan metanol

untuk memfiksasi

eritrosit,apusan darah tebal dibiarkan mengering (tidak ikut terfiksasi) 3. Teteskan air keatas apusan darah tebal untuk hemolisis eritrosit, biarkan selama 15mnt 4. Tetesi kedua objek glass dengan larutan giemsa 3% dan biarkan selama 30mnt 5. Siram dengan air mengalir sampai bersih 6. Setelah bersih letakan dalam keadaan miring dan biarkan mengering Apusan yang sudah jadi dapat langsung diamati dengan perbesaran 100x dan 400x pada  proses pengamatan dapat digunakan metode zig zag III.

HASIL

IV.

PEMBAHASAN Apusan tebal, ditemukan eritrosit telah lisis, Neutrofil, Trombosit , Terdapat artefak

dari Giemsa. Apusan tebal terdiri dari sejumlah besar sel darah merah yang telah terhemolisis. Parasit yang ada terkontaminasi pada area yang lebih kecil sehinga akan lebih cepat terlihat di bawah mikroskop sehingga apusan tebal digunakan untuk mengetahui kuantitas dari sediaan. Kelebihan sedian darah tebal biasanya akan dihemolisis terlebih dulu sebelum pewarnaan, sehingga parasit tidak lagi tampak dalam eritrosit sedangkan kelebihan dari sedian darah tebal ini yaitu dapat menemukan parasit lebih cepat karena volume darah yang digunakan lebih banyak. Jumlah parasit lebih banyak dalam satu lapang pandang, sehingga pada infeksi ringan lebih mudah ditemukan. Sedangkan kelemahan dari darah tebal  bentuk parasit yang kurang lengkap morfologinya.Pada pemeriksaan apusan darah tebal didapatkan eritrosit yang telah lisis, ditemukan pula adanya neutrofil dan trombosit yang tampak sebagai titik titik hitam kecil serta terdapat bagian ungu gelap yang merupakan artefak dari pewarnaan Giemsa. Apusan tipis ,pada bagian kepala badan dan ekor tidak rata karena eritrosit masih menggumpal dan neutrofil. Apusan darah tipis untuk pemeriksaan Malaria digunakan untuk mengetahui kualitas dari plasmodium yang ada di eritrosit. Kelebihan pada sedian darah tipis  pada pembaca sedian ini, bentuk parasit plasmodium berada dalam eritrosit sehingga didapatkan bentuk parasit yang utuh dan morfologinya sempurna. Serta lebih mudah untuk menentukan spesies dan stadium parasit dan perubahan pada eritrosit yang dianggapi parasit dapat dilihat jelas. Sedangkan kelemahan darah tipis yaitu kemungkinan ditemukan parasit lebih kecil karena volume darah yang digunakan relative lebih sedikit. Pada apusan tipis ditemukan adanya eritosit dan beberapa neutrofil. Namun tidak terwarnai dengan baik hal tersebut dapat terlihat secara makroskopis dan mikroskopis karena tidak terdapat warna keunguan akibat dari pengecatan giemsa. Hal tersebut dapat terjadi karena pada pembuatan apusan tipis dilakukan kesalahan dalam pewarnaan ( human eror ) dimana kurang lamanya  perendaman preparat dengan larutan Giemsa dan pembilasan preparat yang tidak benar yang menyebabkan cat luntur bersamaan dengan aquadest. Selain itu jika dilihat pada mikroskop ditemukan eritrosit yang tidak terdistribusi secara merata hal tersebut dapat terjadi karena teknik pembuatan apusan yang kurang tepat.

Apusan darah tebal, Dalam pemeriksaan apusan darah tepi tebal dan tipis, didapatkan hasil darah pasien normal dan tidak terinfeksi plasmodium jenis apapun. Pemeriksaan

 pertama dilakukan pada pemeriksaan apusan darah tebal, dilakukan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis dengan perbesaran lensa 400x. Pada pemeriksaan makroskopis didapatkan hasil pewarnaan preparat keunguan tidak terlalu biru dan tidak terlalu merah dengan diameter 2 cm, pewarnaan dilakukan dengan larutan giemsa. Jika terlalu biru dapat disebabkan karena pembuatan preparat terlalu tebal, pewarnaan terlalu lama, ataupun  pencucian yang kurang bersih. Dari hasil identifikasi secara mikroskopis ditemukan beberapa  jenis sel darah antara lain: leukosit granular (neutrofil dan eosinofil), leukosit agranular (limfosit dan monosit), aggregasi trombosit, dan eritrosit yang sudah lisis pada satu lapangan  pandang. Pemeriksaan apusan darah tebal bertujuan untuk melihat plasmodium secara kuantitatif atau jumlah plasmodium yang menginfeksi pasien. Hitung parasit dapat dilakukan untuk menentukan prognosis penyakit pasien, dilakukan dengan menghitung jumlah parasit  per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/uI maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah. Pemeriksaan yang kedua yaitu pemeriksaan apusan darah tipis, bertujuan untuk mengidentifikasi jenis/kualitas plasmodium yang menginfeksi pasien. Sediaan darah harus dibuat dan satu lapis, sehingga sel darah tidak saling menumpuk. Pada pengamatan secara makroskopis, tampak warna preparat keunguan--tidak terlalu merah dan tidak terlalu biru. Bila warna telalu merah, bisa jadi karena perendaman pada metanol terlalu lama, maka  preparat akan bersifat asam. Sementara bila terlalu biru bisa jadi karena, pengecatan (dengan giemsa) terlalu lama, pencucian kurang bersih, atau pembuatan preparat yang terlalu tebal. Hasil pembuatan preparat juga kurang berhasil, karena teknik proses penggoresan apusan darah kurang tepat, sehingga persebaran darah pada objek glass tidak merata/terputus-putus. Pengamatan secara mikroskopis juga belum dilakukan, oleh karena waktu yang sangat terbatas selama proses praktikum. Preparat yang baik seharusnya terdapat 3 bagian besar yaitu: bagian kepala, badan dan ekor. Pada bagian kepala akna tampak gumpalan eritrosit (rouleaux) yang nyata, bagian badan tampak eritrosit tersebar rata hanya satu lapisan, dan  bagian ekor tampak eritrosit mulai jarang-jarang. Terdapat juga leukosit granular juga agranular dan tombosit diantara eritrosit. Jika ditemukan peningkatan jumlah leukosit dapat menandakan adanya reaksi infeksi-inflamasi, beberapa eritrosit juga dapat berubah bentuk menjadi tidak utuh (krenasi). Bentuk krenasi tersebut bisa terjadi akibat teknik penggoresan

apusan darah yang terlalu keras, atau bahkan mengindikasikan keadaan dehidrasi pada  pasien. Pada pengamatan secara mikroskop dengan perbesaran 400x dapat ditemukan bentuk khas dari morfologi stadium yang khas ketika pasien terinfeksi plasmodium. Pada hasil  pengamatan tidak didapatkan adanya parasit plasmodium, eritrosit tampak berbentuk normal. Kehadiran plasmodium dapat ditandai dengan perubahannya morfologi (bentuk dan atau ukuran) eritrosit akibat invasi plasmodium ke dalam eritrosit, akan tampak chromatin  berwarna merah dengan sitoplasma berwarna ungu pada eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit memiliki kadar paling banyak dalam darah, jika dibandingkan dengan leukosit dan trombosit. Pada praktikum apusan darah yang tampak bagian eritrosit (sel darah merah) dan leukosit . Sel darah merah merupakan salah satu komponen darah yang berbentuk  padat, ukuran partikelnya sangat kecil. Mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen..Jumlah eritrosit antara individu satu dengan yang lainnya berbeda-beda, ini dapat disebabkan beberapa faktor salah satunya ketinggian tempat (daerah dataran tinggi), orang yang tinggal di dataran tinggi akan banyak memiliki jumlah eritrosit dibandingkan orang yang tinggal di dataran rendah , karena individu yang hidup di dataran tinggi membutuhkan asupan oksigen yang cukup sedangkan kandungan oksigen didataran tinggi lebih sedikit sehingga membutuhkan banyak Hb untuk mengikat oksigen. Eritrosit tampak  berdiri sendiri dan berada dalam sebuh cairan yang disebut dengan plasma darah yaitu cairan tempat seluruh sel-sel darah. Untuk sel darah putih diantaranya limfosit, neutrofil dan juga eosinophil. Dengan praktikum apusan darah dapat mengetahui bentuk-bentuk darah. Diantara materi-materi padat darah terdapat cairan yang disebut dengan plama darah Pada preparat apusan darah tepi tipis , tidak dapat terlihat jelas bagian bagiannya, disebabkan karena kesalahan dalam pembuatan preparat dan dapat juga kesalahan dari  pratikan yang kurang memahami prosedur sehingga sel-selnya ada yang rusak sehingga tidak dapat tampak pada mikroskop. pada saat pratikum juga kurang dapat melihat dengan jelas dan tidak dapat mengulangi prosedur tersebut dikarenakan waktu yang kurang sehingga tidak dapat mengulang prosedur tersebut. Sediaan apus darah tepi

digunakan untuk berbagai macam tujuan pemeriksaan ,

misalnya untuk mengevaluasi morfologi sel darah, memperkirakan jumlah sel darah dan juga  pemeriksaan identifikasi parasit. Untuk membuat sediaan hapus darah tepi dibutuhkan teknik dan kemampuan. Pada praktikum kali ini, juga dilakukan pengecatan menggunakan Giemsa. Pembacaan dimulai dari perbesaran10x, dilanjutkan dengan perbesaran 40x.

Hasil

 pengamatan apusan darah tepi tipis dibawah mikroskop, ditemukan sel-sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Eritrosit yang ditemukan mempunyai bentuk cakram  bulat bikonkaf tanpa inti sel dan dibatasi oleh membran plasma dibagian luar. Sel darah putih yang ditemukan adalah jenis neutrofil . Neutrofil berbentuk bulat dengan inti bagian tengah dan terwarna dengan baik. Tampakan secara keseluruhan dari preparat apusan darah tipis sudah dapat dibedakan sel darah merah dengan sel-sel lainnya namun masih banyak ditemukan bagian-bagian yang masih belum bisa diidentifikasi karena sel yang bertumpuktumpuk khususnya eritrosit. Hal ini disebabkan karena praktikan kurang sempurna dalam melakukan pengapusan darah yaitu pada saat spreading masih ragu-ragu sehingga apusan yang terbentuk seperti bergaris-garis dan tidak terbentuk bagian ekor. Pada pemeriksaan

sediaan darah tebal dibawah mikroskop ditemukan sel darah

merah yang terhemolisasi pada sediaan darah tebal juga nukleus leukosit merupakan elemen yang dapat

dilihat. Sediaan darah tebal di pakai untuk mendeteksi infeksi, dan

memperkirakan densitas parasit.

DAFTAR PUSTAKA Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman Penatalaksanaan Kasus  Malaria di Indonesia. Depkes RI. Jakarta. 2008. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008) Setiati, S. dkk (ed). 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: InternaPublishing

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF