Laporan Kasus Stemi Kirim Sinta
December 12, 2017 | Author: Dippos Theofilus H | Category: N/A
Short Description
stemi...
Description
LAPORAN KASUS STEMI INFERIOR ONSET 4 JAM KILLIP I TIMI 4/14
PEMBIMBING
PENYUSUN
:
dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP
: Theresa Shintauli
(110100242)
Theodora Purba
(110100267)
Siri Ganesan Chandran
(110100473)
KEPANITERAAN KLINIK RSUP HAJI ADAM MALIK DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015
2
LEMBAR PENGESAHAN Telah dibacakan pada tanggal :
September 2015
Nilai :
(dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP)
3
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “STEMI INFERIOR ONSET 4 JAM KILLIP I TIMI 4/14”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dokter pembimbing, dr. Hilfan Ade Putra Lubis, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penyusunan laporan kasus ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini berguna bagi semua pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2015
Penulis
4
DAFTAR ISI Lembar Pengasahan............................................................................. 2 Kata Pengantar.................................................................................... 3 Daftar Isi............................................................................................... 4 Daftar Tabel.......................................................................................... 5 Daftar Gambar..................................................................................... 5 BAB 1 Pendahuluan............................................................................. 6 BAB 2 Laporan Kasus......................................................................... 7 BAB 3 Diskusi Kasus........................................................................... 23 Kesimpulan........................................................................................... 39 Daftar Pustaka....................................................................................... 40
5
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Klasifikasi Killip......................................................................... 13 Tabel 2.2. TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST........ 13 Tabel 2.3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI untuk memprediksi angka mortalitas dalam 30 hari.................................................... 14
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Mekanisme kematian sel pada infark miokardium................. 24 Gambar 3.2. Evolusi gambaran EKG pada STEMI.....................................32 Gambar 3.3 Pendekatan Manajemen STEMI..............................................37
6
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1.
Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan masalah kesehatan utama di
dunia. Diperkirakan 17,3 juta orang meninggal akibat PJK pada tahun 2008, mewakili 30% dari total kematian di dunia.1 Berdasarkan data statistik dari American Heart Association (AHA) tahun 2008, terdapat 1,4 juta orang dirawat di rumah sakit karena menderita SKA. 2 Sementara di Indonesia, prevalensi penyakit jantung koroner (PJK) sebesar 1,5%. Angka kejadiannya sering terjadi pada golongan usia 45-54 dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi pada kelompok umur > 55 tahun yaitu 30,6%.3 Sindroma
koroner
akut
(SKA)
merupakan
suatu
istilah
yang
menggambarkan beberapa kondisi yang disebabkan oleh iskemik miokard akut atau infark miokard karena berkurangnya aliran pembuluh darah koroner.4 SKA dibagi menjadi 3, yaitu: Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevationmyocardial infarction), Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segmentelevation myocardial infarction) dan Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris).5
`
STEMI merupakan indikator oklusi total pembuluh darah arteri koroner, yang memerlukan tindakan revaskularisasi dan reperfusi miokard secepatnya. 5 Melalui estimasi 30% dari pasien ACS dengan STEMI, dari data National Registry of Myocardial Infarction-4 (NRMI-4), diperkirakan terdapat 500.000 kasus pertahun di Amerika Serikat.6 Angka kematian pada pasien ACS di dunia telah mengalami penurunan, dari 20% menjadi 5%. Hal ini dapat terjadi karena terapi yang efektif.7
7
BAB 2 STATUS PASIEN Kepaniteraan Klinik Senior Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rekam Medik No
: 00.65.28.73
Tanggal : 31Agustus 2015
Hari
: Senin
Nama Pasien : Tohap Napitupulu
Umur
Seks
: Lk
Pekerjaan
Alamat : Jl.Sei Mencirim
: Wiraswasta
: 53 tahun
Agama : Protestan
No.6, Medan Keluhan utama
: Nyeri Dada
Anamnesa
:
-
Hal ini dialami os sejak ± 4 jam sebelum masuk ke rumah sakit, pukul 24.00 pada saat os menonton TV. Nyeri dirasakan os pada dada sebelah kiri, terasa seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke bahu, tangan kiri,leher serta punggung. Nyeri dada dirasakan selama >20 menit. Keringat dingin dan mual dijumpai, muntah tidak dijumpai.Os langsung mengkonsumsi obat nitrogliserin untuk mengurangi keluhannya.Os mengaku nyeri dadanya sedikit berkurang setelah os mengkonsumsi obat tersebut. Riwayat nyeri dada sebelumnya dijumpai 6
-
bulan yang lalu, tetapi tidak dijumpai mual, muntah, dan keringat. Os mengeluhkan sering batuk namun tidak disertai dahak. Riwayat demam
-
dan keringat malam tidak dijumpai. Riwayat sesak nafas saat beraktivitas tidak dijumpai. Malam hari terbangun karena sesak atau batuk pada malam hari disangkal os. Sesak nafas saat berbaring tidak dijumpai. Riwayat bengkak pada kaki sebelumnya tidak
-
dijumpai. Riwayat darah tinggi dijumpai, dengan tekanan sistol tertinggi 140 mmHg,
-
dan os berobat secara teratur. Riwayat sakit gula dijumpai dengan KGD tertinggi 250 mg/dL. Riwayat merokok dijumpai. Os mengkonsumsi ± 5 batang rokok/hari selama ± 1 tahun.
8
-
Os mengaku kedua orangtuanya meninggal karena penyakit sakit gula.
Faktor risiko PJK
:laki-laki, usia > 45 tahun, merokok, hipertensi, DM
Riwayat penyakit terdahulu : Hipertensi dan DM Riwayat pemakaian obat
: ISDN
Status Presens: KU: Sedang RR: 22 x/m Dispnoe:(-)
Kesadaran: Compos Mentis TD: 130/100 mmHg HR: 83 x/m Suhu: 36,3 ºC Sianosis:(-) Orthopnoe:(-) Ikterus:(-) Edema:(-) Pucat:(-)
Pemeriksaan Fisik : Kepala : Mata : anemia (-/-), ikterik (-/-) Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal Leher
: JVP : R+2 cmH2O
Dinding toraks : Inspeksi
: Simetris Fusiformis
Palpasi
: Stem Fremitus kiri = kanan, kesan normal
Perkusi
: Sonor pada kedua lapangan paru
Batas Jantung : -
Atas
: ICR III sinistra
-
Bawah
: Diagfragma
-
Kanan
: LPSD
-
Kiri
: ICS V 1 cm lateral LMCS
Auskultasi Jantung
: S1 (N)
S2 (N)
S3 (-)
S4 (-)
: Reguler
Murmur (-) Suara Pernafasan : Vesikuler Suara tambahan : Ronki (-)
Wheezing : (-)
Abdomen : Soepel, BU(+) N, H/L/R tidak teraba Asites : (-) Ekstremitas
:Superior : Sianosis (-)
Clubbing (-)
9
Inferior
: Edema (-)
Akral
: Hangat
Pulsasi arteri (+)
Elektrokardiografi IGD RSUP HAM (31 Agustus 2015)
Interpretasi rekaman EKG : Sinus bradikardi; QRS rate: 48 x/i; QRS axis: normoaxis; gelombang p normal, interval PR: 0,2 s; durasi kompleks QRS: 0,08 s;ST elevasi di lead II,III, AVF.; LVH(-), VES(-) Kesan EKG : Sinus bradikardi + STEMI inferior Foto Toraks (tanggal 31 Agustus 2015)
10
Interpretasi Foto Toraks CTR 57%, Segmen aorta elongasi, Segmen pulmonal normal, Pinggang jantung (+), Apex downward, infiltrat (-), kongesti (-). Kesan : Kardiomegali + aorta elongasi Hasil Laboratorium: (tanggal 31 Agustus 2015) Hemoglobin
: 14.90 g%
(13,2 – 17,3)
Eritrosit
: 4,22 x 106/mm3
(4,20 – 4,87)
Leukosit
: 13,40 x 103/mm3
(4,5 – 11,0)
Hematokrit
: 41,4 %
(43 – 49)
Trombosit
: 245 x 103/mm3
(150 – 450)
MCV
: 86,8 fL
(85 – 95)
MCH
: 31,2 pg
(28 – 32)
MCHC
: 36 %
(33 – 35)
RDW
: 13,3 %
(11,6 – 14,8)
11
MPV
: 8,9 fL
PDW
: 9,7 fL
Hitung jenis
:
(7,0 – 10,2)
Neutrofil
: 78,7 % (37 – 80)
Limfosit
: 14,9 % (20-40)
Monosit
: 5,4 % (2-8)
Eosinofil
: 0,9 % (1-6)
Basofil
: 0,1 % (0-1)
Ginjal Ureum
: 22.23 mg/dL ( 4 jam Skor risiko = total poin (0-14)
Mortalitas 30 hari (%) 2 3 1 3 2 2 1 1 1 4/14
Tabel 2.3. Stratifikasi risiko berdasarkan skor TIMI untuk memprediksi angka mortalitas dalam 30 hari Skor TIMI (Poin) 0 1 2 3 4 5 6 7
Mortalitas 30 hari (%) 0,8 1,6 2,2 4,4 7,3 12,4 16,1 23,4
14
8 9-14
26,8 35,9
15
Follow Up Pasien Departemen Kardiologi
Nama
: DR. Tohap Napitupulu SP H D MBA
Umur
: 53 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Hari/
S
O
A
P
Tanggal 31/8/15
Nyeri
Sens: CM
- STEMI
Jam
dada
TD: 110/90mmHg
Diet jantung 1700
10.10
(+)
HR:90x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
CVCU
dengan
RR:20x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
skala
Kepala: Mata: anemis (-/-)
4/14 post
nyeri
ikterik (-/-)
fibrinolitik
IVFD NaCl 0,9%
5/10
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
Thorax:
- Susp TB
Cor : S1, S2 (+) regular,
Paru
Murmur (-), Gallop (-) Pulmo: SP: vesikuler,
Tirah baring
kkal
10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg (k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
ST:rongki(-/-), wheezing
Aspilet 1 x 80 mg
(-/-), Abdomen: simetris,
Atorvastatin 1x 40 mg
soepel, H/L tidak teraba Extremitas : edema (-/-),
12 jam
akral hangat KGD: 275
Inj Lovenox 0,6 cc/
Inj.
Furosemide
20mg/8jam (k/p)
Insulin R 10-10-10
Alprazolam mg
2x0,5
16
Rencana: Konsul
endokrin,
konsul
paru,
echocardiography Diagnostik: Cek KGD 2 jam PP, lipid
profile
urinalisa Tirah baring
1/9/15
Nyeri
Sens: CM
-STEMI
Jam
dada (-)
TD : 100/70 mmHg
Diet jantung 1700
O2 2-4 L/i NRM
IVFD NaCl 0,9%
07:50
HR : 96x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
CVCU
RR : 20x/i
TIMI Risk
Kepala:Mata: anemis (-/-)
4/14 post
ikterik (-/-)
fibrinolitik
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
Thorax:
- Susp TB
Cor: S1, S2 (N)
Paru
Murmur (-), Gallop (-) Pulmo: SP: vesikuler
kkal
10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg(k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
ST: rongki basah
Aspilet 1 x 80 mg
basal(-/-)
Atorvastatin 1x 40 mg
Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak teraba
12 jam
Extremitas : edema (-/-), akral hangat
Inj Lovenox 0,6 cc/
KGD: 153
Inj.
Furosemide
20mg/8jam (k/p)
Insulin Apidra 1010-10 IU
Alprazolam
2x0,5
17
mg Rencana:
Konsul
Paru Tirah baring
2/9/15
Nyeri
Sens: CM
STEMI
Jam
dada (-).
TD : 130/100 mmHg
Diet jantung 1700
07.15
Sesak
HR p: 83x/ip
inferior Onset 4 jam Killip I
RIC
nafas (-).
RR : 22x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
Kepala:Mata: anemis
4/14 post
(-/-) ikterik (-/-)
fibrinolitik
IVFD NaCl 0,9%
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
Thorax:
-Pneumonia
Copr: S1,pS2 N
- Susp TB
Murmur (-), Gallop (-)
Paru
Pulmo: SP: vesikuler
kkal
10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg (k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
ST: rongki basah basal
Aspilet 1 x 80 mg
(-/-) minimal
Atorvastatin 1x 40 mg
Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak teraba
12 jam
Extremitas : edema (-/-), akral hangat
Inj Lovenox 0,6 cc/
Inj.
Furosemide
20mg/8jam (k/p)
Inj Apidra 10-10-10 IU
Alprazolam
1x0,5
mg
Concor 1x2,5 mg
Inj
Ceftriaxone
1gr/12 jam Diagnostik: CT Scan dengan foto kontras
18
3/9/15
Nyeri
Sens: CM
STEMI
RIC
dada (-)
TD:130/80
Diet jantung 1700
HR : 88x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
RR : 24x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
Kepala:Mata: anemis (-/-)
4/14 post
ikterik (-/-)
fibrinolitik
IVFD NaCl 0,9%
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
Thorax:
-Pneumonia
Cor: S1,S2 N
- Susp CA
Murmur (-), Gallop (-)
Paru
Pulmo: SP: melemah pada paru kanan ST: rongki basah basal
Tirah baring
kkal
10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg (k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Atorvastatin 1x 40 mg
(-/-) minimal
Abdomen: nyeri ulu hati
Inj Lovenox 0,6 cc/ 12 jam
(+)
Extremitas : edema (-/-), akral hangat
Inj Apidra 10-10-10 IU
Alprazolam
1x0,5
mg
Concor 1x2,5 mg
Inj
Ceftriaxone
1gr/12 jam
Amitryptiline 1x1/2 tab
4/9/15
Nyeri
Sens: CM
STEMI
-6/9/15
dada (-)
TD:110/80mmHg
Diet jantung 1700
HR : 88x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
RR : 36x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
RIC
Tirah baring
kkal
19
T: 35,7C
4/14 post
Kepala:Mata: anemis (-/-)
fibrinolitik
ikterik (-/-)
- DM tipe 2
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
-Pneumonia
Thorax:
- Susp CA
Cor: S1S2 N
Paru
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg (k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
Murmur (-), Gallop (-)
Aspilet 1 x 80 mg
Pulmo: SP: melemah pada
Atorvastatin 1x 40
paru kanan
mg
ST: rongki basah basal
(-/-)
Inj Lovenox 0,6 cc/ 12 jam
Abdomen: soepel, BU (+)
N
Inj Apidra 10-10-10 IU
Extremitas : edema (-/-),
akral hangat
Alprazolam
1x0,5
mg
Concor 1x2,5 mg
Inj
Ceftriaxone
1gr/12 jam
Amitryptiline 1x1/2 tab Diagnostik: Angiography
7/9/15
Nyeri
Sens: CM
- STEMI
Jam
dada
TD: 150/110mmHg
Diet jantung 1700
07.05
(-)
HR: 88x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
RR:24x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
Kepala: Mata: anemis (-/-)
4/14 post
ikterik (-/-)
fibrinolitik
IVFD NaCl 0,9%
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
RIC
Tirah baring
kkal
10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg
20
Thorax:
-Pneumonia
Cor : S1, S2 (+) regular,
- Susp CA
Murmur (-), Gallop (-)
Paru
(k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
Pulmo: SP: melemah pada
Aspilet 1 x 80 mg
paru kanan
Atorvastatin 1x 40
ST:rongki(-/-), wheezing
mg
(-/-), Abdomen: simetris,
soepel, H/L tidak teraba
Metformin 1x 100 mg
Extremitas : edema (-/-), akral hangat
Micardis 1x80 mg
Amlodipine
1x10
mg
KGD: 84
Alprazolam
1x0,5
mg
Concor 1x2,5 mg
Inj
Ceftriaxone
1gr/12 jam
Amitryptiline 1x1/2 tab
8/9/15
Nyeri
Sens: CM
- STEMI
Jam
dada
TD: 110/80mmHg
Diet jantung 1700
07.05
(-)
HR: 80x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
RR:20x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
Kepala: Mata: anemis (-/-)
4/14 post
ikterik (-/-)
fibrinolitik
IVFD NaCl 0,9%
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
Thorax:
- Pneumonia
Cor : S1, S2 (+) regular,
- Susp CA
Murmur (-), Gallop (-)
Paru
RIC
Pulmo: SP: melemah pada
Tirah baring
kkal
10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg (k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
21
paru kanan ST:rongki(-/-), wheezing
Aspilet 1 x 80 mg
Atorvastatin 1x 40
(-/-), Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak teraba
mg
Extremitas : edema (-/-), akral hangat
Metformin 1x 100 mg
Micardis 1x80 mg
Amlodipine
1x10
mg
Alprazolam
1x0,5
mg
Concor 1x2,5 mg
Inj
Ceftriaxone
1gr/12 jam
Amitryptiline 1x1/2 tab
N- acetylsistein 3x 200mg
Hasil angiografi (tanggal 8 September 2015) M: normal RCA: stenosis 95 % di mid LAD: Stenosis 80% di mid LCX: kecil dan tidak berkembang, stenosis 80 % di proksimal Kesan: CAD 3VD Anjuran: PCI Hasil ekokardiografi (tanggal 8 September 2015) 1. Fungsi Sistolik LV baik, EF 64% Fungsi Diastolik LV baik, E/A 0,94 Wall motion: hipokinetik di mid basal inferior, normokinetik di segmen lainnya
22
2. Dimensi ruang jantung LVH konsentrik 3. Katup-katup: MR moderate, PR mild 4. Kontraktilitas RV baik 5. Efusi perikard moderate
9/9/15
Nyeri
Sens: CM
- STEMI
Jam
dada
TD: 100/70mmHg
Diet jantung 1700
07.05
(-)
HR: 84x/i
inferior Onset 4 jam Killip I
RR:28x/i
TIMI Risk
O2 2-4 L/i NRM
Kepala: Mata: anemis (-/-)
4/14 post
ikterik (-/-)
fibrinolitik
IVFD NaCl 0,9%
Leher:TVJ (R+2 cmH20)
- DM tipe 2
Thorax:
-Pneumonia
Cor : S1, S2 (+) regular,
- Susp CA
Murmur (-), Gallop (-)
Paru
RIC
Pulmo: SP: melemah pada paru kanan ST:rongki(-/-), wheezing
Inj Pethidine 25 mg (k/p)
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Atorvastatin 1x 40 mg
Metformin 1x 100 mg
Extremitas : edema (-/-), akral hangat
kkal
10 gtt/i (mikro)
(-/-), Abdomen: simetris, soepel, H/L tidak teraba
Tirah baring
Micardis 1x80 mg
Amlodipine
1x10
mg
Alprazolam
1x0,5
mg
Concor 1x2,5 mg
Inj
Ceftriaxone
1gr/12 jam
Amitryptiline 1x1/2 tab
23
N- acetylsistein 3x 200mg
BAB 3 DISKUSI KASUS
3.1. Patofisiologi Sindrom koroner akut terjadi akibat plak pembuluh darah koroner yang mengalami aterosklerosis koyak atau pecah dan disertai dengan disfungsi endotel. Ruptur plak disebabkan oleh faktor kimia yang merusak komposisi plak, dimana plak ateroma yang berisi sel lemak dengan dan dibungkus dengan jaringan ikat, semakin lemah akibat mediator inflamasi, yang dikeluarkan akibat adanya plak, memicu gangguan integritas plak. Salah satunya adalah limfosit T dan interferon γ mencegah sintesis kolagen sehingga jaringan ikat pembungkus plak menipis, membuat plak semakin mudah ruptur. Trauma mekanis pada plak (peningkatan tekanan darah dalam lumen endotel, peningkatan heart rate, dan kontraksi ventrikel) juga dapat mendesak plak sehingga plak semakin mudah ruptur.8 Plak yang ruptur akan memicu proses agregasi trombosit, yang mengakitifkan juga jalur koagulasi dan mengeluarkan agen-agen vasokonstriktor, sehingga lumen pembuluh darah semakin sempit dan aliran darah semakin kencang sehingga memicu aktivasi platelet
lagi pada lokasi plak. Disfungsi
endotel pada aterosklerosis juga memperberat penyempitan lumen endotel. Agenagen vasodilator (NO dan prostacyclin) berkurang jumlahnya sehingga proses pelebaran dan inhibisi agregasi platelet berkurang, semakin memperberat keadaan lumen. Lumen endotel semakin sempit oleh trombus, trombus semakin mudah ruptur dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal, dan pembuluh darah semakin sempit akibat respon vasokonstriksi.8
24
Gambar 3.1. Mekanisme kematian sel pada infark miokardium8 3.2. Penegakan Diagnosis Morbiditas dan mortalitas STEMI dapat dikurangi bila pasien dan petugas kesehatan dapat mengenali gejalanya dengan cepat dan memperpendek waktu respon
untuk
memperoleh
penanganan.
Penegakan
diagnosis
STEMI
membutuhkan riwayat pasien dan faktor risiko pasien dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, pemeriksaan laboratorium, biomarka jantung, dan pemeriksaan imaging (ekokardiografi dan foto torax). Semua pasien yang diduga mengalami sindrom koroner akut harus selesai dilakukan pemeriksaan EKG dan evaluasi awal dalam waktu 10 menit sejak masuk IGD. 9 Kriteria diagnosis STEMI yang disetujui oleh ACC/AHA dan European Society of Cardiology (ESC) adalah pasien dengan nyeri dada dan pemeriksaan EKG menunjukan (1) elevasi segmen ST (2) left bundle branch block yang diduga baru (3) adanya perubahan gelombang T (inversi) dan gelombang Q patologis. Peningkatan kadar enzim jantung akibat nekrosis miokard (CKMB dan troponin) dilakukan untuk mendukung diagnosis atau apabila gambaran EKG tidak menunjukan gambaran yang khas dan dicurigai sebagai infark miokard tipe lain.10
25
3.3. Anamnesis Anamnesis riwayat pasien harus dilakukan sementara EKG sedang dikerjakan dan terapi awal diberikan. Terdapat 2 gejala yaitu nyeri yang tipikal dan atipikal. Nyeri tipikal meliputi rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.5,9 Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.5 Untuk mengenali nyerinya, tanyakan pasien bagimana nyeri dada yang dialami, awal mulai, bagaimana rasanya (menusuk, menekan, terbakar), dan apakah menyebar ke bagian lain dari tubuh. Nyeri dada adalah gejala kardinal infark miokard, tetapi tidak selalu hadir, jadi pastikan untuk bertanya tentang nyeri pada rahang, bahu, leher, lengan, dan apakah ada pusing, mual, dan sesak napas. Tanyakan juga apakah pasien pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya, apakah intensitasnya sama atau berbeda, apakah ada sesuatu yang membuat lebih baik atau lebih buruk, atau jika mengkonsumsi sesuatu akan mengurangi ketidaknyamanan. Informasi masalah medis sebelumnya, prosedur bedah masa lalu, obat yang pernah dikonsumsi (jika pasien ingat), dan riwayat alergi.9
26
Pada pasien dijumpai: Nyeri dada pada dada sebelah kiri, terasa seperti ditusuk-tusuk, menjalar ke bahu, tangan kiri,leher serta punggung. Nyeri dada dirasakan selama >20 menit. Keringat dingin dan mual dijumpai. Riwayat nyeri dada sebelumnya dijumpai 6 bulan yang lalu, tetapi tidak dijumpai mual, muntah, dan keringat. 3.4. Faktor Risiko Faktor risiko pada penyakit jantung koroner terdiri dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah hipertensi, dislipidemia, merokok, obesitas, diabetes melitus, kurangnya aktivitas fisik, diet tidak sehat, dan stres. a. Usia Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Pasien usia lanjut lebih sering mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan compliance arteri dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertrofi jantung, dan disfungsi ventrikular terutama disfungsi diastolik dibandingkan dengan pasien yang masih muda.11 b. Jenis kelamin Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan.Walaupun setelah menopause angka kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung. Pada wanita, hormon esterogen memiliki efek atheroprotective, meningkatkan HDL dan mengurangi LDL, serta efek antioksidan dan antiplatelet sehingga resiko aterosklerosis dan gangguan endotel lebih jarang terjadi pada wanita yang belum menopause. 8,12 c. Riwayat keluarga
27
Riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.11 d.
Merokok Merokok mampu memicu infark miokard melalui proses aterosklerosis.
Konsumsi rokok meningkatan modifikasi oksidatif dari LDL, menekan jumlah HDL, kerusakan endotel, dan meningkatan stres oksidatif pada pembuluh darah sehingga
aterosklerosis
rentan
terjadi.
Merokok
juga
memicu
respon
vasokonstriksi, menimbulkan hipoksia jaringan, Penelitian menunjukan merokok dapat menimbulkan infark miokard 7 tahun lebih cepat daripada tidak merokok. 8, 13
e. Hipertensi Hipertensi
merupakan
penyebab
langsung
aterosklerosis.
Hipertensi
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah terhadap lipoprotein sehingga terjadi kerusakan endotel.8 f. Dislipidemia Kolesterol dapat berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika lemak berakumulasi terus berlangsung, akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami aterosklerosis. Resiko penyakit jantung koroner naik menjadi dua kali lipat pada pasien dengan kadar kolesterol 200 mg/dl dibandingkan dengan kadar kolesterol 240 mg/dl.8 g. Obesitas Beberapa perubahan metabolisme lemak sering dijumpai pada individu dengan obesitas. Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak viseral dibandingkan dengan total lemak tubuh. Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau normal,
28
partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien
dengan
resistensi
insulin
yang
berkaitan
dengan
adipositas
viseral.Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.8 h. Diabetes melitus Diabetes mellitus (DM) sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskular. Pada DM, terjadi gangguan pembuluh darah, penurunan bioavailibilitas NO sebagai agen vasodilator, dan peningkatan adesi leukosit, sehingga memicu juga aterosklerosis dan penyakit arteri koroner.8 Pada pasien: -
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: laki-laki, usia >45tahun,
-
riwayat menderita diabetes melitus Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: hipertensi, merokok
3.5. Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding SKA.5 Dari inspeksi, kebanyakan pasien dengan infark miokard yang luas akan mengalami pucat, keringat dingin, atau gelisah. Pemeriksaan denyut nadi sebaiknya diperiksa untuk menentukan apakah terjadi aritmia, blok jantung, atau takikardi. Aritmia, baik takiaritmia, maupun bradiaritmia, dapat dijumpai pada
29
pasien dengan STEMI. Batuk, mengi, dan batuk berdahak yang berbusa bisa dijumpai pada pasien dengan STEMI. Demam biasanya terjadi dalam waktu 2448 jam (Emedicine, 2014). Tekanan darah juga penting untuk diperiksa untuk melihat apakah pasien dalam keadaan hipotensi karena syok kardiogenik, atau hipertensi yang berat (kontraindikasi terapi fibrinolitik). Pada 6-10 % kasus STEMI dapat dijumpai syok kardiogenik dengan onset antara 6 jam setelah terjadi serangan. Syok kardiogenik sendiri terjadi 75% pada 24 jam sewaktu onset. Hipotensi, takikardia saat istirahat, perubahan status mental, oliguria, ekstremitas dingin, dan kongesti paru dapat dijumpai pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik.5 Dalam pemeriksaan fisik juga dapat ditemui suara jantung S4 yang terjadi akibat iskemia dan kurangnya ATP sehingga menyebabkan kekakuan otot jantung. Desah holosistolik yang dapat ditemui terjadi akibat regurgitasi mitral yang diakibatkan iskemia inferior. Desah holosistolik ini terdengar paling kuat di apeks dan mengalami radiasi ke arah aksila.14 Tanda dan Gejala pada SKA 8 Tanda dan Gejala yang bisa ditemui pada SKA Karakteristik nyeri Berat, persisten, berlokasi di substernal Efek simpatis Diaphoresis Ekstremitas dingin Parasimpatis (efek vagal) Mual, muntah Kelemahan Respon inflamatorik Demam dengan derajat rendah S4 (dan S4 jika gangguan sistolik terjadi) Temuan pada jantung Gallop Penonjolan diskinetik Mumur sistolik Lainnya Ronki basah basal pada paru-paru Distensi vena jugular
Pada pasien: -TD: 130/80 mmHg, HR: 83x/i, reguler
30
-Auskultasi: suara jantung S1 (+) S2 (+), murmur (-), S3 gallop (-) -Suara pernafasan: vesikuler, suara tambahan: ronkhi basah basal (+).
3.6. Pemeriksaan Penunjang Elektrokardiogram Pada SKA pemeriksaan EKG merupakan modalitas dalam menegakkan diagnosis STEMI. EKG harus dilakukan sesegera mungkin setelah pasien mencapai rumah sakit, yaitu sekitar 10 menit. Gambaran EKG pada SKA bervariasi, dapat normal, nondiagnostik, Left Bundle Branch Block (LBBB), elevasi segmen ST yang persisten di atas 20 menit.5 Pada STEMI gambaran yang paling khas adalah adanya ST elevasi pada EKG. Elevasi dari ST merupakan penanda adanya infark miokardium yang menggambarkan kerusakan yang bersifat luas dan memiliki kemungkinan besar reversible. Akan tetapi, dalam beberapa kasus elevasi dari segmen ST merupakan tanda dari infark sejati. Hal ini juga menunujukkan bahwa untuk terapi dari STEMI membutuhkan tindakan yang agresif. ST elevasi biasanya kembali kepada garis isoelektris dalam beberapa jam dan ST elevasi yang persisten menunujukkan adanya penggembungan dari ventrikel dan melemahnya ventrikel yang lebih dikenal dengan aneurisma ventrikuler. Elevasi ST dinilai dengan 2 sadapan yang bersebelahan dan bergantung pada usia dan jenis kelamin.5 Gelombang Q menunjukkan adanya kematian dari sel miokardium yang ireversibel dan biasanya muncul dalam beberapa jam setelah terjadinya infark dan cenderung menetap seumur hidup pasien. Gelombang Q terbentuk karena jaringan yang mati tidak bisa mengalirkan aliran listrik sehingga aliran listrik menjauhi dari daerah yang mengalami infark. EKG juga digunakan untuk mengetahui di mana kerusakan myocardium sesuai dengan sadapannya.8
31
3.2Evo lusi gambaran EKG pada STEMI 8 Lokasi Infark Berdasarkan sadapan EKG 5 Sadapan dengan deviasi Segmen Lokasi Iskemia atau Infark V1-V4 Anterior V5-V6,I, aVL Lateral II, III, aVF Inferior V7-V9 Posterior V3R-V4R Ventrikel kanan Pada pasien ini EKG disimpulkan dengan STEMI inferior dengan ST elevasi di lead II, III, dan AVF. Marka Jantung 1.
CK-MB CK-MB merupakan isoenzim dari kreatinine kinase yang di temukan di
jantung sehingga dijadikan sebagai dasar dari kriteria standar pada diagnosis miokardiak infark. CK-MB meningkat pada 3-12 jam dari onset nyeri dada dan mencapai puncak dalam waktu 24 jam. Pada waktu 48 hingga 72 jam nilainya akan kembali ke nilai normal. Spesifisitasnya tidak setinggi troponin tetapi sensitivitasnya sekitar 95%.15 2.
Troponin Cardiac troponin merupakan penanda kerusakan miokard yang memiliki
spesifisitas tinggi. Protein ini dilepaskan oleh area yang kecil pada kerusakan miokardium sekitar 1 – 3 jam setelah terjadinya kerusakan otot jantung dan kembali normal pada 5-7 hari. Sedangkan pada darah perifer, peningkatan terjadi
32
pada waktu 3 – 4 jam, menghilang dalam 2 – 3 hari dan bila nekrosis luas dapat bertahan hingga 2 minggu.5 Troponin lebih spesifik dibanding CK-MB. Faktor yang menyebabkan kenaikan dari troponin adalah : 1.
Takiaritmia atau bradiaritmia berat
2.
Infark miokardiak akut
3.
Infark miocardiak surgical
4.
Unstable angina
5.
Miokarditis
6.
Dissecting aneurysm
7.
Trauma pada otot, rhabdomyolisis, polymyositis, dermatomyositis
8.
Penyakit kritis terutama pada sepsis
9.
Emboli paru
10.
Gangguan ginjal. Marka jantung yang sering digunakan 11 Waktu
Waktu Peningkatan
Waktu kembali ke nilai
Peningkatan Awal
Tertinggi
normal
CK-MB
4 – 8 jam
12 – 24 jam
72 – 96 jam
Troponin I
4 – 6 jam
12 jam
3 – 10 jam
Troponin T
4 – 8 jam
12 – 48 jam
7 – 10 jam
Penanda
-
Pada Pasien dijumpai hasil pemeriksaan enzim jantung
-
CK-MB
: 29U/L
(7-25)
-
Troponin T
: negatif
(0,0-0,1)
Angiografi Koroner Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan,
33
tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Kadang – kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri (Van de werf et al, 2008). Pada pasien : M: normal RCA: stenosis 95 % di mid LAD: Stenosis 80% di mid LCX: kecil dan tidak berkembang, stenosis 80 % di proksimal Kesan: CAD 3VD Anjuran: PCI 3.7. Penatalaksanaan Tatalaksana Awal5 Prognosis STEMI sebagian besar tergantung dengan adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama. Karena itu diperlukan elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI, antara lain : a. Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis b. Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi c. Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih d. Melakukan terapi reperfusi. Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat.
34
Tatalaksana Umum5 1.
Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri 60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. 6.
ACE Inhibitor ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.
7.
Antagonis Kalsium Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin. Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta.
8.
Antitrombotik Menurut John (2008) heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberikan 5000 Unit bolus dilanjutkan dengan 1000 Unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal).
9.
Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant fibrinolitik. Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup. Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan berupa pemberian antiplatelet berupa aspilet ditambah dengan clopidogrel.
36
10.
Terapi Reperfusi
3.3 Pendekatan Manajemen STEMI17 Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna. Pemberian terapi fibrinolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar enzim jantung yang meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi heparin, aspirin, dan obat – obat anti angina. Terapi fibrinolitik tidak boleh diberikan pada infark non ST elevasi. Namun pada pasien STEMI pemberian fibrinolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin
37
cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit.18 Jenis – jenis obat fibrinolitik diantaranya : 1. Streptokinase Regimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan dalam 1 jam.11 Terapi dinyatakan berhasil bila dijumpai VES (ventricular
extrasystole)
pada
pantauan
elektrokardiografi
yang
menandakan lisisnya tromboemboli. 2. Tissue Plasminogen Activator (tPA) Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien – pasien yang telah mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap streptokinase, hipotensi (TDS < 90 mmHg). Indikasi terapi fibrinolitik adalah sebagai berikut :
Gejala yang sesuai dengan IMA
Perubahan EKG berupa ST elevasi >0,1 mm pada minimal 2 sandapan berdekatan yang merupakan gambaran bundle branch block baru
Onset nyeri dada < 6 jam sangat bermanfaat, 6-12 jam bermanfaat, dan >12 jam tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut, yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG. Kontraindikasi
fibrinolitik
menurut
Bottiger
et.
al tahun
2008,
keberhasilan resusitasi tidak dikontraindikasikan dengan terapi fibrinolitik. Akan tetapi, pada keadaan yang tidak efektif dimana dapat terjadi peningkatan perdarahan yang merugikan, pemberian fibrinolitik tidak diindikasikan. Kontraindikasi fibrinolitik 16 Kontra Indikasi Absolut Stroke hemoragik atau stroke yang
Kontra Indikasi Relatif Transient Ischaemic Attack (TIA)
belum diketahui dengan awitan
dalam 6 bulan
kapanpun
38
Stroke iskemik 6 bulan terakhir Kerusakan sistem saraf sentral dan
Pemakaian antikoagulan oral Kehamilan atau dalam 1 minggu post
neoplasma Trauma operasi/ trauma kepala yang
partum Tempat tusukan yang tidak dapat
berat dalam 3 minggu terakhir Perdarahan saluran cerna dalam 1
dikompresi Resusitasi traumatik
bulan terakhir Penyakit perdarahan
Hipertensi refrakter (tekanan darah sistolik > 180mm Hg Penyakit hati lanjut Ulkus peptikum yang aktif
Diseksi aorta
Kegagalan fibrinolitik ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi. Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya fibrinolitik diulangi dengan dosis yang sama.11 Primary
PTCA
terbukti
memiliki
keberhasilan
membuka
dan
mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan fibrinolitik. Namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa rumah sakit sehingga dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan reperfusi pada pasien dengan kontraindikasi absolut fibrinolitik atau pasien dengan syok kardiogenik tindakan ini tidak dianjurkan jika pemberian fibrinolitik melebihi 60-90 menit.11 BAB 4 KESIMPULAN Tohap Napitupulu, 53 tahun, menderita STEMI inferior onset 4 jam Killip I TIMI Risk 4/14 + DM tipe 2 dan diterapi dengan:
Tirah baring + Diet Jantung 1700 kkal MB
O2 2-4 L/i
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)
Inj Pethidine 25 mg
Clopidogrel 1 x 75 mg
39
Aspilet 1 x 80 mg
Atorvastatin 1x 40
Inj Lovenox 0,6 cc/ 12 jam
Inj. Furosemide 20mg/8jam
Insulin R 10-10-10
Alprazolam 2x0,5 mg
Pasien pulang berobat jalan tanggal 9 september 2015 dan diterapi dengan:
Clopidogrel 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Atorvastatin 1x 40 mg
Metformin 1x 100 mg
Micardis 1x80 mg
Amlodipine 1x10 mg
Alprazolam 1x0,5 mg
Concor 1x2,5 mg
Amitryptiline 1x1/2 tab
DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization , 2013. Cardiovascular Diseases (CDVs). Diunduh dari www.who.int/mediacentre/facsheets/ . 2. Sharkes, Mikael, Anthony B, 2009.Acute Coronary Syndromes. Am Fam Physician 2009; 80(4): 383-384 3. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Diunduh dari www.litbang.depkes.go.id>download 4. Amsterdam EA, et al. 2014. 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of Patients with Acute Coronary Syndromes. AHA/ACA ACS Guideline 2014: 13
40
5. PERKI, 2014. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Edisi ketiga. Jakarta : Centra communications : hlm 1-72. 6. Elliott M, et al. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of STelevation Myocardial Infarction : A Report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. Circulation. 2013; 127:e362-e425. 7. Phil A,et al. 2013. Myocardial Infarction with ST- segment elevation: the acute management of myocardial infarction with ST segment elevation. Nice Guideline Draft : 3 8. Rhee J, Sabatine MS dan Lilly LS. Acute Coronary Syndrome. In: Lilly LS, ed. Pathophysiology of heart disease: A collaborative project of medical students and faculty. Baltimore, MD: Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins, 2011:161-89. 9. O’Gara, P., T., et al, 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Management of ST-Elevation Myocardial Infarction. Journal of the American College of Cardiology
Vol.
61,
No.
4,
2013.
Available
at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jacc.2012.11.019 10. Kosowsky, J., M., et al, 2009. The Diagnosis And Treatment Of STEMI In The Emergency Department. Emergency Medicine Practice June 2009 Volume 11, Number 6. Available at: ebmedicine.net 11. Fuster V, et al. Hurst’s: The Heart. 13th, 2011, Mc Graw Hill Publisher 12. Anand, S., S., et al, 2008. Risk factors for myocardial infarction in women and men: insights from the INTERHEART study. European Heart Journal (2008) 29, 932–940 doi:10.1093/eurheartj/ehn018 13. Huma, S., et al, 2012. Modifiable and Non-modifiable predisposing Risk Factors of Myocardial Infarction -A Review. Journal Pharmaceutical Science &
Research
Vol.4(1),
2012,1649-1653.
Available
at:
http://www.jpsr.pharmainfo.in/Documents/Volumes/vol4Issue01/jpsr %2004120102.pdf 14. Coronary Artery
Disease
–
STEMI
Review
2014.
www.learntheheart.com/coronary-artery-disease-stemi/ 15. Schreiber, D., et al, 2015. Cardiac Marker.
Available Available
at: at:
emeddicine.medscape/artile/811905-overview 16. Steg, G., 2013. Misrepresentation of the STEMI guideline. BMJ 2013; 99:23 1787-1788 Heart doi : 10.1136/heartjnl-2013-304498.
41
View more...
Comments