Laporan kasus Stroke Perdarahan Intraserebral

March 25, 2019 | Author: Chicilia Windia T. W | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

neurologi/ stroke perdarahan intra serebral sistem carotis sinistra dgn faktor risiko hipertensi...

Description

LAPORAN KASUS Neurologi

Disusun Oleh : Chicilia Windia Tanu Wijaya Pembimbing : dr. Zaki, Sp. S

STASE NEUROLOGI RSUD BANJAR- JAWA BARAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2014

BAB I DATA KASUS

Identitas Pasien  Nama

: Tn. B

Usia

: 46 tahun

Agama

: Islam

 No. RM

: 283308

Tgl masuk

: 10 Desember 2014

Pekerjaan

: Wiraswasta (pedagang)

Anamnesa (Alloanamnesis, 11 Desember 2014, 10.30 WIB)

Keluhan Utama

: penurunan kesadaran

Perjalanan penyakit

: saat bangun tidur pasien dilaporkan dilaporkan mengalami penurunan penurunan kesadaran mendadak disertai muntah-muntah, muntah agak menyemprot. Sebelumnya tidak ada nyeri kepala, kejang (-). Os merasakan kaki dan tangan sebelah kanan sulit digerakkan, kesemutan (-), baal (-). Bicara rero (+), pusing berputar (-), baal sekitar mulut (-), gelap mendadak (-). Badan terasa pegal (-), sakit sendi (-). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Os merasakan sakit seperti ini pertama kali. 1 hari sebelumnya os sudah berobat di RS Swasta di Jakarta (9/12/14) dan sudah di infus dgn Cairan Assering & mendapatkan obat Rantin (1amp) dan Citicolin (125mg), sudah di cek darah lengkap. Kemudian atas permintaan pasien, pasien ingin di rujuk ke RSUD Banjar.

RPD

: riwayat menderita hipertensi diakui keluarga pasien ± sejak 5 tahun. Pasien tidak rutin berobat dan jarang mengontrol sakit HT ini. Penyakit  jantung, ginjal, diabetes disangkal oleh keluarga pasien.

RPK

: keluarga pasien menyangkal bahwa terdapat riwayat penyakit keluarga seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, ginjal ataupun keganasan.

R Pengobatan

: Os sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan HT.

2

R Psikososial

: os merokok sejak SMA, 1 bungkus per hari. Makan teratur 3 x sehari. Sering makan goreng-gorengan dan makanan berlemak. Jarang  berolahraga

Pemeriksaan Fisik (11 Desember 2014, 10.30 WIB)

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos Mentis tidak adekuat

Tanda-tanda vital

:



nadi

: 102 x/menit



RR

: 22 x/menit



Suhu

: 37,2  C



TD

: 190/100 mmHg

Status Generalis 

Kepala

: Normochepal



Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)



Hidung

: Normonasi, sekret (-/-), epistaksis (-/-).



Telinga

: Normotia, serumen (-/-), sekret (-/-), darah (-/-).



Mulut

: bibir kering (-), bibir simetris, sianosis (-)



Leher

: Pembesaran KGB (-), tiroid (-).



Thoraks Paru

Inspeksi

: simetris, retraksi dinding dada (-/-)

Palpasi

: vocal fremitus kedua paru sama

Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) Jantung

Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavikula sinistra

Perkusi

: Batas kanan jantung ICS 4, linea parasternalis dextra 3

Batas kiri jantung ICS 4, linea midclavikularis sinistra Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-) 



Abdomen 

Inspeksi

: bentuk datar



Auskultasi

: BU (+) normal pada 4 kuadran



Perkusi

: timpani pada seluruh abdomen, asites (-)



Palpasi teraba.

: supel, nyeri tekan (-), nyeri epigastrium (-), hepar, lien

tidak

Extremitas Ekstremitas Atas : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-) Bawah : akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-/-), sianosis (-/-)

STATUS NEUROLOGIS

Kesadaran

: Compos Mentis tidak adekuat

- Kaku Kuduk : (-) - Lasegue sign : (-) - Kernig sign : (-) - Brudzinski I : Negatif - Brudzinski II : Negatif - Patrick

: (-)

- Kontrapatrick: (-)

4

 N. cranialis

Dextra

Sinistra

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Visus

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Lapang Pandang

 Normal

 Normal

Funduskopi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.I (Olfaktorius)

Daya pembau N.II (Optikus)

N.III (Okulomotorius)

Ptosis

-

-

Ukuran Pupil

3 mm

3 mm

Bentuk Pupil

Bulat (isokor)

Bulat (isokor)

 Normal

 Normal

 Normal

 Normal

 Normal

 Normal

+

+

+

+

Dextra

Sinistra

 Normal

Normal

Gerakan Mata

Bola

- Atas - Bawah - Medial Refleks Cahaya - Direk - Indirek

 N. Cranialis

N.IV (Trokhlearis)

Gerakan Mata Ke Medial Bawah

5

N.V (Trigeminus)

Menggigit

+

+

Membuka Mata

Baik

Baik

Sensibilitas

Baik

Baik

Refleks Kornea

Tidak Dilakukan

Tidak Dilakukan

 Normal

Normal

N.VI (Abdusens)

Gerakan Mata Ke Lateral

 N. cranialis

Dextra

Sinistra

N.VII (Fasialis)

Kerutan Kulit Dahi

 Normal

Normal

Lipatan Nasolabialis

 Normal

lebih rendah

Menutup Mata

 Normal

Normal

Mengangkat Alis

 Normal

Normal

Menyeringai

 Normal

tertinggal

Daya Kecap Lidah 2/3 Depan

Tidak Dilakukan

N.VIII (Vestibulokokhlearis)

Tes Bisik Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach

Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

6

Dextra

Sinistra

N.IX (Glosofaringeus) & X (Vagus)

Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang Uvula Pasif

Tidak dilakukan  Normal

Secara

Refleks Muntah

Tidak dilakukan

Menelan N.XI (Aksesorius) Memalingkan Kepala

Normal

Tersedak

 Normal

 Normal

 Normal

 Normal

-

Deviasi

Mengangkat Bahu N.XII (Hipoglosus)

Deviasi Lidah Atrofi Otot Lidah -

-

Fasikulasi Lidah

7

MOTORIK 

Kekuatan Otot : D

S 1

5

1

5

SENSORIK

 Nyeri : Ektremitas Atas Ekstremitas Bawah Raba

Suhu

: dextra : Normal ; sinistra : Normal : dextra : Normal ; sinistra : Normal

: Ektremitas Atas

: dextra : Normal ; sinistra : Normal

Ekstremitas Bawah

: dextra : Normal ; sinistra : Normal

: Ektremitas Atas

: Tidak dilakukan

Ekstremitas Bawah

: Tidak dilakukan

FUNGSI VEGETATIF

Miksi

: baik

Defekasi

: baik

FUNGSI LUHUR

Afasia motorik

8

REFLEK FISIOLOGI

Reflek bisep

: (↓/+)

Reflek trisep

: (↓/+)

Reflek patella

: (↓/+)

Refleks tendo Achiles : (↓/+)

REFLEK PATOLOGIS

Babinski

: (-/-)

Chaddock

: (-/-)

Oppenheim

: (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG : Laboratorium (9 desember 2014)

Hematologi Hemoglobin

: 13,6 g/dl

Hematokrit

: 40 %

Leukosit

: 7,69 x 10^3 /uL

Eritrosit

: 4,5 juta/uL

Trombosit

: 106 ribu/uL

Kimia Klinik Ureum darah : 14 mg/dL Kreatinin darah :1,07 mg/dL GDS

: 287 mg/dL

Gas Darah dan Elektrolit  pH

: 7,4

 pCO2 : 37 mmHg  pO2

: 98 mmHg 9

Hct

: 36

Saturasi O2 : 98%

Laboratorium (10 desember 2014)

Hematologi Analizer Hemoglobin

: 14,5 g/dL

Trombosit

: 134 ribu/mm3

Hematokrit

: 37,9 %

Leukosit

: 8,3 ribu/mm3

Eritrosit

: 5.09 juta/uL

Kimia Klinik Kolesterol LDL

: 98 mg/dL

SGOT

: 35 U/I

SGPT

: 32 U/I

Kreatinin

: 0,55 mg/dL

Ureum

: 19,7 mg/dL

Kolesterol

: 161 mg/dL

Asam urat

: 3,3 mg/dL

Kolesterol HDL

: 43 mg/dL

Trigliserida

: 96 mg/dL

GDS

: 185 mg/dL

Foto CT-Scan : Gambaran lesi hiperdens didaerah pons sinistra

10

RESUME :

Os laki-laki usia 46 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran mendadak setelah bangun tidur pagi hari disertai muntah-muntah agak menyemprot. 1 hari yang lalu os berobat di RS jakarta. Kejadian ini dialami pertama kali, os merasakan kaki dan tangan sebelah kanan sulit digerakkan, bicara rero (+). Pemeriksaan neurologis didapatkan parase N. VII dan N. XII sinistra. Refleks fisiologis menurun pada extremitas dextra. Nilai kekuatan motorik 1 pada seluruh ekstremitas dextra. SS : 1,5 SGM :3 Diagnosa :

Stroke perdarahan intraserebral sistem carotis sinistra dengan faktor risiko hipertensi, lesi di pons hemisfer sinistra

Penatalaksanaan : 

Posisikan kepala 30, posisi kepala dan dada satu bidang



O2 nasal 2L/menit



 NGT



Katater intermitten



Inf/ assering



Manitol 250 –  150 - 150



Citicolin 125 mg (2 x 1)



Captopril 3 x 25 mg



Ranitidin 2 x 1 amp

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISA KASUS A. Definisi

Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak. Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di  bagian manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya  pada satu hemisfer (lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage). B. Epidemiologi

Perdarahan intraserebral lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih. C. Faktor Risiko

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan

antikoagulans,

gangguan

koagulasi

seperti

pada

leukemia

atau

trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi narkotika. Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh : 1. Hipertensi Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan aneurisma-aneurisma kecil 12

(diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard . 2. Cerebral Amyloid Angiopathy Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia. 3. Arteriovenous Malformation 4.  Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang hipervaskular. Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a. lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan  perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat  pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral

13

D. Patofisiologi

Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak dan serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edema  pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan penyempitan atau  penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya, maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi  pembuluh darah otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya. E. Gejala klinis

Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang. Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus. dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS, sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat onset PIS. F. Pemeriksaan Fisik

Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi  berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli  pada kasus yang diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan tanda diagnostik perdarahan

14

subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma. Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS. Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan  berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward gaze palsy), jadi mata melihat ke  bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing. Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi transtentorial. Pada  perdarahn di pons terjadi  pinpoint pupils bilateral   tetapi masih terdapat reaksi,  pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar. Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan  pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal. G. DIAGNOSIS 

PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang



Biasanya disertai dengan penurunan kesadaran.



Sakit kepala hebat dan muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi frekuensinya bervariasi



Pada perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.



Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil miosis dan reaksinya lambat



Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah, diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif

15



Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar



Pola pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke



lesi di mesensefalon atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik



Pada lesi di bagian tengah atau caudal pons memperlihatkan pola  pernafasan apneustik



Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tiba-tiba dan terjadi koma yang dalam dengan defisit neurologik bilateral serta progresif dan fatal. Bahkan perdarahan kecil segera menyebabkan koma, pupil pinpoint (1 mm) namun reaktif, gangguan gerak okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala, mual dan muntah jarang.

H. Penanganan Perdarahan Intraserebral

Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟  harus mendapat pengobatan untuk : 1. ”Normalisasi” tekanan darah 2. Pengurangan tekanan intrakranial 3. Pengontrolan terhadap edema serebral 4. Pencegahan kejang. Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak. Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79  penderita dengan PISH, mereka menemukan penambahan volume hematoma  pada 16 penderita yang secara bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg tampak berhubungan dengan

16

 penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik ≤ 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan : 1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors 2. Angiotensin Receptor Blockers 3. Calcium Channel Blockers Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila  perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi  perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset perdarahan. Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal. Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok : 1.

Perdarahan progresif fatal.

Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tandatanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus  berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6. 17

2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15). Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah. Mengurangi Efek Massa

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi  peninggian TIK antara lain : 1. Elevasi kepala higga 30o  untuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki drainase vena. 2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L). 3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan koloid bila perlu. 4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan TIK kurang dari 20 mmHg. 5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO 2 25-30 mmHg. Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala, restriksi

cairan,

dan

manitol

biasanya

memadai.

Tindakan

ini

dilakukan

untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata

dikurangi

tekanan

intrakranial,

hingga

tekanan

darah

sistemik

harus

dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin. 18

Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK  jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan. Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan  bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan  parenkhimal karena tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat. I. Prognosis

Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm 3  dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm3. Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk  prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien meninggal bila disertai  perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS 19

lebih dari 9, perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka  probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka  probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS hipertensif  jarang terjadi perdarahan ulang.

20

BAB III KESIMPULAN

Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan fokal dari pembuluh darah dalam parenkim otak. Penyebabnya biasanya hipertensi kronis. Gejala umum termasuk defisit neurologis fokal, seringkali dengan onset mendadak sakit kepala, mual, dan  penurunan kesadaran. Kebanyakan perdarahan intraserebral juga dapat terjadi ganglia  basal, lobus otak, otak kecil, atau pons. Perdarahan intraserebral juga dapat terjadi di  bagian lain dari batang otak atau otak tengah. Aada sindroma utama yang menyertai stroke hemoragik menurut Smith dapat dibagi menurut tempat perdarahannya yaitu  putaminal

hemorrhage,

thalamic

hemorrhage,

pontine

hemorrhage,

cerebellar

hemorrhage, lobar hemorrhage. Pemeriksaan penunjang dengan lumbal pungsi, CT-scan, MRI, serta angiografi. Adapun penatalaksanannya di ruang gawat darurat (evaluasi cepat dan diagnosis,

terapi

umum,

stabilisasi

jalan

napas

dan

pernapasan,

stabilisasi

hemodinamik, pemeriksaan awal fisik umum, pengendalian peninggian TIK,  pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, pemeriksaan penunjang) kemudian  penatalaksanaan di ruang rawat inap (cairan, nutrisi, pencegahan dan mengatasi komplikasi, penatalaksanaan medik yang lain. Penatalaksanaan stroke perdarahan intraserebral (PIS) meliputi terapi medik pada PIS akut (terapi hemostatik, reversal of anticoagulation) dan tindakan operatif. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume  perdarahan. Semakin rendah nilai GCS, maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin  buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans JR. ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006 .p. 1890-1913. 2. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors. Handbook of Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719. 3. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Suplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006. 4. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007. 5. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical  Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007. 6. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 19841985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 2000. 7. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victor’s Priciples of  Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005. 8. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke 2007. Jakarta. 9. Baehr M, Frotscher M. Duus’ : Topical Diagnosis  in Neurology. 4 th revised edition. New York : Thieme. 2005. 10. El-Mitwalli, A., Malkoff, M D.,.2008. Intracerebral Hemorrhage. The Internet Journal of Advanced Nursing Practice.

22

A. DIAGNOSIS

Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke non hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar sehingga diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat membedakan manifestasi klinis antara perdarahan infark.7 Pemeriksaan Penunjang 

Kimia darah



Lumbal punksi



EEG



CT scan



Arteriografi Pemeriksaan koagulasiharus dikerjakan pada pasien.

B. KOMPLIKASI o

Stroke hemoragik

o

Kehilangan fungsi otak permanen

o

Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi

C. PENANGANAN PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Semua penderita yang dirawat dengan ‟intracerebral hemorrhage‟ harus mendapat  pengobatan untuk : 5. ”Normalisasi” tekanan darah 6. Pengurangan tekanan intrakranial 7. Pengontrolan terhadap edema serebral 8. Pencegahan kejang. Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi karena

23

cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard, ginjal dan otak.9 Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH, mereka menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara  bermakna berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg tampak berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah sistolik ≤ 150 mmHg. Obat -obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan : 9 

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors



Angiotensin Receptor Blockers



Calcium Channel Blockers Tindakan

segera

terhadap

pasien

dengan

PIS

ditujukan

langsung

terhadap pengendalian TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi, diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi intrakranial yang disebabkan oleh efek massa  perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila dilakukan segera setelah onset  perdarahan. Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera d ari hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah diberikan tindakan medis maksimal. Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya  perdarahan inisial menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok : 9,10 1. Perdarahan progresif fatal. 24

Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari  perdarahan serta obstruksi jalan nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat, memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial dengan manitol, steroid (  bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi. GCS biasanya kurang dari 6. 2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15). 3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup (GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan  berbahaya, namun keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan hematoma dilakukan secara bedah.

PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL Penilaian dan Pengelolaan Inisial

Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi, ukuran serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang akan dilakukan, penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama. Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus dilakukan bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial dapat dilakukan dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan  prognosis, juga untuk membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan. Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi. Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder akibat iskemia. Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien 25

hipertensif maupun nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang sinambung atas tekanan darah. Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan tekanan darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena secara bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar 180 mmHg pada  pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung masing-masing  pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah 210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu. Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa. Bila jalan nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien koma atau obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik yang akan meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai.

Bila

diduga

ada

peninggian

TIK,

dilakukan

hiperventilasi

untuk mempertahankan PCO 2 sekitar 25-30 mmHg, dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan pada pasien dengan  perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi dipantau. Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung  platelet, elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu. Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala tanpa kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan  pemeriksaan radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi atau ke bangsal, tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan. Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi efek massa, sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum serta pencegahan komplikasi.9 26

Pencegahan atas Perdarahan Ulang

Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM dan tumor juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko  perdarahan ulang lebih tinggi. Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat normotensif untuk mencegah vasospasme, namun cukup rendah untuk menekan risiko  perdarahan. Beberapa menganjurkan asam aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik.  Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas. Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan kelainan perdarahan lain dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.

Mengurangi Efek Massa

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien dengan peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi  peninggian TIK antara lain :9 1. Elevasi kepala higga 30o  untuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki drainase vena. 2. Manitol intravena (mula-mula 1,5 g/kg bolus, lalu 0,5 g/kg tiap 4-6 jam untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L). 3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan koloid bila perlu. 4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan TIK kurang dari 20 mmHg.

27

5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO 2 25-30 mmHg. Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala, restriksi

cairan,

dan

manitol

biasanya

memadai.

Tindakan

ini

dilakukan

untuk memperbaiki tekanan perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata

dikurangi

tekanan

intrakranial,

hingga

tekanan

darah

sistemik

harus

dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70 mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin. Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK  jarang diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara rutin. Disukai ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan ventrikulostomi dibanding hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan TIK membantu menilai manfaat tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan. Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah dilaporkan bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan  bahwa deksametason tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes). Namun digunakan deksametason pada perdarahan  parenkhimal karena tumor yang berdarah dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat.

Perawatan Umum

Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg melalui mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik.  Namun penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.

28

Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan, kecuali bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin, karena kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah pemberiannya, dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV (50 mg/menit) diikuti 300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV karena infus yang terlalu cepat dapat berakibat  penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan, EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran interval PR dan gelombang Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 µg/ml) dan pasien bebas kejang. Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari, kadar terapeutik darah 20-40 µg/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari, kadar terapeutik 4-12 µg/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder. Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status cairan, elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien dengan restriksi cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi memadai adalah esensial.

PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI

Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah yang sulit. Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman : 1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi. 2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.

29

Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah, kembalinya tekanan intrakanial ke dalam batas normal, kontrol pendarahan dan mencegah pendarahan

ulang.

Indikasi

operasi

pada

cedera

kepala

harus

mempertimbangkan status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial : 8,9 1. Massa hematoma kira-kira 40 cc 2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm 3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau kurang. 4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau  pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm. 5. Pasien-pasien

yang

menurun

kesadarannya

dikemudian

waktu

disertai

 berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25 mmHg. Tindakannya : 

Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan  pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.



Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk  basal ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih sedikit.

Penggunaan manitol

Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien menurunkan peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak, khususnya pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol 30

masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor. Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.

Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan  peningkatan tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik

(manitol),

khususnya

pada

keadaan

patologis

edema

otak.

Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan tumor otak. Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh lebih dari kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler. Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25  –   1 gram/kgbb diberikan bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari 10 –  15 menit. Manitol dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5  –  2 gram/kgbb sebagai larutan 15-20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol diberikan untuk menghasilkan nilai serum osmolalitas 310 – 320 mOsm/L. Osmolalitas serum sering kali dipertahankan antara 290 – 310 mOsm. Tekanan Intrakranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena efek manitol dimulai setelah 0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum juga dimonitor selama pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara serius, pemberian manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley catheter harus dipasang selama  pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas. Obat Neuroprotektor : 1. Piracetam 1200 mg/kaplet Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi  psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan dengan akibat pasca trauma.

31

Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6 kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan : 1,2 g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai mencapai efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau ½ kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari. Pemberian obat : sesudah makan. Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif. Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi, lelah, gangguan GI, mengantuk. Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent. Rencana edukasi : 

Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan melakukan pengecekan fungsi ginjal.



Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan  pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.

2.

Injeksi Citicoline Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral, trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi. Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 1-2x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral 1000 mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau injeksi IV. Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan. Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.

32

Mekanisme kerja : 

Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama

sistem pengaktifan

formatio

reticularis

ascendens

yang

 berhubungan dengan kesadaran. 

Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan sistem motoris.



Citicoline

menaikkan

konsumsi

O 2  dari

otak

dan

memperbaiki

metabolisme otak.

D. PROGNOSIS

Perdarahan yang besar jelas mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi. diperkirakan mortalitas seluruhnya berkisar 26-50%. Mortalitas secara dramatis meningkat pada perdarahan talamus dan serebelar yang diameternya lebih dari 3 cm, dan  pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Untuk perdarahan lobar mortalitas berkisar dari 6-30 %. Bila volume darah sesungguhnya yang dihitung (bukan diameter hematomnya), maka mortalitas kurang dari 10% bila volume darahnya kurang dari 20 mm3 dan 90% bila volume darahnya lebih dari 60 mm 3. Kondisi neurologik awal setelah terserang perdarahan juga penting untuk  prognosis pasien. Pasien yang kesadarannya menurun mortalitas meningkat menjadi 63%. Mortalitas juga meningkat pada perdarahan yang besar dan letaknya dalam, pada fossa  posterior atau yang meluas masuk ke dalam ventrikel. Felmann E mengatakan bahwa 45% pasien meninggal bila disertai perdarahan intraventrikular. Suatu penilaian dilakukan untuk memperkirakan mortalitas dalam waktu 30 hari pertama dengan menggunakan 3 variabel pada saat masuk rumah sakit yaitu Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran  perdarahan dan tekanan nadi. Perdarahan kecil bila ukurannya kurang dari satu lobus, sedangkan perdarahan besar bila ukurannya lebih dari satu lobus. Bila GCS lebih dari 9,  perdarahannya kecil, tekanan nadi kurang dari 40 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari adalah 98%. Tetapi bila pasien koma, perdarahannya besar dan tekanan nadinya lebih dari 65 mmHg, maka probabilitas hidupnya dalam waktu 30 hari hanya 8%. Pada PIS hipertensif jarang terjadi perdarahan ulang. 8 33

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF