laporan LAMUN.docx

September 26, 2017 | Author: Irena Ulva Maharani | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download laporan LAMUN.docx...

Description

LAMUN

Oleh : Feri Kastikasari

B1J010165

Cyninta Kirana

B1J011025

Irena ulva maharani

B1J011040

Anggi Pratama

B1J011055

Dina Serepina

B1J011061

Fia Oktafiani

B1J011123

Andy Romaeta Fitriani B1J011138

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI LAUT

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2014

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh proses kehidupan berlangsung di lingkungan perairan laut dangkal (Susetiono, 2004). Lamun merupakan satu satunya tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang memiliki daun, batang, dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup sepenuhnya di dalam air laut (Tuwo, 2011). Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga perbedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Lamun membentuk suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting untuk kehidupan organisme di laut. Ekosistem ini juga mempunyai peranan yang besar dalam menstabilkan dan melindungi daerah pantai, yakni mencegah terjadinya erosi melalui sistem perakarannya yang menancap dan membungkus sedimen. Istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Padang lamun campuran adalah padang lamun yang terdiri lebih dari satu jenis dan dapat mencapai delapan jenis (Edgar, et al., 1994) Tumbuhan lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya hidup dilingkungan laut, yaitu : 1) mampu hidup di media air asin; 2) mampu berfungsi normal dalam kondisi terbenam; 3) mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik; 4) mampu melakukan penyerbukan dan daun generafit dalam keadaan terbenam (Den Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011). Lamun hidup dan terdapat pada daerah midintertidal sampai kedalaman 0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak terdapat di daerah tropik dari pada di daerah bahari ( Funch, P., et al, 2002). Habitat lamun dapat dilihat sebagai suatu komunitas, dalam hal ini suatu padang lamun merupakan kerangka struktur dengan tumbuhan dan hewan yang saling berhubungan. Habitat lamun dapat juga dilihat sebagai suatu ekosistem, dalam hal ini hubungan hewan dan tumbuhan tadi dilihat sebagai suatu proses yang dikendalikan

oleh pengaruh-pengaruh interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika, kimiawi. Ekosistem padang lamun pada daerah tropik dapat menempati berbagai habitat, dalam hal ini status nutrien yang diperlukan sangat berpengaruh. Lamun dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan melimpah pada habitat yang tinggi nutrien. Taman Nasional Karimunjawa merupakan Kawasan Pelestarian Alam dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi serta mewakili ekosistem pantai utara jawa Tengah. Ditetapkan sebagai Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.78/Kpts-II/1999 seluas 111.625 ha yang meliputi 110.117,30 ha kawasan perairan dan 1.507,70 ha kawasan darat. Taman Nasional Karimunjawa terdiri dari 22 pulau dan memiliki lima tipe ekosistem yaitu terumbu karang, padang lamun dan rumput laut, hutan mangrove, hutan pantai, serta hutan hujan tropis dataran rendah.

B. Tujuan Tujuan praktikum ini adalah dapat mengetahui spesies lamun yang berada di taman nasional karimun jawa, dan dapat mengetahui identifikasi lamun di taman nasional karimun jawa.

II.

MATERI DAN METODE

A. Materi Alat yang digunakan pada praktikum lamun adalah kotak transek, snorkel, fin, plastik clip, papan jalan, dan meteran.

B. Metode Metode yang digunakan pada praktikum lamun adalah: 1. Dibuat transek dengan jarak 10 meter sebanyak 4 transek berhadapan kanan dan kiri. 2. Diletakkan kotak transek di setiap transek. 3. Diamati dan dihitung setiap individu lamun yang ada di setiap transek. 4. Diambil satu helai daun lamun untuk diidentifikasi di laboratorium.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Cymodocea rotundata

Petak Nama Spesies Cymodocea rotundata

1 4

2 6

3 4

Kerapatan : Di = ni A = 22 4 = 5,5 Diketahui : Di = Kerapatan spesies (tegakan/1 m2) Ni = Jumlah individu dalam petak A = jumlah petak Frekuensi: Fi = Pi ∑P = 4 4 =1 Diketahui : Fi = Frekuensi Spesies Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan species i Σp = Jumlah total petak contoh

4 3

Jumlah 22

B. Pembahasan Berdasarkan hasil yang didapat oleh kelompok kami yaitu sebanyak 22 individu pada 4 transek yang diamati dan kerapatan sebesar 5,5 dengan spesies yang sama yaitu Cymodocea rotundata, sehingga dapat dikatakan keragaman lamun di Karimun Jawa sudah memprihatinkan. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang tepatnya memilih lokasi transek dimana hanya ada satu jenis lamun di lokasi tersebut. Hasil ini juga dapat diperkuat dengan pernyataan Fortes, (1994) dalam Nontji, (2009) bahwa sekitar 60% padang lamun di perairan pesisir Pulau Jawa telah mengalami gangguan berupa kerusakan dan pengurangan luas yang diduga akibat pengaruh aktivitas manusia. Area di sekitar pulau Jawa memiliki kondisi habitat yang tergolong buruk dengan tutupan habitat mangrove, lamun, dan terumbu karang yang rendah, produktifitas estuari yang rendah, serta laju sedimentasi yang tinggi akibat kerusakan lahan atas (Budhiman et, al., 2011). Padang lamun merupakan salah satu ekosistem perairan yang produktif dan penting, hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai stabilitas dan penahan sedimen, mengembangkan sedimentasi, mengurangi dan memperlambat pergerakan gelombang, sebagai daerah feeding, nursery, dan spawning ground, sebagai tempat berlangsungnya siklus nutrient (Philips dan Menez, 2008), dan fungsi lain dari padang lamun yang tidak kalah penting dan banyak diteliti saat ini adalah perspektifnya dalam menyerap CO2 (carbon sink) (Kawaroe, 2009). Semakin tingginya kepadatan padang lamun di suatu perairan, maka semakin tinggi pula kepadatan/kelimpahan organisme yang berada di dalamnya (Danovaro et al., 2002). Hal ini sebagaimana dinyatakan Dolar (1991) bahwa di perairan Teluk Bais Filipina, ditemukan 49 jenis ikan dari 21 famili di daerah padang lamun, dan hanya 28 jenis dari 15 famili di daerah berpasir tanpa lamun. Lamun umumnya dapat tumbuh pada perairan daerah tropik dan subtropik yang bentuk penyebaran dan yang mengontrol pertumbuhannya sampai saat ini belum banyak diketahui secara pasti). Telah diketahui bahwa pembuangan

sampah,

pengaruh

pembangkit tenaga listrik, sedimentasi dan energi angin merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun disuatu daerah perairan. Hanya

saja sampai saat ini belum diketahui kapan dan dimana faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun (Hartati et, al., 2012). Lamun mempunyai perbedaan yang nyata dengan tumbuhan yang hidup terbenam dalam laut lainnya, seperti makroalgae atau rumput laut (seaweeds). Tanaman lamun memiliki bunga dan buah yang kemudian berkembang menjadi benih. Lamun juga memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas (Kiswara, 1997). Akar pada tumbuhan lamun tidak berfungsi penting dalam pengambilan air, karena daun dapat menyerap nutrien secara langsung dari dalam air laut. Untuk menjaga agar tubuhnya tetap mengapung di dalam kolom air tumbuhan ini dilengkapi dengan ruang udara. Lamun tumbuh subur terutama di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman sampai empat meter (Hartati et, al., 2012). Terdapat 60 jenis jenis lamun di seluruh dunia (Kuang, 2006 dalam Supriyadi, 2008), 20 jenis di ditemukan di Asia Tenggara 12 diantaranya dapat dijumpai di perairan Indonesia (Nontji, 2005).

Penyebaran padang

lamun di

Indonesia cukup luas,

mencakup hampir seluruh perairan nusantara yakni Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian Jaya. Lamun dapat tumbuh pada daerah perairan dangkal yang agak berpasir atau berlumpur dan masih dapat dijumpai sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang masih baik (Hemminga dan Duarte, 2000). Parameter lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun yaitu: 1. Suhu Suhu merupakan faktor penting bagi kehidupan organisme di perairan khususnya lautan, karena pengaruhnya terhadap aktivitas metabolisme ataupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Suhu mempengaruhi proses fisiologi yaitu fotosintesis, laju respirasi, dan pertumbuhan. Lamun dapat tumbuh pada kisaran 5 – 35:C, dan tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 25 – 30:C (Marsh et al., 1986) sedangkan pada suhu di atas 45:C lamun akan mengalami stres dan dapat mengalami kematian (McKenzie, 2008).

2. Salinitas Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur, lamun akan mengalami kerusakan fungsional jaringan sehingga mengalami kematian apabila berada di luar batas toleransinya. Beberapa lamun dapat hidup pada kisaran salinitas 10 – 45 ‰ (Hemminga dan Duarte, 2000), dan dapat bertahan hidup pada daerah estuari, perairan tawar, perairan laut, maupun di daerah hipersalin sehingga salinitas menjadi salah satu faktor distribusi lamun secara gradien (Mckenzie, 2008). Thalassia dapat tumbuh optimum pada kisaran salinitas 24-35 ‰, namun dapat juga ditemukan hidup pada salinitas 3.5 – 60 ‰ dengan waktu toleransi yang singkat (Zieman, 1986 dalam Hemminga dan Duarte, 2000). 3. Kedalaman Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun hidup pada daerah perairan dangkal yang masih dapat dijumpai sampai kedalaman 40 meter dengan penetrasi cahaya yang masih baik (Humminga dan Duarte, 2000).

Lamun tumbuh di zona intertidal bawah

dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m.

Zona intertidal

dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo, 1997). Semakin dalam suatu perairan maka intensitas cahaya matahari untuk menembus dasar perairan menjadi terbatas dan kondisi ini akan menghambat laju fotosintesis lamun di dalam air. 4. Kecerahan Kecerahanan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan lamun karena berpengaruh terhadap penetrasi cahaya yang masuk ke perairan yang dibutuhkan oleh lamun untuk berfotosintesis. Kecerahan perairan dipengaruhi oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, baik oleh partikelpartikel hidup seperti plankton maupun partikel-partikel mati seperti bahanbahan organik, sedimen dan sebagainya. Cahaya merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produks lamun.

di perairan pantai yang keruh (Hutomo

1997).

Umumnya lamun

membutuhkan kisaran tingkat kecerahan 4 – 29% untuk dapat tumbuh dengan rata-rata 11% (Hemminga dan Duarte, 2000). 5. Total Suspended Solid (TSS) Total Suspended Solid (TSS) menunjukkan banyaknya bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0.45 µm (Effendi, 2003). Total Suspended Solid terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasad-jasad renik. Penyebab tingginya kandungan TSS yang utama adalah kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Nilai TSS yang berlebih akan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. 6. Substrat Lamun dapat ditemukan pada berbagai karakteristik substrat.

Padang

lamun di Indonesia dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur berpasir, pasir-pasir berlumpur, puing karang dan batu karang. Hampir semua jenis lamun dapat tumbuh pada berbagai substrat, kecuali pada Thalassodendron ciliatum yang hanya dapat hidup pada substrat karang batu (Kiswara, 1997). 7. Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografi Penginderaan jauh (Remote Sensing) didefenisikan sebagai ilmu, teknologi, dan seni dalam mendeteksi dan/atau mengukur objek atau fenomena di bumi tanpa menyentuh objek itu sendiri (Lillesand dan Kiefer, 1994). Klasifikasi lamun yang ditemukan oleh kelompok kami di Labuan Bajak, Karimun Jawa menurut Phillips & Menez (1988) adalah: Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Angiospermae

Sub kelas

: Monocotyledonae

Bangsa

: Helobiae

Suku

: Cymodoceaceae

Marga

: Cymodocea

Jenis

: Cymodocea rotundata

IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa lamun yang didapatkan dari 4 transek di Labuan Bajak oleh kelompok kami yaitu dari spesies Cymodocea rotundata sebanyak 22 individu yang kemungkinan disebabkan oleh kurang tepatnya memilih lokasi transek dimana hanya ada satu jenis lamun di lokasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Budhiman, A., Hary, C., Siti, K., Ganef, H. 2011. Keragaan Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.Direktorat Sumberdaya Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan . Danovaro, R, Gambi C, & Mirto S. 2002. Meiofaunal Production and Energy Transfer Efficiency in a Seagrass Posidonia oceanica Bed in the Western Mediterranean. Mar. Ecol. Prog. Ser. 234: 95-104. Den Hartog, C,1970, Seagrass of the World,North-Holland Publ.Co, Amesterdam. Dolar, M.LL. 1991. A Surfey on the Fish and Crustacean Fauna of the Seagrass Beds in North Bais Bay, Negros Oriental, Philippines. Proc. Reg. Symp. Living Resources in Coastal Areas. Quezon City: University of the Philippines Marine Science Institute, pp. 367-377. Edgar, G. J., Shaw, C., Watson, G., & Hammond, L. S. (1994).Comparisons of species in floating detritus at a mangrove island, Twin Cays, Belize. Journal experiment Marine Biology Ecology, 176 , 201-226. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius : Yogyakarta Funch, P. dan R. M. Kristensen. (2002). Coda: The micrognathoz – a new class or phylum of freshwater meiofauna?. Freshwater meiofauna: Biology and ecology, 337 – 348. Hartati, R., Junaedi, A., Hariyadi, H., & Mujiyanto, M. 2012. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa (Seagrass Community Structure of Kumbang Waters-Karimunjawa Islands). ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 17(4), 217-225. Hemminga, M.A. & C.M. Duarte. Press, Cambridge, UK

2000.

Seagrass Ecology.

Cambridge University

Hutomo, M., 1997. Telaah Ekologik komunitas Ikan di Padang lamun (Seagrass: Anthophyta) di Perairan Teluk Banten. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi Program Doktor. Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut. Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. 18 November 2009. Jakarta, Indonesia. Kiswara, W. 1997. Struktur Komunitas Padang Lamun Perairan Indonesia. Inventarisasi dan Evaluasi Potensi Laut Pesisir II. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan -LIPI. Lillesand, T. M., dan Kiefer, R. W. 1994. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Edisi Ketiga., Alih Bahasa : Dulbahri, S., Hartono, P., Suharyadi. Gajah Mada Press.

Marsh J. A, Dennison, W. C. dan Alberte, R. C. 1986. Effects of Temperature on Photosynthesis and Respiration in Eelgrass (Zostera marina L.) Journal Exp Mar Biol Ecol. 101: 257–267. McKenzie LJ & Yoshida RL. 2008. Seagrass-Watch: Proceeding of a workshop for monitoring seagrass habitat in Indonesia. The Nature Conservacy, Coral Triangel Center, Sanur Bali, 9th May 2009. Seagrass-WatchHQ Crains. 56p Nontji, 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. Nontji. A. 2009. Rehabilitasi Ekosistem Lamun dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir. Lokakarya Nasional I Penelolaan Ekosistem Lamun.. Jakarta, Indonesia. Philips & Menez, 1998., Theory and Application of Correspondence Analysis, Academic Press. London. Supriyadi, I. H. 2008. Pemetaan Kondisi Lamun dan Bahaya Ancamannya dengan Menggunakan Citra satelit Alos di Pesisir Selatan, Bitung-Manado, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 34(3):445-459. Susetiono.(2004). Fauna padang lamun Tanjung Merah Selat Lembeh. Pusat Jakarta:Penelitian Oseanografi – LIPI. Tuwo, 2011. Otimalisasi Pengembangan Sumberdaya Kelautan dalam Mengakses Percepatan Pembangunan Nasional. Temu nasional Membangun Konsep Manajemen di laut secara Terpadu. Makassar.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF