LAPORAN KASUS Stroke Non Hemoragik

July 6, 2018 | Author: KenZie Denendra | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

o9o...

Description

PRESENTASI KASUS Stroke Non Hemoragik Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Stase Ilmu Penyakit Syaraf di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang

Diajukan Kepada : dr. TH. Suryono, Sp.S

Disusun Oleh : Hendrian Ade Hardianto 20130310156

SMF BAGIAN ILMU PENYAKIT SAARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017

PRESENTASI KASUS

A.

IDENTITAS

 Nama

: Tn. MK

Alamat

: Jatinegara

Umur

: 45 tahun

Suku

:

Pekerjaan

: Pedagang

Tanggal masuk

: 13 April 2014

Status perkawinan

: Menikah

Ruang

:

Agama

: Islam

B.

Jawa

Kemuning

ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 22 April 2014 di ruang rawat inap Kemuning IV RSUD Dr.Soesilo Slawi. Keluhan Utama : Tangan dan kaki kanan terasa lemah tidak bisa digerakkan sejak sebelas hari yang lalu Keluhan Tambahan : Bicara pelo dan mulut miring ke kiri Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.Soesilo Slawi pada tanggal 13 April 2014 dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan. Hal ini sebenarnya sudah dirasakan oleh pasien sejak tiga hari SMRS. Pada awalnya tangan dan kaki kanan terasa lemas, kesemutan, dan masih dapat digerakkan. Namun lama kelamaan kelemahan dirasakan bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke kiri sejak tangan dan kaki kanannya lemas. Keluhan lainnya seperti sakit kepala, muntah, dan pingsan sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan  buang air kecil, gangguan buang buang air besar, dan trauma disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien baru pertamakali mengalami hal yang seperti ini. Dua tahun yang lalu pasien  pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami sakit kepala hebat yang menjalar sampai ke tengkuk. Setelah di rawat, pasien diketahui menderita darah tinggi. Riwayat penyakit  jantung dan kencing manis disangkal disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga

1

PRESENTASI KASUS

A.

IDENTITAS

 Nama

: Tn. MK

Alamat

: Jatinegara

Umur

: 45 tahun

Suku

:

Pekerjaan

: Pedagang

Tanggal masuk

: 13 April 2014

Status perkawinan

: Menikah

Ruang

:

Agama

: Islam

B.

Jawa

Kemuning

ANAMNESA

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 22 April 2014 di ruang rawat inap Kemuning IV RSUD Dr.Soesilo Slawi. Keluhan Utama : Tangan dan kaki kanan terasa lemah tidak bisa digerakkan sejak sebelas hari yang lalu Keluhan Tambahan : Bicara pelo dan mulut miring ke kiri Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.Soesilo Slawi pada tanggal 13 April 2014 dengan keluhan tangan dan kaki sebelah kanan tidak bisa digerakkan. Hal ini sebenarnya sudah dirasakan oleh pasien sejak tiga hari SMRS. Pada awalnya tangan dan kaki kanan terasa lemas, kesemutan, dan masih dapat digerakkan. Namun lama kelamaan kelemahan dirasakan bertambah, tangan dan kaki dirasakan memberat dan tidak bisa digerakkan sama sekali. Pasien juga mengeluhkan bicaranya menjadi pelo dan mulutnya miring ke kiri sejak tangan dan kaki kanannya lemas. Keluhan lainnya seperti sakit kepala, muntah, dan pingsan sebelum timbul kelemahan disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan  buang air kecil, gangguan buang buang air besar, dan trauma disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien baru pertamakali mengalami hal yang seperti ini. Dua tahun yang lalu pasien  pernah dirawat di rumah sakit karena mengalami sakit kepala hebat yang menjalar sampai ke tengkuk. Setelah di rawat, pasien diketahui menderita darah tinggi. Riwayat penyakit  jantung dan kencing manis disangkal disangkal oleh pasien. Riwayat Penyakit Keluarga

1

Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal yang seupa dengan pasien. Riwayat darah tinggi, kencing manis, dan sakit jantung pada keluarga disangkal oleh  pasien. Riwayat Pengobatan Setelah timbul keluhan pasien belum pernah berobat sebelumnya. Dulu pasien sempat meminum obat untuk darah tinggi namun sudah lama tidak kontrol dan meminum obatnya lagi. Riwayat Kebiasaan Pasien gemar meminum kopi dan makan goreng-gorengan. Kebiasaan merokok disangkal oleh pasien

C.

PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum Kesadaran

: compos mentis E mentis E4V5M6

Kesan sakit : Kesan sakit sedang Tanda vital : Tekanan darah

: 200/140 mmHg

 Nadi

: 80 x/menit

Pernapasan

: 18 x/menit

Suhu

: 36,7oC

Status Generalis a. Kulit

: Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.

b. Kepala 

: Normosefali, rambut berwarna hitam distribusi merata

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL +/+, RCTL +/+, pupil isokor 3mm/3mm



Hidung

: Deformitas (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi septum (-), sekret (-/-)



Telinga

: Normotia Normotia (+/+), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-), sekret (-/-)



Mulut

: Sudur bibir kanan turun, kering (-), sianosis (-), lidah sedikit mencong ke kanan



Tenggorokan

: Trismus (-); arkus faring simetris, hiperemis (-); uvula di tengah

c. Pemeriksaan Leher

a) Inspeksi

: Tidak terdapat tanda trauma maupun massa 2

 b) Palpasi

: Tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid, tidak terdapat deviasi trakea

d. Pemeriksaan Toraks

Jantung a) Inspeksi : Tampak iktus kordis ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra  b) Palpasi : Iktus kordis teraba kuat ± 2cm di bawah papilla mamae sinistra c) Perkusi : Batas atas kiri

: ICS II garis parasternal sinsitra dengan bunyi redup

Batas atas kanan : ICS II garis parasternal dekstra dengan bunyi redup Batas bawah kiri : ICS V ± 1cm medial garis midklavikula sinistra dengan bunyi redup Batas bawah kanan : ICS IV garis parasternal dekstra dengan bunyi redup d) Auskultasi: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-) Paru a) Inspeksi : Dinding toraks simetris pada saat statis maupun dinamis, retraksi otot-otot pernapasan (-)  b) Palpasi : Simetris, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri c) Perkusi : Sonor di kedua lapang paru d) Auskultasi : Suara napas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) e. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi

: Perut datar, massa (-), pulsasi abnormal (-)

 b) Auskultasi : Bising usus (+) normal c) Perkusi

: Timpani pada seluruh lapang abdomen

d) Palpasi

: Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

k. Pemeriksaan Ekstremitas 

Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis (-/-)



Akral hangat (+/+), odem (-/-) ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dextra

Status Neurologis Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E4 V5 M6

Gerakan abnormal

: Tidak ada

3

a. Rangsangan Meningeal

1. Kaku kuduk

: - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I

: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II

: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig

: -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135º/tidak terdapat

tahanan sblm mencapai 135º) 5. Laseque

: -/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak timbul

tahanan sebelum mencapai 70o)

b. Nervus Kranialis

1.  N-I (Olfaktorius)

: Tidak ada gangguan penciuman

2.  N-II (Optikus) a. Visus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

 b. Warna

: Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang

: Tidak dilakukan pemeriksaan

3.  N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens) a. Gerakan bola mata

: atas (+/+), bawah (+/+), lateral (+/+), medial (+/+),

atas lateral (+/+), atas medial (+/+), bawah lateral (+/+), bawah medial (+/+)  b. Ptosis

:- /-

c. Pupil

: Isokor, bulat, 3mm / 3mm

e. Refleks Pupil 

langsung

:+/+



tidak langsung

:+/+

4. N-V (Trigeminus) a. Sensorik 

 N-V1 (ophtalmicus)

:

+



 N-V2 (maksilaris)

:

+



 N-V3 (mandibularis)

:

+

(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang raba)  b. Motorik

:

+

Pasien dapat merapatkan gigi dan membuka mulut c. Refleks kornea

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4

5. N-VII (Fasialis) a. Sensorik (indra pengecap) :

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

 b. Motorik 

Angkat alis

:

+ / +, terlihat simetris kanan dan kiri



Menutup mata

:

+/+



Menggembungkan pipi :

kanan (baik), kiri (baik)



Menyeringai`

:

kanan (lemah minimal), kiri (baik)



Gerakan involunter

:

-/-

 Nistagmus

:

Tidak ditemukan

Tes Romberg

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

6. N. VIII (Vestibulocochlearis) a. Keseimbangan 



 b. Pendengaran 

Tes Rinne

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.



Tes Schwabach

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.



Tes Weber

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus) a. Refleks menelan

:

+

 b. Refleks batuk

:

+

c. Perasat lidah (1/3 anterior) :

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

d. Refleks muntah

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

e. Posisi uvula

:

Normal; Deviasi ( - )

f. Posisi arkus faring

:

Simetris

8. N-XI (Akesorius) a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus :

+ /+

 b. Kekuatan M. Trapezius

+ /+

:

9. N-XII (Hipoglosus) a. Tremor lidah

:-

 b. Atrofi lidah

:-

c. Ujung lidah saat istirahat : d. Ujung lidah saat dijulurkan: Deviasi ke kanan e. Fasikulasi

:-

5

c. Pemeriksaan Motorik

1. Refleks a. Refleks Fisiologis 

Biceps

:

N/N



Triceps

:

N/N



Achiles

:

N/N



Patella

:

N/ N

 b. Refleks Patologis 

Babinski

:

-/-



Oppenheim

:

-/-



Chaddock

:

-/-



Gordon

:

-/-



Scaeffer

:

-/-



Hoffman-Trommer

:

-/-

2. Kekuatan Otot 5555

5555

 Ekstremitas Superior Dextra

 Ekstremitas Superior Sinistra

5555

5555

 Ekstremitas Inferior Dextra

 Ekstremitas Inferior Sinistra

Ket: 5  Dapat melawan tahanan, normal 3. Tonus Otot a. Hipotoni

: - /-

 b. Hipertoni

: -/-

d. Sistem Ekstrapiramidal

1. Tremor

:

-

2. Chorea

:

-

3. Balismus

:

-

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan

e. Sistem Koordinasi

1. Romberg Test

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan. 6

2. Tandem Walking

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Finger to Finger Test

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Finger to Nose Test

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

1. Atensi

:

Dalam Batas Normal

2. Konsentrasi

:

Dalam Batas Normal

3. Disorientasi

:

Dalam Batas Normal

4. Kecerdasan

:

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Bahasa

:

Disartria

6. Memori

:

Tidak ditemukan gangguan memori

7. Agnosia

:

Pasien dapat mengenal objek dengan baik

f. Fungsi Kortikal

g. Susunan Saraf Otonom

D.

Inkontinensia

:-

Hipersekresi keringat

:-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium darah tanggal 14 April 2014 Darah lengkap Diff count

Leukosit

: 12.000/uL (H)

Eritrosit

: 4,2 juta/uL (L)

Eosinofil

: 3,9%

Hemoglobin

: 12,3 g/dL (L)

Basofil

: 0,2%

Hematokrit

: 34% (L)

Netrofil

: 79,10% (H)

MCV

: 81 fL

Limfosit

: 10,0% (L)

MCH

: 30 pg

Monosit

: 6,8%

MCHC

: 36 g/dL

Trombosit

: 198.000/uL

Kimia klinik GDS

: 97 mg/dL

Total protein

: 6,24 g/dL (L)

Ureum

: 64,5 mg/dL (H)

Albumin

: 3,69 g/dL (L)

Kreatinin

: 3,49 mg/dL (H)

Globulin

: 2,55 mg/dL

7

Asam urat

: 8,0 mg/dL (H)

SGOT

: 17 u/L

Kolesterol total

: 178 mg/dL

SGPT

: 10 u/L

Trigliserid

: 97 mg/dL

Bilirubin total

: 0,7 mg/dL

Bilirubin direk

: 0,29 mg/dL

Bilirubin indirek

: 0,41 mg/dL

CT-Scan kepala tanggal 16 April 2014

Terdapat gambaran lesi hipodens pada hemisfer otak sinistra E.

 infark

serebri

RESUME

Seorang laki-laki Tn.MK usia 42 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr.Soesilo Slawi dengan keluhan hemiplegi dekstra disertai diartria sejak 3 hari SMRS. Pasien belum pernah mengalami hal yang serupa sebelumnya. Dulu pasien pernah di rawat inap karena mengalami cephalgia berat akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Dari  pemeriksaan fisik status generalis tidak ditemukan kelainan yang berarti selain hipertensi. Dari pemeriksaan status neurologis ditemukan adanya hemiparesis N.VII dan N.XII ke arah dekstra. Kelemahan pada ekstremitas dekstra sudah tidak ditemukan lagi. Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan kesan leukositosis, anemia, renal insufisiensi, hiperuricemia,

8

dan hipoalbuminemia. Pemeriksaan CT-Scan menunjukkan bukti adanya infark pada hemisfer cerebri sinistra.

F.

DIAGNOSIS & DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis klinis

: Hemiplegi dekstra, disartria

Diagnosis topik

: Suspek lesi pada hemisferium cerebri sinistra

Diagnosis etiologi

: Stroke non hemoragik

Diagnosis banding

G.

 Stroke

hemoragik

TERAPI 

 Bed rest 



Oksigen kanul 3lpm



IVFD RL 20 tpm



Inj. Citicholin 3x500mg



Inj. Cefadroxil 2x1gr



Inj. Ranitidine 2x1 amp



Inj. Mecobalamin 2x1



Clopidogrel 1x1 tab



Aspilet 1x1 tab



 Nimotop 3x1 tab

9

TINJAUAN PUSTAKA VASKULARISASI SARAF PUSAT A. Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan  beberapa bagian lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada  batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris  berakhir sebagai sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini  bercabang-cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling  berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya. 1 Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak. Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang 10

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung. 1

11

B. Fisiologi

Sistem

karotis

terutama

melayani

kedua

hemisfer

otak,

dan

sistem

vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian  posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku).1  Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor  jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi  pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg). 1 Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2  dan O2  berpengaruh terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO 2 yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO 2 turun, PO2  naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO menurun. 1

STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK A. Definisi

Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran darah otak non traumatik. Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang  berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian.1

12

B. Epidemiologi

Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika, setiap tahun terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika dengan lebih dari 150.000 fatalitas menjadi  penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecatatan. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke.6,10 Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan  berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. 8 Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah  jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh no.1 di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke.

8

Dari jumlah tersebut, sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur.

C. Etiologi

Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri. 2 1. Trombosis

Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 13

83% mengalami stroke jenis ini. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam  pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik  percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan  perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang  berkepanjangan akibat gangguan mi gren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis). 2. Emboli

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya  bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation  (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard. 2

14

D. Manifestasi klinis.1,5

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi beberapa  perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena. Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke. Manifestasi klinis berdasarkan lokasi lesinya:4-5 a. arteri serebri anterior : menyebabkan hemiparesis dan hemipistesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai  b. arteri serebri media

: menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi

kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) hemipastial neglect (bila mengenai area otak nondominan) c. arteri serebri posterior : menyebabkan hemianopsi homonim atau kuandratanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik dan sensoris. Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan  prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark  pada korteks temporooksipitalis inferior d. Korteks : Gejala terlokalisasi, mengenai daerah lawan dari letak lesi, hilangnya sensasi kortikal (stereonogsis, diskriminasi 2 titik), kurang  perhatian terhadap rangasang sensorik e. Kapsula : Lebih luas, sensasi primer menghilang, bicara dan penglihatan mungkin terganggu. f. Batang otak : menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartria, diplopia, dan vertigo ; gangguan serebelar seperti ataksia atau hilang keseimbangan; penurunan kesadaran g. Infark lakunar merupakan merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

15

Selain itu, stroke bisa menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi. Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini  berbahaya karena ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak bertambah luas. Tabel 1. Evaluasi manifestasi klinis yang diperlukan Gejala klinis

Perdarahan

Perdarahan

Stroke

IntraSerebral

Subarakhnoid

Hemoragik (SNH)

(PIS)

(PSA)

Gejala defisit fokal

Berat

Ringan

Berat/ringan

Awitan/onset

Menit/jam

1-2 menit

Pelan (Jam/hari)

 Nyeri kepala

Hebat

Sangat hebat

Ringan/tidak ada

Sering

Sering

Tidak, kecuali lesi

Muntah

pada

awalnya

Non

dibatang otak

Hipertensi

Hampir selalu

Biasanya tidak

Hampir selalu

Kaku kuduk

Biasa ada

Jarang

Mungkin ada

Kesadaran

Biasa hilang

Bisa

hilang Dapat hilang

sebentar Hemiparesis

Seing sejak awal

Awal tidak ada

Sering sejak awal

Deviasi mata

Bisa ada

Jarang

Mungkin ada

Warnah

Sering berdarah

Berdarah

Jernih

Tekanan

Meningkat

Meningkat

 Normal

Eritrosit

>1000/mm3

>1000/mm3

>250/mm3

CT scan

Massa intrakranial densitas bertambah Densitas berkurang

Lumbal Punksi

(hiperdens) Edema pupil

(lesi hipodens) +

-

16

E. Faktor Resiko

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: 4,9-10 -

Umur, hampir 2 kali lipat tiap dekade setelah umur 55 tahun dan kebanyakan stroke terjadi pada umur di atas 65 tahun.

-

Jenis kelamin, Insidens stroke lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita dengan rata -rata 25% 30% lebih tinggi pada laki-laki,pada perempuan pre monopause lebih rendah dibanding pria. Setelah monopause faktor perlindungan pada wanita ini menghilang, dan insidennya menjadi hampir sama dengan pria

-

Ras dan suku bangsa Pada umumnya insidens stroke lebih tinggi pada kelompok kulit hitam daripada kulit putih

-

Faktor turunan Faktor keturunan juga memegang peranan penting dalam e pidemiologi stroke. Ras Afrika- Amerika biasanya merupakan faktor risiko.

-

Riwayat TIA (transient ischaemic attack ).

 b. Faktor Resiko yang dapat dimodifikasi : 9 -

Hipertensi, baik sistolik maupun distolik merupakan faktor risiko dominan untuk terjadinya stroke baik hemoragik maupun nonhemoragik

-

Diabetes melitus, hiperlipidemia

-

Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung, antara lain gangguan irama (fibrilasi atrial), infark miokard akut atau kronis, yang mengakibatkan hipoperfusi (dekompensasi jantung), infeksi yang disertai vegetasi (endokarditis bakterialis), tumor atrium

-

Hipovolemia dan syok terutama pada populasi usia lanjut, dimana refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.

-

Merokok (termaksud perokok pasif), diet tidak sehat: lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang buah.

-

Kurang olahraga, kelebihan berat badan.

-

Obat-obatan: narkoba (kokain), anti koagulansia, anti platelet, amfetamin, pil kontrasepsi. 17

F. Klasifikasi

Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis:

1

1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack  (TIA) Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. 2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/ Reversible Ischemic Neurological Deficit  (RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu. 3. Stroke progresif ( Progressive Stroke/Stroke in evolution) Gejala neurologik makin lama makin berat. 4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Gejala klinis sudah menetap. Kasus completed stroke ini ialah hemiplegi dimana sudah memperlihatkan sesisi yang sudah tidak ada progresi lagi. Dalam hal ini, kesadaran tidak terganggu Berdasarkan subtipe penyebab : 4 a. Stroke lakunar Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman  pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.  b. Stroke trombotik pembuluh besar Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. 18

c. Stroke embolik Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien  beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari. d. Stroke kriptogenik Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis yang ekstensif.

G. Patofisiologis

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Aterosklerosis dapat menimbulkan  bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara: 1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah. 2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom. 3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang kemudian dapat robek. Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam kemudian yang diikuti perubahan  permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya cairan serta sel-sel radang. Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis 19

mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke, maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau  NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel. Pembuluh darah

Trombus/embolus karena plak ateromatosa, fragmen, lemak, udara, bekuan darah

Oklusi

Perfusi arin an cerebral

Iskemia

Hi oksia

Metabolisme anaerob

Aktivitas elektrolit terganggu

Nekrotik jaringan otak

Asam laktat ↑

Na & K pump gagal

Infark

Na & K influk

Retensi cairan Oedem serebral Gg.kesadaran, kejang fokal, hemiplegia, defek medan penglihatan, afasia

20

H. Diagnosis

1.Gambaran Klinis a) Anamnesis Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejalagejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan  perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam mencari gejala atau onset stroke seperti: 

Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).



Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari  pertolongan.



Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.



Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia.2

 b) Pemeriksaan Fisik Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi, kelainan jantung, dan lain-lain. 2 c) Pemeriksaan Neurologi Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti

21

stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s  palsy di mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau mengerutkan dahinya. 2,5 Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri yang tersumbat:6 Sirkulasi terganggu

Sensomotorik

Gejala klinis lain

Hemiplegia kontralateral

Afasia global (hemisfer dominan),

(lengan lebih berat dari

 Hemi-neglect  (hemisfer non-

tungkai) hemihipestesia

dominan), agnosia, defisit

kontralateral.

visuospasial, apraksia, disfagia

Hemiplegia kontralateral

Afasia motorik (hemisfer

(lengan lebih berat dari

dominan), Hemi-negelect 

tungkai) hemihipestesia

(hemisfer non-dominan),

kontralateral.

hemianopsia, disfagia

Tidak ada gangguan

Afasia sensorik (hemisfer

Sindrom Sirkulasi Anterior

A.Serebri media (total)

A.Serebri media (bagian atas)

A.Serebri media (bagian  bawah)

dominan), afasia afektif (hemisfer non-dominan), kontruksional apraksia

A.Serebri media dalam

Hemiparese kontralateral,

Afasia sensoris transkortikal

tidak ada gangguan sensoris

(hemisfer dominan), visual dan

atau ringan sekali

sensoris neglect  sementara (hemisfer non-dominan)

A.Serebri anterior

Hemiplegia kontralateral

Afasia transkortikal (hemisfer

(tungkai lebih berat dari

dominan), apraksia (hemisfer non-

lengan) hemiestesia

dominan), perubahan perilaku dan

kontralateral (umumnya

 personalitas, inkontinensia urin dan

ringan)

alvi

Kuadriplegia, sensoris

Gangguan kesadaran samapi ke

Sindrom Sirkulasi Posterior

A.Basilaris (total)

22

umumnya normal

sindrom lock-in, gangguan saraf cranial yang menyebabkan diplopia, disartria, disfagia, disfonia, gangguan emosi

A.Serebri posterior

Hemiplegia sementara,

Gangguan lapang pandang bagian

 berganti dengan pola gerak

sentral, prosopagnosia, aleksia

chorea pada tangan, hipestesia atau anestesia terutama pada tangan Pembuluh Darah Kecil

Lacunar infark

Gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni, hemiparesis ataksik, sindrom clumsy hand 

2.Gambaran Laboratorium Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin  pula

menunjukkan

trombositopenia,

dan

faktor

resiko

leukemia).

stroke

seperti

Pemeriksaan

ini

polisitemia,

trombositosis,

pun

menunjukkan

dapat

kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia. 3 Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari stroke. 3 3.Gambaran Radiologi a) CT scan kepala non kontras Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini  juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi 23

kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter .3 CT  perfusion mengidentifikasi

merupakan

daerah

awal

modalitas

terjadinya

baru

iskemik.

yang

berguna

Dengan

untuk

melanjutkan

 pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut. 3 Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. 3  b) MR angiografi (MRA) MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak  panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut. 3

24

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks. 3

I. Penatalaksanaan

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut: 1 1. Fase Akut (hari ke 0 –  14 sesudah onset penyakit) Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang menderita  jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1 

Respirasi

: jalan napas harus bersih dan longgar



Jantung

: harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG



Tekanan darah

: dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan

sampai menurunkan perfusi otak 

Gula darah

: kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh

diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes mellitus kronis 25



Balans cairan

: bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans

cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan perbedaan  pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke iskemik akut: 1 a) Mengembalikan reperfusi otak 1. Terapi Trombolitik Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA)   yang diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan  protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS ( National Institute of  Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara  bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah  pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. 7 2. Antikoagulan Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan  penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena  pemberian heparin tersebut.7 3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit) 

Aspirin Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan

sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan 26

stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye. 8 

Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel) Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan  bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah  purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik. 8

 b)

Anti-oedema otak Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.

c)  Neuroprotektif Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi. 7 2. Fase Pasca Akut Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke. 1 27



Rehabilitasi Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan  psikoterapi.1



Terapi preventif Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke seperti: 

Pengobatan hipertensi



Mengobati diabetes mellitus



Menghindari rokok, obesitas, stress, dll



Berolahraga teratur 1

J. Komplikasi Komplikasi akut .4

-

Kenaikan tekanan darah, keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik > 130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam.

-

Kadar gula darah, Pasien strok sering kali merupakan pasien DM sehingga kadar gula darah pasca strok tinggi.

-

Gangguan Jantung sering menyebabkan kematian

-

Infeksi kandung kemih, infeksi dan sepsis merupakan komplikasi strok yang serius

Komplikasi kronis.4,10

-

Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa menjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lainnya.

-

Gangguan sosial-ekonomi

-

Gangguan psikologis

-

Pasien memiliki resiko penurun kognitif dan dimensia yang semakin meningkat.

K. Pencegahan

Pencegahan stroke memerlukan manajemen agresif terhadap faktor resiko dan  pendidikan pasien.3-5 Primer

28

1. Mengendalikan faktor risiko mencakup : -

Hipertensi, diet, dislipidemia, penggunaan alkohol berat, inaktivitas fisik, obesitas dan diabetes. Menghindari: merokok, stress, meminum alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain, dan sejenisnya.

-

Tekanan darah harus ≤ 149/90 mmHg dan ≤ 130/80 mmHg untuk mereka dengan diabetes atau penyakit ginjal nondiabetik dengan proteinuria. Agens penurun lipid dapat menurunkan risiko stroke.

-

Pada pasien diabetes tujuannya untuk mengontrol glukosa darah optimal, pada kira-kira 100 mg/dl.

2. Diet Anjurkan pasien dengan diet yang tidak sehat dan dislipidemia untuk mengubah lemak jenuh dan lemak trans tak jenuh yang ditemukan dalam produk unggas, daging, dan margarin padat, dengan lemak ganda tak jenuh dan tunggal  jenuh unhydrogenated yang ditemukan dalam kacang kedelai, margarin cair, dan minyak ikan. Atau menganjurkan peningakatan asupan buah, sayuran, dan serat. Tidak mengkonsumsi alkohol 3. Olahraga teratur Anjurkan pasien untuk mempertahankan latihan fisik regular dan menimbang  berat badan Sekunder

Mengendalikan faktor resiko, medikamentosa dan tindakan invasif bila perlu  pada pasien yang telah terlanjur menderita stroke. L. Prognosis. 5

Prognosis stroke tergantung jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, lesi, serta usia pasien, dan penyakit yang menyertai sebelum stroke.Penderita yang selamat memiliki resiko tinggi stroke kedua kali. Stroke hemoragik memiliki prognosis yang  buruk, pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%, sedangkan stroke iskemik hanya 10%.

29

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF