Laporan Klt Densitometer
March 5, 2018 | Author: Savitri Siskayani | Category: N/A
Short Description
free...
Description
BAB I PENDAHULUAN 1.1
TUJUAN a. Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan uji konfirmasi senyawa golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dengan metode KLT-spektrofotodensitometer.
b. Tujuan Khusus 1. Untuk dapat melakukan penyiapan sampel untuk ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase padat. 2. Untuk dapat memisahkan obat-obat golongan amfetamin dan opiat dari sampel urine dengan ekstraksi cair-cair dan ekstraksi fase padat. 3. Mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrofotodensitometer. 4. Mampu menggunakan alat spektrodensitometri. 5. Mampu melakukan analisis senyawa-senyawa golongan narkotika atau psikotropika berdasarkan hasil uji konfirmasi.
1.2
LATAR BELAKANG Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA) atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan/ Obat berbahanya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran
serta
masyarakat
secara
aktif
berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
yang
dilaksanakan
secara
Meskipun dalam Kedokteran, sebagian besar golongan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Dari data yang ada, penyalahgunaan NAPZA paling banyak berumur antara 15–24 tahun. Tampaknya generasi muda adalah sasaran strategis perdagangan gelap NAPZA. Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitive menunjukkan jenis zat narkotika/psikotropika yang terkandung dalam sampel. Uji konfirmasi senyawa golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu narkoba dapat dilakukan dengan metode KLT-spektrodensitometer. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi dan digunakan secara luas dalam pemisahan dan identifikasi obat karena teknik ini cepat, menghasilkan hasil dengan sensitivitas yang tinggi serta memerlukan sedikit biaya. Dalam uji konfirmasi ini, noda yang dihasilkan pada plat dari proses pemisahan yang terjadi pada KLT nantinya akan dibuatkan spektrumnya dari panjang gelombang 190-400 nm menggunakan spektrodensitometer. Nah untuk dapat melakukan uji konfirmasi ini dengan baik dan benar sehingga nantinya dapat diperoleh hasil uji konfirmasi terhadap senyawa golongan narkotika atau psikotropika pada urin pecandu yang valid, maka praktikan diharapkan mampu melakukan penyiapan plat KLT-spektrodensitometer serta mampu menggunakan alat spektrodensitometer itu sendiri.
BAB II DASAR TEORI
2.1
Ekstraksi Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro (Rahayu, 2011). a. Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Proses ini digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam. logam. Proses inipun digunakan untuk membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair. b. Solid Phase Ekstraction (SPE) Ekstraksi fase padat (Solid Phase Ekstraction) merupakan suatu teknik preparasi sampel yang sangat bermanfaat. SPE mengacu pada peristiwa pelepasan senyawa kimia dari sampel cairan yang mengalir karena adanya
retensi pada suatu padatan penyerap, yang kemudian diikuti dengan perolehan kembali analit yang diinginkan melalui proses elusi.
2.2
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu analisis kualitatif dari
suatu sampel yang ingin dideteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Adapun prinsip kerjanya yaitu memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Larutan atau campuran larutan yang digunakan dinamakan eluen. Semakin dekat kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda. campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) dan selulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT.
2.3
Instrumen Spektrofotodensitometri Thin Layer Chromatography Scanner yang lebih dikenal dengan nama
spektrofotodensitometer semakin banyak dan luas digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif (Hahn-Deinstrop, 2007). Instrumen spektrofotodensitometer terdiridari
sumber cahaya dalam rentang panjang gelombang 200-800 nm yaitu lampu deuterium (rentang spektra 200-400 nm), lampu tungsten (rentang spektra 400-800 nm), slit (celah), monokromator untuk memilih panjang gelombang yang sesuai, sistem untuk memfokuskan sinar pada plat, filter fluoresensi, pengganda foton (photomultiplier) dan rekorder (Ganjar dan Rohman, 2007 ; Schmutz, 1980). Analisis KLT dengan menggunakan spektrofotodensitometri dapat dilakukan dengan menggunakan mode absorbsi atau flouresensi. Pada umumnya yang paling sering digunakan adalah mode absorbsi dengan menggunakan sinar UV pada λ 190300 nm. Oleh karena kebanyakan plat KLT menggunakan silika gel yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya), maka pengukuran dengan mode transmitan tidak cocok digunakan. Penentuan absorpsi analit pada plat KLT opaque didasarkan pada rasio intensitas antara radiasi elektromagnetik yang datang dengan intensitas radiasi elektromagnetik yang dipantulkan/direfleksikan. Pengukuran flouresensi merupakan metode pengukuran langsung yang peka untuk senyawa dalam daerah ultraviolet dapat ditentukan melalui emisi penyinaran sekunder. Intensitas cahaya flouresensi setelah dipancarkan melalui suatu monokromator, diukur secara selektif dalam kondisi yang sesuai, berbanding lurus dengan berat senyawa yang ada dalam noda (Sherma and Fried, 1994).
2.4
Uji Konfirmasi terhadap Narkotika dan Psikotropika Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat
karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (Screening Test) memberi hasil positif (Anonim, 2008). Pada uji konfirmasi dengan KLT, setiap senyawa yang terlarut dalam fase gerak memiliki hambatan yang berbeda saat bergerak pada fase diam. Besar hambatan ini dapat dinyatakan dengan nilai Rf atau hRf (hRf = 100 Rf) (Sherma and Fried, 1996). Harga Rf dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Rf
Jarak yang ditempuh masing - masing senyawa jarak yang ditempuh fase gerak ..........……………(1)
Uji konfirmasi dilakukan dengan membandingkan nilai hRf analit dengan data senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya, nilai hRf bervariasi karena pengaruh faktor lingkungan seperti kejenuhan bejana kromatografi (chamber), pH medium, suhu penguapan fase gerak pada plat, kadar analit yang ditotolkan (Sherma and Fried, 1996 ; Flanagan et al., 2007). Terdapat metode yang digunakan untuk mengurangi
variasi hRf tersebut,
Deutshe Forschungsgemeinschaft (DFG) dan The International Association of Forensic Toxicologist (TIAFT) menggunakan harga
hRf terkoreksi (hRfc) yang
relatif konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap sistem TLC tertentu (Zeeuw et al, 1992). Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode korelasi poligonal. Metode ini membutuhkan minimal empat senyawa standar pembanding yang harga hRfc tersebar di antara harga hRfc sampel. Perhitungan poligonal untuk menentukan harga hRfc analit dapat dilihat seperti pada gambar 1.
Gambar 1. Grafik penghitungan hRfc secara Poligonal (Zeeuw et al., 1992) Keterangan: Sumbu x = Harga hRf analit; sumbu y = harga hRfc senyawa 4 pembanding A, B, C, dan D adalah senyawa standar.
Berdasarkan gambar 2.1 di atas, hRf
senyawa X berada di antara hRfc
senyawa-senyawa standar dimana harga hRfc analit dapat diperoleh dengan memplot ke sumbu X. Disamping menggunakan kurva diatas, harga hRfc analit langsung dapat dihitung menggunakan rumus berikut (Zeeuw et al., 1992). hRf c (X) hRf c (C)
Δc hRf(X) hRf(C), dimana...............................................(2) Δ
c hRf c ( D) - hRf c (C ) .........................................................................................(2a) hRf (D) - hRf (C ) .............................................................................................(2b) Bila harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan database harga hRfc di pustaka, maka akan diperoleh beberapa kemungkinan senyawa yang sesuai, hal ini akan memunculkan banyak senyawa yang dicurigai sebagai analit. Untuk lebih
meyakinkan hasil analisis, maka digunakan kombinasi harga hRfc
dengan spektrum analit. Dari kombinasi 2 variabel ini akan diperoleh deretan senyawa-senyawa yang berurutan, dimana senyawa yang korelasinya paling sesuai dengan analit disebut dengan senyawa hit factor.
BAB III PROSEDUR KERJA
3.1 Medium Analit Sampel: Urin Target
Derivat Amfetamin : Amfetamin (AM), Metamfetamin (MA), dan Metilendioksimetanfetamin (MDMA)
Golongan Opiat : Morfin dan Codein
3.2 ALAT DAN BAHAN a.
ALAT 1. Pipet tetes 2. Botol vial
11. Eppendorf 12. Oven
3. Aluminium foil
13. Erlenmeyer
4. Kulkas/freezer
14. Linomart
5. Pipet ukur
15. Spektrodensitometer
6. Gelas beaker
16. Pemanas dari Caorning PC-420D.
7. Tabung reaksi
17. Catridge SPE ACCUBOND dan CHROMABOND
8. Benjana kromatografi vertical (Camag-MuttenzSwitzerland) 10x10
b. BAHAN 1. Bahan Kimia dan Pelarut Bahan kimia dan pelarut yang digunakan mempunyai derajat kemurnian pro analisis dari Merck-Germany yaitu methanol,kloroform, sitoheksan, toluene, dietilamin, HCl, dan NaOH , amoniak 25%, aseton, dan etanol. 2. Fase Diam Fase diam yang digunakan adalah plat Al-TLC Si 60 GF254 dari Merk-Germany. 3. Senyawa Standar Senyawa standar pembanding digunakan larutan papavaerin, bromheksin, teofilin, dan dekstrometorpan. 4. Buffer pospat pH 10,5 5. Buffer phospat pH 9,3 6. Metanol 7. Kloroform 8. Isopropanol 9. Aquadest
3.3 SKEMA KERJA
Ekstraksi sampel dengan menggunakan ekstraksi cair-cair 1 ml sampel urine + 1 ml buffer fosfat pH 9,3 + 2 ml campuran kloroform : isopropanol = 3 : 1 (7,8 mL : 2,2 mL)
Tabung divortex
Emulsi
kecepatan 2500 rpm selama 30
sempurna
Fase Air dalam tabung + 1 mL buffer fosfat pH 10,5 + 2 mL campuran kloroform : isopropanol = 3 : 1 (7,8 mL :2,2 mL)
Fase kloroform diambil ditampung pada tabung ( Fraksi A mengandung morfin)
menit Tabung dicentrifuge dgn kecepatan 2500 rpm selama 10 menit Terbentuk dua fase pada tabung yaitu fase kloroform dan fase air
Tabung divortex Dgn kecepatan 2500 rpm selama 30 menit Larutan homogen dalam tabung centrifuge
Tabung dicentrifuge dgn kecepatan 2500 rpm selama 10 menit
Terbentuk dua fase pada tabung yaitu fase kloroform dan fase air
Fase kloroform sebagai Fraksi B diambil dan ditampung pada fraksi A Residu + dilarutkan dalam 25 µl metanol
Diuapkan pada suhu 60-700C
Larutan fraksi A dan B yang telah digabung
Ekstraksi sampel dengan menggunakan SPE (Solid Phase Extraction) Menggunakan fase diam Kolom SPE Accubond II Evidex Catridge
a. Preparasi Sampel Amfetamin 5 mL sampel urine + 3 mL K2HPO4 0,1 M pH 6
dihomogenkan
Sampel siap digunakan
Opiat 5 mL sampel urine + 0,5 mL HCl
Dipanaskan 1200C selama
Larutan sampel
20 menit dan dinginkan
urine
Ditambahkan 0,75 mL 10 N NaOH pH 6,5-7,5 dgn 2,5 mL 0,5 M asam fosfat
Sampel siap digunakan
b.
Ekstraksi Sampel Amfetamin SPE Condition
Kolom SPE
+ 6 ml methanol + 6 mL K2HPO4 0,1 M pH 6
Kolom SPE yang telah dikondisikan + Sampel yang
Rinse
telah dipreparasi + 3 mL air + 3 mL 0,1 M asam asetat + 3 mL metanol
Kolom SPE yang bebas
Eluat + 3 mL isopropil (60/40/1)
kloroform- pengotor (analit berada alcohol-HCl dalam padatan penyerap)
Diuapkan pada suhu 650C Elution Fraksi-fraksi yang telah diuapkan
Analit hasil Direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl
ekstraksi
Opiat SPE Condition
Kolom SPE
+ 6 ml methanol + 6 mL K2HPO4 0,1 M pH 6
Kolom SPE yang telah dikondisikan + 3 mL K2HPO4 0,1 M + masukkan sampel yang telah dipreparasi
Rinse
+ 3 mL air + 3 mL sodium asetat 0,1 M pH 4,5 + 3 mL metanol
Kolom SPE yang bebas Eluat + 3 mL kloroformisopropil alcohol-NH4OH (78/20/2)
pengotor (analit berada dalam padatan penyerap)
Diuapkan pada suhu 650C
Elution
Fraksi-fraksi yang telah diuapkan
Analit hasil Direkonstitusi dengan methanol sebanyak 25 µl
ekstraksi
Sistem Kromatografi a. Penyiapan Fase Diam Plat Al-TLC Si 60 GF254
Plat siap digunakan
Dipotong sesuai ukuran yang diperlukan
Diaktivasi pada suhu 1200 C selama 30 menit dalam oven
Plat yang sudah dipotong Dicuci/dielusi dengan metanol
Plat yang sudah dielusi
b. Penyiapan Larutan Pengembang TB Sikloheksana: Toluen:Dietilamin (75:15:10)
Larutan pengembang siap digunakan Dimasukkan ke dalam labu ukur & dihomogenkan
c. Penjenuhan Bejana Kromatografi Pelarut pengembang
Dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang dilapisi kertas saring
Pelarut pengembang TB dalam bejana Dibiarkan ± 30 menit Bejana siap digunakan
d. Larutan Standar Amfetamin dan Morfin
0,25 m standar amfetamin + 0,25 ml standar opiat
Larutan Standar Dimasukkan kedalam labu ukur dan add dengan methanol
e. Larutan Standar Pembanding Fase Gerak Sistem TB
0,5 ml Larutan Teofilin+0,5 ml papaverin+ 0,5 ml dekstrometorfan+ 0,5 ml bromheksin (masing-masing konsentrasi 1mg/ml)
Larutan Dicampur dan dihomogenkan
standar
pembanding TB
Pemisahan Hasil Ekstraksi Sampel dengan KLT
2 PLAT Al-TLC Si 60 GF254
yang sudah diprewashing dan diaktivasi
2 PLAT Al-TLC Si 60 Ditotolkan standar pembanding serta 25 µl larutan ekstrak yang direkontitusi dengan metanol
GF254 siap dielusi Dimasukkan kedalam bejana kromatografi yang sudah jenuh
Dielusi dengan sistem gerak TB sampi 90 mm dari tepi atas plat
Hasil elusi KLT pada plat
Plat diangkat dan dikeringkan 0 dalam oven suhu 60 C selama 10 menit
Plat yang sudah dielusi dengan KLT
Deteksi dengan Spektrofotodensitometeri dan Penetapan Hasil Ekstraksi Sampel
Hasil elusi KLT pada plat
Dipindai dengan TLC scanner (Camag-MuttenzSwitzerland pada λ tertentu
Hasil kromatogram sebagai hRfc
Jenis Dicocokkan kedua hasil
Setiap noda dibuat spektrumnya dari λ 190-400nm
Hasil spectrum masing-masing λ
Senyawa
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 1.
Hasil Pengamatan Preparasi Sampel Urine dengan Ekstraksi Cair-Cair Kode Sampel : x Target analit : Morfin dan MDMA No
Gambar
Keterangan
1
Sampel urine X
Ekstraksi LLE dilakuakn terhadap sampel urine x Target analit : Morfin
2
Sampel Urine + Buffer Fosfat pH 9,3 +
Bagian atas : buffer fosfat
campuran kloform:isopropanol (3:1)
Bagian Bawah : campuran kloroform isopropanol
Bagian atas
Bagian bawah
3
Proses
Proses homogenisasi
homogenisasi
dilakukan
menggunakan
vortex dengan kecepatan 3000
rpm
selama
10
menit.
4
Setelah
proses
homogenisasi
vortex
dengan Setelah
divortex,
tampak
emulsi
campuran
pelarut
organic (kloroform:isopropanol) dan dengan sampel.
5
Campuran sampel dan pelarut organic Setelah disentrifuse larutan akan terpisah menjadi 2
setelah disentrifuse
bagian: Bagian atas : Fase air (terdapat pengotor serta sebagaian Fase Air
Kloroform (fraksi A)
masih
terdapat dalam fase air) Bagian
Fase
analit
bawah:
Fase
kloroform/Fraksi A (analit yang diinginkan terdapat dalam fase kloroform)
6
Campuran Fraksi A dan Fraksi B
Merupakan
fraksi
yang
mengandung analit dan siap untuk
diuapkan
untuk
menghilangkan pelarut yang digunakan pada ekstraksi.
2.
Pengenceran Standar Amfetamin dan Opiat Dik : Konsentrasi standar sebagai N1 = 1000 ng/µl = 1 mg/ml N2 = 50 ng/ml = 0,05 mg/ml V2 = 5 mL Dit : V1 = ……? Dari konsentrasi 50 ng/µl Jawab : V1 x N1
3.
=
V2 x N2
V1 x 1 mg/ml =
5 ml x 0,05 mg/ml
V1
0,25 ml
=
Pengenceran Dekstrometorfan Dik : Konsentrasi dekstrometorfan sebagai N1 = 2 mg/ml N2 = 1 mg/ml V2 = 5 mL Dit : V1 = ……? Dari konsentrasi 2 mg/ml Jawab : V1 x N1
=
V2 x N2
V1 x 2 mg/ml =
5 ml x 1 mg/ml
V1
2,5 ml
=
4.
5.
Penotolan Sampel dan Standar Pada Plat 10 x 10 cm
200 ng
400 ng
600 ng
800 ng
1000 ng
1
2
3
4
5
6
7
Larutan Baku Standar
Konsentrasi larutan Standar
Konsentrasi Standar 1 (C1) = 200 ng
Konsentrasi Standar 2 (C2) = 400 ng
Konsentrasi Standar 3 (C3) = 600 ng
Konsentrasi Standar 4 (C4) = 800 ng
Konsentrasi Standar 5 (C5) = 1000 ng
AUC Larutan Standar Jenis Senyawa Morphine a.
AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0
b.
AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5
c.
AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2
d.
AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2
e.
AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1
8
9
6.
AUC Larutan Standar Jenis Senyawa MDMA a.
AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2
b.
AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0
c.
AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5
d.
AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2
e.
AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2
Kurva Hubungan Konsentrasi Terhadap Absorbansi Senyawa Morphine
a.
Konsentrasi (X) 400
Absorbansi(Y)
X2
Y2
XY
917,5
160000
841806,25
367000
600
1288,2
360000
1659459,24
772920
800
1586,2
640000
2516030,44
1268960
∑X = 1800
∑Y = 3791.9
∑X2 =
∑Y2 =
∑XY=
1160000
5017295.93
2408880
Penentuan Koefisien Korelasi
√*
(
) +*
(
) +
( √*(
√( √ √
) )
(
) +*(
)(
(
) )
(
) +
)
R = 0,998 R2 = 0,9961 b.
Penentuan Koefisien Regresi (B) dan Konstanta (A) ( ( (
) ) ( ) (
) )
A = 260,92 B = 1,6718 c.
Persamaan Garis Regresi Linier Dik :
A = 260,92 B = 1,6728 Dit : Y = ………? Jawab : Y = A + BX Y = 1,6728 x + 260,92
Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi Morphine 1800 y = 1.6718x + 260.92 R² = 0.9961
1600
Absorbansi
1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
200
400
600
800
1000
Konsentrasi
7.
Kurva Hubungan Konsentrasi Terhadap Absorbansi Senyawa MDMA Konsentrasi (X) 200
Absorbansi(Y)
X2
Y2
1010,2
40000
1020504.04
400
1225
160000
1500625
600
1331,5
360000
1772892.25
∑X = 1200
∑Y = 3566.7
∑X2 =
∑Y2 =
798900 ∑XY=
560000
4294021.29
1490940
XY
490000
a. Penentuan Koefisien Korelasi
√*
(
) +*
(
( √*(
) +
) )
(
) +*(
(
) )
(
202040
) +
)(
√(
)
√ √
R = 0,981 R2 = 0,9635 b.
Penentuan Koefisien Regresi (B) dan Konstanta (A) ( ( (
) ) ( ) (
) )
A = 867,6 B = 0,8033 c.
Persamaan Garis Regresi Linier Dik :
A = 867,6 B = 0,8033 Dit : Y = ………? Jawab : Y = A + BX Y = 0,8033 x + 867,6
Kurva Konsentrasi Terhadap Absorbansi MDMA 1600 y = 0.8033x + 867.6 R² = 0.9635
1400 Absorbansi
1200 1000 800 600 400 200 0 0
100
200
300
400
500
600
700
Konsentrasi
8.
Larutan Sampel LLE AUC Sampel LLE Track 8 1. AUC Sampel Jenis Senyawa Morphine (AUC S1) = 5009,9 2. AUC Sampel Jenis Senyawa MDMA(AUC S2) = 15534,4
Rf Sampel LLE Track 8 1. Rf Sampel Jenis Senyawa Morphine (Rf1) = 0,04 2. Rf Sampel Jenis Senyawa MDMA(Rf2) = 0,42
9.
Analisa Kualitatif Senyawa Morphine dan MDMA dalam Sampel LLE a. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine Dik : hRf Morphine track 8 = 0,04 x 100 = 4, berada diantara hRfc Teofilin dan Papaverin = 1 dan 8. ( )=1 hRfc (B) = 8 hRf (B) = 17
hRf (A) = 2 Dit : = ……..? Jawab : ( )
( )
,
( )
( ) -
= 1 + 7/15 x 2 = 1 + 14/15 = 1 + 0,933 = 1,933 Keterangan : hRfc (X)
= nilai hRfc Morphine sampel
hRfc (A)
= nilai hRfc Teofilin pustaka
∆c
= hRfc (B) - hRfc (A) (selisih pustaka nilai hRfc Papaverin dengan Teofilin)
∆
= hRf (B) - hRf (A) (selisih nilai hRf Papaverin dengan Teofilin di track 9)
hRf (X)
= nilai Rf max Morphine di track 8 dikali 100
hRf (A)
= nilai Rf max Teofilin di track 9 dikali 100
Jadi, hRFc Morphine yang diperoleh adalah sebesar 1,933 bila dibandingkan dengan hRFc pustaka hasil ini sangat jauh dari hRfc senyawa Morphine dalam larutan pengembang TB yaitu sebesar 00.
b. Analisa Kualitatif Senyawa Morphine Dik : hRf MDMA track 8 = 0,42 x 100 = 42, berada diantara hRfc Teofilin dan Papaverin = 8 dan 42. ( ) = 42 ( )=8 ( ) = 0,67x100 = 67 ( ) = 0,17x100 = 17
Dit :
= ……..?
Jawab : ( )
( )
+
(
( )
( 42 – 17)
= 8 + 17 = 25 Jadi, hRFc MDMA yang diperoleh adalah sebesar 25, hasil ini sudah mendekati hRfc
dalam pustaka untuk MDMA dalam larutan
pengembang TB yaitu sebesar 24.
10.
Kadar Morphine dan MDMA pada LLE Dik : Persamaan Garis Regresi a. Morphine : y = 1,6728 x + 260,92 b. MDMA
: y = 0,8033 x + 867,6
AUC S1 (y1) = 5009,9 AUC S2 (y2) = 15534,4 Dit :
a.
Kadar Morphine dalam sampel = ……?
b.
Kadar MDMA dalam sampel = …..?
Jawab : a. Kadar Morphine y
= 1,6728 x + 260,92
5009,9
= 1,6728 x + 260,92
5009,9-260,92
= 1,6728 x
1,6278 x
= 4748,98
x
= 2917,42 ng Jadi kadar morphine yang terkandung dalam sampel LLE adalah
2917,42 ng/ml = 0,002917 mg/ml. b. Kadar MDMA y
= 0,8033 x + 867,6
15534,4
= 0,8033 x + 867,6
15534,4-867,6
= 0,8033 x
0,8033 x
= 14666,8
x
= 18258,18 ng Jadi kadar morphine yang terkandung dalam sampel LLE adalah
18258,18 ng/ml = 0,0183 mg/ml.
4.2
PEMBAHASAN Pemeriksaan konfirmasi adalah suatu pemeriksaan lanjutan yang lebih
akurat karena hasil yang dikeluarkan sudah definitif menunjukkan jenis zat narkotika psikotropika yang terkandung di dalam sampel tersebut. Pemeriksaan dilakukan apabila hasil pemeriksaan pendahuluan (screening test) memberi hasil positif. Pemeriksaan konfirmatif bertujuan untuk memastikan identitas atau golongan analit dan menetapkan kadarnya. Pada praktikum, dilakukan pemeriksaan konfirmatif pada sampel urine yang sudah positif menunjukkan adanya narkotika golongan opiate pada hasil uji skrining. Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium. opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah
heroin
(diacethylmorphine),
kodein
(3-methoxymorphine),
dan
hydromorphone (Dilaudid). Ada beberapa cara atau metode yang dapat digunakan dalam melakukan uji konfirmasi narkotika/psikotropika, seperti: kromatografi gas- spektrofotometri massa (GC-MS), kromatografi cair kenerja tinggi (HPLC) dengan diode-array detektor,
kromatografi
cair
-
spektrofotometri
massa
(LC-MS),
KLT-
Spektrofotodensitometri, dan teknik lainnya. Dan pada praktikum ini, metode yang
digunakan
adalah
metode
KLT-Spektrofotodensitometri.
Dalam
pemeriksaan konfirmasi ini, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk dapat melakukan pemeriksaan dan memastikan jenis senyawa yang terdapat di dalam sampel, antara lain preparasi sampel, ekstraksi sampel, uji konfirmasi narkotika /psikotropika pada sampel urine dengan KLT-spektrofotodensitometri, dan perhitungan kadar senyawa narkotika / psikotropika yang terdapat di dalam sampel. 1.
Preparasi Sampel Urine dengan Ekstraksi Urine sangat berguna dalam skrining racun karena obat, racun, dan
metabolit terdapat dengan konsentrasi yang ebih besar pada urine dibandingkan
dalam darah. Urine tidak seperti plasma, bebas dari protein dan lipida. Karena itu, umumnya dapat langsung diekstraksi dengan pelarut organic. Keuntungan analisis obat menggunakan sampel urine adalah bahwa jenis senyawa yang umum terdapat dalam urine adalah larut air. Sedangkan, sebagian besar obat adalah larut lemak sehingga dapat diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Untuk melakukan pemeriksaan konfirmasi narkotika/psikotropika pada urine, diperlukan preparasi sampel sebelum dilakukan sebelum melakukan analisis. Tingkat kerumitan prosedur preparasi sampel sangat ditentukan oleh sifat alami sampel, sifat alami senyawa yang akan dianalisis, dan metode deteksi yang dipilih. Tujuan dilakukannya preparasi sampel yaitu untuk memecah ikatan obatprotein, derivatisasi analit untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi, kromatografik maupun deteksi. Selain itu, untuk memisahkan residu tak larut maupun senyawa pengganggu dan menyesuaikan kadar sampel dengan sensitivitas alat. Untuk memisahkan analit dengan matrik sampel, pada praktikum ini dilakukan preparasi sampel dengan metode ekstraksi cair-cair/liquid-liquid ekstraction (LLE). Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponenkomponen dalam campuran. Biasanya, pada ekstraksi pelarut yang digunakan adalah pelarut organic, karena sebagian besar senyawa golongan obat larut dalam pelarut organic. Terdapat beberapa persyaratan pelarut organic yang digunakan untuk mengekstraksi analit, antara lain:
Memiliki kemampuan mengekstraksi yang baik
Kelarutannya rendah dalam air.
Memiliki densitas atau kerapatan lebih rendah daripada air.
Memiliki volatilitas moderat agar mudah diuapkan, tetapi tidak terlalu volatile agar tidak menguap saat dilakukan preparasi sampel.
Stabil atau inert, serta tidak mudah terbakar.
Murah.
Tidak mengabsorpsi sinar uv atau tidak memiliki aktivitas elektrokimia.
Pemilihan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi ini tergantung dari sifat analit yang akan dianalisis. Morfin memiliki sifat kelarutan 1 bagian larut dalam 5000 bagian air, dalam 210 bagian etanol, dalam 1220 bagian kloroform, dalam 125 bagian gliserol, sangat mudah larut dalam campuran kloroform-isopropanol dan praktis tidak larut dalam eter. 2.
Ekstraksi Sampel dengan menggunakan Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan
solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur). Pemisahan dengan metode ekstraksi cair-cair didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Umumnya digunakan pelarut nonpolar yang secara efektif akan mengekstraksi analit. Jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) yang berisi diluen dan sisa solut dan fase solven (ekstrak) yang berisi solut dan solven. Ekstraksi cair-cair ini dilakukan pada sampel urine yang diduga mengandung morfin (golongan opiate). Ekstraksi ini dilakukan dengan cara menambahkan 1 ml buffer fosfat pH 9,3 ke dalam 1 ml sampel urin pada tabung sentrifuse kemudian ditambahkan 2 ml campuran kloroform:isopropanol (3:1). Penambahan buffer fosfat ini dilakukan karena ekstraksi akan berjalan optimal pada pH tertentu, dan berdasarkan pustaka variasi pH pada ekstraksi cair-cair yang menghasilkan perolehan kembali analit yang tertinggi adalah pH 9-10 dengan presentasi perolehan kembali analit sebesar 83,9%-97,2%. Sedangkan campuran isopropanol-kloroform digunakan karena berdasarkan pustaka yang ada, menyatakan bahwa pengekstraksi kloroform dengan pengendap protein isopropanol memberikan hasil perolehan kembali morfin yang memuaskan. Setelah itu, tabung divortek dengan kecepatan 2500 rpm selama 30 menit hingga terbentuk emulsi sempurna. Kemudian tabung disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pencampuran dengan vortek merupakan metode yang
paling cepat, efisien, dan hanya untuk pelarut dalam jumlah kecil. Dan setelah disentrifuse larutan akan tampak terpisah menjadi 2 fase yaitu fase kloroform di bagian bawah (fraksi A yang mengandung morfin) dan fase air di bagian atas. Hal ini karena masa jenis pelarut organic (fase kloroform) lebih besar daripada fase airnya. Setelah disentrifuse, fraksi A kemudian dipisahkan dengan fase airnya. Proses ekstraksi kemudian diulang kembali pada fase air menggunakan buffer fosfat dengan pH 10,5. Pengulangan ini dilakukan untuk menarik analit yang kemungkinan masih tersisa pada fase air. Semakin besar jumlah pengulangan yang dilakukan, semakin besar jumlah analit yang dapat diperoleh. Selanjutnya fraksi B (fraksi yang mengandung morfin) yang diperoleh dari pengulangan ini digabungkan dengan fraksi A dan kemudian diuapkan dalam penangas pada suhu 60-700 C untuk menguapkan pelarut sehingga hanya tersisa analitnya. Kemudian hasil penguapan ini di rekonstitusi dengan 25 µl methanol. Setelah analit yang didapat diuapkan dan direkonstitusi dengan methanol, analit tampak tidak berwarna (bening). 3.
Uji Konfirmasi dengan metode KLT-Spektrodensitometer Metode KLT-Spektrodensitometer merupakan salah satu teknik yang
sering digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa dalam analisis toksikologi baik secara kualitatif dan kuantitatif. Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. Komponen yang telah terpisah, besar serapannya dapat diukur dengan spektrofotodensitometer. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Secara garis besar, ada dua hal yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu memisahkan senyawa-senyawa pengotor dari senyawa yang ingin dideteksi, yaitu amfetamin dan opiat dengan menggunakan metode KLT dan pengukuran absorbansi senyawa MDMA dan opiat dengan alat spektrofotodensitometer. Pembacaan hasil pemisahan dengan metode KLT dilakukan melalui proses scanning menggunakan CAMAG TLC-SCANNER. Dari proses pengukuran absorbansi dari senyawa amfetamin dan opiat menghasikan data kualitatif berupa suatu kromatogram dan spektrum dari MDMA dan opiat, dimana kadar dari
MDMA dan opiat dapat dihitung dengan AUC (Area Under Curve) yang didapat. Jika absorbansi suatu seri larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, dan absorbansi masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan A= εbc. Kromatografi lapis tipis (TLC) adalah suatu pemisahan campuran analit berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diam dengan cara elusi melalui fase diam yang datar pada plat penyangga. Fase gerak yang digunakan dalam praktikum ini berupa larutan pengembang TB. Pemillihan fase gerak ini didasarkan dari pemilihan pustaka dimana secara pustaka larutan pengembang TB dapat memberikan hasil elusi yang lebih baik daripada larutan pengembang TAEA. Prosedur pemisahan/elusi dengan KLT dilakukan terlebih dahulu dengan melakukan beberapa persiapan kerja diantaranya penyiapan fase diam, penyiapan larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan pembanding. Prosedur yang pertama dilakukan yaitu penyiapan fase diam yaitu plat Al-TLC Si 60 GF254. Penyiapan plat ini dilakukan dengan tujuan agar plat siap untuk digunakan dalam proses elusi, dimana proses penyiapan yang pertama adalah melakukan pemotongan terhadap plat tersebut sesuai dengan ukuran yang diperlukan. Pada praktikum ini, ukuran plat yang digunakan adalah 10 x 10 cm dimana
dipotong dari plat yang sebenarnya berukuran 20 x 20 cm. Proses
pemotongan plat dilakukan dengan beberapa persyaratan, antara lain: 1.
Alas yang digunakan untuk memotong plat harus dalam keadaan bersih dan halus dan biasanya terbuat dari keramik atau kaca.
2.
Alat pemotong yang digunakan harus tajam dan tidak boleh berkarat
3.
Dalam pemotongan plat, dilakukan secara berulang dan tidak boleh terlalu dilakukan penekan hingga plat benarbenar terputus dengan sempurna.
Hal tersebut diatas harus dilakukan agar hasil pemotongan plat tidak bergerigi atau halus karena apabila plat yang dipotong itu bergerigi dapat mempengaruhi pada proses elusi dimana dapat menyebabkan arah elusi menjadi miring dan menimbulkan tailing (ekor). Setelah plat dipotong dengan baik kemudian dilakukan pemberian batas pada plat/tepi atas plat serta identitas arah elusi pada plat dengan menggunakan pensil. Pemilihan penggunaan pensil untuk identitas adalah tidak mengandung bahan kimia yang dapat ikut bermigrasi bersama analit sehingga tidak mengotori sisi aktif plat atau dengan kata lain bahan kimia yang terdapat dalam pensil masih dapat ditoleransi oleh plat. Pemberian batas tepi atas plat yaitu berukuran 1 cm dari atas plat yang dapat ditandai dengan garis kecil pada bagian kanan dan kiri. Sedangkan pemberian identitas yang dilakukan yaitu pemberian tanda panah atas pada bagian atas plat dan pemberian kode untuk menandai plat yang digunakan. Dimana kedua proses tersebut mempunyai fungsi diantaranya yaitu
pemberian batas/tepi atas pada plat
berfungsi sebagai batas perhentian proses elusi/titik akhir proses elusi dimana diatas batas tersebut biasanya telah terkumpul pengotor hasil dari proses pencucian. Sementara fungsi pemberian identitas arah elusi dengan tanda panah atas yaitu agar proses pencucian plat dan proses elusi berjalan kearah yang sama, sebab apabila tidak diberikan berupa kode arah elusi maka ditakutkan terjadinya arah proses elusi dan pencucian yang berlawanan dimana akan menyebabkan kotoran plat yang telah dibawa ke bagian atas plat saat pencucian plat dengan methanol akan turun kembali ke daerah uji saat proses elusi yang menyebabkan analit yang dielusikan akan terelusi bersama pengotor – pengotor tersebut sehingga mengganggu proses analisis analit. Sebelum plat benar-benar siap untuk digunakan, plat harus dicuci dan diaktivasi terlebih dahulu. Proses pencucian plat dilakukan dengan menggunakan methanol yang bertujuan menghilangkan pengotor dari sisi aktif plat. Pemilihan penggunaan methanol ini didasarkan pada sifat pelarut methanol yang dapat melarutkan senyawa polar dan non polar atau sering disebut sebagai pelarut umum sehingga pengotor yang terdapat pada plat semuanya dapat terlarut dan tidak mengganggu sisi aktif plat. Selain itu methanol juga digunakan karena didasarkan pada harga methanol yang murah dan mudah
untuk didapat. Proses pencucian plat dilakukan dengan menaruh plat pada chamber yang telah diisi dengan 10 ml methanol dan dibiarkan hingga methanol bermigrasi sampai ke atas. Namun perlu diperhatikan agar peletakkan plat pada chamber sesuai dengan kode arah elusinya. Tahap selanjutnya yaitu dilakukan proses aktivasi plat, yang bertujuan untuk menghilangkan air dan pengotor yang menempel pada sisi aktif plat agar dapat memberikan respon baseline yang lebih baik serta mengurangi rasio gangguan (noise ratio). Proses aktivasi plat dilakukan dengan plat yang sudah dicuci sebelumnya kemudian dipanaskan pada oven pada suhu 600C selama 10 menit. Kemudian plat siap untuk digunakan. Setelah proses penyiapan plat kemudian dilakukan proses penyiapan larutan pengembang TB. Larutan pengembang TB dibuat dengan mencampurkan sikloheksana : toluene : dietilamin pada perbandingan (75 : 15 : 10). Dalam praktikum ini larutan pengembang TB yang dibuat dengan mencampurkan 7,5 mL sikloheksana : 1,5 ml toluene : 1 ml dietilamin kemudian dihomogenkan dan larutan pengembang TB siap untuk digunakan. Tahap selanjutnya pada proses persiapan kerja ini yaitu pembuatan lsenyawa standar dan larutan standar pembanding TB. Terlebih dahulu dibuat senyawa standar, dimana senyawa standar ini dibuat dengan tujuan sebagai suatu standar yang digunakan dalam pembuatan kurva standar dimana akan diperoleh persamaan garis regresinya untuk penentuan dari kadar senyawa yang terdapat pada sampel. Senyawa standar yang digunakan adalah senyawa dari jenis amfetamin dan senyawa opiat, kedua jenis senyawa ini digunakan karena merupakan target analit yang ingin ditentukan dalam praktikum ini. Senyawa standar yang diperlukan masing-masing konsentrasinya adalah 50 ng/µl yang dibuat dari konsentrasi senyawa standar yang tersedia adalah 1000 ng/µl, maka larutan standar dengan konsentrasi 1000 ng/l tersebut diencerkan terlebih dahulu menjadi konsentrasi 50 ng/l dengan cara 0,25 ml larutan standar 1000 ng/l diencerkan dalam labu ukur 5 ml dengan menggunakan methanol hingga tanda
batas labu ukur, sehingga diperoleh larutan standar pembanding 50 ng/l yang diinginkan. Kemudian dibuat larutan standar pembanding TB, dimana senyawa pembanding dibuat dengan tujuan untuk memastikan jenis senyawa yang terdapat dalam sampel dengan membandingkan nilai hRFnya standar pembanding pada pustaka. Larutan standar pembanding untuk sistem TB dibuat dari larutan teofilin, papaverin, dekstrometorfan, dan bromheksin yang masing – masing larutan tersebut berkonsentrasi 1 mg / ml kecuali larutan dektrometorfan yang memiliki konsentrasi 2 mg/ml. Oleh karenanya sebelum keempat larutan tersebut dicampurkan, larutan dekstrometorfan harus diencerkan terlebih dahulu hingga diperoleh larutan standar pembanding dekstrometorfan 1 ml /ml. Pengenceran larutan dekstrometorfan 2 mg / ml dilakukan dengan memipet 2,5 ml larutan dektrometorfan 2 mg / ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 ml kemudian ditepatkan hingga tanda batas dengan methanol da dihomogenkan hingga diperoleh larutan Dektrometorfan 1 mg / ml. Pembuatan larutan standar pembanding untuk sistem TB dilakukan dengan mencampurkan masing – masing 0,5 ml larutan teofilin 1 mg / ml, papaverin 1 mg / ml, dektrometorfan 1 mg / ml, serta bromheksin 1 mg /ml dalam sebuah botol vial dan kemudian dihomogenkan. Proses
tahapan
terakhir
persiapan
kerja
adalah
penjenuhan
chamber/benjana kromatografi. Proses penjenuhan chamber sebaiknya dilakukan hampir bersamaan dengan proses penotolan dimana untuk mencegah terjadinya kejenuhan chamber terlebih dahulu namun proses penotolan belum diselesaikan. Proses penjenuhan dilakukan hingga mencapai jarak rambat 10 cm. Hal ini bertujuan untuk menyamakan tekanan dalam chamber sehingga proses pengembangan fase gerak dapat berlangsung dengan efektif. Penjenuhan chamber dilakukan dengan menambahkan 10 ml larutan metanol ke dalam chamber dan menempatkan kertas tissue di ujung atas chamber sebagai indicator kejenuhannya. Penambahan kertas tissue/kertas saring berfungsi agar penguapan yang terjadi dalam chamber dapat diketahui merata sehingga udara di dalam chamber tetap jenuh pelarut. Namun indicator kejenuhan dengan kertas tissue relative akan menghasilkan kejenuhan yang sama disetiap prosesnya maka sebaiknya
digunakan indicator waktu untuk penjenuhan yang sudah dibuktikan melalui suatu penelitian yaitu selama 30 menit. Kondisi jenuh dalam chamber dengan uap pelarut mencegah penguapan pelarut (Clark, 2007). Waktu penjenuhan chamber harus diperhatikan agar chamber tidak lewat jenuh yang dapat memperlambat proses elusi dan menghasilkan pemisahan yang kurang baik. Kemudian Chamber ditutup dengan baik dan dijaga agar tidak mengalami pergeseran sehingga larutan pengembang TB di dalamnya tidak menguap dan tidak mengganggu jalannya proses penjenuhan chamber. Proses penotolan sampel pada plat KLT dilakukan menggunakan penotol linomart yang bersifat semi otomatis, dimana penotolan dilakukan terhadap larutan standar, analit sampel yang sebelumnya telah direkonstitusi dengan methanol, serta larutan standar pembanding sistem TB pada plat yang telah dicuci dan diaktivasi. Dikatakan sebagai alat penotolan yang semi otomatis, karena pada proses aspirasi bahan uji ke dalam syringe linomart masih dilakukan secara manual oleh petugas tetapi untuk proses penotolah bahan uji dilakukan secara otomatis oleh linomart itu sendiri melalui proses setting komputerisasi yang sebelumnya telah dilakukan sehingga petugas hanya perlu penempatan plat pada meja linomart. Karena plat yang digunakan berukuran 10 X 10 cm dan jarak penotolan satu senyawa dengan senyawa lainnya adalah 1 cm, maka pada plat tersebut akan terdapat 9 titik penotolan. Titik penotolan 1 sampai 5 diisi dengan larutan standar, titik penotolan 6 sampai 8 diisi dengan analit dari sampel, dan titik penotolan 9 diisi dengan larutan standar pembanding untuk sistem TB. Pada titik penotolan 1 sampai 5, ditotolkan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda – beda, yaitu 200 ng/l, 400 ng/l, 600 ng/l, 800 ng/l, dan 1000 ng/l. Sedangkan pada titik penotolan ke 6 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Amfetamin, pada titik penotolan 7 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi SPE dengan target sasaran analisis Opiat dan titik penotolan 8 diisi oleh analit yang diperoleh melalui proses ekstraksi LLE dengan target sasaran analisis Amfetamin dan Opiat. Masing – masing analit dari sampel tersebut ditotolkan sebanyak 50 l. Dan pada titik penotolan 9 ditotolkan 2 l larutan standar pembanding TB. Pada proses
penotolan dilakukan perlu diperhatikan bahwa penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar ke puncak ganda. Pelebaran bercak dapat mengganggu proses scanning dengan alat spektrodensitometer karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Plat yang telah ditotolkan kemudian dielusi pada chamber yang telah dijenuhkan. Chamber ditutup rapat dan volume fase gerak dibuat sedikit mungkin namun dapat mengelusi lempeng sampai pada batas jarak pengembangan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi dari kontaminan selama proses elusi. Plat yang telah melalui proses elusi selanjutnya melalui proses pengeringan dengan oven pada suhu 600C selama 10 menit yang bertujuan untuk menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat KLT sehingga tidak mengganggu proses scanning dengan spektrofotodensitometer. Dalam proses pengeringan harus diperhatikan titik uap pelarut dan titik uap senyawa agar senyawa yang akan dideteksi tidak rusak serta agar pelarut dapat dipisahkan dari senyawa dengan baik. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengelusian ini,diantaranya: a. Chamber diletakkan pada tempat yang datar dan bebas dari getaran agar kejenuhan chamber stabil. b. Proses pemasukan plat ke dalam chamber dilakukan secara cepat karena untuk mempertahankan kejenuhan chamber. c. Dipastikan posisi plat pada saat didalam chmaber dalam keadaan datar dan sedikit dimiringkan sehingga hanya ujungnya yang tersandar pada dinding chamber hal ini dilakukan dengan tujuan agar memudahkan dalam proses pengambilan plat setelah proses elusi selesai dan agar meminimalkan plat jatuh saat proses elusi. Analit yang telah dielusikan pada plat KLT dapat secara langsung dilakukan uji konfirmasi untuk memastikan jenis senyawa yang terkandung dalam analit dengan menggunakan TLC Scanner (Spektrofotodensitometer). Setelah plat dielusi dengan pengembang TB, kemudian hasil elusi ini dipindai dengan TLC scanner (Spektrofotodensitometer).
Spektrofotodensitometer
merupakan
suatu
instrumen
yang
dapat
mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) oleh pencatat (recorder). Instrument spektrofotodensitometer terdiri dari sumber cahaya pada rentang panjang gelombang 200-800 nm yaitu lampu deuterium (rentang spectra 200-400 nm), lampu tungsten (rentang spectra 400-800nm), slit atau celah, monokromator unutk memilih panjang gelombang yang sesuai, system untuk memfokoskan sinar pada plat, filter flourosensi, pengganda foton, dan rekorder. Spektrofotodensitometer dapat bekerja secara absorpsi atau flouresensi. Dan yang sering digunakan adalah metode absorpsi dengan menggunakan sinar uv pada panjang gelomabang 190-300 nm karena kebanyakan plat KLT menggunakan silica gell yang bersifat opaque (tidak tembus cahaya). Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik sinar uv- vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektomagnetik yang dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indicator plat dapat diemisikan berupa flourosensi dan fosforesensi. Deteksi menggunakan spektrofotodensitometri ini dilakukan terhadap 9 titik penotolan yang terdiri dari 5 titik standar amfetamin opiate, 1 titik penotolan sampel, dan 1 titik penotolan satndar pembanding TB. Spektrofotodensitometer akan mendeteksi masing-masing track penotolan dan masing-masing track ini akan
ditampilkan
dalam
bentuk
kromatogram.
Semakin
tinggi
bentuk
kromatogram ini, maka konsentrasi analit dalam sampel semakin. Dari kromatogram ini, akan dapat diketahui nilai Area Under Curve (AUC) dan nilai Rf dari tiap senyawa yang terkandung dalam noda, dimana Rf ini sangat khas untuk masing-masing senyawa. Dan dari sinilah akan diketahui secara pasti jenis senyawa yang terdapat pada analit dengan membandingkannya dengan nilai Rf dan bentuk peak pada pustaka untuk berbagai jenis senyawa. berdasarkan
kromatogram yang ditunjukkan pada spektrofotodensitometer, didapatkan hasil pada masing-masing track sebagai berikut: 1. Track 1, Track 2, Tack 3, Track4, dan Track 5 (noda standar) : terdapat adanya kandungan morfin. Hasil ini didapatkan dari nilai Rf yang ditunjukkan pada kromatogram yaitu nilai Rf max 0,02 yang spesifik untuk morfin dan nilai Rf max 0,40 yang spesifik untuk MDMA. Selain itu, terdapat juga bromheksin dan papaverin, yang kemungkinan adalah zat pengotor yang memiliki Rf yang mirip dengan zat-zat tersebut. 2. Track 6 (noda sampel LLE) : dari hasil pendeteksian sampel, menunjukkan adanya kandungan morfin dan MDMA berdasarkan nilai Rf max yang didapat yaitu 0,02 yang spesifik untuk Morfin dan 0,038 dimana Rf ini mirip dengan MDMA. Selain itu, ditemukan juga adanya zat yang diduga papaverin karena nilai Rf 0,17 yang mirip dengan papaverin dan zat yang diduga bromheksin karena nilai Rfnya 0,88 yang mirip dengan broheksin. 3. Track 9 (noda standar pembanding TB)
: pendeteksian standar pembanding
TB ini dilakukan untuk mengetahui nilai hRf dari standar pembanding yang digunakan, dan nantinya akan dibandingkan dengan nilai hRfc yang ada pada pustaka sehingga dapat diketahui secara pasti jenis senyawa pada analit. dari hasil pendeteksian ini didapatkan zat-zat yang terkandung pada standar pembanding TB antara lain papaverin, theophiline, dextrometorpan, dan bromheksin dengan nilai Rf yang spesifik untuk masing-masing zat tersebut. Uji konfirmasi dilakukan dengan nilai hRf analit senyawa standar dan pustaka. Pada prakteknya nilai hRf bervariasi karena pengaruh factor lingkungan seperti kejenuhan chamber, pH medium, suhu penguapan fase gerak dan plat, serta kadar analit yang ditotolkan. Terdapat metode untuk mengurangi variasi hRf tersebut. Yaitu menggunakan harga hRf terkoreksi (hRfc) yang relative konstan untuk masing-masing senyawa pada tiap system TLC tertentu. Harga hRfc suatu analit dapat dihitung dengan menggunakan metode korelasi polygonal. Metode ini membutuhkan minimal 4 senyawa standar pembanding yang harga hRfc tersebar
di antara harga hRfc sampel. Penetuan harga hRfc pada sampel dilakukan dengan rumus berikut ini: hRfc (X) = hRfc (C) +
[Rf(X)-hRf(C) ,dimana
c = hRfc (D)-hRfc (C) = hRf(D)-hRf(C) Kemudian, harga hRfc analit yang didapat dapat dibandingkan dengan database harga hRfc dengan pelarut pengembang TB di pustaka sehingga diperoleh kemungkinan senyawa yang sesuai. Dari hasil perhitungan yang dilakukan,diperoleh hRfc senyawa morphine = 1,933 dan hRfc senyawa MDMA = 25 bila kedua hasil ini dibandingkan dengan pustaka yang telah ada, hRfc senyawa morphine sangat jauh dari pustaka sedangkan hRfc senyawa MDMA mendekati dari pustaka.Namun untuk analysis kualitatif ini juga dilakukan dengan mencocokan peak senyawa dimana peak analit morphine pada sampel sama dengan pustaka sehingga dapat dikatakan analit tersebut adalah morphine. Dengan menggunakan spektrofotodensitometer ini juga dapat dilakukan penentuan kadar senyawa yang ada pada sampel. Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ). Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan bakunya. Kadar dari sampel dapat ditentukan dari perbandingan antara serapan sampel dan Standarnya. Penetuan kadar sampel ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat kurva standar dengan meihat nilai AUC yang diperoleh pada kromatogram sebagai nilai Y. Dari kromatogram ini dapat dilihat nilai AUC untuk masing-masing konsentrasi standar antara lain: 1. AUC Senyawa Morphine a. AUC Standar 1 (AUC 1m) = 928,0 b. AUC Standar 2 (AUC 2m) = 917,5 c. AUC Standar 3 (AUC 3m) = 1288,2 d. AUC Standar 4 (AUC 4m) = 1586,2 e. AUC Standar 5 (AUC 5m) = 674,1
2. AUC Senyawa MDMA a. AUC Standar 1 (AUC 1md) = 1010,2 b. AUC Standar 2 (AUC 2md) = 1225,0 c. AUC Standar 3 (AUC 3md) = 1331,5 d. AUC Standar 4 (AUC 4md) = 946,2 e. AUC Standar 5 (AUC 5md) = 238,2 Dari nilai AUC ini kemudian dapat ditentukan masing-masing koefisien korelasi dan persamaan garis regresinya. Namun pada saat pembuatan kurva konsentrasi terhadap absorbansi terdapat penghilangan 2 titik yang mengganggu kelinieritasn dari kurva sehingga hanya digunakan 3 titik konsentrasi untuk menentukan kurva konsentrasi terhadap absorbansi masing-masing jenis senyawa korelasi. Penghilangan konsentrasi ini juga dilakukan karena ada dugaan bahwa terdapat beberapa kesalahan dari proses penotolan dan proses elusi sehingga tidak sesuai dengan teori yang ada. Adapun koefien korelari yang diperoleh pada masing-masing kurva adalah r senyawa morphine =0,9961 dan r senyawa MDMA=0.9655, dari koedisien korelasi yang diperoleh ini dapat dikatahui bahwa kurva mendekati kelinieran sangat bagus sehingga dapat digunakan dalam penentuan kadar dari masing-masing senyawa. Selain itu juga digunakan persamaan regresi linier untuk penentuan kadarnya yaitu senyawa morphine sebesar y = 1,6728 x + 260,92 dan senyawa MDMA persamaan regresi liniernya sebesar y = 0,8033 x + 867,6. Bila persamaan regresi linier telah diketahui, maka kadar morfin dalam sampel dapat diketahui dengan memasukkan nilai AUC sampel pada persamaan regresi linier. Dari perhitungan yang dilakukan, kemudian didapatkan kadar morfin dalam sampel adalah sebesar 0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel adalah sebesar 0,0183 mg/ml.
BAB V PENUTUP 5.1 SIMPULAN 1. Preparasi sampel untuk uji konfirmasi dan pemisahan obat-obatan golongan amfetamin dan opiate dalam sampel urine dapat dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair dan SPE. 2. Proses persiapan kerja dalam proses elusi yaitu penyiapan fase diam, penyiapan larutan pengembang TB, penjenuhan benjana kromatografi dan pembuatan larutan pembanding 3. Prinsip pemisahan KLT adalah Suatu campuran zat dapat dipisahkan dengan teknik KLT berdasarkan afinitas masing-masing komponen terhadap fase gerak dan fase diamnya. 4. Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan interaksi antara radiasi elektromagnetik sinar uv- vis dengan analit yang merupakan noda pada plat. Radiasi elektomagnetik yang dating pada plat diabsorpsi oleh analit. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indicator plat dapat diemisikan berupa flourosensi dan fosforesensi. 5. Dari hasil uji konfirmasi dengan metode KLT-Spektrofotodensitometri terhadap sampel urine yang diperiksa dapat ditentukan bahwa jenis senyawa yang ada dalam sampel urine adalah Morfin (golongan opiate) dengan kadar sebesar 0,002917 mg/ml dan kadar MDMA dalam sampel adalah sebesar 0,0183 mg/ml.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pemeriksaan Laboratorium Narkotika dan Psikotropika. http://ndiel2.wordpress.com/2011/11/08/pemeriksaan-lab-napzanarkotika-psikotropika-dan-zat-adiktif-lain/. Diakses tanggal 13 Mei 2013 Anonim.
2012.
Opioid
dan
Ketergantungan.
http://indoanesthesia.wordpress.com/2012/07/04/opioid-danketergantungan/ Diakses tanggal: 16 Mei 2013 BNN. 2008. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Narkotika, Psikotropik, dan Obat Berbahaya. Jakarta : BNN. Rahayu. 2011. Ekstraksi. http://alchemistviolet.blogspot.com/2011/02/ekstraksi.html.
diakses
tanggal: 13 Mei 2013 Sora. 2010. Amfetamin http://rillsora.blogspot.com/2010/03/amfetamin.html Diakses : 14 Mei 2013 Wirasuta. 2008. Analisis Toksikologi Forensik Dan Interpretasi Temuan Analisis. Jakarta: Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences Wirasuta.
2012.
Tugas
Dugaan
Pemerkosaan
Menggunakan
Obat.
http://gelgel-wirasuta.blogspot.com/2012/06/dugaan-perkosaanmenggunakan-obat-tugas.html. diakses tanggal: 13 Mei 2013 Wirasuta,dkk. 2013. Penuntun Praktikum Toksikologi D3 Analis Kesehatan Tahun Ajaran 2012/2013. Badung:
Jurusan Farmasi
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
Fakulras
View more...
Comments