Laporan Kelompok 2 (Minyak Ikan)
April 28, 2019 | Author: Agung Dwi Rahmawan | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kelompok 2 (Minyak Ikan)...
Description
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. Dalam bidang industri farmasi, perkembangan tekhnologi farmasi sangat berperan aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Hal ini banyak ditunjukan dengan banyaknya sediaan obat-obatan yang disesuaikan disesuaikan dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan penigkatan kualitas obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus mengurangi atau mengganggu dari efek farmakologis zat aktif obat. Sekarang ini banyak bentuk sediaan obat yang kita jumpai dipasaran antara lain: Dalam bentuk sediaan padat: Pil, Tablet, Kapsul. Supposutoria. Dalam bentuk sediaan setengah padat: Krim, Salep. Dalam bentuk cair: Sirup, Eliksir, Suspensi, Emulsi dan lain-lain. Emulsi merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu siatem terdispersi dimana salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase pembawa. Sistem ini disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak merupakan fase pembawanya, sistem ini disebut emulsi dalam minyak. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larut obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengelmusi atau surfaktan yang cocok. Emulsi juga bisa diartikkan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain, terdispersi merata ke dalam pembawanya. Alasan bahan obat diformulasikan dalam bentuk sediaan Emulsi yaitu bahan obat mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk sediaan cair, mudah diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan untuk menelan, diberikan pada anak-anak, untuk menutupi rasa pahit atau aroma yang tidak enak pada bahan obat. Contohnya adalah emulsi minyak ikan. Emulsi minyak ikan merupakan suatu sediaan emulsi yang memiliki khasiat sebagai sumber vitamin A dan D.
1.2 Tujuan a. untuk mentukan formulasi sediaan emulsi. b. untuk memberikan informasi tentang sifat dan khasiat beberapa bahan bahan obat. c. untuk memberikan informasi tentang metode pembuatan sediaan emulsi. d. untuk menentukan metode evaluasi sediaan emulsi.
BAB II DASAR TEORI
2.1 Dasar Teori tentang Emulsi 2.1.1 Pengertian Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (FI IV, hal:6)
Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari minimal 2 atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain, dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang lain dan untuk memantapkannya diperlukan penambahan emulgator. (voight 398)
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur (ansel)
2.1.2
Komponen emulsi
a) Komponen dasar, yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri atas :
Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase terdipersi/ fase dalam, yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lain.
Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase keluar, yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar emulsi tersebut.
Emulgator, adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
b) Komponen tambahan, adalah bahan tambahan yang sering ditamb ahkan ke dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Contohnya: pengawet yang sering digunakan dalam sediaan emulsi adalah metil-, etil-, dan butil-paraben, asam benzoat dan senyawa amonium kuarterner. 2.1.3
Tipe emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, emulsi digolongkan menjadi dua macam, yaitu : a) Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air), adalah emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air. Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
b) Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau M/A (air dalam minyak), adalah emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak. Air seba gai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal. 2.1.4
Tujuan pemakaian emulsi
Emulsi dibuat untuk mendapatkan preparat atau sediaan yang stabil dan merata atau homogen dari campuran dua cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakain emulsi adalah : a) Untuk dipergunakan sebagai obat dalam atau per oral. Umumnya emulsi tipe O/W. b) Untuk dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O, tergantung pada banyak faktor, misalnya sifat zatnya atau efek terapi yang dikehendaki. 2.1.5
Teori terbentuknya emulsi
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal empat macam teori yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Teori tegangan permukaan (surface tension) Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut daya kohesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidakadanya keseimbangan daya kohesi.
Teori orientasi bentuk baji (Oriented wedge) Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka air atau mudah larut dalam air, dan ada bagian yang suka minyak atau mudah larut dalam minyak.
Teori film plastik (Interfacial film) Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase internal.
Teori lapisan listrik rangkap (Electric double layer) Jika minya terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan jenis, sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisa n di depannya.
2.1.6
Bahan-bahan pengemulsi (emulgator) Emulgator alam, yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu : 1) Emulgator dari tumbuh-tumbuhan Pada umumnya, termasuk golongan karbohidrat dan merupakan emulgator ti pe O/W, sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, dan dapat dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu menambahkan bahan pengawet 2) Emulgator hewani 3) Emulgator dari mineral
2.1.7
Cara pembuatan emulsi
a) Metode gom kering atau metode kontinental Dalam metode ini, zat pengemulsi (biasanya Gom Arab) dicampur dengan minyak terlebih dulu, kemudian ditambah air untuk membentuk korpus emulsi, baru diencerkan dengan sisa air yang tersedia. b) Metode gom basah atau metode inggris Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air (zat pengemulsi umumnya larut dalam air) agar membentuk suatu musilago, kemudian perlahan-lahan mi nyak dicampurkan untuk membentuk emulsi, kemudian diencerkan dengan sisa air. c) Metode botol atau metode botol forbes Ditambahkan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan ke dalam botol kering, ditambahkan 2 bagian air, botol ditutup, kemudian campuran tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil dikocok. 2.1.8
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan emulsi
a) Mortir dan stamper b) Botol c) Mixer dan blender d) Homogenizer e) Colloid mill 2.1.8
Cara membedakan tipe emulsi.
a) Dengan pengenceran fase Emulsi tipe o/w dapat diencerkan dengan air dan tipe w/o dapat diencerkan dengan minyak
b) Dengan pengecatan atau pewarnaan
Emulsi + larutan sudan tiga dapat memberi warna merah pada emulsi tipe w/o
Emulsi + larutan metilen biru dapat memberikan warna biru pada emulsi tipe o/w
c) Dengan kertas saring atau kertas tissu Jika emulsi diteteskan pada kertas saring terjadi noda minyak berarti emulsi tersebut tipe w/o, tetpai jika terjadi basah merata berarti emulsi tersebut tipe o/w d) Dengan konduktivitas listrik Lampu neon akan menyala jika elektroda dicelupkan dalam cairan emulsi tipe o/w, dan akan mati jika dicelupkan emulsi tipe w/o.
2.2 Dasar Teori tentang Minyak Ikan Minyak ikan banyak mengandung omega-3 yang terdiri atas Arachidonic Acid atau AA, EPA atau Eicosapentaenoic Acid, dan Docosahexaenovic Acid atau DHA. Omega-3 sendiri adalah jenis lemak tidak jenuh ganda yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Karena itu, omega-3 dianggap penting sebagai asam lemak esensial. Dan minyak ikan, terutama yang dibuat dari hati ikan Kod banyak mengandung vitamin A, B, D, dan kalsium.Untuk menyempurnakan kandungannya, ada juga produsen minyak ikan yang menambahkan minyak yang diekstraksikan dari ikan Kapelin. Adanya kandungan nutrisi tersebut membuat minyak ikan punya banyak manfaat. Antara lain:
Menjaga sel-sel tubuh tetap baik.
Mengoptimalkan perkembangan sel-sel tubuh, terutama otak.
Membangun jaringan saraf di retina, sehingga penglihatan anak menjadi lebih baik.
Menambah nafsu makan, karena minyak ikan mengandung vitamin B, yang bisa merangsang nafsu makan anak.
Membantu pertumbuhan tulang dan gigi. Meskipun punya banyak manfaat, bukan berarti minyak ikan boleh diberikan dalam
jumlah banyak, atau bahkan berlebihan. Minyak ikan adalah suplemen tambahan yang tidak boleh dikonsumsi secara berlebihan, karena malah akan dibuang percuma. Minyak ikan bisa diberikan kepada anak yang kekurangan enzim dalam tubuhnya, misalnya setelah sakit - tapi bukan sakit berat -, dan membutuhkan suplemen tambahan, untuk memperbaiki nafsu makannya.
Minyak ikan bisa diberikan mulai anak usia satu tahun, dengan takaran satu sendok makan per hari. Sedang anak yang usianya kurang dari enam bulan sebaiknya tidak diberi minyak ikan, karena kekebalan tubuh masih belum bagus, sehingga dikhawatirkan malah akan berdampak buruk, misalnya alergi. Cara menghilangkan bau amis dari minyak ikan, dapat mengonsumsinya bersamaan dengan sirup yang mengandung vitamin C. Atau bisa juga langsung minum suplemen yang mengandung minyak ikan, yang rasanya manis.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Formulasi
Formula Baku Emulsi Minyak Ikan (Fornas halaman 217) Komposisi :
Oleum Iecoris Aselli
100 g
Glycerolum
10 g
Gummi Arabicum
30 g
Oleum Cinnamoni
gtt VI
Aqua destilata hingga
215 g
Rancangan Formulasi R/
Oleum Iecoris Aselli
28 g
Glycerolum
5%
CMC-Na
0,5 %
BHT
0,05 %
Oleum Cinnamoni
gtt II
Aquades ad
60 ml
3.2 Alasan Pemilihan Bahan 1. Oleum Iecoris Aselli Dipilih oleum iecoris aselli sebagai bahan aktif karena memiliki manfaat yang baik sebagai multivitamin yaitu sumber vitamin A dan vitamin D. 2. CMC-Na Dipilih CMC-Na sebagai emulgator karena CMC-Na bisa menstabilkan suspensi 3. Glycerolum Dipilih glycerolum sebagai pemanis karena gliserol memili ki kandungan minyak sehingga mudah larut dalam minyak ikan 4. BHT Dipilih BHT sebagai pengawet karena di dalam emulsi minyak ikan terdapat komponen minyak dan lemak yang apabila tidak disi mpan dengan baik lama kelamaan akan tengik. Peristiwa tersebut dikarenakan asam l emak tidak jenuh dalam
bahan tersebut teroksidasi oleh udara, cahaya, dan kerja bakteri. Untuk mencegah proses tersebut maka dipilih BHT sebagai pengawet yang bersifat antioksidan. 5. Oleum Cinnamoni Dipilih oleum cinamoni sebagai pengaroma karena 3.3 Monografi Bahan 1. Oleum Iecoris Aselli Nama Latin
: Oleum Iecoris Aselli
Nama Lain
: Minyak ikan
Pemerian
: Cairan minyak, encer, berbau khas, tidak tengik, rasa dan bau
seperti ikan Kelarutan
: Sukar larut dalam etanol; mudah larut dalam eter, dalam
kloroform, dalam karbon disulfide, dan dalam etil asetat (FI IV halaman 628). Khasiat
: Sumber vitamin A dan vitamin D (FI III halaman 457).
Bobot Jenis
: Antara 0,918 dan 0,927
Indeks bias
: 1,478 sampai 1,482
Bilangan asam
: Tidak lebih dari 1,2
Bilangan iodium
: 120 sampai 180
Bilangan penyabunan : 180 sampai 190 2. CMC-Na Nama Latin
: Carboxymethylcellulosum natricum
Nama Lain
: Karboksimetilselulosa natrium
Pemerian
: Serbuk atau granul, putih sampai krem; higroskopik.
Kelarutan
: Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal; tidak larut
dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut organic lain Khasiat
: Emulgator ( 0,25-1% )
pH
: Antara 6,5 sampai 8,5
3. Oleum Cinnamoni Nama Latin
: Oleum Cinnamoni
Nama Lain
: Minyak Kayu manis
Pemerian
: Cairan; suling segar berwarna kuning; bau dan rasa khas. Jika
disimpan dapat menjadi coklat kemerahan. Kelarutan
:
Khasiat
: Pengaroma
Bobot Jenis
: 1,000 sampai 1,035
Rotasi optic
: 00 sampai -20
Indeks bias
: 1,573 sampai 1,595
4. Glycerolum Nama Latin
: Glycerolum
Nama Lain
: Gliserin
Pemerian
: Cairan jernih seperti sirup; tidak berwarna; rasa manis; hanya boleh
berbau khas lemah. Higroskopik; netral terhadap lakmus. Kelarutan
: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut dalam
kloroform; dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Khasiat
: Pemanis sampai 20%
Bobot Jenis
: 1,255 sampai 1,260
Indeks bias
: Antara 1,471 dan 1,474
5. BHT Nama Latin
: Buthylis Hidroxytoluenum
Nama Lain
: BHT, Butil hidroksi toluena
Pemerian
: Hablur padat, putih; bau khas, lemah
Kelarutan
: Tidk larut dalam air dan dalam propilen glikol; mudah larut dalam
etanol, dalam kloroform dan dalam eter Khasiat
: Pengawet (0,01-0,1 %)
Density (bulk) : 0,48-0,60 g/cm 3 Density (true) : 1,031 g/cm3 Titik nyala
: 1270C (open cup)
Titik lebur
: 700 C
Kadar air
: 40,05%
Berat jenis
: 1,006 pada suhu 200 C 0,890 pada suhu 80 0 C 0,883 pada suhu 90 0 C 0,800 pada suhu 100 0 C
3.4 Perhitungan Bahan 1. Oleum Iecoris Aselli Untuk 1 botol sediaan
= 28g
Untuk 12 botol sediaan
= 28g 12 = 336 g
2. Glycerolum
Untuk 1 botol sediaan
=
Untuk 12 botol sediaan
= 3g 12 = 36 g
3. CMC-Na
Untuk 1 botol sediaan
=
Untuk 12 botol sediaan
= 0,3 g 12 = 3,6 g
4. BHT
Untuk 1 botol sediaan
=
Untuk 12 botol sediaan
= 0,03 g 12 = 0,36 g
5. Oleum Cinnamoni Untuk 1 botol sediaan
= 2 tetes
Untuk 12 botol sediaan
= 2 tetes 12 = 24 tetes
3.5 Cara Pembuatan 1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Disetarakan timbangan 3. Dikalibrasi botol 60 ml sebanyak 6 buah 4. Ditimbang CMC-Na sebanyak 1,8 gram lalu dimasukkan ke dalam mortir 5. Diukur air panas sebanyak 60 ml lalu dimasukkan ke dalam mortir 6. Campuran diaduk dengan cepat dan kuat sampai terbentuk musilago 7. Ditimbang minyak ikan sebanyak 168 gram menggunakan cawan porselen 8. Dimasukkan ke dalam mortir yang berisi musilago sedikit demi sedikit sambil digerus kuat dan cepat 9. Ditimbang 18 gram gliserol menggunakan cawan porselen lalu dimasukkan ke dalam mortir dan diaduk kuat dan cepat 10. Ditimbang 0,18 gram BHT dimasukkan ke dalam mortir lalu digerus dengan kuat dan cepat 11. Ditambahkan oleum cinamoni 12 tetes lalu digerus sampai homogen 12. Ditambahkan aquades ad 360 ml ke dalam mortir sedikit demi sedikit lalu digerus sampai homogen 13. Dimasukkan hasil ke dalam 6 botol yang telah dikalibrasi sampai tanda batas 14. Diberi etiket berwarna putih 15. Diulangi prosedur kerja yang sama untuk membuat emulsi minyak ikan sampai 12 botol
BAB IV EVALUASI SEDIAAN
4.1 Evaluasi Sediaan Emulsi 1. Organoleptis Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari sediaan emulsi pada penyimpanan pada suhu endah 5oC dan tinggi 35 oC pada penyimpanan masing-masing 12 jam. 2.
Volume Terpindahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089) Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 10 wadah, dan
selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu. Prosedur: Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume ratarata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket. 3. Penentuan viskositaas Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas dilakukan dengna viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm). 4. Metode pengenceran Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian diencerkan dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan sebaliknya.
5. Metode percobaan cincin Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetes an. 6. Metode warna Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam contoh emulsi. Jika selurih emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis minyak dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna larut sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel tipe air dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase luar. 7. Penentuan Bobot Jenis Penentuan bobot jenis suatu emulsi dengan cara menggunakan alat yaitu piknometer 8. Penentuan pH Penentuan pH suatu emulsi dilakukan dengan cara diukur menggunakan pH meter
View more...
Comments