Laporan Organik Final Beluntas PDF

September 18, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Organik Final Beluntas PDF...

Description

 

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kardinan dalam Koirewoa (2012) menjelaskan bahwa Indonesia memiliki  banyak jenis tanaman yang dapat dibudidayakan karena bermanfaat dan kegunaannya besar bagi manusia dalam hal pengobatan. Dalam tanaman ada  banyak komponen kimia yang dapat digunakan sebagai obat. Pada saat ini,  banyak orang yang kembali menggunakan menggunakan bahan-bahan alam yang dalam  pelaksanaannya membiasakan hidup dengan menghindari bahan-bahan kimia sintesis dan lebih mengutamakan bahan-bahan alami. Ada banyak pengobatan dengan bahan alam yang dapat dipilih sebagai solusi mengatasi penyakit yang salah satunya ialah iala h penggunaan ramuan obat berbahan herbal Dalam pengobatan secara tradisional, sebagian besar ramuan berasal dari tumbuhan, baik berupa akar, kulit batang, kayu, daun, bunga atau bijinya. Ada  pula yang berasal dari dar i organ binatang da dan n bahan-bahan mineral. Agar pengobatan secara tradisional dapat dipertanggung jawabkan maka diperlukan penelitian penelitian ilmiah seperti penelitianpenelitian dibidang farmakologi, toksikologi, identifikasi dan isolasi zat kimia aktif yang terdapat dalam tumbuhan (Adfa:2005) Dalimartha dalam Koirewoa (2012) mengatakan bahwa salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa obat yaitu beluntas ( Pluchea indica L.). Beluntas umumnya tumbuh liar di daerah kering pada tanah yang keras dan  berbatu, atau ditanam sebagai tanaman pagar. Tumbuhan Tumbuhan ini memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan, banyak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.000 m dpl. Daun beluntas mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flavonoid dan tanin Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir, berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan ( stomatik ), ), penurun demam (antipiretik  ( antipiretik ) ,  ,  peluruh keringat (diaforetik  (diaforetik ) ,  ,  penyegar, TBC kelenjar,

nyeri pada rematik dan

keputihan.Menurut purnomo dalam susanti (2007) flavonoid dalam daun beluntas memiliki aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus sp, Propionobacterium sp

1

 

dan Corynebacterium Corynebacterium.. Di dalam flavonoid mengandung suatu senyawa fenol. Fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam sehingga disebut juga asam karbolat. Pertumbuhan bakteri  Escherichia coli dapat terganggu disebabkan adanya suatu senyawa fenol yang terkandung dalam ekstrak etanol daunbeluntas. Kondisi asam oleh adanya fenol dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri  Esherichia coli.  coli.  Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas ( Pluchea ( Pluchea indica L.). Dari proses isolasi akan didapatkan isolat-isolat suatu senyawa atau kumpulan senyawa sehingga dapat mempermudah untuk melakukan identifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam simplisia. Sedangkan identifikasi diperlukan untuk mengetahui jenis senyawa flavonoid yang berada dalam simplisia. 1.2 Rumusan Masalah 1.  Bagaimana cara mengisolasi flavonoid yang terdapat dalam daun beluntas

( P.  P. Indica)? Indica)? 2.  Bagaimana mengidentifikasi senyawa flavonoid dalam daun beluntas ( P.  Indica)??  Indica) 1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : 1.  Mengetahui cara untuk mengisolasi senyawa flavonoid dalam daun  beluntas (P. Indica).  Indica).  2.  Mengidentifikasi senyawa flavonoid yang ada dalam daun beluntas (P.  Indica)    Indica) 1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah memberikan informasi kepada pembaca tentang cara isolasi senyawa flavonoid dan dan mengetahui senyawa flavonoid yang terkandung dalam daun beluntas.

2

 

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Daun Beluntas

Menurut Dalimartha dalam Siringoringo (2012) salah satu tanaman yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesiasejak dahulu, yaitu tanaman beluntas ( Pluchea  Pluchea indica less).Tanaman ini seringdigunakan sebagai tanaman pagar di halaman rumah penduduk. Nama daerah:beluntas (Melayu), baluntas, baruntas (Sunda), luntas (Jawa), baluntas (Madura), lamutasa (Makasar), lenabou (Timor), sedangkan nama asing untuk tanamanbeluntas adalah Luan Yi (Cina), Phatpai (Vietnam), dan Marsh fleabane (Inggris).Pada masyarakat daun beluntas secara tradisional berkhasiat sebagai penurundemam (antipiretik  ( antipiretik ) ,  , meningkatkan nafsu makan ( stomakik   stomakik ) ,  ,  peluruh keringat(diaforetik  keringat( diaforetik ) ,  , dan penyegar (Siringoringo, 2012) Beluntas ( Pluchea  Pluchea indica Less) Less) merupakan tanaman herba family  Asteraceae yang telah dimanfaatkan sebagai pangan dan sediaan obat bahan alamTumbuh liar di daerah kering di tanah yang keras dan berbatu atau ditanamsebagai tanaman pagar.Memerlukan cukup cahaya matahari atau sedikit naungan.Banyak naungan.Bany ak ditemukan di daerah pantai dekat laut sampai ketinggian 1.000 m dpl.Perdu kecil, tumbuh tegak sampai 2 m atau lebih.Bercabang banyak,  berusukhalus, berambut lembut.Daun bertangkai pendek, letak berseling, helaian daun bulat telur sungsang. Ujung bulat melancip, tepi bergigi, berkelenjar,  panjang 2,5 sampai 9 cm. Lebar 1-5,5 cm. dengan warna hijau terang bila diremasmengeluarkan bau harum. Bunga majemuk dengan bentuk malai rata, keluar dariketiak daun dan ujung tangkai.Bunga berbentuk bonggol, bergagang ataupunduduk, berwarna putih kekuningan sampai ungu.Buah berbentuk gasing, kecil,keras berwarna coklat dengan sudut-sudut berwarna putih.Biji kecil, coklatkeputih-putihan. Perbanyakan dengan stek batang yang cukup tua. Cabang  bunga sangat banyak banyak sehingga membentuk rempuyung cukupbesar cukupbesar antara 2,5-12,5 2,5- 12,5 cm. Bunga berbentuk bonggol, bergagang atau duduk.Bentuknya seperti silinder sempit dengan panjang 5-6 mm. Panjang daun pembalut sampai 4 mm. Daun

3

 

 pelindung bunga tersusun dari 6-7 helai.Daunpelindung yang terletak di dalam  berbentuk sudut (lanset) dan di luar berbentuk bulat telur. Daun pelindung berbulu lembut, berwarna ungu dan pangkalnya ungumuda. Kepala sari menjulur dan  berwarna ungu. Tangkai putik pada bunga betinalebih panjang. Buah beluntas longkah berbentuk seperti gasing, warnanya coklatdengan sudut-sudut putih dan lokos 10 (gundul atau licin) panjang bauh 1 mm (Susanti, 2007). Beluntas

telah

lama

dikenal

mempunyai

banyak

kegunaan

baik

sebagaitanaman pagar maupun tanaman obat dengan menggunakan seluruh  bagiantanamannya dalam bentuk kering kering maupun segar.

Gambar 1. Tanaman beluntas 2.1.1Klasifikasi 2.1.1Klasifik asi Daun Beluntas

Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Asterales

Famili

: Asteraceae

Genus

: Pluchea

Spesies

: Pluchea indica Less (Susanti, 2007). : Pluchea

2.1.2 Kandungan Daun Beluntas

Kandungan

senyawa

fitokimia

pada

daun

beluntas

mempunyai

 beberapaaktivitas biologis, salah sa lah satunya sebagai antioksidan. Senyawa Se nyawa fitokimia  padatanaman terdistribusi dengan kadar yang berbeda pada setiap bagian. Perbedaankadar senyawa fitokimia pada daun dan buah sangat dipengaruhi oleh tingkatketuaan daun atau kematangan, kondisi tanah, pemberian pupuk serta stres

4

 

lingkungan baik secara fisik, biologi maupun kimiawi. Kandungan dan kadarsenyawa

fitokimia

yang

berbeda

akan

mempengaruhi

aktivitas

antioksidannya Kandungan kimia daun beluntas adalah alkaloid (0,316%), minyak atsiri, tanin(2,351%) dan flavonoid (4,18%).Komponen sangat polarpenyusun rendemen terdiri atas senyawa glikosida, asam amino, dan gula sertasenyawa aglikon vitamin C. Daun beluntas mengandung protein sebesar 17.78-19.02%, vitamin Csebesar 98.25 mg/100 g, dan karoten sebesar 2.55 g/100 g. Dalimarta (1999)menginformasikan jenis asam amino penyusun daun beluntas, meliputi leusin,isoleusin, triptofan, dan treonin(Siringiringo, 2012). Senyawa bioaktif yang terdapat pada daun beluntas ( Pluchea indica Less) adalah alkaloid, flavonoid, tanin, minyak atsiri, asam chlorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium, magnesium dan fosfor.Sedangkan akarnya mengandung flavonoid dan tannin (Susanti,2007).Senyawa-senyawa ini merupakan senyawa metabolit sekunder. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder, kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C 6) terikat pada rantai propane (C 3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur yakni 1,3-diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavonoid, dan 1,1 diarilpropan atau neoflavonoid. Ketiga struktur tersebut dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur Flavonoid (a) Flavonoid, (b) Isoflavonoid,

(c) Neoflavonoid.

5

 

Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak reaksioksidasi, baik secara enzim maupun non enzim. Flavonoid bertindak sebagai penampung yang baik radikal hidroksi dan superoksida dengan demikian melindungi lipid membran terhadap reaksi yang merusak. Aktivitas antioksidannya dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati gangguan fungsi hati flavonoid merupakan golongan terbesar senyawa fenol alam. ala m. Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula, sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetilformamida, dan air. Adanya gula yang terikat padaflavonoid cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dandengan demikian campuran pelarut dengan air merupakan pelarut yang lebih baikuntuk glikosida. Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon. Flavonoid banyak ditemukan dalam bentuk tepung putih pada tumbuhan  primula contohnya pada tanaman beluntas dan biasanya terdapat pada vakuola sel. Pada bidang farmakologi flavonoid dapat digunakan sebagai antiradang, antibody, antitumor, antidiare, antidoksidan, meningkatkan immunoglobulin, mengurangi kerapuhan pembuluh kapiler. Flavonoid berperan untuk meningkatkan efektifitas vitamin C mendukung manfaat daun beluntas untuk menurunkan kadar kolesterol, yaitu dapat menurunkan kolesterol pada sejumlah orang yang memiliki kolesterol tinggi. Namun, pada orang dengan kadar kolesterol normal hal tersebut tidak  berlaku. Flavonoid yang merupakan komponen polifenol sering ditemukan di dalam berbagai jenis tumbuhan mempunyai efek antioksidan secarain vitro dan ex vivo serta mempunyai efek menurunkan kolesterol pada manusia maupun hewan. Peran

daun

beluntas

senyawaantioksidan

sebagai yang

antikolesterol

dikandung

daun

disebabkan

pengaruh

beluntasyaitu

dari

senyawa

fenolik.Senyawa ini dapat mengurangi timbunan lemak jahat (LDL) di dalam  pembuluh darah. Komponen senyawa fenolik bersifat polar dan dapat larut dalam air serta memiliki fungsi antaralain sebagai penangkap radikal bebas dan peredam terbentuknya oksigen singlet. Salah satu senyawa fenolik yang terdapat dalam

6

 

 beluntas adalah flavonoid. Flavonoid dapat menurunkan kadar kolesterol darah dengan cara meningkatkan ekskresi asam empedu. Kadar flavonoid dalam daun  beluntas adalah 287.38 mg/100 mg/100 g.  2.2 Isolasi flavonoid 2.2.1Ekstraksi

secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian tumbuhan seperti bunga, buah, kulit batang, daun dan akar menggunakan system maserasi dengan pelarut organic polar seperti methanol. Beberapa ekstraksi senyawa organic bahan alam yang umum digunakan antara lain : (Darwis. D, 2000) 1.  Maserasi Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan  pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik  bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan golongan metabolit sekunder. 2.  Perkolasi Merupakan proses melewatkan pelarut organic pada sampel sehingga  pelarut akan membawa senyawa organic bersama-sama pelarut. Tetapi efektifitas dari proses ini hanya akan lebih besar untuk senyawa organic yang mudah larut dalam pelarut yang digunakan.

7

 

3.  Soxhletasi Soxhletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soxhlet. Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Soxhletasi digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip soxhletasi adalah  penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka  pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat z at yang tersari. tersar i. Biasanya Bia sanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai titik didih yang rendah. Hasil yang diperoleh berupa ekstra yang mana seluruh senyawa bahan alam yang terlarut dalam pelarut yang digunakan akan berada pada ekstrak ini. Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen  pada KLT dengan memisahkan

rf tertentu terte ntu dapat dijadikan sebagai panduan untuk

komponen

kimia

tersebut

dengan

menggunakan

Kromatografi Kolom. 2.2.2 Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur Flavonoid

Suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan kimia, fisika dan spekroskopi. Identifikasi senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawa ditemukan merupakan pekerjaan yang sangat menentukan dalam proses mengenal, mengetahui dan pada akhirnya menetapkan rumus molekul yang sebenarnya dari senyawa tersebut. Diantara metode identifikasi dan elusidasi struktur yang diperoleh dapat dilakukan dengan metode standar yang sudah dikenal untuk menentukan senyawa kimia dan termasuk derivate-derivatnya antara lain : (Silverstein, 1991) 1.  Metoda spektroskopi metoda spektroskopi saat ini sudah merupakan metoda standar dalam  penentuan struktur senyawa organic pada umumnya dan senyawa

8

 

metabolit sekunder pada khususnya. Metoda tersebut terdiri dari beberapa  peralatan dan mempunyai mempunyai hasil pengamatan yang berbeda, yai yaitu tu : -  Spektroskopi UV Merupakan metoda yang akan memberikan informasi adanya ada nya krofomor dari senyawa organic dan membedakan senyawa aromatic atau senyawa ikatan rangkap yang berkonjugasi dengan senyawa alifatik rantai jenuh. -  Spektroskopi IR Metoda yang dapat menentukan serta mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa organic, yang mana gugus fungsi dari senyawa organic organic akan dapat ditentukan berdasarkan ikatan dari tiap atom dan merupakan bilangan frekuensi yang spesifik. -   Nuklir Magnetik Resonansi Resonansi Proton Metoda ini akan mengetahui posisi

atom-atom

karbon

yang

mempunyai proton atau tanpa proton. Disamping itu akan dikenal atom-atom lainnnya yang berkaitan dengan proton/. -  Spektroskopi massa Mengetahui berat molekul senyawa dan ditunjang dengan adanya fragmentasi ion molekul yang mengahasilkan pecahan-pecahan spesifik untuk suatu senyawa berdasarkan m/z dari masing-masing fragmen yang terbentuk. Terbentuknya fragmen-fragmen dengan terjadinya pemutusan ikatan apabila disusun kembali akan dapat menentukan kerangka struktur senyawa yang diperiksa. 2.  Kromatografi Penggunaan kromatografi sangat membantu dalam pendeteksian senyawa metabolit sekunder dan dapat dijadikan sebagai patokan untuk  proses pengerjaan berikutnya dalam menentukan menentukan struktur senyawa. Berbagai jenis kromatografi yang umum digunakan antara lain (Darwis.D, 2000) -  Kromatografi lapis tipis

9

 

Merupakan slah satu metoda identifikasi awal untuk menentukan kemurnian senyawa yang detemukan atau dapat menentukan jumlah senyawa dari ekstrak kasar metabolit sekunder. Cara ini sangat sederhana dan merupakan suatu pendeteksian awal dari hasil isolasi. iso lasi. -  Kromatografi kolom Digunakan untuk pemisahan campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fasa padat dan fasa cair maka fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.

10

 

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Praktikum ini dilakukan selama I (satu) semester di Laboratorium Kimia Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Gorontalo 3.2Alat dan Bahan  3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Pipet tetes, Gelas ukur 250 ml, ml, kaca arloji, arloji, toples, gelas kimia kimia 250 ml, ml, batang pengaduk, pengaduk, pipa kapiler, alumunium voil, oven, blender, Ayakan 65 mesh, pinset, dan spektrofotometer UV-Vis 3.2.2 Bahan 3.2.2.1 Bahan Alam

Bahan alam yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun beluntas yang diambil di kota gorontalo tepatnya di Jl. Pangeran Hidayat 1 Kel. Dulaluwo Kec. Kota tengah. 3.3.2.2  Bahan Kimia

Dalam praktikuum ini memerlukan beberapa bahan kimia antara lain nheksana, asam asetat, n-butanol, metanol, etanol 96% p.a, asam klorida, aquadesdan plat kromatografi lapis tipis (KLT) GF254 (Merck). 3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Preparasi Sampel

Untuk mendapatkan ekstrak daun beluntas, mula-mula daun beluntas diambil dan dicuci. Setelah itu dikeringkan dengan diangin-anginkan pada udara terbuka dengan tidak dikenai sinar matahari langsung, kira-kira pada suhu kamar yaitu 25-30°C selama 2 minggu untuk menghilangkan air dan mencegah terjadinya perubahan kimia (daun cepat busuk sehingga dapat menghasilkan mikroorganisme yang dapat merubah senyawa kimia yang terkandung di daun tersebut) dan kembali di oven pada suhu 40 °C selama 3 hari. Sampel yang telah

11

 

kering diblender untuk memperluas permukaan serta membantu pemecahan dinding dan membran sel, sehingga lebih mudah memaksimalkan proses ekstraksi lalu diayak dengan ayakan nomor 65 mesh. 3.3.2 Ektraksi dengan Cara Maserasi Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah ekstraksi maserasi.

Serbuk daun beluntas yang telah kering tersebut ditimbang sebanyak 50 g kemudian Dimasukkan ke dalam Toples. Selanjutnya, ditambahkan 250 ml etanolteknis Toples tersebut ditutup dan dibiarkan selama 3 hari sambil sesekali dikocok. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator pada evaporator  pada suhu 700 C sehingga diperoleh ekstrak pekat daun beluntas. 3.3.3 Ekstraksi Cair-Cair Menggunakan Corong Pisah

Ekstrak pekat daun beluntas Dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 100 ml n-heksana dan 100 ml etanol kemudian Ditutup. Campuran ini dikocok dikocok selama 10 menit dengan dengan sesekali membuka penutup corong pisah pisah selanjutnya didiamkan sampai terbentuk 2 lapisan. lapisan. Masing-masing lapisan tersebut dikeluarkan dari corong pisah. Selanjutnya dilakukan di lakukan uji fitokimia  pada masing-masing lapisan. 3.3.4 Uji Fitokimia

Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan dilakukan dengan uji warna yaitu : 1.  Test dengan NaOH 10% Beberapa mililiter sampel dalam alkohol ditambahkan 2-4 tetes larutan  NaOH 10%. Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua menjadi kuning muda. 2.  Test dengan H2SO4 (pekat) Beberapa mililiter sampel dalam alkohol ditambahkan 2-4 tetes larutan H2SO4  (pekat). Perubahan warna yang terjadi diamati dari kuning tua menjadi merah tua. 3.3.5 Pemisahan Senyawa Flavonoid dengan KLT GF254 (Merck).

Lapisan atas yang merupakan hasil dari ekstraksi dengan menggunakan corong pisah pisah dilarutkan pada etanol 96 % p.a. Eluat tersebut ditotolkan ditotolkan pada plat (ukuran 5 cm x 10 cm) dengan menggunakan pipet mikro pada jarak 1 cm dari

12

 

garis bawah dan 1 cm dari garis atas dan totolan noda sampel pada KLT dikeringkan. Plat tersebut tersebut dimasukkan ke dalam Chamber yang yang telah berisi eluen (n-butanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4:1:5) dan menutup bagian atas chamber dengan penutupnya. Diperhatikan jalannya eluen sampai tanda batas lalu mengangkatnya menggunakan menggunakan pinset dan plat KLT KLT keringkan dan dilihat warna noda yang dihasilkan dengan menggunakan sinar UV serta memberi tanda pada noda tersebut. 3.3.6 Identifikasi Senyawa dengan Menggunakan Spektrofotometri Inframerah (IR) 

Setetes sampel ditempatkan antara dua plat KBr atau plat NaCl untuk membuat film tipis. Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis. umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm Dapat  pula dibuat larutan yang yang kemudian kemudian dimasukkan ke dalam sel larutan.

13

 

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Prepar Preparasi asi Sampel Daun beluntas yang digunakan dalam praktikum ini adalah daun beluntas

yang tumbuh di kota gorontalo tepatnya di Jl. Pangeran Hidayat 1 Kel. Dulaluwo Kec. Kota tengah. Daun beluntas yang diambil adalah daun yang berada pada  pertengahan ranting karena kadar flavonoidnya lebih tinggi daripada kadar flavonoid pada daun beluntas yang yang masih muda atau berada di pucuk. Daun  beluntas yang telah dipetik dari pohonnya kemudian dicuci hingga bersih dan dirajang atau di potong keil-kecil. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses  pengeringan dimana pengeringan sampel dilakukan secara alami yaitu dikering anginkan di tempat terbuka dengan tidak terkena sinar matahari secara langsung yaitu pada suhu 25-30°C. Proses pengeringan ini hanya dilakukan selama 11 hari. Proses pengeringan sampel kurang maksimal karena hanya dilakukan dengan waktu yang relatif singkat dan sampel juga tidak dioven sehingga sampel masih mengandung kadar air yang cukup tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi proses ekstraksi nantinya. 4.2 Ekstraksi dengan cara Maserasi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda berbeda (Rahayu, 2009). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ekstraksi ini tidak dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada golongan senyawa flavonoid yang tidak tahan panas, selain itu senyawa flavonoid mudah teroksidasi  pada suhu yang tinggi. Proses maserasi sangat menguntungkan menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan  perendaman sampel tumbuhan akan aka n tterjadi erjadi pemecahan pe mecahan dinding d inding dan da n membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang

14

 

mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya (Lenny, 2006). Senyawa flavonoid yang ada dalam daun beluntas merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga harus dilarutkan dengan pelarut yang bersifat polar sehingga, pelarut yang digunakan dalam praktikum ini adalah etanol tehnis. Sebanyak 50 gr sampel daun beluntas dimasukkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkaan dengan 1000 ml etanol. Pelarut yang digunakan pada proses maserasi ini cukup banyak karena ukuran sampel daun beluntas tidak begitu halus dan sampel belum benar-benar kering. Proses perendaman sampel hanya dilakukan selama 1 hari dan kemudian disaring. Hal ini bertujuan agar pelarut tidak mengalami kejenuhan akibat dari konsentrasi pelarut pekat karena telah ada senyawa yang terekstrak dari sampel daun beluntas. Filtrat hasil saringan merupakan campuran antaara ekstrak hasil maserasi dengan pelarut etanol. Untuk memisahkan kedua senyawa ini, maka harus dilakuakan dengan penguapan dengan menggunakan rotary evaporator.Maka, bisa dikatakan bahwa instrumen ini akan jauh lebih unggul, karena pada instrumen ini memiliki suatu teknik yang berbeda dengan teknik pemisahan yang lainnya. Karena teknik itulah, sehingga suatu pelarut akan menguap dan senyawa yang larut dalam pelarut tersebut tidak ikut menguap namun mengendap. Dan dengan  pemanasan dibawah titik t itik didih pelarut, sehingga senyawa yang terkandung dalam  pelarut tidak rusak oleh suhu tinggi. Oleh sebab itu, etanol akan menguap dan ekstrak kental akan tertinggal pada labu evaporator. Pelarut etanol hasil dari penguapan digunakan kembali untuk merendam maserat. Proses ekstraksi ekstr aksi diulangi selama tiga kali pengulangan. Semakin lama waktu ekstraksi, kesempatan untuk bersentuhan makin  besar sehingga hasilnya juga bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara sampel dan pelarut dapat ditingkatkan apabila dibantu dengan pengocokan agar kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi, sehingga proses ekstraksi lebih sempurna

15

 

Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali. Ekstraksi pertama diperoleh ekstrak kental sebanyak 4 gram dan pada ekstraksi kedua diperoleh ekstrak kental sebanyak 1,7993 gram. 4.3 Ekstaksi Cair-Cair dengan Menggunakan Corong Pisah Warna hijau pekat pada filtrat terbentuk karena pelarut yang digunakan

tidak hanya mengekstraksi senyawa flavonoid melainkan juga mengekstraksi klorofil yang ada dalam tumbuhan. Filtrat hasil penyaringan difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dengan pelarut n-heksana untuk memisahkan senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa nonpolar lain. Ekstrak kental dilarutkan pada 100 mL etanol kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan dengan 100 mL n-heksana. Campuran ini dikocok agar senyawa yang bersifat polar ataupun nonpolar terdistribusi pada  pelarutnya masing-masing, dimana etanol bersifat polar sedangkan n-heksana  bersifat nonpolar (like dissolved like) like) dengan sesekali membuka keran untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan pada saat pengocokkan. Seharusnya, penambahan n-heksan menyebabkan terbentuk 2 fase dan terdapat endapan pada dinding dasar corong pisah yang berwarna cokelat, karena kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan kepolaran yang berbeda. Berat  jenis n-heksana (0,6548 gr/ml) lebih besar dari pada etanol (0,7893 gr/ml) sehingga lapisan n-heksana berada di bagian bawah dan lapisan etanol berada di  bagian atas. Namun, pemisahan tersebut tidak dapat teramati t eramati karena warna larutan hijau pekat sehingga pemisahan tidak tampak walupun telah didiamkan selama 24  jam. Oleh karena itu dilakukan uji fitokimia fitokimia flavonoid. 4.4 Uji Fitokimia

Sebelum dilakukan uji fitokimia sampel terlebih dahulu ditambahkan etanol. Hal ini dilakukan agar sampel tidak terlalu kental. Kemudian melakukan Uji fitokimia dengan menggunakan NaOH 10% dan H 2SO4  pekat. Pada uji fitokimia yang menggunakan reagen NaOH 10%, filtrat yang diuji mengalami  perubahan warna dari warna kuning tua menjadi kuning muda. Sedangkan uji fitokimia menggunakan reagen H 2SO4 pekat filtrat yang tadinya berwarna kuning

16

 

 berubah menjadi merah. Perubahan warna ini menunjukkan menunjukkan adanya kandungan flavonoid pada daun beluntas. 4.5 Pemisahan Senyawa Flavonoid dengan KLT GF254 (Merck).

Pemisahan senyawa flavonoid daun beluntas dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT merupakan suatu metode pemisahan suatu senyawa berdasarkan perbedaan distribusi dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam yang digunakan ialah plat silika gel yang bersifat polar, sedangkan eluen yang digunakan sebagai fase gerak bersifat sangat polar karena mengandung air. Kepolaran fase diam dan fase gerak hampir sama, tetapi masih lebih polar fase gerak sehingga senyawa flavonoid yang dipisahkan terangkat mengikuti aliran eluen, karena senyawa flavonoid bersifat polar. KLT yang digunakan terbuat dari silika gel. Penggunaan bahan silika karena pada umumnya silica digunakan untuk memisahkan senyawa asam-asam amino, fenol, alkaloid, asam lemak, sterol dan terpenoid. Eluen yang dipakai dalam KLT ialah eluen campuan n-butanol : asam asetat : air (4:1:5). Ekstrak kental hasil ekstraksi kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis atas. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan eluen yaitu n-butanol:asam asetat: air dengan perbandingan (4:1:5). Hasil KLT seperti pada gambar 3 kemudian diangin-anginkan dan diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Noda yang terbentuk yaitu sebanyak 4 noda, noda-noda tersebut lalu dilingkari dan dihitung nilai Rf-nya. Pemisahan dengan KLT menghasilkan harga Rf dari noda  pertama sebesar se besar 0,4, noda kedua memiliki nilai nila i Rf sebesar 0,6, noda ketiga memiliki Rf sebesar 0,7 dan noda keempat sebesar 0,8. KLT

dilakukan

kembali

untuk

mendapatkan noda yang lebih baik dengan  perbandingan eluen yang berbeda, yaitu n butanol : asam asetat : air (4:6:5), (4:2:5) dan (4:1:4).

17

 

Pada hasil KLT dengan perbandingan eluen 4:6:5 diperoleh sebanyak 2 noda. Noda pertama memiliki Rf sebesar 0,43 dan noda kedua memiliki Rf sebesar 0,91. Noda pertama berbentuk panjang dan berekor. Pada KLT dengan  perbandingan eluen 4:2:5 menghasilkan menghasilkan 1 noda dengan Rf sebesar 0,8. Dilakukan kembali KLT dengan perbandingan eluen 4:1:4 dan diperoleh sebanyak 4 noda.  Noda pertama memiliki Rf 0,28 (noda berekor), noda kedua memiliki Rf 0,65, noda ketiga memiliki Rf 0,8 dan noda keempat dengan Rf 0,91. Noda-noda tersebut ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Noda dengan perbandingan eluen (a) 4:6:5 (b) 4:2:5 (c) 4:1:4

Eluen yang baik ialah eluen yang bisa memisahkan memisa hkan senyawa dalam jumlah yang banyak yang ditandai dengan munculnya noda. Noda yang terbentuk tidak  berekor dan jarak antara noda satu dengan yang lainnya jelas. Noda yang demikian diperoleh dengan perbandingan eluen 4:1:5 yang mampu memberikan  pemisahan terbaik. Karena dari komposisinya, ko mposisinya, eluen tersebut bersifat sangat polar sehingga bisa memisahkan senyawa flavonoid yang juga bersifat polar. Selanjutnya dilakukan KLT preparatif dengan menggunakan perbandingan eluen yang memberikan pemisahan terbaik yaitu dengan perbandingan n butanol:asam asetat:air asetat :air (4:1:5). Ukuran plat (10 x 5) cm dengan panjang 10 cm dan lebar 5 cm. Penotolan dilakukan sebanyak 20 titik kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia pengganti chamber yang berisi eluen. Dari hasil lampu UV KLT tersebut, noda yang dihasilkan terdapat 4 titik noda yang identik dengan noda KLT kualitatif. Noda pertama menghasilkan warna hijau, noda kedua menghasilkan warna kuning kehijauan, noda ketiga menghasilkan warna kuning

18

 

kehijauan dan noda keempat menghasilkan warna kuning. Langkah selanjutnya mengerok 4 noda hasil KLT dengan menggunakan spatula. Masing-masing noda dimasukkan kedalam botol vial. Masing-masing noda yang terdapat dalam botol vial tersebut dilarutkan dengan menggunakan pelarut etanol sebanyak 2 mL dan dikocok degan tujuan agar senyawa yang terdistribusi pada silika gel dapat larut dalam etanol. Untuk memisahkan pelarut dengan silika, maka campuran tersebut disentrifuge. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge dan kemudian disentrifuge. Waktu yang digunakan dalam proses sentrifuge yakni 15 menit dengan kecepatan perputaran 3,6. Masing-masing pelarut etanol yang telah terpisah dengan silika, dimasukkan ke dalam botol vial. Selanjutnya, dilakukan analisis spektrofotometri Inframerah. 4.6  Identifikasi

Senyawa

dengan

Menggunakan

Spektrofotometri

Inframerah (IR) Pada data spektrum inframerah, terlihat bahwa pola spektrum senyawa yang diperoleh menunjukkan serapan melebar pada daerah bilangan gelombang 3356,18 cm -1, yang diduga adalah serapan OH. Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah -1

 bilangan gelombang 1047,00 cm   yang merupakan C-O alkohol.  Pada bilangan gelombang 2975,21 cm-1 dan 2891,38 menunjukkan adanya ikatan C-H (sp 3), bilangan gelombang 1649,47 cm-1  diduga adanya ikatan C=C pada senyawa aromatik. Selain itu, -1

diperkuat pada bilangan gelombang 879,86 cm   yang merupakan ikatan C-H aromatik dan bilangan gelombang 1453,23 yang diduga merupakan ikatan C-C pada senyawa aromatik serta bilangan gelombang 1088,09 cm-1 merupakan ikatan C-O pada senyawa aromatik. Spektrum inframerah dari sampel dipaparkan pada Gambar 5 dan

analisisnya pada Tabel 1.

19

 

Bilangan

Bilangan

gelombang isolat

gelombang teori

-1

Bentuk pita

Penempatan gugus

-1

(cm )

(cm )

3356,18 2975,21 2975 ,21 2891,38 2891 ,38 1649,47 1453,23 1088,09 1047,00 879,86

3000-3700 2800-3000 2800-3000 2800-3000 2800-3000 1600-1700 1450-1600 1050-1260 1000- 1300 675-900

Melebar Tajam rend rendah ah rendah rendah Tajam Tajam Tajam

OH C-H (sp ) C-H (sp ) C=C C-C aril C-O C-O alkohol alkoho l C-H aromatic

Tabel 1. Data spektrum spektrofotometri inframerah (gelombang, bentuk pita dan  penempatan  penem patan gugus terkait) terkait) dari isolat (Sumber: (Sumber: Fessenden: 2003)

Gambar 5. Spektra inframerah

Dari spektra inframerah menunjukkan bahwa sampel mempunyai gugus fungsi C-H aromatik, C-C aromatik, C-O aromatik, C=C romatik, C-O alkohol, CH (sp3), dan OH. Sehingga kemungkinan senyawa flavonoid yang terkandung  pada sampel adalah golongan flavonol. flavonol.

Gambar 6. Struktur Flavonol 20

 

BAB V  PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa isolasi senyawa flavonoid dalam daun beluntas ( Pluchea incica L.) L.) dapat ditentukan dengan menggunakan spektrofotometri Inframerah dimana diperoleh bahwa isolat etanol dari daun beluntas beluntas mengandung mengandung

gugus fungsi fungsi C-H aromatik, aromatik, C-C

aromatik, C-O aromatik, C=C romatik, C-O alkohol, CH (sp3), dan OH. Sehingga kemungkinan senyawa flavonoid yang terkandung pada sampel adalah golongan flavonol. 5.2 Saran

Untuk dapat menentukan menentukan struktur

senyawa golongan flavonoid dari dar i

isolate dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempergunakan metode spektrofotometri NMR, dan GC-MS.

21

 

DAFTAR PUSTAKA

Adfa, morina. 2005. Survey Etnobotani, Studi Senyawa Flavonoid dan Uji Brine Shrimp Beberapa Tumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Propinsi  Bengkulu.. Jurnal Gradien Vol.1 No.1 Januari 2005 : 43-50  Bengkulu Asih, Astiti I.A.R.2009.   Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon I soflavon dari Kacang  Kedelai..  Juirusan Kimia FMIPA Universitas Udayana:Jurnal Kimia 3 (1),  Kedelai Januari 2009 : 33-40  33-40  Darwis.D, 2000. Tekni Dasar Laboratorium dalam Penelitian Senyawa Bahan  Alami Hayato, Workshop Pengembangan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam  Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati. Hayati. FMIPA Universitas Andalas Padang Silverstein.R.M, 1991. 1991. Spectrometric Identification of Organic Compounds, edisi ke 5: 5: Jhon willey & Sons Koirewoa, Yohanes Yohanes Adithya, Fatimawali, Fatimawali, Weny Indayany Indayany Wiyono. Wiyono. 2012. Isolasi 2012. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). L.) . Manado: Universitas Samratulangi Susanti, ary. 2007.  Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Beluntas (Pluchea indica less) Terhadap Escherichia Coli Secara In Vitro. Universitas Vitro. Universitas Erlangga. Surabaya Siringoringo, Herlina. 2012.  Pengaruh Pemberian Tepung Daun Beluntas (Pluchea indica Less) Terhadap Penurunan Kolesterol Mencit (Mus musculus l.). l.). Universitas Universitas Negeri Neger i Medan: Medan  Medan 

22

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF