Laporan Kinetika
November 10, 2017 | Author: James Gomez | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kinetika...
Description
Acara I
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Cindy Elysia NIM : 11.70.0067 Kelompok D3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan mengenai praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar Kel
Perlakuan
Waktu
D1
Sari apel + Saccharomyces cerevisae
D2
Sari apel + Saccharomyces cerevisae
D3
Sari apel + Saccharomyces cerevisae
D4
Sari apel + Saccharomyces cerevisae
N0 N24 N48 N72 N96 N0 N24 N48 N72 N96 N0 N24 N48 N72 N96 N0 N24 N48 N72 N96
∑ mikroorganisme tiap petak 1 2 3 4 19 26 20 16 79 67 110 137 160 128 171 179 72 212 180 77 141 130 122 142 25 35 32 69 48 53 60 57 82 115 114 121 122 117 125 125 147 146 151 140 7 16 18 6 62 48 79 75 112 97 133 141 104 109 116 120 182 193 189 203 6 5 7 9 97 90 86 92 150 100 136 90 161 159 155 160 99 60 47 67
Rata-rata ∑ Rata-rata ∑ mikroorganisme mikroorganisme tiap petak tiap CC 20,25 8,08 x 107 98,25 3,93 x 108 157,5 6,38 x 108 135,25 5,41 x 108 133,75 5,35 x 108 25 1 x 108 44 1,76 x 108 108 4,32 x 108 122,25 4,89 x 108 146 5,84 x 108 11,75 4,7 x 107 68,5 2,74 x 108 120,75 4,83 x 108 112,25 4,49 x 108 191,75 7,67 x 108 6,75 2,7 x 107 119 4,76 x 108 91,25 3,65 x 108 158,75 6,35 x 108 68,25 2,73 x 108
1
OD
pH
0,0928 0,6167 1,0400 1,6038 1,1195 0,0273 0,6882 0,9875 0,9958 1,5034 0,0558 0,5095 1,0695 1,0033 1,3080 0,0315 0,6189 0,9435 0,9108 1,1990
3,34 3,33 3,45 3,46 3,45 3,38 3,35 3,45 3,46 3,54 3,35 3,28 3,42 3,41 3,45 3,32 3,31 3,39 3,42 3,45
Total Asam (mg/ml) 11,52 11,52 14,44 14,44 11,52 10,944 11,904 14,44 10,56 11,36 11,52 12,48 14,40 14,40 10,56 11,52 13,056 13,428 13,44 12,288
2
D5
Sari apel + Saccharomyces cerevisae
N0 N24 N48 N72 N96
39 115 215 271 220
32 185 256 240 204
42 174 217 231 255
21 210 188 181 207
33,5 171 219 230,75 221,5
1,34 x 108 7,16 x 108 8,76 x 108 9,23 x 108 8,86 x 108
0,0087 1,0027 1,3256 1,3124 1,0482
3,33 3,32 3,43 3,45 3,49
12,67 16,896 9,792 10,56 11,904
Dari tabel hasil pengamatan yang telah diperoleh di atas dapat diketahui hasil sebagai berikut. Pada kelompok D1 diperoleh ratarata jumlah mikroorganisme tiap petak yang meningkat seiring dengan bertambahnya lama waktu fermentasi namun kemudian mengalami penurunan pada hari keempat. Demikian halnya pada rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Nilai absorbansi yang diperoleh pada kelompok D1 juga mengalami peningkatan seiring dengan lama waktu fermentasi namun pada waktu fermentasi hari keempat diperoeh nilai absorbansi yang menurun. Besar pH yang diperoleh pada kelompok D1 juga mengalami peningkatan hingga hari ketiga yang kemudian juga mengalami penurunan pada hari keempat menjadi 3,45. Untuk total asam yang diperoleh pada kelompok D1 yaitu sebesar 11,52 mg/ml pada hari ke-0 dan hari pertama yang kemudian menjadi 14,44 mg/ml pada hari kedua dan ketiga serta menjadi 11,52 mg/ml pada hari keempat.
Pada kelompok D2 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak yang terus mengalami peningkatan jumlah hingga waktu fermentasi pada hari keempat. Demikian halnya pada rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc yang juga mengalami peningkatan. Untuk hasil pengamatan mengenai nilai absorbansi, pada kelompok D2 diperoleh nilai absorbansi yang terus mengalami peningkatan. Pada hasil pengamatan pengukuran pH diperoleh nilai pH yang menurun setelah dilakukan fermentasi selama satu hari namun pada waktu fermentasi pada hari kedua hingga keempat diperoleh nilai pH yang mengalami peningkatan. Sedangkan pada total asam yang diperoleh, pada kelompok D2 memperoleh besar total asam yang fluktuatif yakni sebesar 10,944 mg/ml pada hari ke-0; 11,904 mg/ml pada hari pertama; 14,44 mg/ml pada hari kedua; 10,56 mg/ml pada hari ketiga serta sebesar 11,36 mg/ml pada hari keempat.
3
Pada kelompok D3 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme yang mengalami peningkatan baik pada rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak maupun rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Pada hasil pengamatan nilai absorbansi, diperoleh nilai absorbansi yang mengalami peningkatan namun pada fermentasi hari ketiga diperoleh nilai absorbansi yang menurun namun selanjutnya nilai absorbansi kembali mengalami peningkatan pada hari keempat. Pada hasil pengukuran nilai pH diperoleh nilai pH terendah setelah fermentasi selama satu hari yakni sebesar 3,28 yang kemudian kembali mengalami peningkatan hingga diperoleh nilai pH tertinggi pada hari keempat proses fermentasi yakni sebesar 3,45. Sedangkan pada hasil pengamatan total asam pada kelompok D3, diperolah hasil total asam yang mengalami peningkatan selama dilakukan fermentasi tiga hari namun mengalami penurunan setelah fermentasi pada hari keempat.
Pada kelompok D4 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak yang flukutatif, artinya mengalami peningkatan yang diikuti dengan penurunan lalu meningkat kembali dan pada akhirnya kembali menurun. Demikian halnya pada hasil rata-rata jumlah mikroorganisme tiap cc. Sedangkan pada hasil pengamatan nilai absorbansi, pada kelompok D4 memperoleh nilai absorbansi yang meningkat. Hasil pengukuran nilai pH yang diperoleh oleh kelompok D4 mengalami penurunan pada fermentasi hari pertama namun kemudian kembali meningkat pada hari kedua hingga hari keempat. Pada hasil total asam yang diperoleh oleh kelompok D4 diperoleh hasil yang terus meningkat hingga waktu fermentasi hari ketiga namun mengalami total asam yang menurun pada hari keempat menjadi 12,288 mg/ml.
Pada kelompok D5 diperoleh hasil rata-rata jumlah mikroorganisme baik rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak maupun tiap cc yang mengalami peningkatan hingga hari ketiga fermentasi kemudian menurun pada hari keempat fermentasi. Pada hasil pengamatan nilai absorbansi tertinggi diperoleh pada hari kedua fermentasi yakni sebesar 1,3256 sedangkan nilai absorbansi terendah diperoleh pada ke-0. Pada hasil pengamatan pengukuran nilai pH diperoleh nilai pH yang meningkat selama dilakukan waktu fermentasi selama empat hari. Jumlah total asam yang diperoleh pada kelompok D5 yang tertinggi diperoleh pada hari
4
pertama fermentasi yakni sebesar 16,896 mg/ml sedangkan jumlah total asam terendah diperoleh pada hari kedua fermentasi sebesar 9,792 mg/ml.
Gambar 1. Grafik hubungan nilai absorbansi (OD) dengan waktu
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa kelompok D2 memiliki nilai absorbansi tertinggi (OD) setelah fermentasi hari keempat yang ditunjukkan dengan garis berwarna merah.
Gambar 2. Grafik hubungan rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan waktu
5
Dari gambar 2. mengenai grafik hubungan antara rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan waktu dapat diketahui bahwa kelompok D5 (yang ditunjukkan dengan garis warna biru muda) memiliki rata-rata jumlah mikroorganisme yang meningkat dan jumlah tertinggi terdapat pada hari ketiga yang kemudian mulai menurun pada hari keempat.
Gambar 3. Grafik hubungan rata-rata jumlah sel/cc dengan nilai absorbansi (OD)
Berdasarkan pada gambar 3. di atas dapat diketahui hasil setelah dilakukan fermentasi selama empat hari (N96), pada kelompok D5 yang ditunjukkan dengan garis berwarna biru muda memiliki nilai absorbansi tertinggi walaupun rata-rata jumlah mikroorganisme/cc nya mengalami penurunan.
Gambar 4. Grafik hubungan rata-rata jumlah mikroorganisme/CC dengan nilai pH
6
Pada gambar 4 di mana menunjukkan grafik hubungan antara rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan nilai pH yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya rata-rata jumlah mikroorganisme/cc pada kelompok D5 hingga hari ketiga (N72) waktu fermentasi yang kemudian mengalami penurunan pada hari keempat waktu fermentasi.
Gambar 5. Grafik hubungan rata-rata jumlah mikroorganisme/cc dengan total asam
Dari gambar 5. di atas dapat diketahui bahwa kelompok D5 (yang ditunjukkan dengan garis berwarna biru muda) memiliki total asam yang tertinggi setelah empat hari fermentasi (N96).
2. PEMBAHASAN
Banyak peneliti seperti Schmidt et al. (1985) dan Okpokwasili & Nweke (2005) telah mengembangkan serta mengusulkan berbagai macam pertumbuhan mikroba dan model kinetika biodgradasi yang digunakan untuk memprediksi jumlah produksi biomassa yang dapat dicapai dalam waktu tertentu. Pada praktikum kali ini akan dibahas mengenai kinetika fermentasi dalam produksi minuman beralkohol yakni sari buah apel yang ditambahkan yeast Saccharomyces cerevisae atau yang juga dikenal dengan nama cider. Cider adalah minuman yang memiliki kadar alkohol yang rendah yang merupakan hasil fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati atau tanpa penambahan gula oleh sel khamir (Ranganna, 1978). Menurut Realita & Debby (2010), sebenarnya hampir semua jenis buah dapat digunakan dalam pembuatan cider dengan syarat jumlah gulanya mencukupi.
Schlegel & Schmidt (1994) menyebutkan bahwa peragian atau fermentasi adalah proses metabolisme yang dapat menghasilkan produk-produk pemecahan dari substrat organik yang berfungsi sebagai donor atau akseptor hidrogen. Jay (1986) menambahkan jika proses fermentasi merupakan suatu proses metabolit di mana karbohidrat dan campuran yang terdapat di dalamnya akan dioksidasi dengan cara melepas energi dimana penerima elektron eksternal tidak hadir. Dari proses fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan yang merupakan akibat dari pemecahan kandungan dari bahan pangan tersebut. Contohnya adalah buah atau sari buah serta bahan pangan yang berasal dari serealia yang dapat menghasilkan rasa dan bau alkohol seperti ketela pohon dan ketan yang dapat memiliki bau alkohol atau asam (tape), susu asam dan lain sebagainya (Winarno et al., 1984). Dalam praktikum kali ini, praktikan membuat cider dari sari apel tanpa penambahan gula serta menggunakan yeast Saccharomyces cerevisae.
Yeast atau khamir merupakan jamur bersel satu (tunggal) yang bereproduksi dengan cara memperbanyak diri dengan pertunasan. Yeast akan mengeluarkan enzim yang dapat digunakan untuk menguraikan pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Jenis
7
8
yeast sendiri bermacam-macam dan masing-masing yeast akan bekerja pada substrat yang berbeda-beda (Godman, 1987).
Salah satu buah yang dapat digunakan untuk membuat cider adalah apel. Kualitas cider yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan varietas apel. Pada kulit apel terdapat kandungan senyawa yang berkontribusi terhadap rasa sari apel sehingga dalam pembuatan cider apel, kulit apel tidak dikupas. Selanjutnya ke dalam sari buah apel tersebut diinokulasikan dengan kultur bakteri yang kemudian akan memfermentasi sari buah apel tersebut. Pada fermentasi sari apel terjadi proses yang mengubah gula pada apel ke dalam bentuk etil alkohol dan karbon dioksida oleh ragi dimana proses perubahan gula ini merupakan tahap pertama dalam pembuatan cider apel. Sedangkan tahap yang kedua adalah proses yang mengubah asam malat menjadi karbon dioksida oleh bakteri asam laktat (Realita & Debby, 2010).
Langkah pertama dalam membuat cider apel adalah dengan mengambil sari buah apel dengan menggunakan juicer. Setelah itu, sebanyak 250 ml sari apel dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sebelumnya sudah disterilisasi terlebih dahulu. Kemudian erlemeyer yang berisi sari buah apel dipanaskan dengan menggunakan waterbath dengan suhu mendekati 100oC selama 30 menit. Setelah itu, ke dalam sari buah apel ditambahkan biakan yeast Saccharomyces cerevisae secara aseptis. Dari sari apel yang sudah ditambahkan kultur tersebut, selanjutnya diambil sebanyak 30 ml dan dimasukkan ke dalam beaker glass sebagai sampel untuk dihitung jumlah selnya dengan menggunakan haemocytometer lalu diukur besar absorbansinya (optical density) dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Selain itu, dari 30 ml sampel yang telah diambil tersebut kemudian diambil sebanyak 10 ml untuk dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N untuk mengetahui totas asamnya serta dilakukan pengukuran pH dengan menggunakan pH-meter. Sari apel yang masih tersisa dalam Erlenmeyer kemudian diberi perlakuan penggojogan dengan menggunakan shaker.
9
Sari apel yang telah diberi kultur yeast selanjutnya akan mengalami proses fermentasi di mana glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati akan difermentasi oleh S. cerevisae yang kemudian akan menghasilkan alkohol serta CO2. Pemecahan pati dan glukosa dalam buah ditandai oleh terjadinya perubahan warna substrat yang menjadi lebih keruh (Rahman, 1992). Sari apel akan terus dishaker selama 0 hingga 96 jam yang kemudian setiap 24 jam akan diambil sebanyak 30 ml sampel untuk kemudian dihitung jumlah sel mikroorganismenya, nilai absorbansinya, besar pH dan total asam. Perhitungan jumlah sel mikroorgnaisme yang menggunakan haemocytometer merupakan penentuan jumlah sel secara langsung, sedangkan pengukuran nilai absorbansi yang dilakukan merupakan penentuan jumlah sel secara tidak langsung. Menurut Chen (2011), konsentrasi sel yang dapat terukur dengan haemocytometer merupakan konsentrasi sel yang rendah.
Pada larutan cider dapat ditentukan jumlah massa sel dengan melalui dua cara yaitu dengan metode Turbidimetri serta Counting Chamber. Penentuan massa sel dengan menggunakan metode Turbidimetri dilakukan dengan menggunakan tingkat kekeruhan dari larutan yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer. Intensitas cahaya yang ditransmisikan dan diabsorbansi oleh larutan kemudian dapat ditentukan dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer. Hukum Lambert-Beer secara matematis yaitu: A = log (I0/It) = – log(I0/It) = – log T = abc di mana I0 adalah intensitas cahaya mula-mula dan I adalah intensitas cahaya yang diteruskan. Semakin keruh suatu suspensi maka persen transmitansinya akan semakin kecil (Fardiaz, 1992). Sedangkan penentuan massa sel dengan metode Counting Chamber dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer yang merupakan alat untuk menghitung sel secara cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah (Chen, 2011). Haemocytometer dapat digunakan untuk menghitung jumlah suspensi sel dengan meletakkannya di atas spesimen pentas atau tempat objek. Berikut ini merupakan hasil pengamatan jumlah sel yang diperoleh setelah diamati dengan menggunakan mikroskop.
10
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 6. (a) Pengamatan N0, (b) Pengamatan N24, (c) Pengamatan N48, (d) Pengamatan N72, dan (e) Pengamatan N96 Setelah dilakukan pengukuran jumlah sel mikroorganisme dengan menggunakan haemocytometer yang kemudian diamati dengan mikroskop, pengujian selanjutnya adalah pengukuran besar pH sampel larutan vinegar apel. Dalam pengukuran pH, sebanyak 10 ml sampel vinegar diambil lalu pH-nya diukur dengan pH-meter. Angka yang ditunjukkan oleh pH-meter yang terbaca kemudian dicatat. Menurut Petrucci (1992), pH-meter merupakan alat pengukur pH yang dapat digunakan dengan lebih mudah, cepat serta tepat.
Selain pengujian pengukuran pH, selanjutnya dilakukan pengujian penentuan total asam yang dihasilkan selama proses fermentasi vinegar apel berlangsung. Penentuan total asam dilakukan dengan metode titrasi dengan menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N. Untuk penentuan total asam dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N. Titrasi dilakukan hingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi coklat tua. Sesudah terjadi perubahan warna maka titrasi segera dihentikan lalu volume NaOH yang dibutuhkan dalam proses titrasi tersebut dicatat. Penentuan total asam dapat ditentukan dengan menggunakan rumus: Total asam (mg/ml) =
ml NaOH x Normalitas NaOH x 192 10 ml sampel
Adanya aktivitas dari yeast Saccharomyces cerevisae dalam mengubah gula menjadi alkohol serta beberapa hasil metabolit lain yang menyebabkan warna substrat menjadi semakin keruh (Rahman, 1992). Semakin keruh warna substrat maka nilai absorbansinya
11
akan menjadi semakin kecil. Apabila nilai absorbansi (OD) semakin kecil maka cahaya yang diteruskan akan semakin kecil sedangkan cahaya yang dihamburkan akan semakin banyak.
Semakin banyak jumlah sel yang ada dalam suspensi maka sinar yang dihamburkan akan menjadi semakin banyak (Pelezar & Chan, 1976). Jika sinar yang dihamburkan semakin banyak maka nilai absorbansi yang diperoleh akan semnakin kecil (Fardiaz, 1992). Dari grafik hubungan antara nilai absorbansi (OD) dengan waktu (Gambar 1.) maka dapat diketahui bahwa nilai absorbansi akan semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu yang ditunjukkan oleh kelompok D2 (garis berwarna merah). Sedangkan pada kleopmok D1 (garis berwarna biru tua) dan D5 (garis berwarna biru muda) diperoleh nilai absorbansi yang mengalami penurunan pada N96. Berkurangnya sinar yang dihamburkan dapat disebabkan oleh karena aktivitas S. cerevisae dalam mengubah gula menjadi alkohol dan beberapa hasil metabolit lainnya menjadi semakin berkurang sehingga larutan tidak bertambah keruh. Hasil yang diperoleh oleh kelompok D1 dan D5 menunjukkan kesesuaian dengan pernyataan Pigeau et al. (2007) yang menyebutkan bahwa puncak konsentrasi sel menjadi lebih rendah sehingga tingkat pertumbuhan menjadi lebih lambat karena konsentrasi jus meningkat. Konsentrasi jus menjadi meningkat karena adanya pengambilan sampel sebanyak 30 ml setiap 24 jam.
Fase pertama yang dilalui oleh mikroorganisme dalam siklus hidupnya adalah fase lag (Fardiaz, 1992). Dari grafik antara hubungan jumlah sel/cc dengan waktu (Gambar 2.) dapat diketahui bahwa fase lag berada pada N0 hingga N24 yang selanjutnya mikroorganisme akan memasuki fase logaritmik di mana pertumbuhan sel akan menjadi semakin cepat (Fardiaz, 1992). Dari grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan waktu dapat dilihat bahwa kelompok D1, D2 dan D3 yang menunjukkan perkembangan jumlah mikroorganisme pada fase logaritmik pada waktu antara N24 hingga N48. Sedangkan pada kelompok D5 ditemukan bahwa fase logaritmik mikroorganisme yang ditunjukkan pada waktu antara N24 hingga N48 menunjukkan pertumbuhan jumalh sel yang tidak terlalu cepat.
12
Setelah fase logaritmik, selanjutnya mikroorganisme akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang menunjukkan penurunan pertumbuhan mikroorganisme (Fardiaz, 1992) yang disebut dengan fase stasioner. Fase stasioner adalah fase di mana jumlah sel yang hidup kurang lebih sama dengan jumlah sel yang mati. Dari grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan waktu (Gambar 2.), grafik kelompok D3 merupakan grafik yang menunjukkan fase stasioner dari mikroorganisme. Pada grafik, fase stasioner ditunjukkan pada waktu antara N48 hingga N72. Setelah melewati fase stasioner, selanjutnya mikroorganisme akan masuk ke dalam fase kematian di mana mikroorganisme mengalami penurunan jumlah (Fardiaz, 1992) yang ditunjukkan oleh grafik kelompok D1, D4 dan D5 pada waktu N96. Sedangkan pada kelompok D2 dan D3 menunjukkan peningkatan jumlah mikroorganisme. Kesalahan ini dapat terjadi disebabkan karena adanya kontaminasi atau terjadi kesalahan dalam pengukuran jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer.
Dari grafik antara hubungan nilai absorbansi (OD) dengan jumlah sel/cc (Gambar 3.) dapat dilihat bahwa hasil yang sesuai dengan teori Rahman (1992) yaitu terdapat pada kelompok D2 yang menunjukkan peningkatan nilai absorbansi seiring dengan meningkatnya jumlah sel/cc. Hal tersebut berarti hanya kelompok D2 yang memiliki jumlah sel/cc yang berbanding lurus dengan nilai absorbansi (OD). Sedangkan pada kelompok yang lain diperoleh nilai absorbansi dan jumlah sel/cc yang tidak sesuai dengan teori yakni fluktuatif. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan dalam menghitung jumlah sel serta kesalahan pembacaan dengan spektrofotometer yang disebabkan oleh penempatan kuvet yang tidak tepat atau karena kuvet yang kurang besih (Pomeranz dan Meloan, 1994).
Dari grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan nilai pH (Gambar 4.) dapat diketahui bahwa hasil pengamatan kelompok D2 dan D3 menunjukkan hasil yang berbanding lurus antara hubungan jumlah sel/cc dengan pH setelah fermentasi N96. Semakin besar jumlah biomassa sel/cc maka semakin besar pula nilai pH-nya. Derajat keasaaman atau pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung (Roukas, 1994). S. cerevisae dapat bertumbuh secara
13
optimal pada rentang pH 3,5 hingga 6,5 dengan pH terbaik untuk pertumbuhannya adalah pada pH 4,5 (Saravanan et al., 2007).
Berdasarkan hasil pengamatan pada grafik hubungan antara jumlah sel/cc dengan total asam (Gambar 5.), sebagian besar kelompok (D1, D4, D5) memperoleh hubungan antara jumlah sel/cc dengan total asam yang berbanding lurus yakni total asam menjadi menurun ketika jumlah selnya juga mengalami penurunan. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Galaction et al. (2010) yang menyatakan bahwa semakin rendah total asam maka hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah sel dalam sampel mengalami penurunan. Penurunan jumlah sel disebabkan oleh karena substrat yang digunakan oleh S. cerevisae sebagai media pertumbuhannya mengalami pengurangan jumlah serta karena adanya jumlah alkohol yang meningkat yang menyebabkan pertumbuhan yeast menjadi terhambat. Peningkatan jumlah produksi etanol atau alkohol dapat mempengaruhi penurunan jumlah sel karena terjadi pengurangan jumlah substrat yang adalah glukosa (gula). Glukosa atau gula akan digunakan yeast untuk kemudian dipecah menjadi CO2 dan alkohol dalam kondisi anaerob.
Dalam jurnal dengan judul Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast Performance and Wine Acidity disebutkan bahwa puncak konsentrasi sel akan menjadi lebih rendah dan tingkat pertumbuhan yeast akan menjadi lebih lambat karena konsentrasi jus yang mengalami peningkatan (Pigeau et al., 2007). Hal tersebut berarti bahwa jika konsentrasi substrat meningkat maka pertumbuhan yeast akan menjadi lebih lambat karena konsentrasi selnya lebih rendah. Dalam jurnal yang berjudul Evaluation of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strain yang ditulis oleh Damtew et al. (2012) juga disebutkan bahwa S. cerevisae memiliki kinetika pertumbuhan yang lebih tinggi dengan konsentrasi gula pada media pertumbuhan molase sebesar 10% (b/v) dan 15% (b/v).
Dikatakan juga dalam jurnal yang berjudul Production and effect of killer toxin by Sacharomyces cerevisae and Pichia kluyveri on sensitive yeasts and fungal pathogens
14
(Madhusudan and Joishy, 2005) menyatakan bahwa yeast S. cerevisae dapat mentolerasi 50% glukosa selama 24 jam pada suhu ruang. Tingginya toleransi S. cerevisae terhadap glukosa sangat penting untuk produktivitas etanol yang tinggi pula. Selain glukosa, dalam jurnal The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species (Şener et al., 2007) disebutkan bahwa suhu fermentasi dapat mempengaruhi perkembangan dari S. cerevisae dengan strain yang berbeda. Banyaknya etanol dan hasil samping yang dihasilkan selama proses fermentasi juga bergantung pada suhu (Torija et al., 2003). Suhu dapat mempengaruhi sensitivitas dari yeast dalam menghasilkan konsentrasi alkohol, kecepatan fermentasi dan lamanya fase lag.
Berdasarkan pada jurnal yang berjudul Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction (Nogueira et al., 2008), dalam udaha mengendalikan proses fermentasi cider supaya lebih terkontrol maka dapat dilakukan dengan cara memperlambat proses fermentasi. Proses fermentasi dapat diperlambat dengan mengurangi biomassa yang ada di dalamnya dengan cara menyaringnya. Selain proses fermentasi menjadi lebih terkontrol, kematian yeast yang berguna dalam fermentai juga dapat diperkecil.
3. KESIMPULAN
Cider adalah minuman yang memiliki kadar alkohol yang rendah yang merupakan hasil fermentasi sari buah atau bahan lainnya yang mengandung pati atau tanpa penambahan gula oleh sel khamir.
Hampir semua jenis buah dapat digunakan dalam pembuatan cider dengan syarat jumlah gulanya mencukupi.
Proses fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan yang merupakan akibat dari pemecahan kandungan dari bahan pangan tersebut.
Yeast mengeluarkan enzim yang dapat digunakan untuk menguraikan pati dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida.
Jenis yeast sendiri bermacam-macam dan masing-masing yeast akan bekerja pada substrat yang berbeda-beda.
Kualitas cider apel yang dihasilkan dipengaruhi oleh penggunaan varietas apel.
Prose perubahan gula ke dalam bentuk etil alkohol dan karbon dioksida oleh ragi merupakan tahap pertama dalam pembuatan cider apel.
Tahap kedua dalam proses pembuatan cider apel adalah proses yang mengubah asam malat menjadi karbon dioksida oleh bakteri asam laktat.
Pemecahan pati dan glukosa dalam buah ditandai oleh terjadinya perubahan warna substrat yang menjadi lebih keruh.
Konsentrasi sel yang dapat terukur dengan haemocytometer merupakan konsentrasi sel yang rendah.
Metode Counting Chamber dilakukan dengan menggunakan Haemocytometer yang merupakan alat untuk menghitung sel secara cepat dan digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.
Titrasi dilakukan hingga diperoleh titik akhir titrasi yang ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi coklat tua.
Semakin keruh warna substrat maka nilai absorbansinya akan menjadi semakin kecil karena cahaya yang diteruskan akan semakin kecil sedangkan cahaya yang dihamburkan akan semakin banyak.
15
16
Semakin besar jumlah biomassa sel/cc maka semakin besar pula nilai pH-nya.
Derajat keasaaman atau pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung.
S. cerevisae dapat bertumbuh secara optimal pada rentang pH 3,5 hingga 6,5 dengan pH terbaik untuk pertumbuhannya adalah pada pH 4,5.
Semakin rendah total asam maka hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah sel dalam sampel mengalami penurunan yang disebabkan oleh karena substrat yang digunakan oleh S. cerevisae sebagai media pertumbuhannya mengalami pengurangan jumlah.
Semarang, 30 Juni 2014 Praktikan,
Cindy Elysia (11.70.0067)
Asisten Dosen, -
Andriani Cintya S.
-
Stella Mariss H.
-
Meilisa Lelyana D.
4. DAFTAR PUSTAKA
Chen, Yu-Wei. (2011). Automatic Cell Counting for Haemocytometers Through Image Processing National Chung-Cheng University. Taiwan. Damtew, W., S. A. Emire & A. B. Aber. (2012). Evalutaion of Growth Kinetics and Biomass Yield Efficiency of Industrial Yeast Strains. Archives of Applied Science Research, 2012, 4 (5):1938-1948. Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Galaction, A. I., A. M. Lupasteanu and D. Cascaval. (2006). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stirred Bed of Immobilized Yeast Cells. The Open Systems Biology Journal, 3,9-20. Godman, A. (1987). Kamus Sains Bergambar. PT Gramedia. Jakarta. Jay, J. M. (1986). Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold. New York. Madhusudan P Dabhole and K N Joishy. (2005). Production and effect of killer toxin by Sacharomyces cerevisae and Pichia kluyveri on sensitive yeasts and fungal pathogens. University of Mumbai, Mumbai, India. Vol 4 , April 2005, pp. 290-292. Nogueira, A., J. M. Le Quere, P. Gestin, A. Michel, G. Wosiacki and J. F. Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to PPartial Biomass Reduction. J. Inst. Brew. 114(2), 102-110. Okpokwasili, G. C. & C. Nweke. (2005). Microbial Growth and Substrate Utilization Kinetiscs. African Journal of Biotechnology Vol.5 (4), pp. 305-317, 16 February, 2005. Pelezar, M. J. & Chan E. C. S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets: MIT. Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Erlangga. Jakarta. Pigeau, G. M. E. Bozza, K. Kaiser & D. L. Inglis. (2007). Concentration Effect of Riesling Icewine Juice on Yeast Perfoemance and Wine Acidity. Journal of Applied Microbiology ISSN 1364-5072.
17
18
Pomeranz, Y. & C. E. Meloan. (1994). Food Analysis Theory and Practice. John Wiley and Sons, Inc. New York. Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta. Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc. Realita, T. dan M. S. Debby. (2010). Teknologi Fermentasi. Penerbit: Widya Padjajaran. Bandung. Roukas, T. (1994). Continuous Ethanol Productions from Carob Pod Extract by Immobilized Saccharomyces cerevisae in a Packed Bed Reactor. J Chem Technology Biotechnol. 59:387-393. Saravanan, V., K. Manikandan, T. Viruthagiri. (2008). Kinetics Studies on Ethanol Production from Banana Peel Waste Using Mutant Strain of Saccharomyces cereviceae. Indian Journal of Biotechnology Vol 7, pp 83-88. Schlegel, H. G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Schmidt, S. K., Simkins S., Alexander M. (1985). Models for The Kinetics of Biodegradation of Organic Compounds Not Supporting Growth. Appl. Environ. Microbiol. 50: 323-331. Şener, A.; A. Canbaş & M. U. Ünal. (2007). The Effect of Fermentation Temperature on the Growth Kinetics of Wine Yeast Species. Turk J Agric for 31, 349-354. Torija, M. J., N. Rozes, M. Poblet, J. M. Guillamon and A. Mas. (2003). Effects of fermentation temperature on the strain population of Saccharomyces cerevisae. Int. J. Food Microbiol. 80: 47-53. Winarno, F. G., Fardiaz dan D. Fardiaz. (1984). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan Rumus: Volume petak = (0,05 x 0,05 x 0,01) mm3 = 0,00025 mm3 = 2,5 x 10-7 cc Jumlah sel/ cc =
× rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = … mg/ml
Total asam =
Kelompok D3
N0
Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (7+16+18+6) : 4 = 11,75 Jumlah sel/cc = Total asam =
× 11,75 = 4,7 × 107 = 11,52 mg/ml
N24
Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (62+58+79+75) : 4 = 68,5 Jumlah sel/cc =
× 68,5 = 27,4 × 107
Total asam =
= 12,48 mg/ml
N48
Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (112+97+133+141) : 4 = 120,75 Jumlah sel/cc =
× 120,75 = 48,3 × 107
Total asam =
= 14,40 mg/ml
N72
Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (104+109+116+120) : 4 = 112,25 Jumlah sel/cc =
× 112,25 = 44,9 × 107
Total asam =
= 14,40 mg/ml
N96
19
20
Rata-rata jumlah mikroorganisme tiap petak = (182+193+189+203) : 4 = 191,75 Jumlah sel/cc =
× 191,75 = 76,7 × 107
Total asam =
= 10,56 mg/ml
5.2. Jurnal 5.3. Laporan Sementara
View more...
Comments