Laporan Kelompok Praktikum Jalan Raya.doc

March 16, 2018 | Author: Yogi Tresno Patriatama | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Praktikum Jalan Raya...

Description

I.

PENDAHULUAN

1. Defenisi Dasar Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan aspal. Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking), dan kekuatannnya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan agregat maksimum yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran ebraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifatsifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat, meskipun peralatan dan metode kerja yang digunakan telah sesuai. 1.1

Aspal Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang

bersifat viskoelatis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya. Selama proses produksi dan masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut aspal keras. Tingkat pengontrolan yang dilakukan pada tahapan proses penyulingan akan menghasilkan aspal dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya. Aspal merupakan suatu produk berbasis minyak yang merupakan turunan dari proses penyulingan minyak bumi, dan dikenal dengan nama aspal keras. Selain itu, aspal juga terdapat di alam secara ilmiah, aspal ini disebut aspal alam. Aspal modifikasi saat ini juga telah dikenal luas. Aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambahan ke dalam aspal yang bertujuan untuk memperbaiki atau memodifikasi sifat rheolginya sehingga menghasilkan jenis aspal baru yang disebut aspal modifikasi.

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

1

Sifat-sifat Kimia Aspal Aspal keras dihasilkan melalui proses destilasi minyak bumi. Minyak bumi yang digunakan terbentuk secara alami dan senyawa-senyawa organik yang telah berumur ribuan tahun di bawah tekanan dan variasi temperatur yang tinggi. Susunan struktur internal aspal sangat ditentukan oleh susunan kimia molekul-molekul yang terdapat dalam aspal tersebut. Susunan molekul aspal sangat kompleks dan didominasi (90-95% dari berat aspal) oleh unsur karbon dan hidrogen. Oleh sebab itu, senyawa aspal seringkali disebut sebagai senyawa hidrokarbon. Sebagian kecil, sisanya (5-10%) dan dua jenis atom, yaitu : heteoratom dan logam. Unsur-unsur heteroatom seperti hidrogen, oksigen dan sulfur, dapat menggantikan kedudukan akan karbon yang terdapat dalam struktur molekul aspal. Unsur kimia aspal terdiri dari dua, yaitu: 1. Aspalten, adalah unsur kimia aspal yang padat yang tidak larut dalam n.penben. aspal berwarna coklat sampai hitam yang mengandung karbon dan hidrogen dengan perbandingan 1 : 1, dan kadang-kadang juga mengandung nitrogen, sulfur dan oksigen. Aspalten biasanya dianggap sebagai material yang bersifat polar dan memiliki bau yang khas dengna berat molekul yang cukup berat. Molekul aspalten ini memiliki ukuran antara 5-30 nano meter. Peningkatankandungan aspalten dalam aspal akan menghasilkan aspal yang lebih keras dengan nilai penetrasi yang rendah, titik lembek yang tinggi dan tingkat kekentalan aspal yang tinggi pula. 2. Malten, adalah unsur kimia lainnya yang terdapat di dalam aspal selain aspalten. Unsur malten ini dapat dibagi lagi menjadi resin, aromatik dan saturated. a) Resin, secara dominan terdiri dari hidrogen dan karbon dan sedikit mengandung oksigen, sulfur dan nitrogen. b) Aromatik, merupakan unsur pelarut, asalten yang paling dominan di dalam aspal

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

2

c) Saturated, merupakan bagian dari molekul malten yang berupa minyak kental yang erwarna putih atau kekuning-kungingan dan bersifat non-polar. Saturated di dalam aspal berkisar antara 5% - 20% terahdap berat aspal. Sifat-Sifat Fisik Aspal Sifat-sifat fisik aspal yang sangat mempengaruhi perencanaan, produksi dan kinerja campuran aspal antara lain adalah durabilitas, adhesi dan kohesi, kepekaan terhadap temperatur, pengerasan, dan penuaan.

1. Durabilitas Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspel tersebut setelah digunakan sebagai bahan pengikat di dalam campuran beraspal dan dihampar di lapangan. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat aspal akan berubah secara signifikan akibat oksidasi dan pengeluaran yang terjadi baik

pada saat pencampuran, pengangkutan dan

penghamparan campuran beraspal di lapangan.

Perubahan sifat ini akan

menyebabkan aspal menjadi berdaktilitas atau dengan kata lain aspal telah mengalami penuaan. Kemampuan aspal untuk menghambat laju penuaan ini disebut durabilitas aspal. Pengujian durabilitas aspal bertujuan untuk mengetahui seberapa baik aspal unutk mempertahankan sifat-sifat awalnya akibat proses penuaan. Walaupun banyak fakta lainnya yang menentukan, aspal dengan durabilitas yang baik akan menghasilkan campuran dengan kinerja yang baik pula. Pengujian kuantitatif yang biasanya dilakukan untuk mengetahui durabilitas asal adalah pengujian penetrasi, titik lembek, kehilangan berat dan aktivitas. Pengujian ini dilakukan pada benda uji yang telah mengalami pressure Aging Vessel (PAV), Thin Film Oven Test (TFOT) dan Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT). Dua proses

2. Adhesi dan Kohesi Adhesi adalah kemampuan partkel aspal untuk melekat satu sama lainnya, dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Sifat adhesi dan kohesi

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

3

aspal sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Uji daktalitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adestines atau daktalitas aspal keras. Aspal keras dengan nilai daktalitas yang rendaha dalah aspal yang memiliki daya adhesi yang kurang baik digunakan dengan aspal yang memiliki nilai daktalitas yang tinggi.

3. Kepekaan aspal terhadap temperatur Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila temperatur menurun dan melunak bila temperatur meningkat. Kepekaan aspal untuk berubah akibat perubahan temperatur ini dikenal sebagai kepekaan aspal terhadap temperatur. Kepekaan aspal tersebut berasal dari minyak bumi dengan sumber yang berbeda walaupun aspal tersebut masuk dalam klasifikasi yang sama.

4. Pengerasan dan penuaan Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas campuran aspal. Penuaan aspal ini disebabkan oleh dua faktor utama, suatu penguapan traka minyak ringan yang terkandung dalam aspal dan oksidasi (penuaan sangat panjang, short-term aging), dan dioksidasi yang progresif (penunaan jangka panjang, long-term aging)

Berdasarkan penggunaannya, aspal dibagi dalam beberapa jenis, antara lain: a) Aspal Keras (Asphalt cement/AC) Aspal keras adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara, yang ada pada suhu normal dan tekanan atmosfir berbentuk padat, aspal keras biasa dikelompokkan berdasarkan kekerasan yang disebut sebagai penetrasi. Terdapat beberapa persyaratan aspal keras, antara lain:

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

4

1) Persyaratan umum •

Berasal dari hasil minyak bumi



Mempunyai sifat sejenis



Kadar parafin tidak melebihi 7%



Tidak mengandung air dan tidak berbuasa jika dipanaskan sampai 1750C.

2) Berdasarkan pemeriksaan sesuai dengan syarat seperti pada “Tabel Syarat Pemeriksaan Aspal”.

Pen 40/50

Pen 60/70

Pen 80/100

Jenis Pemeriksaan

Satuan Min

Maks

Min

Maks

Min

Maks

Penetrasi 25%, 100 gr, 5 detik

40

59

60

79

80

99

0,0 mm

Titik lembek 50C (Ring and bell)

51

63

48

58

46

54

Derajat celcius

Titik Nyala (Cleveland Ovend Cup)

232

-

232

-

232

-

Derajat celcius

-

0,4

-

0,4

-

0,4

% Berat

Kelarutan dalam CCl4

99

-

99

-

99

-

% Berat

Durabilitas

100

-

100

-

100

-

cm

Penetrasi setelah kehilangan berat

75

-

75

-

75

-

% semula

Berat jenis 250C

1

-

1

-

1

-

Gr/cc

Kehilangan berat (Thick Fil Oven Test)

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

5

b) Aspal Cair Aspal cair adalah aspal yang pada suhu normal dan tekanan atmosfer berbentuk cair, terdiri dari aspal keras yang diencerkan dengan bahan pelarut. Tedapat beberapa persyaratan aspal cair, antara lain: 1. Kadar perafin tidak lebih dari 2% 2. Kadar perafin tidak lebih dari 2% 3. Tidak mengandung air dan jika dipakai tidak menunjukkan pemisahan atau penggumpalan. Aspal cair dikelompokkan berdasarkan pengencernya, yaitu: 1. Bila ditambahkan benzeen dinamakan Rapid Curing (RC) 2. Bila ditambahkan kerosene dinamakan medium curing (MC) 3. Bila ditambahkan minyak berat dinamakan Slow Curing (SC)

c) Aspal Emulsi Aspal emulsi adalah suatu jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air dan bahan pengemulsi dimana pada suhu normal dan tekanan atmosfer berbentuk cair. Aspal emulsi dikelompokkan sebagai berikut:

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

6

1. Emulsi chatianic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan bata sehingga akan bermuatan positif (+) 2. Emulsi anionic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan asam, sehingga bermuatan negatif (-)

1.2

Agregat Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras dan

kompak. Setelah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.

Jenis agregat Batuan atau agregat untuk campuran beraspal diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam, agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial. a)

Agregat alam (natural agregat) Agregat alam adalah yang digunakan dalam bentuk alamiahnya dengan sedikit atau

tanpa pemrosesan sama sekali. Agregat ini terbentuk dari proses erosi ilmiah atau proses pemisahan akibat angin, air, pergeseran es, dan reaksi kimia. Aliran gletser dapat menghasilkan agregat dalam bentuk bongkahan bulat dan batu kerikil, sedangkan aliran air menghasilkan batuan yang bulat kecil.

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

7

Dua jenis utama dari agregat alam yang digunakan untuk konstruksi jalan dalah apsir dan kerikil. Kerikil biasanya didefinisikan sebagai agregat yang berukuran lebih ebsar 6,35 mm. pasir didefinisikan sebagai yang leibh kecil dari 6,35 mm tetapi lebih besar dari 0,075 mm. sedangkan partikel yang elbih kecil dari 0,075 mm disebut sebagai mineral pengisi (filler). Pasir dan kerikil selanjutnya diklasifikasikan menurut sumbernya. Materi yang diambil dari tambang terbuka (open pit) dan digunakan tanpa proses lebih lanjut disebut material dari tambang terbuka (pit run materials) dan bila diambil dari sungai (steam bank) disebut material sungai (steam bank materials). Deposit batu koral memiliki komposisi yang bervariasi tetapi biasanya mengandung paisr dan lempung. Pasir pantai terdiri atas partikel yang agak seragam, sementara pasir sungai sering mengandung koral, lempung dan batu dalam jumlah yang lebih banyak.

b) Agregat yang diproses Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum digunakan. Pemecahan agregat dilakukan karena tiga alasan: untuk merubah tekstur permukaan-permukaan partikel dari licin ke kasar, untuk merubah bentuk partikel dari bulat ke angular, dan untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran partikel. Untuk batuan kerikil yang besar, tujuan pemecahan bahan krakal ini adalah untuk mendapatkan ukuran batu yang dapat dipakai, selain itu juga untuk merubah bentuk dan teksturnya.

c)

Agregat buatan Agregat ini didapatkan dari proses kimia atau fisika dari beberapa material sehingga

menghasilkan suatu material baru yang sifatnya menyerupai agregat. Beberapa jenis dari agregat ini merupakan hasil sampingan dari proses industri dan dari proses material yang sengaja diproses agar dapat digunakan sebagai agregat atau sebagai material pengisi (filler)

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

8

Slag adalah contoh agregat yang didapat sebagai hasil sampingan produksi. Batuan ini adalah substansi nonmetalik yang timbul ke permukaan dari pencairan/peleburan biji besi selama proses peleburan. Pada saat menarik besi dari cetakan, slag ini akan pecah menjadi partikel yang lebih kecil baik melalui perendaman ataupun memcahkan setelah dingin. Pembuatan agregat buatan secara langsung adalah suatu yang relatif baru. Agregat ini dibuat dengan membakar tanah liat dan material lainnya. Produk akhir yang dihasilkan biasanya agak ringan dan tidak memiliki daya tahan terhadap keausan yang tinggi. Agregat buatan dapat digunakan untuk dek jembatan atau untuk perkerasan jalan dengan mutu sebaik lapisan permukaan yang mensyaratkan ketahanan gesek maksimum. Pada umumnya yang perlu diperhatikan adalah komposisi atau gradasi butiran. Hal ini sangat berbeda dengan pemanfaatan agregat tersebut. Agregat dapat dikelompokkan menjadi agregat kasar, halus dan bahan mengisi. 1.

Agregat kasar Agregat kasar harus terdiri dari batu pecah atau kental pecah yang bersih, kering, kuat, awet dan bebas dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan. a. Keausan pada 500 puaram maksimum 40% b. Kelekatan dengan aspal minimum 95% c. Jumlah berat butiran tertahan saringan no. 4 yang mempunyai paling sedikit dua bidang pecah (usual) minimum 50% untuk kembali pecah) d. Indeks kepipihan/kelonjongan butiran tertahan 9,5 mm atau 3/8” maks 25% e. Penyerapan air maksimum 3% f. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5 g. Bagian lunak maksimum 5%

2.

Agregat halus Agregat halus terdiri dari bahan-bahan yang berbidang kasar, bersudut tajam dan bersih dari kotoran atau bahan lain yang mengganggu. Agregat halus terdiri dari

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

9

pasir alam atau pasir buatan atau gabungan dari bahan-bahan tersebut dan dalam keadaan kering. Agregat halus harus memenuhi persyaratan. a. Nilai sand equivalent minimum 50 b. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5 c. Persiapan agregat terhadap air maksimum 3% d. Pemeriksaan alterber limit harus menunjukkan bahan adalah non plastis 3.

Bahan Pengisi Bahan pengisi terdiri dari abu batu kapur, semen (pc) atau bahan non-plastis lainnya. Bahan pengisi harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan secara basah, harus memenuhi gradasi sebagai berikut:

Ukuran saringan

Persen Lolos

No. 30

100

No. 50

95-100

No. 100

90-100

No. 200

65-100

Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran beraspal. Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran beraspal. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dan kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain: a) Ukuran butir

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

10

b) Gradasi c) Kebersihan d) Kekerasan e) Bentuk partikel f) Tekstur permukaan g) Penyerapan 1. Ukuran butir Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. Ada dua istilah yang biasanya digunakan berkenaan dengan ukuran butir agregat, yaitu: •

Ukuran maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran seringan terkecil yang meloloskan 100% agregat



Ukuran nominal maksimum, yang didefenisikan sebagai ukuran saringan terbesar yang masih menahan maksimum dari 10% agregat.



Agregat kasar : agregat yang tertahan saringan No. 18 (2,36 mm).



Agregat halus : agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm).



Mineral pengisi : fraksi dari agregat halus yang lolos saringan no. 200 (2,3 mm), minimal 75% terhadap berat total agregat.



Mineral abu : fraksi dari agregat halus yang 100% lolos saringan no. 200 (0,075 mm).

2. Gradasi

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

11

Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus berada dalam rentang ukuran tertentu dengan untuk masing-masing ukuran partikel harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini disebut gradasi agregat. Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran. Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak, diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inci persegi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase dalam persentase berat masing-masing contoh yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditenutkan dengan menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan. Gradasi agregat dapat dibedakan atas: a. Gradasi seragam (uniform graded) /gradasi terbuka (open graded) Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampor sama. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak ruang/rongga kosong antar agregat. Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang kecil.

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

12

b. Gradasi rapat (dense graded) Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus, atau gradasi baik (well graded). Suatu campuran dikatakan bergradasi sangat rapat bila persentase lolos dari masingmasing saringan memenuhi persamaan.

c. Gradasi senjang (gap graded) Adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang tidak lengkap atau da fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit sekali, oleh sebab itu gradasi ini disebut juga gradasi senjang (gap graded). Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan dari kedua gradasi yang disebutkan di atas. Bentuk gradasi agregat biasanya digambarkan dalam suatu grafik hubungan antara saringan pada sumbu horizontal dan persentase agregat yang lolos saringan tertentu dinyatakan pada sumbu agregat secara tipikal ditunjukkan pada grafik di bawah.

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

13

d. Kebersihan agregat Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena banyaknya kandungan lempung pada agregat tersebut.

e. Kekerasan (toughness) Semua agregat yang digunakan barus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya dari lapangan. Agregat yang akan digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) daripada agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya.

f. Bentuk butir agregat Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) sampai bersudut (angular). Bentuk butir agregat ini dapat mempengaruhi workabilitas campuran perkerasan selama penghamparan, yaitu dalam hal energi pemadatan yang dibutuhkan untuk memadatkan

campuran,

dan

kekuatan

struktur

perkerasan

selama

umur

pelayanannya.

g. Tekstur permukaan agregat Permukaan agregatyang kasar akan memberikan kekuatan apda campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari [Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

14

pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip.

h. Daya serap agregat Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal dalah suatu informasi yang penting yang harus diektahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat di unit campuran aspal (ANP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk mengikat.

[Kelompok I Gelombang II]

PENDAHULUAN

15

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK

: I ( SATU )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG

: II ( DUA )

DIPERIKSA

: RIYAN PRATAMA

TANGGAL

:

PENETRASI SEBELUM DI OVEN PERCOBAAN 1

1

BENDA UJI I

78

BENDA UJI II

84

RATA - RATA

2

3

7 0 8 1

6 0 7 5

Rata-rata 72,33 80 76,16

MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( RIYAN PRATAMA )

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

16

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK

: I ( SATU )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG

: II ( DUA )

DIPERIKSA

: RIYAN PRATAMA

TANGGAL

:

PENETRASI SETELAH DI OVEN PERCOBAAN 1

1

2

3

Rata-rata

BENDA UJI I

60

59

57

58,66

BENDA UJI II

59

61

63

61

Rata-rata

59.83

MEDAN,

JULI 2013

ASSISTEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( RIYAN PRATAMA )

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

17

ASPHALT PENETRATION TEST (PA-0301-76) (AASHTO - T49 – 68) (ASTM-D5-71) 1. TEMPAT PERCOBAAN Percobaan Flash Point Test dilakukan pada Sabtu, 6 Juni 2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan. 2. TEORI Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan jumlahnya sangat menentukan keberhasilan suatu campuran beraspal dan merupakan bahan jalan. Salah satu jenis pengujian dalam menentukan persyaratan mutu aspal adalah penetrasi aspal, yang merupakan sifat rheologi aspal yaitu kekerasan aspal. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh faktor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jalan, temperature dari waktu. Oleh karena itu perlu disusun dengan rinci ukuran, persyaratan, dan batasan peralatan, waktu dan beban yang digunakan dalam penentuan penetrasi aspal. Cara uji ini dimaksudkan sebagai acuan para penanggung jawab dan teknisi laboratorium aspal untuk menentukan penetrasi aspal serta menyeragamkan cara pengujian dalam pengendalian mutu apal agar diperoleh hasil pengujian yang akurat dan benar. Cara uji penetrasi aspal ini mencakup penentuan nilai penetrasi dari bahanbahan bitumen semi-solid. Jarum - jarum penetrasi, cawan dan kondisi pengujian dijelaskan pada cara ini untuk menentukan nilai penetrasi sampai dengan 500. Cara uji ini tidak mencakup masalah keselamatan yang berhubungan dengan penggunaannya. Pengaturan keselamtan dan kesehatan kerja serta penerapannya menjadi tanggung jawab pengguna.

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

18

TEORI TAMBAHAN Aspal addalah material termoplastis yang mencair apabila di panaskan dan akan membeku/mengental apabila didinginkan, namun demikian prinsip material tersebut terhadap suhu prinsipnya membentuk sautu sprektum/beragam tergantung komposisi unsur unsur penyusunnya. Dari sudut pandang rekayasa, ragam dari komposisi unsur aspal biasanya tidak ditnjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam respon aspal tersebut diperkenalkan beberapa parameter, salah satunya adalah Pen (penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan asapl pada suhu standar yaitu 25° C , yang diambila dari pengukur kedalaman penetrasi jarum standar (5 gr/100 gr) dalam rentang waktu standar (5 detik) BRITISH standar membagi nialai penetrasi tersebut menjadi 10 macam , dengan rentang nialai penetrasi 15 s/d 40 , Sedangkan AASTHO mendefinisikan nilai pen

40 – 50 sebagai nialai pen untuk material sebagai bahan bitumen

terlembek/terlunak. Penetrasi sangat sensitive terhadap suhu, pengukuran di atas suhu kamar menghasilkan nilai yang berbeda variasi suhu terhadap nilai penetrasi dapat disusun sedemikian rupa hingga dihasilakan nila grafik antara suhu dan penetrasi. Penetrasi index dapat ditentukan dari grafik tersebut.

Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata rata sekurang kurangnya dari 3 pembacaan Berdasarkan SNI 06 – 2456 – 1991 nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata-rata sekurang-kurangnya dari tiga pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan tidak melampaui ketentuan dibawah ini : Hasil Penetrasi

0 – 49

50 – 149

150 – 179

Nilai Toleransi

2

4

6

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

200 8

19

Nilai penetrasi diukur dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan 0,1 mm

nilai penetrasi menentukan kekerasan aspal maikin tinggi nilai penetrasi makin

lunak aspal tersebut begitu sebaliknya. Pembagian kekerasan dan kekenyalan aspal 1.

Aspal pen 40/50

: Bila jarum penetrasi benda pada range (40 – 59)

2.

Aspal pen 60/70

: Bila jarum penetrasi benda pada range (60 – 79)

3.

Aspal pen 85/100

: Bila jarum penetrasi benda pada range (85 – 100)

4.

Aspal pen 120/150 : Bila jarum penetrasi benda pada range (120 – 150)

5.

Aspal pen 200/300 : Bila jarum penetrasi benda pada range (200– 300)

Aspal yang penetrasinya rendah di guanaknauntk sarah panas dan lalulintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah.

3. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan penetrasi aspal keras atau lembek. Penetrasi yang dimaksudkan adalah kekerasan yang dinyatakan sebagai kedalaman masuknya jarum penetrasi standar secara vertical yang dinyatakan dalam satuan 0,1 mm pada kondisi beban, waktu dan temperature yang diketahui. Cara uji penetrasi ini dapat digunakan untuk mengukur konsistensi aspal. Mulai penetrasi yang tinggi menunjukan konsistensi aspal yang lebih lunak.

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

20

4. PERALATAN Peralatan yang digunakan pada pengujian ini : a. Alat penetrometer ysng dapat melepas pemegang jarum untuk bergerak secara vertical tanpa gesekan dan dapat menunjukan keadalaman masuknya jarum ke dalam benda uji sampai 0,1 mm terdekat; b. Berat pemegang jarum (47,5 ± 0,05) gram. Berat total pemegang jarum beserta jarum (50 ± 0,05) garam. Pemegang jarum harus mudah dilepas dari penetrometer untuk keperluan pengecekan berat; c. Jarum penetrasi yang terbuat dari bahan yang kuat, ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung dengan berat jarum (2,50 ± 0,05) gram. d. Pemberat dari (50 ± 0,05) gram atau (100 ± 0,05) gram masing-masing digunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan 200 gram. e. Cawan contoh yang terbuat dari logam atau gelas yang berbentuk silinder dengan dasar yang rata dan berukuran sebagai berikut :

Penetrasi

Diameter

Tinggi

< 200

55 mm

35 mm

200 – 350

70 mm

45 mm

f. Bak perendam (water bath), terdiri dari benjana dengan isi tidak kurang 10 liter dan dapat mempertahankan temperature (2,50 ± 0,1)oC atau temperature lain dengan ketelitian tidak lebih dari 0,1oC. Bejana atau bak perendam harus dilengkapi dengan pelat dasar berlubang yang terletak tidak kurang dari 50 mm

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

21

di atas dasr benjana dan tidak kurang dari 100 mm dari bawah permukaan air dalam bejana. g. Tempat air untuk benda uji ditempatkan, di bawah alat penetrasi, tempat tersebut mempunyai isi tidak lebih dari 350 ml dan tinggi cukup merendam benda uji tanpa bergerak. h. Pengatur waktu Untuk penetrometer yang dijalankan secara manual dapat digunakan pengukur waktu apa saja seperti stopwatch atau pengatur waktu elektrik yang berkalibrasi dan mempunyai skala terkecil 0,1 detik atau kurang dengan kesalahan tinggi 0,1 detik untuk setiap 60 detik. Untuk penetrometer otomatis kesalahan tidaik boleh lebih dari 0.1 detik. i. Thermometer, untuk pengatur suhu.

5. BENDA UJI Benda uji adalah aspal yang bersih dan bebas dari air serta minyak ringan, yang dipersiapkan sebagai berikut : a. Apabila contoh tidak cukup cair, maka panaskan contoh dengan hati – hati dan aduk sedapat mungkin untuk menghindari terjadinya pemanasan setempat yng berlebihan. Lakukan pemanasan ini sampai contoh cukup cair untuk dituangkan. Pemanasan contoh tidak boleh lebih dari 90oC dari atas titik lembeknya, pemanasan tidak boleh lebih dari 60 menit, lakukan pengadukan untuk mnjamin kehamogenan contoh, dan jangan sampai ada selembung udara dalam contoh. b. Tuangkan benda uji aspal kedalam 2 (dua) cawan (duplo) benda uji sampai batsa ketinggian pada cawan benda uji. c. Dinginkan benda uji, tinggi benda uji tidak kurang dari 120% dari kedalaman jarum pada saat pengujian penetrasi. Tuangkan benda uji ke dalam cawan yang terpisah untuk setiap kondisi pengujian yang berbeda. Jika diameter cawan benda uji ukuran dari 65 mm dan nilai penetrasi diperkirakan lebih besar dari 200 mka tuangkan benda uji ke dalam empat cawan untuk setiap jenis kondisi pengujian. d. Dinginkan pada temperature antara 15 sampai dengan 30oC selama 1 sampai dengan 1,5 jam untuk benda uji dalam cawan kecil (55 mm x 35 mm) dan 1,5 jam sampai 2

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

22

jam unuk benda uji dalam cawan yang besar, dan tutup benda uji dalam cawan benda uji agar bebas dari beku. e. Letakkan benda dan transfer dish dalam bak perendam pada temperature pengujian selama 1 jam sampai 1,5 jam untuk cawan kecil (55 mm x 25 mm) dan 1,5 jam sampai dengan 2 jam untuk cawan benda uji basar.

6. PROSEDUR PENGUJIAN a. Periksa pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan dibersihkan jarum penetrasi dengan tollune alat pelarut lain yang sesuai kemudian dikeringkan dengan lap bersih dan pasangkan pada pemegang jarum. Apabila diperkirakan nilai penetrasi lebih besar dari 350 disarankan menggunakan jarum penetrasi yang panjang. b. Letakkan pemberat jarum penetrasi yang panjang untuk memperoleh berat total (100 ± 0,1) gram kecuali disyaratkan berat totol yang lain. c. Bila pengujian dilakukan penetrometer dalam bak perendam, letakkan cawan bersih benda uji langsung pada alat penetrometer. Jaga cawan benda uji agar tertutup air dalam bak perendam. d. Pastikan kerataan posisi alat penetrometer dengan memeriksa waterpass pada alat e. Turunkan jarum perlahan-lahan samapai jarum menyentuh permukaaan benda uji. Hal ini dilakukan dengan cara menurunkan jarum kepermukaan benda uji sampai ujung jarum bersentuhan dengan bayangan jarum dalam benda uji. Agar bayangan jarum dalam benda uji tampak jelas digunakan lampu sorot dengan watt rendah (5 watt) agar tidak mempengaruhi temperature benda uji. Kemudian aturlah angka 0 pada arloji penetrometer sehingga jarum penunjuk berada pada posisi angka 0 pada jarum penetrometer. f. Segera lepaskan pemegang jarum selama waktu yang disyaratkan (5 ± 0,1) detik, apabila wadah benda uji bergerak pada saat pengujian maka pengujian dianggap gagal. g. Atur (putar) arloji penetrometer untuk mengukur nilai penetrasi dan bacalah angka penetrasi yang dilanjutkan jarum penunjuk pada angka 0,1 mm terdekat. h. Lakukan paling sedikit tiga akali pengujian untuk benda uji yang sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak tidak kurang 10 mm dari dinding cawan dan tidak kurang 10 mmdari satu titik pengujian dengan titik pengujian lainnya. Gunakan jarum yang bersih untuk setiap kali pengujian. Apabila nilai penetrasi lebig

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

23

dari 200, gunakan paling sedikit tiga jarum yang setelah digunakan dibiarkan tertanjap pada benda uji kurang dari 65 mm dan nilai penetrasi dilakukan pada benda uji dalam cawan terpisah sebagaimana yang telah disiapkan pada persiapan benda uji.

7. PERHITUNGAN Hasil pembacaan penetrasi rata-rata adalah tidak melebihi batas yang telah ditentukan sebagai berikut :

Rumusan : Perhitungan BU I & II =

Hasil penetrasi

0-49

50-149

150-249

Toleransi

2

4

6

>200 8

Apabila pembebanan antara masing – masing percobaan melebihi toleransi maka pemeriksaan harus diulang kembali. Hasil angka penetrasi dapat dilihat sebagai berikut :

PENETRASI SEBELUM DI OVEN PERCOBAAN 1

1

BENDA UJI I

78

BENDA UJI II

84

1

3

7 0 8 1

6 0 7 5

Ratarata

Berat Cawan (gram)

Berat Cawan+Aspal (gram)

Berat Aspal (gram)

72,33 80

Benda Uji I : Penetrasi rata – rata

= = 72,33

[Kelompok I Gelombang II]

50 < 72,33< 149 ( oke )

ASPHALT PENETRATION TEST

24

Benda Uji II : Penetrasi rata – rata

= = 80

50 < 80 < 149 ( oke )

Maka aspal pada benda uji I dan benda uji II memenuhi syarat dan layak dipakai.

Penetrasi rata – rata untuk kedua benda uji : Yaitu, Penetrasi Benda Uji I & II : Rumusan :

Penetrasi rata – rata

=

= = 76,15

50 < 76,15 < 149 ( oke )

A. Nilai penetrasi setelah pengujian TFOT

PERCOBAAN 1

1

2

3

Rata-rata

BENDA UJI I

60

59

57

58,66

BENDA UJI II

59

61

63

61

Rata-rata

59.83

Benda Uji I : Penetrasi rata – rata

= 60 + 59 + 57 3

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

25

= 58,66

50 < 57,2< 149 ( oke )

Benda Uji II : Penetrasi rata – rata

= 59 + 61 + 63 3

= 51

50 < 61 < 149 ( oke )

8. GAMBAR ALAT & FUNGSINYA

Timbangan Digital :

Penetrometer :

Berfungsi untuk menentukan massa pada bahan percobaan

Berfungsi untuk menentukan angka penetrasi pada bitumen

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

26

Thermometer :

Cawan :

Berfungsi untuk menentukan suhu pada bahan percobaan

Berfungsi untuk menjadi wadah penampung bitumen cair

Water Bath : Berfungsi untuk merendam bitumen pada air

Proses Pemanasan Bitumen : Berfungsi untuk mencairkan bitumen yang telah menjadi keras

Vaselin : Berfungsi sebagai bahan tambahan percobaan agar bitumen tidak melekat pada alat percobaan [Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

27

9. APLIKASI LAPANGAN Sebagai pengetesan untuk seberapa besar penetrasi yang terjadi pada aspal, yang akan kita bangun atau kekuatan penetrasi pada pengaspalan yang terjadi. Berfungsi untuk bahan pertimbangan di lapangan dengan dilaboratorium yang berupa Asphalt Penetration Test.

10. KESIMPULAN a. Dari hasil percobaan diperoleh untuk benda uji angka penetrasi rata-rata adalah 72,3 dan 80 60 < 72,3 < 79 dan 60 < 80 >79 b. Aspal yang dipakai dalam percobaan memenuhi spesifikasi yang diberikan oleh pabrik (AC 60/70). c. Nilai penetrasi maksimum yang diizinkan untuk aspal (AC 60/70) adalah 79, sedangkan nilai penetrasi minimum yang diizinkan adalah 60. Aspal (AC 60/70) hasil percobaan menunjukkan angka penetrasi 72,3 dan 80, hal ini aspal yang digunakan dalam keadaan baik.

11. REFERENSI a. Buku pedoman Pratikum Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil; b. Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman;

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

28

c. Laporan Pratikum Jalan Raya. d. BRITISH Standart e. SNI – 03– 2456 – 1991,tentang cara uji penetrasi aspal. f. PEDC 1983 ”Pengujian Bahan”. Bandung.

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT PENETRATION TEST

29

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 8 JULI 2013 DIPERIKSA : KUMALA PONTAS, ST. TANGGAL :

PEMERIKSAAN

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

2

2,15

10

2

2,15

10

3

4,05

15

3

4,05

15

4

5,41

20

4

5,41

20

5

7,33

25

5

7,33

25

6

9,35

30

6

9,35

30

7

11,42

35

7

11,42

35

8

13,52

40

8

13,52

40

9

15,32

44

9

16,10

46

No.

No.

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar: I.

II.

44

o

C

46

o

C

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata MEDAN,

:

45 oC

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( KUMALA PONTAS, ST. ) PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ASPAL

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

30

(RING AND BALL TEST) (PA-0302-76) (AASHTO-T53-74) (ASTM-D36-69) 1. TEMPAT PERCOBAAN Percobaan Pemeriksaan Titik Lembek Aspal dilakukan pada Sabtu, 8 Juni 2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan.

2. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan ini untuk menentukan angka titik lembek aspal yang berkisar dari 30⁰C sampai dengan 157⁰C dengan cara ring and ball. Titik lembek merupakan temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu, mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin, berukuran tertentu, sehingga aspal menyentuh pelat dasar yang terletak dibawah cincin pada jarak 25.4 mm, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. 3. TEORI Aspal adalah material termoplastis yang secara bertahap mencair sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun perilaku material aspal tersebut terhadap suhu atau prinsipnya membentuk suatu spektrum / beragam. Tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunannya. Percobaan ini di lakukan karena pelembekan bahan asapal dan ter, tidak terjado secara lansung dan tiba tiba pada suhu tertentu, tetapi bahan gradual seiring penambahan suhu.oleh sebab itu setiap prosedur yang di pergunakan diadopsi untuk menentukan titik lembek aspal dan ter, hendaknya mengikuti sifat dasar tersebut artinya penambahan suhu pada percobaan hendaknya berlansung secara gradual dalam jenjang yang halus. Dalam percobaan ini titik lembek ditujukan dengan suhu pada bola baja edngan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

31

dalam cincin dengan ukuran tertentu sehingga plat tersebut menyentuh plat dasar yang terletak pada tinggi tertentu sebagai kecepatan pemanasan. Titik lembek menjadi suatu batasan dalam penggolongan aspal dan ter. Titik lembek haruslah diperhatikan dalam membangun kontruksi jalan. Titik lembek hendaknya lebih tinggi dari suhu permukaaan jalan . titik lembek aspal dan ter adalah 30 ° C - 200° C yang artinya masih ada nilai titik lembek yang hamper sama dengan suhu permukaan jalan.Pada umumnya cara ini diatasi dengan menguakkan filler terhadap campuran aspal. Metoda ring and ball pada umumnya di terapkan pada aspal dan ter ini. Dapat mengukur titik lembek bahan semi solit sampain solit. Titik lembek adalah besar besar suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai leleh) dibawah

kondisi spsic tes, berdasarkan tesau sparatus yang ada bahwa

pengujian titik lembek di pengaruhi banyak factor. Spesifikasi bina marga tentang titik lembek untuk aspal keras pen 40 (Ringg and ball) adalah 51°C (minimum) dan 63 °C (maksimum), sedangkan pen 60 adalah min 48°C dan max 58°C Titik lembek adalah besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai meleleh) dibawah kondisi spesifikasi dari es : 1.

Berat bola isi

2.

Jarak antara ring dan doser plat besi

3.

Besarnya suhu pemanas

Menurut SK SNI 06 – 2434 – 1991, titik lembek aspal dan ter berkisar antara 46º - 54ºc. Dalam pengujian titik lembek ini diharapkan titik lembek hendaknya lebioh tinggi dari suhu permikaan jalan sehingga tidak terjadi pelelehan aspal akibat [Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

32

temperatur permukaan jalan, untuk itu dilakukan usaha untuk mempertinggi titik lembek antara lain dengan menggunakan filler terhadap campuarn beraspal. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengujian titik lembek antara lain adalah : 1.

Kualitas dan jenis cairan penghantar.

2.

Berat bola besi.

3.

Jarak antara Ring dengan aspal plat besi.

4.

Besarnya suhu pemanasan.

Aplikasi dari nilai titik lembek antara lain dapat digunakan sebagai : 1.

Bersama – sama dengan nilai Penetrasi digunakan untuk menentukan PI

(Penetration Index) yang merupakan tingkat kepekatan aspal terhadap temperatur. 2.

Menentukan modulus bahan aspal dengan menggunakan nomogram Van

Der Poel. 3.

Menentukan sifat kelelahan dari lapisan aspal dan agregat.

3. PERALATAN a.

Cincin; dua cincin yang terbuat dari bahan kuningan

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

33

b.

Pelat persiapan benda uji; dengan permukaan halus terbuat dari bahan kuningan ukuran ±(50 mm x 75 mm)

c.

Bola baja; dua bola baja dengan diameter 9,5 mm, setiap bola mempunyai berat (3,5 ± 0,05) gram

d.

Pengarah bola; dua pengarah bola terbuat dari bahan kuningan, untuk meletakkan bola di tengah cincin, untuk setiap bola satu bentuk dan dimensi.

e.

Bejana perendam; gelas kimia tahan panas, mempunyai ukuran diameter dalam tidak kurang dari 85 mm dan tinggi tidak kurang dari 120 mm dari dasar bejana yang mendapat pemanasan.

f.

Dudukan benda uji yang terdiri dari; pemegang cincin dan peralatannya, terbuat dari bahan kuningan digunakan untuk meletakkan 2 cincin berisi lapisan aspal yang diletakkan pada posisi horizontal.

g.

Thermometer

4. BENDA UJI a.

Panaskan contoh, aduk dengan teratur untuk menghindari pemanasan berlebih pada suatu tempat dan menghindari terjadinya gelembung pada saat benda uji dituang, setelah cair aspal siap untuk dituang.

b. Panaskan aspal tidak lebih dari 2 jam sampai temperatur penuangan dapat lebih 110 ⁰C atau dari atas titik lembek aspal yang diperkirakan. c.

Bila pengujian harus diulangi, maka gunakan contoh uji yang baru pada wadah yang bersih.

d.

Tuangkan aspal yang telah dipanaskan kedua cetakan cinicn sampai berlebih. Diamkan benda uji selama 30 menit pada temperatur ruang.

e.

Bila benda uji telah dingin, potong bagian aspal yang berlebih diatas cincin dengan pisau atau spatula panas, sehingga lapisan aspal pada cincin penuh dan rata dengan bagian atas cincin.

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

34

5. PROSEDUR PERCOBAAN a.

Siapkan peralatan, benda uji, pengarah bola dan termometer.

b. Isi bejana gelas dengan air suling (suhu ± 5⁰C) sampai dengan 105±3 mm, masukkan peralatan pada tempatnya dalam bejana gelas. c.

Letakkan termometer diantara kedua benda uji, periksa dan aturlah supaya jarak antara dasar benda uji dengan pelat dasar menjadi 25,4mm.

d. Letakkan bola baja yang bersuhu ±5⁰C diatas dan ditengah masing-masing benda uji menggunakan penjepit dengan memasang kembali pengarah bola. e. Panaskan bejana yang berisi air suling sehingga kenaikkan suhu menjadi 5⁰C per menit, kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil kecepatan pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pengujian, untuk 3 menit pertama perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh 0,5⁰C; f.

Kemudian dilakukan pembacaan waktu untuk setiap kenaikkan suhu 5⁰C hingga benda uji menyentuh pelat dasar (pengujian dihentikan) dan diperoleh titik lembek dari benda uji tersebut.

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

35

6. PERHITUNGAN Amati terus kenaikkan suhunya sampai bola baja jatuh dan menyentuh pelat akibat aspal melunak. Catatlah waktu yang diperlukan (dalam detik) untuk setiap kenaikkan suhu kelipatan 5⁰C.

PEMERIKSAAN I

PEMERIKSAAN II

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

2

2,15

10

2

2,15

10

3

4,05

15

3

4,05

15

4

5,41

20

4

5,41

20

5

7,33

25

5

7,33

25

6

9,35

30

6

9,35

30

7

11,42

35

7

11,42

35

8

13,52

40

8

13,52

40

9

15,32

44

9

16,10

46

No.

No.

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar: I.

44

o

II.

46

o

C C

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata

[Kelompok I Gelombang II]

:

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

45 oC

36

9. GAMBAR ALAT

Proses Pencairan Bitumen : Berfungsi sebagai Mencairkan bitumen yang telah mengeras

Alat Pembakar : Berfungsi sebagai Pemanas saat proses Softening

Termometer : Berfungsi sebagai Pengukur Suhu saat percobaan [Kelompok I Gelombang II]

Cincin dan Bola Baja : Berfungsi sebagai Penahan aspal dan Pemberat saat pada proses softening di dalam Bejana air.

Gelas Ukur / Bejana : Berfungsi sebagai Alat saat proses Softening

Proses Saat Bitumen Turun Menyentuh Lempengan Dasar padaTITIK GelasLEMBEK Ukur PEMERIKSAAN ( RING ANG BALL TEST )

37

8. APLIKASI LAPANGAN Sebagai pengetesan untuk menentukan besarnya titik lembek aspal yang dapat terjadi akibat pemanasan pada suhu temperatur tertentu. 9.KESIMPULAN 1. Dari hasil percobaan diperoleh derajat titik lembek (supaya aspal menja dilembek) adalah pemanasan sampai pada suhu 45⁰C dalam rata-rata. 2. Menurut ketentuan Bina Marga AC 60/70 mempunyai derajat titik lembek antara 48⁰C - 58⁰C. 3. Dari hasil percobaan disimpulkan bahwa yang diuji tidak memenuhi persyaratan untuk titik lembek aspal menurut Bina Marga. 10. REFERENSI 1. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Departemen Teknik Sipil USU 2. Silvia, Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya 3. Laporan Praktikum Jalan Raya. 4. www.jayatrade.com/aspal_polimer.php

5. SK SNI 06 – 2434 – 1991

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK ( RING ANG BALL TEST )

38

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT DUCTILITY TEST KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013 DIPERIKSA : HANS AFRIANDA TANGGAL :

PEMERIKSAAN SEBELUM TFOT No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Waktu (detik) 0 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720 780 840 900 960 1020 1080 1140 1200 1260 1320 1380 1440

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 ---------

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200

MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT DUCTILITY TEST

39

( HANS AFRIANDA ) ASPHALT DUCTILITY TEST (PA-0306-76) (AASHTO-T51-74) (ASTM-D13-64) 1. TEMPAT PERCOBAAN Percobaan Asphalt Ductility Test dilakukan pada Sabtu, 6 Juni 2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan. 2. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan nilai daktilitas suatu bahan aspal. Cara uji ini dilakukan menentukan persen elastisitas aspal setelah ditarik dengan alat daktilitas dengan kecepatan 5 cm/menit ± 5% dan pada temperature (25 ± 0,5) °C sampai panjang yang ditentukan. 3. PERALATAN a. Cetakan (mould) terbuat dari kuningan b. Pelat dasar harus dibuat dari bahan yang tidak menyerap benda uji dengan ketebalan yang cukup untuk mencegah terjadinya deformasi dan dengan ukuran yang cukup untuk meletakkam satu sampai tiga cetakan. c. Bak perendam d. Mesin penguji untuk menaril benda uji yang sedemikian rupa sehingga dapat menjaga benda uji terendam dalam air sesuai ketentuan dan menarik benda uji tersebut dengan kecepatan tetap serta tidak menimbulkan getaran selama pengujian berlangsung. e. Thermometer 4. BENDA UJI Lakukan persiapan benda uji dengan cara sebagai berikut: a.

Pasang cetakan dan letakkan pada

pelat dasar yang mendatar dan

permukaannya rata sehingga permukaan pelat dasar agar dapat bersentuhan (rapat) dengan seluruh bagian bawah cetakan. b.

Lapisi permukaan pelat dasar dan bagian dalam cetakan dengan campuran gliserin dengan dekstrin, talek atau kaolin untuk mencegah melekatnya pada benda uji.

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT DUCTILITY TEST

40

c.

Panaskan contoh uji dengan hati-hati agar tidak terjadi pemanasan setempat yang berlebih.

d.

Setelah diaduk merata, tuangkan contoh uji kedalam cetakan secara hati-hati agar tidak merusak posisi cetakan. Cetakan diisi dari ujung ke unjug sampai penuh dan sedikit berlebih.

e.

Biarkan cetakan yang terisi benda uji pada temperatur ruang sampai dingin atau selama 30-40 menit. Kemudian rendam pelat dasar dan cetakan yang berisi benda uji ke dalam bak perendam dengan temperatur (25 ± 0,5) °C atau sesuai temperatur pengujian yang diinginkan selama 85-95 menit.

f.

Potong bagian permukaan benda uji yang berlebih dengan pisau atau spatula panas hingga permukaan uji rata dengan cetakan

g.

Lepaskan cetakan dan benda uji dari pelat dasar, kemudian segera lakukan pengujian.

5. PROSEDUR PENGUJIAN a.

Pasang benda uji pada mesin penguji dengan cara mengaitkan masing-masing lubang di kedua ujung benda uji pada masing-masing pengait di mesin penguji.

b.

Atur kedudukan benda uji sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk jarak berada pada posisi 0 (nol) cm.

c.

Selama pengujian, benda uji harus berada dalam cairan sedikitnya 2,5 cm dibawah permukaan cairan dan 2,5 cm di atas bak peredam. Selain itu, selama pengujian temperature cairan harus selalu pada temperature (25 ± 0,5) °C atau pada temperatur pengujian yang di inginkan.

d.

Tarik benda uji dengan kecepatan yang konstan 5 cm/menit hingga benda uji tersebut putus.

e.

Matikan mesin penguji dan ukur perpanjangan benda uji.

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT DUCTILITY TEST

41

6. HASIL PENGAMATAN Dari hasil pengamatan sample dan pembacaan alat eksperimen yang dilakukan diperoleh pembacaan alat 1200 mm (putus). SELESA I PUKUL 13.00 13.15 13.15 14.00 14.00 15.00 15.00 16:00

MULAI

ITEM Aspal dipanaskan Didiamkan pada suhu ruang Direndam pada 25⁰C Pemeriksaan daktilitas pada suhu 25⁰C

SUHU Suhu Oven 90⁰C Suhu Ruang 25⁰C Suhu Waterbath 25⁰C Suhu Alat 25⁰C

PEMERIKSAAN No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

[Kelompok I Gelombang II]

Waktu (detik) 0 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660 720 780 840 900 960 1020 1080 1140 1200 1260 1320 1380 1440

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 ---------

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200

ASPHALT DUCTILITY TEST

42

Grafik Perbandingan Waktu dan Jarak

Dimana

: x = Jarak y = Waktu

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT DUCTILITY TEST

43

6.

GAMBAR ALAT & FUNGSINYA

Proses Ductilometer : Berfungsi untuk proses mengukur elastisitas pada bitumen

Cawan Berfungsi untuk menampung dan menjadi wadah pada tier

Thermometer :

Water Bath :

Berfungsi untuk mengukur suhu

Sebagai alat perendam bitumen pada air bersuhu 25°C

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT DUCTILITY TEST

44

Vaselin : Proses Penuangan Bitumen pada Cetakan Ductility :

Berfungsi sebagai bahan tambahan percobaan agar bitumen tidak melekat pada alat percobaan

Berfungsi sebagai penuangan pada cetakan ductility

Ductilometer : Cetakan (Mould) : Berfungsi sebagai pencetak bitumen sehingga bisa di uji di mesin ductilometer

[Kelompok I Gelombang II]

Berfungsi sebagai alat penguji keelastisan bitumen.

ASPHALT DUCTILITY TEST

45

7. APLIKASI DILAPANGAN Sebagai pengetesan untuk menentukan nilai suatu daktalitas aspal yang akan dipakai untuk bahan dengan menentukan persen elastisitas aspal setelah ditarik dengan alat daktalitas. 8. KESIMPULAN a.

Dari hasil percobaan diperoleh daktilitas dari aspal yang diuji adalah : 120 cm (>100 cm)

b.

Hasil daktilitas adalah 120 cm (>100cm) berarti aspal yang diuji memiliki mutu yang baik atau memiliki daya ikat yang baik untuk perkerasan konstruksi jalan.

c.

Dalam daktilitas suatu suhu sangat penting, yaitu: - pada saat pemanasan

: suhu 80°C-100°C

- pada saat pendinginan

: suhu 27°C

- pada saat perendaman

: suhu 25°C

9. REFERENSI a. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU b. Laporan Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU c. AASTHO T- 49-1990 d. ASTM D 5-86 e. Stephan Brown N.(1994).Shell Bitumen Hanbook.Shell Bitumen UK. f. Tangensndbond (1990) High Way Arid Travik Engineering. g. SNI-06-2432-1991

[Kelompok I Gelombang II]

ASPHALT DUCTILITY TEST

46

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( TFOT ) KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

BENDA UJI 1 Cawan + Aspal Cawan Aspal Penuruna n Berat (%)

BENDA UJI 2 Cawan + Aspal Cawan Aspal Penuruna n Berat (%)

[Kelompok I Gelombang II]

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013 DIPERIKSA : HANS AFRIANDA TANGGAL :

Berat sebelum pemanasan

Berat setelah pemanasan

(gram)

(gram)

68,85 12,38

68,81 12,38

56,47

56,43

Berat sebelum pemanasan

Berat setelah pemanasan

(gram)

(gram)

63,77 12,79

63,70 12,79

50,98

50,91

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

47

MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK

: I ( SATU )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG

: II ( DUA )

DIPERIKSA

: HANS AFRIANDA

TANGGAL

:

PENETRASI SEBELUM DI OVEN PERCOBAAN 1

1

BENDA UJI I

78

BENDA UJI II

84

[Kelompok I Gelombang II]

2

3

7 0 8 1

6 0 7 5

Rata-rata 72,33 80

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

48

RATA - RATA

76,165

MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT PENETRATION TEST

KELOMPOK

: I ( SATU )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013

GELOMBANG

: II ( DUA )

DIPERIKSA

: HANS AFRIANDA

TANGGAL

:

PENETRASI SETELAH DI OVEN PERCOBAAN 1

1

2

3

Rata-rata

BENDA UJI I

60

59

57

58,66

BENDA UJI II

59

61

63

61

Rata-rata [Kelompok I Gelombang II]

59.83 PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

49

MEDAN,

JULI 2013

ASISTEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT DUCTILITY TEST KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013 DIPERIKSA : HANS AFRIANDA TANGGAL :

PEMERIKSAAN SEBELUM TFOT No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

[Kelompok I Gelombang II]

Waktu (detik) 0 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

50

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

720 780 840 900 960 1020 1080 1140 1200 1260 1320 1380 1440

600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 ---------

600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 1150 1200 MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT DUCTILITY TEST KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 6 JULI 2013 DIPERIKSA : HANS AFRIANDA TANGGAL :

PEMERIKSAAN SETELAH TFOT No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 [Kelompok I Gelombang II]

Waktu (detik) 0 120 180 240 300 360 420 480 540 600 660

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

Jarak (mm) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

51

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

720 780 840 900 960 1020 1080 1140 1200 1260 1320

600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100

600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1050 1100 MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 8 JULI 2013 DIPERIKSA : HANS AFRIANDA TANGGAL :

PEMERIKSAAN SEBELUM TFOT

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

2

2,15

10

2

2,15

10

3

4,05

15

3

4,05

15

4

5,41

20

4

5,41

20

5

7,33

25

5

7,33

25

No.

[Kelompok I Gelombang II]

No.

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

52

6

9,35

30

6

9,35

30

7

11,42

35

7

11,42

35

8

13,52

40

8

13,52

40

9

15,32

44

9

16,10

46

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar: I.

44

o

II.

46

o

C C

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata

45 oC

:

MEDAN,

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA )

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

PEMERIKSAAN TITIK LEMBEK KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 8 JULI 2013 DIPERIKSA : HANS AFRIANDA TANGGAL :

PEMERIKSAAN SETELAH TFOT PEMERIKSAAN I

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

2

3,50

3

PEMERIKSAAN II

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

10

2

3,50

10

5,03

15

3

5,03

15

4

7,15

20

4

7,15

20

5

9,00

25

5

9,00

25

No.

[Kelompok I Gelombang II]

No.

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

53

6

10,52

30

6

10,52

30

7

13,00

35

7

13,00

35

8

15,72

40

8

15,72

40

9

17,62

45

9

17,62

45

10

18,58

50

10

18,58

50

11

18,67

55

11

18,67

55

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar: III.

55

IV.

o

C

55

o

C

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata MEDAN,

:

55 oC

JULI 2013

ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( HANS AFRIANDA ) PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL (THIN FILM OVEN TEST) (PA – 0304 – 76) (AASHTO T – 47 – 82) (ASTM D – 6 – 95) 1. TEMPAT PERCOBAAN Percobaan Penurunan Berat Minyak pada Aspal dilakukan pada Sabtu, 6 Juni 2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan. 2. TUJUAN PERCOBAAN Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kehilangan berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu, yang dinyatakan dalam persen berat semula. 3. TEORI

[Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

54

Cahaya diketahui memiliki efek yang merusak pada aspal.Kerusakan yang timbul sering berasal dari sinar matahari , yang akan merusak aspal, dengan di bantu oleh Factor air dan cairan pelarut lainnya. Kerusakan molekul dengan cara ini disebut factor oksidasi, untungnya sinar yang merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapisan molekul lapisan atas aspal. Oleh karena itu ,foto oksidasi dianggap kecil pengaruhnya apabila dilihat dari table aspal keseluruhan. Namun proses di atas tidak dapat diabaikan dalam konstribusinya terhadap proses pengrusakan akibat cuaca pada pada lapisan permukaan tipis aspal. Karakteristik campuran aspal khususnya mengenai durabilitas sangat tergantung Pada karakteristik yang tersedia pada lapisan tipis aspal.Untuk mengevaluasi durabitas material aspal tersedia prosedur yang disebut Thin film Oven Test (TFOT) dengan melakukan pembatasan evaluasinya hanya pada karakteristik aspal, seperti kehilangan berat.

Pada pengujian ini kita menggnakan metoda TFOT ,dimana suatu sampel tipis di panaskan dalam oven selama periode tertentu, dan karakteristik sampel sesudah dipanaskan kemudian diperiksa untuk meneliti indikasi adanya proses pengerasan dari material aspal. Pengujian TOFT bertujuan mengetahui kehilangan minyak pada aspal akibat pemanasan berulang, pengujian ini mengukur perubahan kinerja aspal akibat kehilangan berat.Cahaya diketahui mempunyai efek yang merusak pada aspal karena kerusakan yang ditimbulkan sering berasal dari matahari dan dibantu oleh aspek air dan cairan pelarut lainnya. Kerusakan molekul aspal ini dinamakan oksidasi.Ini dianggap kecil pengaruhnya apabila dari tebak aspal keseluruhannya, namun proses diatas akibat cuaca pada lapisan permukaan agregat. Karakteristik campuran khususnya durabilitas aspal sangat tergantung pada karakteristik lapis tipis aspal.PadaPengujian ini, suatu sampel tipis dipanaskan. Kemudian

diperiksa

untuk

meneliti

adanya

proses

pengerasanatau

proses

pelapukanatau proses pelapukan material aspal. [Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

55

Pengujian kehilangan berat ini, umumnya tidak terpisah dengan evaluasi karakteristik sebelum dan sesudah kehilangan berat yang dilihat adalah nilai penetrasi titik lembek dan daktalitas.Untuk itu sangat dianjurkan saat penyiapan sampel dibuat 2 buah sampel. Untuk mendapatkan material aspal yang akan dipakai untuk campuran, diharapkan pengujian TFOT dan penurunan berat ini tidak terlalu besar, besarnya nilai penurunan berat ini tidak terlalu besar , selisih dari nilai penetrasi sebelum dan sesudah menunjukkan bahwa aspal tersebut peka terhadap cuaca dan suhu.Untuk menentuakn nilai kehilangan berat akibat pemanasan dapat menggunakan rumus Penurunan berat Dimana :

A = Berat sampel + cawan sebelum pemanasan B = Berat sampel + cawan sesudah pemanasan

4. PERALATAN a. Thermometer b. Oven yang dilengkapi dengan : • Pengatur suhu untuk memanasi sampai (180 + 1) 0 C • Pinggan logam berdiameter 25 cm c. Cawan d. Logam atau berbentuk silinder e. Neraca analitik, dengan kapasitas (300 + 0,01) gram 5. BENDA UJI a. Aduklah contoh minyak atau aspal serta panaskan bila perlu untuk mendapatkan campuran yang merata, b. Tuangkan contoh kira – kira ( 50 ± 0,5) gram kedalam cawan dan setelah dingin, timbanglah dengan ketelitian 0,01 gram (A) c. Benda uji yang diperiksa harus bebas air.

6. PROSEDUR PERCOBAAN [Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

56

a. Letakkan benda uji di atas setelah oven mencapai suhu (163 ± 1)0 C, b. Pasang lah thermometer pada duduk nya sehingga terletak pada jarak 1,9 cm dari pinggir pinggan dengan ujung 6 mm di atas pinggan, c. Ambil lah benda uji dari oven setelah 5 jam sampai 5 jam 15 menit, d. Dingin kan benda uji pada suhu ruang, kemudian timbang lah dengan ketelitian 0,01 gram (b).

7. HASIL PENGAMATAN Dari hasil percobaan di dapat data sebagai berikut : BENDA UJI 1

Berat sebelum pemanasan

Berat setelah pemanasan

(gram)

(gram)

68,85 12,38 56,47

68,81 12,38 56,43

Berat sebelum pemanasan

Berat setelah pemanasan

(gram)

(gram)

63,77 12,79

63,70 12,79

50,98

50,91

Cawan + Aspal Cawan Aspal Penuruna n Berat (%) BENDA UJI 2 Cawan + Aspal Cawan Aspal Penuruna n Berat (%)

[Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

57



Penurunan berat (1) =

x 100 % = 0,07 %



Penurunan berat (2) =

x 100 % = 0,13%

 Persentase Penurunan Rata – Rata

B. Nilai penetrasi sebelum pengujian TFOT

PERCOBAAN 1

1

BENDA UJI I

78

BENDA UJI II

84

1

3

7 0 8 1

6 0 7 5

Ratarata

Berat Cawan (gram)

Berat Cawan+Aspal (gram)

Berat Aspal (gram)

72,33 80

Benda Uji I :

[Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

58

Penetrasi rata – rata

= = 72,33

50 < 72,33< 149 ( oke )

Benda Uji II : Penetrasi rata – rata

= = 80

50 < 80 < 149 ( oke )

Nilai penetrasi setelah pengujian TFOT PERCOBAAN 1

1

2

3

Rata-rata

BENDA UJI I

60

59

57

58,66

BENDA UJI II

59

61

63

61

Rata-rata

59.83

Benda Uji I : Penetrasi rata – rata

= 60 + 59 + 57 3

= 58,66

50 < 58,66< 149 ( oke )

Benda Uji II : Penetrasi rata – rata

= 59 + 61 + 63 3

= 61

50 < 61 < 149 ( oke )

Nilai daktilitas sebelum pengujian TFOT

[Kelompok I Gelombang II]

Nilai daktilitas setelah pengujian TFOT

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

59

No.

Waktu (detik)

Jarak (mm)

Jarak (mm)

1

0

50

50

2

120

100

100

3

180

150

150

4

240

200

200

5

300

250

250

6

360

300

300

7

420

350

350

8

480

400

400

9

540

450

450

10

600

500

500

11

660

550

550

12

720

600

600

13

780

650

650

14

840

700

700

15

900

750

750

16

960

800

800

17

1020

850

850

18

1080

900

900

19

1140

950

950

20

1200

1000

1000

21

1260

1050

1050

22

1320

1100

1100

Nilai titik lembek sebelum pengujian TFOT PEMERIKSAAN I

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN II

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

60

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

1

Waktu (menit) 0

Suhu (oC) 5

2

2,15

10

2

2,15

10

3

4,05

15

3

4,05

15

4

5,41

20

4

5,41

20

5

7,33

25

5

7,33

25

6

9,35

30

6

9,35

30

7

11,42

35

7

11,42

35

8

13,52

40

8

13,52

40

9

15,32

44

9

16,10

46

No.

No.

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar: V.

44

o

VI.

46

o

C C

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata

:

45 oC

Nilai titik lembek setelah pengujian TFOT PEMERIKSAAN I No.

Waktu

Suhu

[Kelompok I Gelombang II]

PEMERIKSAAN II No.

Waktu

Suhu

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

61

(menit)

(oC)

(menit)

(oC)

1

0

5

1

0

5

2

3,50

10

2

3,50

10

3

5,03

15

3

5,03

15

4

7,15

20

4

7,15

20

5

9,00

25

5

9,00

25

6

10,52

30

6

10,52

30

7

13,00

35

7

13,00

35

8

15,72

40

8

15,72

40

9

17,62

45

9

17,62

45

10

18,58

50

10

18,58

50

11

18,67

55

11

18,67

55

Temperatur pada saat bola menyentuh pelat dasar: I.

II.

55

o

C

55

o

C

Temperatur titik lembek (Ring & Ball) rata-rata

:

55 oC

8. GAMBAR ALAT& FUNGSINYA

[Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

62

Thermometer :

OvenRTFOT :

Berfungsi sebagai pengukur suhu pada bahan percobaan

Berfungsi sebagai alat uji coba pemanasan bitumen pada suhu ±163°C.

Cawan : Sebagai wadah untuk meletakkan bitumen cair

Proses PemanasanBitumen : Berfungsi untuk mencairkan bitumen yang telah menjadi keras

8. APLIKASI LAPANGAN Sebagai pengetesan untuk mengetahui seberapa besar penurunan berat minyak pada saat hotmix terkena cuaca extreme ( cuaca panas ). 9. KESIMPULAN [Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

63

a. Dari hasil percobaan diperoleh Persentase Penurunan Berat dari aspal yang diuji adalah 0,13 %. b. Hasil dari percobaan penetrasi sebelum TFOT 76,17 dan hasil penetrasi setelah TFOT 57,6. c. Hasil dari percobaan Daktalitas sebelum TFOT mencapai waktu 1320 detit pada jarak 1100 mm dan Hasil dari Daktalitas setelah TFOT mencapai waktu 1440 detit pada jarak 1200 mm. d. Hasil dari percobaan titik lembek pada sample 1 sebelum TFOT mencapai waktu 15,32 pada suhu 440C dan sample 2 mencapai waktu 16,10 pada suhu 46 0C sedangkan Hasil dari percobaan titik lembek pada sample 1 setelah TFOT mencapai waktu 18,67 pada suhu 55 0C dan sample 2 mencapai waktu 18,67 pada suhu 550C.

10. REFERENSI a. Buku Pedoman Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU b. Laporan Praktikum Jalan Raya Fakultas Teknik USU

c. SNI – 03 – 2440 tentang metoda pengujian kehilangan berat aspal. d. SK SNI M-29-1990-F e. Bahan ajar Bahan Bangunan II, Fauna Adi broto, ST, MT

[Kelompok I Gelombang II]

PENURUNAN BERAT MINYAK PADA ASPAL ( THIN FILM OVEN TEST )

64

LABORATORIUM JALAN RAYA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATRA UTARA FAKULTAS TEKNIK SIPIL JL. KAPTEN MUCHTAR BASRI NO. 3A, MEDAN

ASPHALT FLASHPOINT TEST KELOMPOK GELOMBANG

: I ( SATU ) : II ( DUA )

DIKERJAKAN : 8 JULI 2013 DIPERIKSA : M. HAFIZH TANGGAL :

PEMERIKSAAN DALAM OC Temperatur (⁰C) 53 63 73 83 93 103 113 123 133 143 153 163 173 183 193 203 213 223 233 243 253 273

[Kelompok I Gelombang II ]

Waktu 0 1.1 2.2 3.3 4.4 5.5 6.6 7.7 8.8 9.9 11 12.1 13.2 14.3 15.4 16.5 17.6 18.7 19.8 20.9 22 23.1

Keterangan

titik nyala titik bakar

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

65

MEDAN, JULI 2013 ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( MUHAMMAD HAFIZH ) ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL) (PA – 0303 – 76) (AASTHO – T48 – 74) (ASTM – D92 – 52)

1. HARI/TANGGAL PRAKTIKUM Praktikum dilaksanakan pada Kamis, 4 Juli 2013 di Laboratorium Jalan Raya Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 2. TUJUAN PERCOBAAN Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua berat jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 790.

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

66

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada saat suatu titik dari atas permukaan aspal. 3. TEORI Terdapat dua metode pratikum yang umum dipakai untuk menentukan titik nyala dari bahan aspal. Pratikum untuk Aspal Cair (Cutback) biasanya dilakukan dengan menggunakan alat Tagliabue Open Cup, sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat biasanya digunakan alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut pada prinsipnya adalah sama, walau pada metode Cleveland Open Cup, bahan aspal dipanaskan di dalam tempat besi yang direndam di dalam bejana air, sedangkan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan dilakukan pada tabung kaca yang juga diletakkan di dalam air. Pada kedua metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan secara bertahap pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik api kecil dilewatkan di atas permukaan benda uji yang dipanaskan tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda uji terbakar. Syarat minimum temperature titik nyala oleh Bina Marga untuk aspal PEN 40 – 60 (200 ºC). Titik nyala dan titik bakar aspal perlu diketahui karena : •

Sebagai

indikasi

temperatur,

pemanasan

maximum

dimana

masih

dalam

batas-batas aman pengerjaan. •

Agar karakteristik aspal tidak berubah (rusak) akibat dipanaskan melebihi temperature titik bakar.

Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik dari atas permukaan aspal. Untuk mendapatkan temperature titik nyala dan titik bakar yang akurat, perlu diperhatikan dalam pengujiannya sebagai berikut : a.

Tersedianya pelindung angin yang menjaga nyala api dari hembusan angin.

b.

Kecepatan pemanasan dengan menggunakan Bunsen (pengatur besar kecilnya api).

c.

Pemberian api pemancing (pilot) dilakukan menjelang temperature mendekati titik nyala perkiraan dengan memperhatikan :

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

67

d.



Jarak as api pilot terhadap benda uji ± 10 mm.



Kecepatan lewat api pilot di atas muka benda uji ± 1 detik perjurusan.



Diameter api pilot berkisar 3.2 mm sampai 4.8 mm

Cahaya ruangan diatur sedemikian rupa sehingga nyala api pilot dan nyala api pertama (pijaran api pertama terputus-putus dalam kurun waktu 5 detik) dapat dilihat jelas (dapat juga dilakukan di ruangan gelap).

e.

Thermometer harus bersih dan skalanya terbaca jelas, diupayakan memakai bantuan kaca pembesar dalam pembacaannya.

Pada pemeriksaan ganda (duplo) sebagai titik nyala benda uji yang dapat memenuhi syarat toleransi sebagai berikut : Titik Nyala dan Titik Bakar 0

0

Ulangan Oleh Satu

Ulangan Oleh

Orang Dengan Satu

Beberapa Orang

Alat 5 F (2 0C) 10 ºF (5.5 ºC)

Dengan Satu Alat 10 ºF (5.5 ºC) 15 ºF (8 ºC)

0

Titik Nyala 175 F – 550 F Titik Bakar

4. PERALATAN a. Thermometer b. Cleveland Open Cup c. Pelat pemanas yang terdiri dari logam untuk melekatkan cawan cleveland dan bagian atas dilapisi seluruhnya oleh asbes setebal 0,6 cm ( ¼” ). d. Sumber pemanasan. Pembakaran gas atau tungku listrik atau pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar bagian atas cawan. e. Penahan dingin. Alat yang menahan angin apabila digunakan nyala sebagai pemanasan. f. Nyala penguji. g. Yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan diameter 3,2 mm sampai 4,8 mm, dengan panjang tabung 7,5 cm.] 5. BENDA UJI a. Panaskan contoh aspal antara (120 – 150)0 C sampai cukup cair. [Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

68

b. Kemudian isilah cawan cleveland sampai garis dan hilangkan (pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan cair.

6. PROSEDUR PERCOBAAN a. Letakkan cawan di atas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas sehingga terletak di bawah titik tengah cawan. b. Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah cawan. c. Tempatkan termometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm di atas dasar cawan dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji. Kemudian aturlah sehingga poros termometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi. d. Tempatkan penahan angin di depan nyala penguji. e. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanasan sehingga kenaikan suhu menjadi (15 ± 1) 0 C per menit sampai benda uji mencapai suhu 56 0C di bawah titik nyala perkiraan. f. Kemudian aturlah kecepatan pemanasan 50C sampai 60C per menit pada suhu antara 560C dan 280C di bawah titik nyala perkiraan.

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

69

g. Nyalakan nyala penguji dan aturlah agar diameter nyala penguji tersebgut menjadi 3,2 sampai 4,8 mm h. Putarlah nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu satu detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 20C. i. Lanjutkan pekerjaan f dan h sampai terlihat nyala singkat pada suatu lintasan di atas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer dan catat. j. Lanjutkan pekerjaan i sampai terlihat nyala yang agak lama sekurang-kurangnya 5 detik dari atas permukaan benda uji. Bacalah suhu termometer dan catat.

7. PERHITUNGAN Dalam Suhu 0C (Celcius)

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

70

Temperatur (⁰C) 53 63 73 83 93 103 113 123 133 143 153 163 173 183 193 203 213 223 233 243 253 273

Waktu

[Kelompok I Gelombang II ]

0 1.1 2.2 3.3 4.4 5.5 6.6 7.7 8.8 9.9 11 12.1 13.2 14.3 15.4 16.5 17.6 18.7 19.8 20.9 22 23.1

Keterangan

titik nyala titik bakar

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

71

Dalam Suhu 0F Temperatur (⁰F) 127.4 145.4 163 181.4 199.4 217.4 235.4 253.4 271.4 289.4 307.4 325.4 343.4 361.4 379.4 397.4 415.4 433.4 451.4 469.4 487.4

Waktu 0 1.1 2.2 3.3 4.4 5.5 6.6 7.7 8.8 9.9 11 12.1 13.2 14.3 15.4 16.5 17.6 18.7 19.8 20.9 22

[Kelompok I Gelombang II ]

Keterangan

titik nyala

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

72

505.4

23.1

titik bakar

8. PERHITUNGAN •

Dalam Suhu 0C kenaikan suhu 10 0C menghabiskan waktu sebanyak 1.12 menit 53 0C = 0 63 0C = 1.1 MENIT 73 0C = 2.2 MENIT ( 1.1 x 2) 83 0C = 3.3 MENIT ( 1.1 x 3) 93 0C = 4.4 MENIT ( 1.1 x 4) 103 0C = 5.5 MENIT ( 1.1 x 5) Dan seterusnya sampai mencapai titik leleh dan titik nyala aspal 243 0C = 20.9 MENIT ( 1.1 x 19) titik nyala 273 0C = 23.1 MENIT ( 1.1 x 21) titik bakar



Dalam Suhu 0F Di konversi dari 0 C ke 0 F 53 0C = 32 + 1.8 ( 53) = 127.4 0F 63 0C = 32 + 1.8 (63) = 145.4 0 F 73 0C = 32 + 1.8 (73) = 163

0

F

83 0C = 32 + 1.8 (83) = 181.4 0 F [Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

73

Dan seterusnya sampai pada suhu 273 0

C

273 0 C = 32 + 1.8 (273) = 505.4 0 F

9. GAMBAR ALAT

Alat Pemanas

Thermometer

Fungsinya : sebagai alat pemanas untuk memanaskan Cleveland Open Cup

Fungsinya : Untuk mengukur suhu

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

74

Penahan Angin

Cleveland Open Cup

Fungsinya : Sebagai alat untuk menahan angin

Fungsinya : Sebagai alat yang idgunakan untuk melihat nilai titik nyala dan leleh suatu aspal

Sumber Api Fungsinya : Sebagai alat untuk menghasilkan api

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

75

Asphalt Flash Point Test

10. APLIKASI LAPANGAN •

Sebagai pengetesan dalam menentukan besanya nilai titik leleh dan nyala suatu aspal dalam pemeriksaan kualitas aspal.



Penentuan titik nyala dilakukan untuk memastikan bahwa aspal cukup aman untuk pelaksanaan.



Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal.



Hasil pengujian ini selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat bahan terhadap bahaya api, pada temperatur mana bahan akan terbakar atau menyala.

11. KESIMPULAN a. Dari hasil perhitungan, diperoleh data sebagai berikut: : 2920C

-

Titik Nyala Rata-rata

-

Standart Deviasi

: 0

-

Varians

:

-

Titik Bakar Rata-rata

-

Standart Deviasi

: 0

-

Varians

:

: 3230C

b. Toleransi untuk titik nyala adalah 20C untuk satu orang dengan satu alat dan 5,5 0C untuk beberapa orang dengan satu alat. Dalam hal ini digunakan toleransi 5,50C untuk beberapa orang satu alat. c. Toleransi untuk titik bakar adalah 5,5 0C untuk satu orang dengan satu alat dan 8 0C untuk beberapa orang dengan satu alat. Dalam hal ini digunakan toleransi 80C untuk beberapa orang dengan satu alat.

[Kelompok I Gelombang II ]

ASPHALT FLASH POINT TEST (TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL)

76

d. Dari perhitungan data toleransi nyala yang diperoleh lebih kecil dari toleransi yang diizinkan ( 100

100 -

Cm

99,99

99 -

Titik Nyala COC/Flash Point

323

200 -

⁰C

Berat Jenis

1,01

1.0 -

gr/ml

0,10

- 0.8

%

Berat

%

Asli

Kehilangan Berat (Thin Film Oven Test/TFOT)

0,1

%

Mm

Berat

8

Penetrasi setelah Kehilangan Berat

57,6

54 -

9

Daktalitas setelah Kehilangan Berat

120 > 100

50 -

Cm

55

-

⁰C

10

Titik Lembek setelah Kehilangan Berat

Medan, Juli 2013 ASSITEN LABORATORIUM JALAN RAYA

( MUHAMMAD HAFIZH ) MARSHALL TEST (JOB MIX FORMULA) [Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

80

(PA-0201-76) (AASHTO-1245-74) (ASTM-0159-62)

1. TEMPAT PERCOBAAN Percobaan Centrifuge Extractor Test dilakukan pada Jumat-Senin,5- 8 Juni 2013 bertempat di Laboratorium Jalan Raya, Fakultas Teknik Sipil, Universitas Sumatra Utara, Medan.

2. TEORI Pengujian Marshall adalah suatu metoda pengujian untuk mengukur stabilitas dan kelelahan plastis campuran beraspal dengan menggunakan alat Marshall. Pada dasarnya, untuk mengetahui kinerja dari campuran aspal yang digunakan pada struktur perkerasan jalan, faktor-faktor yang harus diperhatikan di antaranya : a. Stability b. Durability c. Flexibility d. Fatique Resistance : Thick Layers; Thin Layers e. Fracture Strength : Overload Conditions; Thermal Conditions f. Skid Resistance g. Impermeability h. Workability Umum Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang oleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria : [Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

81

a. Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu lintas yang melewatinya tanapa mengalami deformasi permanent dan deformasi plastis selama umur rencana. b. Durabilitas Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu lintas. c. Kelenturan yang cukup Lapisan beraspal harus mampu menahan lendutan akibat beban lalu-lintas tanpa mengalami retak. d. Cukup kedap air Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya. e. Kekesatan yang cukup Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan. f. Ketahanan terhadap retak lelah Lapisan beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu lintas selama umur rencana. g. Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah dihamparkan dan dipadatkan. Untuk dapat memenuhi ketujuh kriteria tersebut, maka sebelum pekerjaan campuran beraspal dilaksanakan, perlu terlebih dahulu dibuat formula campuran kerja (FCK).Pembuatan FCK atau lebih dikenal dengan JMF (Job Mix Formula), meliputi penentuan proporsi dan beberapa fraksi agregat dengan aspal sedemikian rupa [Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

82

sehingga dapat memberikan kinerja perkerasan yang memenuhi syarat.Pembuatan campuran kerja dilakukan dengan beberapa tahapan dimulai dari penentuan gradasi agregat gabungan yang sesuai persyaratan dilanjutkan dengan membuat Formula Campuran Rencana (FCR) yang dilakukan di laboratorium.FCR dapat disetujui menjadi FCK apabila hasil percobaan pencampuran dan percobaan pemadatan di lapangan telah memenuhi persyaratan.Perencanaan campuran ini berlaku untuk jenisjenis campuran lapisan tipis aspal pasir (latasir), lapisan beton aspal (laston), lapis tipis aspal beton (lataston). Tahapan Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK) adalah sebagai berikut : a. Evaluasi jenis campuran aspal yang digunakan. b. Melakukan pengujian mutu aspal dan agregat dari tempat penyimpanan (stock pile). c. Melakukan penyiapan peralatan laboratorium. d. Pembuatan FCR berdasarkan material dari stock pile atau bin dingin (clod bin) dengan kegiatan meliputi: -

melakukan pengujian gradasi agregat dan menentukan kombinasi beberapa fraksi agregat sehingga memenuhi spesifikasi gradasi yang ditentukan.

-

menentukan kadar aspal rencana perkiraan.

-

melakukan pengujian Marshall dan volumetric, rongga di antara agregat (VMA), rongga dalam campuran (VIM) dan rongga terisi aspal (VFA) dengan kadar aspal yang bervariasi.

-

mengevaluasi hasil pengujian dan menentukan kadar aspal optimum dari campuran.

e. Melakukan kalibrasi bukaan pintu bin dingin dan menentukan besarnya beban sesuai dengan proporsi yang telah diperoleh. f. Melakukan pengambilan contoh agregat dari masing-masing bin panas dan selanjutnya melakukan pengujian gradasi agregat. g. Pembuatan FCR berdasarkan material dan bin panas (hot bin). Dengan kegiatan meliputi: [Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

83

-

melakukan pengujian gradasi agregat dan menentukan kombinasi beberapa fraksi agregat yang diambil dari bin panas. Gradasi campuran yang ditentukan harus sesuai dengan gradasi yang direncanakan berdasarkan material dari bin dingin (cold bin).

-

melakukan pengujian Marshall dan volumetric (VMA, VIM, VFA) untuk mengetahui karakteristik dari campuran beraspal dengan kadar aspal yang bervariasi.

-

mengevaluasi hasil pengujian dan menentukan kadar aspal optimum dari campuran.

h. Melakukan

percobaan

campuran

di

unit

pencampur

aspal

(AMP)

dan

mengevaluasinya..

Jenis Campuran Beraspal Yang Digunakan Dalam spesifikasi terdapat beberapa jenis campuran beraspal, yaitu Latasir (Lapis Tipis Aspal Pasir), Lataston (Lapisan Tipis Aspal Beton) dan Laston (Lapis Aspal Beton), dalam perencanaan campuran kerja harus disesuaikan dengan kebutuhan dari perkerasan yang akan dipasang di lapangan. Penentuan jenis campuran beraspal yang digunakan dapat mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir, HRSS) kelas A dan B Campuran ini dimaksudkan untuk jalan dengan lalu lintas ringan, terutama di daerahdaerah dimana batu pecah sulit diperoleh, biasa digunakan untuk lapis permukaan. Pemilihan Latasir kelas A dan B bergantung pada gradasi pasir yang digunakan. Campuran Latasir biasanya memerlukan tambahan bahan pengisi untuk memenuhi sifatsifat campuran yang disyaratkan. Campuran jenis ini umumnya mempunyai daya tahan yang relative rendah terhadap terjadinya alir, karena itu tidak dibenarkan dipasang dengan lapisan yang tebal, pada jalan dengan lalu lintas berat atau pada daerah tanjakan. b. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston, HRS)

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

84

Lataston mempunyai persyaratan kekuatan yang sama dengan tipikal yang disyaratkan untuk aspal beton konvensional (Asphalt Concrete, AC) yang tidak bergradasi menerus. Terdapat dua jenis campuran Lataston yaitu untuk lapis permukaan (HRS-wearing course) dan Lataston untuk lapis pondasi (HRS-base).Ukuran maksimum untuk masing-masing jenis-jenis campuran Lataston adalah 19 mm (3/4 inci). Perbedaan keduanya adalah gradasi Lataston untuk lapis permukaan lebih halus dibandingkan gradasi Lataston untuk lapis pondasi, yang akan menghasilkan Lataston untuk lapis permukaan mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan Lataston untuk lapis pondasi Lataston sebaiknya digunakan pada jalan dengan lalu lintas ringan sampai sedang (< 1.000.000 SST). Gradasi agregat harus benar-benar senjang.Untuk memperolehnya, hampir selalu diperlukan gabungan antara pasir halus dengan batu pecah. c. Lapis Beton Aspal (Laston, AC) Laston (AC) yang umum dikenal terdiri dari tiga yaitu AC-base, AC-WC1 (ACbinder), dan AC-WC2 (AC-WC).Ukuran butir maksimum ketiganya adalah berturut-turut 1 ½ inchi, 1 inchi, dan ¾ inchi. Campuran Laston lebeih peka terhadap variasi kadar aspal dan variasi gradasi agregat dibandingkan dengan campuran untuk Lataston. Laston dapat digunakan untuk lapis permukaan, lapis antara dan lapis pondasi pada jalan dengan lalu lintas ringan sampai lalu lintas berat.Perbedaan utama dari masing-masing peruntukan tersebut adalah pada ukuran butir maksimum yang digunakan.Pemilihan ukuran butir maksimum digunakan dengan rencana tebal penghamparan, tebal hamparan padat minimum setebal 2 kali ukuran butir maksimum untuk menjamin tekstur permukaan dan ikatan antar butir yang baik.Untuk lapis permukaan diperlukan tekstur yang lebih rapat sehingga lebih kedap terhadap air dan memberi kekesatan yang cukup.

Pengujian Bahan Olahan Yang dimaksud bahan olahan adalah campuran dari agregat dan aspal yang masingmasing dipanaskan pada temperature tertentu baik berbentuk briket ataupun tidak. i. Melakukan percobaan pemadatan dari lapangan dan membandingkannya dengan kepadatan laboratorium serta mengevaluasinya.

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

85

j. Jika semua tahapan telah dilaksanakan dan telah memenuhi semua persyaratan, maka formula akhir tersebut disebut Formula Campuran Kerja (FCK). Jika ada salah satu persyaratan yang tidak terpenuhi maka langkah-langkah tersebut harus diulang.

Mulai Evaluasi Jenis Campuran dan Persyaratannya Kesesuaian Mutu Bahan dengan Spesifikasi Kesesuaian Peralatan dengan Standar Pengujian

Tidak Ganti Bahan Tidak

Perbaikan alat atau ganti alat uji

Pembuatan FCR untuk Mengetahui Karakteristik Campuran dari Bin Dingin Kesesuaian Karakteristik Campuran dengan Spesifikasi

Tidak

Perbaikan Gradasi Jika perlu ganti bahan

Kalibrasi Bukaan Bin Dingin dan Menentukan Bukaannya. Selanjutnya Pengambilan Contoh dari Gir Panas dan Diuji Gradasinya Penentuan Komposisi Tiap Bin Sesuai Gradasi Rencana, Selanjutnya Pembuatan FCR untuk Mengetahui Karakteristik Campuran. Hasil yang Diperoleh Dievaluasi untuk Menentukan Kadar Aspal Optimum. Uji Coba Pencampuran di AMP untuk Melihat Kesuaian Operasional dengan Rencana (Sebelumnya Perikasa Kondisi AMP) Tidak Sesuai dengan MARSHALL TEST Rencana Uji Coba Pengesahan Campuran Pemadatan FCR Beraspal darimenjadi Lapangan Mudah FCKUntuk Menentukan Jumlah Dipadatkan (Selesai) Lintasan PemadatanTidak

[Kelompok I Gelombang II ]

Jika perlu atau jika 86 terjadi banyak Perubahan gradasi overflow lakukan atau penambahan perubahan gradasi pasir pada proporsi yang diijinkan

Skema Pembuatan Formula Campuran Kerja (FCK)

a.

Metode Sampling (Pengambilan Contoh) Guna keperluan perencanaan campuran, jumlah agregat dan aspal yang mewakili harus disiapkan dengan jumlah yang mencukupi untuk keperluan beberapa pengujian. Sebagai petunjuk banyak bahan yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:  4 liter (1 gal) aspal keras  23 kg (50 lb) agregat kasar  23 kg (50 lb) agregat halus atau pasir  9 kg (20 lb) bahan pengisi jika diperlukan

Jumlah bahan tersebut mungkin perlu diperbanyak apabila diperkurakan bahwa hasil kombinasi dari agregat memerlukan presentase yang lebih besar. Setiap bahan agar diberi label yang menerangkan tentang antara lain asal contoh, lokasi proyek, dan nomor kegiatan. Urutan pengujian agar direncanakan semestinya dan hendaknya semua pengujian yang dipersyaratkan oleh spesifikasi telah diselesaikan sebelum perencanaan campuran dilaksanakan. Prosedur penyiapan bahan terdiri atas : [Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

87

1. Pengeringan agregat hingga beratnya konstan; 2. Penyaringan agregat kering sesuai fraksi agregat yang diinginkan; 3. Penimbangan agregat untuk campuran; 4. Pemanasan agregat untuk campuran ke dalam oven; 5. Penempatan agregat untuk campuran pada alat pencampuran; 6. Tambahkan jumlah aspal ang sesuai pada agregat untuk pencampuran; 7. Campur agregat dan aspal bersama-sama.

b.

Pengujian Marshall untuk Perencanaan Campuran Prosedur pengujian didasarkan pada ASTM D 1559. Metode Marshall standar diperuntukkan untuk perencanaan campuran beton aspal dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inci) dan menggunakan aspal keras. Pengujian Marshall dimulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu diperhatikan hal sebagai berikut: 1. Bahan yang digunakan masuk spesifikasi; 2. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratkan; 3. Untuk keperluan analisa Voidmetric (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang digunakan pada kombinasi agregat, dan berat jenis aspal keras harus dihitung terlebih dahulu. Ukuran benda uji adalah tinggi 64 mm (2 ½ inci) dan diameter 102 mm ( 4 inci) yang dipersiapkan dengan menggunakan prosedur khusus untuk pemanasan, pencampuran dan pemadatan campuran agregat dengan aspal. Dua prinsip penting pada perencanaan campuran dengan pengujian Marshall adalah analisis volumetric dan analisa stabilitas kelelehan (flor) dair benda uji padat. Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada temperature 60°C (140°F).Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang diberikan selama pengujian stabilitas.

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

88

Pada penentuan kadar aspal optimum utnuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian Marshall, perlu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehinggga didapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar ½ % kenaikan kadar aspal dibawah optimum. Secara garis besar penyiapan benda uji dan pengujian sebagai berikut: 1.

Jumlah benda uji, minimum tiga buah untuk masing-masing kombinasi agregat dan aspal;

2.

Oven dalam kaleng (Loyang) agregat yang sudah terukur gradasi dan sifat mutu lainnya, sampai temperature yang diinginkan;

3.

Panaskan aspal terpisah sesuai panas yang diinginkan pula;

4.

Cetakan dimasukkan dalam oven yang mempunyai temperature 93°C;

5.

Campuran agregat dan aspal sampai merata;

6.

Keluarkan dari oven cetakan dan siapkan untuk pengisian campuran, setelah campuran dimasukkan ke dalam cetakan tusuk-tusuk dengan spatula 10 x bagian tengah dan 15 x bagian tepi;

7.

Tumbuk 2x75 kali, 2x50 kali atau 2x35 kali sesuai dengan beban penumbuknya;

8.

Setelah kira-kira temperature hangat keluarkan benda uji dari cetakan dengan menggunakan extruder;

9.

Diamkan contoh selama 24 jam, kemudian periksa berat isinya;

10.

Rendam dalam waterbath yang mempunyai temperature 60°C selama 30 menit lakukan pengujian Marshall untuk mengetahui stabilitas dan kelelehan;

11.

Data yang diperoleh dalam pemeriksaan ini antara lain:  Stabilitas  Kelelehan (flow)

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

89

Metode Marshall standar diuraikan di atas diperuntukkan untuk perencanaan campuran beton aspal dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inci) dan menggunakan aspal keras. Untuk ukuran butir maksimum lebih besar dari 25 mm (1 inci) digunakan prosedur Marshall modifikasi. Prosedur Marshall yang dimodifikasi pada dasarnya sama dengan metode Marshall standar, namun karena campuran beraspal menggunakan ukuran butir maksimum yang lebih besar maka digunakan diameter benda uji yang lebih besar pula, yaitu 15,24 cm (6 inci) dan tinggi 95,2 mm. Berat perlu penumbuk 10,2 kg (22 lb) dengan tinggi jatuh 457 mm (18 inci). Benda uji tipikal mempunyai berat sekitar 4 kg. Jumlah tumbukan untuk Marshall modifikasi adalah 112 kali (untuk lalu lintas berat > 500.000 SST) dan 75 kali tumbukan (untuk lalu lintas berat < 500.000 SST). Kriteria perencanaan harus diubah dimana stabilitas minimum ditingkatkan 2,25 kali sedangkan kelelehan 1,5 kali dari ukuran benda uji normal (d = 4 inci).

c.

Berat isi benda uji padat Setelah benda uji selesai, kemudian dikeluarkan dengan menggunakan extruder dan didinginkan.Berat isi untuk benda uji harus ditentukan dengan melakukan beberapa kali penimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Timbang benda uji di udara; 2. Selimut benda uji dengan Parafin; 3. Timbang benda uji berparaffin di udara; 4. Timbang benda uji berparafin di dalam air. Berat isi benda uji tidak harus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji jenuh kering permukaan (SSD) seperti prosedur ASTM D 2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Timbang benda uji di udara;

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

90

2. Rendam benda uji di dalam air; 3. Timbang benda uji SSD di udara; 4. Timbang benda uji SSD di dalam air.

d.

Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (flow) Setelah penentuan berat benda uji bulk dilaksanakan, pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji sepertu diperlihatkan pada gambar. Prosedur pengujian berdasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Rendam benda uji pada temperature 60°C (140°F) selama 30-40 menit sebelum pengujian; 2. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat uji; 3. Stel dial pembacaan stabilitas dan kelelehan. Lakukan pengujian dengan kecepatan deformasi konstan 51 mm (2 inci) per menit sampai terjatuh runtuh; 4. Catat besarnya stabilitas dan kelelehan yang terjadi pada dial.

e.

Pengujian Volumetrik Umum: Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa ronggadensity. Sifat tersebut adalah: 1. Berat isi dan atau berat jenis benda uji padat; 2. Rongga dalam agregat mineral; 3. Rongga udara dalam campuran padat.

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

91

Dari berat contoh dan persentasi aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing, volume dari material yang bersangkuran dapat ditentukan.

Udara

Va Vbe

Aspal

Vma Vma

Vba Vmb Vsb

Agregat

Vmm

Vse

Gambar Hubungan Volume dan Rongga-density Benda Uji Campuran Aspal Panas Padat Vmm : Volume tidak ada rongga udara dari campuran Va

: Volume rongga udara

Vb

: Volume aspal

Vba

: Volume aspal terabsorbsi agregat

Vbe

: Volume aspal efektif

Vsb

: Volume agregat (dengan berat jenis curah)

Vse

: Volume agregat (dengan berat jenis efektif)

Wb

: Berat aspal

Wt

: Berat agregat

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

92

γW

: Berat isi air 1,0 gr/cm³

G mb

: Berat jenis curah contoh campuran padat Vbe +Va    x 100 % Vma =  Vmb 

 Va    x 100 % rongga = Vmb 

Wb +Ws  x γW = G mb x γ w Density =    Vmb 

Rongga pada agregat mineral (Vmb) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji. Merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga pada campuran, Va atau sering disebut Um, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dan aspal.

Prosedur Untuk Menganalisis Campuran Beraspal Panas Padat Prosedur ini berlaku untuk benda uji padat yang dibuat di laboratorium dan pada contoh tidak terganggu yang diambil dari lapangan.Dengan menganalisa rongga udara dan rongga pada mineral agregat, beberapa indikasi dari kinerja campuran aspal panas selama masa pelayanan dapat diperkirakan. Garis Besar Prosedur Tahap analisa Campuran aspal Panas adalah sebagai berikut: a) Uji berat jenis curah (bulk specific gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM 127) dan agregat halus AASHTO T84 atau ASTM C 128) b) Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T100 atau ASTM D 854) c) Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran d) Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041, AASHTO T 209)

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

93

e) Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726) f) Hitung berat jenis efektif agregat g) Hitung absorbsi aspal dan agregat h) Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat i) Hitung persen rongga udara (VIM) dalam campuran padat j) Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat

Parameter dan Formula Perhitungan Parameter dan formula untuk menganalisa campuran aspal adalah sebagai berikut: a) Berat Jenis Curah Agregat Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus, dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berlainan. Berat jenis curah gabungan agregat ditentukan sebagai berikut: Gsb =

P1 +P 2 +........ + Pn P1 P 2 Pn + +...... + G1 G 2 Gn

Dengan Pengertian: Gsb

: Berat jenis curah total agregat

P1, P2, Pn

: Persentase dalam beban agregat 1,2,n

G1, G2, Gn

: Berat jenis curah agregat 1,2, n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semu kesalahan umumnya kecil dan dapat diabaikan

b) Berat Jenis Efektif Agregat [Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

94

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis efektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut: Pmm −Pb Gse = Pmm −Pb Gmm Gb

Dengan Pengertian: Gse

: Berat jenis efektif agregat

Pmm : Total campuran lepas, presentase terhadap berat total campuran = 100% Pb

: Aspal, persen dari berat total campuran

G mm

: Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara), ASTM D 2041)

Gb

: Berat jenis aspal

Catatan : Volume aspal yang terserap agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang terserap. Besarnya berat jenis efektif agregat halus diantara berat jenis curah dan semu agregat. Berat jenis semu ( σsa ) dihitung dengan formula: P1 +P 2 ........ +Pn P1 P 2 Pn Gsa = + + G1 G 2 Gn

Dengan pengertian: Gsa

: Berat jenis semu total agregat

P1, P2, Pn

: Persentase dalam berat agregat 1,2, n

G1, G2, Gn

: Berat jenis semu agregat 1,2, n

c) Berat Jenis Maksimum Dari Campuran Dengan Perbedaan Kadar Aspal

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

95

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu Berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar aspal yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Pmm Gmm = Ps + Pb Gse Gb

Dengan pengertian: Gmm : Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara) Pmm : Campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran = 100% Ps

: Agregat, persen berat total campuran

Pb

: Aspal, persen berat total campuran

Gse

: Berat jenis efektif agregat

Gb

: Berat jenis aspal

d) Penyerapan Aspal Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam persentase berat total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat. Penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Gse −Gsb 

Pba = 100   Gsb x Gse  Gb 



Dengan pengertian: Pba

: Aspal yang terserap, persen berat agregat

Gse

: Berat jenis efektif agregat

Gsb

: Berat jenis curah agregat

Gb

: Berat jenis aspal

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

96

e) Kadar Aspal Efektif Campuran Kadar aspal efektif campuran adalah aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap ke dalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:

 Pba   Ps  100 

Pbe = Pb − Dengan Pengertian: Pbe

: Kadar aspal efektif, persen berat total campuran

Ps

: Agregat, persen berat total campuran

Pb

: Aspal, persen berat total campuran

Pba

: Aspal yang terserap, persen berat total campuran

f) Persen Vma pada campuran aspal panas padat Rongga dalam mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihitung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat. Jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Gmb

100

VMA = 100 − Gsb x 100 +Pb x 100 Dengan Pengertian: Pb

: Aspal, persen berat agregat

Gmb

: Berat jenis curah campuran padat

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

97

Gsb

: Berat jenis curah agregat

g) Perhitungan rongga udara dalam campuran padat Rongga udara, Pa, dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal. Rongga udara dihitung persamaan sebagai berikut : Pa = 100 (Gmm-Gmb) / Gmm Dengan pengertian : Pa

: Rongga udara dalam campuran padat, persen dan total volume

Gmm : Berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara) Gmb

: Berat jenis curah campuran padat

h) Persen PVA (sering di sebut VFB) dalam campuran padat Rongga udara terisi aspal, VFA, merupakan persentase rongga antar agregat partikel (UMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut : VFA = 100 (WMA-Pa) / VMA

Dengan pengertian : VFA

: Rongga terisi aspal, persen dari VNA

VMA : Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) Pa

: Rongga udara dalam campuran padat, persen

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

98

Penyiapan Bahan Di dalam membuat rencana campuran, diperlukan pertimbangan-pertimbangan : a)

Bahan agregat yang digunakan untuk membuat campuran rencana awal diambil dari stockpile atau dari bin dingin. Khusus untuk ANP yang mempunya bin panas, pembuatan PCR dilakukan dua tahap yaitu berdasarkan bahan dari bin dingin dan tahap kedua berdasarkan bahan dari bin panas. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan agar produksi campuran beraspal panas menjadi efisien dan efektif. Apabila pembuatan FCR hanya dilakukan berdasarkan bahan dari bin panas akan menyebabkan aliran material dari bin dingin tidak berimbang. Akibatnya terjadi pelimpahan material (over flow)atau waktu yang diperlukan untuk menunggu di bin panas sampai gradasi yang direncanakan terpenuhi terlalu lama. Aliran material yang tidak seragam dapat juga menyebabkan temperatur campuran beraspal bervariasi.

b) Sebelum pekerjaan pembuatan campuran rencana dimulai di laboratorium 1 jumlah agregat pecah dan pasir, sebaiknya sudah tersedia dilokasi pencampuran sekurangkurangnya untuk 1 bulan produksi. Hal ini untuk menjamin tidak adanya perubahan gradasi dan sifat-sifat fisik, harus dilakukan pembuatan FCK baru berdasarkan gradasi dan karakteristik agregat yang baru. c)

Dalam memilih sumber bahan agregat, perencana harus memperhitungkan penyerapan agregat terhadap aspal. Karena itu diupayakan untuk menjamin bahwa agregat yang digunakan adalah agregat dengan tingkat penyerapan air yang rendah sehingga aspal yang terserap menjadi lebih kecil.

d) Agregat yang terdapat di pasaran dapat terdiri atas bebeapa maksi misalnya maksi kasar, maksi sedang dan abu batu atau pasir alam. Pada umumnya maksi kasar dan sedang dapat dikelompokkan sebagai agregat kasar, sementara abu atau pasir sebagai agregat halus. e)

Agregat yang terdiri atas beberapa maksi sering disebut sebagai batu pecah 2/3, batu 1/2, batu 1/1 pasir alam dan bahan pengisi (filler). Nama-nama tersebut biasanya hanya digunakan sebagai nama bahan di lokasi penimbunan yang akan di pasok ke tempat pekerjaan.

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

99

Terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk bahan campuran aspal panas sehingga diperoleh campuran rencana yang memenuhi persyaratan secara lebih rinci diuraikan dalam spesifikas, ketentuan tersebut antara lain : a. Agregat Sebelum dilakukan perencanaan campuran beraspal, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian : -

Analisa saringan agregat halus dan kasar (SNI-03-1968-1990)

-

Keausan terhadap abrasi dengan mesin Los Angeles (SNI-08-2417-1991)

-

Pelekatan agregat terhadap aspal (SNI-03-2439-1991)

-

Nilai setara pasir untuk agregat halus (Pa M -03-1996-03)

-

Angularitas untuk agregat kasar dan agregat halus

-

Dan lainnya sesuai dengan spesifikasi. Setelah seluruh persyaratan terpenuhi barulah dilakukan pembuatan campuran

rencana, untuk terjaminnya persyaratan dapat terpenuhi perlu dipertimbangkan ketentuanketentuan berikut : 1) Seluruh analisa saringan agregat termasuk bahan pengisi harus di uji dengan cara basah untuk menjamin ketelitian proposi agregat. 2) Penentuan proporsi agregat dalam campuran agar sesuai dengan spesifikasi dapat dimulai dengan pendekatan keadaan diantara titik kontrol atau pendekatan terhadap tengah-tengah spesifikasi gradasi yang disyaratkan. 3) Perbedaan berat jenis antara agregat kasar dan agregat halus tidak boleh lebih dari 0,2. Bila terdapat perbedaan maka harus dilakukan koreksi sehingga target gradasi yang terpenuh. Koreksi tersebut perlu dilakukan karena standar umum perbandingan proporsi agregat adalah berdasarkan perbandingan berat bukan volume sehingga nilai berat jenisnya harus berdekatan.

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

100

4) Fraksi agregat kasar untuk perencanaan ini adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm (no. 8). Sementara yang lolos disebut sebagai fraksi agregat halus. 5) Agregat halus dari masing-masing sumber harus terdiri atas pasir alam dan atau hasil pemecah batu (stone crusher). 6) Agregat halus hasil pemecah batu dan pasir alam harus ditimbun dalam cadangan terpisah dari agregat kasar serta dilindungi terhadap hujan dan pengaruh air lainnya. 7) Bahan pengisi harus terdiri atas bahan yang lolos saringan ukuran 0,28 mm atau no. 50. Bahan yang lolos saringan tersebut paling sedikit 95 %. 8) Bahan pengisi harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan lempung / lanau, dan bila diuji dengan cara basah sesuai dengan SNI 03-3416-1994 harus tidak kurang dari 75% (dianjurkan tidak kurang dari 85%) lolos saringan 0,075 mm. 9) Kapur tohor dapat digunakan sebagai bahan pengisi dengan proporsi maksimum 1% terhadap berat total campuran.

b. Aspal Keras Sebelum dilakukan perencanaan campuran beraspal, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian : Penetrasi (SNI 06-2456-1991) Titik lembek (SNI 06-2434-1991) Daktilitas (SNI 06-2432-1991) Titik nyala (AASHTO T 73-89) Kelekatan terhadap agregat (SNI 03-2439-1991) Kehilangan berat (SNI 06-2440-1991) Dan lainnya sesuai dengan spesifikasi

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

101

Setelah seluruh persyaratan terpenuhi barulah dilakukan pembuatan campuran rencana. Untuk persyaratan dapat terpenuhi, perlu dipertimbangkan ketentuan-ketentuan berikut : a)

Untuk daerah dengan suhu udara tahunan rata-rata lebih besar dari 24 oC maka aspal yang digunakan harus dari jenis aspal keras pen 40 atau pen 60 yang telah memenuhi persyaratan dalam spesifikasi. Khusus untuk daerah dengan suhu udara tahunan rata-rata kurang dari 24oC dapat digunakan aspal keras pen 80.

b) Pengambilan contoh aspal harus dilaksanakan sesuai dengan AASHTO T 40. c)

Aspal dalam keadaan curah di dalam truk tangki tidak boleh dialirkan ke dalam penyimpan aspal di unit pencampur aspal (AMP) sebelum hasil pengujian contoh pertama memenuhi persyaratan.

d) Aspal yang diperoleh hasil ekstraksi benda uji pada rencana campuran kerja harus mempunyai nilai penetrasi tidak kurang dari 55 % nilai penetrasi aspal keras sebelum pencampuran, dan nilai daktilitas min 40 cm. e)

Bahan tambah untuk memperbaiki sifat-sifat fisik aspal apabila diperlukan harus memeperoleh persetujuan instansi yang berwenang.

Untuk perencanaan campuran, diperlukan sejumlah besar contoh agregat dan aspal yang cukup untuk memenuhi sejumlah pengujian laboratorium. Jumlah kebutuhan masingmasing bahan yang harus disiapkan adalah seperti diperlihatkan pada tabel :

[Kelompok I Gelombang II ]

MARSHALL TEST

102

No. Uraian

Jumlah contoh (ukuran

Jumlah contoh (ukuran

butir nominal campuran

nominal campuran ≥

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF