Laporan Kerja Praktik di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tahun 2014
August 11, 2017 | Author: Ayu Listiani | Category: N/A
Short Description
Ayu Listiani (15311019) Laporan Kerja Praktik TL-4098 Teknik Lingkungan ITB 2014 Tema: Pengelolaan Limbah B3 Tempat: ...
Description
LAPORAN KERJA PRAKTIK TL – 4098
EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP
disusun oleh: Ayu Listiani 15311019
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK
EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP
disusun oleh: AYU LISTIANI (15311019)
Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Kerja Praktik (TL4098) pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:
Environmental Section Head
Pembimbing Lapangan
Herman Sumantri
Rakhmat Ibnas
Nopek: 605826
Nopek: 747573 Mengetahui, HSE Manager
Leodan Haadin Nopek: 734843
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK
EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP
disusun oleh: AYU LISTIANI (15311019)
Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Kerja Praktik (TL-4098) pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh:
Koordinator Kerja Praktik
Dosen Pembimbing Kerja Praktik
Dr. Moch. Chaerul, ST., MT.
Dr. Sukandar, S.Si., MT.
NIP. 197409262008011006
NIP. 197311012006041001
ABSTRAK
Dalam proses produksi produk BBM dan non-BBM, PT Pertamina (Persero) RUIV Cilacap menghasilkan berbagai macam limbah B3 sebagai produk sampingan. Limbah B3 membutuhkan perlakuan khusus dan ketat dibandingkan dengan limbah non-B3 karena sifatnya yang berbahaya dan beracun bagi manusia dan lingkungan sehingga dibutuhkan pengelolaan yang tepat sebelum limbah-limbah B3 ini dikembalikan ke lingkungan. Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap mayoritas terdiri dari oil sludge, spent catalyst, spent clay, mineral wool, tanah terkontaminasi dan berbagai kemasan bekas produk B3. Pengelolaan limbah B3 yang saat ini dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi reduksi, pengemasan dan pewadahan, pelabelan, penyimpanan, pengangkutan serta pemanfaatan. Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan belum mendapat izin dari KLH sehingga tidak dapat dijalankan, akan tetapi nyatanya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. Semua limbah B3 dari PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap diserahkan pengolahannya ke pihak ketiga, termasuk kepada PT Holcim Indonesia Tbk. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki nota kesepakatan (MoU) dengan PT Holcim Indonesia Tbk di mana PT Holcim Indonesia Tbk akan memanfaatkan limbah B3 dari PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan metode co-processing. Dalam metode yang ramah lingkungan ini limbah B3 dibakar dengan tujuan untuk memanfaatkan limbah sebagai bahan bakar dan juga bahan baku alternatif sehingga tidak menimbulkan residu.
Kata kunci: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, limbah B3, pengelolaan limbah B3, TPS limbah B3, metode co-processsing.
ABSTRACT
In a process production of fuel and non-fuel, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap produces a wide range of hazardous waste (B3) as a byproduct. This hazardous waste has a specific and rigorous treatment compared with nonhazardous waste because its dangerous and toxic to humans and environment so we need proper management of this hazardous waste before it’s returned to the environment. Hazardous waste produced by PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap comprise the majority of oil sludge, spent catalyst, spent clay, mineral wool, contaminated soil and other packaging products ex hazardous materials. Hazardous waste management that currently carried out by PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap are reduction, packaging, labelling, storaging, transporting and also utilization. Hazardous waste processing and utilization hasn’t received permission from KLH so it can’t be done. In fact, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap still doing hazardous waste utilization. All hazardous waste from PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap is given to a third party to be processing, including to PT Holcim Indonesia Tbk. PT Pertamina (Persero) RU-IV
Cilacap has a memorandum (MoU) with PT Holcim Indonesia Tbk where PT Holcim Indonesia Tbk will utilize that hazardous waste with co-processing method. With this environmental friendly method, hazardous waste is burned with the aim of utilizing waste as a fuel and also alternative raw materials to avoid residues.
Keywords: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, hazardous waste, hazardous waste management, Satellite Accumulation Point of hazardous waste, coprocesssing method.
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, karunia dan lindungan-Nya saya dapat melaksanakan kerja praktik serta menyelesaikan laporannya dengan lancar. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama masa kerja praktik dan penulisan laporan, yaitu kepada: 1.
Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan berupa doa, semangat dan materi;
2.
Bapak Dr. Sukandar, S.Si., MT selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak ilmu, nasihat serta bimbingan selama kerja praktik dan penyusunan laporan;
3.
Bapak Dr. Mochammad Chaerul, S.T., MT selaku Koordinator Kerja Praktik yang telah memberikan bimbingan dan informasi terkait pelaksanaan kerja praktik;
4.
Bapak Dr. Herto Dwi Ariesyadi, S.T., MT., Ph.D. selaku Ketua Prodi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung yang telah mendukung kelancaran kegiatan kerja praktik;
5.
Ibu Titi, Pak Yono beserta para staf Tata Usaha Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung yang telah membantu urusan administrasi terkait kerja praktik;
6.
Bapak Leodan Haadin selaku Manager Health Safety and Environment PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang selalu ramah menyapa, berbagi ilmu dan sangat memperhatikan kami selama kerja praktik di tengah kesibukannya;
7.
Bapak Herman Sumantri selaku Environment Head Section PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang selalu memberikan ilmu dan wawasan baru serta sering mengajak makan siang bersama Environment Section. Semoga sehat selalu ya Pak;
8.
Bapak Dasiyo, Bapak Rakhmat Ibnas dan Ibu Nina Febriana Rahmadani selaku pembimbing lapangan atas segala data, tawa, cerita, ilmu dan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
i
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
pengalaman berharga serta ruangan dan meja kerja yang sangat membantu dalam penulisan laporan; 9.
Bapak Warsanto selaku Kepala Gudang Penyimpanan Limbah B3 yang selalu sabar memberikan penjelasan, mengajak berjalan-jalan di area kilang dan telah membelikan nasi padang di kunjungan pertama ke gudang;
10. Pak Wahyu dan Environment Section lainnya serta Safety Section, Fire & Insurance Section dan Occupational Health Section yang memberikan ilmu serta semangat selama saya melaksanakan kerja praktik di sana; 11. Bapak Hery Harnoto dan Mas Andi dari bagian Diklat, Bapak Eko serta staf dari bagian Litsus dan Bapak Anggoro serta staf dari bagian HR yang sangat membantu dalam pembuatan kartu HSE serta badge kerja praktik; 12. Teman sekamar kost Budi Khairunnisa Solekha, yang setia berjuang bersama menjalani kerja praktik di Cilacap; 13. Teman-teman seperjuangan KP di Environment yang baru datang saat kami akan pulang, Riri, Nurul, Rio, Arga dari ITS, Yoyo dari UPN, Yona dan Awal dari UII, Hana, Yuanita, Veli dari Undip. Terima kasih atas segala cerita dan jalan-jalannya. Selamat berjuang!; 14. Dati dan Dihap, dua teman bimbingan dan diskusi yang sangat inspiratif!; 15. Teman-teman Cetar (Amay, Chissy, Uni, Ninis) yang selalu menghibur dengan obrolannya di grup, semoga bisa segera ke Korea!; 16. Teman-teman Narayana penerus bangsa yang selalu meramaikan grup Line dengan obrolan yang maunya berbobot tapi malah sering tidak berbobot tapi menyenangkan, terima kasih atas hiburan dan kebersamaannya selama ini. Sayang kalian selalu!; 17. Swargalokanata, Askharadiva, Arkaniyata dan Wariga Sangkara serta semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu di sini yang juga turut membantu kelancaran kerja praktik dan penulisan laporan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri sebagai penulis dan juga para pembacanya. Cilacap, 25 Juni 2014 Penulis Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
ii
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1. LATAR BELAKANG .............................................................................1 1.2. TUJUAN KERJA PRAKTIK ..................................................................2 1.2.1. TUJUAN UMUM ..........................................................................2 1.2.2. TUJUAN KHUSUS ......................................................................2 1.3. RUANG LINGKUP ................................................................................3 1.4. METODOLOGI ......................................................................................3 1.5. WAKTU DAN TEMPAT KERJA PRAKTIK ........................................4 1.6. SISTEMATIKA PENULISAN ...............................................................4
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .................................................6 2.1. SEJARAH PT PERTAMINA (PERSERO).............................................6 2.2. VISI DAN MISI PT PERTAMINA (PERSERO) ...................................8 2.2.1. VISI PT PERTAMINA (PERSERO) ............................................8 2.2.2. MISI PT PERTAMINA (PERSERO) ...........................................8 2.3. LOGO PT PERTAMINA (PERSERO) ..................................................9 2.4. PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ..............................10 2.5. VISI DAN MISI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ..13 2.5.1. VISI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ...........13 2.5.2. MISI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ..........13 2.6. DESKRIPSI KEGIATAN PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ..............................................................................................14 2.6.1. KILANG MINYAK I (FOC I DAN LOC I) ...............................15 2.6.2. KILANG MINYAK II (FOC II DAN LOC II) ..........................17 2.6.3. KILANG PARAXYLENE COMPLEX .........................................20 2.6.4. KILANG LPG DAN SULPHUR RECOVERY UNIT (SRU) ......21 Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
iii
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2.6.5. DEBOTTLENECKING PROJECT CILACAP (DPC) .................22 2.6.6. SARANA PENUNJANG .............................................................23 2.7. HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT (HSE) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ..............................................................24 2.7.1. FIRE INSURANCE (PENANGGULANGAN KEBAKARAN) ...25 2.7.2. SAFETY (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA).......26 2.7.3. ENVIRONMENT (LINDUNGAN LINGKUNGAN) ....................27 2.8. STRUKTUR ORGANISASI DAN MANAJEMEN PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ..............................................................30
BAB III KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP .................................32 3.1. GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ....................................32 3.2. REGULASI TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP .....................................32 3.3. IZIN TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP .............................................................33 3.4. SUMBER DAN JENIS LIMBAH B3 YANG DIHASILKAN PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP .....................................34 3.5. PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP...................................................................................37 3.5.1. PENGURANGAN VOLUME LIMBAH B3...............................37 3.5.2. PENGEMASAN DAN PEWADAHAN LIMBAH B3 ...............37 3.5.3. PELABELAN LIMBAH B3 ........................................................38 3.5.4. PENGANGKUTAN LIMBAH B3 ..............................................39 3.5.5. PENYIMPANAN LIMBAH B3 .................................................40 3.5.6. PENGOLAHAN LIMBAH B3 ....................................................43 3.5.7. PEMANFAATAN LIMBAH B3 ................................................44 3.5.8. DOKUMEN PENGELOLAAN LIMBAH B3 ............................44
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
iv
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................45 4.1. LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) .................45 4.2. PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B3 .................49 4.3. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIMBAH B3 ............................52 4.4. KARAKTERISTIK LIMBAH B3 .........................................................56 4.5. PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH B3 ............................................60 4.5.1. KONSEP 3R PENGELOLAAN LIMBAH B3 ............................61 4.5.2. MEKANISME CRADLE TO GRAVE..........................................62 4.6. PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI INDONESIA ................................65 4.6.1. PENGEMASAN LIMBAH B3 ....................................................66 4.6.2. PELABELAN LIMBAH B3 ........................................................67 4.6.3. PENYIMPANAN LIMBAH B3 ..................................................84 4.6.4. PENGANGKUTAN LIMBAH B3 ..............................................88 4.6.5. PENGOLAHAN LIMBAH B3 ....................................................90 4.6.6. PEMANFAATAN LIMBAH B3 .................................................91 4.6.7. KONSEP DOKUMEN PERJALANAN LIMBAH B3................91 4.7. NERACA LIMBAH B3 .........................................................................95 4.8. PENGELOLAAN LIMBAH B3 PADA KEGIATAN PENGELOLAAN MINYAK .................................................................96 4.9. CO-PROCESSING ...............................................................................105 4.10. PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI JAMNAGAR REFINERY ........107
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ...................111 5.1. IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIMBAH B3 ..........................111 5.2. KUANTITAS LIMBAH B3 ................................................................118 5.3. EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN LIMBAH B3 ...................127 5.4. EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B3 ......................128 5.4.1. EVALUASI PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP ...................128 5.4.2. EVALUASI REDUKSI LIMBAH B3 .......................................130
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
v
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
5.4.3. EVALUASI PENGEMASAN DAN PEWADAHAN LIMBAH B3 ..............................................................................131 5.4.4. EVALUASI PELABELAN LIMBAH B3 .................................137 5.4.5. EVALUASI PENYIMPANAN LIMBAH B3 ...........................144 5.4.6. EVALUASI PENGANGKUTAN LIMBAH B3 .......................159 5.4.7. EVALUASI PENGOLAHAN LIMBAH B3 .............................163 5.4.8. EVALUASI PEMANFAATAN LIMBAH B3 ..........................169 5.5. PERBANDINGAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP DENGAN JAMNAGAR REFINERY INDIA ........................................................173
BAB VI PENUTUP ............................................................................................175 6.1. SIMPULAN ........................................................................................175 6.2. SARAN ...............................................................................................177
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................178 LAMPIRAN .......................................................................................................180
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
vi
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Proses-Proses Utama Kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap..................................................................................................14 Tabel 2.2. Kapasitas FOC I ...................................................................................16 Tabel 2.3. Kapasitas LOC I ...................................................................................16 Tabel 2.4. Produksi Kilang I (FOC I dan LOC I) ..................................................17 Tabel 2.5. Kapasitas FOC II ..................................................................................18 Tabel 2.6. Kapasitas LOC II ..................................................................................19 Tabel 2.7. Produksi Kilang II (FOC II dan LOC II) ..............................................19 Tabel 2.8. Kapasitas LOC III.................................................................................20 Tabel 2.9. Kapasitas Kilang Paraxylene Complex ................................................21 Tabel 2.10. Produksi Kilang Paraxylene...............................................................21 Tabel 4.1. Karakteristik Limbah B3 menurut Peraturan di Indonesia, Eropa, dan Amerika ................................................................................................57 Tabel 4.2. Peletakan Simbol Limbah B3 ...............................................................80 Tabel 4.3. Prinsip Dasar Co-processing Limbah B3 dan Limbah Lainnya pada Kiln Semen .........................................................................................106 Tabel 4.4. Jumlah Limbah B3 Jamnagar Refinery dan Cara Pengelolaannya ....108 Tabel 5.1. Daftar Limbah B3 dari Sumber Spesifik di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap ...................................................................................112 Tabel 5.2. Jenis Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .............115 Tabel 5.3. Identifikasi Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .......116 Tabel 5.4. Neraca Limbah Form II PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Periode Bulan Februari 2014 .............................................................120 Tabel 5.5. Denah Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Periode Bulan Juni 2014 ............................................................................................121 Tabel 5.6. Sebagian Neraca Limbah untuk Penilaian Proper (Juli 2013Juni 2014) ...........................................................................................123 Tabel 5.7. Jumlah Limbah yang Dihasilkan di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Periode Juli 2013-Juni 2014..................................................124
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
vii
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Tabel 5.8. Matriks Perbandingan Pengemasan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya........................................................................................136 Tabel 5.9. Matriks Perbandingan Pelabelan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya........................................................................................143 Tabel 5.10. Matriks Perbandingan Penyimpanan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya ...............................................................156 Tabel 5.11. Jenis Limbah dan Pengolahannya Selama Periode Juli 2013-Juni 2014 ..................................................................................................166
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
viii
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Peta Lokasi PT Pertamina (Persero) ..................................................8 Gambar 2.2. Logo Lama PT Pertamina (Persero) ..................................................9 Gambar 2.3. Logo Baru PT Pertamina (Persero) ...................................................9 Gambar 2.4. Peta Lokasi Pabrik PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap ...........12 Gambar 2.5. Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap ...............................................12 Gambar 2.6. Lokasi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap...............................12 Gambar 2.7. Tata Letak Kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .............13 Gambar 3.1. Kegiatan di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dan Limbah B3 yang Dihasilkan ..........................................................................35 Gambar 3.2. Beberapa Limbah B3 yang Dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .................................................................................36 Gambar 3.3. Pengemasan Limbah Cartridge Bekas dalam Drum Logam ...........38 Gambar 3.4. Pengemasan Limbah Sand Filter dalam Jumbo Bag ......................38 Gambar 3.5. Pengemasan Limbah Cair dalam IBC..............................................38 Gambar 3.6. Drum Wadah Limbah B3 yang Diberi Label Identitas Limbah B3 .....................................................................................................39 Gambar 3.7. Label Simbol Limbah B3 (a) Korosif (b) Beracun ..........................39 Gambar 3.8. Tong Plastik Wadah Limbah B3 yang Diberi Label Wadah Kosong ............................................................................................39 Gambar 3.9. Pengangkutan Eksternal Menuju Tempat Pengolahan ...................40 Gambar 3.10. Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap............................................................................................41 Gambar 3.11. Layout Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap............................................................................................41 Gambar 3.12. Sludge Pond PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap ...................42 Gambar 3.13. Layout Sludge Pond PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .......42 Gambar 3.14. Kondisi TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap............................................................................................42 Gambar 3.15. Penataan Drum Limbah B3 di dalam TPS .....................................43 Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
ix
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 3.16. Sludge pada Sludge Pond...............................................................43 Gambar 4.1. Hierarki Pengelolaan Limbah ..........................................................48 Gambar 4.2. Kaitan Komponen dalam Proses Industri ........................................50 Gambar 4.3. Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 dan Manifestasinya ................64 Gambar 4.4. Kemasan Limbah B3 Cair (A) dan Sludge atau Padat (B) ..............67 Gambar 4.5. Bentuk Dasar Simbol Limbah B3 ....................................................69 Gambar 4.6. Simbol Limbah B3 Mudah Meledak ...............................................69 Gambar 4.7. Simbol Limbah B3 Berupa Cairan Mudah Menyala .......................70 Gambar 4.8. Simbol Limbah B3 Berupa Padatan Mudah Menyala .....................71 Gambar 4.9. Simbol Limbah B3 Reaktif ..............................................................71 Gambar 4.10. Simbol Limbah B3 Beracun ..........................................................72 Gambar 4.11. Simbol Limbah B3 Korosif ...........................................................72 Gambar 4.12. Simbol Limbah B3 Infeksius .........................................................73 Gambar 4.13. Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan ..................73 Gambar 4.14. Label Limbah B3 ...........................................................................74 Gambar 4.15. Label Limbah B3 Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 Kosong ...........................................................................................75 Gambar 4.16. Label Limbah B3 Penandaan Posisi Tutup Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 ......................................................................75 Gambar 4.17. Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 pada Tempat Penyimpanan dengan 2 Karakteristik Dominan (Predominan) ............................78 Gambar 4.18. Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 dan Label Limbah B3 .......79 Gambar 4.19. Pola Penyimpanan Kemasan Drum ...............................................85 Gambar 4.20. Penyimpanan Limbah B3 dengan Rak ..........................................85 Gambar 4.21. Tempat Penyimpanan Limbah B3 Cair dalam Jumlah Besar ........86 Gambar 4.22. Pola Sirkulasi Udara dalam Tempat Penyimpanan Limbah B3 ....86 Gambar 4.23. Tata Ruang Gudang Penyimpanan Limbah B3 .............................88 Gambar 4.24. Skema Perjalanan Dokumen Limbah B3 .......................................93 Gambar 4.25. Skema Penanganan Limbah untuk Usaha Eksplorasi dan Produksi.........................................................................................97 Gambar 4.26. Skema Crude Oil Recovery .........................................................103
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
x
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 5.1. Jumlah Timbulan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Periode Juli 2013-Juni 2014 ............................................125 Gambar 5.2. Jumlah Timbulan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tahun 2010-2014 ..............................................................126 Gambar 5.3. Tong Sampah Limbah B3 dan Limbah non-B3 ............................131 Gambar 5.4. Berbagai Kemasan yang Digunakan untuk Mengemas Limbah B3 ..................................................................................................132 Gambar 5.5. Kondisi Drum yang Penyok dan Berkarat ....................................133 Gambar 5.6. Drum Minyak Pertamina ...............................................................133 Gambar 5.7. Limbah Kaleng Bekas yang Belum di-Press .................................134 Gambar 5.8. Limbah Kaleng Bekas yang Sedang di-Press ................................134 Gambar 5.9. Limbah Kaleng Bekas yang Sudah di-Press .................................135 Gambar 5.10. Alat Press Kaleng ........................................................................135 Gambar 5.11. Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan ................138 Gambar 5.12. Simbol Limbah B3 pada Kemasan ..............................................139 Gambar 5.13. Label Limbah B3 pada Kemasan .................................................140 Gambar 5.14. Pengisian Label Limbah B3 dengan Data Logbook ....................140 Gambar 5.15. Pemasangan Simbol dan Label Limbah B3 pada Kemasan ........140 Gambar 5.16. Pemasangan Simbol dan Label Limbah B3 pada Kemasan yang Salah ....................................................................................141 Gambar 5.17. Pemasangan Label pada Kemasan Limbah B3 Kosong ..............141 Gambar 5.18. Simbol Limbah B3 yang Dipasang di Gudang TPS Limbah B3 .................................................................................................142 Gambar 5.19. Simbol Limbah B3 Dipasang di Kendaraan Pengangkut Limbah B3 .................................................................................................143 Gambar 5.20. Posisi Gudang TPS Limbah .........................................................145 Gambar 5.21. Gudang TPS Limbah B3 ..............................................................145 Gambar 5.22. Pintu Gerbang Gudang TPS Limbah B3 .....................................146 Gambar 5.23. Papan Petunjuk di Depan Gudang TPS Limbah B3 ....................147 Gambar 5.24. Tanggul dan Ventilasi Gudang TPS Limbah B3 .........................147 Gambar 5.25. Papan Petunjuk Nama Limbah B3 ...............................................148 Gambar 5.26. Atap TPS Limbah B3...................................................................148 Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
xi
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 5.27. Pintu TPS Limbah B3 ..................................................................149 Gambar 5.28. Lantai dan Saluran di TPS Limbah B3 ........................................149 Gambar 5.29. Kotak P3K dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di TPS Limbah B3 ...................................................................................150 Gambar 5.30. Alat Komunikasi, Tangga dan Timbangan di TPS Limbah B3 ...151 Gambar 5.31. Shower dan Eyewash pada TPS Limbah B3 ................................151 Gambar 5.32. Prosedur Tanggap Darurat di TPS Limbah B3 ............................152 Gambar 5.33. Sistem Blok Penyimpanan Limbah B3 di TPS ............................153 Gambar 5.34. Penyimpanan Kemasan Limbah B3.............................................154 Gambar 5.35. Sludge Pond .................................................................................154 Gambar 5.36. Kelengkapan di Sludge Pond .......................................................155 Gambar 5.37. Denah Sumur Pantau di Sludge Pond ..........................................155 Gambar 5.38. Alat Angkut Internal yang Digunakan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .............................................................................160 Gambar 5.39. Pengangkutan Limbah B3 dengan Transporter ...........................161 Gambar 5.40. Truk Transporter dengan Simbol Limbah B3 .............................162 Gambar 5.41. Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 dan Manifestasinya yang Dilakukan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap .....................164 Gambar 5.42. Pengolahan Limbah B3 oleh PT Holcim Indonesia Tbk .............167 Gambar 5.43. Flowchart Sludge Oil Recovery ...................................................168 Gambar 5.44. Drum Bekas Katalis Digunakan sebagai Wadah Limbah B3 ......170 Gambar 5.45. Tong Sampah dari Drum Bekas...................................................171 Gambar 5.46. Alat Rotary Kiln dari Drum Bekas ..............................................171 Gambar 5.47. Pemanfaatan Drum Bekas sebagai Tong Sampah .......................171 Gambar 5.48. Pemanfaatan Drum Bekas sebagai Rotary Kiln ...........................172
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
xii
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Energi adalah dasar penting dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Peningkatan kebutuhan energi di Indonesia yang kini sedang terjadi merupakan dampak dari kian bertambahnya jumlah penduduk dan kian berkembangnya kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut makin didukung oleh berubahnya gaya hidup masyarakat yang semakin konsumtif. Negara Indonesia harus berjuang agar kebutuhan energi masyarakatnya selalu terpenuhi secara terus-menerus. PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan negara yang bergerak di bidang energi dengan produk minyak, gas, energi baru dan energi terbarukan. Usaha tersebut dilakukan dari sektor hulu hingga ke hilir mulai dari kegiatan eksplorasi hingga pengolahan minyak mentah yang diikuti oleh pemasaran produk. Produk yang dihasilkan berupa produk BBM dan non-BBM seperti premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, pelumas, aspal, Liquefied Petroleum Gas (LPG), Paraxylene dan lain-lain. PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan unit yang memiliki kapasitas produksi terbesar di Indonesia sejumlah 348.00 barrel/hari yang memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM untuk Pulau Jawa. Seiring dengan meningkatnya permintaan produk BBM dan non-BBM di Indonesia, maka optimalisasi produksi pun akan turut ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan produksi BBM dan non-BBM yang dioptimalkan ini tentunya juga akan dihasilkan limbah B3 dalam jumlah yang sangat besar. Pengelolaan limbah B3 memerlukan perhatian khusus dan utama sebelum dikembalikan ke lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi manusia. Pada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 59 dijelaskan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
1
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Menurut PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, kegiatan pengelolaan dapat meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Tujuan utama pengelolaan limbah B3 tentunya adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Menurut PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 dengan berbagai macam jenis limbah B3 yang dihasilkannya, maka PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap tentu memiliki kewajiban untuk mengelolanya sesuai peraturan yang ada. Proses pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RUIV Cilacap inilah yang menjadi fokus utama kerja praktik kali ini. Dari kondisi eksisting yang diperoleh selama melakukan kerja praktik akan dilakukan evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan mengacu pada berbagai peraturan yang berlaku.
1.2. Maksud dan Tujuan Kerja Praktik Maksud dan tujuan dari kerja praktik ini adalah: Mengetahui jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Mengadakan pengamatan dan evaluasi terhadap sistem pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Mengetahui kinerja pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Membantu memberikan saran terhadap sistem pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap.
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup dari pelaksanaan kerja praktik ini adalah: Identifikasi limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RUIV Cilacap. Evaluasi pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi reduksi, pengemasan dan pewadahan, pelabelan,
penyimpanan,
pengangkutan
dan
pengolahan
serta
pemanfaatan. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
2
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
1.4. Metodologi Metodologi yang digunakan dalam kerja praktik ini yaitu: Observasi lapangan Pengumpulan data-data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di area kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Wawancara Melakukan pencarian data dan informasi dengan bertanya pada para pembimbing di bagian HSE serta pegawai lainnya di area kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Studi literatur Melakukan pengambilan data dan informasi dari referensi berupa buku, jurnal, laporan dan website yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3 sebagai acuan untuk menganalisis dan mengevaluasi sistem pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang data-data kondisi eksistingnya diperoleh dari observasi dan wawancara.
1.5. Waktu dan Tempat Kerja Praktik Kerja praktik ini dilaksanakan di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap pada: Periode pelaksanaan
: 16 Juni – 20 Juli 2014
Alamat
: Jalan Letjen MT Haryono No. 77 Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah.
Departemen
: Health Safety and Environment
Contact Person
: Rakhmat Ibnas – HSE Pertamina RU-IV Cilacap (0282508674)
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
3
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
1.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penulis memilih “Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap” sebagai tema kerja praktek, tujuan yang ingin dicapai, ruang lingkup penelitian, metodologi yang digunakan dalam penelitian serta waktu dan tempat kerja praktik. Bagian ini disusun untuk menjadi gambaran awal tentang kegiatan kerja praktek yang dilakukan.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini berisi tentang gambaran umum perusahaan yang dijadikan objek penelitian, yaitu PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi sejarah, visi dan misi, lokasi, kegiatan produksi, struktur organisasi perusahaan, serta informasi mengenai departemen Health Safety and Environment (HSE).
BAB III KONDISI EKSISTING Bab ini berisi tentang kondisi eksisting pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi gambaran umum, sumber dan jenis limbah B3 yang dihasilkan, peraturan yang digunakan, fasilitas dan sistem pengelolaan limbah yang dilakukan.
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis kondisi eksisting pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Pada bab ini dibahas mengenai pengertian limbah B3, identifikasi limbah B3, peraturan terkait pengelolaan limbah B3, serta sistem pengelolaan limbah B3 menurut peraturan yang berlaku.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
4
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis dan pembahasan dari penulis terhadap pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Di bab ini akan dibandingkan antara kondisi eksisting dengan tinjauan pustaka sehingga dapat diberikan evaluasi dan saran terhadap pengelolaan limbah B3 yang dilakukan.
BAB VI PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran terkait keseluruhan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
5
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah PT Pertamina (Persero) Berdasarkan UU No. 19 Tahun 1960 Tentang Pendirian Perusahaan Negara dan UU No. 44 Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, PN Pertamina dan PN Permina, yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, serta pemasaran. Pada tahun 1971 kemunculan UU No. 8 Tahun 1971 menetapkan penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Sebagai upaya Pertamina dalam memenuhi kebutuhan minyak bumi, yang semakin meningkat tiap tahunnya, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan tujuan selain untuk mendapatkan produk BBM juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal. Kemudian mengikuti UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, maka status PN Pertamina diubah menjadi Perusahaan Perseroan, yang sesuai dengan PP No. 31 Tahun 2003. PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober 2003. Pendirian perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)".
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
6
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Sesuai akta pendiriannya, maksud dari perusahaan perseroan adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Adapun tujuan dari perusahaan perseroan adalah untuk: 1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perseroan secara efektif dan efisien. 2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, perseroan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya. 2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik perseroan. 3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG 4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3. Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) terbagi atas tujuh lokasi, seperti yang ditunjukkan pada peta di Gambar 2.1. yaitu: 1. Refinery Unit I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara), kapasitas 5.000 BPSD*. 2. Refinery Unit II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas 170.000 BPSD*. 3. Refinery Unit III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan), kapasitas 132.500 BPSD*. 4. Refinery Unit IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas 348.000 BPSD*.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
7
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
5. Refinery Unit V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas 253.500 BPSD*. 6. Refinery Unit VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas 125.000 BPSD*. 7. Refinery Unit VII Kasim (Papua Barat), kapasitas 10.000 BPSD*.
*dengan BPSD adalah barrel per stream day.
Gambar 2.1. Peta Lokasi PT Pertamina (Persero) (Sumber: PT Pertamina (Persero))
2.2. Visi dan Misi PT Pertamina (Persero) 2.2.1. Visi PT Pertamina (Persero) Visi dari PT Pertamina (Persero) adalah: “Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia.”
2.2.2. Misi PT Pertamina (Persero) Misi dari PT Pertamina (Persero) adalah: “Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru yang terbarukan secara terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.”
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
8
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2.3. Logo PT Pertamina (Persero) Setelah 35 tahun menggunakan logo seperti Gambar 2.2., PT Pertamina (Persero) mengganti logo menjadi seperti pada Gambar 2.3. pada akhir tahun 2005 ketika dipimpin Direktur Utama Widya Purnama.
Gambar 2.2. Logo Lama PT Pertamina (Persero) (Sumber: PT Pertamina (Persero))
Gambar 2.3. Logo Baru PT Pertamina (Persero) (Sumber: PT Pertamina (Persero))
Keterangan Gambar 2.3. : 1. Biru : Melambangkan kehandalan, dapat dipercaya dan bertanggungjawab. Sumber daya manusia sebagai mitra kerja yang loyal serta memiliki komitmen untuk berdedikasi. 2. Hijau : Melambangkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan. Sumber daya lingkungan sebagai mitra kerja yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. 3. Merah : Melambangkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai macam keadaan. Sumber daya manusia sebagai sebagai mitra kerja yang tangguh dan pantang menyerah. Pemikiran perubahan Logo sudah dimulai sejak 1976 setelah terjadi krisis Pertamina pada saat itu. Pemikiran tersebut dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya dan diperkuat melalui Tim Restrukturisasi Pertamina tahun 2000 (Tim Citra) termasuk kajian yang mendalam dan komprehensif sampai pada pembuatan Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
9
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
TOR dan perhitungan biaya. Akan tetapi, program tersebut tidak sempat terlaksana karena adanya perubahan kebijakan/pergantian Direksi. Wacana perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan terbentuknya PT Pertamina (Persero) pada tahun 2003. Pertimbangan yang mendorong adanya pergantian logo adalah untuk dapat membangun semangat/spirit baru, mendorong perubahan Corporate Culture bagi seluruh pekerja, mendapatkan image yang lebih baik diantara global oil & gas companies serta mendorong daya saing perusahaan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, antara lain :
Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi Perseroan.
Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi persaingan paska PSO serta semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru dibidang Hulu dan Hilir.
Dengan adanya perubahan logo PT Pertamina (Persero) sekaligus meluncurkan slogan (band driver) SEMANGAT TERBARUKAN. Dengan slogan tersebut cita-cita untuk menjadi penyedia energi global dapat diwujudkan melalui percepatan perubahan dan langkah nyata transformasi, guna menggapai visi menjadi perusahaan nasional kelas dunia.
2.4. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (Gambar 2.5.) merupakan Unit Operasi Direktorat Pengolahan tebesar dan terlengkap, dilihat dari hasil produksinya, di Indonesia. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu kilang ini menjadi satu-satunya kilang di Indonesia yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur Indonesia. Tujuan pembangunan kilang minyak di Cilacap adalah untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat Pulau Jawa, mengingat secara geografis posisi kilang Cilacap di sentra Pulau Jawa atau dekat dengan konsumen terpadat penduduknya di Indonesia. Di samping itu juga untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dari luar negeri dan sebagai langkah efisiensi karena memudahkan suplai dan distribusi. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
10
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap mempunyai suatu landasan yang disebut dengan “Tata Nilai Budaya”. Nilai dan budaya tersebut dikenal dengan 6C, yaitu: 1. Clean (Bersih) 2. Competitive (Kompetitif) 3. Confident (Percaya Diri) 4. Customer Focused (Fokus pada Pelanggan) 5. Commercial (Komersial) 6. Capable (Berkemampuan)
PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap berlokasi di Jalan. MT.Haryono Nomor 77, Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah – Indonesia 53221 (Gambar 2.4. dan Gambar 2.6.). Kilang RU-IV dibangun di Cilacap dengan luas area total 526,71 Ha. Tata letak kilang minyak Cilacap (Gambar 2.7.) beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai berikut : 1.Area Kilang Minyak dan Kantor
: 203,19
ha
2.Area Terminal dan Pelabuhan
: 50,97
ha
3.Area Pipa Track dan Jalur Jalan
: 12,77
ha
4.Area Perumahan dan Sarananya
: 100,80
ha
5.Area Rumah sakit dan Lingkungannya
: 10,27
ha
6.Area Lapangan Terbang
: 70
ha
7.Area Paraxylene
:
9
ha
8.Sarana Olah Raga / Rekreasi
: 69,71
ha
526,71
ha
Total
+
Beberapa pertimbangan dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang adalah : 1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumen terbesar adalah penduduk pulau Jawa. 2. Daerah Cilacap
dan sekitarnya
telah direncanakan oleh
pemerintah
sebagai pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan. 3. Terdapat
jaringan
pipa
Maos - Jogjakarta
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
dan
Cilacap - Padalarang
11
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah. 4. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung Pulau Nusakambangan.
Gambar 2.4. Peta Lokasi Pabrik PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
Gambar 2.5. Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
Gambar 2.6. Lokasi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
12
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 2.7. Tata Letak Kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
2.5. Visi dan Misi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2.5.1. Visi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Visi dari PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah: “Menjadi kilang minyak yang unggul di Asia Tenggara dan kompetitif pada tahun 2015.”
2.5.2. Misi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Misi dari PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah: “Mengolah minyak bumi menjadi produk BBM dan NBM, dan petrokimia untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan dengan tujuan memuaskan stakeholder melalui peningkatan kinerja perusahaan secara profesional, berstandar internasional, dan berwawasan lingkungan.”
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
13
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2.6. Deskripsi Kegiatan PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap merupakan salah satu unit operasi dari Direktorat Hilir Pertamina dengan proses-proses utama kilang seperti pada Tabel 2.1.. Kegiatannya membawahi kilang minyak dan kilang Paraxylene. Kilang minyak Cilacap yang saat ini memiliki kapasitas 348.000 barrel/hari dibangun dalam 2 tahap, yaitu pada tahun 1974 dan 1981, sedangkan kilang Paraxylene dibangun pada tahun 1990. Saat ini tengah dibangun kilang RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) untuk meningkatkan produksi gasoline, LPG dan propylene. Pertamax yang saat ini telah diproduksi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, produksinya akan lebih efisien. Kilang utama disebut dengan Fuel Oil Complex (FOC) dan kilang pelumas disebut dengan Lube Oil Complex (LOC). Bahan baku (minyak mentah) diolah di FOC untuk menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai produk utama dan long residue sebagai bahan baku untuk LOC untuk diolah dan menghasilkan bahan dasar minyak pelumas (Lube Oil Base Stock [LOBS]) dan asphalt component.
Tabel 2.1. Proses-Proses Utama Kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap No. 1. 2. 3.
4. 5. 6.
Jenis Proses
Unit Proses
Persiapan
Desalter
Tujuan Proses Menurunkan air, menurunkan garam Pemisahan primer berdasar titik didih
Crude Distilling Unit (CDU) High Vacuum Unit (HVU) Hydrotreating dan demetalisasi Treating (HDS, ARHDM, DHDT), Pemurnian Amine Absorber Hydrocracker, Fluid Catalytic Perengkahan, Cracking (FCC), RFCC, Konversi pembentukan Delayed Coker, Visbreaker, (reforming) Platforming, H2 plant Perbaikan kualitas Hydotreater (HDS) Perbaikan kualitas Polimerisasi, Isomerisasi Polimerisasi, Proses lain (Penex, Totaray), Wax aromatisasi, filtrasi (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Pemisahan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
14
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2.6.1. Kilang Minyak I (FOC I dan LOC I) Kilang yang beroperasi sejak 24 April 1974 ini awalnya berkapasitas 100.000 BPSD. Kemudian karena adanya peningkatan kebutuhan konsumen maka pada tahun 1996 melalui Debottlenecking Project Cilacap kapasitasnya ditingkatkan menjadi 118.000 BPSD. Kilang ini dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah dengan maksud selain mendapatkan produk BBM sekaligus untuk mendapatkan produk NBM yaitu bahan dasar minyak pelumas (lube oil base) dan aspal yang sangat dibutuhkan di dalam negeri. Minyak dari Timur Tengah dipilih karena karakter minyak dalam negeri yang tidak bisa menghasilkan bahan dasar pelumas dan aspal. Dalam perkembangan selanjutnya, kilang ini tidak hanya mengolah Arabian Light Crude (ALC) tetapi juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC). Kilang Minyak I PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi: 1. Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM (Premium, Kerosene, ADI/IDO, dan IFO). 2. Lube Oil Complex (LOC I), menghasilkan produk non BBM (LPG, base oil, Minarex, Slack Wax, Parafinic, dan aspal). 3. Utilities Complex (UTL), menyediakan semua kebutuhan dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system. 4. Offsite Facilities
Kapasitas pada FOC I (Area 10) dapat dilihat di Tabel 2.2. sedangkan unit-unit prosesnya meliputi: 1. Unit 11: Crude Distilling Unit (CDU) I 2. Unit 12: Naphta Hydrotreater I 3. Unit 13: Hydro Desulphurizer Unit (HDS) 4. Unit 14: Platformer Unit 5. Unit 15: Propane Manufacturer Unit (PMF) 6. Unit 16: Meroxtreater Unit 7. Unit 17: Sour Water Stripper Unit (SWS)
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
15
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
8. Unit 18: Nitrogen Plant 9. Unit 19: CRP Unit (Hg Removal)
Kapasitas pada LOC I (Area 20) dapat dilihat pada Tabel 2.3. sedangkan unit-unit prosesnya meliputi: 1. Unit 21: High Vacuum Unit (HVU) I 2. Unit 22: Prophane Deasphalting Unit (PDU) I 3. Unit 23: Fulfural Extraction Unit (FEU) I 4. Unit 24: Methyl Ethyl Keton (MEK) Dewaxing Unit (MDU) I 5. Unit 25: Hot Oil System I
Tabel 2.2. Kapasitas FOC I Kapasitas Desain TPSD BPSD CDU I 16.126 118.000 NHT I 2.805 25.600 Hydrodesulfurizer 2.300 17.000 Platformer I 1.650 14.900 Propane Manufacturing 43,5 Merox Treater 2.116 15.700 Sour Water Stripper 780 (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Unit
Tabel 2.3. Kapasitas LOC I Kapasitas Desain (TPSD) HVU 2.574 PDU 538 FEU 478-573 MDU 226-337 Hydrotreating Unit (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Unit
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
16
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Pada Tabel 2.4. dapat dilihat produksi yang dilakukan di Kilang I (FOC I dan LOC I). Tabel 2.4. Produksi Kilang I (FOC I dan LOC I) Unit
Feed
Produk Refinery Fuel Gas
Arabian Light Crude FOC I
Iranian Light Crude Basrah Light Crude
Kerosene/Avtur Industrial Diesel Oil Gasoline/Premium Automotif Diesel Oil Industrial Fuel Oil HVI 60 HVI 95
LOC I
Long Residu FOC I
Slack Wax Asphalt Minarex A Minarex B
(Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
2.6.2. Kilang Minyak II (FOC II dan LOC II) Kilang ini dibangun pada tahun 1981 dengan pertimbangan untuk dapat memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Kilang yang mulai beroperasi 4 Agustus 1983 ini berkapasitas awal 200.000 BPSD, yang kemudian ditingkatkan menjadi 238.000 BPSD setelah Debottlenecking Project Cilacap. Kilang ini mengolah minyak “cocktail” yaitu minyak campuran dari dalam maupun luar negeri. Minyak mentah dalam negeri, yang memiliki kadar sulfur lebih rendah dari Arabian Light Crude (ALC), merupakan campuran dengan komposisi 80% Arjuna Crude dan 20% Attaka
Crude yang pada perkembangan selanjutnya
menggunakan crude oil lain dengan komposisi yang menyerupai rancangan awal. Perluasan kilang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk fuel oil
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
17
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
complex, Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk lube oil complex dan Fluor Eastern, Inc. untuk offsite facilities. Unit-unit proses pada FOC II (Area 01) meliputi: 1. Unit 008: Caustic and Storage Unit 2. Unit 009: Nitrogen Plant 3. Unit 011: Crude Distillation Unit (CDU) II 4. Unit 012: Naphta Hydrotreater Unit (NHT) II 5. Unit 013: Aromatic Hydrogenation (AH) Unibon Unit 6. Unit 014: Continous Catalytic Regeneration (CCR) Platformer Unit 7. Unit 015: Liquified Petroleum Gas (LPG) Recovery Unit 8. Unit 016: Minimize Alkalinity Merchaptan Oxidation (Minalk Merox) Treater Unit 9. Unit 017: Sour Water Stripper (SWS) II 10.Unit 018: Thermal Distillate Hydrotreater Unit 11.Unit 019: Visbreaker Thermal Cracking Unit Unit-unit proses pada LOC II (Area 02) meliputi: 1. Unit 021: High Vacuum Unit (HVU) II 2. Unit 022: Prophane Deasphalting Unit (PDU) II 3. Unit 023: Fulfural Extraction Unit (FEU) II 4. Unit 024: Methyl Ethyl Keton (MEK) Dewaxing Unit (MDU) II 5. Unit 025: Hot Oil System II
Tabel 2.5. Kapasitas FOC II Kapasitas Desain TPSD BPSD CDU II 30.680 230.000 NHT II 2.441 20.000 AH Unibon 3.084 23.000 Platformer II 2.441 20.000 LPG Rec 636 Naphta Merox 1.311 11.100 SWS 2.410 THDT 1.802 13.200 Visbreaker 8.390 55.600 (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Unit
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
18
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Tabel 2.5. menunjukkan kapasitas FOC II, Tabel 2.6. menunjukkan kapasitas LOC II, sedangkan Tabel 2.7. menunjukkan produksi kilang II yang terdiri dari FOC II dan LOC II. Kapasitas LOC III ditunjukkan pada Tabel 2.8..
Tabel 2.6. Kapasitas LOC II Kapasitas Desain (TPSD) HVU 3.883 PDU 784 FEU 1.786-2.270 MDU 501-841 Hydrotreating Unit (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Unit
Tabel 2.7. Produksi Kilang II (FOC II dan LOC II) Unit
Feed
Produk LPG
FOC II
Arjuna Crude
Naphtha
Attaka Crude
Gasoline/Premium
Minas Crude
Kerosene
SLC
HDO/LDO IFO HVI 95 HVI 160S
LOC II
Long Residu FOC I
HVI 650 Asphalt Minarex H Slack Wax
(Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
Selain itu terdapat Kilang III dengan bahan baku distilat LOC I dan LOC II yang menghasilkan produk HVI 650, Propane Asphalt, Minarex, dan Slack Wax. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
19
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Tabel 2.8. Kapasitas LOC III Kapasitas Desain (TPSD) HVU PDU 784 FEU MDU 501-841 Hydrotreating Unit 1.700 (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Unit
2.6.3. Kilang Paraxylene Complex Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku Naphta dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga, dan utilities, maka pada 1988 dibangunlah Kilang Paraxylene Complex (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kilang yang beroperasi sejak 20 Desember 1990 ini menghasilkan produk NBM dan Petrokimia. Kapasitas produksi KPC adalah 590.000 ton/tahun. Naptha yang kemudian diolah menjadi paraxylene 270.000 ton, LPG 17.000 ton, raffnate 92.000 ton, heavy aromat 10.000 ton, fuel gas/excess 81.000 ton/tahun. Produk paraxylene sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ke pusat aromatic Plaju
dan
sebagian
lagi
untuk
diekspor.
Sedangkan
produk
benzene
keseluruhannya diekspor dan produk yang lain digunakan untuk keperluan dalam negeri dan keperluan sendiri. Unit-unit proses KPC (Area 80) meliputi: 1. Unit 81: Nitrogen Plant Unit 2. Unit 82: Naphta Hydrotreating Unit 3. Unit 84: CCR Platformer Unit 4. Unit 85: Sulfolane Unit 5. Unit 86: Tatoray Unit 6. Unit 87: Xylene Fractionation Unit 7. Unit 88: Paraxylene Extractination Unit 8. Unit 89: Isomar Unit
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
20
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Kapasitas dan produksi kilang Paraxylene dapat dilihat pada Tabel 2.9. dan Tabel 2.10.. Tabel 2.9. Kapasitas Kilang Paraxylene Complex Kapasitas Desain (TPSD) NHT 1.791 CCR Platformer 1.791 Sulfolane 1.100 Tatoray 1.730 Xylene Fractionator 4.985 Parex 4.440 Isomar 3.590 (Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Unit
Tabel 2.10. Produksi Kilang Paraxylene Unit
Feed
Produk Paraxylene
Paraxylene
Naphtha
Benzene LPG Toluene
(Sumber: PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
2.6.4. Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU) Kilang yang beroperasi sejak 27 Februari 2002 ini bertujuan untuk mendukung komitmen perusahaan terhadap lingkungan serta untuk memenuhi peraturan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Proyek Langit Biru. Kilang ini terdiri dari unit proses dan fasilitas penunjang. Proyek ini dapat mengurang emisi gas dari kilang Refinery Unit IV Cilacap, khususnya SO2 yang dapat direduksi menjadi sulfur sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Dibangunnya kilang SRU dapat meningkatkan off gas sebagai refinery fuel gas maupun flare gas sehingga dapat dijadikan bahan baku
LPG dan Naphta (condensate) selain
menghasilkan sulfur cair.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
21
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Unit-unit proses kilang ini (Area 90) meliputi: 1. Unit 90: Utilities Complex 2. Unit 91: Gas Treating Unit 3. Unit 92: LPG Recovery Unit 4. Unit 93: Sulphur Recovery Unit 5. Unit 94: Tail Gas Unit 6. Unit 95: Refrigerant Unit
2.6.5. Debottlenecking Project Cilacap (DPC) Debottlenecking Project Cilacap (DPC) digagas untuk meningkatkan kapasitas operasional PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan modernisasi instrumentasi kilang yang meliputi unit pada FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II. Modernisasi ini termasuk pengoperasian Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III. Proyek peningkatan kapasitas kilang minyak secara keseluruhan termasuk Kilang Paraxylene Complex dan pembuatan sarana pengolahan pelumas baru (LOC III) yang selesai pada Maret 1999. Proyek ini bertujuan untuk mengingkatkan kapasitas pengolahan FOC I dari 100.000 BPSD menjadi 118.000 BPSD, FOC II dari 200.000 BPSD menjadi 230.000 BPSD, LOC I dan LOC II dari 225.000 TPSD menjadi 286.800 TPSD, serta unit baru LOC III dapat memproduksi 141.200 TPSD lube base untuk semua grade. Proyek ini membuat total kapasitas kilang BBM naik dari 300.000 BPSD menjadi 348.000 BPSD, produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) naik dari 255.000 TPSD menjadi 428.000 TPSD atau sebesar 69%, sedangkan produksi aspal naik dari 512.000 TPSD menjadi 720.000 TPSD atau sebesar 40,63%. Dengan TPSD adalah ton per stream day. Pendanaan Debottlenecking Project Cilacap (DPC) berasal dari pinjaman dari 29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta. Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah
Non Recourse Financing, di mana pengembalian pinjaman
berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
22
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
pinjaman tersebut tidak membebani anggaran Pemerintah maupun cash flow PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap.
2.6.6. Sarana Penunjang Sarana-sarana penunjang dalam mendukung kelancaran dari operasi kilang, baik kilang yang memproduksi BBM, Non BBM maupun Paraxylene antara lain: 1. Utilities Utilities, yang menyediakan tenaga linstrik, uap, dan air untuk kebutuhan industri maupun perkantoran, perumahan, rumah sakit, dan fasilitas lainnya. Untuk PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap kapasitasnya sebagai berikut: a.
Generator (pembangkit tenaga listrik): 102 MW
b.
Boiler: 730 ton/jam
c.
Sea water desalination (desalinasi air laut): 450 ton/jam
2. Laboratorium Laboratorium yang telah mendapatkan sertifikat spesifikasi SNI 19-17025 berfungsi sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku serta produk antara maupun produk akhir. Laboratorium ini dilengkapi dengan fasilitas penelitian dan pengembangan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa terjaga kualitasnya agar tetap mampu bersaing di pasaran. 3. Bengkel pemeliharaan Fasilitas bengkel dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan perawatan permesinan dan lain-lain. Fungsi bengkel ini tidak hanya sebagai sarana perbaikan peralatan, tetapi juga sebagai sarana pembuatan suku cadang pengganti yang diperlukan. Di samping itu juga melayani perbaikan dan pemeliharaan sarana permesinan bagi industri lainnya. 4. Pelabuhan khusus Bahan baku minyak mentah PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap seluruhnya didatangkan melalui fasilitas kapal tanker. Hasil produksinya dijual tidak hanya melalui fasilitas perpipaan, mobil tangki dan tangki kereta api, tetapi juga melalui kapal. Pada saat ini PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki fasilitas pelabuhan dengan kapasitas 250.000 DWT yang terdiri dari pelabuhan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
23
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
untuk bongkar minyak mentah dan membuat produk-produk kilang untuk tujuan domestik maupun manca negara lainnya. 5. Tangki penimbun Tangki-tangki dibangun untuk menampung bahan baku minyak mentah, produk antara, produk akhir maupun untuk menampung air bersih. Semua ini untuk keperluan operasional. Jenis-jenis tangki yang dipakai: a. Floating roof, untuk menyimpan minyak ringan dan mentah. b. Fixed dome roof, untuk menyimpan minyak yang mempunyai flash point kurang dari 160˚F. c. Fixed cone roof, untuk menyimpan minyak yang mempunyai flash point lebih dari 160˚F. d. Bola, untuk menyimpan gas terutama LPG. 6. Sistem informasi dan komunikasi Mendukung kelancaran operasional kilang, sistem informasi, dan komunikasi, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Di instalasi kilang telah dilakukan otomatisasi dengan melengkapi sistem komputerisasi seperti OCS, MySAP, dan lain-lain. Untuk mempermudah komunikasi dipasang sarana radio, Public Automatic Branch Exchange (PABX), dan peralatan elektronika lainnya.
2.7. Health Safety and Environment (HSE) PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Unit ini bertugas menjaga keselamatan dan kesehatan karyawan dalam bidang Health Safety and Environment (HSE). Bidang HSE bertanggung jawab langsung kepada General Manager PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. HSE memiliki tugas dan fungsi utama, yaitu: 1. Sebagai advisor body dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja, kebakaran (peledakan) dan pencemaran lingkungan. 2. Mengkoordinir kegiatan pengawasan dan monitoring lingkungan kerja untuk tercapainya kondisi operasi perusahaan yang aman, nyaman dan berwawasan lingkungan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
24
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
3. Mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat dalam hal kebakaran, tumpahan minyak, kegagalan tenaga (black out) secara cepat dan tepat untuk meminimize kerugian. 4. Mengkoordinir kegiatan pelatihan dan pembinaan aspek HSE untuk seluruh pekerja dan mitra kerja, dan pembinaan karir / kompetensi pekerja fungsi HSE melalui kursus/pelatihan, safety talk, operation talk, dsb. 5. Menjalin kerjasama dengan Instansi/Institusi Pemerintah dalam hal penerapan peraturan Lindungan Lingkungan dan Keselamatan & Kesehatan Kerja. 6. Merencanakan dan menentukan garis kebijakan program PROPER, SMKP, SMK3, SMKK, SMT dan AMDAL sebagai bahan untuk pengambil keputusan oleh Top Manajemen. 7. Mengkoordinir tindakan penyelidikan kejadian yang berakibat fatal / lost time accident bersama dengan bidang / fungsi terkait.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidang HSE dibagi menjadi tiga bagian.
2.7.1. Fire Insurance (Penanggulangan Kebakaran) Fungsi unit Penanggulangan Kebakaran adalah mengkoordinasikan, mengawasi,
mengevaluasi
serta
memimpin
kegiatan
pencegahan
dan
penanggulangan resiko serta tertib administrasi secara efektif dan efisien sesuai standar kualitas yang ditetapkan untuk mendukung keamanan dan kehandalan operasi kilang. Tugas dan fungsi Fire Insurance adalah: 1. Mencegah dan menanggulangi kebakaran/peledakan sekitar daerah operasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 2. Meningkatkan kehandalan sarana untuk penanggulangan kebakaran. 3. Meningkatkan kesiapsiagaan sarana untuk penanggulangan kebakaran. 4. Menyelidiki (fire investigation) setiap kasus terjadinya kebakaran. 5. Melaksanakan
risk
survey
dan
kegiatan
pemantauan
terhadap
rekomendasi asuransi.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
25
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
6. Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap sumber bahaya yang berpotensi terhadap resiko kebakaran.
2.7.2. Safety (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Fungsi bagian ini adalah merencanakan, mengatur, menganalisis dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna tercapainya kondisi kerja yang sama, sesuai norma kesehatan untuk meminimalkan kerugian perusahaan. Adapun tugas dan fungsi Safety adalah: 1. Mencegah dan menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2. Meningkatkan kehandalan sarana dan prasarana untuk pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja. 3. Meningkatkan kesiapsiagaan personil dalam menghadapi setiap potensi terjadinya kebakaran. 4. Menyelidiki (accident investigation) setiap kasus terjadinya kecelakaan. 5. Melaksanakan pengawasan terhadap cara kerja aman melalui ijin kerja, inspeksi KK, gas test, dsb. 6. Memantau dan mengukur kualitas lingkungan kerja. 7. Menangani hazard, yang mencakup bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomis. 8. Menyediakan dan mendistribusikan alat-alat pelindung diri (APD). 9. Melaksanakan pembinaan aspek HSE, safety talk, safety meeting, dsb. 10.Menerapkan Manajemen Keselamatan Proses (MKP) dan Sistem Manajemen Kesehatan Kerja (SMKK).
Dalam melaksanakan tugasnya, bagian Safety dibagi menjadi: 1. Occupational Health (Kesehatan Lingkungan Kerja [Keslingker]) 2. Unit pemenuhan regulasi dan kesisteman KK 3. Safety Inspector
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
26
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2.7.3. Environment (Lindungan Lingkungan) Fungsi bagian ini adalah mengkoordinasikan, mengawasi, dan memimpin kegiatan operasional, meliputi pemantauan/pengelolaan lingkungan, B3, kegiatan house keeping dan pertamanan/penghijauan untuk menunjang tercapainya lingkungan kerja yang bersih, aman, nyaman, serta meminimalkan dampak lingkungan akibat operasional kilang guna mematuhi ketentuan/standar yang telah diterapkan
pemerintah.
PT
Pertamina
(Persero)
RU-IV
Cilacap
merupakan salah satu pelopor Green Factory di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya sertifikasi ISO 14001 yang mengedepankan Sistem Manajemen Lingkungan. Tanggung jawab Environmental Section antara lain adalah: a. Mengkoordinir perencanaan dan usulan : Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), ABI dan melaksanakan ABO serta memantau realisasinya. b. Menyetujui hasil analisis study, evaluasi terhadap sarana & prasarana serta metode yang digunakan untuk pemantauan dan penanggulangan pencemaran. c. Mengkoordinir pelaksanan analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sample serta frekwensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter,
sistem, metode dan alat yang digunakan
untuk pemantauan lingkungan serta penanggulangan pencemaran. d. Menyetujui hasil analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sample serta frekuensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter,mengkoordinir
hasil
pemantauan
serta
mengeluarkan
rekomendasi sebagai masukan pengelolaan lingkungan lebih lanjut guna peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan / pengolahan limbah. e. Mengevaluasi dan menyetujui yang berkaitan dengan pemantauan lingkungan dalam usaha memenuhi daya dukung lingkungan Menyetujui hasil penghitungan beban pencemaran berikut analisis sistem, metode dan alat yang digunakan.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
27
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
f. Mengkoordinir pelaksanan analisis dan evaluasi sistem, metode dan alat yang digunakan untuk pemantauan lingkungan serta penanggulangan pencemaran. g. Menyetujui hasil analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sample serta frekuensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter yang berkaitan dengan pemantauan lingkungan dalam usaha memenuhi daya dukung lingkungan h. Mengkoordinir hasil pemantauan serta mengeluarkan rekomendasi sebagai masukan pengelolaan lingkungan lebih lanjut guna peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan /pengolahan limbah. i. Mengkoordinir pelaksanan analisis dan evaluasi sistem, metode dan alat yang digunakan untuk pemantauan lingkungan serta penanggulangan pencemaran. j. Menyetujui : hasil analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sampel serta frekuensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter, hasil penghitungan beban pencemaran berikut analisis sistem, metode dan alat yang digunakan, hasil investigasi dan evaluasi setiap kejadian yang menimbulkan pencemaran k. Mengkoordinir hasil pemantauan serta mengeluarkan rekomendasi sebagai masukan pengelolaan lingkungan lebih lanjut guna peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan / pengolahan limbah. l. Mengevaluasi dan menyetujui : pembuatan sarana proteksi paparan hazardous material serta mengevaluasi untuk memastikan sistem pemantau limbah berfungsi baik dan optimal, yang berkaitan dengan pemantauan
lingkungan
dalam
usaha
memenuhi
daya
dukung
lingkungan. m. Mereview, menganalisis, mengevaluasi,mengkoordinir dan up-dating AMDAL (Analisis Masalah Dampak Lingkungan) seperti ANDAL, RKL dan RPL, Mengkoordinir merencanakan, pengawasan, analisis study dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemantauan lingkungan dari aspek BIOGEOFISKIM (Biologi, Geologi, Fisika dan Kimia) dan SOSEKBUD
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
28
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
(Sosial, Ekonomi dan Budaya) baik internal maupun dengan pihak eksternal (lembaga penelitian / study lingkungan dan sebagainya) n. Mengkoordinasikan pelaksanaan / pengawasan kegiatan dan monitoring lingkungan kerja Environmental Section untuk tercapainya kondisi operasi
perusahaan
yang
aman
dan
nyaman,mengkoordinasikan
pendistribusian, updating dan sosialisasi perundangan / peraturan aspek lingkungan terkait serta implementasinya serta mengkoordinasikan dan mengevaluasi
pelaksanaan
Kegiatan
Hari
Lingkungan,
Forum
Lingkungan, Seminar Lingkungan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. o. Mengkoordinasikan,
mengevaluasi,
mengimplementasikan
semua
program di lingkungan kerja Environmental Section.
Upaya yang dilakukan adalah dengan menyediakan sarana lindungan lingkungan antara lain: 1. Sour water stripper: sarana untuk memindahkan gas-gas beracun dari air bekas proses sebelum dibuang ke laut. 2. Corrugated plate interceptor: sarana untuk mengurangi dan memisahkan minyak yang terbawa dalam air buangan. 3. Holding
Basin
dan
Waste
Water
Treatment
(WWT):
sarana
mengembalikan atau memperbaiki kualitas air buangan, terutama mengembalikan kandungan oksigen dan menghilangkan kandungan minyak untuk mengurangi kadar minyak dalam air buangan. 4. Stack (cerobong asap) yang tinggi untuk mengurangi pencemaran udara sekitar. 5. Silencer: sarana untuk mengurangi kemungkinan pencemaran air buangan. 6. Groyne: sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
29
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2.8. Struktur Organisasi dan Manajemen PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi Perusahaan dan diawasi oleh suatu Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Pelaksanaan kegiatan PT Pertamina (Persero) diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu lembaga negara, pemerintah maupun dari unsur internal PT Pertamina (Persero) sendiri. Berikut ini adalah jajaran manajemen PT Pertamina (Persero) yang dibawahi langsung oleh Direktur Utama: 1. Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko 2. Direktur Hulu 3. Direktur Pengolahan 4. Direktur Pemasaran dan Niaga 5. Direktur Umum 6. Direktur Sumber Daya Manusia 7. Direktur Keuangan Direktur Utama juga membawahi Kepala Internal Audit dan Kepala Jasa Korporat. Direktur Hulu membawahi Deputi Direktur bidang Hulu, sedangkan Direktur Hilir membawahi Deputi Direktur bidang Pengolahan, Deputi Direktur bidang Pemasaran dan Niaga, dan Deputi Direktur Bidang Perkapalan. Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) membawahi unit-unit pengolahan yang ada di Indonesia. Kegiatan utama operasi kilang di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah: 1. Kilang Minyak (BBM dan Non BBM) 2. Kilang Petrokimia
General Manager RU-IV Cilacap membawahi : a. Manager Engineering and Development b. Manager Legal and General Affair c. Manager Health and Safety Environmental d. Manager Procurement e. Manager Reliability f. Senior Manager Operation and Manufacturing Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
30
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
g. OPI Coordinator h. Manager Refinery Internal Audit Cilacap i. Manager Marine Region IV j. Manager Refinery Finance Offsite Support Region II k. Manager Human Resources Area l. IT RU IC Cilacap Area Manager m. Director of Pertamina Hospital Cilacap
Sedangkan Senior Manager Operation and Manufacturing membawahi 6 manager, yaitu: Manager Production I, Manager Production II, Manager Refinery Planning and Optimization, Manager Maintenance Planning and Support, Manager Maintenance Execution, dan Manager Turn Around.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
31
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
BAB III KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP
3.1. Gambaran Umum Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Bagian yang bertugas untuk menangani pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah Environment Section (Lindungan Lingkungan) yang berada di bawah HSE (Health Safety and Environment). Environment Section melakukan identifikasi limbah B3 dan menyampaikannya ke tiap unit yang menghasilkan limbah B3. Setelah menerima daftar identifikasi limbah B3, tiap unit menggunakannya sebagai acuan untuk identifikasi jenis, jumlah dan sumber limbah B3 yang dihasilkan. Jika unit tersebut akan melakukan serah terima limbah B3, maka diharuskan untuk mengisi Formulir Berita Acara Penyerahan Limbah B3 dan menyerahkannya kepada Environment Section. Limbah yang diserahkan dari tiap unit kepada Environment Section diletakkan dalam kemasan atau wadah khusus limbah B3 yang sesuai standar. Selanjutnya limbah B3 akan menjadi tanggung jawab penuh Environment Section. Mereka akan menempatkan limbah B3 di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) atau gudang limbah B3 setelah sebelumnya melakukan penimbangan dan pelabelan. Sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut seperti pemanfaatan atau pemusnahan, limbah B3 dapat disimpan selama maksimal 90 hari di gudang atau TPS tersebut. Apabila tidak memiliki izin untuk mengelola sendiri, maka Environment Section akan merencanakan dan melaksanakan pengelolaan limbah B3 dengan bekerjasama dengan pihak ketiga.
3.2. Regulasi Terkait Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 59, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki kewajiban untuk mengelola limbah B3 yang dihasilkannya. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
32
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam pengelolaan ini apabila PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap tidak mampu melakukan semuanya sendiri, maka dapat dilakukan penyerahan pengelolaan ke pihak lain sesuai kesepakatan. Secara spesifik, pengelolaan limbah B3 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan juga dalam PP No. 85 tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1999. Untuk selanjutnya kedua peraturan itu dapat disebut dengan PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999. Dalam peraturan ini diatur mengenai tata cara pengelolaan limbah B3 yang diperlukan bagi penghasil limbah B3 atau para pelaku pengelola limbah B3 seperti pengumpul, pengolah, pemanfaat, pengangkut dan penimbun limbah B3. Selain itu juga terdapat peraturan lain yang digunakan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, yaitu:
Permen LH No.18 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3
Kep-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah
3.3. Izin Terkait Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Dalam pengelolaan limbah B3 diwajibkan terdapat izin pengelolaan dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Hal ini Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
33
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
tercantum dalam UU NO. 32 Tahun 2009 Pasal 59. Karena itulah dalam pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki berbagai izin, yaitu:
Keputusan Bupati Cilacap No. 660.1/133/30/tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kepada PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.128/MenLH/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Biologis
Keputusan Bupati Cilacap No.050/22/30/tahun2012 tanggal 22 Mei 2012 tentang Pemberian Ijin Pembuangan Air Limbah kepada PT.Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap
3.4. Sumber dan Jenis Limbah B3 yang Dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Pada Gambar 3.1. dapat dilihat limbah-limbah B3 yang dihasilkan dari berbagai kegiatan produksi di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Untuk pencatatan di neraca limbah, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap membagi limbah B3 yang dihasilkannya ke dalam 26 kelompok, yaitu: 1. Chloride Adsorbent (spent adsorbent) 2. Kemasan (botol/kaleng) bekas B3 3. Material terkontaminasi (majun, filter, serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb, dll) 4. Ceramic ball (spent adsorbent) 5. Mineral wool / rockwool (isolasi) 6. Molecular sieve (spent
7. Spent clay (spent clay) 8. Used accu / battery 9. Sulphur 10. Used lamp (limbah kantor B3) 11. Used cartridge and toner (limbah kantor B3) 12. Tanah terkontaminasi (material terkontaminasi) 13. Asphalt kotor (produk off. spec) 14. Slack wax (produk off. spec)
adsorbent) Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
34
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
15. Limbah cair (dari
21. Adsorbent PSA (spent
laboratorium)
adsorbent)
16. Pyrite
22. Karat terkontaminasi
17. Spent activated carbon (spent
23. Oli bekas
adsorbent)
24. Zeolite
18. Activated alumina (spent adsorbent)
25. Spent catalyst 26. Rocksalt
19. Debu catalyst (spent catalyst) 20. Sludge
Gambar 3.1. Skema Kegiatan di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dan Limbah B3 yang Dihasilkan (Sumber: Environment Section PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
35
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Pada Gambar 3.2. di bawah ini dapat dilihat beberapa limbah yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap.
Oil sludge (Cake)
Tanah terkontaminasi
Oil sludge
Cellusorb
Kemasan bekas B3
Lampu bekas
Spent catalyst Ex 13 RI
Aki bekas
Majun terkontaminasi
Spent catalyst S 12
Rockwool
Slack wax
Spent catalyst TA 5
Cartridge bekas
Sulphur
Molecular sieve
Ceramic ball
Zeolite
Activated allumina
Gambar 3.2. Beberapa Limbah B3 yang Dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: Environment Section PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
36
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
3.5. Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 3.5.1. Reduksi Limbah B3 Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Kegiatan reduksi bisa dilakukan dengan menerapkan good housekeeping, substitusi bahan baku dan bahan tambahan dan juga modifikasi proses. Saat ini yang bisa dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap hanyalah kegiatan good housekeeping yang dilakukan rutin dan berkala setiap 1 bulan sekali di seluruh area kilang.
3.5.2. Pengemasan dan Pewadahan Limbah B3 Pengemasan limbah B3 perlu diperhatikan dengan baik supaya limbah B3 tidak tersebar kemana-mana sehingga membahayakan lingkungan. Dalam mengemas dan mewadahi limbah B3, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap menggunakan drum logam berukuran 200 liter, bak kontainer plastik IBC (Intermediate Bulk Container) berukuran 1000 liter, tong plastik biru 250 liter dan jumbo bag dengan kapasitas berat maksimal 1000 kg. Limbah yang berada dalam satu wadah merupakan limbah yang jenisnya sama. Prosedur ini nyaris sama untuk setiap jenis limbah yang dihasilkan. Sebelum diletakkan dalam drum, limbah B3 tidak diwadahi dengan inert bag. Selain itu ada pula beberapa drum yang tidak memiliki penutup dan cincin pengunci. Drum yang memiliki penutup dan pengunci hanyalah drum yang berisi limbah spent adsorbent, molecular sieve, ceramic ball, dan spent catalyst. Sedangkan drum yang tidak berpenutup dan berpengunci tersebut digunakan untuk limbah B3 seperti lampu bekas, cartridge bekas, filter bekas, dan rockwool. Wadah berupa IBC dan tong plastik digunakan untuk limbah cair yang berasal dari kegiatan laboratorium, sedangkan wadah berupa jumbo bag digunakan untuk sand filter. Pada Gambar 3.3., Gambar 3.4. dan Gambar 3.5. dapat dilihat pengemasan limbah B3 dalam berbagai kemasan yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
37
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 3.3. Pengemasan Limbah Cartridge Bekas dalam Drum Logam
Gambar 3.4. Pengemasan Limbah Sand Filter dalam Jumbo Bag
Gambar 3.5. Pengemasan Limbah Cair dalam IBC
3.5.3. Pelabelan Limbah B3 Label yang digunakan adalah label identitas limbah B3, label simbol limbah B3 serta label penanda kemasan kosong (Gambar 3.8.). Tidak digunakan label penunjuk tutup kemasan pada drum walaupun drum tersebut memiliki penutup. Label identitas limbah B3 diisi oleh penghasil limbah B3, yaitu PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang dilakukan oleh petugas TPS limbah B3 dengan melihat data pada buku catatan inventarisasi limbah B3 yang terdapat di TPS. Pada label identitas limbah B3 (Gambar 3.6.) terdapat keterangan nama, alamat dan nomor telepon perusahaan penghasil limbah B3, nomor kode unit yang menghasilkan limbah, tanggal pengemasan, kode limbah, jenis dan jumlah Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
38
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
limbah, sifat limbah dan nomor drum kemasan. Sifat limbah ini selain ditulis dalam label identitas limbah juga diberitahukan melalui penempelan label simbol limbah B3 seperti pada Gambar 3.7..
Gambar 3.6. Label Identitas Limbah B3 pada Drum Kemasan Limbah B3
(a) Korosif
(b) Beracun
Gambar 3.7. Label Simbol Limbah B3
Gambar 3.8. Tong Plastik Wadah Limbah B3 yang Diberi Label Wadah Kosong
3.5.4. Pengangkutan Limbah B3 Pengangkutan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dilakukan secara internal maupun eksternal. Pengangkutan internal dilakukan oleh unit-unit dalam perusahaan yang menghasilkan limbah B3 menuju ke TPS limbah B3. Penyerahan limbah B3 dari unit penghasil ke TPS disertai dengan dokumen Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
39
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
berupa “Berita Acara Serah Terima Limbah B3” yang diisi oleh pihak penghasil dan pihak penerima yang dalam hal ini merupakan bagian Environment Section. Unit penghasil biasanya menggunakan pick-up atau truk untuk mengangkut limbahnya ke TPS. Frekuensi pengangkutan limbah tidak tentu tergantung dengan keberadaan limbah yang dihasilkan di unit-unit tersebut. Limbah-limbah B3 dari berbagai unit tersebut akan diletakkan di dalam TPS limbah B3 dan diatur penempatannya dengan menggunakan forklift supaya tertata rapi dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengangkutan selanjutnya adalah pengangkutan eksternal (Gambar 3.9.). Pengangkutan ini merupakan pengangkutan limbah B3 dari TPS yang dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki kesepakatan dengan PT Pertamina (Persero) RUIV Cilacap untuk kegiatan pengolahan limbah B3. Pihak ketiga yang memiliki kesepakatan dengan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dalam pengolahan limbah B3 adalah PT Pasadena Metric Indonesia, PT Wastec Internasional dan PT Holcim Indonesia Tbk.
Gambar 3.9. Pengangkutan Eksternal Menuju Tempat Pengolahan (Sumber: Environment Section PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap)
3.5.5. Penyimpanan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap hanya memiliki 1 buah gudang limbah B3 yang dijadikan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) yang terletak di koordinat 109°00’06’’ BT dan 07°41’49’’ LS (Gambar 3.10.). TPS ini berukuran 35 m x 20 m x 12 m dengan layout seperti terlihat di Gambar 3.11. Selain itu juga terdapat tempat penyimpanan sementara berupa sludge pond (Gambar 3.12.) untuk menampung sludge dari berbagai sumber dalam area kilang RU-IV. Lokasi Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
40
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
sludge pond ini terletak pada koordinat 109°59’87.4” BT dan 07°41’41.65,9’’ LS dengan ukuran 4,5 m x 20 m x 2 m (Gambar 3.13.). Kedua TPS tersebut sudah mendapat izin dari Bupati Cilacap melalui Keputusan Bupati Cilacap No.660.1/133/30/Tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kepada PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan masa berlaku 5 tahun hingga tahun 2016. Pada Gambar 3.14. dan Gambar 3.15. dapat dilihat kondisi TPS dan penataan drum limbah B3 di dalam TPS, sedangkan pada Gambar 3.16. dapat dilihat kondisi sludge pada sludge pond.
Gambar 3.10. Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap
BAGIAN I
BAGIAN II
BAGIAN III
Gambar 3.11. Layout Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RUIV Cilacap
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
41
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 3.12. Sludge Pond PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: Nina, 2008)
Gambar 3.13. Layout Sludge Pond PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: Lampiran Keputusan Bupati Cilacap No.660.1/133/30/Tahun 2011)
Gambar 3.14. Kondisi TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
42
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 3.15. Penataan Drum Limbah B3 di dalam TPS
Gambar 3.16. Sludge pada Sludge Pond (Sumber: Nina, 2008)
3.5.6. Pengolahan Limbah B3 Pada dasarnya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap tidak melakukan pengolahan limbah B3-nya sendiri karena belum mendapat izin pengolahan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Oleh karena itu, proses pengolahan diberikan kepada pihak ketiga yang telah memiliki izin KLH. Saat ini PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki kontrak dengan PT Pasadena Metric Indonesia dan PT Wastec Internasional dalam mengolah limbah B3. Sebelumnya PT Pertamina (Persero) RU–IV Cilacap memiliki insinerator untuk membakar limbah B3 tapi saat ini sudah tidak digunakan karena hasilnya kurang efektif dan izin penggunaannya tidak diteruskan. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap juga memiliki nota kesepakatan (MoU) dengan PT Holcim Indonesia Tbk untuk mengolah limbah B3 yang dihasilkannya dengan teknologi co-processing.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
43
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
3.5.7. Pemanfaatan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap saat ini hanya melakukan pemanfaatan limbah B3 dengan menggunakan drum bekas wadah bahan kimia, minyak, katalis dan slack wax sebagai tong sampah yang diletakkan di area PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Drum bekas wadah B3 ini juga dimanfaatkan sebagai rotary kiln dan wadah untuk mengemas limbah B3. Sebelumnya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap juga pernah memanfaatkan katalis bekas sebagai paving block, akan tetapi saat ini tidak dilanjutkan karena tidak meneruskan lagi izinnya ke Kementerian Lingkungan Hidup.
3.5.8. Dokumen Pengelolaan Limbah B3 Dalam kegiatan pengelolaan limbah B3 terdapat berbagai macam dokumen yang diperlukan saat melakukan transaksi dan pengangkutan limbah B3. Dokumen yang dibutuhkan saat transaksi antara penghasil limbah dengan pihak yang akan menyimpan sementara merupakan lembar berita acara. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, dengan berpedoman pada Tata Kerja Organisasi (TKO) B-005 tentang Pengelolaan Limbah B3, pihak penghasil limbah B3 yang merupakan berbagai unit di area kilang wajib mengisi formulir pemberitahuan limbah B3 yang dihasilkan dan juga mengisi berita acara serah terima limbah B3 dengan pihak Environment Section supaya limbah tersebut dapat disimpan di TPS limbah B3. Setelah itu apabila limbah akan diolah pihak ketiga, maka dibutuhkan dokumen manifestasi atau shipping paper yang diisi oleh pihak penghasil (PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) dan juga pihak pengolah (PT Pasadena Indonesia atau PT Wastec Internasional) yang melakukan pengangkutan limbah B3 tersebut dari Pertamina.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
44
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Pada prinsipnya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia telah mengacu pada prinsip–prinsip yang terdapat dalam pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2009. Secara spesifik, pasal 59 dalam UU tersebut menggariskan bahwa:
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
Dalam hal penanganan B3 yang telah kadaluarsa, maka pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
Apabila produsen limbah B3 tidak mampu mengelola sendiri limbah yang dihasilkan, maka pengelolaannya wajib diserahkan ke pihak lain.
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 lain.
Keputusan pemberian izin harus diumumkan. Pembuatan undang – undang atau peraturan seperti yang telah disebutkan di
atas dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain: 1. Meningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun pada berbagai kegiatan, antara lain seperti perindustrian, pertambangan, kesehatan, rumah tangga, dan kegiatan lainnya. 2. Meningkatnya upaya pengendalian pencemaran udara dan pengendalian pencemaran air, yang menghasilkan lumpur atau sludge dan debu yang mengandung sifat berbahaya dan beracun. 3. Dampak penting atau pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah B3 terhadap lingkungan dan manusia.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
45
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
4. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan tempat pembuangan limbah B3. (Haruki, A. 2006)
Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengelolaan limbah B3, hal substansial pertama yang mutlak dibutuhkan adalah pengertian dari B3, limbah B3, dan pengelolaan limbah B3. B3, yang merupakan bahan berbahaya dan beracun, berbeda dengan limbah B3. Menurut PP 74/2001, B3 adalah bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Sementara, menurut PP 18/1999, limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan dan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat terlihat perbedaan antara B3 dan limbah B3. Jika B3 adalah bahan yang mengandung sifat berbahaya dan beracun yang akan digunakan untuk suatu kegiatan, maka limbah B3 adalah sisa dari suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3 pun akan berbeda. Dalam laporan ini ruang lingkup yang digunakan terbatas pada pengelolaan limbah B3. Menurut PP 18/1999, pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang
mencakup
reduksi,
penyimpanan,
pengumpulan,
pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah. Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
46
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
oleh penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3. Masih menurut PP 18/1999, pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya atau sifat racun. Terakhir, penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Dalam PP 18/1999 juga diatur bahwa setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3. Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sehingga sesuai fungsinya kembali. Menurut EPA, pembuangan limbah bukanlah hal pertama yang harus dilakukan dalam melestarikan lingkungan. Langkah atau strategi yang seharusnya dominan untuk dilakukan melainkan adalah minimasi limbah dan pencegahan polusi. Berikut Gambar 4.1. menunjukkan skema pengelolaan limbah menurut EPA.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
47
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 4.1. Hierarki Pengelolaan Limbah (Sumber: EPA, 2009)
Langkah pertama yang paling disarankan dalam hirarki pengelolaan limbah adalah mencegah timbulnya limbah pada sumbernya (waste prevention/waste avoidance) sehingga tidak dihasilkan limbah. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui penerapan prinsip produksi bersih (clean production) yaitu melalui penerapan teknologi bersih, pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi proses produksi, mempromosikan penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan beracun atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan teknik konservasi, dan menggunakan kembali bahan daripada mengolahnya sebagai limbah sehingga dapat mencegah terbentuknya limbah dan zat pencemar. Langkah yang kedua, apabila pencegahan tidak dapat dilakukan, adalah dengan berupaya melakukan minimisasi atau pengurangan limbah (reduction). Upaya minimisasi limbah ini juga dapat dilakukan dengan cara menerapkan produksi bersih. Penggunaan teknologi yang terbaik yang tersedia dapat membantu mengurangi konsumsi energi dan sumber daya alam secara signifikan yang pada akhirnya dapat mengurangi timbulnya limbah. Langkah yang ketiga adalah pemanfaatan dengan cara penggunaan kembali (reuse). Reuse adalah penggunaan kembali limbah dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Langkah keempat adalah pemanfaatan dengan cara recycle, yaitu mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia,
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
48
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
fisika,biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda Langkah yang kelima adalah pemanfaatan limbah dengan cara recovery, yaitu perolehan kembali komponen-komponen yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Langkah yang keenam adalah pengolahan (processing) limbah dengan metode yang memenuhi persyaratan lingkungan dan keselamatan manusia. Contoh pengolahan yang umum adalah pembakaran limbah (insinerasi) dan penimbunan (landfilling). Penerapan prinsip hirarki limbah yang konsisten dapat mengurangi jumlah limbah sehingga bisa menekan biaya pengolahan limbah dan juga dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku yang pada gilirannya dapat mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Bagi perusahaan dan masyarakat, penerapan prinsiphirarki pengelolaan limbah dapat berarti efisiensi biaya dan keuntungan secara ekonomi. Meskipun prinsip hirarki pengelolaan limbah sudah ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, namun sayangnya, sebagian besar limbah di Indonesia masih dibuang secara sembarangan (open dumping). Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini adalah tidak adanya kebijakan pengelolaan limbah yang terintegrasi antara pencegahan (prevention) dan pengendalian (control), dengan menerapkan prinsip hirarki pengelolaan limbah secara konsisten. Adanya instrumen ekonomi dalam bentuk insentif bagi keberhasilan pencegahan dan pengurangan limbah dan disinsentif bagi produsen limbah sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkannya merupakan kebutuhan yang mendesak untuk diterapkan di Indonesia saat ini
4.2. Peraturan Terkait Pengelolaan Limbah B3 Aspek – aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan limbah B3 telah diturunkan langsung dari UU No. 32/2009 ke dalam peraturan pemerintah, PP No. 18 tahun 1999 jo. PP No. 85 tahun 1999. Peraturan ini berisi 8 bab yang dibagi lagi menjadi 42 pasal, menjelaskan tentang ketentuan umum, identifikasi limbah B3, pelaku pengelolaan, kegiatan pengelolaan, tata laksana, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
49
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Limbah B3 sendiri didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya yang dapat diidentifikasikan menuRU-t sumber dan/atau uji karakteristik dan/atau toksikologi. (Pasal 6 PP No. 85 tahun 1999). Dalam setiap tahapan dalam proses di sebuah industri dapat dipastikan bahwa akan terdapat timbulan bahan terbuang atau yang lebih sering disebut limbah. Hubungan antara proses yang terjadi serta limbah dalam sebuah proses di industri dapat dilihat pada Gambar 4.2..
Gambar 4.2. Kaitan Komponen dalam Proses Industri (Sumber: Damanhuri, 1994)
Peraturan–peraturan yang telah ada sebelumnya mendefinisikan penghasil limbah B3 terlalu luas, tidak hanya mereka yang bergerak dalam kegiatan yang bersifat komersil namun juga termasuk perorangan yang menyimpan limbahnya dalam lokasi kegiatannya sebelum limbah tersebut ditangani lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang ada. Namun regulasi ini tidak lagi dipertahankan karena dinilai kurang memperhatikan kuantitas dan kualitas kontribusi dari penghasil limbah, yang mana berujung pada rumitnya pengaturan bagi prosedur administrasi izin pengelolaan limbah B3 yang harus dimiliki tiap produsen limbah B3. Maka, pasal 6 PP No. 18 tahun 1999 menyebutkan bahwa pihak yang dapat dikatakan sebagai penghasil limbah B3 adalah orang yang usaha dan atau kegiatannya menghasilkan limbah B3, baik perorangan, sekelompok orang – orang, maupun badan hukum.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
50
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Berikut ini adalah beberapa peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan pengelolaan limbah B3. 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 UU ini berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 59 UU tersebut menggariskan bahwa: − Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. − Dalam
hal
B3
sebagaimana
dimaksud
telah
kadaluarsa,
pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. − Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. − Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. − Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. − Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. 2. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo. PP No 85 Tahun 1999 Peraturan ini mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP01/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 (termasuk penanggulangan dan penandaan). 4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP02/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan syarat-syarat tentang tentang dokumen limbah B3. 5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP03/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan persyaratan teknis pengolahan limbah B3. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
51
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP04/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan tata cara persyaratan penimbunan hasil pengolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan, dan lokasi bekas penimbunan limbah B3. 7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.14 tahun 2013 Keputusan ini menggantikan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan
No.
KEP-05/BAPEDAL/09/1995
yang juga
menetapkan mengenai simbol dan label limbah B3. 8. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP68/BAPEDAL/05/1994 Keputusan ini menetapkan tata cara memperoleh izin penyimpanan, pengumpulan,
pengoperasian
alat
pengolahan,
pengolahan,
dan
penimbunan akhir limbah B3. 9. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP02/BAPEDAL/01/1998 Keputusan ini menetapkan tata laksana pengawasan pengelolaan limbah B3 di daerah. 10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP255/BAPEDAL/08/1996 Keputusan ini menetapkan tata cara dan persyaratan penimpanan dan pengumpulan minhyak pelumas bekas.
4.3. Identifikasi dan Klasifikasi Limbah B3 Penentuan apakah suatu limbah termasuk ke dalam kategori limbah B3 dilakukan melalui serangkaian pengujian yang berdasarkan dua parameter, sumber dan sifat. Dalam PP 85/1999 dinyatakan bahwa limbah B3 dapat diidentifikasi menurut
sumber
dan/atau
uji
karakteristik
dan/atau
uji
toksikologi.
Mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
52
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Langkah 1 : mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana Lampiran I PP 85/1999, dan apabila cocok dengan daftar jenis limbah tersebut, maka limbah tersebut termasuk limbah B3. Langkah 2 : apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3 tersebut, maka diperiksa apakah limbah memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Langkah 3 : apabila kedua tahapan tersebut sudah dilakukan dan tidak memenuhi ketentuan limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi. Keterangan tambahan: daftar limbah dengan kode limbah D220 (Eksplorasi dan Produksi Minyak, Gas dan Panas Bumi), D221 (Kilang Minyak dan Gas Bumi), D222 (Pertambangan), dan D223 (PLTU yang Menggunakan Bahan Bakar Batu Bara) dapat dinyatakan limbah setelah dilakukan uji karakteristik dan atau uji toksikologi. Langkah 1 identifikasi limbah sebagai limbah B3 dimulai dengan mengidentifikasi limbah berdasarkan sumbernya. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi: 1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik Sumber tidak spesifik adalah sumber limbah yang menghasilkan limbah yang pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan. Terdapat 43 jenis limbah yang termasuk kelompok ini. 2. Limbah B3 dari sumber spesifik Sumber spesifik adalah limbah sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Sumber limbah ini terbagi dalam 51 jenis kegiatan yang termasuk kelompok penghasil limbah B3, salah satunya adalah kegiatan pertambangan. 3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
53
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Selain yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan, kelompok limbah jenis ini juga merupakan kelompok limbah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi. Terdapat 178 jenis bahan kimia yang termasuk kelompok limbah B3 ini. Jika suatu limbah tidak termasuk ke dalam ketiga jenis limbah B3 menurut sumbernya seperti di atas, maka identifikasi dilanjutkan dengan melakukan Langkah 2, yaitu uji karakteristik limbah B3. Limbah dinyatakan sebagai limbah B3 apabila setelah pengujian memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik limbah B3 adalah sebagai berikut: 1. Limbah mudah meledak. Pada suhu dan tekanan standar (25°C, 760 mmHg) dapat meledak, atau melalui reaksi kimia atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. 2. Limbah mudah terbakar. Merupakan limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat:
Berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume, dan/atau pada titik nyala ≤ 60°C (140°F), akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmHg.
Bukan berupa cairan yang pada temperatur dan tekanan standar dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus.
Merupakan limbah yang bertekanan mudah terbakar.
Merupakan limbah pengoksidasi.
3. Limbah yang reaktif pada air. Merupakan limbah yang memiliki beberapa sifat, antara lain:
Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa proses peledakan
Limbah yang bereaksi hebat dengan air
Limbah yang bila bercampur dengan air maupun uap air akan menimbulkan ledakan/menghasilkan gas, uap, atau asap beracun
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
54
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan
Limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang pada pH antara 2–12,5 dapat menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang akan membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan
Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi
4. Limbah yang beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia dan lingkungan sehingga dapat mengakibatkan kematian atau sakit yang serius apabila terpapar. Indikator untuk limbah bersifat racun pada umumnya adalah uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure atau uji TCLP. 5. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang dapat meyebabkan iritasi pada kulit, proses perkaratan pada lempeng baja standar dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55°C, atau yang memiliki pH ≤ 2 untuk limbah yang bersifat asam dan pH ≥ 12,5 untuk limbah yang bersifat basa. 6. Limbah yang menyebabkan infeksi merupakan limbah yang mengandung bakteri pathogen sehingga memiliki potensi untuk menularkan penyakit dari satu individu ke individu lain, umumnya terdiri dari limbah kegiatan medis. Sifat-sifatnya adalah:
Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55°C.
Mempunyai pH ≤ 2 untuk B3 bersifat asam, dan/atau pH ≥ 12,5 untuk B3 bersifat basa.
Apabila kedua langkah identifikasi limbah sudah dilakukan namun limbah masih tidak memenuhi ketentuan limbah B3, maka dilakukan Langkah 3 yaitu uji toksikologi/toksisitas. Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan/atau Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
55
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
kronis. Di Indonesia, bila batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Terdapat dua tahapan dalam uji toksisitas, yaitu: Uji toksisitas untuk menentukan sifat akut limbah Uji ini dilakukan terhadap hewan uji untuk mengukur hubungan antara dosis limbah yang dikenakan terhadap hewan uji dengan respon berupa kematian hewan uji, sehingga diperoleh nilai LD50. Baku mutu yang digunakan untuk uji ini adalah apabila nilai dari LD50 > 20 mg/kg berat hewan uji maka perlu dilakukan evaluasi sifat kronis. Uji toksisitas untuk menentukan sifat kronis dari limbah Sifat kronis dari limbah B3 (toksik, mutagenik, karsinogenik) ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat dalam limbah dengan metodologi tertentu. Setelah rangkaian pengujian tersebut di atas selesai dilakukan, maka identifikasi karakteristik limbah sudah diketahui dan pengelolaan limbah secara aman dapat diterapkan.
4.4. Karakteristik Limbah B3 Limbah yang berbahaya juga dapat dilihat dari karakteristik dan toksikologinya. Karakteristik limbah B3 di Indonesia dicantumkan dalam PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, di Uni Eropa dicantumkan dalam European Waste Framework Directive (2008/98/EC), dan di Amerika Serikat dicantumkan oleh USEPA. Daftar karakteristik limbah B3 di masing-masing negara ditunjukkan dalam Tabel 4.1. berikut.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
56
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Tabel 4.1 Karakteristik Limbah B3 menurut Peraturan di Indonesia, Eropa, dan Amerika No.
PP No. 18 jo PP 85 th. 1999
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Mudah meledak Mudah terbakar Reaktif Beracun Infeksius Korosif
Karakteristik limbah B3 European Waste Framework Directive (2008/98/EC)
USEPA
Mudah meledak Beracun Pengoksidasi Korosif Sangat mudah terbakar Mudah menyala Mudah terbakar Reaktif Iritan Berbahaya Beracun Karsinogenik Infeksius Beracun untuk sistem reproduksi Mutagenik Limbah yang melepaskan gas beracun Sensitisasi Ekotoksik (Sumber: PP No. 18 jo PP 85 th. 1999, European Waste Framework Directive (2008/98/EC), RCRA)
Di Indonesia, definisi dari karakteristik limbah yaitu sebagai berikut: a. Mudah Meledak Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (250OC, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dapat dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. b. Mudah Terbakar Limbah mudah terbakar: termasuk limbah bertekanan yang mudah terbakar, limbah pengoksidasi, limbah cair yang mengandung alkohol 24% volume, dan atau pada titik nyala ≤ 60°F akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya. Sedangkan yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
57
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus. c. Reaktif Limbah yang reaktif pada air adalah limbah yang memiliki beberapa sifat, antara lain: • pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa proses peledakan • limbah yang bereaksi hebat dengan air • limbah yang bila bercampur dengan air maupun uap air akan menimbulkan ledakan/menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan • limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang pada pH antara 2 – 12,5 dapat menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang akan membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan • limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi d. Beracun Limbah yang beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat
racun
bagi
manusia
dan
lingkungan
sehingga
dapat
mengakibatkan kematian atau sakit yang serius apabila terpapar. Indikator untuk limbah bersifat racun pada umumnya adalah uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure atau uji TCLP yang merupakan batas aman yang dikembangkan oleh USEPA, yang merupakan simulasi terburuk kondisi landfill, yang menyebabkan terjadinya pencemaran pada air tanah, yang airnya digunakan secara rutin. Simulasi transportasi pencemar ini, menghasilkan batas aman yang memperhitungkan probabilitas terjadinya toksisitas kronik non-kanker maupun kanker. Namun, dalam versi Indonesia, bila ambang batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
58
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
e. Menyebabkan Infeksi Limbah yang menyebabkan infeksi merupakan limbah yang mengandung bakteri pathogen sehingga memiliki potensi untuk menularkan penyakit dari satu individu ke individu lain, umumnya terdiri dari limbah kegiatan medis. Limbah yang menyebabkan infeksi yaitu bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah darilaboratoriumatau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera, yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat lain di sekitar lokasi pembuangan limbah. f. Korosif Limbah bersifat korosif adalah limbah yang dapat meyebabkan iritasi pada kulit, proses perkaratan pada lempeng baja standar dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55°C, atau yang memiliki pH ≤ 2 untuk limbah yang bersifat asam dan pH ≥ 12,5 untuk limbah yang bersifat basa g. Limbah B3 Campuran Materi limbah kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja terjadi pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya. Pencampuran bahan berbahaya dapat menyebabkan: Timbulnya bahan toksik Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan, Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan mudah terbakar di sekitarnya.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
59
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
4.5. Prinsip Pengelolaan Limbah B3 Pengertian pengelolaan limbah B3 sesuai dengan pasal 1 PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah, dan penimbunan limbah B3. Adanya kewajiban bagi setiap produsen limbah untuk mengelola limbahnya memiliki tujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Rangkaian pengelolaan limbah B3 tersebut merupakan mata rantai yang berurutan. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan. Oleh karena itu, PP tersebut juga mengatur masalah perizinan bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional tersebut. Badan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini tertuang dalam PP tersebut bahwa setiap badan usaha yang melakukan kegiatan: Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. Pengangkut limbah B3 wajib memiliki izin pengangkutan dari menteri perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. Pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin pemanfaatan dari instansi yang berwenang memberikan izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. Masih berdasarkan PP yang sama dituliskan bahwa penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan tentang:
Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3.
Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3.
Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
60
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan tersebut sekurangkurangnya sekali dalam enam bulan kepada instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada instansi yang terkait dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Catatan tersebut dipergunakan untuk :
Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan.
Sebagai bahan evaluasi dalam rangka penetapan kebijaksanaan dalam pengelolaan limbah B3.
4.5.1. Konsep 3R Pengelolaan Limbah B3 Penanganan limbah B3 yang mengacu pada PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 mengarah ke pengelolaan limbah B3 yang berdasar pada konsep cleaner production. Konsep reduksi limbah di sumber ini ditegaskan pada pasal 9 yang berisi tentang kewajiban reduksi mulai dari bahan baku maupun limbah yang akan timbul, dan melakukan pengolahan atau penimbunan bagi limbah yang ditimbulkannya. Apabila kegiatan reduksi yang telah dilaksanakan masih menghasilkan limbah, maka sebisa mungkin limbah tersebut dimanfaatkan kembali, baik dilakukan oleh perusahaan itu sendiri maupun memanfaatkan jasa dari perusahaan lain. Pengelolaan limbah B3 yang bertujuan untuk menjaga lingkungan hidup dari pencemaran menganut beberapa prinsip yang diitegrasikan dengan metode penanganan di lapangan, mencakup pengelolaan di sumber sampai ke pengolah limbah. Prinsip – prinsip tersebut adalah: a. Minimasi limbah B3 Prinsip ini merupakan upaya untuk mereduksi kuantitas limbah yang dihasilkan oleh sebuah badan/lembaga/industri, minimasi limbah B3 ini meliputi:
Reuse: penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia dan/atau fisika dan/atau biologi dan/atau termal.
Recycle: mendaur ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia dan/atau fisika dan/atau biologi dan/atau secara
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
61
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda.
Recovery: perolehan kembali komponen–komponen yang bermanfaat dengan proses kimia dan/atau fisika dan/atau biologi dan/atau secara termal.
Substitusi bahan baku dengan limbah B3 yang masih memenuhi karakteristik sebagai bahan pengganti.
b.
Pengelolaan
secara
terpadu
(produksi,
penyimpanan,
penggunaan,
pengangkutan, pengedaran, dan pembuangan). c. Berpegang pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup manusia. d. Cradle to grave (Gunadarma, 1997)
Jalan yang dapat ditempuh dalam mereduksi limbah yang akan timbul antara lain adalah meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyimpanan bahan baku, substitusi bahan baku dengan yang tidak mengandung potensi bahaya, modifikasi proses agar tidak menghasilkan buangan yang berbahaya, dan upaya–upaya reduksi lainnya yang ditentukan oleh pihak instansi yang berwenang. Di Amerika Serikat sempat akan diadakan pemberian pajak tambahan kepada industri yang menghasilkan limbah B3, akan tetapi tindakan pemberian pajak ini dapat menimbulkan kecenderungan industri tersebut untuk melakukan pembuangan limbah B3 secara illegal (Sigman, 2003).
4.5.2. Mekanisme Cradle To Grave Seperti yang dipaparkan dalam PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, penanganan limbah B3 merupakan serangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan termasuk penimbunan hasil dari pengolahan limbah B3 tersebut. Dalam rangkaian kegiatan di atas, setiap mata rantai yang terlibat dalam kegiatan di atas tentu memerlukan pengawasan dan pengaturan dari badan yang berwenang, terutama masalah perizinan bagi yang akan terlibat dalam bisnis kegiatan operasional terkait pengelolaan limbah B3 ini. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
62
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Badan yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia sampai saat ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. Perjalanan limbah dari mata rantai awal sampai yang terakhir dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Sistem ini dapat menunjukkan berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. Dokumen ini, yang dikenal pula dengan nama shipping papers dengan format yang telah dibakukan dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 02/Bapedal/09/1995, antara lain terdiri dari: a) Bagian I (diisi oleh penghasil atau pengumpul limbah B3)
Nama dan alamat penghasil limbah atau pengumpul yang menyerahkan limbah
Nomor identifikasi (UN/NA)
Kelompok kemasan
Kuantitas
Kelas bahaya dari limbah tersebut
Tanggal penyerahan limbah
Tanda tangan pejabat penghasil atau pengumpul, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbahnya telah sesuai dengan keterangan yang ditulis serta telah dikemas sesuai peraturan yang berlaku.
b) Bagian II (diisi oleh pengangkut limbah)
Nama dan alamat pengangkut limbah B3
Tanggal pengangkutan limbah B3
Tanda tangan pejabat pengangkut limbah B3
c) Bagian III (diisi oleh pengolah/pengumpul limbah B3)
Nama dan alamat pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah B3
Tanda tangan pejabat pengolah, pengumpul, atau pemanfaat, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbah yang diterima sesuai dengan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
63
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
keterangan dari penghasil yang akan diproses sesuai peraturan yang berlaku d) Apabila limbah yang diterima ternyata tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat, maka limbah tersebut dikembalikan lagi kepada produsen dengan keterangan:
Jenis limbah B3 dan jumlah
Alasan penolakan
Tanda tangan pejabat pengolah atau pemanfaat dan tanggal pengembalian.
Dokumen ini dibuat dalam rangkap 7 dengan pengangkutan yang terjadi hanya 1 kali. Apabila terdapat lebih dari 1 kali pengangkutan (antar moda), maka dibutuhkan rangkap yang lebih banyak tergantung dari jumlah pergantian moda transportasi. Dokumen atau manifest ini merupakan sarana pengawasan yang diadaptasi dari konsep cradle to grave dari Amerika Serikat.
Skema rantai perjalanan limbah beserta manifestnya dapat dilihat pada Gambar 4.3. di bawah ini.
Gambar 4.3. Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 dan Manifestasinya (Sumber: Damanhuri, 1994)
Badan yang berwenang untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 dari perusahaan (Kementerian Lingkungan Hidup) memiliki hak untuk memasuki area lokasi kegiatan, mengambil contoh limbah B3 untuk dianalisis di laboratorium, Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
64
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
meminta keterangan tentang pelaksanaan pengelolaan limbah, dan melakukan pemotretan untuk kelengkapan pengawasan tersebut. Bentuk pengawasan itu sendiri meliputi pemantauan penaatan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh pihak yang mengelola limbah B3 tersebut. Sedangkan pihak pengelola yang terkait pun harus membantu sepenuhnya aktivitas pengawasan yang dilakukan di daerah tanggung jawabnya. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kedua PP itu adalah kesehatan dan keselamatan pekerja yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan ini serta tanggung jawab pengelola bila terjadi kecelakaan serta pencemaran. Salah satu kewajiban pihak pengelola adalah mengadakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerjanya yang bekerja atau mengalami kontak dengan B3 maupun limbahnya. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi sedini mungkin apabila terjadi kontaminasi oleh bahan berbahaya. Apabila pihak pengelola tidak mampu melakukan penanggulangan kepada pekerja yang mengalami kontaminasi, maka instansi yang bertanggung jawab akan melakukan upaya penanggulangan dengan biaya penanggulangan yang dibebankan kepada pihak pengelola.
4.6. Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia Di Indonesia sendiri penanganan limbah B3 yang mencakup pengemasan, pelabelan dan simbol, penyimpanan, maupun pengangkutan ini didasarkan pada:
Kep–68/Bapedal/05/1994; tentang tata cara memperoleh izin pengelolaan B3
Kep-01/Bapedal/09/1995; tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah B3
Kep–02/Bapedal/09/1995; tentang dokumen limbah B3
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Kep–225/Bapedal/08/1996; tentang tata cara dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
65
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
4.6.1. Pengemasan Limbah B3 Ketentuan tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3 di Indonesia mengacu kepada Kep–01/Bapedal/09/1995. Alat pengemas yang umum digunakan adalah drum baja, kotak kayu, drum fiber, botol gelas dan sebagainya. Keterangan alat pengemas ini perlu dicantumkan dalam surat pengangkutan. Kriteria dari proses pengemasan yang baik adalah tidak adanya kebocoran (material berbahaya yang keluar dari kemasan), keefektifan dari material tidak berkurang selama masa penyimpanan, dan terisolasi dari kemungkingan tercampur dengan gas atau uap. Bentuk, ukuran, serta bahan kemasan yang digunakan untuk mewadahi limbah B3 yang dihasilkan atau dikumpulkan harus disesuaikan dengan karakteristik dari limbah B3 tersebut, dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan kemudahan untuk menanganinya. Maka dari itu setiap produsen atau pengumpul limbah B3 harus mengetahui dengan pasti karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan atau dikumpulkannya. Pengisian limbah dalam satu kemasan harus mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh
pemuaian,
pembentukan
gas,
dan
kenaikan
tekanan
selama
penyimpanan. Limbah yang akan disimpan dalam satu kemasan adalah limbah dari jenis yang sama. Bila akan dicampur dengan jenis lain harus dengan yang memiliki karakteristik yang sama atau saling cocok. Apabila bekas kemasan akan digunakan untuk mewadahi limbah lain yang memiliki karakteristik berbeda maka bekas kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu dan diletakkan di tempat penyimpanan B3 sampai akan digunakan kembali. Sesuai Gambar 4.4., kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah B3 yang berbentuk drum atau tong umumnya memiliki ukuran 50 liter, 100 liter, dan 200 liter. Sedangkan yang berbentuk bak kontainer berpenutup memiliki kapasitas 2 m³, 4 m3, dan 8 m3. Kemasan yang telah terisi penuh harus diberi simbol dan label berkaitan dengan material yang diwadahinya. Kemasan ini harus selalu tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan pengisian kembali atau pengambilan limbah. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316, atau
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
66
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
Gambar 4.4. Kemasan Limbah B3 Cair (A) dan Sludge atau Padat (B) (Sumber: Damanhuri, 1994)
Pemeriksaan wadah atau kemasan yang digunakan setidaknya dilakukan 1 minggu sekali. Pemeriksaan ini dilakukan antara lain untuk mendeteksi secara dini potensi kebocoran dari gangguan pada bahan kemasan, memonitor peralatan pengendali luapan/tumpahan, dan memonitor areal di sekitar wadah untuk mendeteksi kebocoran. Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. Untuk mencegah terjadinya kebocoran material yang diwadahi, maka tangki atau kemasan limbah B3 ini wajib dilengkapi dengan penampung sekunder seperti tanggul atau pelapisan ganda pada dinding tangki. Selain akibat kebocoran, penampung sekunder ini harus dapat menanggulangi cairan–cairan yang berasal dari ceceran atau presipitasi.
4.6.2. Pelabelan Limbah B3 Setiap kemasan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3, maka dari itu dibutuhkan standar bagi pelabelan dan simbol agar dapat dimengerti secara luas oleh pihak–pihak yang terkait dengan pengelolaannya. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
67
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Penerapan pelabelan yang diterapkan di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Bapedal No. 05/Bapedal/09/1995. Penandaan limbah B3 dimaksudkan untuk memberikan identitas limbah B3 sehingga dapat dikenali. Melalui penandaan dapat diketahui informasi dasar tentang jenis dan karakteristik limbah B3 bagi: − Pelaksana pengelolaan limbah B3 − Pengawas pengelolaan limbah B3 − Setiap orang atau masyarakat di sekitarnya Penandaan terhadap limbah B3 juga penting untuk penelusuran dan penentuan pengelolaan limbah B3. Tanda yang digunakan ada 2 jenis yaitu simbol limbah B3 dan label limbah B3. Simbol Limbah B3 Simbol limbah B3 berbentuk bujur sangkar diputar 45° sehingga membentuk belah ketupat (Gambar 4.5.). Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol limbah B3. Pada bagian bawah simbol limbah B3 terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam. Panjang garis pada bagian sudut terlancip adalah 1/3 dari garis vertikal simbol limbah B3 dengan lebar ½ dari panjang garis horizontal belah ketupat. Simbol limbah B3 yang dipasang pada kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling rendah 25 cm x 25 cm, sebanding dengan ukuran boks pengangkut yang ditandai sehingga tulisan pada simbol limbah B3 dapat terlihat jelas dari jarak 20 m. Simbol limbah B3 harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan/atau bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya, misalnya bahan plastik, kertas, atau plat logam dan harus melekat kuat pada kemasan. Warna Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
68
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
simbol limbah B3 untuk dipasang pada kendaraan pengangkut limbah B3 harus dengan cat yang dapat berpendar (flourenscence).
Gambar 4.5. Bentuk Dasar Simbol Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
Setiap simbol limbah B3 adalah satu gambar tertentu untuk menandakan karakteristik limbah B3 dalam suatu pengemasan, penyimpanan, pengumpulan atau pengangkutan. Terdapat 9 jenis simbol limbah B3 untuk penandaan karakteristik limbah B3 yaitu: 1. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 mudah meledak Warna dasar bahan jingga atau oranye memuat gambar berupa suatu materi limbah yang berwarna hitam terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan MUDAH MELEDAK berwarna hitam yang diapit oleh 2 garis sejajar berwarna hitam sehingga membentuk 2 bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam belah ketupat. Terdapat pula blok segilima berwarna merah (Gambar 4.6.).
Gambar 4.6. Simbol Limbah B3 Mudah Meledak (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
69
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 mudah menyala Terdapat 2 macam simbol limbah B3 untuk limbah B3 mudah menyala, yaitu simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa cairan mudah menyala dan simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa padatan mudah menyala. - Simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa cairan mudah menyala Bahan dasar berwarna merah, memuat gambar berupa lidah api berwarna putih yang menyala pada suatu permukaan berwarna putih terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan CAIRAN dan di bawahnya terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna putih serta blok segilima berwarna putih (Gambar 4.7.).
Gambar 4.7. Simbol Limbah B3 Berupa Cairan Mudah Menyala (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
- Simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa padatan mudah menyala Dasar simbol limbah B3 terdiri dari warna merah dan putih yang berjajar vertikal berselingan, memuat gambar berupa lidah api berwarna hitam yang menyala pada suatu bidang berwarna hitam. Pada bagian tengah terdapat tulisan PADATAN dan di bawahnya terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna hitam. Terdapat pula blok segilima berwarna kebalikan dari warna dasar simbol limbah B3 (Gambar 4.8.).
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
70
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 4.8. Simbol Limbah B3 Berupa Padatan Mudah Menyala (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
3. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 reaktif Bahan dasar berwarna kuning, memuat gambar berupa lingkaran hitam dengan asap berwarna hitam mengarah ke atas yang terletak pada suatu permukaan garis berwarna hitam. Di sebelah bawah gambar terdapat tulisan REAKTIF berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.9.).
Gambar 4.9. Simbol Limbah B3 Reaktif (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
4. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 beracun Bahan dasar berwarna putih memuat gambar berupa tengkorak manusia dengan tulang bersilang berwarna putih dengan garis tepi berwarna hitam. Pada sebelah bawah gambar simbol terdapat tulisan BERACUN berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.10.).
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
71
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 4.10. Simbol Limbah B3 Beracun (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
5. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 korosif Belah ketupat terbagi pada garis horizontal menjadi 2 bidang segitiga. Pada bagian atas yang berwarna putih terdapat 2 gambar, yaitu di sebelah kiri adalah gambar tetesan limbah korosif yang merusak pelat bahan berwarna hitam, dan di sebelah kanan adalah gambar telapak tangan kanan yang terkena tetesan limbah B3 korosif. Pada bagian bawah, bidang segitiga berwarna hitam, terdapat tulisan KOROSIF berwarna putih, serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.11.).
Gambar 4.11. Simbol Limbah B3 Korosif (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
6. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 infeksius Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam, memuat gambar infeksius berwarna hitam terletak di sebelah bawah sudut atas garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan INFEKSIUS berwarna hitam dan di bawahnya terdapat blok segilima berwarna merah (Gambar 4.12.). Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
72
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 4.12. Simbol Limbah B3 Infeksius (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
7. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 berbahaya terhadap perairan Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam, gambar ikan berwarna putih, dan gambar tumpahan limbah B3 berwarna hitam yang terletak di sebelah garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah bawah terdapat tulisan BERBAHAYA
TERHADAP
dan
di
bawahnya
terdapat
tulisan
LINGKUNGAN berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.13.).
Gambar 4.13. Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) Label limbah B3 Label limbah B3 merupakan penandaan pelengkap untuk memberikan informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu limbah B3 yang dikemas. Terdapat 3 jenis label limbah B3 yang berkaitan dengan sistem pengemasan limbah B3 yaitu: 1. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 Label limbah B3 berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul limbah B3, identitas limbah B3, serta kuantifikasi limbah B3 dalam Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
73
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
kemasan limbah B3. Label berukuran paling rendah 15 cm x 20 cm, dengan warna dasar kuning serta garis tepi berwarna hitam, dan tulisan identitas berwarna hitam serta tulisan PERINGATAN! dengan huruf yang lebih besar berwarna merah (Gambar 4.14.).
Gambar 4.14. Label Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
Label limbah B3 diisi dengan huruf cetak yang jelas terbaca dan tidak mudah terhapus serta dipasang pada setiap kemasan limbah B3 dan di tempat penyimpanan. Pada label limbah B3 wajib dicantumkan: -
Penghasil, nama perusahaan yang menghasilkan limbah B3 dalam kemasan
-
Alamat, alamat jelas perusahaan di atas, termasuk kode wilayah
-
Telepon, nomor telepon penghasil, termasuk kode area
-
Fax, nomor faksimile penghasil, termasuk kode area
-
Nomor penghasil, nomor yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup kepada penghasil ketika melaporkan
-
Tanggal pengemasan, data tanggal saat pengemasan dilakukan
-
Jenis limbah, keterangan limbah berkaitan dengan fasa atau kelompok jenisnya (cair, padat, sludge anorganik, atau organik, dll)
-
Kode limbah, kode limbah yang dikemas, didasarkan pada daftar limbah B3 dalam lampiran I PP 85 tahun 1999
-
Jumlah limbah, jumlah total kuantitas limbah dalam kemasan (ton, kg atau m3)
-
Sifat limbah, karakteristik limbah B3 yang dikemas (sesuai simbol limbah B3 yang dipasang)
-
Nomor, nomor urut pengemasan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
74
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong Bentuk dasar label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong sama dengan bentuk dasar simbol limbah B3. Label limbah B3 yang dipasang pada wadah dan/atau kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm dan pada bagian tengah terdapat tulisan KOSONG berwarna hitam di tengahnya (Gambar 4.15.).
Gambar 4.15. Label Limbah B3 Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 Kosong (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
3. Label limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan Label berukuran paling rendah 7 cm x 15 cm dengan warna dasar putih dan terdapat gambar yang terdiri dari 2 buah anak panah mengarah ke atas yang berdiri sejajar di atas blok hitam terdapat dalam frame hitam (Gambar 4.16.). Label terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak karena goresan atau akibat terkena limbah dan bahan kimia lainnya.
Gambar 4.16. Label Limbah B3 Penandaan Posisi Tutup Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
75
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Pelekatan simbol limbah B3 dan label limbah B3 memiliki ketentuan sendiri, yaitu: 1. Simbol limbah B3 a. Simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 Simbol limbah B3 yang dilekatkan pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Jenis simbol limbah B3 yang dilekatkan harus sesuai dengan karakteristik limbah yang di wadah dan/atau dikemasnya, apalagi limbah B3 di dalam wadah dan/atau kemasan: - Memiliki 1 karakteristik, maka wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang dikemas - Memiliki
lebih
dari
1
karakteristik,
wadah
dan/atau
kemasannya wajib dilekati dengan simbol limbah B3 dengan ,asing-masing karakteristik yang dominan. Karakteristik dominan adalah karakteristik yang terlebih dahulu harus ditangani dalam keadaan darurat seperti kecelakaan - Tidak memiliki karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, beracun, infeksius atau korosif, pada wadah dan/atau kemasan, tempat penyimpanan, atau alat angkut limbah B3 harus dilekati dengan simbol limbah B3 berbahaya terhadap lingkungan 2) Dilekatkan pada sisi-sisi wadah dan/atau kemasan yang tidak terhalang oleh wadah dan/atau keamsan lain dan mudah dilihat 3) Simbol limbah B3 tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3 lain sebelum wadah dan/atau kemasan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa limbah B3 b. Simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah B3 Simbol limbah B3 yang dilekati pada kendaraan pengangkut limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
76
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
1) Simbol limbah B3 yang dilekati harus 1 macam simbol limbah B3 yang sesuai dengan karakteristik limbah yang diangkutnya, apabila alat angkut limbah B3 mengangkut: - Limbah B3 yang memiliki lebih dari 1 karakteristik; dan/atau - Beberapa limbah B3 dengan karakteristik lebih dari 1 Simbol limbah B3 yang dilekati merupakan simbol limbah b3 dengan karakteristik yang paling dominan atau simbol limbah B3 dengan ,asing-masing karakteristik yang dominan 2) Dilekati di setiap sisi boks pengangkut dan di bagian muka kendaraan serta harus dapat terlihat jelas dari jarak paling rendah 30 m 3) Simbol limbah B3 tidak boleh dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3 lain sebelum muatan limbah B3 dikeluarkan dan kendaraan yang digunakan dibersihkan dari sisa limbah B3 yang tertinggal c. Simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 Gudang tempat penyimpanan limbah B3 harus dilekati dengan simbol limbah B3 dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) Jenis simbol limbah B3 yang dilekati harus sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan, apabila limbah B3 yang disimpan: - Memiliki 1 karakteristik, tempat penyimpanan wajib dilekati dengan simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan - Memiliki lebih dari 1 karakteristik, tempat penyimpanan wajib dilekati dengan simbol limbah B3 dengan karakteristik yang paling dominan 2) Simbol
limbah
B3
dilekati
pada
setiap
pintu
tempat
penyimpanan limbah B3 dan bagian luar dinding yang tidak terhalang 3) Selama tempat penyimpanan masih difungsikan, simbol limbah B3 tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
77
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
limbah B3 lain, kecuali jika akan digunakan untuk penyimpanan limbah B3 dengan karakteristik yang berlainan Pada Gambar 4.17. ditunjukkan contoh pelekatan simbol limbah B3 pada tempat penyimpanan dengan 2 karakteristik dominan (predominan).
Gambar 4.17. Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 pada Tempat Penyimpanan dengan 2 Karakteristik Dominan (Predominan) (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
2. Label limbah B3 a. Label limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 Label limbah B3 dilekati di sebelah atas simbol limbah B3 dan/atau kemasan dan harus terlihat dengan jelas. Label limbah B3 ini juga harus dipasang pada kemasan yang akan dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar. Apabila limbah B3 yang disimpan pada wadah dan/atau kemasan: 1) Memiliki 1 karakteristik, maka wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan label limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang dikemas 2) Memiliki 1 karakteristik, maka wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan label limbah B3 yang menunjukkan karakteristik keseluruhan limbah B3 b. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong Wadah dan/atau kemasan yang telah dibersihkan dari limbah B3 dan/atau akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 harus diberi label limbah B3 wadah dan/atau kemasan kosong Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
78
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
c. Label limbah B3 penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan Label limbah B3 dilekati dekat tutup wadah dan/atau kemasan dengan arah panah menunjukkan posisi penutup wadah dan/atau kemasan. Label limbah B3 harus terpasang kuat pada setiap wadah dan/atau kemasan limbah B3, baik yang telah diisi limbah B3 maupun wadah dan/atau kemasan yang akan digunakan untuk mengemas limbah B3. Pada Gambar 4.18. diberikan contoh pelekatan simbol limbah B3 dan label limbah B3.
Gambar 4.18. Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 dan Label Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
Keterangan: (a) Drum 200 liter yang berisi limbah B3 dengan 1 karakteristik (b) Drum 200 liter yang berisi limbah B3 dengan 2 karakteristik dominan (predominan) (c) Drum 200 liter kosong setelah limbah B3-nya dikosongkan
Pelekatan simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan, tempat penyimpanan limbah B3 dan alat angkut limbah B3 dilakukan sesuai dengan tabel berikut:
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
79
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Tabel 4.2. Peletakan Simbol Limbah B3
(Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)
1. Pelekatan simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan a. Keadaan 1, korosif b. Keadaan 2, reaktif c. Keadaan 3, mudah menyala dan reaktif d. Keadaan 4 1) Korosif limbah A 2) Reaktif limbah B Catatan: wadah dan/atau kemasan harus terpisah antara limbah A dan limbah B e. Keadaan 5 1) Korosif limbah A 2) Mudah menyala dan reaktif limbah C Catatan: wadah dan/atau kemasan harus terpisah antara limbah A dan limbah C f. Keadaan 6 1) Korosif limbah A 2) Reaktif limbah B 3) Mudah menyala dan reaktif limbah C Catatan: wadah dan/atau kemasan harus terpisah antara limbah A, limbah B dan limbah C Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
80
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2. Pelekatan simbol limbah B3 pada tempat penyimpanan a. Keadaan 1, korosif, jika hanya menyimpan limbah B3 dengan karakteristik korosif b. Keadaan 2, reaktif, jika hanya menyimpan limbah B3 dengan karakteristik reaktif c. Keadaan 3, mudah menyala dan reaktif, jika hanya menyimpan limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif d. Keadaan 4 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan reaktif 3) Korosif dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya e. Keadaan 5 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
81
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
4) Hindari penyimpanan limbah B3 pada satu tempat penyimpanan limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan f. Keadaan 6 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan 4) Hindari penyimpanan limbah B3 pada satu tempat penyimpanan limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan 3. Pelekatan simbol limbah B3 pada alat angkut a. Keadaan 1, korosif, jika hanya mengangkut limbah B3 dengan karakter korosif b. Keadaan 2, reaktif, jika hanya mengangkut limbah B3 dengan karakteristik reaktif c. Keadaan 3, mudah menyala dan reaktif, jika hanya mengangkut limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif d. Keadaan 4 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan reaktif Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
82
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
3) Korosif dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, pengangkutan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya e. Keadaan 5 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, pengangkutan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan 4) Hindari pengangkutan limbah B3 pada satu alat angkut limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan f. Keadaan 6 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
83
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan 4) Hindari penyimpanan limbah B3 pada satu tempat penyimpanan limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan 4.6.3. Penyimpanan Limbah B3 Kegiatan penyimpanan limbah B3 wajib memiliki izin operasi, yaitu izin penyimpanan limbah B3, dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya, menurut PP 18/1999, paling lama 90 (sembilan puluh) hari sebelum menyerahkannya kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3. Bila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) kilogram per hari, penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya lebih dari 90 (sembilan puluh) hari sebelum diserahkan kepada pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3, dengan persetujuan instansi yang bertanggung jawab. Sesuai dengan Kep – 01/Bapedal/09/1995, penyimpanan B3 maupun limbahnya dilakukan dengan sistem blok, di mana masing – masing blok terdiri dari 2 x 2 kemasan. Lebar antar blok minimal 60 cm untuk memudahkan petugas melaluinya, sedangkan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya. Penumpukkan blok harus pula memperhatikan kestabilan kemasan. Jika kemasan berupa drum dari logam (200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 lapis dengan palet sebagai pelapis dasar peletakan drum. Jika tumpukan lebih dari 3 lapis atau apabila kemasan terbuat dari plastik maka harus dipergunakan rak. Jarak tumpukan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap atau dinding bangunan penyimpanan minimal 1 meter. Susunan kemasan yang legal dapat dilihat pada Gambar 4.19.. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
84
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Gambar 4.19. Pola Penyimpanan Kemasan Drum (Sumber: Damanhuri, 1994)
Kemasan B3 atau limbah B3 yang saling tidak cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok dan area yang sama. Pemisahan ini dilakukan sedemikian rupa agar bila terjadi kebocoran dari kemasan, maka material limbah yang satu tidak akan bercampur dengan material dari limbah lain yang saling tidak cocok. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap palet mengalasi 4 drum. Jika tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak (Gambar 4.20.). Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 meter.
Gambar 4.20. Penyimpanan Limbah B3 dengan Rak (Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995) Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
85
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.21.. Berikut ini adalah ketentuannya: 1. Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan yang menuju bak penampung. 2. Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110% dan kapasitas maksimal volume tangki. 3. Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain. 4. Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara langsung.
Gambar 4.21. Tempat Penyimpanan Limbah B3 Cair dalam Jumlah Besar (Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)
Desain gudang penyimpanan limbah B3 harus memperhatikan ventilasi agar sirkulasi udara di dalam gedung berjalan lancar. Hal ini sangat berpengaruh pada faktor keamanan pekerja yang bertugas menyimpan limbah dan memelihara gedung. Pola sirkulasi udara yang baik dapat dilihat pada Gambar 4.22..
Gambar 4.22. Pola Sirkulasi Udara dalam Tempat Penyimpanan Limbah B3 (Sumber: Damanhuri, 1994) Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
86
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Persyaratan bangunan penyimpanan kemasan limbah B3 antara lain:
Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik, and jumlah limbah B3 yang dihasilkan.
Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk mencegah terjadinya akumulasi gas.
Memasang kasa untuk mencegah masuknya binatang kecil dan burung ke dalam tempat penyimpanan.
Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan.
Memiliki sistem penangkal petir.
Pada bagian terluar tempat penyimpanan diberi penandaan sesuai dengan tata cara yang berlaku.
Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat, dan tidak retak. Selain itu, lantai harus memiliki kemiringan sekitar 1%, melandai ke arah bak penampung kebocoran. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa agar air limpasan hujan dapat mengalir menjauhi bangunan. Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1
karakteristik limbah B3, mempunyai beberapa persyaratan: Terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok. Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
87
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai. Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan kapasitas maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan. Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan, pintu darurat, alarm. Tata ruang gudang penyimpanan limbah B3 yang baik yang telah mempertimbangkan karakteristik dan fase dari limbah dapat dilihat pada Gambar 4.23. Adapun lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong harus merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir, serta jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.
Ganbar 4.23. Tata Ruang Gudang Penyimpanan Limbah B3 (Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)
4.6.4. Pengangkutan Limbah B3 Berdasarkan PP 18/1995, pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan dengan tata cara pengangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Transportasi bahan berbahaya yang bervolume besar (bulky) dapat dilakukan melalui segala Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
88
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
jenis angkutan, seperti melalui darat, kereta api, atau laut. Alat angkut yang digunakan harus sesuai dengan peraturan tentang angkutan yang ada, yaitu: perkereta-apian (UU 13/1992), angkutan darat (UU 14/1992), penerbangan (UU 15/1992), dan pelayaran (UU 21/1992). Setiap pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 dan dokumen limbah B3 kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3 yang ditunjuk oleh penghasil limbah B3. Penghasil limbah pun dapat bertindak sebagai pengangkut limbah, dengan aturan-aturan yang berlaku bagi pengangkut limbah B3. Cargo tank merupakan sarana yang biasa digunakan di darat, dan biasanya terbuat dari baja, campuran alumunium, atau dari bahan lain seperti titanium, nikel, atau stainless steel. Kapasitas yang digunakan di Amerika Serikat adalah antara 15-50 m3. Beban kendaraan biasanya dibatasi sampai 36 ton. Transportasi limbah B3 melalui jalur perairan yang terbesar adalah dengan tanker atau tank-barges. Tank-barges berkapasitas antara 1135-2270 m3, sedangkan tanker berkapasitas sampai 10 kali lebih besar. Cara ini relatif memungkinkan pengangkutan dengan kapasitas yang besar. Secara statistik, cara ini adalah yang teraman, baik dari jumlah kecelakaan maupun banyaknya limpahan. Sektor pengangkutan merupakan aktivitas yang beresiko tinggi dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan di jalan serta hal-hal lain yang tidak diinginkan. Usaha ini membutuhkan terlebih dahulu izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup. Kemungkinan kecelakaan yang mungkin terjadi di sektor transportasi ini perlu mendapat perhatian, karena dapat mencelakakan manusia atau lingkungan yang tidak terlibat langsung dengan kecelakaan. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam transportasi hendaknya mengantisipasi kemungkinan timbulnya masalah ini. Bila terjadi kecelakaan lalu lintas, maka respon aparat terkait (polisi dan pemadam kebakaran) akan tergantung pada apakah aparat tersebut terlatih untuk jenis kecelakaan jenis itu, demikian juga kegiatan penanganan korban akibat terpapar Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
89
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
dengan bahan berbahaya akan tergantung apakah paramedis terkait telah mendapat pelatihan menangani korban semacam itu. Perpindahan tangan limbah B3 dari penghasil dan/atau pengumpul dan/pemanfaat dan/atau pengolah kepada pengangkut wajib disertai dengan dokumen limbah B3 yang diisi oleh pihak penghasil.
4.6.5. Pengolahan Limbah B3 Kegiatan pengolahan limbah B3 memiliki ketentuan yang juga diatur dalam PP 18/1999. Pengolah limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3. Pengolah limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang akan diolah dan limbah B3 yang dihasilkannya paling lama 90 hari. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi dan solidifikasi, secara fisika, kimia, biologi dan/atau cara lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu: 1. Pengolahan thermal -Rotary kiln incenerators -Liquid injection incinerators -Plasma arc incinerators -Wet air oxidation -Fluidazed bed combustion 2. Pengolahan kimia - Netralisasi -Detoksifikasi -Presipitasi (Pengendapan) -Penukar ion 3. Pengolahan Fisika -Filtrasi -Flokulasi -Sedimentasi -Sentrifugasi 4. Disposal -Langsung ke landfill (penimbunan) Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
90
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
-Perlakuan pendahuluan dan kemudian ke lanfill -Pembuangan air limbah -Pembuangan ke udara
4.6.6. Pemanfaatan Limbah B3 Dalam PP 18/1999 dijelaskan bahwa pemanfaat limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. Setiap kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dan apabila limbah B3 tersebut masih dapat dimanfaatkan, maka penghasil dapat memanfaatkannya sendiri. Pemanfaatan limbah B3 meliputi perolahan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Pemanfaatan limbah B3 bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Kegiatan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin operasi, yaitu izin pemanfaatan limbah B3, dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Pemanfaat limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 sebelum dimanfaatkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Pemanfaat limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan mencakup sumber limbah B3 yang dimanfaatkan serta jenis, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang dikumpulkan, dimanfaatkan, dan produk yang dihasilkan. Badan yang memiliki kegiatan pemanfaatan sebagai kegiatan yang terintegrasi dengan kegiatan utamanya wajib membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup.
4.6.7. Konsep Dokumen Perjalanan Limbah B3 Mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 harus dapat diawasi. Perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
91
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Menurut
Keputusan
Kepala
Bepedal
No.
Kep-02/Bapedal/09/1995,
Dokumen limbah B3 adalah surat yang diberikan pada waktu penyerahan limbah B3 untuk diangkut dari lokasi kegiatan penghasil ke tempat penyimpanan di luar lokasi kegiatan, dan atau pengumpulan dan atau pengangkutan dan atau pengolahan limbah B3 dan atau pemanfaatan limbah B3 serta penimbunan hasil pengolahan. Dokumen ini akan memegang peranan penting dalam pemantauan perjalanan limbah B3 dari penghasil sampai ke pengolah limbah. Berdasarkan PP 18/1999, dokumen limbah B3 tersebut berisi ketentuan sebagai berikut:
Nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3
Tanggal penyerahan limbah B3
Nama dan alamat pengangkut limbah B3
Tujuan pengangkutan limbah B3
Jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah B3 yang diserahkan Dokumen limbah B3 dibuat dalam rangkap 7 (tujuh) apabila pengangkutan
hanya satu kali dan apabila pengangkutan lebih dari satu kali (antar moda), maka dokumen terdiri dari 11 (sebelas) rangkap dengan perincian sebagai berikut: − Lembar asli (pertama) disimpan oleh pengangkut limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengirim limbah B3 − Lembar kedua yang sudah ditandatangani oleh pengangkut limbah B3, oleh pengirim limbah B3 dikirimkan kepada instansi yang bertanggung jawab − Lembar ketiga yang sudah ditandatangani oleh pengangkut disimpan oleh pengirim limbah B3 − Lembar keempat setelah ditandatangani oleh pengirim limbah B3, oleh pengangkut diserahkan kepada penerima limbah B3 − Lembar kelima dikirimkan oleh penerima kepada instansi yang bertanggung jawab setelah ditandatangani oleh penerima limbah B3 − Lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dengan pengirim, setelah ditandatangani oleh penerima limbah B3 Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
92
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
− Lembar ketujuh setelah ditandatangani oleh penerima, oleh pengangkut dikirimkan kepada pengirim limbah B3 − Lembar kedelapan sampai dengan lembar kesebelas dikirim oleh pengangkut kepada pengirim limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan kepada pengangkut berikutnya/antar moda. Skema perjalanan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 4.24.
Gambar 4.24. Skema Perjalanan Dokumen Limbah B3 (Damanhuri, 2010)
Dokumen limbah B3 juga diatur dalam format yang telah dibakukan dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 02/Bapedal/09/1995, yang antara lain terdiri dari: Bagian yang harus diisi oleh penghasil atau pengumpul limbah B3, antara lain berisi: - Nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah - Nomor identifikasi (identification number) UN/NA - Kelompok kemasan (packing group) - Kuantitas (berat, volume, dan sebagainya) - Kelas “bahaya” dari bahan tersebut (hazard class) - Tanggal penyerahan limbah Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
93
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
- Tanda tangan pejabat penghasil atau pengumpul, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbahnya telah sesuai dengan keterangan yang ditulis serta telah dikemas sesuai peraturan yang berlaku. Apabila pengisi dokumen adalah pengumpul yang berbeda dari penghasil, maka dokumen tersebut dilengkapi dengan salinan penyerahan limbah tersebut dari penghasil limbah. Bagian yang harus diisi oleh pengangkut limbah B3, antara lain berisi: - Nama dan alamat pengangkut limbah - Tanggal pengangkutan limbah - Tanda tangan pejabat pengangkut limbah Bagian yang harus diisi oleh pengolah atau pengumpul atau pemanfaat limbah B3, antara lain berisi: - Nama dan alamat pengolah atau pengumpul atau pemanfaat limbah B3 - Tanda tangan pejabat pengolah, pengumpul, atau pemanfaat, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbah yang diterima sesuai dengan keterangan dari penghasil dan akan diproses sesuai peraturan yang berlaku. Apabila limbah yang diterima ternyata tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat, maka limbah tersebut dikembalikan lagi kepada penghasil, disertai keterangan: - Jenis limbah dan jumlahnya - Alasan penolakan - Tanda tangan pejabat pengolah atau pemanfaat dan tanggal pengembalian. Surat-surat dokumentasi pengangkutan tersebut ditempatkan di kendaraan angkut sedemikian rupa sehingga cepat didapat dan tidak tercampur dengan suratsurat lain. Penghasil limbah B3 akan menerima kembali dokumen limbah tersebut dari pengumpul atau pengolah selambat-lambatnya 120 hari sejak limbah tersebut diangkut untuk dibawa ke pengumpul atau pengolah atau pemanfaat. Nomor identifikasi mempunyai kode UN (United Nation) atau NA (North America) diikuti oleh 4 digit angka, yang secara cepat akan dapat memberikan informasi bila terjadi kecelakaan. Diharapkan, tim yang bertanggung jawab dalam menangani kecelakaan, secara cepat dapat mengidentifikasi sifat bahan berbahaya itu serta cara penanggulangannya.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
94
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
4.7.
Neraca Limbah B3 Istilah neraca limbah didefinsikan dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Menurut peraturan tersebut, neraca limbah B3 adalah data kuantitas limbah B3 dari usaha dan/atau kegiatan yang menunjukan kinerja pengelolaan limbah B3 pada satuan waktu penaatannya. Penghasil dan/atau pengumpul yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki catatan peneriman, penyimpanan, pemanfaatan dan pengolahan limbah B3 lainnya; memiliki neraca limbah B3; dan melaporkan kegiatan pemanfaatan dan neraca limbah B3 paling sedikit satu kali dalam 6 bulan kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota. Neraca limbah B3 dibuat dalam formulir dengan format yang diatur oleh pemerintah dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2008. Formulir neraca limbah B3 merupakan kinerja pengelolaan limbah B3 dalam periode penaatan tertentu. Petunjuk pengisian juga dijelaskan dalam lampiran tersebut. Bagian paling awal dari neraca limbah B3 berisikan informasi mengenai nama perusahaan, bidang usaha, dan periode waktu. Informasi yang disusun dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut: − Jenis awal limbah dan jumlahnya − Perlakuan, jumlah, jenis limbah yang dikelola, serta perizinannya. − Residu − Jumlah limbah yang belum terkelola − Total jumlah limbah yang tersisa − Kinerja pengelolaan limbah B3 selama periode skala waktu penaatan Jenis awal limbah diisi sesuai dengan jenis limbah B3 yang dihasilkan sebelum dilakukan perlakuan selama periode waktu yang ditentukan dan sisa limbah pada periode sebelumnya. Sementara itu, perlakuan limbah yang dimaksud dalam neraca limbah B3 adalah tipikal kegiatan pengelolaan limbah B3 yang meliputi antara lain penyimpanan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, penyerahan ke pihak ketiga, ekpsor, dan perlakuan lainnya.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
95
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Adapun residu adalah jumlah limbah yang terbentuk dari proses perlakuan seperti abu insinerator, bottom ash dan/atau fly ash dari pemanfaatan sludge minyak di boiler, residu dari penyimpanan dan pengumpulan oli bekas dan lainlain yang belum dikelola. Sehingga jika misalnya limbah tertentu setelah dilakukan salah satu jenis perlakuan lalu menghasilkan sisa limbah, maka sisa limbah tersebut dimasukkan sebagai residu. Untuk jumlah limbah yang belum terkelola, diisi untuk limbah yang tidak ikut dalam perlakuan dalam arti kata lain jumlah limbah yang tidak dilakukan perlakuan apapun, limbah yang disimpan telah melebihi batas waktu 90 hari, atau limbah yang dikelola tanpa disertai izin. Sementara itu, total jumlah limbah yang tersisa diisi dengan cara menjumlahkan antara jumlah residu dengan jumlah limbah yang belum dikelola. Kinerja pengelolaan limbah B3 selama periode skala waktu penaatan diisi dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
dimana : A = total jumlah awal limbah, B = total jumlah limbah yang dilakukan perlakuan (disimpan, dimanfaatkan, dikirim, dll), C = residu, D = jumlah limbah yang belum terkelola (A-B), Kinerja ini menunjukan derajat ketaatan pengelolaan limbah B3 terhadap peraturan yang ada. Jika menunjukkan angka 100% maka seutuhnya taat terhadap peraturan yang ada yang berarti seluruh limbah yang ada dalam skala waktu penaatan di atas dikelola dengan baik dan benar.
4.8. Pengelolaan Limbah B3 pada Kegiatan Pengolahan Minyak Industri minyak bumi menghasilkan sejumlah limbah selama kegiatan berlangsung. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan minyak adalah lumpur minyak, katalis bekas, tanah terkontaminasi, dll. Pembuangan yang tidak tepat dari limbah ini memiliki potensi untuk merusak tanah, sumber daya air dan
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
96
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
satwa liar. Skema dalam penanganan limbah di industri minyak dapat dilihat pada Gambar 4.25.
Gambar 4.25. Skema Penanganan Limbah untuk Usaha Eksplorasi dan Produksi (Sumber: E&P Forum 1993) Secara lebih spesifik, limbah-limbah yang dihasilkan dari industri minyak bumi dapat ditangani sebagai berikut:
1. Contaminated Soil Menurut The E&P Forum, Exploration and Production (E&P), Waste Management Guidelines tahun 1993, limbah ini dapat termasuk tanah, pasir, atau pantai bahan yang timbul akibat terkena kebocoran atau tumpahan hidrokarbon atau bahan bakar. Dampaknya akan tergantung pada jenis hidrokarbon dan lokasi tumpahan atau kebocoran. Opsi pengelolaan untuk limbah ini yaitu:
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
97
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
- Mengurangi : menghindari tumpahan dan kebocoran dengan pelaksanaan good house keeping, perbaikan dan pemeliharaan alat operasi, serta penerapan prosedur transportasi yang baik. - Daur ulang : hal
ini
dilakukan
tergantung
pada tingkat kontaminasi
tanah, pengambilan kembali cairan bebas dalam tanah dapat memungkinkan untuk dilakukan. - Pengolahan : dapat
dilakukan
landfarming,
landspreading
dan
pengomposan jika degradasi biologi pada tanah berada dalam kondisi yang baik. Selain itu, dapat pula dilakukan pengolahan dengan insinerasi. - Pembuangan: landfill dan penguburan dapat dibatasi oleh ketersediaan dan kuantitas / sifat tanah yang terkontaminasi. Teknik stabilisasi limbah mungkin perlu dilakukan sebelum pembuangan.
2. Kain terkontaminasi EPA menganjurkan untuk memisahkan kain terkontaminasi yang digunakan untuk membersihkan minyak bekas terpisah dengan kain pembersih untuk limbah cair yang lain. Jika kain pembersih hanya mengandung minyak bekas, minyak tersebut sebaiknya dipisahkan dari kain melalui pemerasan kain, dimana minyak hasil perasan tersebut dimasukan ke dalam suatu kemasan khusus. Oleh karena itu, harus dipastikan agar minyak atau bahan berbahaya lainnya yang merupakan kontaminan pada kain pembersih tidak menetes dari kain tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah kecelakaan akibat ceceran limbah bahan berbahaya. Menurut
BLR's
Special
Report, Regulation
and
Guidance
on
Solvent-Contaminated Rags, perusahaan dapat menghemat uang pengeluaran dengan menyisihkan penggunaan larutan pada proses tertentu, mengurangi jumlah larutan, dan mengurangi jumlah kain pembersih yang terkontaminasi. Menghilangkan limbah pelarut dan toksisitas kain pembersih digunakan dengan mencari cairan pembersih atau semiaqueous untuk menggantikan pelarut. Pertimbangkan untuk menggunakan pelarut pengganti ialah dengan pelarut yang tidak diklorinasi dan memiliki volatil emisi senyawa organik yang rendah, serta dilakukan konsultasi keamanan bahan informasi lembar data untuk toksisitas dan data volatilitas. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
98
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Minimasi penggunaan kain terkontaminasi yang dihasilkan dapat dilakukan antara lain dengan: - Menggunakan kain untuk kapasitas penuh penyerapnya. Kain pembersih sebagian digunakan harus disimpan secara terpisah dan diberi label untuk digunakan kembali sebelum pencucian. - Penerapan sistem reuse kain untuk mengurangi pemakaian yang berlebih. Misalnya, menggunakan tiga kontainer yang ditandai "bersih," "dapat digunakan kembali," dan "kotor" di kain pembersih. Kain pembersih kotor harus disimpan dalam kontainer tahan api yang
tertutup,
dan
dapat
ditandai untuk daur ulang bila memungkinkan. (Sumber: enviro.blr.com)
3. Kemasan bekas terkontaminasi Kemasan dengan bahan logam dan plastik umumnya digunakan industri untuk mengemas minyak pelumas dan bahan kimia bekas dalam jumlah yang besar. Akumulasi dan pembuangan kemasan bekas terkontaminasi tersebut dapat menimbulkan masalah. Drum dan kemasan mengadung sejumlah residu yang bervariasi yang tidak bisa diacuhkan begitu saja. Dampak akan muncul baik akibat volume maupun kehadiran residu. Opsi pengelolaan untuk jenis limbah ini yaitu: - Reduksi : transportasi
dan penyimpanan harus mempertimbangkan
barang dengan volume yang tinggi - Reuse : Kemasan tertentu dapat diisi kembali dari tempat penyimpanan dan digunakan kembali. Apabila memungkinkan, kemasan yang tidak dapat diisi kembali (non-refillable) harus dikembalikan kepada vendor terkait untuk dilakukan reuse atau kepada perusahaan yang khusus menangani pembaharuan kemasan. Drum dan kemasan juga dapat digunakan untuk transportasi limbah yang sesuai dengan pertimbangan keselamatan. - Recycle : Baik drum logam maupun drum plastik dapat didaur ulang. Daur ulang dilakukan apabila outlet memnungkinkan. Bagaimanapun, hal ini membutuhkan pembersihan residu dari kemasan sebelum dilakukan proses daur ulang maupun recovery.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
99
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
- Pengolahan : Insinerasi dapat diaplikasikan untuk kemasan plastik, tetapi insinerator membutuhkan alat pengendali pencemaran udara. - Pembuangan : Banyak residu yang terbatas untuk opsi pengelolaan ini atau membutuhkan pra-pembersihan.
4. Lampu bekas Lampu bekas merupakan limbah yang umumnya dihasilkan dari fasilitas penunjang pada kegiatan suatu usaha atau kegiatan. Pengelolaan lampu bekas dapat dilakukan dengan proses daur ulang. Langkah pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan langkah berikut. - Mengganti lampu yang sudah tidak berfungsi - Pengumpulan lampu bekas - Pengiriman lampu ke pendaur ulang - Pemantauan generator terhadap pengolahan lampu - Memperbaiki tabung yang rusak Proses daur ulang lampu bekas dengan pihak ketiga dilakukan dengan kontrak langsung antara generator dengan pihak pendaur ulang lampu bekas. Perusahaan
mengganti
lampu
yang
sudah
tidak
berfungsi,
kemudian
menempatkan lampu ke dalam wadah, baik label wadah, dan transportasi lampu (atau menyebabkan mereka dijemput oleh) pendaur ulang ketika cukup menghabiskan lampu telah terakumulasi. (Best Management Practices for Managing Spent Fluorescent, Department of Toxic Substances Control, 2005)
5. Cartridge dan toner bekas Limbah cartridge dan toner dianjurkan untuk didaur ulang dalam pengelolaannya. Limbah ini mengandung zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia, seperti: - Volatile Organic Compounds (VOC). Bahan berbasis minyak bumi dalam toner dapat melepaskan VOC selama proses pencetakan - Debu toner. Iritasi saluran pernafasan dapat terjadi dengan menghirup debu toner. Penggunaan toner cartridge produk sebagaimana dimaksud membantu meminimalkan pelepasan debu. Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
100
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
- Karbon hitam yang bersifat karsinogen digunakan dalam banyak toner, namun penggunaannya dalam toner tidak diketahui menimbulkan risiko. Pengelolaan akhir limbah ini memerlukan cartridge bekas untuk diremanufaktur, dan ketika remanufaktur tidak mungkin, cartridge dapat dikirim ke pendaur ulang. Kebanyakan vendor memiliki program pengambilan kembali untuk cartridge bekas yang menjamin penggunaan kembali dan daur ulang yang tepat. Cartridge tidak boleh dikirim ke TPA atau insinerator.
6. Bahan Kimia Bekas/Kadaluarsa Menurut The E&P Forum, Exploration and Production (E&P), Waste Management Guidelines tahun 1993, limbah ini mencakup kelebihan atau bahan kimia
bekas
pada
seluruh
tahap
aktivitas
eksplorasi
dan
produksi.
Pengelolaan bahan kimia bekas bergantung pada komposisi dan dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan. Limbah ini dapat memerlukan pemisahan dan teknik pembuangan yang spesifik. Opsi pengelolaan jenis limbah ini antara lain: - Reduce: Jika memungkinkan, perencanaan dan penerapan good house keeping dapat dilakukan meminimalkan kelebihan bahan kimia serta kontaminasi. Substitusi bahan kimia dengan bahan kimia yang memiliki umur lebih lama dan memiliki dampak yang lebih rendah terhadap lingkungan. - Reuse: Kelebihan bahan kimia dapat berguna di lokasi lain atau dikembalikan pada vendor jika memungkinkan.
Bahan seperti
semen,
bentonite dan lime dapat digunakan kembali pada pengolahan limbah yang lain, konstruksi jalan, konstruksi lahan landfill, dan lain-lain. - Recycle/Recovery: limbah seperti baterai timah asam, nikel atau cadmium basah harus dikirm ke fasilitas daur ulang jika memungkinkan. Limbah bahan kimia tertentu dapat mengandung logam seperti merkuri yang harus diolah terlebih dahulu. Larutan kimia dapat di-recovery atau digunakan pada program pencampuran bahan bakar.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
101
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
- Pengolahan/Disposal: solidifikasi dengan pencampuran menggunakan semen, lime, atau bahan pengikat lain dapat diaplikasikan sebelum pembuangan. Landfill khusus harus tersedia untuk menerima jenis limbah kimia tertentu. Kemungkinan lindi yang timbul harus diidentifikasi. Sedangkan untuk limbah kimia organic, insinerasi dapat menjadi pilihan dalam pengolahan. Untuk bahan kimia seperti PCBs, insinerasi dengan temperatur tinggi dibutuhkan untuk merusak senyawa tersebut.
7. Oil Sludge Menurut API Environmental Guidance Documents, Oil sludge terdiri dari tank bottoms dan oily debris. Tank bottoms didefinisikan sebagai cairan dan residu, seperti hidrokarbon berat, padatan, pasir dan emulsi, yang menempati dasar ruang pengolahan (separators, knockouts, dan heater treaters) dan atau tangki penyimpanan setelah satu periode waktu layanan. (API, 1989). Sedangkan oily debris biasanya didefinisikan sebagai tumpahan minyak akibat adanya kebocoran, dan atau media saringan yang telah terpakai untuk menyaring minyak dari air (USEPA, 2000). - Minimisasi: Oil sludge dapat dikurangi dengan cara menerapkan good housekeeping. - Recycle: Kandungan
minyak pada oil sludge dapat diperoleh kembali
dengan cara memisahkannya dengan tanah, padatan dan cairan. Pemisahan dilakukan dengan metoda gravitasi dan pemanasan dengan suhu 150-200°F. Metoda ini merupakan metoda yang paling direkomendasikan oleh industri migas (API, 1989). Berikut pada Gambar 4.26. merupakan skema crude oil sludge recovery.
Evaluasi Pengelolaan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 2014
102
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung
Produced Water, Produced Water Skimmings, Off-Spec Crude Oil, And Tank Bottoms
Produced Water
Off-Spec Crude Oil, Tank Bottoms And Produced Water Skimmings
Yes
Evaporation Ponds
50 kg ke pihak ketiga per hari) atau 180 sebelum 90 hari hari (bila limbah
View more...
Comments