Laporan KP Pertamina Pengapon

February 27, 2019 | Author: Ryan Ramanda | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Preventive maintenance...

Description

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sudah mulai muncul sekarang sangat

membantu manusia dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Semakin modern  peralatan yang dipergunakan untuk bekerja maka pekerjaan yang akan dilakukan  juga semakin cepat. Pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon ini sudah memiliki teknologi dalam pengontrolan level tangki yang sangat modern, karena Pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon merupakan perusahaan yang  bergerak dibidang penimbunan dan distribusi maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat pada tangki timbun yang merupakan tempat untuk menyimpan minyak sebelum akan didistribusikan. Berdasarkan teori alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran level ketinggian minyak di tangki timbun merupakan Automatic merupakan  Automatic Tank Gauging (ATG) dengan toleransi pengukuran ketinggian level maksimum adalah 3 mm (TOKYO  KEISO CO.,LTD, 2013). Namun 2013). Namun kenyataannya alat tersebut kurang berfungsi secara optimal, karena sering sekali terdapat perbedaan nilai ukur yang secara aktual selalu dilakukan oleh pekerja di PT. Pertamina (Persero) Instalasi Instalasi Pengapon tersebut. tersebut. Perbedaan ketinggian nilai ukur tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.

1

Tabel 1.1 Pengukuran ATG Tangki Timbun 2 Bulan Februari

ANGKA ATG No

SUHU o

DENSITY

ANGKA MANUAL

LEVEL

C

Kg/m

2

mm

1

30.9

0.8111

2

30.9

3

SUHU

DENSITY

LEVEL

o

C

Kg/m

2

mm

9534 953 4

27

0.8380

0.8111

9534 953 4

27

30.9

0.8111

9535 953 5

4

30.9

0.8111

5

30.9

6

SELISIH SUHU o

DENSITY 2

LEVEL

C

Kg/m

mm

9532

3.9

-0.0269

2

0.8380

9532

3.9

-0.0269

2

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

3

9536 953 6

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

4

0.8111

9533 953 3

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

1

30.9

0.8111

9538 953 8

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

6

7

30.9

0.8111

9538 953 8

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

6

8

30.9

0.8111

9537 953 7

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

5

9

30.9

0.8111

9537 953 7

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

5

10

30.9

0.8111

9538

27

0.8380

9532

3.9

-0.0269

6

Masalah yang timbul karena perbedaan yang cukup tinggi antara nilai ukur manual dengan nilai ukur pada ATG inilah yang perlu dicari penyebabnya karena secara berkala PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon sudah melakukan  perawatan dan perbaikan (kalibrasi ulang) untuk ATG tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan observasi dan perencanaan perawatan untuk ATG tersebut dengan baik agar dapat diketahui ATG pada tangki berapa saja yang mengalami permasalahan dan juga dalam berapa periodekah sebaiknya dilakukan  perawatan untuk ATG pada setiap tangki timbun, karena tangki timbun pada PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon ini memiliki isi minyak yang berbeda-beda  pula, sehingga tingkat korosi antar tangki timbun itu juga berbeda-beda. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan perbedaan yang terjadi antara teori dengan keadaan nyata pada

PT. Pertamina (Persero) Instalasi Pengapon maka dapat diketahui permasalah utama yang perlu dicari adalah dengan melakukan observasi sehingga ditemukan jumlah ATG pada tangki timbun yang rusak, pengamatan tersebut dilakukan tiga kali sehari dengan waktu di pagi, siang, dan malam hari, kemudian membandingkannya

2

dengan monitoring  ATG  ATG pada bagian control room, apabila terdapat perbedaan nilai maka ATG yang memiliki perbedaan nilai lebih dari toleransi yang telah ditetapkan dinyatakan sebagai ATG yang perlu dilakukan kalibrasi ulang. Proses kalibrasi dan  perawatan untuk un tuk ATG tersebut juga memerlukan biaya untuk itu dalam melakukan  perawatannya perlu dilakukan perhitungan pula agar biaya bi aya yang dikeluarkan untuk teknisi dan maintenance alat maintenance alat tersebut menjadi lebih terkontrol. 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1

Tujuan Umum Tujuan umum dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kerja Praktek. 2. Memberikan pengalaman bagi mahasiswa pada dunia kerja nyata. 3. Sarana bagi mahasiswa untuk memperoleh pengalaman, melatih keterampilan, sikap dan pola bertindak dalam lingkungan yang sebenarnya, serta dapat memecahkan masalah yang ada. 1.3.2

Tujuan Khusus Tujuan khusus dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mengevaluasi perbedaan nilai ketinggian  pengukuran ATG dan manual deeping  pada  pada tangki timbun. 2. Memberikan rekomendasi/perbaikan yang dapat memperbaiki kinerja dari ATG sehingga membantu monitoring dari tiap tangki timbun yang ada pada Instalasi Pengapon 1.4 Waktu dan Pelaksanaan Kerja praktek dilakukan oleh penulis pada sebuah perusahaan yang bergerak

di bidang bahan bakar minyak, yaitu :  Nama Perusahaan

: PT. Pertamina Instalasi Pengapon

Alamat

: Jalan Pengapon No.14 Semarang

Waktu Pelaksanaan

: 4 Februari 2013 –  2013 –  1  1 Maret 2013

3

1.5 Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan yang digunakan dalam kerja praktek ini yaitu :

1. Studi pendahuluan yang dilakukan dengan observasi dan wawancara. 2. Studi pustaka mengenai cara kerja ATG dan Penanggulangannya, serta tinjauan sistem PT. Pertamina Instalasi Pengapon. 3. Studi lapangan mengenai perusahaan PT. Pertamina Instalasi Pengapon. 4. Pengumpulan data tentang perbedaan nilai ATG dan  Manual Deeping   pada tangki timbun di PT. Pertamina Instalasi Pengapon. 5. Rekapitulasi dan evaluasi data hasil pengamatan menggunakan metode  preventive maintenance. 6. Analisis hasil dan rekomendasi. 7. Kesimpulan dan saran. 1.6 Pembatasan Masalah Dalam penyusunan laporan ini, penyusun membatasi permasalahan yang

akan dibahas, antara lain : 1. Pengamatan

dan

pengambilan

data

mengenai

pengecekan

pada

monitoring ATG dan  manual deeping   pada tangki timbun di PT. Pertamina Instalasi Pengapon. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat selisih perbedaan dari manual deeping dan ATG. 3. Biaya perawatan preventif berdasarkan perhitungan tingkat kerusakan ATG pada setiap tangki timbun. 1.7 Metode Pengumpulan Data Pengambilan data-data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan

dalam pelaksanaan kerja praktek, dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, antara lain : 1. Data Primer Metode-metode yang digunakan untuk memperoleh data ini yaitu :

4



Observasi langsung, yaitu dengan mengamati secara langsung di lapangan pada beberapa ATG dan melakukan pencatatan manual deeping pada control room.



Wawancara,

yaitu

dengan

mengajukan

pertanyaan-pertanyaan

langsung kepada para karyawan yang ada, baik pada ruangan teknik, QQ, LK3, dan control room. 2. Data Sekunder Metode-metode yang digunakan untuk memperoleh data ini yaitu : 

Data historis yang dimiliki oleh PT. Pertamina Instalasi Pengapon yang berhubungan dengan tema yang telah ditetapkan.

1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan kerja praktek ini adalah sebagai berikut : BAB I Pendahuluan

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penulisan, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini dijabarkan dasar teori yang digunakan dalam melakukan pengolahan data. BAB III Tinjauan Sistem

Pada bab ini dijelaskan gambaran umum tentang perusahaan dan divisi perusahaan yang terkait dengan penelitian selama melaksanakan kerja praktek. Mulai dari sejarah singkat perusahaan, logo, dan slogan visi, misi, serta struktur organisasi  perusahaan. BAB IV Pembahasan

Pada bab ini berisi tentang tahapan dalam melakukan penelitian, data-data yang dikumpulkan dan dari data-data tersebut diolah untuk mendapatkan penyelesaian masalah. Kemudian dari hasil pengolahan tersebut dilakukan analisis.

5

BAB V Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini terdapat kesimpulan dan saran dari hasil pengolahan, selain itu juga diberikan saran yang membangun untuk perusahaan.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Automatic Tank Gauging (ATG) 2.1.1

Pengertian ATG ATG adalah sebuah perangkat terintegrasi yang di dalamnya terdapat

alat pengukur suhu, pengukur permukaan minyak, dan pengukur tekanan. Semua alat-alat tersebut ditanam di dalam tangki timbun dan dapat dibaca secara digital untuk kemudian hasilnya dikirim ke sebuah layar monitor atau  printer . ATG bisa memberikan data suhu, stok, dan pressure secara realtime. (apauditing, 2013)

2.1.2

Cara Kerja ATG Teknologi Automatic Tank Gauging (ATG) telah digunakan secara

luas untuk pengukuran level cairan dalam tangki penyimpanan bulk. Tank gauging merupakan istilah yang digunakan untuk penentuan kuantitas statik  produk cairan yang tersimpan dalam tangki timbun. Dalam pengawasan aset maupun transaksi jual beli produk Bahan Bakar Minyak (BBM), tingkat akurasi pengukuran level menjadi faktor yang sangat penting karena produk yang tersimpan dalam tangki bernilai ekonomi tinggi. Salah satu teknologi ATG yang populer hingga saat ini adalah ATG tipe servo yang menghasilkan pengukuran yang lebih baik. Prinsip kerja ATG servo memanfaatkan Hukum Archimedes. Pada ATG ini, displacer menjadi elemen pendeteksi level cairan. (digilib.tf.itb.ac.id. 2013)

7

2.1.3

Bagian-bagian ATG ATG merupakan sebuah perangkat yang cukup kompleks karena terdiri dari

komponen-komponen yang sangat banyak dan cukup rumit. Komponenkomponen ATG tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Bagian-bagian ATG

Komponen-komponen ATG tersebut terdiri dari : 1.  Level Gauge Alat yang digunakan untuk menampilkan nilai level ketinggian dari minyak pada tangki timbun 2.  Measuring Wire

8

Alat yang digunakan untuk menyampaikan nilai ukur dari displacer ke level gauge. 3.  Displacer Alat yang dapat naik/turun untuk mengukur level   ketinggian  permukaan minyak. 4. Calibration Chamber Alat yang digunakan untuk melakukan kalibrasi ulang dari ATG  pada tangki timbun. 5. Tank Side Indicator Alat yang terletak pada bagian bawah tangki sebagai indikator  pembantu untuk mengetahui level ketinggian permukaan minyak  pada tangki timbun. 6.  Power Switch Merupakan  switch on/off   dari ATG tersebut yang terletak pada  bagian tank side indicator. 7.  Power Cable (di dalam) Merupakan kabel yang berada pada tank side indicator   untuk dihubungkan pada monitoring   ATG di control room sehingga dapat mengetahui ketinggian level permukaan minyak pada komputer. 8.  Mean Temperature Sensor Alat yang digunakan untuk mengetahui rata-rata suhu pada setiap tangki timbun. 9.  Anchore Weight Alat yang digunakan sebagai pemberat untuk membuat sensor tetap seimbang saat mengukur suhu di dalam tangki timbun. 10. Signal Cable Alat yang digunakan untuk menghubungkan data dari level gauge menuju side tank indicator.

9

11. Power Cable (di luar) Merupakan kabel yang berada pada level gauge  untuk dihubungkan  pada tank side indicator untuk mengetahui nilai ukur pada level  gauge. 12. Stilling Well Alat berupa tabung pada bagian bawah level gauge  yang berfungsi sebagai tempat displacer untuk naik/turun. 13. Stilling Well Support Alat yang digunakan untuk membantu tabung stilling well   tersebut agar tetap stabil hingga dibagian bawah tangki timbun. 14. Dip Plate Alat berupa lempengan logam pada bagian bawah  stilling well  tempat menempelnya bolt . 15. Bolt Merupakan baut pengencang pada bagian bawah stilling well   yang menempel pada dip plate. (TOKYO KEISO CO.,LTD, 2013)

2.1.4

Sistem Monitoring ATG dengan CATAMS 

MAI N MENU

 Main menu  adalah tampilan beberapa aplikasi yang ada pada program CATAMS. Caranya : arahkan pointer pada aplikasi kemudian klik-pilih Menu. Main Menu memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.2.

10

Gambar 2.2 M ain Menu



ONE TANK DI SPLAY

One Tank Display adalah suatu tampilan data secara lengkap untuk satu tanki, mulai dari Level, Temperature, Density obs’d, Density 15 deg C,  Produk, Error status, VCF, Volume obs’d, Volume 15deg C, Ullage,  Pumpable, Barrel, dan Long Ton. One Tank Display memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 One Tank Di splay 

11



TANK DA TA SET

Tank Data Set   berfungsi untuk memasukan data tangki, antara lain  produk, height atau tinggi kaki, S/F (Safety Level ), M/H ( Minimum Heel  Level ) atau tinggi cairan yang tidak dapat dipompa, Data Alarm ( H-H  Level, H Level, L Level, dan L-L Level ). 

MANUAL DATA INPUT

 Manual Data Input   berfungsi untuk simulasi data atau perhitungan secara mnual. Apabila telah selesai dilakukan penggunaan manual input untuk simulasi, maka kita harus me-reset   kembali seperti semula agar tidak mengganggu aktifitas pemantauan ATG secara aktual. 

GAUGE CONTROL

Gauge Control berfungsi untuk Remote, antara lain:



1. Measure

: Pengukuran secara otomatis

2. Hoist

: Menaikkan displacer 

3. Stop

: Berhenti

4. Interface

: Mendeteksi Air

5. Density

: Mencari Density Obs’d 

MOVEMENT

 Movement Mode berfungsi untuk memantau loading   ataupun unloading  (pada proses awal dan proses akhir) pada beberapa tangki yang sedang  beroperasi. Movement memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.4.

12

Gambar 2.4 M ovement M ode



TANK DATA LI ST

Tank Data List   adalah suatu tampilan data ATG secara aktual untuk semua tangki. Tank Data List memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Tank D ata List 

13



BAR GRAPH

 Bar Graph  berfungsi untuk melihat tampilan level secara grafik per  produk. Bar Graph memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.6. Beberapa indikasi warna pada grafik adalah warna : o

Hijau : Penjualan/Unloading 

o

Biru : Stabil/Seatle

o

Putih : Penerimaan/ Loading 

o

Merah & Kuning : Indikasi Alarm

Gambar 2.6 Tank D ata List



HISTORICAL

 Historical Data adalah suatu tampilan yang berfungsi untuk melihat data  pengukuran ATG yang tersimpan untuk masa satu tahun. Historical memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.7.

14

Gambar 2.7 H istorical M ode 



BL OCK DATA LI ST

 Blok Data List  adalah suatu tampilan data tangki yang dikelompokan per  produk dan berfungsi untuk melihat jumlah keseluruhan volume/produk. Block Data List memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Block Data Li st 

15



ALARM L I ST

 Alarm List Mode  adalah suatu tampilan yang berfungsi untuk mengetahui data alarm (level, temperature, dan  volume).  Alarm List memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 Alarm L ist 



LA RGE DI SPLAY

 Large Display adalah suatu tampilan Level & Temperature dalam suatu layar besar yang berfungsi untuk memantau apabila ada loading   ataupun unloading. Large Display memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.10.

16

Gambar 2.10 L arge Display 



OPERATI ON LI ST

Operation List adalah suatu tampilan total tangki yang sedang dalam kondisi

beroperasi

(Loading/Unloading)

pada

saat

itu.

Status

Loading/Unloading dapat diketahui bedasarkan tanda panah yang muncul disebelah kiri tangki. Tanda panah turun adalah indikasi untuk Unloading, sedangkan tanda panah naik adalah idikasi untuk loading. Operation List memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.11.

17

Gambar 2.11 Operati on Li st 



ALARM SUMM ARY

Alarm Summary adalah suatu tampilan untuk mengetahui data alarm seara lengkap yang terjadi pada hari itu. Alarm Summary memiliki tampilan seperti pada Gambar 2.12.

18

Gambar 2.12 Alarm Summary 



BUZZ ER RESET

Buzzer reset / Alarm message berfungsi untuk mematikan bunyi alarm yang sedang terjadi. 

SYSTEM DATA CHANGE

System Data Change berfungsi untuk memasukan data tangki secar keseluruhan. System Data Change memiliki tampilan seperti pada gambar 2.13. Beberapa aplikasi yang ada antara lain : o

Tank Data Berfungsi untuk memasukan data alarm

o

Tank Calibration Mode Berfungsi untuk memasukan data table tangki

o

Data Print Out Timer Berfungsi untuk mengatur printout data secara otomatis

o

Alarm & Hysteresis

19

Berfungsi untuk mengaktifkan alarm &buzzer o

Scanning Tank no Berfungsi untuk scan apabila terdapat penambahan tangki baru.

o

Block Tank no Berfungsi untuk mengelompokan tangki/produk.

o

Password/Code Berfungsi untuk mengganti prioritas password yang digunakan.

o

Changeable Items Berfungsi untuk mengaktifkan semua fasilitas yang ada di CATAMS.

Gambar 2.13 System Dat a Change

(PENGOPERASIAN ATG DI CATAMS, TOKYO KEISO CO.,LTD, 2013)

20

2.2 Perawatan (Maintenance) 2.2.1

Pengertian Perawatan Pengertian perawatan ( maintenance ) itu sendiri dapat diartikan

sebagai kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan  pabrik dan mengadakan kegiatan pemeliharaan, perbaikan penyesuaian, maupun penggantian sebagian peralatan yang diperlukan agar sarana fasilitas pada kondisi yang diharapkan dan selalu dalam kondisi siap pakai. (digilib.petra.ac.id, 2013)

2.2.2

Tujuan Perawatan 1. Memperpanjang usia kegunaan aset. Hal ini terutama penting di negara

 berkembang karena kurangnya sumber daya modal untuk penggantian. 2. Menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk  produksi, antara lain : o

Selalu siap bila diperlukan sesuai dengan rencana

o

Tidak rusak selama produksi berjalan.

o

Dapat bekerja dengan efisien dan kapasitas yang diinginkan.

3. Menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktu, misalnya unit cadangan , unit  pemadam kebakaran dan sebagainya. 4. Menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut. Menghemat waktu, biaya dan material karena peralatan terhindar dari kerusakan besar.

21

5. Kerugian baik material maupun personel akibat kerusakan dapat dihindari sedini mungkin, karena terjadinya kerusakan da atau timbulnya kerusakan tambahan akibat kerusakan awal dapat segera dicegah. (digilib.petra.ac.id, 2013)

2.2.3

Keuntungan  –  Keuntungan Perawatan yang Baik 1. Berkurangnya kemungkinan terjadinya perbaikan darurat.

2. Tenaga kerja pada bidang perawatan dapat lebih efisien. 3. Kesiapan dan kehandalan dapat lebih efisien. 4. Memberikan informasi kapan peralatan perlu diperbaiki atau diganti. 5. Anggaran perawatan dapat dikendalikan. (digilib.petra.ac.id, 2013)

2.2.4

Kategori Mesin / Peralatan Produksi Ditinjau dari tingkat kerumitan, harga, peranan dan resiko dalam suatu mata

rantai produksi, mesin digolongkan atas : 

Critical



Essential (Potentially critical)



General Purpose (Non critical)

Kategori ini untuk menentukan strategi perawatan yang cocok. 



Mesin “Critical” o

Kalau rusak dapat membahayakan

o

Kalau rusak proses produksi terganggu

o

Investasi mahal

o

Biaya perbaikannya mahal (misal: high speed turbine)

o

Waktu untuk perbaikan lama

Mesin “General Purpose” o

Kalau rusak tidak membahayakan

o

Kalau rusak tidak mengganggu proses produksi 22



o

Investasi tidak mahal

o

Biaya perbaikan tidak mahal

o

Mempunyai unit cadangan

o

Tidak mengakibatkan kerusakan sekunder

Mesin Essential (Potentially Critical) o

Di antara mesin critical dan general purpose. (ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.5

Pengklasifikasian Perawatan 

 Preventive Maintenance adalah salah satu komponen penting dalam aktivitas perawatan (maintenance).  Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah dilakukan perencanaan dengan  pengawasan yang sistematik, deteksi, dan koreksi, agar sistem atau komponen tersebut dapat mempertahankan kapabilitas fungsionalnya.



Perawatan Berjalan

Dimana pekerjaan perawatan dilakukan ketika fasilitas atau peralatan dalam keadaan bekerja. Perawatan berjalan diterapkan pada peralatan peralatan yang harus beroperasi terus dalam melayani proses produksi. 

Perawatan Prediktif 

Perawatan

prediktif

ini

dilakukan

untuk

mengetahui

terjadinya

 perubahan atau kelainan dalam kondisi fisik maupun fungsi dari sistem  peralatan. Biasanya perawatan prediktif dilakukan dengan bantuan panca indra atau alat-alat monitor yang canggih. 

Perawatan Korektif

23

Perawatan korektif adalah tindakan perawatan yang dilakukan untuk mengatasi kerusakan-kerusakan atau kemacetan yang terjadi berulang kali. Prosedur ini diterapkan pada peralatan atau mesin yang sewaktu-waktu dapat rusak. Dalam kaitan ini perlu dipelajari penyebabnya-penyebabnya, perbaikan apa yang dapat dilakukan, dan bagaimanakah tindakan selanjutnya untuk mencegah agar kerusakan tidak terulang lagi. (ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.6

Pekerjaan-pekerjaan Dasar Pada Perawatan Preventif A. Inspeksi. 

Pekerjaan inspeksi dibagi atas inspeksi bagian luar dan inspeksi  bagian dalam.



Inspeksi bagian luar dapat ditujukan untuk mengamati dan mendeteksi kelainan-kelainan yang terjadi pada mesin yang sedang  beroperasi, misalnya: timbul suara yang tidak normal, getaran, panas, asap dan lain-lain.



Inspeksi bagian dalam ditujukan untuk pemeriksaan elemen-elemen mesin yang dipasang pada bagian dalam seperti: roda gigi, ring,  paking, bantalan dan lain-lain.



Frekuensi inspeksi perlu ditentukan secara sangat hati-hati, karena terlalu kurangnya inspeksi dapat menyebabkan mesin kerusakan yang sulit untuk diperbaiki dengan segera. Sedangkan terlalu sering diadakan inspeksi dapat menyebabkan mesin kehilangan waktu  produktivitasnya. Dengan demikian frekuensi pelaksanaan inspeksi harus benar-benar ditentukan berdasarkan pengalaman, dan jadwal  program untuk inspeksi perlu dipertimbangkan dengan matang.

24

B. Pelumasan. 

Komponen-komponen mesin yang bergesekan seperti roda gigi,  bantalan dsb, harus diberi pelumasan secara benar agar dapat bekerja dengan baik dan tahan lama. Dalam pemberian pelumas yang benar  perlu diperhatikan jenis pelumasnya, jumlah pelumas, bagian yang diberi pelumas dan waktu pemberian pelumasnya ini.

C. Perencanaan dan Penjadwalan. 

Suatu jadwal program perawatan perlu disiapkan dan harus ditaati dengan baik. Program perawatan harus dibuat secara lengkap dan teperinci menurut spesifikasi yang diperlukan, seperti adanya jadwal harian, mingguan, bulanan, tiap tiga bulan, tiap setengah tahun, setiap tahun dan sebagainya.

D. Pencatatan dan Analisis. 

Catatan-catatan yang perlu dibuat untuk membantu kelancaran  pekerjaan perawatan ini adalah: 1. Buku manual operasi. 2. Manual instruksi perawatan. 3. Kartu riwayat mesin. 4. Daftar permintaan suku cadang. 5. Kartu inspeksi. 6. Catatan kegiatan harian. 7. Catatan kerusakan, dan lain-lain. (ariefm.lecture.ub.ac.id, 2013)



Catatan-catatan ini akan banyak membantu dalam menentukan  perencanaan dan keputusan-keputusan yang akan diambil. Analisis yang dibuat berdasarkan catatan-catatan tersebut akan membantu dalam hal:

25

o

Melakukan pencegahan kerusakan daripada memperbaiki kerusakan yang terjadi.

o

Mengetahui tingkat kehandalan mesin.

o

Menentukan umur mesin.

o

Memperkirakan

kerusakan

mesin

dan

merencanakan

untuk

memperbaikinya sebelum terjadi kerusakan. o

Menentukan frekuensi pelaksanaan inspeksi.

o

Menentukan untuk pembelian mesin yang lebih baik dan cocok  berdasarkan pengalaman masa lalu. (ariefm.lecture.ub.ac.id, 2013)

2.2.7

Keuntungan-keuntungan dari Perawatan Preventif 

Waktu terhentinya produksi menjadi berkurang.



Berkurangnya pembayaran kerja lembur bagi tenaga perawatan.



Berkurangnya waktu untuk menunggu peralatan yang dibutuhkan.



Berkurangnya pengeluaran biaya untuk perbaikan.



Penggantian

suku

cadang

yang

direncanakan

dapat

dihemat

kebutuhannya, sehingga suku cadang selalu tersedia di gudang setiap waktu. 

Keselamatan kerja operator lebih tinggi karena berkurangnya kerusakan. 

2.2.8

(ftp.itb.ac.id, 2013)

Usaha untuk mengatasi kerusakan 

Merubah proses



Merancang kembali komponen yang gagal



Mengganti dengan komponen baru atau yang lebih baik

26



Meningkatkan prosedur perawatan preventif. Sebagai contoh, melakukan  pelumasan sesuai ketentuannya atau mengatur kembali frekuensi dan isi daripada pekerjaan inspeksi



Meninjau kembali dan merubah sistem pengoperasian mesin. Misalnya dengan merubah beban unit, atau melatih operator dengan sistem operasi yang lebih baik, terutama pada unit-unit khusus. (ftp.itb.ac.id, 2013)

2.2.9

Tiga cara untuk mengantisipasi kerusakan 

Perbaikan (repair),



Perbaikan secara menyeluruh (overhaul)



Penggantian peralatan tersebut (replacement).

Permasalahan yang paling utama dalam pengambilan keputusan overhaul dan repair ditentukan dalam hal berikut : 

Interval waktu antara setiap overhaul.



Tingkatan ketika suatu peralatan/ mesin harus memperoleh perlakuan repair atau overhaul. (ftp.itb.ac.id, 2013)

2.3 Total Productive Maintenance (TPM) 2.3.1

Definisi Total Produktive Maintenance Bisa diartikan sebagai ilmu perawatan terhadap mesin. Total

Productive Maintenance (TPM) adalah sebuah program perawatan yang termasuk didalamnya definisi konsep terbaru untuk merawat peralatan dan  perlengkapan. Tujuaan dari program TPM adalah untuk menaikkan nilai  produksi yang dimana pada saatyang bersamaan, menaikkan moral para  pekerja dan kepuasan pekerjaan

27

TPM membawa perawatan kedalam focus sebagai kebutuhan dan  bagian kepentingan utama dalam bisnis. Kemudian tidak lama disetujui sebagai

aktivitas

non-profit.

Seiring

berjalannya

waktu

kemudian

dijadwalkan sebagai bagian dari perawatan harian dan dalam beberapa kasus,  bagian

intergral

dari

proses

manufaktur.

Tujuannya

adalah

untuk

mengontrol kedaan gawat darurat dan perawatan yang tidak terjadwal menjadi minimum. (xa.yimg.com, 2013)

2.3.2

Sejarah TPM

TPM adalah konsep inovatif dari orang-orang Jepang. Asal mula dari TOM bisa dilacak pada tahun 1951 dimana pemeliharaan pencegahan  pertama kali diperkenalkan di Jepang. Bagaimanapun juga konsep dari  pemeliharaan pencegahan diambil dari Amerika Serikat. Nippondenso adalah

perusahaan

pertama

yang

yang

memperkenalkan

penerapan

 pemeliharaan pencegahan secara luas di 1960an. Pemeliharaan pencegahan adalah konsep yang dimana, operator memproduksi barang menggunakan mesin dan grup pemeliharaan didedikasikan dengan kerja pemeliharaan mesin, bagaimanpun dengan automasi dari Nippondenso, pemeliharaan menjadi sebuah permasalahan ketika ada banyak personel pemeliharaan yang dibutuhkan. Sehingga manjemen memutuskan bahwa operator akan membawa pemeliharaan rutin dari peralatan.  Nippondenso, yang sudah siap untuk mengikuti pemeliharaan  pencegahan, juga menambahkan pemeliharaan Aotomasi yang dikerjakan oleh operator produksi. Kru pemeliharaan beralih dalam modifikasi  perlengakapan untuk improfisasi secara nyata. Hal ini melaju kepada  pemeliharaan pencegahaan.

Modifikasi dilakukan

untuk

untuk

bisa

28

 berkoorperasi dalam perlengkapan yang baru. Pencegahan pemeliharaan  bersama

dengan

Maintanance

Prevention

melahirkan

Produktif

Maintanance. (xa.yimg.com, 2013)

2.3.3

Objek TPM 

Memaksimalkan kegunaan peralatan kerja secara efektif dan benar.



Merancang sistem pemeliharaan agar peralatan selalu siap pakai.



Mengajak seluruh departemen untuk terlibat langsung dalam merancang, menggunakan, serta merawat semua peralatan kerja.



Mengajak manajemen dan pekerja untuk terlibat aktif dalam mensukseskan kegiatan ini. (xa.yimg.com, 2013)

2.3.4

Tujuan TPM 

Mengurangi waktu tunggu pada saat operasi



Meningkatkan ketersediaan alat sehingga menambah waktu produktive.



Memperpanjang umur pakai.



Melibatkan pemakai dalam sistem perawatan.



Pelaksanaan

program

prevention

maintenance

dan

peningkatan

kemampuan merawat (xa.yimg.com, 2013)

29

2.3.5

Sasaran TPM 

Meningkatkan produktifitas dengan cara mengurangi masukan dan menaikan keluaran



Memaksimalkan efektivitas peralatan secara : 

Kuantitatif : meningkatkan total ketersediaan peralatan, dan  produktivitas pada periode oerasi tertentu



Kualitatif : mengurangi banyaknya produk cacat, menstabilitaskan dan peningkatan kualitas. (xa.yimg.com, 2013)

2.3.6

Manfaat TPM  Profit Margin

Menghadapi persaingan yang semakin maju dalam bidang manufaktur seiring perkembangan jaman menyebabkan tingginya biaya yang dibutuhkan.

Lean

manufacturing

menggunakan

konsep

TPM

 berkontribusi untuk mengurangi waste dan secara tidak langsung mengurangi biaya. Hal ini akan mengakibatkan profit margin yang lebih  besar. 

Siklus Hidup Peralatan Intensitas kesalahan pada peralatan dipengaruhi oleh siklus hidup alat tersebut. Dengan menggunakan konsep TPM, dapat menstabilkan  peralatan dalam kondisi optimum, sehingga kesalahan yang terjadi relatif krcil. (xa.yimg.com, 2013)

30

2.3.7

Aktifitas dasar TPM 

Perbaikan Terfokus ( Focused Improvement)



Perawatan Mandiri ( Autonomous Maintenance )



Pelatihan



Perawatan Terencana ( Planned Maintenance )



Penanganan permasalahan sejak dini ( Early management)



Meningkatkan kualitas manajemen Perawatan ( Quality Management )



Partisipasi bagian administrasi dan penunjang lainnya dalam TPM



Manajemen K3 dan Lingkungan (xa.yimg.com, 2013)

2.4 Pemilihan Kebijakan Repair  atau Preventive M aintenance  Dalam memilih antara kebijakan repair maintenance dan preventive

maintenance, dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan metode-metode yang telah ada dengan tujuan untuk mencari biaya total maintenance (Total  Maintenance Cost ) yang paling rendah. 2.4.1

Metode Repair Policy Metode ini dapat dicari menggunakan rumus sebagai berikut:

TMC (repair policy) = TCr = Expected cost of re pair TCr = B. Cr B=

 

Tb = ∑  

31

Dimana: TCr : Expected cost of repair per minggu B : Jumlah rata-rata breakdown per minggu untuk N alat per mesin Cr : Biaya perbaikan Tb : Rata-rata runtime per alat sebelum rusak  N : Jumlah alat atau mesin 2.4.2

Metode Preventive Maintenance Policy Metode ini dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

TMC (n) = TCr (n) + TCm (n) Dimana: TMC (n) : Biaya total perawatan per minggu TCr (n) : Biaya repair per minggu TCm (n) : Biaya preventive maintenance per minggu Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagi berikut: 1) Hitung jumlah breakdown kumulatif yang diharapkan dari kerusakan (Bn) untuk semua mesin selama periode preventive maintenance (Tp = n minggu) 2) Tentukan jumlah rata-rata breakdown per minggu (B) sebagai  perbandingan Bn/n. 3) Perkiraan biaya repair per minggu TCr (n) = (

 

) Cr

32

4) Perkiraan biaya preventive maintenance per minggu TCn (n) =

   

5) Biaya total perawatan TMC (n) = TCr (n) + TCm (n)

(Kostas N. D, 1981)

33

BAB III TINJAUAN SISTEM

3.1 PT PERTAMINA PT PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki

Pemerintah Indonesia, namanya berubah menjadi (National Oil Compnay), yang  berdiri 10 Desember 1957 dengan nama PT PERTAMINA. Pada tahun 1961  perusahaan ini berganti nama menjadi PN PERTAMIN dan setelah merger dengan PN PERTAMINA di tahun 1968 namanya berubah menjadi PN PERTAMINA. Dengan bergulirnya Undang  –   Undang No. 8 Tahun 1971 sebutan perusahaan menjadi PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah sattus hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO)

pada tanggal 17

September 2003 berdasarkan Undang –   Undang No. 22 Tahun 2001 pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. PT PERTAMINA (PERSERO) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Jannis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan N0. C –  24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan  –  ketentuan yang tercantum dalam Undang  –   Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2001 tentang  perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya  berdasarkan PP No. 31 Tahun 2003 “Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO). 3.2 Sistem Organisasi dan Struktur Organisasi PT Pertamina Instalasi Pengapon Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2003 sebagai amanat dari

 pasal 60 UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan Gas Bumi serta Akta pendirian

34

PT Pertamina (Persero) yang dilakukan oleh Menteri Keuangan dilaksanakan  pengalihan Badan Hukum dan Pengalihan Direksi dan Komisaris. 3.2.1

Sistem Organisasi Sistem Organisasi PT Pertamina Instalasi Pengapon dipimpin oleh seorang

Office Head. Dimana OH Instalasi ini membawahi 4 Pengawas Utama, 1 ASisten Administrasi dan 1 Komandan Security, yaitu : 1. Pengawas Utama Penerimaan, Penimbunan dan Penyaluran (PPP) 2. Pengawas Utama Teknik 3. Pengawas Utama Lingkungan & Kesehatan dan Keselamatan Kerja (LK3) 4. Pengawas Utama Quantity dan Quality 5. Asisten Administrasi dan Layanan Pekerja 6. Komandan Security

35

3.2.2

Struktur Organisasi

OH Terminal BBM Pengapon

Pws. PPP

Pws. Layanan Jasa & Pemeliharaan

Pws. LK3

Pws. Quality & Quantity

Pws. Layanan Jual

Pnt. Adm. Umum & Sek.

Pws. PP / Control Room

 Ast. Laya. Jasa Pemeliharaan

 Ast. K3LL

 Ast. Quality & Quantity

 Ast. Layanan Jual

 Ast. Adm. Umum & Sek.

Pnt. Penyaluran

 Ast. Laya. Jasa Pemeliharaan

Keuangan

 Ast. Layanan Jual I & M

Marine

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. Pertamina TBBM Pengapon

36

2.4 Produk PT. Pertamina Instalasi Pengapon Bahan bakar minyak adalah suatu senyawa organik yag dibutuhkan dalam suatu pembakaran untuk mendapatkan energy/tenaga. Bahan bakar minyak ini merupakan hasil dari proses destilasi minyak bumi (crude oil) menjadi fraksi-fraksi yang diinginkan. PERTAMINA sebagai Badan Usaha Milik Negara mengemban tugas mencari sumber minyak dan gas bumi, mengelola dan menyediakan bahan  bakar minyak di Indonesia. Adapun jenis-jenis bahan bakar minyak yang di produksi PERTAMINA dan diperdagangkan di Indonesia untuk keperluan kendaraan bermotor, industri, dan  perkapalan adalah sebagai berikut : 1. Premium, Pertamax, dan Pertamax Plus ( Motor Gasoline) 2. Minyak Tanah ( Kerosene) 3. Minyak Solar (Gas Oil ) 4. Pertamina Dex 5. Minyak Diesel ( Diesel Oil ) 6. Minyak Bakar ( Fuel Oil ) 7. Bio Solar 8. Bio Pertamax 9. Bio Premium 2.5 Alat Bantu/Transportasi PT. Pertamina Instalasi Pengapon 1. Mobil Tangki

Mobil tangki ini digunakan untuk mengangkut bahan bakar minyak (premium, solar, pertamax, dan kerosene) dari Depot Instalasi Pengapon ke SPBU-SPBU yang membutuhkan bahan bakar. Mobil tangki ini terbagi menjadi empat kelompok, yaitu : mobil tangki ukuran 8000L, 16000L, 24000L, dan 32000L. 2.  Forklift

37

 Forklift ini digunakan untuk memindahkan produk pelumas yang dikemas dalam drum ke mobil box  yang nantinya akan mendistribusikan pelumas tersebut ke konsumen atau retailer yang telah melakukan pemesanan. PT. Pertamina Instalasi Pengapon memiliki 3 unti forklif t. 3. Mobil Box Mobil box ini digunakan untuk mendistribusikan pelumas yang dikemas dalam kardus ke konsumen atau retailer yang telah melakukan pemesanan. 4. Truck Mobil berjenis truck   ini digunakan untuk mendistribusikan pelumas yang dikemas dalam drum  ke konsumen atau retailer   yang telah melakukan  pemesanan.

2.6 Proses Bisnis PT. Pertamina Instalasi Pengapon Secara umum, PT. Pertamina Instalasi Pengapon hanya memiliki proses  bisnis inti yaitu penerimaan, penimbunan, dan penyaluran BBM. Pada perusahaan ini hanya menerima BBM yang disalurkan dari beberapa kilang yang ada di Indonesia maupun dari luar negeri (biasanya Singapura), sedangkan planning -nya dikendalikan oleh ISC ( Integrated Supply Chain) yang ada di PT. Pertamina Pusat. Proses pengiriman BBM dilakukan melalui kapal, kemudian dipompa ke tangki  penimbunan melalui pipa yang telah terpasang. Setelah BBM diterima, kemudian ditimbun pada tangki timbun yang dimiliki. Di Instalasi Pengapon memiliki tangki timbun yang berisi premium, kerosene, solar, pertamax, feedstock. Jumlah dari masing-masing produksi belum  bisa dipastikan karena sekarang ini Instalasi Pengapon masih membangun tangkitangki timbun berukuran besar tetapi menghancurkan tangki timbun yang berukuran kecil. Misal pada bulan Agustus 2010 PT. Pertamina Instalasi Pengapon melakukan  pembongkaran tangki timbun berisi premium kemudian membangun sebuah tangki timbun berukuran besar yang akan diisi pertamax. Proses selanjutnya adalah  penyaluran. Pada proses ini, BBM disalurkan ke berbagai SPBU, SPBN,

38

 perusahaan-perusahaan yang memesan sebelumnya. Proses penyaluran dibantu dengan mobil tangki yang mempunyai berbagai ukuran yaitu 8000L, 16000L, 24000L, 32000L. Kilang minyak memproduksi minyak mentah menjadi BBM

(premium,

solar, pertamax, dsb). BBM yang siap pakai dikirim melalui kapal tanker. Kapal tangker ini bekerja sesuai instruksi dari Pertamina Pusat. Ketika sudah sampai di tempat tujuan, pada kapal disandarkan pada SPM, kemudian BBM tersebut dipompakan ke tangki timbun melalui pipa penerima. Setelah itu, BBM masuk ke manifold . Pada bagian ini, BBM dialirkan pada tangki timbun yang diinginkan (tangki yang kosong diutamakan untuk diiisi terlebih dahulu). BBM masuk ke dalam tangki timbun melalui pipa inlet . Ketika BBM akan dijual, maka BBM yang ada dalam tangki timbun akan dipompa kemudian disalurkan ke  filling shed  menggunakan pompa yang ada di rumah pompa  (pump house). Pada  filling shed  BBM diisikan ke dalam mobil tangki yang akan membawa BBM ke SPBU atau  perusahaan yang memesan. Setelah selesai pengisian, mobil tangki melalui gate keeper   untuk dilakukan pengecekan akhir. Aspek yang dicek antara lain adalah kuantitas dan kandungan air. PT. Pertamina tidak asal dalam penyaluran BBM kepada masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan pemenuhan spesifikasi BBM yang dikeluarkan oleh dirjen migas. Hal yang mutlak dilakukan agar kualitas BBM yang dikeluarkan PT. Pertamina sesuai dengan aturan dirjen migas adalah sistem pengawasan kualitas yang ketat. Pengendalian kualitas BBM dilakukan dari penerimaan sampai ke gate keeper . Pada saat kapal tangker sampai ke pelabuhan, maka ada petugas yang mengambil sampel BBM dari kapal untuk diperiksa di laboratorium QQ (Quality Quantity). Jika BBM yang dibawa memnuhi standart, maka BBM yang dibawa diperbolehkan dipompa ke tangki timbun. Setelah selesai pemompaan, maka BBM yang ada di tangki timbun dicek kembali dan dibandingkan dengan hasil  pengecekan BBM di kapal. Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui kualitas BBM 39

sebelum dan setelah pemompaan. Sebelum mobil tangki keluar dari area Instalasi Pengapon, terlebih dahulu dicek untuk terakhir kalinya di gate keeper . 2.7 Sarana dan Fasilitas PT. Pertamina TBBM Instalasi Pengapon PT. Pertamina Instalasi Pengapon memiliki tugas pokok yang harus

dijalankan yaitu penerimaan, penimbunan, dan penyaluran BBM. Berikut adalah  penjelasan sarana dan fasilitas dari ketiga tugas pokok tersebut : 1. Penerimaan BBM 

Dermaga Deli khusus untuk penyandaran Tugboat & Service boat untuk  pelayanan crew penerimaan & Crew Tanker.



Single Point Moring (SPM) untuk penyandaran /pembongkaran BBM dengan kapasitas Tanker 30.000 DWT berada ± 6000 meter dari pantai.



Pipa penerimaan dari SPM s/d Manifold di TBBM Pengapon Ø 16” Multi Product.

2. Penimbunan BBM 

Pertamax = 1 Unit (safe Cap.3.887 Kl)



Premium = 6 Unit (Safe Cap.40.530 Kl)



M.Tanah = 1 Unit (Safe Cap.7.427 Kl)



M. Solar = 4 Unit (Safe Cap.32.965 Kl.)



FS.A

= 1 Unit (Safe Cap.306 Kl)



FS.B

= 1 Unit (Safe Cap.306 Kl)

3. Penyaluran BBM 

Untuk penyaluran produk Pertamax 2 unit Pompa @ Kap.500 GPM.



Untuk Penyaluran Produk Premium 7 Unit total kapasitas pemompaan 3340 GPM.



Untuk Penyaluran Produk M.Tanah 5 Unit dgn Total Kapasitas  pemompaan 1520 GPM.



Untuk Penyaluran Produk M.Solar 5 Unit dgn Total Kapasitas 3020 GPM.

40

4. Pengisian Mobil Tangki 

Pertamax = 2 Filling Point



Premium = 12 Filling Point



M.Tanah = 1 Filling Point



M.Solar

= 11 Filling Point



FAME

= 2 Filling Point

5. Gate Keeper 

Pemeriksaan Keluar Mobil Tangki) terdiri dari 3 pintu, gate keeper selain untuk pemeriksaan Volume Minyak yang diangkut oleh MobilMobil Tangki dipergunakan juga untuk Pemeriksaan Mutu BBM yang disalurkan kepada Konsumen / Lembaga penyalur lainnya (sesuai dengan program Zero Loss).

6. Pendukung Sumber Daya Listrik 

Dari PT. PLN dengan kapasitas 345 KVA (penambahan daya menjadi Th. 2009) dipergunakan untuk penerangan dan kebutuhan operasional.



Dari 3 Unit Genset dengan total kapasitas 778 KVA akan dipergunakan sebagai cadangan.

7. LK3 

Pipa air pemadam Ø 8” dan 12” mengelilingi seluruh areal depot lengkap dengan “Y” piece.



4 unit pompa pemadam berkapasitas kap.1500 GPM (2 Unit) dan kap. 2.000 gpm (2 Unit).



1 unit Fire Fighting Truck.



1 unit Fire fighting Jeep.



1 unit Vacum Truck.



Kolam Pemadam Uk. = 110 M X 20 M X 2,5 M = 5.500 M³ dan  penambahan 2.500 M3.



Pemasangan Foam Chamber pada tangki-tangki produk.

41

8. Pelumas TBBM Pengapon 

Drum Yard sebelah Utara luas ± 3.695 m² dan sebelah Selatan luas ± 9.275 m² dapat menampung ± 30.000 Drum Pelumas.



Gudang No.6 dan No.7 dapat dipergunakan untuk penyimpanan ± 33.000 Doos dan 1000 Pail Pelumas.



2 Unit Forklift.



Penerimaan Pelumas dari ; Lob plant Jakarta, Cilacap dan Surabaya.

9. LPG TBBM Pengapon 

Gudang No.8 luas 600 m² dan Gudang No. luas 300 m²



Dapat menampung botol-botol LPG sebanyak :



o

LPG 3 Kg = 20.000 Pcs.

o

LPG 12 Kg.= 4.500 Pcs.

o

LPG 50 Kg.= 2.250 Pcs.

Selain untuk penyimpanan Botol-Botol LPG digunakan juga untuk  penyimpanan kompor gas dalam rangka konversi M.Tanah ke LPG.

10. Mobil Tangki 

Kap. 5 KL = 2 unit



Kap. 8 Kl = 1 unit



Kap.16 Kl = 56 Unit



Kap.24 Kl = 32 Unit



Kap.32 Kl = 9 Unit

2.8 Wilayah SPBU TBBM Pengapon Jumlah SPBU yang dilayani oleh TBBM Pengapon terdiri dari 280 Unit dengan wilayah SPBU yang dilayani meliputi : 1. Kota Semarang 2. Kota Pekalongan 3. Kab. Semarang

42

4. Kab. Pekalongan 5. Kab. Demak 6. Kab. Kendal 7. Kab. Kudus 8. Kab. Jepara 9. Kab. Pati 10. Kab. Grobogan 11. Kab. Batang

43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metodologi Penelitian Metodologi penelitian terdiri dari beberapa tahapan penelitian yang

harus diterapkan dan dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan pemecahan rmasalah. Sehingga penelitian yang dilakukan dapat dilakukan dapat berjalan dengan baik dan masalah dapat terselesaikan sampat tuntas. Urutan metodologi  penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. Mulai

Penelitian Pendahuluan Identifikasi dan Perumusan Masalah yang ada Penentuan Tujuan Penelitian Studi Lapangan

Studi Pustaka

Wawancara

Pengumpulan Data : A. Biaya Perbaikan ATG B. Perbandingan Nilai ATG dan  Manual Deeping  C. Mencari Jumlah Kerusakan ATG

Pengolahan dan Analisis Perhitungan Jumlah Optimum Biaya Perawatan

Simpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian

44

4.1.1

Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan memiliki tujuan untuk mengidentifikasi

 permasalahan

sebenarnya

yang

dihadapi

oleh

perusahaan

tersebut.

Identifikasi masalah dapat dicari dengan melakukan wawancara pada karyawan maupun dengan pengamatan langsung pada PT Pertamina Instalasi Pengapon. 4.1.2

Identifikasi dan Perumusan Masalah yang ada Tahapan perumusan masalah berujuan untuk mengidentifikasi dan

merumuskan pada bagian maintenance pada PT Pertamina Instalasi Pengapon. Berdasarkan data historis perusahaan dan pengukuran manual secara langsung di lapangan. Alat yang dilakukan pengamatan untuk  perawatan adalah ATG ( Automatic Tank Gauging ) yang menjadi fokus  pembahasan disini. Di dalam PT Pertamina Instalasi Pengapon tidak memproduksi hasil  produksi melainkan melakukan distribusi saja. Pada perusahaan ini hanya terjadi kerja PPP yang merupakan Penerimaan, Penimbunan dan Penyaluran. Dalam proses penerimaan berada di tengah laut melalui kapal tangker, kemudian diterima di bagian SPM. Setelah itu disalurkan melalui pipa yang  panjangnya sekitar 9 km dan dimasukkan ke dalam tangki timbun. Terakhir dilakukan pengisian ke masing  –   masing truk pembawa dan dikirim ke masing  –   masing SPBU. Di dalam proses PPP tersebut banyak mesin maupun alat yang dilibatkan, salah satunya adalah ATG yang berada di setiap tangki timbun. Berdasarkan ruang lingkup kajian yang telah ditetapkan, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut : a. Data yang diambil berasal dari data historis PT Pertamina Instalasi Pengapon

45

 b. Objek Penelitian adalah ATG yang terdapat di tangki timbun pada  proses penimbunan produk PT Pertamina Instalasi Pengapon c. Data yang digunakan penulis yaitu data kerusakan ataupun gangguan ATG pada bulan Desember 2012 hingga Febuari 2013. 4.1.3

Penentuan Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui jumlah rata-rata kerusakan ATG pada tangki timbun yang digunakan oleh PT Pertamina Instalasi Pengapon  b. Melakukan analisis grafik berdasarkan selisih nilai ukur ATG dan nilai ukur Manual Deeping  antar tangki timbun. c. Menginformasikan keadaan actual yang dapat mempengaruhi ketidak sesuaian ukuran ATG dengan Manual Deeping. 4.1.4

Studi Pustaka dan Studi Lapangan

4.1.4.1

Studi Pustaka Tujuan dari studi pustaka adalah untuk memberikan kerangka

 berpikir berupa –   berupa atau kajian –   kajian ilmiah yang diperlukan dalam  pelaksanaan penelitian sehingga diperoleh landasan ilmiah yang berguna sebagai bahan referensi. 4.1.4.2

Studi Lapangan Penelitian ini dilaksanakan pada PT Pertamina Instalasi Pengapon,

Perusahaan ini tidak menghasilkan produk tetapi disuplai oleh produsen minyak lainya dan PT. Pertamina Instalasi Pengapon menyalurkannya ke masing  –   masing SPBU. Studi Lapangan dilakukan dengan mengamati secara langsung kondisi dan situasi yang ada pada perusahaan serta melaui wawancara dengan pihak perusahaan.

46

4.1.5

Pengumpulan Data Data –   data yang diperlukan untuk menyelesaikan laporan ini dapat

dibedakan menjadi 2, yaitu : 

Data Primer Metode yang digunakan untuk memperoleh data ini antara lain : a. Observasi langsung, yaitu dengan mengamati secara langsung pada ATG di tangki timbun dan monitoring ATG di control room.  b. Wawancara, yaitu dengan mengajukan pertanyaan  –   pertanyaan langsung kepada penanggung jawab lapangan.



Data Sekunder Metode  –   metode yang digunakan untuk memperoleh data ini adalah dengan cara menggunakan data historis perusahaan.

4.1.6

Pengolahan Data dan Analisis

4.1.6.1

Pengolahan Data Pengolahan data digunakan untuk melihat biaya perawatan ATG

( Automatic Tank Gauging ) dan perbandingan nilai ukurnya dengan Manual Deeping, sehingga dapat diketahui ATG pada tangki timbun berapa yang mengalami kerusakan dan harus di kalibrasi ulang. 4.1.6.2

Analisis Analisis dilakukan untuk memberikan keterangan dan pembahasan

tentang pengolahan data yang telah dilakukan. Disamping itu untuk melihat mesin cadangan yang telah didapatkan, dapat diterapakan oleh perusahaan 4.1.6.3

Kesimpulan dan Saran Tahapan terakhir

dalam

metodologi

penelitian

ini

adalah

memberikan kesimpulan mengenai apa saja yang telah dilakukan baik dari hasil pengolahan data maupun dari analisis. Selain kesimpulan, diberikan  juga saran –  saran yang bersifat membangun bagi perusahaan.

47

BAB V PEMBAHASAN DAN ANALISIS 5.1 Pengumpulan Data 5.1.1

ATG PT. Pertamina Instalasi Pengapon PT. Pertamina Instalasi pengapon

khususnya

pada

bagian

 penimbunan akan berkaitan erat dengan tangki timbun sebagai tempat  penyimpanan minyak yang akan ditimbun sebelum dilakukan penyaluran untuk dijual. Setiap tangki timbun harus dilakukan kontrol untuk kadar, suhu, density, maupun ketinggian minyak di dalam tangki timbun tersebut. Rincian ATG dari setiap tangki timbun di PT. Pertamina Instalasi Pengapon dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Rincian Tangki Timbun Pertamina Instalasi Pengapon

 NO

LOKASI

NO TANKI

Produk

SAFE CAP KL

1

Terminal BBM Pengapon

7

Premium

2

Terminal BBM Pengapon

8

3

Terminal BBM Pengapon

4

AUTOMATIC TANK GAUGING MERK

JENIS

TYPE

10519

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

Premium

4018

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

9

Premium

4093

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

Terminal BBM Pengapon

14

Premium

4138

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

5

Terminal BBM Pengapon

15

Premium

4897

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

6

Terminal BBM Pengapon

19

Premium

7035

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

7

Terminal BBM Pengapon

2

Solar

10341

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

8

Terminal BBM Pengapon

22

Kerosene

7427

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

9

Terminal BBM Pengapon

5

Solar

9980

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

10

Terminal BBM Pengapon

12

Pertamax

4096

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

11

Terminal BBM Pengapon

16

Solar

4104

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

12

Terminal BBM Pengapon

23

Solar

10110

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

13

Terminal BBM Pengapon

24

Solar

8364

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

14

Terminal BBM Pengapon

17

FSA

306

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

15

Terminal BBM Pengapon

18

FSB

306

Tokyo Keisho

Servo

FW-9411F

48

5.1.2

Data Kerusakan ATG Sebuah ATG dapat dikatakan rusak/cacat karena nilai ukur pada

ATG tersebut berada jauh diluar toleransi yang telah ditetapkan. Toleransi  perbedaan nilai ukur ATG dan Manual Deeping pada PT. Pertamina Instalasi Pengapon ini adalah +/-3 mm. Perbedaan nilai ukur ATG untuk  pukul 06.00-14.00 dapat dilihat pada Tabel 5.2, sedangkan perbedaan nilai ukur ATG untuk pukul 14.00-22.00 serta pukul 22.00-06.00 dapat dilihat  pada Tabel 5.3 dan Tabel 5.4. Kemudian untuk grafik probabilitas kerusakan ATG pada pukul 06.00-14.00 dapat dilihat pada Gambar 5.1. Untuk grafik  probabilitas kerusakan ATG pada pukul 14.00-22.00 14. 00-22.00 dan pukul 22.00-06.00 dapat dilihat pada Gambar 5.2 dan Gambar 5.3. Grafik kerusakan dan  probabilitas dari perbandingan ATG dan Manual Deeping tersebut direkap  berdasarkan jumlah total ATG di seluruh tangki timbun sebanyak 15 unit, antara lain terbagi menjadi : Pukul 06.00-14.00

o

Tabel 5.2 Data Perbedaan Nilai Ukur ATG dengan Manual Deeping Pukul 06.00-14.00 Minggu ke

Selisih ATG dengan Manual Deeping Pada Tangki Timbun ke

Kerusakan

7

8

9

14

15

19

2

22

5

12

16

23

24

17

18

1

3

-43

0

1

44

0

-1

-6

0

0

0

8

5

166

0

6

2

0

0

0

0

2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

0

-31

0

0

34

-3

-1

-7

-2

0

-18

7

0

166

1

6

4

0

0

0

-2.4

4

0

0

0

0

0

-1.6

0

0

0

0

1

5

0

-30

-3

-5

35

-10

1

-6

-2

0

-18

7

0

166

1

8

6

0

-30

-3

62

36

-10

1

-6

-2

0

-18

7

0

166

1

8

7

0

-29

-4

1

36

2

3

1

-1

0

0

0

5

166

1

5

8

8

-26

0

0

34

0

6

2

-1

0

2

0

5

166

1

6

9

0

-20

0

7

29

-5

3

1

-2

0

1

0

4

166

1

6

10

2

-6

0

8

16

1493

5

1

-2

0

1

0

0

166

0

6

49

Grafik Probabilitas Probabi litas Kerusakan Kerus akan ATG ATG Pukul 06.00-14.00 0.60    n    a     k 0.50    a    s    u    r 0.40    e    K    s 0.30    a    t    i     l    i 0.20     b    a     b    o 0.10    r    P

Probabilitas

0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.1 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 06.00-14.00

Pukul 14.00-22.00

o

Tabel 5.3 Data Perbedaan Nilai Ukur ATG dengan Manual Deeping Pukul 14.00-22.00 Minggu ke

Selisih ATG dengan Manual Deeping Pada Tangki Timbun ke

Kerusakan

7

8

13

14

15

19

2

22

5

12

16

23

24

17

18

1

4

-22

-13

4

23

1

2

-3

1

2

1

9

5

166

1

8

2

3

-24

-13

2

26

1

2

-5

-2

1

-17

9

4

166

1

8

3

2

-27

-13

1

30

-1

3

-4

-2

3

-17

9

1

166

1

7

4

4

-25

1

-3

29

-5

4

-4

-2

6

-17

9

8

166

1

11

5

4

-30

-3

-5

35

-10

1

-6

-2

6

-18

7

7

166

1

11

6

0

-25

-4

-5

31

-12

1

-5

-1

5

-17

15

0

166

1

10

7

8

-21

-3

1

28

0

5

1

-1

2

1

11

5

166

2

7

8

7

-26

-7

0

34

-2

5

2

-2

5

2

8

5

166

1

9

9

5

-20

-11

7

29

1

2

1

-2

5

1

12

5

166

1

9

10

2

-4

-9

8

14

1492

6

2

-2

1

2

0

0

166

1

7

50

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 14.00-22.00 0.80    n    a 0.70     k    a    s 0.60    u    r    e 0.50    K    s 0.40    a    t    i     l    i 0.30     b    a 0.20     b    o    r 0.10    P

Probabilitas

0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.2 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 14.00-22.00

Pukul 22.00-06.00

o

Tabel 5.4 Data Perbedaan Nilai Ukur ATG dengan Manual Deeping Pukul 22.00-06.00 Minggu ke

Selisih ATG dengan Manual Deeping Pada Tangki Timbun ke

Kerusakan

7

8

13

14

15

19

2

22

5

12

16

23

24

17

18

1

4

-22

-13

4

23

1

2

-3

1

2

1

9

5

166

0

8

2

3

-25

-13

2

27

1

2

-5

-2

0

-17

9

4

166

1

8

3

2

-27

-13

1

30

-1

3

-4

-2

7

-17

9

1

166

5

9

4

4

-25

1

-3

29

-5

4

-4

-2

6

-17

9

8

166

1

11

5

4

-30

-3

-5

35

-10

1

-6

-2

6

-18

7

7

166

1

11

6

8

-25

-1

-6

31

3

6

2

-1

41

1

6

5

166

1

9

7

8

-26

0

0

33

0

6

2

-1

37

2

0

5

166

1

5

8

0

-26

-9

11

34

-3

5

1

-2

36

1

-4

5

166

1

9

9

5

-7

-11

9

16

-2

5

1

-2

5

1

22

5

166

1

10

10

2

-4

-9

8

14

1496

6

2

-2

1

2

0

0

166

1

7

51

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 22.00 - 06.00 0.80    n    a 0.70     k    a    s 0.60    u    r    e 0.50    K    s 0.40    a    t    i     l    i 0.30     b    a 0.20     b    o    r 0.10    P

Probabilitas

0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.3 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG Pukul 22.00-06.00

5.2 Pengolahan Data Berikut pengolahan data dari keseluruhan pengumpulan data yang telah

diperoleh dari observasi, diketahui : 

Biaya Perbaikan Teknisi Engineer + Teknisi Senior + Biaya Komponen = Rp 884.564,- + Rp 584.865,- + Rp 253.125,- = Rp 1.722.553,-



Biaya Perawatan (Preventive) Teknisi Senior + Teknisi Helper + Biaya Check-up = Rp 584.865,- + Rp 552.218,- + Rp 187.500,- = Rp 1.324.583,-



Total biaya yang dikeluarkan bila terjadi kerusakan Biaya Perbaikan + biaya perawatan = Rp 1.722.553,- + Rp 1.324.583,= Rp 3.047.136,-



Total biaya korektif setiap minggu = Rp 1.722.553,- x 15 = Rp 25.838.295,-

52



Rekap probabilitas kerusakan ketiga waktu pengukuran yang telah diambil dapat dilihat pada Tabel 5.5 dan Gambar 5.4. Sedangakan rekap hasil  perhitungan biaya dan grafik biaya pada pukul 06.00-14.00 dapat dilihat  pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.5. Tabel 5.5 Data Rekap Probabilitas Kerusakan ATG

Minggu ke

Probabilitas Kerusakan ATG 14.00-22.00

06.00-14.00

22.00-06.00

Kerusakan

Probabilitas

Kerusakan

Probabilitas

Kerusakan

Probabilitas

1

6

0.40

8

0.53

8

0.53

2

0

0.00

8

0.53

8

0.53

3

6

0.40

7

0.47

9

0.60

4

1

0.07

11

0.73

11

0.73

5

8

0.53

11

0.73

11

0.73

6

8

0.53

10

0.67

9

0.60

7

5

0.33

7

0.47

5

0.33

8

6

0.40

9

0.60

9

0.60

9

6

0.40

9

0.60

10

0.67

10

6

0.40

7

0.47

7

0.47

Grafik Probabilitas Kerusakan ATG 0.80 0.70

   n    a     k    a 0.60    s    u    r 0.50    e    K    s 0.40    a    t    i     l    i 0.30     b    a     b 0.20    o    r    P

Jam 06.00-14.00 Jam 14.00-22.00 Jam 22.00-06.00

0.10 0.00 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.4 Grafik Probabilitas Kerusakan ATG

53

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh data probabilitas kerusakan sesuai pada Tabel 4.5. 

Jam 06.00-14.00 P(X=x) = P(X=1) = P(X=2) = P(X=3) =



  

 = 0,40

 

 = 0,00

 

 = 0,40



Perhitungan Perkiraan Biaya o

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh hasil biaya total yang dikeluarkan untuk perawatan secara berkala sesuai Tabel 5.6 dan Gambar 5.5. Untuk N = 1 

B1 = Np1 = 15 x 0,40 = 6



B =  = 6



TCr(1) = 6 x Rp 1.722.553,- = Rp 10.335.318,-



TCm(1) =

 o





   

 = Rp 19.868.745,-

TMC = Rp 30.204.063,-

Berikut adalah rekap perhitungan dari hasil biaya total yang dikeluarkan untuk perawatan secara berkala untuk observasi pada pukul 06.00-14.00 yang dijabarkan pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.5.

54

Tabel 5.6 Rekap Hasil Perhitungan Biaya Pada Pukul 06.00-14.00

 No Bn B 1 6.000 6.000 2 8.400 4.200 3 15.360 5.120 4 21.544 5.386 5 33.378 6.676 6 52.255 8.709 7 72.224 10.318 8 106.050 13.256 9 136.429 15.159 10 179.116 17.912

TCr TCm TMC Rp 10335318 Rp 19868745 Rp 30204063 Rp 7234723 Rp 9934373 Rp 17169095 Rp 8819471 Rp 6622915 Rp 15442386 Rp 9277670 Rp 4967186 Rp 14244857 Rp 11498937 Rp 3973749 Rp 15472686 Rp 15002013 Rp 3311458 Rp 18313470 Rp 17772715 Rp 2838392 Rp 20611107 Rp 22834612 Rp 2483593 Rp 25318205 Rp 26111867 Rp 2207638 Rp 28319505 Rp 30853746 Rp 1986875 Rp 32840620

Grafik Biaya 35000000 30000000 25000000    a 20000000    y    a    i    B15000000

TCr TCm

10000000 TMC 5000000 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.5 Grafik Biaya Pada Pukul 06.00-14.00

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh data probabilitas kerusakan sesuai pada Tabel 5.5. 

Jam 14.00-22.00 P(X=x) =

 

55

P(X=1) = P(X=2) = P(X=3) = 



 = 0,53

 

 = 0,53

 

 = 0,47



Perhitungan Perkiraan Biaya o

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh hasil biaya total yang dikeluarkan untuk perawatan secara berkala sesuai Tabel 5.7 dan Gambar 5.6. Untuk N = 1 

B1 = Np1 = 15 x 0,53 = 8



B =  = 8



TCr(1) = 8 x Rp 1.722.553,- = Rp 13.780.424,-



TCm(1) =

 o





   

 = Rp 19.868.745,-

TMC = Rp 33.649.169,-

Berikut adalah rekap perhitungan dari hasil biaya total yang dikeluarkan untuk perawatan secara berkala untuk observasi pada pukul 14.00-22.00 yang dijabarkan pada Tabel 5.7 dan Gambar 5.6. Sedangakan rekap hasil  perhitungan biaya dan grafik biaya pada pukul 14.00-22.00 dapat dilihat  pada Tabel 5.8 dan Gambar 5.7.

56

Tabel 5.7 Rekap Hasil Perhitungan Biaya Pada Pukul 14.00-22.00

 No Bn 1 8.000 2 20.267 3 38.076 4 68.849 5 117.351 6 192.804 7 307.663 8 499.223 9 776.503 10 1219.038

B TCr TCm 8.000 Rp 13780424 Rp 19868745 10.133 Rp 17455204 Rp 9934373 12.692 Rp 21862387 Rp 6622915 17.212 Rp 29649093 Rp 4967186 23.470 Rp 40428654 Rp 3973749 32.134 Rp 55352585 Rp 3311458 43.952 Rp 75709492 Rp 2838392 62.403 Rp 107492167 Rp 2483593 86.278 Rp 148618569 Rp 2207638 121.904 Rp 209985802 Rp 1986875

TMC Rp 33649169 Rp 27389576 Rp 28485302 Rp 34616279 Rp 44402403 Rp 58664042 Rp 78547884 Rp 109975760 Rp 150826207 Rp 211972676

Grafik Biaya 35000000 30000000 25000000    a 20000000    y    a    i

TCr

   B15000000

TCm 10000000 TMC

5000000 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.6 Grafik Biaya Pada Pukul 14.00-22.00

57

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh data probabilitas kerusakan sesuai pada Tabel 5.5. 

Jam 22.00-06.00 P(X=x) = P(X=1) = P(X=2) = P(X=3) =



  

 = 0,53

 

 = 0,53

 

 = 0,60



Perhitungan Perkiraan Biaya o

Berikut adalah contoh perhitungan untuk memperoleh hasil biaya total yang dikeluarkan untuk perawatan secara berkala sesuai Tabel 5.8 dan Gambar 5.7. Untuk N = 1 

B1 = Np1 = 15 x 0,53 = 8



B =  = 8



TCr(1) = 8 x Rp 1.722.553,- = Rp 13.780.424,-



TCm(1) =







   

 = Rp 19.868.745,-

TMC = Rp 33.649.169,-

58

Berikut adalah rekap perhitungan dari hasil biaya total yang dikeluarkan

o

untuk perawatan secara berkala untuk observasi pada pukul 22.00-06.00 yang dijabarkan pada Tabel 5.8 dan Gambar 5.7. Tabel 5.8 Rekap Hasil Perhitungan Biaya Pada Pukul 22.00-06.00

 No Bn 1 8.000 2 20.267 3 40.076 4 72.983 5 125.324 6 206.538 7 330.834 8 540.949 9 849.899 10 1345.293

B TCr TCm 8.000 Rp 13780424 Rp 19868745 10.133 Rp 17455204 Rp 9934373 13.359 Rp 23010756 Rp 6622915 18.246 Rp 31429064 Rp 4967186 25.065 Rp 43175552 Rp 3973749 34.423 Rp 59295402 Rp 3311458 47.262 Rp 81411209 Rp 2838392 67.619 Rp 116476618 Rp 2483593 94.433 Rp 162666274 Rp 2207638 134.529 Rp 231733804 Rp 1986875

TMC Rp 33649169 Rp 27389576 Rp 29633671 Rp 36396250 Rp 47149301 Rp 62606860 Rp 84249601 Rp 118960212 Rp 164873913 Rp 233720679

Grafik Biaya 35000000 30000000 25000000    a 20000000    y    a    i    B15000000

TCr TCm

10000000 TMC

5000000 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Minggu

Gambar 5.7 Grafik Biaya Pada Pukul 22.00-06.00

59

5.3 Analisis Penyebab Kerusakan ATG Berdasarkan pengolahan data yang telah dilakukan pada awal untuk

menentukan jumlah dari ATG yang nilai ukurnya keluar dari batas toleransi dan  perhitungan biaya maintenance untuk ATG tersebut, dapat dilihat bahwa ATG yang rusak dan tingkat ketelitiannya berada di luar batas toleransi cukup banyak,  pada pagi hari tingkat probabilitas tertinggi bernilai 0,53, sedangkan pada  pengukuran ATG pada siang hari tingkat probabilitas tertinggi bernilai 0,73, dan pada pengukuran ATG pada malam hari tingkat probabilitas tertingginya  juga 0,73. Pada Gambar 5.4 grafik probabilitas kerusakan ATG menggambarkan tingkat kerusakan ATG yang sudah cukup parah karena probabilitas kerusakan tersebut sudah cukup tinggi. Memang perbedaan angka ukur pada ATG dan Deeping Manual tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : 1.

Bentuk tangki Hal ini dapat terjadi karena pada saat tangki timbun tersebut mengalami tekanan dari luar seperti terkena pinjakan karyawan pada saat

menaiki

tangki

timbun

tersebut

maka

akan

sangat

mempengaruhi angka pengukuran di ATG tersebut. 2.

Kurang stabil (ketinggian level) Setiap tangki timbun pun memiliki tingkat kestabilan ATG yang  beragam, karena hanya pada level ketinggian permukaan minyak tertentu saja nilai ukur pada ATG dan Manual Deeping dapat  berbeda. Misalnya sebuah

tangki

timbun dengan

ketinggian

 permukaan minyak menengah angka ukur ATG dan  Manual  Deeping -nya sama, namun pada ketinggian permukaan minyak maksimum angka ukur ATG dan Manual Deeping menjadi berbeda  jauh.

60

3.

Kawat Penyalur Terkorosi Terjadi korosi pada measuring wire khususnya pada bagian displacer yang merupakan tempat untuk menyampaikan hasil ukuran dari tingkat ketinggian level minyak pada tangki timbun tersebut.

4.

Human Error Terjadi bila ada staf yang kurang teliti saat melakukan manual deeping  pada pengukuran level minyak untuk tangki timbun tertentu, sehingga hasil pengukurannya berbeda.

5.4 Analisis Penentuan Minggu Pelaksanaan Maintenance Berdasarkan perhitungan dari data di atas dapat diketahui bahwa total

 biaya perawatan korektif untuk 1 minggu adalah Rp 25.838.295,- sehingga bila dibandingkan dengan tiga buah hasil perhitungan biaya perawatan prefentif, hasilnya memiliki nilai biaya yang lebih rendah, yaitu pada pengukuran di pagi hari biaya minimum terletak pada minggu ke empat dengan biaya Rp 14.244.857,00. Sedangkan pada pengukuran di siang hari dan malam hari biaya minimumnya terletak pada minggu yang sama yaitu pada minggu ke dua dengan total biaya maintenance adalah Rp 27.389.576,00. Sehingga dapat dikatakan  bahwa sebaiknya PT. Pertamina Instalasi Pengapon melakukan perawatan yang  berkala setiap dua minggu sekali pada pagi hari dan setiap 4 minggu sekali pada siang dan malam hari.

61

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan 1. Manual Deeping masih perlu dilakukan untuk mengevaluasi tingkat ketelitian

dan ketepatan dari ATG, biasanya perbedaan hasil ukur ATG dengan Manual Deeping dapat disebabkan oleh faktor manusia, yaitu pada saat menaiki tangki timbun untuk melalakukan pengukuran manual dan juga timbulnya korosi pada measuring wire ATG tersebut. 2. ATG yang digunakan pada PT. Pertamina harus dilakukan perawatan secara  berkala dengan jangka 4 mingguan pada pagi hari serta 2 mingguan pada siang dan malam hari. Total biaya perawatan berkala yang dibutuhkan setiap 4 minggu perawatan adalah Rp 14.244.857,00 sedangkan setiap 2 minggu adalah Rp 27.389.576,00. Sehingga rekomendasi perawatan yang paling baik adalah  pada pagi hari dengan biaya paling minimum. 6.2 Saran 1. Sebaiknya perusahaan melakukan  preventive maintenance  pada ATG untuk

setiap tangki timbun agar meminimumkan biaya perawatan. 2. Perawatan berkala yang dilakukan sebaiknya empat minggu sekali untuk meningkatkan efektifitas dari kinerja ATG, karena bila ATG yang ada sudah terawat dengan benar maka dapat meminimalisir penggunaan proses manual deeping  agar human error  dapat dihindari.

62

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF