Laporan KP PT. Dirgantara Indonesia.pdf
January 13, 2017 | Author: Powelinus Sinaga | Category: N/A
Short Description
Download Laporan KP PT. Dirgantara Indonesia.pdf...
Description
LAPORAN KERJA PRAKTEK IMPLEMENTASI INTEGRATED SCHEDULING SYSTEM DAN SAFETY STOCK PADA PROSES PRODUKSI SPIRIT AEROSYSTEM PROJECT
PT. Indonesian Aerospace Bandung - Indonesia Disusun oleh: Fandi Adi Nugraha Yanuar R. Agusta
2512100019 2512100088
DOSEN PEMBIMBING Yudha Prasetyawan, ST., M.Eng NIP. 197705232000031002
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015 1
LEMBAR PENGESAHAN EKSTERNAL LAPORAN KERJA PRAKTEK DI SPIRIT AEROSYSTEM PROJECT PT. INDONESIAN AEROSPACE BANDUNG
LOGO Menerangkan bahwa mahasiswa dibawah ini: Fandi Adi Nugraha NRP. 2512100019 Yanuar Rizki Agusta NRP. 2512100088 Telah menyelesaikan Kerja Praktek di PT. Indonesian Aerospace Bandung Pada periode 8 Juni 2015 – 13 Juli 2015 Telah disetujui dan disahkan oleh, Pembimbing Kerja Praktek
Firdawaty
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN INTERNAL LAPORAN KERJA PRAKTEK DI PROJECT SPIRIT AEROSYSTEM PT. INDONESIAN AEROSPACE BANDUNG Periode: 8 Juni 2015 – 13 Juli 2015 Disusun Oleh: Fandi Adi Nugraha 2512100019 Yanuar Rizki Agusta 2512100088
Menyetujui, Dosen Pemimbing Internal
Yudha Prasetyawan, ST., M.Eng NIP. 197705232000031002 Koordinator Kerja Praktek
Dody Hartanto, ST, MT NIP. 197912292008121003
iii
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek ini dengan baik. Laporan kerja praktek ini dibuat untuk memenuhi penyelesaian program kerja praktek dari Jurusan Tekni Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya yang dilaksanakan pada Perusahaan PT. Indonesian Aerospace Bandung (Dirgantara Indonesia). Selama melaksanakan kerja praktek, penulis mendapatkan begitu banyak bantuan, motivasi, saran, dan pertolongan dari berbagai pihak. Atas setiap bantuan, saran, dan motivasi tersebut, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa atas setiap rahmat yang diberikan-Nya 2. Orang tua yang telah mendukung setiap proses yang dilaksanakan penulis 3. Bu Frida, selaku pembimbing yang membantu setiap proses kerja praktek pada Program Spirit Aerosystem Dirgantara Indonesia 4. - ,selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat 5. Dody Hartanto, ST, MT, selaku koordinator kerja praktek Jurusan Teknik Industri, ITS 6. Seluruh pihak yang telah mendukung penyelesaian laporan kerja praktek v
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya mungkin terdapat kekurangan pada laporan kerja praktek ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari setiap pihak. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penelitian selanjutnya. 5 Agustus 2015
Penulis
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN EKSTERNAL ...................... i LEMBAR PENGESAHAN INTERNAL .......................iii KATA PENGANTAR ..................................................... v BAB I PENDAHULUAN ............................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................ 4 1.3 Manfaat .............................................................. 5 1.4 Batasan dan Asumsi ........................................... 5 1.4.1 Batasan ....................................................... 6 1.4.2
Asumsi ....................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan ........................................ 6 BAB II GAMBARAN PERUSAHAAN......................... 9 2.1 Sejarah Perusahaan ............................................ 9 2.2 Visi dan Misi Perusahaan ................................ 11 2.2.1 Visi Perusahaan ........................................ 11 2.2.2
Misi Perusahaan ....................................... 11
2.5 Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia . 11 2.6 Divisi Program Manajemen & Perencanaan .... 13 BAB III LAPORAN AKTIVITAS HARIAN ............... 15 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-1 ..... 15 Laporan Aktivitas Kerja Praktek hari ke-2 ...... 15 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-3 ..... 15 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-4 ..... 16 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-5 ..... 16 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-6 ..... 17 vii
3.7 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-7 ..... 17 3.8 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-8 ..... 17 3.9 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-9 ..... 18 3.10 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-10 ... 18 3.11 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-11 ... 18 3.12 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-12 ... 19 3.13 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-13 ... 19 3.14 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-14 ... 19 3.15 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-15 ... 20 3.16 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-16 ... 20 3.17 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-17 ... 20 3.18 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-18 ... 21 3.19 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-19 ... 21 3.20 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-20 ... 22 3.21 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-21 ... 22 3.22 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-22 ... 22 3.23 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-23 ... 23 3.24 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-24 ... 23 3.25 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-25 ... 23 3.26 Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-26 ... 24 BAB IV LANDASAN TEORI ...................................... 25 4.1 Spirit Aerosystem Dirgantara Indonesia .......... 26 4.2 Master Production Schedule ............................ 29 4.3 Safety Stock...................................................... 30 4.4 On Time Delivery ............................................ 31 4.5 Overall Equipment Effectiveness..................... 32 BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI ................. 35 5.1 Identifikasi Permasalahan................................ 35 5.1.1 Keterlambatan Pemenuhan Order ............ 35 viii
5.1.2
Besarnya Reject Pada Produk .................. 42
5.1.3 Tingginya Tingkat Overtime Pada Proses Produksi ................................................................. 47 5.2 Rekomendasi Perbaikan ................................... 52 5.2.1 Pembuatan Scheduling Terintegrasi Pada Setiap Departemen ................................................. 53 5.2.2 Memberikan Safety Stock Kepada ProsesProses yang Diperlukan ......................................... 57 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................... 61 6.1 Kesimpulan ...................................................... 61 6.2 Saran ................................................................ 63 DAFTAR PUSTAKA .................................................... 67 LAMPIRAN ................................................................... 69
ix
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Elemen CIMOSA.........................................2 Gambar 1.2 Diagram Pemenuhan Order Airbus..............3 Gambar 1.3 Perbandingan Pemenuhan Order DR...........4 Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia.........................................................................12 Gambar 2.2 Struktur Organisasi Divisi Program Manajemen.....................................................................13 Gambar 2.3 Struktur Organisasi Program SAS..............14 Gambar 4.1 Diagram Proses Bisnis SAS.......................26 Gambar 4.2 Diagram Proses Produksi SAS...................28 Gambar 5.1 Master Production Schedule……………...37 Gambar 5.2 Diagram Penarikan Schedule Pada SAS....55 Gambar 5.3 Diagram Rekomendasi Penarikan Schedule Pada SAS …………………………………………56
xi
xii
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Rumus Perhitungan OEE.................................34 Tabel 5.1 Rangkuman Hutang Pengiriman Produk.........39 Tabel 5.2 Rekap Part DR Reject Pada DPM....................43 Tabel 5.3 Rekap Part DR Reject Pada Assy.....................45 Tabel 5.4 Perhitungan Overtime pada Produksi.............47 Tabel 5.5 Overtime pada Assembly................................50 Tabel 5.6 Rekap Lead Time dan Safety Stock Setiap Proses DPM....................................................................58
xiii
xiv
BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan akan dipaparkan mengenai latar belakang kegiatan Kerja Praktek yang dilaksanakan di Departemen Program Spirit Aerosystem – PP3000, Perusahaan Dirgantara Indonesia, Bandung. Selain penyampaian latar belakang, terdapat juga pemaparan mengenai tujuan, manfaat, juga batasan dan asumsi yang digunakan dalam kerja praktek ini. 1.1
Latar Belakang Selain kebutuhan hardskill berupa ilmu-ilmu pengetahuan tentang keteknikan (engineering), kebutuhan yang juga sangat penting adalah pengalaman kerja secara langsung pada perusahaan sebagai bekal bagi sarjana Teknik Industri agar bisa siap dalam menghadapi dunia kerja. Dengan pengalaman tersebut sarjana Teknik Industri dapat mengetahui atmosfer secara langsung dalam dunia kerja, dan jobdesc-jobdesc yang biasa dilakukan oleh sarjana TI. Sebuah gambaran yang dapat mewakilki proses bisnis sebuah industri adalah CIMOSA (Computer Intergrated Manufacturing Open System). Dalam CIMOSA terdapat tiga bagian proses yang saling berkaitan yaitu Manage Process, Core Business Process, dan Support Process. Berikut ini adalah gambar keterkaitan dari setiap elemen CIMOSA:
1
Gambar 1.1 Elemen CIMOSA
Penulis berkesempatan untuk melakukan kerja praktek di Perusahaan Dirgantara Indonesia, Bandung. Dirgantara Indonesia, Bandung merupakan satu-satunya industri pesawat di Indonesia dan telah bekerja sama dengan banyak negara-negara lain seperti Inggris (Airbus), Amerika (Boeing), Korea. Dirgantara Indonesia fokus dalam proses produksi pesawat, banyak order dari perusahaan luar berupa part-part pesawat terbang. Penulis ditempatkan dalam Departemen Program Spirit Aerosystem – PP3000 yang termasuk salah satu program dalam Divisi Program Manajemen dan Perencanaan. Divisi tersebut dibawahi langsung oleh Dirktorat Produksi.
2
Gambar 1.2 Diagram Pemenuhan Order Airbus
Dari diagram tersebut dapat dilihat Gap antara order yang didapatkan oleh airbus dan total deliveries yang bisa dilakukan oleh airbus. Secara umum masih terjadi gap dalam pemenuhan order pada Airbus. Salah satu contoh pada order A380 dalam total order sebanyak 304 hanya bisa dipenuhi sebanyak 123 sehingga terdapat Gap sebanyak 181. Proyek A380 sudah dikerjakan oleh PT. DI sejak tahun 2002 dan sampai saat ini masih terjadi permasalahan dalam pemenuhan order.
3
Pemenuhan Order DR
31.25% 68.75%
Conforming Part DR
Reject DR
Gambar 1.3 Perbandingan Pemenuhan Order DR
Terlihat dari diagram di atas dari total order DR bulan Mei hingga Juli sebanyak 32, terdapat DR yang di kembalikan oleh Airbus kepada PT. DI (reject) sebanyak 10 DR. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa masih terdapat permasalahan pada pemenuhan order DR dari PT. DI ke Airbus. 1.2
Tujuan Pada subbab tujuan akan dijelaskan tujuan dari kerja praktek yang dilakukan penulis. 1. Mempelajari dan memahami indikator performa proses Perencanaan Pengendalian Produksi 2. Mempelajari dan memahami bagaimana setiap aktivitas harian/ bulanan yang mempengaruhi performa proses Perencanaan Pengendalian Produksi 4
3.
4.
1.3
Membandingkan proses Perencanaan Pengendalian Produksi pada perusahaan dengan materi kuliah Menggali potensi pengembangan perusahaan berbasis kendala dan prestasi dalam lingkup Perencanaan Pengendalian Produksi.
Manfaat Manfaat yang didapat dari kerja praktek yaitu : 1. Bagi Perusahaan, sebagai bahan masukan, saran, dan rekomendasi untuk evaluasi kegiatan produksi. 2. Bagi Penulis: a. Mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan bidang keilmuan Teknik Industri b. Mendapatkan pengalaman untuk bekerja dilapangan secara langsung c. Mengetahui keseluruhan proses produksi yang dijalankan dalam perusahaan untuk memenuhi setiap program yang ada d. Mendapatkan pengalaman untuk mengaplikasikan teori perkuliahan dalam permasalah perusahaan
1.4
Batasan dan Asumsi Batasan dan asumsi yang digunakan selama melakukan Kerja Praktek adalah sebagai berikut
5
1.4.1
Batasan Batasan yang digunakan selama menjalankan Kerja Praktek adalah : 1. Objek yang dianalisis adalah terfokus pada part Drive Rip 2 (salah satu part yang dikerjakan dalam program A380) 1.4.2
Asumsi Asumsi yang dipergunakan selama menjalankan Kerja Praktek adalah : 1. Data perusahaan yang diolah adalah benar dan tidak ada rekayasa 1.5
Sistematika Penulisan Berikut ini adalah sistematika penulisan yang digunakan dalam pembuatan laporan kerja praktek sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan berisi tentang latar belakang perlunya diadakannya kerja praktek, tujuan kerja praktek, manfaat kerja praktek, batasan dan asumsi yang digunakan selama kerja praktek, juga sistematika penulisan laporan. BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab gambaran umum perusahaan berisi tentang hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan Dirgantara Indonesia, Bandung yang meliputi sejarah perusahaan, profil perusahaan, visi dan misi perusahan, 6
struktur organisasi perusahaan, dan profil Departemen Program Spirit Aerosystem – PP3000 (SAS). BAB III LAPORAN AKTIVITAS HARIAN Pada bab laporan aktivitas harian menjelaskan tentang detail kegiatan yang dilakukan penulis selama kerja praktek dilaksanakan. Detail kegitatan yang termasuk adalah hari dan tanggal kegiatan, pihak perusahaan yang terlibat, kegiatan harian secara rinci, dan hal-hal lain yang diperlukan. BAB IV LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori akan dipaprkan beberapa materi yang digunakan penulis dalam melakukan identifikasi permasalahan, analisa, dan memberikan rekomendasi kepada perusahaan Dirgantara Indonesia khususnya pada proses produksi dalam program A380. BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI Pada bab analisis dan interpretasi menjelaskan tentang pemahaman atau pengetahuan yang diperoleh dari setiap kegiatan yang dijalankan selama kerja praktek. Hasil yang didapatkan berupa proses bisnis yang dijalankan pada program SAS. Kemudian hasil yang didapatkan akan dibandingkan dengan ilmu teori yang didapatkan selama perkuliahan. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab kesimpulan dan saran merupakan hasil akhir dari kerja praktek yang dilakukan. Menyimpulkan 7
hasil yang telah didapat dari kerja praktek dan memberikan saran perbaikan untuk Perusahaan Dirgantara Indonesia khususnya dalam program Spirit Aeorosystem pada produk A380.
8
BAB II GAMBARAN PERUSAHAAN Pada bab gambaran perusahaan akan dijelaskan mengenai sejarah PT. Dirgantara Indonesia, visi, misi, struktur organisasi PT. Dirgantara Indonesia, struktur dalam Divisi Program Manajemen & perencanaan, serta struktur dalam program Spirit Aerosystem. 2.1
Sejarah Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia (Indonesian Aerospace, IAe) merupakan perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang industri pesawat terbang. PT. Dirgantara Indonesia ini berdiri pada tahun 1976. Sebelumnya pada tahun 1970 Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai pendiri PT. Dirgantara Indonesia, dahulu dikenal dengan PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio, mulai menggagas untuk mendirikan industri pesawat terbang. Tetapi melihat kemampuan Sumber Daya Manusia di Indonesia yang belum mumpuni, pada saat itu Habibie membuat tim dan mengirimkan tim tersebut untuk mempelajari ilmu penerbangan di HFB / MBB. Pada tahun 1976 berdasarkan Akte Notaris No. 15, di Jakarta, PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio secara resmi didirikan dengan Dr. BJ. Habibie sebagai Presiden Direktur nya. Pada tahun 1985 PT. Industri Pesawat Terbang Nurtanio secara resmi berubah nama menjadi PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN). Diawal perkembangannya IPTN memiliki filosofi yaitu "Begin at the End and End at the 9
Beginning", ini adalah filosofi untuk penyerapa teknologi modern secara progresif untuk memenuhi kebutuhan negara Indonesia. Sejak didirikan IPTN telah berhasil mentransfer teknologi-teknologi dari Barat ke Indonsia sebagai bekal untuk mendirikan manufaktur pesawat terbang yang mumpuni. Barulah pada tahun 2000 oleh Presiden Indonesia pada saat itu, KH. Abdurrahman Wahid, IPTN diresmikan menjadi PT. Dirgantara Indonesia atau Dirgantara Indonesia disingkat IAe. Dirgantara Indonesia mengawali produksinya dari fase perakitan yang ditindaklanjuti dengan manufacturing single parts pesawat terbang jenis C212-CASA Spanyol, B0105-Jerman, Bell 417-Amerika, Puma SA330, dan Superpuma SA332-Perancis. Salah satu unit usaha yang ada di PT. Dirgantara Indonesia adalah Satuan Usaha Aerostructure. Satuan Usaha Aerostructure merupakan satuan usaha di PT. Dirgantara Indonesia yang bergerak di bidang perancangan, pembuatan komponen, dan perakitan sub-assembly kerangka pesawat terbang yang memiliki kualitas yang tinggi dan harga yang dapat bersaing. Dalam satuan usaha Aerostructure sekarang terdapat salah satu program yaitu Program Spirit Aeorosystem yang menjalankan proses produksi untuk beberapa part dari pesawat terbang. Terdapat tiga proyek yang dijalankan pada Program Spirit Aeorosystem sampai saat ini. Proyek pertama adalah Proyek Inboard Outer Fixed Leading Edge (IOFLE), proyek ini dimulai sejak tahun 2002 untuk pembuatan bagian-bagian sayap dari pesawat A380. Proyek kedua adalah Proyek Single Aisle, proyek ini sudah berjalan sejak tahun 2005 untuk 10
pembuatan bagian – bagian pesawat A320/A321. Proyek ketiga adalah Proyek Root End Fillet Fairing (REFF), proyek ini dimulai pada tahun 2010 untuk pembuatan bagian-bagian pesawat A350. 2.2
Visi dan Misi Perusahaan Pada sub-bab ini akan dijelaskan mengenai visi, misi, dan nilai yang dibawa oleh PT. Dirgantara Indonesia. 2.2.1
Visi Perusahaan Menjadi perusahaan kelas dunia dalam industri dirgantara berbasis pada penguasaan teknologi tinggi dan mampu bersaing dalam pasar global dengan mengandalkan keunggulan biaya. 2.2.2
Misi Perusahaan Sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara terutama dalam rekayasa, rancang bangun, manufaktur, produksi & pemeliharaan untuk kepentingan komersial & militer dan juga aplikasi diluar Industri dirgantara. Menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan komersil dan dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki keunggulan biaya.
2.5
Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia Gambar 2.3 di bawah ini merupakan struktur organisasi PT. Dirgantara Indonesia. 11
DIREKTUR UTAMA
ASISTEN DIREKTUR UTAMA BIDANG HUB PEMERINTAH
SEKRETARIS PERUSAHAAN
UNIT BISNIS STRATEGIS AIRCRAFT SERVICES
SATUAN PENGAWASAN INTERN
DIVISI PERAWATAN & MODIFIKASI DIVISI PERENCANAAN PERUSAHAAN
DIVISI PENGAMANAN
DIREKTORAT KEUANGAN
DIREKTORAT UMUM & SUMBER DAYA MANUSIA
DIVISI DUKUNGAN PELANGGAN
DIVISI KEUANGAN PERUSAHAAN
DIVISI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
DIVISI HELOCOPTER COMPLETION CENTER
DIVISI PERBENDAHARAAN
DIVISI ADMINISTRASI SUMBER DAYA MANUSIA
DIVISI AKUTANSI
DIVISI PENGADAAN UMUM & JASA FASILTAS
DIVISI MANAJEMEN LOGISTIK AIRCRAFT SERVICES
DIVISI TEKNOLOGI INFORMASI
DIREKTORAT NIAGA & RESTRUKTURISASI
DIREKTORAT TEKNOLOGI & PENGEMBANGAN
DIVISI PENGEMBANGAN BISNIS & PEMASARAN
DIVISI MANAJEMEN PROGRAM
DIVISI JAMINAN MUTU
DIVISI PENJUALAN
DIVISI PUSAT TEKNOLOGI
DIVISI REKAYASA MANUFAKTUR
DIVISI RESTRUKTURISASI
DIVISI PUSAT RANCANG BANGUN
DIVISI MANAJEMEN PROGRAM & PERENCANAAN
DIVISI PUSAT UJI TERBANG
DIVISI PENGADAAN DAN LOGISTIK
DIVISI SERTIFIKASI & KELANGSUNGAN LAIK UDARA
DIVISI DETAIL PART MANUFACTURING
DIREKTORAT PRODUKSI
DIVISI KOMPONEN DAN PERAKITAN
DIVISI PERAKITAN AKHIR & PUSAT DELIVERI
Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT. Dirgantara Indonesia
12
2.6
Divisi Program Manajemen & Perencanaan Gambar 2.4 di bawah ini adalah struktur dari Divisi Program Manajemen & Perencanaan yang berada pada PT. Dirgantara Indonesia.
Divisi Program Manajemen
Planning
Budgeting
C 295 Airplane
CN 235 Airplane
C 212 Airplane
N 219 Airplane
SAS Component
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Divisi Program Manajemen
13
Airbus Helicopter
ADS Airbus
BHTI Bell Helicopter
2.7
Program Spirit Aerosystem Gambar di bawah ini merupakan struktur organisasi dari program spirit aerosystem. Manajer SAS
Realisasi A320
Realisasi A350
Logistic
Realisasi A380
General Administrator
Quality Assurance
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Program SAS
Garis patah-patah pada struktur di atas menggambarkan bahwa pada bagian tersebutu langsung mengambil dari divisi lain (bukan termasuk divisi produksi) untuk membantu dalam jalannya program SAS ini.
14
BAB III LAPORAN AKTIVITAS HARIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai aktivitas harian penulis selama Kerja Praktek dilakukan di PT. Dirgantara Indonesia. 3.1
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-1 Hari : Senin Tanggal : 8 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari pertama kerja praktek mahasiswa diharuskan mengurus persyaratan administrasi berupa ID Card pada pos pengamanan PT. Indonesian Aerospace (Persero). Poses pembuatan ID Card memakan waktu tiga hari sehingga kerja praktek tidak bisa dimulai pada hari itu juga.
3.2
Laporan Aktivitas Kerja Praktek hari ke-2 Hari : Selasa Tanggal : 9 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kedua kerja praktek belum dapat dilaksanakan dikarenakan ID Card jadi.
3.3
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-3 Hari : Rabu Tanggal : 10 Juni 2015 Kegiatan : 15
Pada hari ketiga kerja praktek, ID Card yang digunakan selama pelaksanaan kerja praktek sudah dapat diambil. Pada hari itu juga mahasiswa langsung ditempatkan pada Project Management Spirit Aerosystem namun dikarenakan waktu pengambilan ID Card sore hari sehingga briefing awal kerja praktek dilaksanakan keesokan harinya. 3.4
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-4 Hari : Kamis Tanggal : 11 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari keempat kerja praktek, mahasiswa mendapatkan briefing awal penjelasan mengenai gambaran umum kerja praktek pada PT. Indonesian Aerospace serta bagaimana proses bisnis pada perusahaan tersebut.
3.5
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-5 Hari : Jumat Tanggal : 12 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kelima Kerja Praktek, mahasiswa mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai Project Management Spirit Aerosystem sekaligus mendapat kesempatan untuk berkeliling pada warehouse dan production plan pada proyek tersebut. 16
3.6
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-6 Hari : Senin Tanggal : 15 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kelima kerja praktek, dikarenakan pembimbing eksternal sedang ada kegiatan diluar kantor, maka mahasiswa peserta kerja praktek dibebaskan untuk bekerja secara mandiri. Waktu ini digunakan untuk memulai pengerjaan laporan serta berdiskusi mengenai permasalahan yang akan dianalisis pada Project Management Spirit Aerosystem.
3.7
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-7 Hari : Selasa Tanggal : 16 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari ketujuh Kerja Praktek, mahasiswa mengambil studi kasus pembuatan salah satu part pesawat yang diproduksi yaitu DR 2 dimana pada pembuatan part ini dinilai terdapat beberapa permasalahan yang dapat diselesaikan dengan keilmuan teknik industri. Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-8 Hari : Rabu Tanggal : 17 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kedelapan Kerja Praktek, mahasiswa mulai mengerjakan laporan Bab I serta melakukan 17
3.8
pengamatan proses warehouse dari program Spirit Aerosystem. Pada kesempatan ini dipelajari bagaimana Standard Operation Proedure yang berlaku pada warehouse serta bagaimana berjalannya sistem. 3.9
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-9 Hari : Kamis Tanggal : 18 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kesembilan kerja praktek, mahasiswa meneruskan pengerjaan laporan Bab 1 serta melakukan waancara dengan beberapa staf terkait permasalahan yang terjadi pada program tersebut.
3.10
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-10 Hari : Jumat Tanggal : 19 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kesepuluh kerja praktek, mahasiswa melakukan pengamatan pada proses material handling dan assembly produk. Pengamatan ini dilakukan untuk menelusuri proses produksi pada part yang dijadikan objek amatan.
3.11
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-11 Hari : Senin Tanggal : 22 Juni 2015 Kegiatan : 18
Pada hari kesebelas kerja praktek, mahasiswa melakukan pengambilan data produk reject. Data diambil dari data historis yang dimiliki oleh PT. Dirgantara Indonesia selama tahun 2013 hingga 2015. 3.12
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-12 Hari : Selasa Tanggal : 23 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kedua belas kerja praktek, mahasiswa melakukan wawancara dengan kepala bagian quality assurance untuk mendapatkan penjelasan mengenai data produk reject yang diambil.
3.13
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-13 Hari : Rabu Tanggal : 24 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari ketiga belas kerja praktek, mahasiswa melakukan pengambilan data rincian produk reject. Data rincian produk reject digunakan untuk melihat jenis reject, set reject, serta treatment yang akan diberikan.
3.14
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-14 Hari : Kamis Tanggal : 25 Juni 2015 Kegiatan : 19
Pada hari keempat belas kerja praktek, mahasiswa melakukan pengerjaan laporan kerja praktek yaitu melakukan perumusan permasalahan yang akan diamati. 3.15
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-15 Hari : Jumat Tanggal : 26 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari kelima belas kerja praktek, penulis melakukan pengambilan data dan berdiskusi mengenai dampak order yang tidak terpenuhi pada part DR.
3.16
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-16 Hari : Senin Tanggal : 29 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari keenam belas kerja praktek, penulis melakukan pengamatan dan berdiskusi mengenai MPS dan vendor schedule yang ada pada PT. Dirgantara Indonesia.
3.17
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-17 Hari : Selasa Tanggal : 30 Juni 2015 Kegiatan : Pada hari ketujuh belas Kerja Praktek, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap perhitungan Harga Pokok Produk yang digunakan pada 20
Program Spirit Aerosystem. Disini silihat faktor apa saja yang mempengaruhi naik turunnya harga pokok, kemudian dibandingkan dengan harga jual yang telah disepakati dengan kontrak, apakah untung atau rugi. 3.18
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-18 Hari : Rabu Tanggal : 1 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedelapan belas Kerja Praktek, mahasiswa melakukan diskusi dengan pembimbing eksternal terkait dampak-dampak yang mungkin terjadi apabila order Program Spirit Aerosystem tidak terpenuhi.
3.19
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-19 Hari : Kamis Tanggal : 2 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kesembilan belas Kerja Praktek, mahasiswa melakukan pengamatan pada budaya kerja karyawan yang menghambat pemenuhan order Program Spirit Aerosystem. Pengamatan berfokus pada tingkat overtime yang tinggi pada bagian pengiriman dan assembly.
21
3.20
3.21
3.22
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-20 Hari : Jumat Tanggal : 3 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh Kerja Praktek, mahasiswa meneruskan pengerjaan Laporan Kerja Praktek berdasarkan beberapa data yang telah diperoleh. Pada kesempatan ini sekaligus didiskusikan pembahasan masalah pada Program Spirit Aerosystem. Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-21 Hari : Senin Tanggal : 6 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh satu Kerja Praktek, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan representative perusahaaan Spirit Aerosystem yang berasal dari U.K. Diskusi yang dilakukan membahas terkait detail kerjasama yang dilakukan antara PT. Dirgantara Indonesia dengan Spirit Aerosystem. Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-22 Hari : Selasa Tanggal : 7 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh dua Kerja Praktek, mahasiswa melakukan perbandingan antara program Spirit Aerosystem yang dijadikan fokusan dengan program lain yang sejenis. 22
3.23
3.24
3.25
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-23 Hari : Rabu Tanggal : 8 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh tiga Kerja Praktek, mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti rapat koordinasi Program Spirit Aerosystem. Pada rapat ini dibahas bagaimana kesiapan pengiriman pada minggu tersebut dan apabila ada masalah, solusi seperti apa yang harus diambil. Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-24 Hari : Kamis Tanggal : 9 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh empat Kerja Praktek, mahasiswa meneruskan pengerjaan Laporan Kerja Praktek berdasarkan beberapa data yang telah diperoleh, sekaligus melakukan pembahasan laporan dengan pembimbing eksternal. Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-25 Hari : Jumat Tanggal : 10 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh lima Kerja Praktek, mahasiswa meneruskan pengerjaan Laporan Kerja Praktek berdasarkan beberapa data yang telah diperoleh, sekaligus melakukan pembahasan dengan pembimbing eksternal. 23
3.26
Laporan Aktivitas Kerja Praktek Hari ke-26 Hari : Senin Tanggal : 13 Juli 2015 Kegiatan : Pada hari kedua puluh enam sekaligus hari terakhir Kerja Praktek, mahasiswa berpamitan dan memberikan kenang-kenangan segabai ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan selama melaksanakan Kerja Praktek.
24
BAB IV LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori akan dijelaskan mengenai referensi yang digunakan dalam pengerjaan laporan.
25
4.1
Spirit Aerosystem Dirgantara Indonesia Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Spirit Aerosystem merupakan salah satu dari sepuluh program yang ada pada divisi produksi. Berikut ini merupakan proses bisnis yang dijalankan pada program SAS. ORDER AIRBUS (AIRBUS CONTRACT)
BY SEA
DISTRIBUSI (DSV)
SPIRIT AEROSYSTEM
SUPPLY MATERIAL (ALL METAL SERVICE)
BY AIR
Gambar 4.1 Diagram Proses Bisnis SAS
Diagram di atas merupakan proses bisnis secara keseluruhan pada program SAS. Mulai dari order yang diberikan dari Airbus, material yang disupply, proses produksi, dan distribusi. Proses yang berwarna abu-abu ada proses yang telah kontrak dengan perusahaan lain sehingga SAS tidak terlalu mencampuri urusan yang telah terdapat pada kontrak tersebut. Order yang diberikan sudah 26
mendapat kontrak dari perusahaan Airbus, sehingga kewajiban SAS adalah untuk memenuhi permintaan dari Airbus dan sudah terdapat detail kontrak setiap periodenya. Untuk supply material juga sudah kontrak dengan perusahaan All Metal Service (AMS), sehingga SAS tidak perlu membeli membeli material yang dibutuhkan untuk proses produksi, kecuali apabila terlalu banyak proses yang reject sehingga SAS harus mengganti material tersebut. Untuk pengiriman kepada Airbus di UK juga sudah kontrak dengan perusahaan DSV (lewat laut), tetapi apabila terdapat keterlambatan pada proses produksinya yang menyebabkan pengiriman harus lewat udara agar lebih cepat maka SAS harus menanggung biayanya sendiri.
27
Berikut ini merupakan proses produksi yang dijalankan pada program SAS.
LOGISTIK
SPIRIT AEROSYSTEM
DPM + QA
ASSEMBLY + PACKAGING
Gambar 4.2 Diagram Proses Produksi SAS
Terdapat tiga ini proses yang ada pada program SAS yaitu pengaturan logistic, detail part manufacturing + quality assurance, dan assembly + packaging.
28
4.2
Master Production Schedule Master Production Schedule (MPS) adalah rencana produksi dalam satu periode pada sebuah perusahaan dalam mengahasikan produk jadi atau produk akhir, yang nantinya akan digunakan untuk mengatur rencana produksi dan pengawasan. MPS mendisagregasikan dan mengimplementasikan rencanaproduksi. Apabila rencana produksi yang merupakan hasil dariproses perencanaan produksi (aktivitas Agregat Planing) dinyatakan dalam bentuk agregat, MPS dinyatakan dalam bentuk konfigurasispesifik dengan nomor-nomor item yang ada dalam BOM (Bills of Materials). Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitan dengan aktivitas melakukan empat fungsi utama (Gaspersz, 2002): 1. Menyediakan atau memberikan input utama kepada sistem perencanaan kebutuhan material dan kapasitas, dimana sistem tersebut merupakan perencanaaan sesudah kegiatan penyusunan MPS selesai dilakukan. 2. Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk MPS items. 3. Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumberdaya dan kapasitas. 4. Memberikan basis untuk pembuatan janji tentang penyerahanproduk kepada pelanggan. MPS secara umum memiliki Pada saat akan mendesain MPS, perlu diperhatikan beberapa faktor utama yang menentukan proses 29
penjadwalan produksi induk. Beberapa faktor utama itu adalah (Gaspersz, 2002): 1. Lingkungan manufacturing 2. Struktur produk 3. Horizon perencanaan, waktu tunggu produk dan production time fences 4. Pemilihan item-item MPS Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk pembuatan MPS ini, yaitu metode tenaga kerja tetap, metode tenaga kerja berubah, metode mix strategy, dan metode transportasi. 4.3
Safety Stock Safety stock atau biasa disebut juga dengan buffer stock merupakan istilah dalam logistik yang berarti tingkat stok tambahan yang harus ada untuk mengurangi resiko stock out (kehabisan stok) karena faktor-faktor tertentu. Dengan menggunakan safety stock ini dapat mengurangi resiko apabila terjadi kekurangan material, sehingga tidak perlu mengulangi proses yang panjang untuk mengadakan material tersebut karena sudah tersedia stok tambahan untuk material tersebut. Terdapat tiga komponen yang bisa menjadi pertimbangan untuk menentukan safety stock: 1. Variasi Permintaan Permintaan pada suatu produk dalam perusahaan pasti sangat bervariasi dan jarang sekali terdapat kasus dimana jumlah dari permintaan tersebut stabil. Semakin besar variasi jumlah permintaan pada suatu produk maka 30
semakin besar pula kemungkinan stock out yang akan terjadi. 2. Lead Time Terdapat berbagai macam lead time yaitu lead time produksi, lead time transportasi, lead time inspeksi, dll tergantung proses yang ada pada perusahaan. Waktu yang diperlukan dalam setiap proses tersebut pastinya sangat beragam, sama dengan permintaan, semakin besar lead time maka safety stock yang dibutuhkan semakin besar pula. 3. Service Level Service level pasti ada dalam sebuah perusahaan, tingkat pemenuhan service perusahaan pada pelanggan. Misal, saat perusahaan menentukan service level adalah 95% maka dalam 100 permintaan pelanggan, sekurangkurangnya harus terpenuhi 95. Maka dari itu dibutuhkan safety stock untuk memenuhi service level tersebut. 4.4 On Time Delivery Menurut Ballou (2003), supply chain merupakan serangkaian aktivitas fungsional yang berulang-ulang pada setiap proses dimana raw materials diubah menjadi finished goods dengan penambahan value bagi konsumen. Pada umumnya, sumber raw material, lantai produksi, dan selling point tidak terletak pada tempat yang sama sehingga, sejak sebelum proses hingga mencapai pasar, material berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Perpindahan raw materials atau finished goods tentunya memakan waktu. Waktu perpindahan atau 31
pengiriman barang menjadi salah satu aspek yang diperhatikan dalam melakukan proses bisnis, karena berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. On Time Delivery (OTD) merupakan suatu ukuran performa dalam proses supply chain. OTD melihat seberapa efisien proses supply chain yang dilakukan oleh perusahaan. Pada umumnya, OTD diukur melalui seberapa banyak produk mampu mencapai konsumen dengan kondisi seharusnya dan tepat waktu sesuai kesepakatan. Dengan begitu dapat dilihat bagaimana performa perusahaan dari sudu pandang konsumen 4.5 Overall Equipment Effectiveness Overall Equipment Effectiveness (OEE) dikembangkan oleh Nakajima (1988) untuk mengevaluasi efektivitas suatu operasi proses manufaktur. OEE merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai apakah peralatan produksi bekerja dengan benar atau tidak. Menurut Denso (2006), terdapat enam kerugian utama penyebab peralatan produksi tidak berfungsi secara normal, yaitu: Stratup Loss Adanya reject saat proses startup produksi yang disebabkan oleh kekeliruan setup mesin, warm up kurang dan sebagainya. Setup Loss Terjadi akibat lamanya waktu setup saat memasukkan material, tidak adanya operator, pengaturan mesin dan sebagainya. 32
Cycle Time Loss Adanya penurunan kecepatan proses yang disebabkan beberapa hal seperti mesin sudah aus, operator tidak efisien, kapasitas mesin tidak sesuai dan sebagainya. Chokotei Loss Berhentinya mesin berkali-kali namun dalam durasi yang tidak terlalu lama dan tidak membutuhkan penanganan personal. Umumnya terjadi karena mesin hang atau terhaangnya sensor. Breakdown Loss Terjadinya kerusakan pada mesin dan peralatan umumnya terjadi karena perawatan yang tidak terjadwal. Defect Loss Adanya produk yang reject selama proses produksi berjalan. Dalam aplikasi OEE, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan yaitu avability ratio, performance ratio, dan quality ratio. Menurut Pormoski (1997), avability ratio mengukur efektivitas maintenance peralatan produksi pada saat proses berlangsung, performance ratio mengukur efektivitas peralatan produksi, dan quality ratio untuk mengukur efektivitas proses manufaktur untuk mengeliminasi terjadinya scrap. Berdasarkan penjelasan tersebut, dirumuskan perhitungan untuk menghitung total nilai OEE yang digambarkan pada tabel berikut.
33
Tabel 4.1 Rumus Perhitungan OEE
34
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI Pada Bab analisa dan interpretasi ini akan dijelaskan mengenai analisis permasalahan yang ada pada program SAS dan rekomendasi yang diberikan untuk menanggulangi permasalahan tersebut. 5.1 Identifikasi Permasalahan 5.1.1 Keterlambatan Pemenuhan Order Berdasarkan proses bisnis Program Spirit Aerosystem PT. Dirgantara Indonesia yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, PT. Dirgantara Indonesia penerima order pembuatan produk komponen pesawat salah satunya milik Airbus 380 dari perusahaan Spirit Aerosystem dengan sistem kontrak dan pengiriman terjadwal. Artinya, PT. Dirgantara Indonesia harus mengirimkan produk dengan jadwal dan kuantitas yang telah disepakati sebelumnya. Karakteristik komponen produk pada Airbus 380 memiliki dimensi yang besar dan spesifikasi proses yang rumit. Sebagai contoh salah satu produk yang diproduksi yaitu Drive Rib 2 yang memiliki dimensi + 1m x 2m dengan total proses produksi yang harus dilewati sebanyak 21 proses. Dengan karakteristik tersebut, untuk membuat satu buah produk dibutuhkan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Lamanya waktu proses yang dibutuhkan dalam produksi membuat PT. Dirgantara Indonesia harus 35
melakukan agar order Dirgantara Production berikut.
perencanaan serta penjadwalan secara tepat dapat terpenuhi. Penjadwalan produksi PT. Indonesia diterjemahkan dalam Master Schedulling (MPS) seperti pada Gambar 5.1
36
37
Kolom pertama pada Gambar 5.1 tersebut menunjukkan pengelompokkan produk yang harus dikirimkan. Terdapat tiga kelompok produk yaitu Stage 1, Major Assy, dan FAJ Kits dengan total keseluruhan komponen mencapai ratusan buah. Kolom kedua menunjukkan aktivitas apa saja yang harus dilakukan pada produk mulai dari kedatangan raw materials hingga pengiriman barang. Sementara kolom selanjutnya menunjukkan deadline jadwal kapan produk harus memasuki suatu aktivitas. Setiap pengiriman produk yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia menggunakan sistem set, dimana dalam satu set terdapat keseluruhan produk dalam kuantitas tertentu. Sedangkan nomor pada jadwal pengiriman menunjukkan set ke- berapa yang harus dikirimkan. Pada kontrak yang telah disepakati antara PT. Dirgantara Indonesia dan Spirit Aerosystem total set yang harus dikirimkan adalah 300 set dengan moda pengiriman laut yang ditanggung oleh vendor. Berdasarkan uraian diatas telah terlihat dengan jelas bagaimana perencanaan yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia dalam memenuhi proses bisnisnya. Namun, MPS yang telah dibuat tidak selalu berjalan sesuai dengan rencana awal. Dalam perjalanan program tersebut, terdapat berbagai kendala sehingga menyebabkan keterlambatan pemenuhan order seperti yang terlihat pada Tabel 5.1 berikut.
38
Tabel 5.1 Rangkuman Hutang Pengiriman Produk
Week 18
19
20
21
22
Description Drive Rib 2 Assy
Quantity 1
Hinge Rib 2 Assy
1
Bracklet Elec Assy
1
Fork Fitting Assy Drive Rib 1 Assy Skin
2
Angle Fwd Support
3
AGU Mounting Bracklet Assy Skin Filler Part
2
Bracklet Elec Assy Riblet Bracklet Upper
3
AGU Mounting Bracklet Assy
2
Bracklet Elec Assy Drive Rib 1 Assy Skin Riblet
1
1 1
1
2 1
1 2 39
Ship by Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air Air
Week
Description Bolt Stop
Quantity 6
Gooseneck Bracklet Assy Retainer Seal
8
Angle Fwd Support
2
6
Ship by Air Air Air Air
Bracklet Elec 4 Assy Air Tabel 5.1 diatas merupakan rangkuman pengiriman produk yang dilakukan oleh PT. Dirgantara Indonesia diluar Set yang seharusnya dikirimkan. Data yang diambil dibatasi dalam kurun waktu lima minggu terhitung sejak minggu ke-18 hingga minggu ke-22. Kolom pertama pada Tabel 5.1 menunjukkan pada minggu ke berapa produk dikirimkan. Kolom kedua pada tabel menunjukkan deskripsi produk yang dikirimkan. Produk tersebut merupakan kekurangan dari set-set sebelumnya yang belum terpenuhi. Kolom ketiga menunjukkan kuantitas produk yang dikirimkan. Sementara kolom keempat menunjukkan moda pengiriman yang digunakan. Keterlambatan pengiriman produk ini menjadi beban tambahan bagi PT. Dirgantara Indonesia. Sebagai contoh pada minggu ke-18, dimana pada MPS set yang seharusnya dikirimkan adalah 208 (FAJ Kits), 209(Major Assy), dan 210 (Stage 1) namun PT. Dirgantara Indonesia juga harus mengirimkan Drive Rib 2 dan Hinge Rib 2. Hal ini mempengaruhi kapasistas pengriman yang sudah 40
terjadwal, sekaligus mempengaruhi proses produksi produk dimana dapat terjadi efek domino keterlambatan yang terus menerus. Selain memengaruhi kapsitas pengiriman dan proses produksi, apabila terjadi keterlambatan, PT. Dirgantara Indonesia juga harus mengeluarkan biaya untuk melakukan pengiriman produk melalui udara. Seperti yang disebutkan sebelumya, dalam kontrak yang disepakati dengan vendor, pengiriman dilakukan melalui laut dengan biaya ditanggung oleh vendor. Apabila terjadi keterlambatan, untuk menghemat waktu, pengiriman dilakukan melalui udara dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh PT. Dirgantara Indonesia sendiri. Pengiriman produk melalui udara memakan biaya yang tidak sedikit. Sebagai perbandingan, apabila melalui laut biaya yang harus dikeluaran adalah + $100 - $200, sementara apabila menggunakan udara, biaya yang harus dikeluarkan + $5000 - $6000. Jadi selama minggu ke-18 hingga minggu ke-22, dengan asumsi biaya pengiriman $5000, total biaya yang harus dikeluarkan PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut. $5000 × 5 = $25000 Dengan adanya pembengkakan biaya pengiriman tersebut menunjukkan besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh PT. Dirgantara Indonesia. Keterlambatan pengiriman terjadi karena berbagai hal yang merupakan efek domino dari proses-proses sebelumnya. Berdasarkan analisa yang dilakukan di lapangan, beberapa penyebab terjadinya keterlambatan pengiriman antara lain: 41
Tidak adanya jadwal yang mendetail pada masingmasing stasiun kerja. Lantai produksi PT. Dirgantara Indonesia yang menangani programprogram lain mengerjakan produk dengan kuantitas cukup besar sehingga berpotensi menimbulkan bentrokan jadwal yang berakibat bottleneck pada salah satu program Umur mesin yang sudah cukup tua menyebabkan mesin tidak mampu lagi bekerja sesuai kapasitas terpasangnya. Berkurangnya kemampuan mesin juga memengaruhi akurasi nya sehingga menyebabkan scrap pada material yang diproses. Budaya kerja pada PT. Dirgantara Indonesia kurang begitu mendukung pencapaian target yang diinginkan perusahaan. Seringkali terdapat pegawai yang memiliki etos kerja rendah. Dari beberapa uraian diatas menunjukkan pentingnya ketepatan waktu pengiriman produk bagi PT. Dirgantara Indonesia. Jadwal yang telah disusun harus diimbangi dengan perencanaan produksi yang matang agar PT. Dirgantara Indonesia tidak mengalami kerugian. 5.1.2
Besarnya Reject Pada Produk Seperti yang telah dijelaskan pada bab 4.1 bahwa proses bisnis yang menjadi kewenangan penuh oleh SAS adalah proses produksinya yang terfokus pada 2 hal yaitu DPM dan Assy. Keberhasilan proses pada 2 hal tersebut akan sangat mempengaruhi keberhasilan proses produksi secara keseluruhan. Keberhasilan proses pada DPM akan 42
sangat mempengaruhi proses setelahnya, apabila proses pada DPM ini terhambat maka proses-proses kedepannya juga akan terhambat juga. Begitu pula dengan Assy, saat proses Assy ini tidak berhasil sesuai dengan QA maka finished good tersebut akan direject oleh airbus dan dikembalikan untuk segera diganti dengan finished goods yang baru. Proses DPM sangat mempengaruhi proses yang lain karena DPM adalah proses yang paling awal sebelum proses assy dan proses packaging. Saat proses tersebut mengalami keterlambatan maka pengiriman produk ke UK pun otomatis akan mengalami keterlambatan sehingga terkadang ada beberapa order yang tidak dapat terpenuhi yang menyebabkan SAS hutang kepada Airbus (setiap minggunya terdapat kewajiban untuk mengirim produk ke Airbus). Berikut ini merupakan data rejection tags yang terdapat pada proses DPM. Tabel 5.2 Rekap Part DR Reject Pada DPM Notification
Req. start
Notific. Status
Description
Material
100000515
5/27/2013
NOCO NOTI CL
Thickness of flange
L5745746920001
100000516
5/27/2013
NOCO NOTI CL
Flange thickness
L5745746920001
100000784
6/11/2013
NOCO NOTI ATCO CL
THINNED
L5745747020001
100000786
6/11/2013
NOCO NOTI ATCO CL
THINNED
L5745747020001
100000919
6/17/2013
NOCO NOTI ATCO CL
Thinned
L5745747020001
100001129
6/26/2013
NOCO NOTI ATCO CL
THINNED
L5745747020001
100001131
6/26/2013
NOCO NOTI ATCO CL
THINNED
L5745747020001
100001132
6/26/2013
THINNED
L5745747020001
100001849
7/25/2013
Toolmark
L5745746920001
100002099
8/19/2013
NOCO NOTI ATCO CL NOCO NOTI ATCO CL MRBQ NOCO NOTI ATCO CL MRBQ
Toolmark
L5745746920001
43
100003281
10/19/2013
NOCO NOTI ATCO CL
Toolmark
L5745747020001
100004220
11/27/2013
NOCO NOTI ATCO CL
Toolmark
L5745746920001
100010608
11/6/2014
NOCO NOTI ATCO CL
Undersized
L5745747020001
100012180
1/28/2015
NOCO NOTI ATCO CL
THINNED
L5745746920001
100012186
1/28/2015
OSNO OSTS QALD
incorrect
L5745747020001
100012339
2/3/2015
OSNO OSTS QALD
THINNED
L5745747020001
Tabel di atas merupakan rekapan DR2 yang reject pada proses DPM selama tahun 2013 hingga tahun 2015. Pada kolom material menunjukkan nomor produk, dan pada kolom description menunjukkan keterangan reject nya karena apa. Dapat terlihat pada tahun 2013 DR2 mengalami reject yang sangat besar hingga 12 reject. Saat proses DPM ini mengalami reject akan terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah produk masih bisa dibenarkan dengan diberikan treatment khusus (overtime). Kemungkinan kedua adalah produk tidak bisa dibenarkan dan harus mengulang proses dari awal, dari mulai memasukkan raw material kepada proses di DPM. Kedua kemungkinan tersebut sama-sama termasuk dalam kerugian karena akan memakan banyak waktu diluar waktu produksi yang seharusnya. Dampak dari reject ini selain memakan banyak waktu untuk memberikan treatment tetapi juga akan menyebabkan keterlambatan pengiriman dan SAS harus membayar hutang keterlambatan tersebut pada minggu setelahnya. Assy merupakan proses akhir setelah proses DPM dan sebelum dilakukan proses packaging. Yang menjadi permasalahan adalah saat proses DPM terlambat makan otomatis proses pada Assy ini harus mengalami 44
keterlambatan pula karena untuk bisa memulai proses Assy barang-barang harus lengkap terlebih dahulu dari proses DPM. Kegagalan pada proses Assy akan berdampak fatal karena Assy adalah proses terakhir, saat sudah dikirim ke UK dan ternyata tidak sesuai dengan keinginan Airbus makan Produk akan dikembalikan. Berikut ini merupakan data produk yang dikembalikan Airbus ke SAS. Tabel 5.3 Rekap Part DR Reject Pada Assy Part No
Part Name
Discrepancies
L574-57444-001-01
DR4 Stbd
Two halves of drive rib assy are misaligned.
Hinge Bracket Assy (I/B)
L574-57444-000-01
DR4 Port
Inboard and Out Board Ribs are misaligned causing a step condition
Hinge Bracket Assy (I/B)
L574-57444-000-01
DR4 Port
Hinge Bracket Assy (I/B)
L574-57444-001-01
DR4 Stbd
L574-40134-000-01
DR2 Port
Inboard / Outboard Rib misaligned with one another Drive rib 4 Quarantined at Iae's request (10/03/2014). (Actuator holes not to CoS.) Inboard and Outboard Ribs are misaligned causing a step condition
L574-40134-001-01
DR2 Stbd
Two Drive Rib Assemblies with similar issue. 1 Mis -alignment between Inboard and Outboard Ribs causing step condition. 2. Mis-alignmet of Gear Box Actuator Holes. Serial Numbers. JD20068060 AND JD20068080
Hinge Bracket Assy (I/B)
Two halves of drive rib are misaligned
Hinge Bracket Assy (I/B) Pins Temporary
Inboard and Outboard Ribs are misaligned causing a step condition
-
L574-40138-001-01 L574-57444-000-01
DR3 Stbd DR4 Port
45
Remarks
Hinge Bracket Assy (I/B) Hinge Bracket Assy (I/B)
L574-40138-001-01
DR3 Stbd
There is a mismatch betwee Inboard & Outboard Rib. ,also when offering up the DNose Assy there is a large gap on the Lower Flange to Rib Bullet Nose. Gap on Outboard Rib measures 1.5mm and Inboard Rib Measuring 1.2mm.
Hinge Bracket Assy (I/B)
L574-40138-001-01
DR3 Stbd
A 1.5mm gap is evident between Subspar and Lower Rib Flanges. Not Fit for production
Hinge Bracket Assy (I/B)
L574-40134-001-01
DR2 Stbd
Hinge Bracket Assy (I/B) There is s gap condition of aprox 1mm on the Inboard Rib When married up to the DNose Assembly N/A Map Ref. Two Drive Rib Assemblies with similar issues. 1 Mis-alignment betwee Inboard and Outboard Ribs causing step condition. 2. Mis-alignment of Gear Box Actator Holes. Serial Numbers. JD20068060 AND JD20068080
L574-40134-001-01
DR2 Stbd
L574-57444-001-01
DR4 Stbd
There is a step between Inboard and Outboard Ribs causing a gap of 0,6mm betwen the Inboard Rib and Sub Spar
L574-40138-001-01
DR3 Stbd
Drive Rib 3 has gapping condition between Outer Rib detail and Lower Subspar Flange Measuring 0.9mm. Rib not fit for production
L574-40133-001-01
DR1 Stbd
Unable to lacate Jig on Actuator Holes on Inboard Rib
Hinge Bracket Assy (I/B)
Hinge Bracket Assy (I/B)
Hinge Bracket Assy (I/B)
Tabel di atas merupakan rekapan produk-produk DR yang dikembalikan oleh Airbus kepada SAS. Kolom remark menunjukkan kemungkinan proses yang gagal ada pada bagian proses Assy yang mana dan pada kolom description dijelaskan penjelasan kenapa produk tersebut mengalami reject. Dampak dari reject ini pun sama 46
dengan dampak pada rejection yang lain yaitu waktu produksi harus mengalami overtime dan juga SAS harus mengalami hutang produk kepada Airbus. 5.1.3 Tingginya Tingkat Overtime Pada Proses Produksi Adanya hutang produk akibat keterlambatan pengiriman dan produk yang reject membuat beban produksi pada PT. Dirgantara Indonesia bertambah. Selain harus melakukan produksi sesuai dngan jadwal yang telah ditetapkan, PT. Dirgantara Indonesia harus memproduksi produk tambahan diluar jadwal yang telah ditetapkan sebagai imbas dari keterlambatan dan produk reject. Tambahan beban produksi membebani kapasistas produksi pada PT. Dirgantara Indonesia. Apabila kapasitas tidak mencukupi, maka harus dilakukan overtime atau penambahan waktu produksi. Dalam melakukan overtime tentunya membutuhkan biaya tambahan sehingga berpotensi menyebabkan kerugian pada PT. Dirgantara Indonesia. Adanya overtime pada pada PT. Dirgantara Indonesia digambarkan pada Tabel XX sebagai berikut. Tabel 5.4 Perhitungan Overtime pada Produksi
Op. Number
Description Standart Time
Actual Time
Overtime
111111 880001
Remark ISSUER INSPECTI ON
0 0.086
0 0
0 0.79
47
110104
331503
331503
331501
380119
373201 883101
372102
883101
FITTER PRE CUTTING CNC PROFILIN G MACHINE DGMP CNC PROFILIN G MACHINE DGMP CNC PROFILIN G MACHINE DGAL FITTER MACHINI NG DRILLING MACHINE HIGH SPEED INSPECTI ON CNC VERTICAL JIG BORING SIP 720 HIGH SPEED
0.8
1.408
-0.608
6.047
13
-6.953
1.321
2.233
-0.912
38.426
29.583
0
1.178
15
-13.822
0.56
1
-0.44
2.53
2
0
0.75
1.64
-0.89
2.53
2.53
0
48
511103
885101
880005
510307
885101
537404 885301
536004 885301
INSPECTI ON CHEMICA L CLEANIN G FOR ALUMINU M ALUMINI UM TREATME NT INSP. PENETRA N INSPECTI ON CHROMIC ACID ANODIZIN G ALUMINI UM TREATME NT INSP. PRIMER PAINTING PAINTING INSPECTI ON TOP COAT PAINTING PAINTING INSPECTI ON
0.661
0.048
0
1.54
0.018
0
1.54
0.018
0
1.215
0.008
0
1.54
0.012
0
3.828
0.106
0
0.54
0.54
0
0.602
0.702
-0.1
0.08
0.08
0
49
537901 885501
MARKING 0.09 0.14 -0.05 FINAL 2.13 2.13 0 INSPECTI ON Total 68.698 72.282 -3.584 Berdasarkan Tabel 5.5 diatas dapat dilihat seberapa besar overtime yang terjadi pada proses produksi PT. Dirgantara Indonesia. Overtime dihitung dari selisih antara waktu aktual dan waktu standar yang telah ditetapkan. Sebagai contoh penyumbang overtime terbesar yaitu pada operasi fitter machining dengan waktu standar 1,178 jam dan waktu aktualnya sebesar 15 jam sehingga overtime yang dihasilkan pada operasi fitter machining adalah 13,822 jam. Selain terjadi pada proses produksi PT. Dirgantara Indonesia, overtime juga terjadi pada proses Assembly seperti dijelaskan dalam Tabel 5.6 sebagai berikut. Tabel 5.5 Overtime pada Assembly
Op. Number
Description Standart Time
Actual Time
Overtime
111111 880001
Remark ISSUER INSPECTI ON MECHANI C ASSEMBL ER A380
0 0.25
0 0.083
0 0
3.615
1.942
0
AEDW G1
50
AEHQI 1 AEDW G1
AEHQI 1 AEDW G1
AEHQI 1 AEDW G1
AEHQI 1
INSP. AND FINAL INSP. A380 MECHANI C ASSEMBL ER A380 INSP. AND FINAL INSP. A380 MECHANI C ASSEMBL ER A380 INSP. AND FINAL INSP. A380 MECHANI C ASSEMBL ER A380 INSP. AND FINAL INSP. A380
0.25
0.28
-0.03
16.3
33.013
-16.713
0.25
0.303
-0.053
7.6
9.838
-2.238
0.25
0.307
-0.057
0.135
0.185
-0.05
0.25
0.25
0
Total
28.9 46.201 -17.301 Berdasarkan Tabel 5.5 diatas dapat dilihat tingkat overtime yang terjadi pada bagian assembly. Dengan penyumbang overtime terbesar yaitu pada operation number AEDWG1 yang memiliki overtime hingga 16,713 jam. Overtime menimbulkan dampak yang besar bagi proses produksi PT. Dirgantara Indonesia. Bertambahnya 51
waktu kerja membuat beban kerja mesin semakin berat. Hal ini memengaruhi kemampuan kerja mesin, apabila bekerja melebihi kapasitas yang seharusnya, maka berpotensi menimbulkan downtime karena mesin rusak. Penambahan waktu kerja mesin diluar kapasitas terpasangnya berimbas pada penambahan daya yang harus ditanggung oleh PT. Dirgantara Indonesia. Dengan spesifikasi produk yang rumit, membutuhkan mesinmesin besar dan waktu proses yang cukup lama. Apabila terjadi overtime maka harus dilakukan penambahan daya yang tidak sedikit. Selain berhubungan dengan mesin, overtime juga berpengaruh pada operator. Dimana pada PT. Dirgantara Indonesia terdapat kebijakan apabila operator bekerja diluar jam kerjanya, maka ada penambahan upah sebesar Rp 50.000,00 yang dibayarkan setiap jam. Sebagai contoh pada bagian assembly dengan total overtime sebesar 17,301 jam maka perhitungan upahnya adalah sebagai berikut. 𝑅𝑝 50000 × 17,301 = 𝑅𝑝 865050 Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa apabila terjadi overtime sesuai dengan data pada bagian assembly diatas, untuk membuat satu produk maka PT. Dirgantara Indonesia harus mengeluarkan biaya tambahan diluar penambahan daya sebesar Rp 865.050 untuk setiap orangnya. 5.2
Rekomendasi Perbaikan Sub-bab ini berisikan perbaikan-perbaikan yang diperoleh untuk program SAS. 52
5.2.1 Pembuatan Scheduling Terintegrasi Pada Setiap Departemen Schedule yang terdapat pada MPS masih sangat umum, secara general hanya terdapat kapan departemen harus memulai kerjanya dan kapan departemen tersebut harus menyelesaikan pekerjaannya. Berikut ini merupakan proses penarikan jadwal yang terdapat pada SAS.
53
Kedatangan raw material DPM start finish MPS
Assembly
Proses Produksi (DPM)
Assembly
Packaging
Packaging
Shipment
Gambar 5.2 Diagram Penarikan Schedule Pada SAS
54
Finish
Pada diagram di atas box warna coklat adalah apaapa saja yang terdapat pada MPS dan dijadikan acuan dalam pengerjaan proses produksi. Permasalahan yang biasa terjadi padadepartemen (DPM, Assy, dan Packaging) adalah setiap departemen hanya berpacu terhadap kapan produk itu harus dikirim tanpa memperhatikan lama waktu proses produksi sehingga menyebabkan adanya keterlambatan proses. Begitu juga dengan hutang, hampir setiap minggu SAS memiliki hutang set yang harus dikirimkan ke Airbus, karena hanya berpacu pada MPS maka jadwal pada tiap departemen sering bentrok dengan program-program yang lain. Maka dari itu perlu ditambahkan proses penjadwalan pada masing-masing departemen yang saling terintegrasi dengan MPS dan memperhatikan pula hutang-hutang yang harus dibayarkan. Berikut ini adalah diagram perbaikan dalam penarikan scheduling.
55
Ada hutang yang harus dibayar
Kedatangan raw material
MPS
DPM start finish
Scheduling DPM
Assembly
Scheduling Assembly
Packaging
Scheduling Packaging
Proses Produksi (DPM)
Assembly
Packaging
Shipment
Gambar 5.3 Diagram Rekomendasi Penarikan Schedule Pada SAS
56
Finish
Dari diagram tersebut rekomendasi perbaikan terlihat pada box warna hijau. Setiap departemen membuat scheduling masing-masing yang disesuaikan dengan MPS nya, sehingga ada acuan yang jelas setiap prosesnya pada setiap departemen harus dimulai dan diselesaikan kapan. Saat terjadi hutang yang harus dibayar maka schedule pada masing-masing departemen. Dengan diadakannya rekomendasi tersebut maka perusahaan harus intens dalam masalah koordinasi dari setiap departemennya untuk bisa menghasilkan jadwal yang sesuai dari setiap departemennya dan tentunya sesuai dengan MPS yang ada. Koordinasi yang dilakukan bisa berupa rapat yang dihadiri oleh perwakilan dari setiap departemen. Kemungkinan konsekuensi yang lainnya adalah penambahan lini produksi kalau memang kapasitas yang ada tidak dapat memenuhi jadwal yang telah ditentukan. 5.2.2 Memberikan Safety Stock Kepada Proses-Proses yang Diperlukan Salah satu kendala terbesar pada proses produksi yang ada pada DPM adalah terdapat beberapa proses yang memakan waktu sangat lama dan terdapat mesin-mesin yang memiliki tingkat reject yang cukup tinggi. Pada proses-proses vital tersebut rekomendasi yang diberikan adalah pengadaan safety stock. Dengan adanya safety stock, apabila ada produk yang reject maka tidak perlu mengulang proses-proses sebelumnya. Berikut ini merupakan rekapan lead time pada setiap proses beserta safety stock yang diperlukan. 57
Tabel 5.6 Rekap Lead Time dan Safety Stock Setiap Proses DPM
Op. Number
Description Standart Time
Actual Time
Safety Stock
111111 880001
Remark ISSUER INSPECTI ON FITTER PRE CUTTING CNC PROFILIN G MACHINE DGMP CNC PROFILIN G MACHINE DGMP CNC PROFILIN G MACHINE DGAL FITTER MACHINI NG DRILLING MACHINE HIGH SPEED
0 0.79
0 0.086
0 0
0.8
1.408
0
6.047
13
1
1.321
2.233
0
38.426
29.583
2
1.178
15
2
0.56
1
0
2.53
2
0
110104
331503
331503
331501
380119
373201 883101
58
372102
883101
511103
885101
880005
510307
885101
INSPECTI ON CNC VERTICAL JIG BORING SIP 720 HIGH SPEED INSPECTI ON CHEMICA L CLEANIN G FOR ALUMINU M ALUMINI UM TREATME NT INSP. PENETRA N INSPECTI ON CHROMIC ACID ANODIZIN G ALUMINI UM TREATME NT INSP.
0.75
1.64
0
2.53
2.53
0
0.661
0.048
0
1.54
0.018
0
1.54
0.018
0
1.215
0.008
0
1.54
0.012
0
59
537404
PRIMER 3.828 0.106 0 PAINTING 885301 PAINTING 0.54 0.54 0 INSPECTI ON 536004 TOP COAT 0.602 0.702 0 PAINTING 885301 PAINTING 0.08 0.08 0 INSPECTI ON 537901 MARKING 0.09 0.14 0 885501 FINAL 2.13 2.13 0 INSPECTI ON Total 68.698 72.282 5 Safety stock dalam hal ini digunakan untuk mengakomodir material yang mengalami reject pada proses-proses yang vital pada proses produksi, sehingga pada saat terjadi reject SAS tidak perlu mengulangi proses dari awal, mulai dari mengambil material di gudang. Rekomendasi ini dapat dilakukan karena material yang didapatkan SAS sudah kontrak dengan AMS dan dari AMS pun telah menyediakan stok lebih untuk materialnya. Konsekuensi yang didapatkan dalam rekomendasi ini adalah SAS harus menyediakan tempat dan treatment khusus terhadap material yang menjadi safety stock pada beberapa proses vitalnya.
60
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi dengan kesimpulan yang didapat dari pelaksanaan Kerja Praktek pada PT. Dirgantara Indonesia dan saran yang diberikan untuk perusahaan berdasarkan analisis yang telah dibuat. 6.1
Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari pengerjaan laporan Kerja Praktek pada PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, indikator performa proses perencanaan pengendalian produksi pada PT. Dirgantara Indonesia antara lain: Tercapainya on time delivery dengan tingkat keterlambatan produk minimal Mengurangi adanya produk reject dan scrap Mengurangi terjadinya overtime pada bagian tertentu 2. Beberapa aktivitas harian yang mempengaruhi pencapaian performa proses perencanaan pengendalian produksi antara lain: Tidak adanya jadwal yang terintegrasi pada masing-masing stasiun kerja sehingga memungkinkan terjadinya bentrokan 61
Umur mesin cukup tua sehingga tidak mampu lagi bekerja sesuai kapasitas terpasangnya dan memiliki akurasi yang rendah Rendahnya etos kerja beberapa pegawai pada lantai produksi sehngga tidak mendukung tercapainya target perusahaan Spesifikasi produk yang rumit sehingga seringkali produk yang dibuat menjadi reject. 3. Setelah melakukan pengamatan selama kerja praktek, maka dapat dibandingkan materi yang diperoleh pada saat kuliah dan di lapangan seperti berikut ini: Dalam pembuatan MPS mempertimbangkan beberapa hal yaitu lingkungan manufaktur, struktur produk, horizon perencanaan, dan pemilihan item MPS. Sedangkan dalam PT. DI MPS dibuat berdasarkan vendor schedule. Safety stock pada kuliah berlawanan dengan prinsip just in time pada produk dengan karakteristik make to order. Sedangkan dalam PT. DI digunakan untuk mengantisipasi produk yang scrap pada lantai produksi.
62
Pada perkuliahan group technology cocok diterapkan pada pabrik dengan variasi produk yang tinggi dengan alur proses yang banyak. Sedangkan pada PT. DI memiliki banyak mesin sejenis dengan kapasitas berbeda dan produk yang dihasilkan variasinya tinggi. 4. Berdasarkan rekomendasi yang telah dibuat, maka potensi perusahaan berbasis kendala dan prestasi dalam lingkup perencanaan pengendalian produksi antara lain: Pembuatan Scheduling Terintegrasi Pada Setiap Departemen Memberikan Safety Stock Kepada Proses-Proses yang Diperlukan 6.2
Saran Saran yang dapat diberikan dari pengerjaan laporan Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan sebaiknya memberikan arahan dan petunjuk yang sistematis terkait pelaksanaan kerja praktek terutama pada awal agar mahasiswa tidak kebingungan dalam pelaksanaan. 2. Memperbaiki sistem administrasi kerja praktek yang terlalu banyak menyita waktu. 3. Merancang sistem kerja praktek yang memiliki arahan serta pembelajaran yang jelas bagi mahasiswa. 63
DAFTAR PUSTAKA Fogarty, D. W., Jr, B., H, J., & Hoffman, T. R. (1991). Production & Inventory Management 2nd Edition. Ohio: South Western Publishing Co. Ballou Ronald H. 2003. Business Logistics/ Supply Chain Management. Prentice Hall PT. Dirgantara Indonesia. (2014-2015). Dokumen PT. Dirgantara Indonesia. Bandung: PT. Dirgantara Indonesia. Hirano, H. (2009). JIT Implementation Manual : The Complete Guide to Just - In -Time Manufacturing 2nd Edition Volume 1 - 6. New York: CRC Press. Hill James A., William L. Berry, David A. Schilling. 2003.
Revising the master production schedule in sequence dependent processes. International Journal of Production Research ISSN 0020-7543 Venkataraman, R, 1996, Frequency of replanning in a rolling horizon master production schedule for a process industry environment: a case study. Production and Operations Management. 5(3), 255-265,
67
68
LAMPIRAN
69
View more...
Comments