LAPORAN - KL - EKOTUM (FOR ACC1) (-Lampiran Stratifikasi)
August 29, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download LAPORAN - KL - EKOTUM (FOR ACC1) (-Lampiran Stratifikasi)...
Description
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan adalah suatu areal yang luas dikuasai oleh pohon, tetapi hutan bukan hanya sekedar pohon. Termasuk di dalamnya tumbuhan yang kecil seperti lumut, semak belukar dan bunga-bunga hutan.Di dalam hutan juga terdapat beranekaragam burung, serangga dan berbagai jenis binatang yang menjadikan hutan sebagai habitatnya. Terutama terdapat berbagai macam vegetasi (Whitmore, 1975). Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Hutan merupakan komponen habitat terpenting bagi kehidupan oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan nmaupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur (Natassa dkk, 2010). Salah satu metode untuk mendeskripsikan suatu vegetasi yaitu analisis vegetasi. Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat mas yarakat tumbuh. Pada suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling sehingga cukup ditempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengerjaan analisis vegetasi antara lain bentuk, luas dan jumlah unit sampel yang digunakan, metode dan teknik pengambilan sampel, cara pengambilan sampel dilapangan, objek yang akan diobservasi dan didata, parameter vegetasi yang digunakan serta teknik dan metode analisis vegetasi yang digunakan. Sesuai dengan fungsinya, analisis vegetasi terutama digunakan untuk mempelajari struktur atau susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan, misalnya mempelajari tegakan hutan, yaitu tingkat pohon dan anakannya atau mempelajari tegakan tumbuhan bawah (vegetasi dasar di bawah tegakan hutan, kecuali dari anakan), padang rumput atau padang alang-alang dan vegetasi semak belukar (Indriyanto, (Indriyanto, 2006).
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif
tentang
struktur
dan
komposisi
suatu
komunitas
tumbuhan.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan kedalam 3 kategori yaitu (1) pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan batas-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda; (2) menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal; dan (3) melakukan korelasi antara perbedaan vegetasi dengan faktor lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig-Smith, 1983). Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem ekosist em dalam skala yang lebih luas. Secara umum peranan vegetasi dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah, pengaturan tata air tanah dan lain-lain. la in-lain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu. Sebagai contoh vegetasi secara umum akan mengurangi laju erosi tanah, tetapi besarnya bergantung struktur dan komposisi tumbuhan yang menyusun formasi vegetasi daerah tersebut (Setiadi, 1984). Kuliah Lapangan ekologi merupakan penerapan penerapan dari teori yang yang telah kita dapatkan selama kuliah dan praktikum Ekologi. Kuliah lapangan ini dilaksankan di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi, Universitas Andalas. Hutan ini terletak di sebelah timur kota padang dan berjarak ±12 km dari pusat kota. Kawasan hutan ini di sebelah selatan berbatasan dengan sungai kecil Air Naras, sebelah utara dengan Air Sekayan, sebelah timur bersambungan dengan hutan milik penduduk dan sebelah barat bersambungan dengan lokasi kampus. Topografi HPPB adalah berbukit-bukit dengan kemiringan 10-30%, terletak pada ketinggian 200-500 m dari permukaan laut. Suhu udara di HPPB berkisar antara 24-29 0C dan kelembaban relatif 68- 90% (Rahman et al. 1994). HPPB menurut Schmidt dan Ferguson untuk tipe iklim tergolong pada Tipe A (sangat basah)
dengan curah hujan tahun 1980 sampai tahun 1984 rata-rata tahunan Kuranji 5.546 mm/tahun, dan terakhir curah hujan tahun 1992 sampai dengan 2002 ratarata sebesar 3.723,9 mm/tahun. HPPB juga memiliki kesuburan tanah yang tergolong cukup tinggi (Yasin et al. 2010). Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka dilakukanlah kuliah lapangan mengenai analisis vegetasi. Hal ini betujuan untuk untuk memahami proses pengerjaan analisis vegetasi. Selain itu dapat memahami pengolahan data yang diperoleh di lapangan dan diketahui struktur serta komposisi komunitas pada lokasi HPPB. 1.2 Tujuan
II. TINJAUAN PUSTAKA
Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. t empat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh serta dinamis. Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung (Marsono, 1977). 1977). Mulyana
et
al.,
(2005)
mengemukakan
bahwa
struktur
suatu
vegetasimerupakan organisasi dalam ruang, tegakan, tipe vegetasi atau asosiasitumbuhan dengan unsur utamanya adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi,dan penutupan tumbuhan. Lebih jauh, struktur vegetasi hutan dapat dibagimenjadi
tiga
berdasarkanlapisan
komponen, tajuk),
struktur
yaitu
struktur
horizontal
vertikal
(stratifikasi
(stratifikasi
berdasarkan
penyebaranspasial individu suatu jenis dalam populasi), dan kelimpahan jenis.Disamping ketiga komponen tersebut, masih terdapat struktur didalam satuanwaktu, yaitu suksesi dan klimaks yang hanya dipusatkan pada struktur spasialyang merupakan struktur yang berhubungan dengan waktu. Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Pada suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa vegetasi erat kaitannya dengan sampling sehingga cukup ditempatkan beberapa petak contoh untuk mewakili habitat tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam sampling ini, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan teknik analisa vegetasi yang digunakan (Soerianegara, 2005). Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Analisis data memerlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan tersebut.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Michael,1994). Pada suatu wilayah yang berukuran luas atau besar, vegetasinya terdiri dari beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol. Hal ini menyebabkan adanya berbagai tipe vegetasi. Vegetasi terdiri dari semua spesies tumbuhan dalam suatu wilayah dan memperlihatkan pola distribusi menurut ruang dan waktu. Tipe-tipe vegetasi sendiri dicirikan oleh bentuk pertumbuhan tumbuhan dominan atau paling besar atau paling melimpah dan tumbuhan karakteristik atau paling khas (Harjosuwarno, 1990). Menurut Syafei (1990), dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini, suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada. Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu metode destruktif (metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan),metode nondestruktif (berdasarkan penelaahan organism hidup), metode floristik (metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi), dan metode nonfloristik (dunia tumbuhan dibagi berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan). Hasil pengukuran lapangan dilakukan dianalisis data untuk mengetahui kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Beberapa rumus yang penting diperhatikan dalam menghitung hasil analisa vegetasi, yaitu kerapatan (density (density), ), dominansi, frekuensi dan indeks nilai penting. Kerapatan merupakan jumlah individu dari satu jenis pohon dan tumbuhanlain yang besarnya dapat ditaksir atau dihitung.Dominasi dapat diartikan sebagai penguasaan dari satu jenis terhadap jenis lain (bisa dalam hal ruang,cahaya dan lainnya Frekuensi merupakan me rupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis frekuensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis,apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Indeks nilai penting Merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas (Odum, 1993).
Stratifikasi
atau
pelapisan
tajuk
merupakan
susunan
tetumbuhan
secaravertikal di dalam suatu komunitas tumbuhan atau ekosistem hutan. Stratifikasi merupakan ciri dari suatu hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki stratifikasi disebabkan karena masing-masing tumbuhan penyususn hutan
hujan
trropis
tipeekosistem
memiliki
hutan
hujan
karakteristik
tropis
pertumbuhan
stratifikasi
biasanya
sendiri. tersusun
Pada secara
lengkapterdiri dari lima strata ( storey). storey). Tiap lapisan di dalam stratifikasi disebut stratumatau strata. Stratifikasi disebabkan oleh dua faktor yaitu persaingan dan semi toleransi spesies (Soerianegara, 2005). Persaingan terjadi akibat adanya kompetisi yang berlangsung dalam suatu masyarakat kompetisi
tumbuhan ini
akan
antar
spesies
muncul
pohon
pohon yang
yang mampu
ada.
Akibat
bersaing,
dari
memiliki
pertumbuhan yang kuat dan menjadi spesies yang dominan atau lebih berkuasa dari individu lain. Individu pohon-pohon dominan yang terbentuk tersebut akan mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan (Indriyanto, 2006). Semi toleransi sifat-sifat spesies spesiesnya sangat dipengaruhi oleh intensitas
matahari.
Spesies-spesies
pohon
yang
intoleran
mendapatkan
kesempatan ruang tumbuh dengan radiasi matahari penuh, sehingga proses pertumbuhannya akan lebih cepat dan menjadi lebih tinggi.jenis individu intoleran tidak tahan berada dibawah naungan, karena menyebabkan pertumbuhannya menjadi lambat bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pada individu pohon dengan sifat toleran akan bertahan di bawah naungan jenis intoleran (Soerianegara, 2005). Stratifikasi terdiri atas lima lapisan, yaitu lapisan A, B C, D, dan E. Di bawah lapisan A ada lapisan B. lapisan B merupakan penyusun utama ekosistem hutan hujan tropis dengan tinggi rata-rata 30 m. Tajuk pohon pada lapisan B saling bersambungan dengan pohon lainnya membentuk atap hutan. Pada lapisan ini sinar matahari banyak tertahan untuk tidak sepenuhnya masuk ke dalam lantai hutan.Begitu juga dengan air hujan yang jatuh di atas hutan. Lapisan C dan D merupakan pohon-pohon pohon-pohon yang lebih rendah.
Dua lapisan ini merupakan
kelompok pohon yang belum sepenuhnya menjadi pohon dewasa. Pohon-pohon pada lapisan ini pada akhirnya yang akan menggantikan pohon-pohon pada
lapisan B. Sementara itu, lapisan E merupakan lapisan lantai hutan berupa anakan anakan pohon dan herba (Indrawan, (Indrawan, 2003).
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Kuliah lapangan Ekologi Tumbuhan mengenai Analisis Vegetasi dan Stratifikasi dilaksanakan pada Sabtu, 27 April 2019 di Hutan Pendidikan dan Penelitian Biologi, Universitas Andalas. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini antara lain meteran, pancang, tali rafia, cat phylox, alat tulis, aplikasi Auto Distance, dan kertas milimeter. 3.3 Cara Kerja
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Vegetasi Tabel 1. Plot 29 30 31
32
34 36
No Pohon 220 228 241 245 246 247 250 251 252 253 254 256 268 275
Spesies
Diameter
Milletia artopurpurea BENTH. Castanopsis hulleti KING. Macaranga triloba ARG. Aglaia trichostemon C.DC. Elateriospermum tapus BL. Lasianthus oblongus Elateriospermum tapus BL. Elateriospermum tapus BL. Elateriospermum tapus BL. Elateriospermum tapus BL. Elateriospermum tapus BL. Croton argyratum HOOK F. Baringtonia sp1 Pternandra echinata JACK
10,5 cm 11,6 cm 8,5 cm 18,4 cm 15,5 cm 17,2 cm 12, 8 cm 13,2 cm 16,8 cm 16,1 cm 12,6 cm 12,5 cm 34,8 cm 10,8 cm
Berdasarkan tabel 1, didapatkan 14 pohon dengan 9 spesies yang berada di dalam 6 plot berbeda. Pohon dengan diameter paling besar berada pada plot 34, yaitu Baringtonia sp. dengan diameter sebesar 34,8 cm. Sedangkan pohon dengan diameter paling kecil berada pada plot 31, yaitu Macaranga triloba dengan diameter sebesar 8,5 cm. Tabel 2. Analisis Data Pl ot
No Poh on
Spesies
Diam eter (m)
Diam eter (cm)
K
KR
0,001
2,197
6m
%
0,001
2,197
6m
%
0,001
2,197
6m
%
0,001
2,197
6m
%
F
FR
D
DR
NP
6,87
1,44
3,1
12,16
%
x10-5
%
7%
6,87
1,76
3,8
12,86
%
x10-5
%
7%
6,87
9,45
2,04
11,10
%
x10-6
%
7%
6,87
4,42
9,5
18,56
%
x10-5
%
7%
0, 29
30
31
220
228
241
245
Milletia artopurpur ea BENTH. Castanopsi s hulleti KING. Macarang a triloba ARG. Aglaia trichostem on C.DC.
0,105
0,116
0,085
0,184
10,5
11,6
8,5
18,4
16 m 0, 16 m 0, 16 m 0, 16 m
246
247
32
250
251
252
253
254
Elateriosp ermum tapus BL.
0,155
15,5
Lasianthus oblongus
0,112
Elateriosp ermum tapus BL. Elateriosp ermum tapus BL. Elateriosp ermum tapus BL. Elateriosp ermum tapus BL. Elateriosp ermum tapus BL.
0,128
12,8
0,132
13,2
0,168
16,8
0,161
16,1
0,126
12,6
11,2
0,01
13,73
m
6%
0,001
2,197
6m
%
1 0, 16 m
42,9
3,14
6,7
92,51
%
x10-5
%
6%
6,87
1,64
3,5
12,56
%
x10-5
%
7%
2,14 x10-5
4,6 %
13,47 7%
2,27
4,9
x10-5
%
3,69
7,9
x10-5
%
3,39
7,3
x10-5
%
2,07
4,48
x10-5
%
2,04
4,41
13,47
%
7%
0, 256
34
36
268
275
Croton argyratum HOOK F.
Baringtoni a sp1
Pternandr a echinata JACK
0,125
0,348
0,108
12,5
34,8
10,8
0,001
2,197
6m
%
0,001
2,197
6m
%
0,001
2,197
6m
%
16 m 0, 16 m 0, 16 m
6,87
-5
%
x10
6,87
1,58
%
x10-5
6,87
1,52
3,2
12,26
%
x10-5
%
7%
34%
43,06 7%
Jumlah
99,98
97,3
99,4
228,6
Total
%
6%
3%
02%
Berdasarkan tabel 2, didapatkan hasil analisis data Berdasarkan tabel 2 pengamatan analisa vegetasi yang yang dilakukan dengan metode belt transek tersebut didapatkan hasil bahwa pada transek yang diamati didapatkan nilai kerapatan total sebesar 0,0061 m dengan kerapatan relatifnya 99,98%, sedangkan nilai frekuensi total 0,16 dengan frekuensi relatifnya 97,36%. Nilai total Densitas yang didapatkan adalah 19066.832 x 10 -5 dengan densitas relative 99,43%. Indeks Indeks nilai penting yang didapatkan memiliki 470,672 Nilai kerapatan total sebesar 0,0144 dari transek tersebut menandakan bahwa tingkat kerapatan total pada transek ini adalah rendah. Ini didapatkan berdasarkan jumlah suatu spesies per luas daerah transek. Hal ini sesuai dengan
pendapat Arrijani (2006) yang mengatakan bahwa kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies dengan satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada lokasi pengamatan. Nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran tentang bagaimana distribusi dan pola penyebarannya. penyebarannya. Sedangkan nilai frekuensi total 2,28 2,28 dari transek tersebut menandakan bahwa keberadaan tumbuhan didaerah ini cukup tinggi. hal ini sesuai dengan pendapat Raunkiser dalam shukla dan Chandel (1977) yang mengatakan bahwa frekuensi merupakan ukuran dari regularitas terdapatnya suatu jenis. Frekuensi memberikan gambaran pola penyebaran suatu jenis, dan menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan. Frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat. Nilai total dominansi yang didapatkan adalah 40,55 x 10-5 dari transek tersebut menandakan bahwa tingkat distribusi dari tanaman yang ada disekitar transek sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat (Umar, 2013) yang mengatakan bahwa kriteria indeks dominansi dibagi dalam 3 kategori yaitu 0,01 0,30 yang berarti tingkat dominansi rendah, 0,31 – 0,60 0,60 berarti dominansi sedang dan 0,61 – 1,0 1,0 berarti tingkat dominansi tinggi. Syafei (1990) yang mengatakan bahwa dominansi ditentukan berdasarkan penutupan daerah cuplikan oleh populasi jenis tumbuhan. Menurut Greig-Smith (1983) pola distribusi dari tanaman dipengaruhi oleh nilai frekuensi suatu jenis secara langsung. Nilai distribusi dapat memberikan informasi tentang keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot. Indeks nilai penting yang yang didapatkan didapatkan pada transek ini adalah 470,672. Nilai ini didapatkan dari hasil perhitungan total kerapatan relatif, dominansi relatif, dan frekuensi relatif. Hal ini sesuai dengan pendapat Soerianegara dan Indrawan (2005) yang mengatakan bahwa Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif dan Dominansi Relatif. Menurut Soegianto (1994) nilai penting digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting
menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks Nilai Penting jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan tersebut dalam komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah menunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan. Semakin besar nilai INP suatu spesies semakin besar tingkat penguasaan terhadap komunitas dan sebaliknya. Penguasaan spesies tertentu dalam suatu komunitas apabila spesies yang bersangkutan berhasil menempatkan sebagian besar sumberdaya yang ada dibandingkan dengan spesies yang lainnya (Saharjo dan Cornelio, 2011). Indeks keanekaragaman dari transek tersebut adalah 2.9067. Angka ini mendekati angka tiga. Ini menandakan bahwa tingkat keanekaragaman di transek ini sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Krebs (1989) yang mengatakan bahwa
jika
indeks
keanekaragamannya
bernilai
>1
maka
tingkat
keanekaragamannya rendah, jika indeks keanekaragamannya berkisar ntara 1-3 maka
tingkat
keanekaragamannnya
sedang
dan
jika
>3
maka
tingkat
keanekaragamannya tinggi. Kenekaragaman cenderung jadi tinggi di dalam komunitas yang lebih tua dan rendah dalam komunitas yang baru tertbentuk. Sementara produktivitas atau arus energi seluruhnya jelas mempengaruhi keanekaragaman jenis, kedua kualitas itu tidak berhubungan dalam cara linier yang sederhana manapun (Odum, 1993). Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena dalam komunitas terjadi interaksi jenis yang tinggi pula. Jumlah spesies dalam komunitas sangat penting dari segi ekologi, karena keanekaragaman jenis akan bertambah bila komunitas menjadi stabil. Gangguan parah menyebabkan penurunan yang nyata dalam keanekaragaman. Keanekaragaman
yang
besar
juga
mencirikan
sejumlah
besar
corak
(Michael,1994).
4.2 Stratifikasi Tabel 3. Tabel Stratifikasi Plot 10x10 m No
Nama Spesies
Tinggi Total
Tinggi Bebas Cabang
Diameter (m)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Swietenia mahagoni Swietenia mahagoni Leucaena glauca Leucaena glauca Leucaena glauca Sp 1
10,3 m 11,2 m 8,4 m 8,2 m 8,2 m 4,7 m
3,81 m 2,3 m 4,7 m 2,5 m 2,4 m 3,5 m
0,438 m 0,468 m 0,21 m 0,23 m 0,175 m 0,13 m
Berdasarkan tabel 3 diatas, didapatkan 3 jenis pohon dengan jumlah total 6 pohon dalam plot 10x10 m. Pohon nomor 1, yaitu Swietenia mahagoni memiliki tinggi total 10,3 m, tinggi bebas cabang 3,81 m, dan diameter pohon sebesar 0,438 m. Pohon nomor 2, yaitu Swietenia mahagoni memiliki tinggi total 11,2 m, tinggi bebas cabang 2,3 m, dan diameter pohon sebesar 0,468 m. Pohon nomor 3, yaitu Leucaena glauca memiliki tinggi pohon 8,4 m, tinggi bebas cabang 4,7 m, dan diameter 0,21 cm. Pohon nomor 4, yaitu Leucaena glauca memiliki tinggi pohon 8,2 m, tinggi bebas cabang 2,5 m, dan diameter sebesar 0,23 m. Pohon nomor 5, yaitu Leucaena yaitu Leucaena glauca memiliki tinggi pohon 8,2 m, tinggi bebas cabang 2,4 m, dan diameter 0,175 cm. Yang terakhir adalah pohon Sp 1 memiliki tinggi pohon 4,7 m, tinggi bebas cabang 3,5 m, dan diameter 0,13 cm. Menurut Indriyanto (2006), stratifikasi merupakan distribusi tetumbuhan dalam ruangan vertikal. Semua spesies tumbuhan dalam komunitas tidak sama ukurannya, serta secara vertikal tidak menempati ruang yang sama. Dalam ekosistem hutan, stratifikasi terbentuk dari susunan tajuk pohon-pohon menurut arah vertikal dan terjadi karena adanya pohon pohon yang mendudu menduduki ki kelas pohon dominan, pohon kodominan, pohon tengahan, pohon tertekan, dan pohon bawah/mati (Indriyanto, 2006). Hutan yang terlalu rapat, pertumbuhannya akan lambat karena persaingan antar individu pohon yang keras terhadap sinar matahari, air dan zat mineral. Kemacetan pertumbuhan akan terjadi. Tetapi tidak lama, karena persaingan diantara pohon-pohon akan mematikan yang lemah dan penguasaan oleh yang kuat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang, terbuka atau rawang menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk taj uk besar dan bercabang be rcabang banyak dan pendek. Suatu hutan yang dikelola baik ialah hutan yang kerapatannya dipelihara pada tingkat optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan penuh memanfaatkan sinar matahari dan zat hara mineral dalam tanah. Dengan demikian hutan yang tajuknya kurang rapat berfungsi kurang efisien kecuali bila areal terbuka, di isi dengan permudaan hutan atau pohon-pohon muda. Tempat-tempat terbuka tersebut
biasanya ditumbuhi gulma yang menganggu menganggu pertumbuhan jenis pohon utama atau ata u tanaman pokok (Indriyanto, 2008). Kanopi dari hutan hujan tropis seringkali terdiri atas berbagai lapisan tajuk. Formasi hutan yang berbeda memiliki tingkatan strata yang berbeda pula. Dalam suatu masyarakat tumbuhan akan terjadi suatu persaingan antara individuindividu dari suatu jenis atau beberapa jenis, apabila tumbuh-tumbuhan tersebut mempunyai kebutuhan yang sama dalam hal hara mineral, air, cahaya dan ruangan. Sebagai akibat adanya persaingan adalah mengakibatkan jenis-jenis tertentu akan lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain, sehingga terbentuk stratifikasi
tumbuhan
di
dalam
hutan.
Pohon-pohon
yang
tinggi
pada
stratumteratas menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenis jenis yangmencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan (Soerianegara dan Indrawan, 1988).
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada analisis vegetasi didapatkan 14 pohon dengan 9 spesies yang berada di dalam 6 plot berbeda. Pohon dengan diameter paling besar berada pada plot 34, yaitu Baringtonia sp. dengan diameter sebesar 34,8 cm. Sedangkan pohon dengan diameter paling kecil berada pada plot 31, yaitu Macaranga triloba dengan diameter sebesar 8,5 cm. 2. Dari pengolahan data analisis vegetasi didapatkan hasil bahwa pada transek yang diamati didapatkan nilai kerapatan total sebesar 0,0061 m dengan kerapatan relatifnya 99,98%, sedangkan
nilai frekuensi total 0,16 dengan
frekuensi relatifnya 97,36%. Nilai total Densitas yang didapatkan adalah 19066.832 x 10-5 dengan densitas relative 99,43%. Indeks nilai penting yang didapatkan memiliki 470,672 3. Pada stratifikasi didapatkan 3 jenis pohon dengan jumlah total 6 pohon dalam plot 10x10 m. Pohon nomor 1, yaitu Swietenia mahagoni dengan tinggi total 10,3 m, tinggi bebas cabang 3,81 m, dan diameter pohon sebesar 0,438 m. Pohon nomor 2, yaitu Swietenia mahagoni dengan tinggi total 11,2 m, tinggi bebas cabang 2,3 m, dan diameter pohon sebesar 0,468 m. Pohon nomor 3, yaitu Leucaena yaitu Leucaena glauca dengan tinggi pohon 8,4 m, tinggi bebas cabang 4,7 m, dan diameter 0,21 cm. Pohon nomor 4, yaitu Leucaena glauca dengan tinggi pohon 8,2 m, tinggi bebas cabang 2,5 m, dan diameter dia meter sebesar 0,23 m. Pohon nomor 5, yaitu Leucaena glauca memiliki tinggi pohon 8,2 m, tinggi bebas cabang 2,4 m, dan diameter 0,175 cm. Yang terakhir adalah pohon Sp 1 memiliki tinggi pohon 4,7 m, tinggi bebas cabang 3,5 m, dan diameter 0,13 cm.
5.2 Saran
Adapun saran yang dibutuhkan untuk kuliah lapangan yang lebih baik kedepannya yaitu agar praktikan memahami materi yang dipraktekkan dipraktekkan dan lebih serius dalam melakukan kuliah lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9. Oxford:Blackwell Scientific Publications. Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan Tumbuhan.. Fakultas Biologi UGM. Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Indrawan. 2013. Ekologi Hutan Indonesia. LaboratoriumEkologi. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marsono, D. 1977. Deskripsi Vegetasi dan Tipe-Tipe Vegetasi Tropika. Tropika. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Michael,
P.E.
1994. Metode
Ekologi
untuk
Penyelidikan
Ladang dan
Laboratorium.. Universitas Indonesia. Jakarta. Laboratorium Mulyana, M., T.Hardjanto dan G.Hardiansyah. 2005. Membangun Hutan Tanaman. Meranti. Membedah Mitos Kegagalan Melanggengkan TradisiPengusahaan Hutan. Wana Aksara Serpong Tangerang. Natassa,
dkk.
2010. Analisa 2010. Analisa
Vegetasi
dengan
Metode
Kuadran. Kuadran.
(http://riyantilathyris.wordpress.com/2010/11/26/laporan-analisisvegetasi/) (Diaskses vegetasi/) (Diaskses pada 28 April 2019): Makasssar. Naughton.1973.. Ekologi Umum edisi Ke 2. UGM Naughton.1973 2. UGM Press : Yogyakarta Odum, E. 1993. Fundamentals 1993. Fundamentals Of Ecology Ecology.. W.B.Saunder Company Philadelphia. London, Toronto. Setiadi, D. 1984. Inventarisasi 1984. Inventarisasi Vegetasi Tumbuhan Bawah dalam Hubungannya dengan Pendugaan Sifat Habitat Bonita Tanah di Daerah Hutan Jati Cikampek, KPH Purwakarta, Jawa Barat. Bogor : Bagian Ekologi, Departemen Botani, Fakultas Pertanian IPB. Syafei, E. S. 1990. Pengantar 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan Tumbuhan.. ITB. Bandung. Yasin S, Fadilah R, Darfis I. 2010. Perbedaan tingkat kesuburan tanah lapisan atas (top soil) pada berbagai topografi Hutan Penelitian dan Pendidikan Biologi (HPPB) Universitas (HPPB) Universitas Andalas. Jerami 3(1): 58-62 Whitmore, T.C, 1975, Tropical Rain Tropical Rain Forests of the Far East (Chapter Two Forest Structure) 1st Edition. Edition. Oxford University Press. Oxford.
Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Indonesia. Buku. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 103 p.
LAMPIRAN
1. Analisa Vegetasi Plot Nomor pohon
Spesies
Diameter
29
220
Milletia artropurpurea artropurpurea BENTH
10,5 cm
30
228
Castanopsis hulleti
11,6 cm
31
241
Macaranga triloba
8,5 cm
245
Aglaia trichoctemon
18,4 cm
246
Elasteriospermum tapus tapus L
15,5 cm
247
Laisanthus oblongus
11,2 cm
250
Elateriuspermum tapus BL
12,8 cm
251
Elateriuspermum tapus BL
13,2 cm
252
Elateriuspermum tapus BL
16,8 cm
253
Elateriuspermum tapus BL
16,1 cm
254
Elateriuspermum tapus BL BL
12,6 cm
256
Croton argyantum HOOK F
12,5 cm
34
268
Baringtonia Sp.
34,8 cm
36
275
Pternandra echinata JACK
10,8 cm
32
A. Kerapatan
1. 2. 3.
() = ℎ () .220 = = 0,0016 ⁄ .228 = = 0,0016 ⁄ .241 = = 0,0016 ⁄
4. 5. 6. 7. 8. 9.
.245 = = 0,0016 ⁄ .246 = = 0,01 ⁄ .247 = = 0,0016 ⁄ .256 = = 0,0016 ⁄ = 0,0016 ⁄ .268 = .275 = = 0,0016 ⁄ ℎ = 0,00 0,000216 0216
B. Kerapatan Relatif
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
(⁄ ) ×100% = (⁄ ) .220 = , , ×100% = 7,017 % .228 = , , ×100% = 7,017 % .241 = , , ×100% = 7,017 % .245 = , , ×100% = 7,017 % , ×100% = 43,85 % .246 = , .247 = , , ×100% = 7,017 % .256 = , , ×100% = 7,017 % .268 = , , ×100% = 7,017 % .275 = , , ×100% = 7,017 %
C. Dominansi
×100% = 1. Milletia artropurpurea BENTH artropurpurea BENTH
( ) = 6 (10×10 10×10)) () 3,14×× 0,0 0,0027 02756 5625 25 = 3,14 600
= 0,008654625 600 = 0,0000144 2. Castanopsis hulleti
= 0,01056295 600 = 0,0000176 3. Macaranga triloba
= 0,005671625 600 = 0,000009 0,00000945 45 4. Aglaia trichoctemon
= 0,02657696 600 = 0,0000442 tapus L 5. Elasteriospermum tapus L
= 0,018859625 600 = 0,0000314 6. Laisanthus oblongus
= 0,00984704 600 = 0,0000164 7. Elateriuspermum tapus BL
= 0,01286144 600
8. Elateriuspermum tapus BL
9. Elateriuspermum tapus BL
10. Elateriuspermum Elateriuspermum tapus BL
= 0,0000214 = 0,01367784 600 = 0,0000207 = 0,02215584 600 = 0,0000369 = 0,020347985 600 = 0,0000339
11. Elateriuspermum Elateriuspermum tapus BL
= 0,01246266 600 = 0,0000207
12. Croton argyantum HOOK F
= 0,012265625 600 = 0,0000204 Baringtonia Sp. 13. Baringtonia
= 0,09506664 600 = 0,000158 Pternandra echinata JACK 14. Pternandra
= 0,00915624 600 = 0,0000152 D. Dominansi Relatif 1. Milletia artropurpurea BENTH artropurpurea BENTH
×100% = ℎ × 100% = ,, = 3,1 % 2. Castanopsis hulleti
×100% = ℎ , ×− 100% = , ×− × 100% = 3,8 %
3. Macaranga triloba
×100% = ℎ ×− × 100% = , , ×− 100% = 2,04 % 4. Aglaia trichoctemon
= ×100% ℎ
×− × 100% = , , ×− 100% = 9,5 %
5. Elasteriospermum tapus L tapus L
= ×100% ×− × = , ℎ 100% 100% , ×−
= 6,7 % 6. Laisanthus oblongus
×100% = ℎ − = ,× 100% , ×− × 100% = 3,5 % 7. Elateriuspermum tapus 2
= ℎ ×100% − = ,× 100% , ×− × 100%
= 4,6 % 8. Elateriuspermum tapus 3
×100% = ℎ − ,× 100% = , ×− × 100%
= 4,9 % 9. Elateriuspermum tapus 4
×100% = ℎ ×− × 100% = , , ×− 100%
= 7,9 % 10. Elateriuspermum Elateriuspermum tapus 5
×100% = ℎ − ,× = , ×− × 100% 100%
=7,3 %
11. Elateriuspermum Elateriuspermum tapus 6
×100% = ℎ − = ,× 100% , ×− × 100%
= 4,18 % 12. Croton argyantum
×100% = ℎ − = ,× 100% , ×− × 100% = 4,41 %
13. Baringtonia Baringtonia Sp.
×100% = ℎ − = ,× 100% , ×− × 100%
= 34 % 14. Pternandra Pternandra echinata
×100% = ℎ − = .× 100% , ×− × 100% = 3,2 %
∑Dominansi relatif = 3,1% + 3,8%+ 2,04%+ 9,5%+ 6,7% + 3,5% 3,5% + 4,66%% + 4,9%+ 4,9% + 7,9 7,9%% + 7,3% 3% + 4,48% 4,48% + 4,41% 4,41% + 34% + 3,22%% = 99,43 % E. Frekuensi
() = ℎ ℎ ()
= = 0,16 ind⁄plot 2. Castanopsis hulleti = = 0,16 ind⁄plot 1. Milletia artropurpurea BENTH artropurpurea BENTH
3. Macaranga triloba
= = 0,16 ind⁄plot
4. Aglaia trichoctemon
= = 0,16 ind⁄plot
5. Elasteriospermum tapus L tapus L
= = 1 ind⁄plot
ind = = 0,16 ⁄plot 7. Elateriuspermum tapus BL = = 0,16 ind⁄plot
6. Laisanthus oblongus
8. Elateriuspermum tapus BL
= = 0,16 ind⁄plot
9. Elateriuspermum tapus BL
= = 0,16 ind⁄plot
10. Elateriuspermum tapus BL
= = 0,16 ind⁄plot
11. Elateriuspermum tapus BL
= = 0,16 ind⁄plot 12. Croton argyantum HOOK F = = 0,16 ind⁄plot 13. Baringtonia Sp.
= = 0,16 ind⁄plot
14. Pternandra echinata JACK
= = 0,16 ind⁄plot
F. Frekuensi Relatif
× 100% = ℎ 100%
= , , × 100% = 6,87% , × 10 2. Castanopsis hulleti = 0% = 6,8 6,87% 7% , 100% , × 100% = 6,87% 3. Macaranga triloba = , , × 100% = 6,87% 4. Aglaia trichoctemon = , 1. Milletia artropurpurea BENTH artropurpurea BENTH
5. Elasteriospermum tapus L tapus L
= , × 100% = 42,9%
= , , × 100% = 6,87% , × 100% = 6,87% 7. Elateriuspermum tapus BL = , , × 100% = 6,87% 8. Elateriuspermum tapus BL = ,
6. Laisanthus oblongus
9. Elateriuspermum tapus BL
, × 100% = 6,87% = , , × 100% = 6,87% 10. Elateriuspermum tapus BL = , , × 100% = 6,87% 11. Elateriuspermum tapus BL = , , × 100% = 6,87% 12. Croton argyantum HOOK F = , , × 10 13. Baringtonia Sp. = 0% = 6,8 6,87% 7% , 100% , × 10 14. Pternandra echinata JACK = 0% = 6,87% 6,87% , 100%
G. INP (Indeks Nilai Penting)
Np = Kr+fr+Dr
= 2,197% 2,197% + 6,87%+ 87% + 3,1% 1% = 12,167 12,167 % 2. Castanopsis hulleti = 2,197% + 6,81% + 3,8% = 12,867 % 3. Macaranga triloba = 2,197% 2,197% ++6,87 6,87%% + 2,0 2,04% 4% = 11,10 11,1077 % 4. Aglaia trichoctemon = 2,197% + 6,87% + 9,5% = 18,567 % 5. Elasteriospermum tapus L tapus L = 13,736% + 42,9%+ 6,7% = 63,336 % 6. Laisanthus oblongus = 2,197% 2,197% + 6,87% 6,87% + 3,5% 5% = 12,567 12,567 % 7. Elateriuspermum tapus BL = 13,736% + 42,9%+ 35,88% = 92,516 % 8. Croton argyantum HOOK F = 2,197% + 6,87% + 4,41% = 13,447 % 9. Baringtonia Sp. = 2,197% + 6,87% + 34% = 42,067 % 10. Pternandra echinata JACK = 2,197% + 6,87% + 3,2% = 12,267 %
1. Milletia artropurpurea BENTH artropurpurea BENTH
2. Stratifikasi
View more...
Comments