LAPORAN KASUS
December 17, 2017 | Author: Joanita Maria | Category: N/A
Short Description
patoklin...
Description
Waktu
: 14.30-17.00 WIB
Hari, tanggal
: senin, 16 Mei 2016
Kelompok
: 2 Sore
Laporan Praktikum Patologi Klinik REVIEW KASUS URINALISIS, HEMATOLOGI, DAN KOPROLOGI
Anggota Kelompok 2 Jefrianus T. Amfotis
B04130195
Eva Charoline L. Kobun
B04130191
Joanita Maria
B04130178
Dwi Dian Permatasari
B04130180
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2016
Bab I Pendahuluan Latar Belakang Dalam menentukan kondisi hewan yang sehat atau sakit dapat dilakukan dengan berbagai pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui pemeriksaan urin, darah (hematologi), dan feses (koprologi). Pemeriksaan urin mengindikasikan penyakit atau gangguan pada organ tubuh seperti ginjal, hati, saluran empedu serta pankreas. Sedangkan, pemeriksaan darah (hematologi) mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi sumsum tulang dan gangguan faktor pembeku darah ataupun penyakit seperti anemia. Selain itu, pemeriksaan feses (koprologi) mengindikasikan adanya gangguan sistem pencernaan di dalam tubuh hewan. Namun, ketiga pemeriksaan tersebut harus dilakukan dengan pengambilan sampel yang masih segar atau kurang dari 24 jam dan perlakuan pemeriksaan yang sesuai dan tepat agar hasil pemeriksaan yang diperoleh menjadi lebih akurat. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami hasil dari teknik pemeriksaan makroskopik, pemeriksaan mikroskopik, dan pemeriksaan kimia pada urin. 2. Mengetahui dan memahami pemeriksaan hematologi 3. Mengetahui
dan
memahami
pemeriksaan
endoparasit,
pemeriksaan
mikroskopis, tes fungsi traktus digestivus, dan pemeriksaan aktivitas tripsin dalam feses
II TINJAUAN PUSTAKA Sistem urin tersusun atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan urethra. Sistem urin berfungsi membantu terciptanya homeostasis dan pengeluaran sisasisa metabolisme. Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi (Ningsih 2012). Urinalisis adalah pemeriksaan urin secara fisik, kimia, dan mikroskopik. Secara umum tes urin dibedakan atas tes dasar (penyaringan) dan tes Khusus. Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kejernihan, pH, berat jenis , bau, pengukuran volume. Pemeriksaan mikroskopis yang diperiksa adalah sedimen urin dengan menggunakan mikroskop, sedangkan tes kimia dilakukan dengan berbagai macam uji. Pemeriksaan protein dalam urine dilakukan dengan menggunakan uji asam sulfosalisilat. Prinsip uji asam sulfosalisilat ini adalah kemampuan asam kuat untuk mempresipitasikan protein. Dengan uji asam sulfosalisilat reaksi positif ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Adanya protein dalam urin sering disebut dengan proteinuria (albuminuria). Proteinuria yaitu adanya albumin dan globulin dalam urin dengan konsentrasi abnormal. Proteinuria fisiologis terdapat sekitar 0,5% protein, ini dapat terjadi setelah latihan berat, setelah makan banyak protein, atau sebagai akibat gangguan sementara pada sirkulasi ginjal. Proteinuria patologis sering disebabkan oleh adanya kelainan dari organ ginjal karena sakit, misalnya nefrosklerosis, yaitu suatu bentuk vaskuler penyakit ginjal. Pemeriksaan glukosa urine adalah pemeriksaan pada sampel urine untuk mengetahui ada/tidaknya glukosa dalam urine. Pemeriksaan glukosa urine dengan uji reduksi atau menggunakan Benedict ini memanfaatkan sifat glukosa sebagai pereduksi. Zat yang paling sering digunakan untuk menyatakan adanya reduksi adalah yang mengandung garam cupri. Prinsip dari uji Benedict adalah glukosa dalam urine akan mereduksi kuprisulfat (dalam Benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Jadi, bila urine mengandung glukosa, maka akan terjadi reaksi perubahan warna seperti yang dijelaskan di atas. Namun, bila tidak terdapat glukosa, maka reaksi tersebut tidak akan terjadi dan warna dari benedict tidak akan berubah (Djojodibroto 2001). Badan keton adalah asam organik yang terdapat dalam tubuh yang terdiri dari asam asetoasetat, asam beta hidroksibutirat dan aseton. Ketosis merupakan salah satu komplikasi pada diabetes mellitus oleh karena keasaman tubuh akibat menurunnya pH darah. Pemeriksaan kandungan benda keton
dilakukan dengan metode Rothera. Prinsip pemeriksaan adalah natrium nitroprusida dalam suasana alakalis dapat mereduksi aseton dan asam asetoasetat menghasilkan warna ungu. Pemeriksaan zat warna empedu adalah menggunakan uji busa, uji Gmelin, dan uji Rosenbach. Uji Gmelin bertujuan membuktikan adanya pigmen-pigmen dalam empedu. Empedu mengandung bermacam-macam pigmen. Pigmen empedu yang utama adalah biliverdin yang berwarna hijau dan bilirubin yang berwarna jingga atau kuning coklat. Oksidasi pigmen-pigmen empedu oleh oksidator kuat seperti HNO3, akan menghasilkan turunan senyawa yang berwarna. Hasil uji positif dibuktikan dengan terbentuknya cincin putih. Uji busa menunjukkan busa yang banyak dan sulit hilang dapat menjadi indikasi urin mengandung bilirubin. Uji Rosenbach merupakan uji modifikasi dari uji Gmelin (Chernecky & Berger 2008). Striptest adalah strip reagen berupa strip plastik tipis yang ditempel kertas seluloid yang mengandung bahan kimia tertentu sesuai jenis parameter yang akan diperiksa. Strip reagen sangat menyederhanakan urinalisis, tetapi pemakaiannya dilakukan secara hatihati. Strip harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dilingkungan yang dingin dan terlindung dari kelembaban, sinar dan uap kimia (Ronald dan Richard 2002). Pemeriksaan mikroskopis disebut juga pemeriksaan sedimen urin. Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui kelainan yang ada pada ginjal dan saluran kemih serta untuk mengetahui berat atau ringannya suatu penyakit. Unsur- unsur yang penting yang terdapat dalam urin meliputi silinder, eritrosit, leukosit dan sel epitel. Unsur-unsur lain yang biasa juga teramati yaitu bakteri, ragi, kristal, filamen lendir dan kotoran lainnya yang tercampur dalam larutan. Pemeriksaan urin dengan jumlah eritrosit yang sangat tinggi dapat menunjukan terjadinya pendarahan di saluran kemih bagian bawah. Adanya eritrosit dalam bentuk kepingan atau disforfik (bentuk abnormal) menunjukan pendarahan glomerular (eritrosit berubah bentuk akibat tekanan mekanik dan osmotik saat melewati tubulus). Proteinuria berat menunjukan lesio glomerular, sedangkan kepingan leukosit menunjukkan peradangan ginjal. Bisa ditemukan bakteri dan harus dilakuan kultur (Rubenstein et all 2003). Sedangkan apabila ditemukan kristal-kristal, diprediksi dapat terkena batu ginjal, karena kristal-kristal dalam urin memicu terjadinya endapan kristal dalam saluran kemih terutama ginjal, jika dibiarkan berlanjut. Tipe kristal yang muncul bergantung pada pH urin,
konsentrasi urin, suhu urin, dan lama antara koleksi sampel urin dan pemeriksaan (Djojodibroto 2001). Darah adalah jaringan berbentuk cairan, terdiri dari 2 bagian besar yaitu plasma darah dan korpuskuli. Komponen darah terdiri atas plasma darah, trombosit, dan sel-sel darah (RBC dan WBC). Pemeriksaan panel hematologi (hemogram) terdiri dari leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, indeks eritrosit dan trombosit. Pemeriksaan hitung darah lengkap terdiri dari hemogram ditambah leukosit diferensial yang terdiri dari neutrofi l (segmented dan bands), basofi l, eosinofi l, limfosit dan monosit. Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume darah total. Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport O2 dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa CO2 dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah. Hemoglobin merupakan senyawa organik yang mengandung ferrum (zat besi) dan yang memberi warna merah pada eritrosit dalam darah. Kadar hemoglobin dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah umur, spesies, jenis kelamin, serta kualitas dan kuantitas pakan (Coles 1974). Hematokrit adalah persentase sel darah merah di dalam 100 ml darah. Hematrokrit
merupakan
eritrosit
yang
dipisahkan
dari
plasma
dengan
memutarnya didalam tabung khusus/sentrifuse yang nilainya dinyatakan dalam persen (%) (Frandson 1996). Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan hematokrit adalah jumlah eritrosit, ukuran eritrosit, bentuk eritrosit, perbandingan antikoagulan dengan darah, tempat penyimpanan, dan kurang homogen. Salah satu contoh antikoagulan darah adalah heparin, EDTA, dan natruimsitrat dalam larutan 3.8%. Hematokrit diperoleh dengan menambahkan antikoagulan pada sejumlah darah kemudian mensentrifugasinya dalam sebuah tabung (Cuningham 2002). Darah yang tercampur dengan antikoagulan dipusing dengan alat sentrifus sehingga terbentuk lapisan-lapisan. Apabila terjadi penurunan jumlah eritrosit maka akan diikuti oleh penurunan nilai hematokrit. Nilai hematokrit tersebut digunakan untuk mendeteksi adanya anemia (Archer et al. 1977). Anemia merupakan keadaan dimana jumlah sel-sel darah merah berkurang atau kadar hemuglobinnya yang berkurang. Untuk menentukan jenis anemia dipergunakan perhitungan indeks eritrosit. MCV (mean corpuscular volume), yaitu volume rata-rata eritrosit yang dinyatakan dengan femtoliter (fl). Nilai normal MCV pada anjing adalah 70 (60-77), domba 32 (23-48), pada sapi
50 (40-60). MCH (mean corpuscular haemoglobin), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit yang dinyatakan dengan pikogram (pg). Nilai normal MCH pada anjing adalah 19.0-23.0, pada domba 9.0-13.0, dan pada sapi 14.4-18.6. MCHC (mean corpuscular haemoglobin concentration), yaitu kadar hemoglobin yang diperoleh per eritrosit yang dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah gr/dl). Nilai normal MCHC pada domba adalah 32 (29-35), pada sapi 30 (26-34), dan pada anjing 33 (31-34). Jumlah total leukosit atau WBC (White Blood Cell) dapat dihitung dengan perkalian antara satuan angka 50 dengan jumlah total leukosit dari ke-4 kotak kamar hitung leukosit. Pemeriksaan preparat ulas darah meliputi diferesiasi leukosit yaitu, limfosit, monosit, neutrofil segment, neutrofil band, eosinofil, dan basofil (Cuningham 2002). Sistem pencernaan merupakan alat yang berfungsi untuk mencerna makanan, selain itu juga terjadi proses penyerapan dari makanan yang telah tercerna. Lemak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Salah satu sifat khas dari golongan lipida (lemak dan minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzena, dan kloroform) atau sebaliknya ketidaklarutannya dalam air. Lemak dan minyak secara kimiawi adalah trigliserida yang merupakan bagian terbesar kelompok lipida (Ketaren 1986). Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Asam lemak merupakan sekelompok senyawa hidrokarbon yang berantai panjang dengan gugus karboksilat pada ujungnya. Asam lemak memiliki empat peranan utama. Pertama, asam lemak merupakan unit penyusun fosfolipid dan glikolipid. Molekul-molekul amfipatik ini merupakan komponen penting bagi membran biologi. Kedua, banyak protein dimodifikasi oleh ikatan kovalen asam lemak, yang menempatkan protein-protein tersebut ke lokasi-lokasinya pada membran. Ketiga, asam lemak merupakan molekul bahan bakar. Asam lemak disimpan dalam bentuk triasilgliserol, yang merupakan ester gliserol yang tidak bermuatan. Triasilgliserol disebut juga lemak netral atau trigliserida. Keempat, derivat asam lemak berperan sebagai hormon dan cakra intrasel. Tripsin merupakan salah satu protease atau enzim yang menghidrolisis protein. Tripsin lebih banyak digunakan salam bidang Kedokteran daripada industri makanan. Tripsin merupakan endopeptidase yang bentuk inaktifnya disebut tripsinogen. Tripsin bekerja optimum pada pH asam (Ketaren 1986).
METODOLOGI Pemeriksaan Urin 1. Pemeriksaan Makroskopis a. Pemeriksaan volume alat dan cara kerja: gelas ukur dan urin sapi, urin dimasukan kedalam gelas ukur kemudian membaca hasil volume urin yang tertera pada gelas ukur. Volume urin yang diperoleh dibandingkan dengan volume urin sapi normal. b. Pemeriksaan warna urin Alat dan bahan: tabung reaksi yang bersih atau tabung urinometer, urin sapi. Cara kerja: memasukkan urin kedalam tabung reaksi yang bersih dan bening, kemudian arahkan pada datangnya cahaya. Perhatikan warna urin. Warna dinyatakan dengan: tidak berwarna, kuning, kuning tua, kuning coklat, kuning kehijauan, kuning campur merah, dan seperti susu. c.
Pemeriksaan kejernihan
alat dan cara kerja: urin dan tabung reaksi, memasukan urin kedalam tabung reaksi yang bersih dan jernih, kemudian perhatikan kejernihannya. Kejernihan dinyatakan dengan: jernih, keruh atau berjonjot( flokulasi ). d.
Pemeriksaan berat jenis urin( BJ )
Alat dan bahan: termometer, tabung urinometer, urinometer Cara kerja: memeriksa suhu tera urinometer, kemudian urin dimasukan kedalam tabung urinometer sampai terisi kira- kira tiga perempatnya. Urinometer dicelupkan dengan hati- hati jangan membentur dasar tabung ketika dilepaskan dan juga tabung.
urinometer tidak menempel pada dinding
BJ dibaca pada skala angka yang terdapat pada batas antara
bagian urinometer yang tenggelam dan yang muncul diatas permukaan urin.
Setelah
selesai
membaca suhu
urin
diukur
menggunakan
termometer. Apabila suhu urin tidak sama dengan suhu tera urinometer maka angka yang terbaca harus dikoreksi dengan menambah atau mengurangi seperseribu( 0.001 ) untuk setiap tiga derajat diatas atau dibawah suhu tera. 2. Pemeriksaan Kimia Urin a. Pemeriksaan pH Alat: kertas lakmus merah dan lakmus biru
Cara kerja: celupkan kertas lakmus merah dan lakus biru kedalam urin, kemudian amati perubahan warna kertas yang terjadi. Apabila kertas lakmus merah menjadi biru maka reaksi urin bersifat basa/alkalis. Apabila kertas lakmus biru menjadi merah maka reaksi bersifat asam, apabila keduanya berubah warna berarti reaksi urin bersifat amfoter, dan apabila tidak berubah maka reaksi urin bersifat netral. b. Pemeriksaan protein Uji asam sulfosalisilat Alat dan bahan: tabung reaksi, pipet, larutan asam sulfosalisilat 20% Cara kerja: memasukan urin kedalam 2 tabung masing- masing 2 ml. Sebanyak 8 tetes asam sulfosalisilat dimasukkan kedalam salah satu tabung
dan tabung yang satunya sebagai kontrol. Setelah itu
membandingkan perubahan warna yang terjadi dengan kontrol. Apabila timbul kekeruhan yang merata maka reaksi tersebut adalah positif. c. Pemeriksaan glukosa urin Uji Benedict Alat dan bahan: lampu spiritus, tabung reaksi, korek api, penjepit tabung, reagen Benedict. Cara kerja: sebanyak 5 ml pereaksi Benedict dituangkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan urin sebanyak 0.5 ml. Setelah itu dihomogenkan dengan cara dikocok dan dididihkan selama 2 menit diatas nyala api. Perhatikan perubahan warna yang terjadi. d. Pemeriksaan zat warna empedu Uji Gmelin Alat dan bahan: pipet, tabung reaksi, asam nitrat 50% Cara kerja: memasukan 2 ml larutan asam nitrat kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 2 ml urin, setelah itu amati perubahan warna yang terjadi. Apabila terbentuk cincin berwarna hijau atau ungu dibatas kedua cairan maka urin tersebut positif mengandung empedu. Uji Busa Alat dan bahan: tabung reaksi, pipet
Cara kerja: urin dimasukan kedalam tabung reaksi kemudian dikocok, apabila terbentuk busa yang banyak dan susah hilang maka urin tersebut potitif mengandung empedu. Uji Rosenbach( modifikasi dari uji Gmelin ) Alat dan bahan : kertas saring dan sedikit asam nitrat Cara kerja: urin disaring terlebih dahulu menggunakan kertas saring dan biarkan mengering, kemudian teteskan asam nitrat diatas kertas saring tersebut. Apabila timbul warna- warni ditepi tetesan asam tersebut maka reaksi itu menunjukan positif. e. Pemeriksaan badan keton Uji Rothera Alat dan bahan: tabung reaksi, pipet, larutan Na Nitroprusida 5%, larutan amonium liquid 10%, larutan amonium sulfat jenuh. Cara kerja: sebanyak 5 ml urin dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan Na Nitroprusida 5% dan larutan amonium liquid 10% masing- masing 5 tetes dan 5 ml. Tambahkan lagi 5 ml larutan amonium sulfat jenuh. Amati perubahan warna yang terjadi, warna ungu menunjukan reaksi tersebut positif. 3. Pemeriksaan Mikroskopis Uji sedimen Alat dan bahan: alat sentrifus, tabung sentrifus, mikroskop, gelas objek, cover glass. Cara kerja: urin dimasukan kedalam tabung sentrifus kemudian disentrifus selama 5 menit. Setelah itu,Urin dibuang menggunakan pipet sisakan sedikit untuk diamati dibawah mikroskop. Amati menggunakan perbesaran 10X – 40X. Apakah ada benda- benda organis didalam urin seperti: sel epitel, sel radang, eritrosit, leukosit dan lainnya. 4. Pemeriksaan Sampel Urin Menggunakan Strip Tes Alat dan bahan: urin, tabung reaksi dan strip uji Urin dimasukan kedalam tabung reaksi kemudian carik celup dicelupkan kedalam urin tersebut. Bandingkan warna pada carik celup dengan skala warna standar yang tertera pada botol kemasan strip. Yang diuji adalah hemoglobin / sel dara merah(blood), Protein(PRO), leukosit(LEU), nitrit(NIT),
urobilinogen(URO),
pH,
berat
jenis(SG),
benda-benda
keton(KET), bilirubin(BIL), glukosa(GLU). Hasil pembacaan ditulis - / + atau sesuai dengan angka yang tertera dalam indikator. Pemeriksaan Hematologi A. Perhitungan Jumlah Eritrosit Alat dan Bahan: Sebuah pipet pengencer, kamar hitung, mikroskop, kertas saring, alat penghitung, cairan pengencer. Cairan pengencer yang digunakan adalah cairan hayem. Cara Kerja: 1. Tahap pertama Kita ambil pipet yang baik dan bersih, kemudian darah dihisap sampai batas 0.5 dan ujung pipet dibersihkan dari noda-noda darah yang menempel dengan menggunakan kertas saring atau tisu. Ujung pipet dicelupkan kedalam cairan pengencer dan cairan tersebut dihisap sampai batas 101. Kemudian kita angkat pipet, lalu tutup ujungnya dengan jempol dan pangkalnya ditutup dengan jari tengah. Posisi pipet mendatar. Campuran larutan dengan darah diratakan dengan cara membuat gerakan bolak balik seperempat lingkaran atau membuat gerakan angka delapan mendatar. Setelah homogeny, sebagian larutan enceran kita buang kirakira 3-5 tetes. Kamar hitung (Burker) diambil dari kaca penutupnya. Kamar hitung maupun penutupan harus bersih dari kotoran serta bebas lemak atau minyak. Kaca penutup kita letakkan diatas tanggul kamar hitung, dan selalu diperhatikan terbentuknya cincin Newton. Larutan enceran diisikan kedalam kamar hitung dengan cara hati-hati menyentuhkan ujung pipet pada tepi antara dataran
kaca penutup, sehingga permukaan daratan
terisi merata. Kelebihan cairan diatas kaca penutup dapat dihilangkan dengan menyentuh kan kertas saring/tisu dengan hati-hati sehingga larutan yang telah masuk kamar hitung tidak ikut terserap kembali. Kamar hitung yang telah diisi dengan larutan enceran didiamkan selama beberapa menit dalam posisi mendatar agar sel-sel darah mengendap dengan baik. 2. Tahap kedua Kita siapkan mikroskop yang baik dan kita bersihkan bagian-bagian optiknya. Kamar hitung yang telah disiapkan diletakkan dimeja mikroskop. Bagian dataran yang terisi diposisikan tepat dibawah lensa objektif.
Penyebaran sel diperhatikan dengan pembesaran rendah, kita lihat apakah merata atau berkelompok. Jika tidak merata, harus membuat lagi preparat yang baru. Jika sudah merata, lensa objektif diganti dengan pembesaran lebih tinggi. Hitung sel-sel dalam lima kotak yang terletak didaerah sentral dengan ketentuan sebagai berikut : sel-sel yang menyentuh garis batas atas kiri kotak termasuk dalam hitungan, sedangkan sel-sel yang menyentuh garis batas kedua sisi lainnya ( kanan dan bawah ) tidak masuk hitungan. Lima kotak yang biasa dihitung ialah empat kotak pojok dan satu kotak tengah. Hasil perhitungan akhir ( jumlah total eritrosit ) Total eritrosit = n * 10.000 n= jumlah seluruh sel dari lima kotak yang dihitung B. Perhitungan Nilai Hematokrit Alat dan Bahan: Darah utuh “whole blood”, tabung kapiler ber-antikoagulan, alat penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuge kecepatan tinggi 10.000-20.000 rpm, alat pembaca mikrohematokrit. Cara Kerja: Darah dihisap dengan tabung kapiler dengan menyentuhkan ujung tabung pada darah dan menggoyang-goyang atau mengetuk-ngetuk ujung lainnya dengan telunjuk dimana posisi tabung hamper mendatar. Bagian ujung tabung dikosongkan kira-kira 1 cm. Kemudian bagian tabung disumbat dengan alat penyumbat khusus. Tabung diletakkan pada alat sentrifuge dengan bagian tak tersumbat mengarah ke pusat sentrifuge. Kemudian sentrifugasi dilakukan selama 4-5 menit dengan kecepatan 10.000rpm atau selama 2 menit dengan kecepatan 16.000rpm. Hasil sentrifugasi dibaca dengan menggunakan Micro Hematocrit Reader. C. Perhitungan Kadar Hemoglobin Alat dan Bahan: Bahan yang digunakan yaitu darah untuh, asam hidroklorida 0.1N, aquades, hemoglobinometer, pipethemoglobin bertanda 20mm3, tabung sahli, dan warna standar sebagai pembanding. Cara Kerja: Tabung sahli diisi dengan asam klorida 0.1N sampai garis terbawah. Darah dihisap dengan pipet hemoglobin sampai angka 20. Darah no.2
dimasukkan pada asam klorida dengan meniup pelan-pelan. Kemudian darah dan asam klorida dicampurkan dengan menghisap dan meniup pelan-pelan. Terbentuknya asam hematin ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi cokelat atau hitam cokelat. Kemudian aquades diteteskan dengan menggunkan pipet tetes sambil dikocok hati-hati, penambahan aquades dilakukan sampai warnanya sama dengan pembanding. Kadar hemoglobin dibaca dengan dilihat miniskus cairan pada tabung sahli. Satuan hemoglobin dengan gram%. D. Perhitungan Indeks Eritrosit MCV (Mean Corpuscular Volume) MCV
= PCV x 10/Ʃ RBC
=> fl
MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin) MCH = Hb x 10/Ʃ RBC
=> pg
MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration) MCHC = Hb x 100/PCV
=> gr/dl
E. Penghitungan Jumlah Leukosit Total Alat dan Bahan: Alat dan bahan yang diperlukan adalah pipet pengencer, kamar hitung (hemositometer), mikroskop, kertas saring, alat penghitung, cairan pengencer yaitu larutan Turk yang terbuat dari Gentian violet 10 mg, dan Asam asetat 3% 100 ml. Cara Kerja: Setelah bahan dan alat disiapkan, cara kerja dibagi atas dua tahap yaitu: 1. Tahap pertama Siapkan pipet pengencer yang baik dan bersih. Kemudian darah dihisap sampai batas 0.5. Ujung pipet dibersihkan dari noda darah yang menempel dengan menggunakan kertas saring/tisu. Setelah itu, ujung pipet dicelupkan kedalam cairan pengencer dan cairan tersebut dihisap sampai batas 11. Pipet diangkat, lalu ditutup ujungnya dengan jempol dan pangkalnya ditutup dengan jari tengah. Posisi pipet mendatar. Campuran larutan dengan arah diratakan dengan cara membuat gerakan bolak balik seperempat lingkaran. Setelah homogen sebagian larutan enceran dibuang kira-kira 3-5 tetes. Siapkan kamar hitung (Burker) diambil dari kaca penutupnya. Kaca enutup diletakkan diatas tanggul kamr hitung, dan selalu diperhatikan terbentuknya cincin Newton. Larutan enceran diisikan kedalam Kamar hitung dengan hati-
hati menentuhkan ujung pipet pada tepi antara dataran kaca penutup, sehingga permukaan dataran terisi merata. Kemudian kamar hitung yang telah diisi dengan larutan enceran didiamkan selama beberapa menit dalam posisi mendatar aagar sel-sel darah mengendap dengan baik 2. Tahap kedua Siapkan mikroskop yang baik dan dibersihkan bagian bagian optiknya. Kamar hitung yang telah disiapkan diletakkan dimeja mikroskop. Bagian dataran yang terisi diposisikan tepat dibawah lensa objektif. Penyebaran sel diperhatikan dengan pembesarn rendah, dilihat apakah merata atau berkelompok. Jika tidak merata, harus membuat preparat yang baru. Jika sudah merata, lensa objektif diganti dengan pembersaran lebih tinggi. Sel leukosit dihitung berdasarkan jumlah sel yang dilihat dalam empat kotak besar di pojok. Hasil perhitungan akhir leukosit adalah perkalian antara jumlah total leukosit dari ke-4 kotak dengan 50 satuan. F. Pembuatan dan Pewarnaan Preparat Ulas Darah Alat dan Bahan: Alat dan bahan yang diperlukan adalah sample darah yang akan diperiksa (domba dan anjing), alcohol 70%, tisu, kaca preparat, metil alcohol absolut, larutan pewarna Giemsa 10%, aquades, dan timer. Cara Kerja: 1. Pembuatan preparat ulas darah Sebelum digunakan, kaca preparat dibersihkan dengan alcohol 70% kemudian dibersihkan dengan tisu. Sample darah diteteskan pada satu sisi kaca preparat. Satu kaca preparat lain yang masih baik, diambil dan ditempatkan disalah satu sisi ujung kaca preparat pertama dengan membentuk sudut 45°C. Kaca preparat kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah dan biarkan menyebar sepanjang tepi kaca preparat kedua. Kemudian kaca preparat kedua dipotong ke sepanjang permukaan kaca preparat pertma dengan kecepatan yang cukup sehingga terbentuk lapisan darah tipis dan merata. Preparat dikeringkan dengan mengayun-ayunkan beberapa kali di udara. 2. Pewarnaan preparat ulas darah Preparat ulas dimasukkan kedalam metal alcohol dan dibiarkan selama 3-5 menit. Kemudian preparat diangkat dan dikeringkan di udara. Setelah kering, dimasukkan kedalam larutan pewarna Giemsa 10% selama
45-60 menit. Kemudian preparat ulas yang telah diwarnai dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. G. Pengamatan Preparat Ulas Darah Hasil pengamatan terhadap tipe-tipe leukosit akan memberikan gambarab tentang jenis dan persentasenya. Pada umumnya leukosit dikelompokkan menjadi: a. Neutrofil (bersegmen dan band) Neutrofil bersegmen adalah neutrophil dewasa, sedangkan neutrofil band adalah neutrofil yang masih muda dengan jumlah tidak lebih dari 4%. Semua
neutrofil
intinya
terbagi
menjadi
bebepara
segmen
yang
dihubungkan oleh benang b. Eosinofil memounyai granula kasar dan menyerap eosin c. Basofil mempunyai granul yang halus dan berwarna kebiruan d. Limfosit terdapat limfosit besar dan kecil e. Monosit, umumnya ukuran lebih besar daripada yang lainnya. Dan Berfungsi sebagai fagosit benda asing. Inti tunggal dan berbentuk seperti kacang serta memiliki vakuol di sitoplasma Pemeriksaan Koprologi 1. Pemeriksaan Lemak Netral (undigested fat) dalam Feses Penetapan lemak netral feses dilakukan dengan cara mencampurkan feses dan 2 tetes air di atas gelas objek lalu diaduk sampai hancur. Kemudian ditambahkan 2 tetes alkohol 95% dan 4 tetes Sudan III/IV jenuh lalu diaduk sampai rata. Setelah tercampur dengan rata, tutup dengan cover glass dan diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 kali. Jika positif, akan terlihat butiran (droplet) yang berwarna merah orange dalam campuran feses tersebut. 2. Pemeriksaan Asam Lemak Bebas (digested fat) dalam Feses Penetapan asam lemak bebas dalam feses dilakukan dengan cara mencampurkan feses dan beberapa tetes asam asetat glasial di atas gelas objek dan diaduk sampai rata. Ditambahkan juga beberapa tetes Sudan III/IV kemudian diaduk sampai rata dan ditutup dengan menggunakan cover glass. Setelah itu dipanaskan menggunakan api bunsen sampai mendidih. Jika sudah mendidih diangkat dari bunsen dan diulangi sampai beberapa kali kemudian diamati di bawah mikroskop terhadap adanya butiran berwarna merah orange yang semakin banyak.
3. Pemeriksaan Serabut Otot dan Serat Kasar dalam Feses Sampel feses diletakkan di atas gelas objek. Lalu tetesi dengan 2-3 tetes Sol. Lugol’s Iodin dan tutup dengan gelas penutup. Lalu gelas objek diamati bawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Apabila terdapat serabut otot/granula bahan kasar, akan terlihat adanya bahan yang berwarna hitam kebiruan. 4. Pemeriksaan Aktivitas Tripsin dalam Feses Pertama, 9 ml akuades ditambahkan dengan feses hingga volume 10 ml/ Lalu dengan cara menyiapkan 2 tabung reaksi yang masing-masing berisi 2 ml gelatin dan 1 ml Na2CO3. Lalu tabung pertama (blanko) ditambahkan 1 ml aquades, dan 1 ml ml Na2CO3 sedangkan tabung kedua (sampel) ditambahkan 1 ml ekstrak feses. Setelah itu diinkubasi selama satu jam, kemudian diletakkan di dalam refrigerator selama 30 menit. DAFTAR PUSTAKA Archer RK, Jeff Cott L B, Lehmann H. 1997. Comparative Clinical Hematology. London: Williams and Wilkins Company Baltimore. Chernecky CC, Berger BJ.2008. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure. Philadelphia: Saunders Elsevier. Coles, E.H. 1974. Veterian Clinical Pathologi 2nd Edition. W. B. Sounders Co. Philadelphia. Cunningham JG, a n d BG Klein. 2007. Textbook of Veterinary Physiology 4th Edition. St. Louist, Missouri: Saunders Elsevier Djojodibroto R.D. 2001. Seluk Beluk Pemeriksaan Kesehatan (Medical Check Up): Bagaimana Menyikapi Hasilnya.Jakarta(ID): Pustaka Populer Obor. Frandson, RD. 1992. Anatomy and Physiology of Farm Animals,4th Edition. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Yogyakarta (ID). Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Jilid 1. UI Pr. Jakarta (ID). Ningsih S. 2012. Proses Pembentukan Urin. http://sutiningsih2/2012/12/ proses_pembentukan_urin_15.html. [Akses tanggal 24 Mei 2016]. Ronald dan Richard. 2002. Tinjauan klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC Rubenstein D, David W, Jhon B. 2003. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga
View more...
Comments