laporan-nekropsi-unggas irda literatur.pdf
June 20, 2019 | Author: pramesti | Category: N/A
Short Description
Download laporan-nekropsi-unggas irda literatur.pdf...
Description
LAPORAN NEKROPSI UNGGAS Kamis, 04 September 2014
Oleh :
Muhammad Viqih, SKH
B94134232
Dosen Pembimbing : Dr.Drh. Wiwin Winarsih, MSi, APVet
BAGIAN PATOLOGI PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
No. Protokol
: U/138/14
Hari/Tanggal
: Kamis, 21 Agustus 2014
Dosen PJ
: Dr.Drh. Wiwin Winarsih, MSi, APVet
Anamnesa
:
Signalement Nama
: A,B,C,D,E,F,G,H,I,J,K,L,M,N,O,P,Q
Jenis hewan/ Ras
: Ayam Broiler
Jenis kelamin
: Jantan
Umur
: ±7 hari
Warna
: Putih
Jumlah
: 17 Ekor
Pemilik
: drh. Shahid dari Cianjur
LAPORAN PEMERIKSAAN HASIL NEKROPSI Organ Keadaan Luar Kulit dan bulu Mata Lain-lain
Epikrese
Diagnosa PA
Bulu kusam Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Bulu kusam Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Subkutis
Ada cairan bening, basah dibawah kulit dada
Selulitis (1/17)
Perlemakan Otot Rongga Tubuh Situs Viserum Peritoneum
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Keruh dan menebal, ruang peritoneal berisi cairan bening
Tidak ada kelainan Peritonitis (8/17), Ascites (2/17)
Yolk Sacc
Pembesaran Yolk sac dan bewarna hijau-kecoklatan serta berbintik merah
Infeksi Yolk Sac (2/17)
Keruh dan menebal Terdapat eksudat Terdapat eksudat Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat nodul-nodul putih
Air sacculitis (5/17) Sinusitis (5/17) Rhinitis (8/17) Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Pneumonia Gralumatousa (7/17)
Traktus Respiratorius Kantung hawa Sinus hidung Choane Laring Bronchus Paru-paru
Pleura
Keruh keputihan dan menebal
Pleuritis (7/17)
Traktus Digestivus Rongga mulut Esofagus Tembolok Proventrikulus Gizzard Usus halus
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat Eksudat Kataral
Usus besar
Terdapat Eksudat kataral
Sekum Seka tonsil Hati
Akumulasi gas Tidak ada kelainan Kapsul hati terdapat titiktitik putih Deudenum melipat-lipat, terdapat celah antar pangkreas dengan dudenum
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Enteritis kataralis (5/17) Enteritis kataralis (5/17) Akumulasi gas Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Perihepatitis (3/17) Atropi Pangkreas (8/17)
Pangkreas
Sistem Sirkulasi Jantung Perikardium
Tidak ada kelainan Pericardium keruh, terdapat eksudat fibrinous Tidak ada kelainan
Pembuluh darah Sistem Limforetikuler Thymus Bursa Fabricius Limpa
Sistem Urogenital Ginjal Ureter Ovarium Oviduct
Tidak ada kelainan Pericarditis fibrinous (1/17) Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan curvatura major dan curvatura minor dari limpa tidak begitu jelas cenderung bulat, dibandingkan dengan limpa ayam lain lebih kecil (terjadi pengecilan)
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Atropi limpa (1/17)
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Sistem Syaraf Otak
Korda spinalis Saraf perifer N. Brachialis N. Ischiadicus Sistem Lokomosi Otot Tulang Sumsum tulang Persendian
Diagnosa kausalis
Pembuluh darah terlihat jelas merah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Vasa Konjungtio (7/17)
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Terdapat cairan keruh
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Arthritis (1/17)
Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
: CRD Kompleks dengan infeksi ikutan E .coli dan
Aspergilus Diferensial diagnosa : Coryza dan Candidiasis
Pembahasan Keadaan umum luar
Ayam yang didatangkan berjumlah tujuh belas ekor. Ayam yang didatangkan merupakan jenis ayam Broiler. Gejala klinis pada ayam yang masih hidup terlihat lemas, bulu kusam dan malas berdiri. Ayam yang masih hidup dilakukan penyembelihan sebelum dilakukan nekropsi. Sub Kutis
Pada hasil nekropsi didapatkan ayam mengalami selulitis pada bagian otot dada bagian bawah (1 dari 17 ekor). Selulitis merupakan radang dermatitis nekrotika pada jaringan subkutan (Mella et al . 2003). Pada selulitis, subkutan akan berisi eksudat heterophillik sebagai respon ada infeksi bakteri. (Barnes dan Gross 1997). Selulitis yang meyerang ayam broiler disebut juga dengan avian selulitis (Barnes dan Gross 1997).
Penyebab utama dari avian selulitis pada
umunya adalah E. coli. Karena infeksi E. coli yang menyebabkan kerusakan pada karkas ayam, maka infeksi E.coli sangat merugikan peternak ayam. Rongga Tubuh
Hasil nekropsi bagian rongga tubuh ditemukan adanya infeksi Yolk sac ( 1 dari 17 ekor), Peritonitis (8 dari 17 ekor) dan Ascites ( 2 dari 17 ekor). Infeksi Yolk sac merupakan kondisi penyakit yang sering ditemukan pada anak ayam akibat adanya infeksi dari berbagai jenis bakteri. Pada kondisi infeksi Yolk sac cukup hebat maka dapat memicu peritonitis dan omphalitis pada anak ayam. Berbagai genus bakteri yang dapat menyebabkan infeksi Yolk sac antara lain adalah Escheriachia coli, Salmonella, Staphylococcus,Pseudomonas, Clostridium dll, namun yang sering ditemukan dalam infeksi Yolk sac adalah Escherichia coli, Salmonella dan Staphyloccus (Barnes dan Gross 1997). Peritonitis sering terjadi akibat infeksi bakteri coliform di ruang peritonel, biasanya ikutan dari infeksi yolk sac (Barnes dan Gross 1997). Penularan bakteri pada infeksi yolk sac maupun peritonitis dapat terjadi melalui 2 (dua) cara, yakni horizontal dan vertikal. Pada kasus vertikal, umumnya induk yang telah mengalami infeksi oophoritis dan
salphingitis dapat mencemarkan telurnya. Sedangkan pada harizontal, umumnya disebabkan cemaran pada lingkungan seperti kontaminasi feses ke kerabang telur, penetasan dan lantai (Barnes dan Gross 1997). Pada perkembangan embrio, kuning telur merupakan sumber energi, dimana mengandung 20-40% lipid dan 20-25% protein serta 7% mengandung maternal antibodi (dalam bentuk protein). Setelah menetas, maka kuning telur akan dimanfaatkan sebagai sumber energi awal untuk 3-4 hari. Sehingga apabila terdapat gangguan penyerapan kantung kuning telur, maka ayam akan mengalami pertumbuhan melambat akibat nutrisi yang kurang. Disisi lain, maternal antibodi sebagai kekebalan pasif akan tidak berfungsi maksimal dalam tubuh anak ayam yang penyerapan kuning telurnya terhambat, sehingga akan mudah agen dari penyakit lain seperti, Chronic Respiratorius Dieseas (CRD), Infectius Bronchitis (IB) Infectious Bursal Disease (IBD), Newcastle Disease (ND), Aspergillus menyerang tubuh anak ayam (Barnes dan Gross 1997). Pada pemeriksaan rongga perut anak ayam ditemukan Ascites (2 dari 17 ekor ) dengan jumlah cairan sekitar 7-14 ml. Ascites merupakan suatu timbunan cairan yang tergolong transudat (tidak berhubungan dengan proses radang) di dalam rongga perut (Tabbu 2002). Menurut Julian (1993), Ascites merupakan gangguan metabolisme yang berhubungan dengan ketidak mampuan tubuh untuk menyediakan oksigen yang cukup akibat kebutuhan oksigen yang meningkat. Sedangkan menurut Diaz et al.(2001), Ascites adalah semacam penyakit akibat komplikasi banyak faktor yang saling berkaitan satu sama lain antara produktivitas, penyakit dan lingkungan. Menurut Tabbu (2002) penyebab kejadian ascites dihubungkan dengan tiga faktor yang saling berhubungan yaitu faktor fisiologik, manajemen dan lingkungan. Faktor utama adalah kebutuhan oksigen yang meningkat guna memenuhi percepatan pertumbuhan. Perkembangan ascites biasanya diawali dari stres yang melampaui toleransi jantung atau paru- paru untuk mendapatkan oksigen yang cukup tinggi, sebagai kompensasinya, frekuensi denyut jantung akan merubah cepat untuk meningkatkan aliran darah ke paru -paru dan jaringan tubuhnya, guna memenuhi kebutuhan oksigen tersebut. Akibatnya tekanan darah meningkat dan cairan akan lolos ke dalam rongga perut (ascites) atau sekitar jantung (hidroperikardium) (Tabbu 2002). Peningkatan tekanan dalam
paru-paru dan pembuluh darah paru-paru menyebabkan peningkatan tekanan pada dinding ventrikel kanan, sehingga terjadi pembesaran (hipertrofi) ventrikel tersebut. Hipertropi ventrikel kanan akan menimbulkan peningkatan retensi aliran darah ke paru-paru, yang mengakibatkan tekanan intra vaskuler paru-paru bertambah, sehingga terjadi edema paru-paru yang dapat pula menimbulkan kematian pada unggas. Disamping itu, hipertropi ventrikel kanan juga dapat menyebabkan ketidakmampuan katup jantung, karena terjadi kebocoran katup tersebut, terutama akibat katup yang kurang efektif dan akibat tekanan ruang ventrikel bagian kanan. Akibat katup jantung bagian kanan yang bocor akan menambah volume darah yang berlebih pada ventrikel kanan yang mempunyai tekanan yang berlebihan pula, sehingga menimbulkan dilatasi pada ventrikel kanan. Sleanjutnya akan terjadi penurunan darah yang melewati paru-paru dan meningkatkan tekanan balik di dalam vena. Tekanan balik vena ini (menyebabkan pembendungan dan edema hati) dapat mengakibatkan kebocoran plasma dari hati ke dalam ruang hepato-pertitoneal. Cairan plasma akan terkumpul dalam ruang abdomen menjadi ascites (Julian 1993 dan Tabbu 2002). Kejadian ascites juga dipicu oleh rendahnya suplai oksigen untuk merespon kebutuhan metabolisme. Kemudian menggertak terjadinya peningkatan aliran darah atau kekentalaln darah dan selanjutnya dapat mengakibatkan peningkatan takanan darah di dalam paru-paru dan pembuluh darah paru. Pada ayam broler yang sedang mengalami laju pertumbuhan yang cepat dengan Basal Metabolisme Rate (BMR) yang tinggi, merupakan faktor predisposisi kejadian ascites. Hal ini terkait erat dengan hipertensi pulmonum yang menimbulkan hipertropi ventrikel kanan. Selain itu, manajemen optimal dengan pemberian pakan berprotein tinggi merupakan faktor utama pendukung kejadian ascites, sehubungan dengan pertumbuhan yang tinggi. Protein membutuhkan oksigen dalam jumlah besar untuk metabolismenya, sehingga oksigen diperlukan untuk mengubah kelebihan protein menjadi energi dan mengeluarkan sisa metabolisme protein. Oleh sebab itu, kelebihan protein dapat menyebabkan jaringan tubuh kekurangan oksigen (hipoksia). Pada kasus nekropsi ayam yang diperiksa diketahui bahwa sistem pernafasan mengalami sejumlah abnormalitas fungsi akibat infeksi CRD kompleks dengan infeksi ikutan Aspergilus. Sehingga
kapasitas paru-paru terbatas dan selanjutnya akan diikuti gagal jantung dan akhirnya akan mudah terjadi ascites. Tidak hanya itu, kadar NaCl yang tinggi pada pakan atau minum juga dapat mempengaruhi kejadian ascites (Tabbu 2002). Traktus Respiratorius
Pemeriksaan pada sistem respirasi ditemukan beberapa peradangan seperti Rhinitis (8 dari 17 ekor), Sinusitis (5 dari 17 ekor), Air sacculitis (5 dari 17 ekor), Pleuritis (7 dari 17 ekor), dan Pneumonia gralumatous (7 dari 17 ekor). Infeksi mikroorganisme yang dapat menyebabkan gangguan saluran pernafasan seperti diatas anatara lain disebabkan oleh penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD), Infectious
Laryngotracheitis (ILT),
Coryza,
Infectious
Bronchitis (IB),
Aspergillosis, dan Swollen Head Syndrome (SHS) (Shane 2005). Pada pemeriksaan traktus respiratorius bagian atas ( Rhinitis dan Sinusitis) ditemukan peradangan dengan adanya eksudat kataral. Adanya eksudat kataral pada unggas biasanya disebabkan oleh CRD. Menurut Tabbu (2000), penyakit CRD jika dilakukan pengamatan secara PA maka akan ditemukan eksudat mukus sampai kaseus pada saluran pernafasannya. Eksudat kattharal yang terdapat pada sinus hidung merupakan suatu proses tubuh dalam melawan antigen infeksius. Pada umumnya apabila suatu agen infeksius masuk ke dalam tubuh, maka pertamatama tubuh akan meresponnya dengan mengeluarkan eksudat mukus yang dihasilkan oleh sel goblet, kemudian antigen yang berhasil melalui eksudat mukous akan dihalangi oleh vili-vili. Jika antigen dapat menerobos vili maka tubuh akan mulai merespon dengan cara mengeluarkan sel-sel radang yang disebut dengan eksudat kattharal. Apabila sel-sel radang yang dikeluarkan sudah sangat banyak jumlahnya dan semakin mengental maka eksudat akan berlanjut menjadi eksudat purulent. Pada pemeriksaan traktus respiratorius bagian bawah menunjukkan terdapat kelainan pada pleura ,paru-paru. dan kantung udara. Kantung udara ( Air sac) yang keruh dan menebal mnunjukkan adanya peradangan pada kantung hawa tersebut ( Air sacculitis). Hal yang sama juga terjadi Pleura, apabila mengalami kekeruhan dan penebalasan, maka menunjukan adanya Pleuritis. Pleuritis terjadi akibat agen virus atau bakteri yang mengiritasi pleura sehingga terjadi
peradangan. Pada paru-paru terlihat bernodul-nodul warna putih yang menebal ( Pneumonia gralumatous) (7 dari 17 ekor). Dari gambaran Patologi Anatomi (PA), paru-paru tersebut kemungkinan adalah investasi dari Aspergillosis. Aspergillosis bisa muncul akibat penurunan sistem pertahanan yang diakibatkan Mycoplasma gallisepticum (CRD) pada traktus respiratorius atas. Pneumonia gralumatous merupakan reaksi peradangan kronis yang ditandai adanya akumulasi makrofag teraktivasi, yang sering mengembang seperti epitel (epiteloid) membentuk granuloma (Tabbu 2002). Radang granuloma sendiri dapat juga disebabkan oleh bakteri seperti E.coli (Barnes dan Gross 1997). Traktus Digestivus
Pemeriksaan sistem pencernaan dimulai dari rongga mulut, esophagus, tembolok, lambung, usus, sekum hingga anus. Mukosa mulut dan anus tidak ditemukan kelainan. Esofagus kosong (tidak berisi makanan) dan tidak ada lesio yang ditemukan. Pada salah satu proventrikulus ditemukan adanya eksudat yang tebal dengan warna sedikit putih-kekuningan. Kemungkinan kejadian ini diakibatkan karena adanya peningkatan aktivitas kelenjar proventrikulus. Eksudasinya tebal, jernih, kadang disertai dengan leukosit dan sel debris (Lopez 1995). Menurut litaratur Proventrikulitis dapat disebabkan oleh marek, reovirus, infectious bursal disease (IBD), Newcastle disease (ND), avian influenza (AI), avian encephalomyelitis/AE, dan asam siklopiazonik (CPA) (Lopez 1995). Pada pemeriksaan usus baik usus halus maupun usus besar secara inspeksi dan palpasi ditemukan adanya eksudat yang bersifat kataral. Sedangkan pada sukum dan seka tonsil tidak menunjukkan adanya perubahan. Adanya eksudat kataral pada usus mengindikasikan
terjadinya
enteritis
kataralis.
Gejala
enteritis
seringkali
ditemukan pada beberapa infeksi penyakit seperti Pullorum, Coccidia, dan Reovirus (Swayne et al. 2013). Eksudat kataralis yang terdapat pada saluran pencernaan menunjukkan terjadinya peradangan saluran cerna akut. Eksudat kataralis pada usus merupakan suatu pertahanan tubuh dalam melawan agen infeksius. Adanya agen infeksius akan direspon oleh sel goblet dengan mengeluarkan eksudat mukous dan jika agen mampu melewati eksudat mukous, maka vili-vili usus akan merespon dengan mengeluarkan sel-sel radang sehingga
menyebabkan adanya eksudat kataral yang dicirikan dengan kemerahan pada mukosa. Enteritis kataralis (5 dari 17 ekor) dapat disebabkan oleh berbagai macam infeksi bakteri seperti kolibasillosis dan berbagai macam infeksi virus seperti reovirus dan rotavirus (Tabbu 2002). Perihepatitis (3 dari 17 ekor) sering terjadi karena proses sekunder akibat penyebaran infeksi dari organ disekitarnya seperti air sacculitis yang terjadi pada kantung hawa dan enteritis pada usus. Perihepatitis (3 dari 17 ekor) merupakan kelainan khas yang terjadi pada CRD kompleks. Pada pengamatan terlihat titik-titik putih. CRD kompleks merupakan penyakit komplikasi antara infeksi M. gallisepticum (Ley dan Yoder 1997) dan E. coli (Barnes dan Gross 1997). Perihepatitis dapat menyebabkan rasa nyeri pada hati. Pada pemeriksaan pankreas ditemukan adanya perubahan patologi anatomi berupa adanya celah pada lengkung duodenum sehingga pankreas tidak mengisi penuh celah tersebut dan saat diangkat duodenum tampak sedikit melengkung. Hal ini dapat diindikasikan bahwa pankreas mengalami atrofi (8 dari 17 ekor). Atrofi merupakan suatu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna dengan ukuran normal, dapat bersifat fisiologik maupun patologik, dan umum atau lokal (Pringgoutomo 2002). Atrofi pankreas dapat menyebabkan penurunan produksi enzim pencernaan seperti lipase, fosfolipase, tripsin, dan amilase. Hal ini juga berdampak pada penurunan laju absorbsi nutrisi. Atrofi pankreas terjadi karena adanya konsekuensi dari penyakit lokal maupun sistemik. Penyebab lainnya termasuk kekurangan kalori-protein (atrofi bisa juga terlihat pada organ lain/jaringan, missal di massa otot, hati) dan obstruksi saluran pankreas (peradangan parenkim dan fibrosis) (Aburto 2010). Pada kejadian pankreatitis kronis yaitu inflamasi progresif pankreas yang ditandai dengan perubahan morfologi dan fibrosis kelenjar dapat menyebabkam atropi. Fibrosis dan kerusakan parenkim akibat pankreatitis kronis menyebabkan hilangnya fungsi eksokrin dan endokrin. Pankreatitis kronis dapat menimbulkan abdomen sakit dan maldigesti (Stevens 2011). Pada hasil nekropsi juga ditemukan beberapa akumulasi gas pada usus dan sekum di beberapa anak ayam, menurut Barnes dan Gross 1997), akumulasi gas merupakan kejadian yang normal hasil metabolisme bakteri normal usus seperti E.coli, namun bakteri Clostrium perfringens yang
dapat menyebabkan nekrotik enteritis juga dapat menghasilkan gas sebagai hasil metabolismenya juga (Barnes dan Gross 1997). Traktus sirkulatorius
Pada pemeriksaan traktus sirkulatorius ditemukan adanya kelainan pada pembungkus jantung atau pericardium (1 dari 17 ekor). Peradangan pada pericardium disebut
dengan pericarditis. Gejala pericarditis dapat ditunjukkan
oleh adanya kekeruhan dan penebalan serta perubahan warna menjadi putih kekuningan pada pericardium. Pericarditis dapat terjadi dalam beberapa tahap antara lain kekeruhan pada pericardium, perlekatan dengan epicardium hingga terbentuk fibrinus komplit dan purulent. Kondisi pericarditis dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya infeksi bakteri. Infeksi Mycoplasma yang bersifat komplikasi akan menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri lain berupa pembesaran pada jantung yang tertutup oleh fibrinopurulent pada pericardium (Islam et al . 2011). Sistem Limforetikuler
Pada unggas unggas yang dinekropsi, ditemukan salah satu limpa yang mengalami Atropi (1 dari 17 ekor). Organ limpa yang normal terlihat berwarna merah dan mempunyai sudut antara curvatura major dan curvatura minor . Namun pada limpa yang mengalami atropi, maka sudut antara curvatura major dan curvatura minor tidak begitu jelas cenderung bulat. Fungsi dari limpa pada unggas adalah memfagositosis sel darah merah oleh makrofag di pulpa merah, limfositpoiesis di pulpa putih, dan melawan antigen serta memproduksi antibodi oleh sel limfoid di pulpa merah dan putih (Schmidt et al . 2003). Oleh karena itu hewan yang mengaalmi atropi limpa cenderung mengalami kelemahan karena sering terinfeksi penyakit lain. Sistem Syaraf
Pemeriksaan syaraf pusat dilakukan dengan memeriksa organ otak. Berdasarkan inspeksi, 7 dari 17 ekor ayam yang diperiksa tidak menunjukkan ada vasa injectio. Vasa Injectio merupakan indikasi bahwa adanya hiperemi yang
terjadi di selaput otak, bisa adanya infeksi radang pada selapat otak (meningitis) atau akibat post mortis. Dengan melihat patalogi anatomi nya, maka penulis memperkirakan vasa injectio pada otak yang terjadi akibat post mortis, bukan karena adanya infeksi agen penyakit. Hal ini karena vasa injectio yang terlihat cenderung tidak begitu jelas batas-batasnya. Sistem lokomosi
Pada pemeriksaan sistem lokomosi, dilakukan pemeriksaan rongga-rongga persendian untuk melihat ada tidaknya cairan sendi yang berlebih. Cairan sendi berlebih mengindikasikan terjadinya arthritis atau peradangan pada sendi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa ditemukan adanya caira n sendi yang berlebihan yakni 1 dari 17 ekor ayam. Kondisi arthritis pada unggas dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksius maupun non-infeksius. Agen infeksius yang dapat menyebabkan gejala klinis arthritis pada unggas antara lain M ycoplasma synoviae, Pasteurella multocida, reovirus, Staphylocuccus, dan Eschericia coli (Intervet 2009) . Selain terkait dengan agen infeksius, kejadian arthritis juga berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi seperti defisiensi mineral mangan, kolin, dan piridoksin.
KESIMPULAN
Dari hasil nekropsi yang telah ditemukan dan dibandingkan dengan literatur, maka diagnosa kausalis dari meningkatkanya kematian pada anak ayam adalah adalah CRD kompleks yang menyerang pada traktus respiartorius dengan infeksi ikutan E.coli dan Aspergilus.
DAFTAR PUSTAKA
Aburto E. 2010. Pathology of the exocrine pancreas: Lecture 6. Systemic pathology II VPM 222. Barnes HJ and Gross WB. 1997. Disease of Poultry. 10th ed . Iowa (US): Iowa State University Diaz, G.J., R.J. Julian dan E.J Squires.1994. Coblat induced poycytaemia causing right ventricular hypertrophy and ascites in meat-type chickens. Avian Pathol . 23:91-104 Islam A, Aslam A, Chaudrhry ZI, Ahmed MUD, Rehmant HU, Saeed K, Ahmed I. 2011. Pathology of Mycoplasma gallisepticum in naturally infected broiler and its diagnosis through PCR. J Agric Biol. 13(4): 835-837Intervet International. 2009. Important Poultry Disease. Boxmeer (NL): Intervet International BV. Julian, R.J. 1993. Ascites in Poultry. Avian Pathol .22: 410-454 Ley DH and Yoder HW. 1997. Disease of Poultry: Mycoplasma Gallisepticum th Infection. 10 ed . Iowa (US): Iowa State University Lopez A. 1995. Respiratory System. Di dalam Thomson’s Special Veterinary Pathology Ed ke-2. Missouri (US): Mosby-Year Book, Inc. Mellata M, Dho-Moulin M, Dozois CM, Curtiss M, Brown PK, Arne P, Bree A, Dasautels C, Fairbrother J M, 2003. Role of Virulence Factors in Resistance of Avian Pathogenic Escherichia coli to serum and in Pathogenicity. J Infect Immun. 71: 536-540 Pringgoutomo S, Himawan S, Tjarta A. 2002. Patologi umum. Ed ke-1. Jakarta (ID) : Sagung Seto. Schmidt RE, Reavill DR, Phalen DN. 2003. Pathology of Pet and Aviary Birds. Iowa (US): Blackwell Publishing Professional. Stevens T. 2011. Chronic Pancreatitis[Internet]. Tersedia http:///www.clevelandclinicmeded.com. [27 Agustus 2014].
pada:
Swayne DE. 2013. Disease of Poultry, 13 th ed. Iowa (US): John Wiley & Sons, Inc. Tabbu, R.C.2002. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 2. Penerbit Kanisius : Yogyakarta
View more...
Comments