Laporan Labling - Minyak Lemak & Mbas
July 26, 2017 | Author: Pradhika Ardi Nugraha | Category: N/A
Short Description
laporan praktikum minyak dan lemak...
Description
LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 1 PENETAPAN MINYAK, LEMAK, DAN MBAS
Disusun Oleh : Kelompok 3 1. Nanda Maulida (1142005006) 2. Dzalika Nurperbangsari (1152005005) 3. Fadilla Qatrunsalwa (1152005006) 4. Pradhika Ardi Nugraha (1152005007)
Asisten : Rizki Rahayu
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BAKRIE 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya air selain merupakan sumber daya alam juga merupakan komponen ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan air cenderung semakin meningkat dari waktu ke waktu, baik untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti untuk air minum, air bersih dan sanitasi maupun sebagai sumber daya yang diperlukan bagi pembangunan ekonomi seperti untuk pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik dan pariwisata. Air yang digunakan untuk berbagai kebutuhan dan keperluan hingga saat ini dan untuk kurun waktu mendatang masih mengandalkan pada sumber air permukaan, khususnya air sungai. Ketersediaan sumber daya air sungai cenderung menurun karena penurunan kualitas dan kuantitas yang tersedia juga karena kualitas yang ada menjadi tidak dapat dimanfaatkan karena adanya pencemaran. Permasalahan lingkungan saat ini yang dominan salah satunya adalah limbah cair yang berasal dari industri. Limbah cair yang tidak dikelola akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada perairan, khususnya sumber daya air. Kelangkaan sumber daya air di masa mendatang dan bencana alam semisal erosi, banjir, dan kepunahan ekosistem perairan tidak lagi dapat terjadi apabila kita kaum akademisi tidak peduli terhadap permasalahan tersebut. Sungai merupakan salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan. Hal ini tentu berbeda lagi apabila sungai telah menjadi tercemar. Bagi beberapa anggota masyarakat yang mengabaikan bahaya limbah, air sungai masih dimanfaatkan untuk mencuci, mandi, bahkan memasak. Ikan–ikan yang hidup dalam sungai tersebut juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein mereka. Padahal jika sungai tersebut mengandung limbah,
ikan yang mereka konsumsi juga akan menimbulkan penyakit. Apalagi di daerah perkotaan, limbah memang menjadi masalah yang serius. Selain limbah industri yang semakin besar, aktivitas masyarakat setiap hari juga menimbulkan limbah rumah tangga yang sangat besar. 1.1.1 Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan lipid yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar,misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform(CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelaut tersebut. Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan kembali dengan menambahkan asam sulfat encer sehingga kembali menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar. Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida atau triasgliserol, yang berarti “triester dari gliserol”. Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan ester. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol. Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabangcabang. Minyak dan lemak dalam contoh uji air di ektraksi dengan pelarut organik dalam corong pisah dan untuk menghilangkan air yang masih tersisa digunakan Na2SO4 anhidrat. Ekstrak minyak dan lemak dipisahkan dari pelarut organik secara destilasi. Residu yang tertinggal
pada labu destilasi ditimbang sebagai minyak dan lemak. (Lindu, dkk; 2017) 1.1.2 Deterjen sebagai MBAS Deterjen merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan karena peranannyasebagai produk pembersih serba guna yang dapat digunakan untuk membersihkan bahan kain, alat dapur dari bahan kaca, keramik, metal bahkan lantai. Deterjen adalah senyawa dengan ujung hidrokarbon hidrofobik dan ujung ion sulfat atau sulfonat. Sifat dari deterjen adalah memperkecil tegangan permukaan dan menjaga agar kotoran teremulsi dalam pelarut air. Ujung hidrofobik deterjen terikat dengan pengotor sedangkan ujung ion akan tercelup dalam air sehingga kotoran diikat deterjen dan dibebaskan dari bendanya. Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk maka pemakaian detergen-pun semakin bertambah dan pemakaian deterjen dalam Rumah Tangga semakin meluas. Sehingga terjadi persaingan bisnis penjualan detergen di kalangan produsen, Produsen memberi bahan tambahan pada deterjen seperti pewangi, pemutih, zat aditif maupun pelicin pakaian sehingga produsen dapat meningkatkan daya jual produk deterjen baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun ada pula para produsen berusaha menekan harga jual serendah mungkin dengan cara mengurangi
biaya
produksi
sehingga
mengakibatkan
kualitas
terabaikan. Sedangkan konsumen biasanya hanya tertarik pada bentuk, warna dan aroma yang ditampilkan oleh produsen detergen tersebut serta harganya yang murah, sedangkan kualitas dan keamanan pemakaiannya hampir terabaikan. Peningkatan kualitas deterjen tersebut tidak diimbangi dengan penanganan limbah deterjen dalam lingkungan. (Azwar, Azrul; 1995). Kelebihan jumlah kadar alkali dari batasan tersebut dapat menimbulkan kerugian konsumen, berupa kerusakan kulit dan iritasi kulit lainnya.
Kelebihan alkali dapat dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada proses pembuatan detergen Detergen sulit diuraikan oleh organisme sehingga kandungan senyawa yang terlalu banyak dalam detergen dapat mengganggu ekosistem makhluk hidup disekitarnya dengan pencemaran lingkungan oleh limbah sisa detergen.
1.2.Tujuan 1. Untuk mengetahui cara penetapan minyak, lemak, dan deterjen sebagai MBAS dengan metode Partisi – Gravimetri. 2. Untuk mengetahui cara perhitungan penentuan minyak, lemak, dan deterjen sebagai MBAS dengan metode spektrofotometri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak dan Lemak Minyak merupakan semua senyawa organik yang tidak larut dan tidak bercampur dengan air dikarenakan perbedaan massa jenisnya (Anonymous B, 2009). Lemak atau lipid merupakan suatu senyawa organik yang terdapat pada alamyang tidak larut di dalam air, akan tetapi akan larut dalam pelarut organic non- polar. Berdasarkan komponen dasarnya, lemak atau lipid terbagi dalam: Lipid Sederhana; Lipid Majemuk; Lipid Turunan. Perbedaan minyak dan lemak adalah dalam hal wujudnya pada suhu kamar. Pada suhu kamar, lemak berwujud padat sedangkan minyak berwujud cair. Oleh karena itu dikenal lemak hewani (lemak sapi) dan minyak nabati / minyak jagung (Anonymous A, 2009). Lemak dan minyak merupakan dua zat yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar. Pada suhu kamar, lemak berwujud padat sedangkan minyak berwujud cair. Hal ini disebabkan kandungan asam lemak jenuh dalam lemak lebih tinggi, sedangkan
minyak
lebih tinggi. Kandungan
mengamdung
asam
lemak
asam lemak tak jenuh yang
tak jenuh yang
tinggi pada
minyak
menyebabkan minyak mudah teroksidasi. Minyak yang teroksidasi biasanya berbau tengik. Titik lebur lemak dan minyak dipengaruhi oleh asam lemak pembentukannya.Untuk asam lemak jenuh, titik lebur biasanya semakin tinggi dengan bertambahnya rantai C, sedangkan untuk asam lemak tak jenuh, titik lebur semakin rendah dengan bertambahnya jumlah ikatan rangkap. Asam lemak jenuh memiliki titik lebur lebih tinggi dibandingkan asam lemak tak jenuh dengan jumlah atom C yang sama (anonymous C, 2009). Untuk pengujian kemurnian minyak lemak dilakukan pengukuran indeks bias. Semakin panjang rantai C, semakin banyak ikatan rangkap dan semakin
tinggi
suhu
dan
berbanding
lurus
dengan
besarnya
indeks
bias.
Pengukuranindeks bias minyak dilakukan pada suhu 25oC dan lemak pada suhu 40oC. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks bias dinamakan refractometer. (Anonymous A, 2009). 2.2. Deterjen sebagai MBAS Salah satu contoh air limbah adalah deterjen. Deterjen adalah senyawa dengan ujung hidrokarbon hidrofobik dan ujung ion sulfat atau sulfonat. Sifat dari deterjen adalah memperkecil tegangan permukaan dan menjaga agar kotoran teremulsi dalam pelarut air. Deterjen merupakan bahan pembersih yang umum digunakan oleh usaha industri ataupun rumah tangga. Produksi deterjen terus meningkat setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan pembersih (Connel dan Miller, 1995). Deterjen merupakan gabungan dari berbagai senyawa dimana komponen utama dari gabungan tersebut adalah surface active agents atau surfaktan. Surfaktan merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan
permukaan
sehingga
memungkinkan
partikel-partikel
yang
menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air (Effendi, 2003). Surfaktan dikelompokkan menjadi empat, yaitu
surfaktan
anion,
surfaktan
kationik,
surfaktan
nonionik
dan
surfaktan amphoteric (zwitterionic. Surfaktan deterjen yang paling sering digunakan adalah LAS atau Linier Alkilbenzen Sulfonat (Supriyono dkk., 1998). LAS adalah sebuah alkil aril sulfonat yang mempunyai struktur rantai lurus tanpa cabang, sebuah cincin benzen dan sebuah sulfonat. LAS merupakan konversi dari Aliklbenzen sulfonat atau ABS, dimana LAS lebih mudah terdegradasi dalam air dan merupakan deterjen ’lunak’. Limbah deterjen merupakan salah satu pencemar yang bisa membahayakan kehidupan organisme di perairan karena menyebabkan suplai oksigen dari udara sangat
lambat akibat busanya yang menutupi permukaan air (Connel dan Miller, 1995). Pengaruh deterjen terhadap lingkungan dapat diketahui dengan menganalisis kadar surfaktan anion atau deterjen pada sampel beberapa limbah dengan metode MBAS (Methylen Blue Active Surfactant) yakni menambahkan zat metilen biru yang akan berikatan dengan surfaktan dan dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis. Konsentrasi yang terbaca adalah kadar surfaktan anion pada sampel limbah yang berikatan dengan metilen biru. Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi. Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya (Admin, 2010). Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa diperairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorpsi oksigen di perairan (Effendi, 2003). Pengaruh lingkungan yang paling jelas adalah adanya busa pada aliran sungai. Dalam studi aliran sungai di Inggris yang menerima limbah air mengandung surfaktan (2-4 ppm) tidak dapat mendeteksi perubahan apa pun dalam struktur komunitas biota air karena surfaktan (Connell, 1995).
BAB III METODE KERJA 3.1. Waktu dan Tempat Hari, tanggal
: Rabu, 31 Mei 2017
Waktu
: 07.40 – 07.57 WIB
Tempat
: Jembatan depan Medika (-6.167101,106.784149)
Gambar 3.1 Lokasi Sampling Kategori sungai : Golongan D (menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.582 tahun 1995 tentang penetapan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan air serta baku limbah cair di wilayah daerah khusus ibukota Jakarta). 3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Sampling Tabel 3.1 Alat dan Bahan Sampling
No.
Alat
Ukuran
Jumlah
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
500 mL
1 Buah
-
-
-
1,5 L
1 Buah
-
-
-
Botol 1.
sampling (sampler)
2.
Jirigen sampel
No.
Alat
Ukuran
Jumlah
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
3.
Termometer
-
1 Buah
-
-
-
4.
Meteran
5m
1 Buah
-
-
-
3.2.2. Penetapan Minyak dan Lemak Tabel 3.2 Alat dan Bahan Penetapan Minyak dan Lemak
No.
Alat
Ukuran
Jumlah
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
3.2.3 Penetapan MBAS Tabel 3.3 Alat dan Bahan MBAS
No 1. 2. 3.
Nama Alat
Ukuran
Jumlah
Bahan
Konsentrasi
Jumlah
4. 5. 6.
3.3. Langkah Kerja 3.3.1. Sampling Tabel 3.5 Langkah Pengambilan Sampel
No.
Cara kerja
Menyiapkan water sampler vertikal 1
dan jirigen pada lokasi pengambilan sampel.
Mengulurkan tali water sampler 2
perlahan hingga mencapai 2/3 kedalaman sungai.
Gambar
Mendiamkan beberapa saat water 3
sampler hingga water sampler terisi penuh.
No.
4
Cara kerja
Menarik water sampler secara perlahan dari badan sungai
Menuangkan air sampel yang telah 5
terisi pada water sampler ke dalam jirigen dengan memiringkan jirigen
Gambar
6
Mengukur suhu air sampel, lalu membawa ke laboratorium
3.3.2. Penetapan Minyak dan Lemak Tabel 3.6 Cara Kerja Penetapan Minyak
No.
Cara kerja
Gambar
1. 2. 3. 4. 5. 6.
3.3.3. Penetapan MBAS Tabel 3.7 Cara Kerja Penetapan MBAS
No. 1.
Cara kerja
Gambar
2. 3. 4. 5. 6.
3.4. Metode Analisis 3.4.1. Metode Partisi – Gravimetri Metode ini adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan). Dalam metode ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Tahap pengukuran dalam metode Gravimetri adalah penimbangan. Analisnya secara fisik dipisahkan dari semua komponen lain dari sampel itu maupun pelarutnya. Pada metode ini dilakukan juga ekstraksi adalah proses pemisahan zat berdasarkan perbedaankelarutan terhadap dua cairan yang saling tidak terlarut; dan distilasi adalah cara pemisahan zat cair dari
campurannya
berdasarkan
perbedaan
berdasarkankemampuan zat untuk menguap.
titik
didih
atau
3.4.2. Metode Spektrofotometri Spektrometri merupakan metode pengukuran yang didasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan partikel, dan akibat dari interaksi tersebut menyebabkan energi diserap atau dipancarkan oleh partikel dan dihubungkan pada konsentrasi analit dalam larutan. Prinsip dasar
dari
spektrofotometri
UV-Vis
adalah
ketika
molekul
mengabsorbsi radiasi UV atau visible dengan panjang gelombang tertentu, elektron dalam molekul akan mengalami transisi atau pengeksitasian dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi dan sifatnya karakteristik pada tiap senyawa. Penyerapan cahaya dari sumber radiasi oleh molekul dapat terjadi apabila energi radiasi yang dipancarkan pada atom analit besarnya tepat sama dengan perbedaan tingkat energi transisi elektronnya (Rudi, 2004). Metilen biru digunakan untuk uji coba bahan pewarna organik. Bahan pewarna organik yang berwarna biru tua ini, akan menjadi tidak berwarna apabila oksigen pada sampel (air yang tercemar yang sedang dianalisis) telah habis dipergunakan. Surfaktan anion bereaksi dengan warna biru metilen membentuk pasangan ion baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm. Serapan yang diukur setara dengan kadar surfaktan anion.
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Insitu Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Insitu
No.
Parameter
1.
Cuaca
2.
Suhu
3.
pH
4.
DO
5.
Daya Hantar Listrik
6.
Kecepatan Aliran
7.
Debit
Gambar
Keterangan
Cuaca cerah saat pengambilan sampel
4.2. Pengamatan Eksitu Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Eksitu
No. 1. 2.
Parameter
Gambar
Keterangan
4.3. Perhitungan 4.3.1. Perhitungan Penetapan Minyak dan Lemak Dik : Berat labu didih + residu = 96.1424 gr Berat labu didih kosong = 96.0782 gr Dit : Berat residu = ? Berat minyak lemak (
𝑚𝑔 𝐿
)=?
Jawab : Berat residu = (m labu didih & residu) – (m labu didih kosong) = 96.1424 gr – 96.0782 gr = 0.0642 gr Berat minyak lemak (
𝑚𝑔 𝐿
) = berat residu x = 0.0642 gr x = 0.642
1000 100 𝑚𝑙
1000 100 𝑚𝑙
𝑚𝑔 𝐿
4.3.2. Penetapan MBAS Dik : KONS 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
ABS 0 0.022 0.038 0.057 0.085 0.096
Intersep (A) =
0.0005238
Slope (B) =
0.196
r = 0.995
r2 = 0.99
y=a+bx y = 0.0005238 + 0.196 x y = 0.847 Dit : X=? Kadar deterjen sebagai MBAS = ?
Jawab : y = 0.0005238 + 0.196 x 0.847 = 0.0005238 + 0.196 x X =
0.847−0.0005238 0.196
= 4.3108
Kadar deterjen sebagai MBAS = C x Fp (tidak ada faktor pengenccer) =C=X = 4.3108 Grafik : (masukin kons dan abs sama sampel)
4.4. Pembahasan 4.4.1 Sampel Praktikan melakukan sampling di sungai Sekeretaris pada jembatan kedua belakang Mall Ciputra yang berada depan Medika Bar & Massage (-6.167101,106.784149) pada pukul 07.40 – 07.57 WIB dengan kondisi cuaca cerah. Menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.582 tahun 1995 tentang penetapan peruntukan dan baku mutu air sungai/badan air serta baku limbah cair di wilayah daerah khusus ibukota Jakarta, sungai Sekertaris termasuk dalam golongan D yaitu peruntukkan pertanian dan usaha perkotaan. Aliran sungai pada saat praktikan mengambil sampling tergolong tidak konsisten. Maka dari itu praktikan menghitung kecepatan menggunakan stopwatch untuk menghitung debit, didapatkan data sebesar 0,056 m3/s. Untuk lebar sungai yang terhitung dengan meteran sebesar 18,91 meter
dihitung
dari
ujung
ke
ujung
tiang
jembatan
yang
mempresentasikan lebar sungai. Pengambilan sampel menggunakan alat sampling vertikal dan pemindahan air sampling ke dalam dirigen
sebanyak dua kali sehingga dirigen penuh tanpa adanya gelembung yang berada di dalamnya. Suhu yang didapatkan pada air sampel di sungai sebesar 290C dengan nilai suhu air normal berkisar 26 oC - 28 oC.
4.4.2 MBAS Pada
percobaan
pertama
praktikan
melakukan
percobaan
praktikum MBAS lebih dulu daripada praktikum lemak dan minyak. Hal ini dikarenakan alat yang tidak mencukupi sehingga agar tidak terjadi bekas minyak yang menempel pada tabung, maka praktikan melakukan percobaan MBAS terlebih dulu. Pada percobaan MBAS, penetapan
yang
dilakukan
adalah
menggunakan
metode
spektrofotometer. 25 ml sampel ditambahkan kemudian ditambahkan larutan indikator fenolflatein dan NaOH tujuan dari penambahan indikator fenolftalin adalah pembebasan ion H+ sehingga setelah penambahan NaOH warna larutan akan berubah menjadi merah muda atau keunguan karena indikator ini tidak akan berubah warna pada saat keadaan asam atau pH kurang dari 8,2 hingga pH 9,8. kemudian H2SO4 menjadikan sampel air dalam suasana asam agar detergen larut dalam pelarutnya. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam corong pisah dengan menambahkan larutan metilen blue dan kloroform, larutan metilen biru ini digunakan sebagai uji coba pewarna organik sehingga surfaktan anionik (detergen) akan terikat dengan metilen biru dan terlarut dalam fase kloroform pada penambahan klroform. Penambahan kloroform sendiri ini berfungsi pengisolasi lemak secara mekanis dengan mengocoknya di dalam corong pisah. Berdasarkan teori, lemak yang diperoleh dengan cara ini lebih jernih dan proteinnya tertinggal dalam ampas. Sedangkan lemak yang dihasilkan oleh ekstraksi perlu dimurnikan dari pengotor, zat warna, asam lemak bebas, senyawa keton dan senyawa aldehida. Praktikan mengulang beberapa kali tahap ke tiga
langkah kerja ini beberapa kali guna mendapatkan surfaktan anionik secara maksimal. Warna yang dihasilkan setelah dicampur dengan beberapa pelarut adalah berwarna biru. Hal tersebut menyebabkan kadar surfaktan anioniknya tinggi sehingga timbul gelembunggelembung emulsi. Setelah dicampur, larutan diukur dengan spektrofotometer uvvisual dengan panjang gelombang 625 nm. Kadar yang dihasilkan adalah 4,3188 mg/L. Jika diliat berdasarkan grafik yang ada, nilai x dan y praktikan adalah diluar dari standar nilai yang disediakan oleh asisten laboratorium, hal ini bukan menjadi masalah mengingat sampel yang diambil praktikan berbeda dengan sampel yang telah disediakan di laboratorium sehingga pasti memiliki nilai yang berbeda. Selain itu, perlakuan terhadap sampel juga dapat mempengaruhi perbedaan nilai baik x maupun y. Berdasarkan nilai R2, nilai R2 praktikan sama dengan 0,99 yang berarti pada percobaan MBAS dapat dikatakan berhasil meskipun nilai x dan y berada diluar standar. Apabila mengacu pada PP No 82 tahun 2001, tidak terdapat kadar maksimum berdasarkan kategori golongan D, artinya detergen sebagai MBAS bukan menjadi parameter baku mutu air di golongan D.
4.4.3 Minyak dan Lemak Pada percobaan praktikum ke dua, praktikan melakukan percobaan mengenai penetapan minyak dan lemak. Penetapan minyak dan lemak ada berbagai macam, namun pada percobaan praktikum ini digunakan metode penetapan menggunakan metode Partisi-Gravimetri yang didasarkan pada ekstraksi
minyak dan lemak yang larut dalam air
menggunakan pelarut organik seperti freon, eter atau n-heksana. 100 ml sampel dimasukkan ke dalam labu erlemenyer kemudian pHnya diturunkan hingga sama dengan 2 menggunakan larutan HCL 1:1, tujuan dari penurunan pH ini agar sampel pada suasana asam lemak
dan minyak dapat larut pada pelarutnya. Selanjutnya, proses pemisahan lemak dan minyak dilakukan pada corong pisah. Kemudian, penambahan
n-heksana
berfungsi
sebagai
pengekstraksi
atau
melarutkan minyak dan lemak yang terdapat pada sampel air karena nheksana merupakan pelarut non polar, sehingga dapat melarutkan senyawa yang akan diisolasi. Kegiatan ini dilakukan dengan mengocokocokkan sampel selama 30 detik, sesekali praktikan membuka katup pada corong pemisah untuk mengeluarkan gas yang terdapat di dalam sampel, fungsi dari pengeluaran gas ini adalah selain agar corong pisah dikhawatirkan akan rusak, pengeluaran gas ini juga dapat membantu proses isolasi agar sampel lemak dan minyak dapat terisolasi dengan cepat. Setelah didiamkan sejenak terbentuklah 2 lapisan dimana lapisan atas adalah larutan n-heksana besrta minyak dan lemak dan lapisan bawah adalah air, minyak dan lemak berada pada lapisan atas dikarenakan perbedaan densitas yang terjadi dimana minyak dan lemak memliki densitas yang lebih kecil daripada air. Selanjutnya, langkah kerja menambahkan 30 ml n-heksana dilakukan kembali guna memastikan tidak adanya minyak dan lemak yang tersisa pada sampel. Tahap selanjutnya adalah dengan mendestilasi sampel air yang diletakkan ke dalam gelas destilasi, proses ini dilakukan dengan memanaskan sampel pada suhu 800C, ketika setelah mendidih praktikan menghitung menggunakan stopwatch hingga 1-2 menit, hasil dari proses destilasi ini disebut residu, berat gelas destilasi yang telah praktikan timbang sebelumnya sebesar 96,0782 gram dan berat gelas destilasi beserta residu sebesar 96,1424 gram, sehingga setelah dihitung selisihnya didapat total berat residu pada sampel adalah 0,0642 gram. Sehingga kadar yang dihasilkan pada penetapannya diperoleh sebesar 0,642 mg/l. Apabila dibandingkan dengan PP No 82 tahun 2001, tidak terdapat kadar maksimum minyak dan lemak pada golongan D, atau dengan kata lain minyak dan lemak tidak menjadi parameter baku mutu
air golongan D. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa minyak dan lemak berpengaruh pada ekosistem perairan.
BAB V KESIMPULAN 1. … 2.
DAFTAR PUSTAKA Admin, 2010, Pencemaran Limbah Detergent, Dampak dan Penanganan Limbah Detergent, platika.blogspot (diakses pada 2 Juni 2017) Azwar, Azrul. 1995. Pengantar Imu Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya Anonymous
A.
2009.
Minyak
dan
Lemak.
URL:
(http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/17/minyak-dan-lemak/, diakses pada 2 Juni 2017). Anonymous B. 2009. Minyak. URL: (http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak/, diakses pada 2 Juni 2017). Connel, D.W.; miller, G.J., 1995, Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, UIPress: Jakarta Effendi, H, 2003, Telaah kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor Lindu, Muhammad, Diana Hendrawan, dan Pramiati Purwaningrum. 2017. Penuntun Praktikum Laboratorium Lingkungan 1. Jakarta: Universitas Trisakti Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010. Persyaratan Kualitas Air Minum Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.582 Tahun 1995 tentang Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Badan Air serta Baku Limbah Cair di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Rudi, La, Suratno, W., dan Paundanan, J., 2004, Perbandingan Penentuan Surfaktan Anionik Dengan Spektrofotometer UV-ST Menggunakan Pengompleks
Malasit
hijau
Dan
Metilen
biru,
Lingkungan, Vol. 6 No. 1, Surabaya: Universitas Airlangga
Jurnal
Kimia
Supriyono, E.; Takashima, F.; Strussman, C.A., 1998, Toxicity of LAS to Juvenile Kuruma Shrimp, Penaeus japonicus : A Histopathological Study On Acute and Subchronic Levels, Journal of Tokyo University of Fisheries, Japan, Vol. 85- 1-10
View more...
Comments