Laporan Kasus Struma - Rio Insan

September 4, 2017 | Author: KikiNurAqidah | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

case...

Description

Laporan Kasus ‘Struma Nodosa Non Toksik Disusun oleh Rio Insan Riady Dokter Pembimbing : dr. H. Lili K. D., Sp. B Stase Bedah RSUD Cianjur 2011

KATA PENGANTAR Alhamdulilah segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya saya sebagai penyusun dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang membahas tentang ‘Struma Nodosa Non Toksik ini dengan semaksimal mungkin dan dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penyusun membuat laporan ini sebagai salah satu tugas individu dalam masa Kepaniteraan Klinik stase Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Saya sadar, tiada gading yang tak retak, di dalam laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu, saya mohon maaf dan koreksi yang membangun terhadap laporan kasus ini. Dan tentunya, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun atas kekurangan tersebut. Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada Dokter Pembimbing saya, dr. H. Lili K Djoewaeny, Sp. B, dan kepada teman-teman kelompok saya dalam stase Bedah. Saya harap laporan tugas laporan kasus tentang ‘Struma nodosa non toksik’ ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Cianjur, Juli 2011 Rio Insan Riady

Identitas Pasien Nama Pasien Usia

: Ny. I : 33 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Cugenang

Masuk Rumah Sakit

: 30 Juni 2011 pukul 10.52 WIB

No Kamar/Bangsal

: Bangsal Samolo 1 RSUD Cianjur

Dokter yang merawat

: dr. H. Lili K Djoeaweny, Sp.B

A. Anamnesis : Keluhan Utama

:

Benjolan di leher kanan bawah sejak 1 tahun SMRS Riwayat Penyakit Sekarang

:

OS masuk RSUD dengan keluhan benjolan di leher kanan bawah yang muncul sejak 1 tahun SMRS. Saat pertama kali muncul, benjolan sebesar kelereng, diameter sekitar 1,5 cm, benjolan hilang timbul, jika OS raba terasa lunak dan tidak terasa nyeri. Lalu benjolan terus membesar sampai sekarang, tidak terasa nyeri dan benjolan tidak terasa panas. Saat menelan, OS tidak merasa nyeri. OS juga tidak demam sejak pertama kali benjolan muncul. Jika berbaring, OS merasa sesak dan engap, namun jika OS duduk, OS tidak merasa sesak dan engap lagi. OS tidak merasa jantungnya sering berdebar-debar sejak benjolan pertama kali muncul. OS tidak merasa panas pada benjolannya. OS tidak mengeluh mual dan tidak muntah. Nafsu makan normal, berat badan tidak menurun atau meningkat selama sakit. BAB normal lancar, BAK normal lancar, tidak sakit. Riwayat Penyakit Dahulu : OS mengaku belum pernah sakit seperti ini sebelumnya. OS tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis dan sesak napas. OS juga belum pernah memiliki riwayat benjolan/tumor sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : Di keluarga OS tidak ada yang pernah sakit seperti OS. Menurut OS tidak ada anggota keluarga OS yang memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis atau sesak napas. Riwayat Pengobatan :

OS belum pernah mengobati keluhannya tersebut dengan obat apapun Riwayat Alergi : OS tidak memiliki riwayat alergi makanan, debu atau obat-obatan. Riwayat Psikososial : Menurut OS, jika OS memasak, selalu menggunakan garam tapi OS tidak tahu apakah itu garam beryodium atau tidak. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Tanda Vital : -

Nadi

: 88x/menit

-

TD

: 130/80 mmHg

-

T

: 36,5 C

-

RR

: 16x/menit

Antropometri

:

-

BB

: 56 kg

-

TB

: 152 cm

Status Generalis : -

Kepala

: Normochepal

-

Rambut

: Hitam, tidak rontok

-

Alis

: Hitam, tidak rontok

-

Mata

: Konjungtiva : anemis (-)/(-) Sklera

: ikterik (-)/(-)

Refleks cahaya : (+)/(+) Pupil

: Isokor

-

Hidung

: Normotia, sekret (-)/(-)

-

Telinga

: Normotia, serumen (-)/(-)

-

Mulut

: Bibir pucat (+), stomatitis (-), tonsil = T1-T1, faring hiperemis (+)

-

Leher dengan

: Tampak benjolan di leher tengah agak bawah ukuran 4 x 3 cm

-

Dada

: Normochest 

Inspeksi

: Simetris (-), retraksi dinding dada (-), bagian dada yang tertinggal saat inspirasi (-)



Palpasi

: Vokal Fremitus kiri dan kanan normal



Perkusi

: Sonor di kedua lapang paru



Auskultasi : vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi (-)/(-), wheezing (-)/(-)

-

Jantung

:



Inspeksi



Palpasi : midclavicularis

: Ictus Cordis terlihat (-) Ictus

Cordis

teraba

di

ICS

V

linea

sinistra

-



Perkusi

: tidak dilakukan



Auskultasi (-)

: Bunyi Jantung I & II murni, mur-mur (-), gallop

Abdomen 

Inspeksi

: : Distensi abdomen (-), scar (-), spider navi (-),



Auskultasi

: Bising usus (+)



Palpasi hepar &

: Abdomen supel, nyeri tekan abdomen (-), lien tidak teraba

-

-

-



Perkusi

: Timpani



Tes Asites

: shifting dullness (-)

Ekstremitas Atas

:



Akral

: Hangat



RCT

: 1 detik

Ekstremitas Bawah : 

Akral

: Hangat



Edema

: (-)



RCT

: 1 detik



Nadi kaki

: kuat angkat

Inguinal

: Pembesaran kelenjar Inguinal (-)

Status Lokalis -

Benjolan at region colli dextra

-

Ukuran 4x3 cm

-

Konsistensi lunak

-

Mobile

-

Permukaan rata

-

Berbatas tegas

-

Nyeri tekan (-), terasa panas (-)

-

Saat menelan, benjolan ikut bergerak

Pemeriksaan Penunjang Tanggal 30 Juni 2011 T3

1,21

ug/ml

0,58-1,59

FT4

1,17

ug/dl

0,70-1,48

TSHs

0,591

uIu/ml

0,350-4,940

Tanggal 1 Juli 2011

WBC

8,9

10^3/uL

4,8-10,8

Neut%

74,8

%

40-70

Lym%

24,7

%

20-40

Mxd% Neut#

0,5 4,8 6,7

HGB

Lym#

13,9 2,2

gr/dl 10^3/uL

1-4,3 14-18

HCT

Mxd#

41,1 0,0

% 10^3/uL

0-1,2 42-52

RBC

% 10^6/uL 10^3/uL

0-11 4,7-6,1 1,8-7,6

MCV

86,2

fL

80-94

MCH

29,1

pg

27-31

34

gr/dL

33-37

274

10^3/uL

150-450

MCHC

PLT

RDW-CV

12,5

%

10-15

PDW

13,9

fL

9-14

MPV

10,2

fL

8-12

P-LCR

27,7

%

15-33

GDP

73

mg

70-110

Ureum

14,2

mg%

10-50

Kreatinin

0,8

mg%

P=0,5-1,0

1 Juli 2011

Kimia Darah

L =0,5-1,1 SGOT

15

mg%

L31

SGPT

11

mg%

L 100 mg / dL) dikaitkan dengan prevalensi gondok kurang dari 5%; defisiensi yodium ringan (yaitu, yodium urin median 50-99 mg / dL), dengan prevalensi gondok dari 5-20%; defisiensi yodium sedang (yakni, urin yodium rata-rata 20-49 mg / dL), dengan prevalensi gondok dari 20-30%, dan kekurangan yodium berat (yaitu, urin yodium rata-rata 2049 mg / dL), dengan prevalensi gondok lebih besar dari 30%.3

C. ETIOLOGI 1. Kekurangan yodium, yaitu kekurangan asupan yodium yang cukup kurang dari 50 mcg /dl. Defisiensi yodium berat yang berhubungan dengan asupan kurang dari 25 mcg / dl dikaitkan dengan hipotiroidisme dan kretinisme. 2. Goitrogens, diantaranya : -

Obat misalnya Propylthiouracil, lithium, fenilbutazon, aminoglutethimide, yodium yang mengandung ekspektoran

-

Makanan - Sayuran dari genus Brassica misalnya, kubis, lobak, rumput laut, singkong.

Terjadinya pembesaran kelenjar Tiroid (struma) dapat berupa ukuran sel-selnya yang bertambah besar atau oleh karena volume yang bertambah pada jaringan kelenjar dan sekitarnya dengan pembentukan struktur baru. Adapun yang menyebabkan terjadinya proses tersebut ada empat, diantaranya : 1. Gangguan pertumbuhan 

Terbentuknya kista



Jaringan Tiroid yang tumbuh pada lidah, misalnya pada Kista tiroglosus atau Tiroid lingual

2. Proses inflamasi atau gangguan autoimun 

Tiroiditis



Graves Disease

3. Gangguan Metabolik 

Akibat defisiensi iodium atau intake iodium



Hiperplasia kelenjar Tiroid

4. Tumor atau neoplasma 

Adenoma atau adenokarsinoma

D. PATOGENESIS Struma dapat akan menyebar, uninodular, atau multinodular. Kebanyakan struma nontoksik diperkirakan akibat dari stimulasi TSH sekunder yang tidak adekuat dalam mensintesis hormon tiroid dan faktor pertumbuhan parakrin lainnya. Peningkatan kadar TSH menginduksi hiperplasia tiroid difus, diikuti oleh hiperplasia fokal, menghasilkan nodul yang mungkin mengandung atau tidak mengandung konsentrasi yodium, nodul koloid, atau nodul microfollicular. Struma akibat familial diakibatkan karena defisiensi yang diwariskan pada enzim yang diperlukan untuk mensintesis hormon tiroid, mungkin bisa komplit atau parsial. 1

E. MANIFESTASI KLINIS Kebanyakan pasien dengan Struma Non-Toksik tidak bergejala atau asimtomatis, walaupun pasien sering mengeluhkan sensasi tekanan pada leher. Dengan perjalanan struma yang terus membesar, gejala sensasi penekanan seperti dispnea dan disfagia terjadi. Pasien juga sering mengeluhkan pada tenggorokannya yaitu radang selaput lendir hidung. Disfonia jarang terjadi, kecuali bila terdapat keganasan. Pembesaran yang tiba-tiba nodul atau kista karena dapat menyebabkan perdarahan nyeri akut. Pemeriksaan fisik dapat ditemukan benjolan teraba lunak, kelenjar membesar difus (struma simpel) atau nodul dari berbagai ukuran dan konsistensi dalam kasus multinodular goiter. Deviasi atau kompresi pada trakea dapat ditemukan.1

F. PENEGAKKAN DIAGNOSIS 1. Anamnesis  Pasien datang dengan keluhan benjolan pada leher  Usia dan jenis kelamin  Sejak kapan benjolan pada leher timbul dan saat pertama kali timbul benjolan sebesar apa, apakah terasa nyeri atau tidak, terasa panas atau tidak pada benjolannya  Apakah benjolan terus membesar sejak pertama kali timbul sampai pasien datang, jika membesar, apakah membesar lama (tahunan) atau membesar cepat (mingguan atau bulanan)  Apakah pasien mengeluh adanya gangguan menelan, sesak napas atau tidak  Apakah pasien demam atau tidak  Apakah pasien menjadi sering deg-degan (palpitasi) dan sering berkeringat  Apakah nafsu makan pasien menjadi meningkat atau tidak  Apakah pasien tidak tahan suasana panas atau tidak, apakah pasien tidak tahan suasana dingin atau tidak  Apakah pasien merasa suaranya menjadi lebih parau atau tidak  Apakah pasien nafsu makannya meningkat atau tidak  Apakah berat badan pasien meningkat atau tidak  Apakah pasien sebelumnya memiliki riwayat benjolan pada lehernya atau tidak  Apakah pada anggota keluarga OS ada yang pernah mengalami keluhan yang sama seperti OS atau pernah ada yang menderita tumor atau kanker  Apakah dalam kesehariannya dalam memasak (apabila pasien wanita) sering memberikan garam yang beryodium atau tidak

2. Pemeriksaan fisik Yang perlu dinilai dalam pemeriksaan fisik nodul tiroid, diantaranya :  Lokasi, apakah di lobus kiri atau di lobus kanan  Ukuran  Jumlah nodul, apakah uni atau multinodosa  Konsistensi, apakah teraba lunak atau keras  Apakah terfiksir atau mobile  Apakah terdapat nyeri tekan atau tidak  Apakah terdapat pembesaran KGB di sekitarnya atau tidak

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pasien biasanya dengan Eutiroid, dengan TSH normal atau rendah-normal atau dengan normal kadar T4-bebas yang normal. Jika beberapa nodul meluas, kadar TSH dapat menurun, atau dapat terjadi hipertiroid. FNAB direkomendasikan pada pasien yang memiliki nodul yang dominan atau salah satu dengan nyeri atau membesar, kasus karsinoma telah dilaporkan dalam 5 sampai 10% dari struma multinodular. CT scan sangat membantu untuk mengevaluasi sampai sejauh mana perpanjangan retrosternal dan apakah terjadi kompresi saluran napas atau tidak.1 H. TATALAKSANA Goiter non-toksik biasanya tumbuh sangat lambat selama beberapa dekade tanpa menyebabkan gejala. Tanpa bukti pertumbuhan yang cepat, gejala obstruktif misalnya, disfagia, stridor, batuk, sesak napas, ataupun tirotoksikosis, pengobatan tidak diperlukan. Terapi diperlukan jika pertumbuhan gondok seluruhnya atau terdapat nodul tertentu, terutama jika terjadi ekstensi intrathorasik dari gondok, gejala penekanan, atau gejala tirotoksikosis. Ekstensi intrathoracic dari gondok tidak dapat dinilai dengan palpasi atau biopsi. Jika signifikan dalam ukuran, harus diangkat melalui pembedahan. Terapi yang tersedia saat ini misalnya terapi

yodium

radioaktif,

dan

terapi

Levothyroxine

(L-tiroksin,

atau

T4)

.3

1. Terapi Iodium radioaktif adalah terapi Goiter non-toksis, sering dilakukan di Eropa. Ini adalah pilihan terapi yang wajar, terutama pada pasien yang lebih tua atau memiliki kontraindikasi untuk operasi. Iodium radioaktif untuk terapi goiter non-toksis diperkenalkan kembali pada 1990-an.

90

% pasien dengan goiter difus non toksik, memiliki rata-rata pengurangan 50-60% pada volume goiter setelah 12-18 bulan, dengan pengurangan gejala penekanan. Penurunan dalam ukuran goiter telah berkorelasi positif dengan dosis Iodium-131 (131 I). Pengurangan dalam ukuran gondok lebih besar pada pasien yang lebih muda dan pada individu yang hanya memiliki riwayat goiter yang singkat atau yang memiliki gondok kecil. Baseline TSH bukanlah prediktor respon terhadap yodium radioaktif. Gejala obstruktif membaik pada kebanyakan pasien yang menerima yodium radioaktif. Hipertiroidisme jarang dan biasanya terjadi dalam dua minggu pertama setelah pengobatan. Tidak seperti pasien dengan hipertiroidisme yang diobati dengan iodium radioaktif, hanya sebagian kecil pasien dengan goiter non toksik berkembang menjadi hipotiroidisme setelah pengobatan iodium radioaktif. Satu studi menunjukkan bahwa terapi T4 untuk goiter non-toksis mengurangi volume tiroid pada 58% pasien, dibandingkan dengan 4% pada pasien yang diterapi dengan plasebo. Namun, hasil ini belum terbukti direproduksi, dan manfaat menggunakan T4 perlu harus ditimbang terhadap risiko hipertiroidisme subklinis dari yang dihasilkan terkait dengan peningkatan risiko kepadatan mineral tulang menurun dan atrial fibrilasi meningkat.3

Indikasi operasi pada struma, diantaranya :  Struma difusa toksik yang gagal terapi medikamentosa  Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan  Struma dengan gangguan penekanan  Kosmetik Kontraindikasi operasi pada struma, diantaranya :  Struma toksik yang belum dipersiapkan sebelumnya

 Struma dengan dekompensasi kordis atau penyakit sistemik yang belum terkontrol  Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan yang umumnya karena karsinoma

DAFTAR PUSTAKA 1. Bernard M. Jaffe and David H.Berger. Brunicardi F. Charles et all. Schwartz’s: Principles of Surgery 9th Edition. 2010. 2. Sabiston, Textbook of Surgery 3. Stephanie L. Lee and George T. Griffing. Goiter non toxic. 2010. http://emedicine.medscape.com

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF