Laporan Kasus SINDROM-NEFROTIK Dwi Akbarini
January 13, 2017 | Author: Dwi Akbarini Awi | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus SINDROM-NEFROTIK Dwi Akbarini...
Description
BAB I PENDAHULUAN
Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti dengan hipoproteinemia (hipoalbuminemia) dan akhirnya mengakibatkan edema. Dan hal ini berkaitan dengan timbulnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria.(1) SN pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi pada usia 1-2 tahun dan 8 tahun.(2). Pada anak-anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2 : 1 hingga 3 : 2. Pada anak yang lebih tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan kira-kira sama. Data dari International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menunjukkan bahwa 66% pasien dengan minimal change nephrotic syndrome (MCNS) dan focal segmental glomerulosclerosis (FSGS) adalah laki-laki dan untuk membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) 65 % nya adalah perempuan. (1) Di USA, SN merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi. Dari seluruh pengalaman praktek, ahli pediatri hanya menemukan 1-3 pasien dengan kondisi seperti ini. Dilaporkan angka kejadian tahunan rata-rata 2-5 per 100.000 anak dibawah usia 16 tahun. Prevalensi kumulatif rata-rata adalah kira-kira 15,5 per 100.000 individu.(1) SN bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu petunjuk awal adanya kerusakan pada unit filtrasi darah terkecil (glomerulus) pada ginjal, dimana urine dibentuk.(2). Sekitar 20% anak dengan SN dari hasil biopsi ginjalnya menunjukkan adanya skar atau deposit pada glomerulus. Dua macam penyakit yang paling sering mengakibatkan kerusakan pada unit filtrasi adalah Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS) dan
1
Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP). Seorang anak yang lahir dengan kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya Sindrom nefrotik.(2)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Sindrom nefrotik dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan klinis yang terdiri dari proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema generalisata dan hiperlipidemia.(3)
GAMBARAN KLINIS Edema (sembab) merupakan keluhan pertama (utama), tidak jarang merupakan satusatunya keluhan dari pasien dengan SN. Lokasi sembab pada daerah kelopak mata (puffy face), dada, perut, tungkai dan genitalia.(8) Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom 2
seperti influenza, bengkak periorbital dan oliguria.(4) Edema kadang-kadang mencapai 40% dari berat badan dan didapatkan anasarka. Penderita sangat rentan terhadap infeksi sekunder. Selama beberapa minggu mungkin terdapat hematuria, azotemia dan hipertensi ringan.(5) Pada beberapa pasien SN (anasarka), tidak jarang ada keluhan-keluhan menyerupai akut abdomen seperti mual dan muntah, dinding perut sangat tegang. Keluhan jarang selain malaise ringan dan nyeri perut. Hipertensi terjadi 15% pada minimal change disease dan 33% pada pasien dengan glomerulosklerosis fokal segmental.(6 ) ETIOLOGI Sebab yang pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi : I.
Sindrom nefrotik bawaan Diturunkan sebagai resesif autosomal. Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
II. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh : 1. Malaria kuartana atau parasit lain 2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus deseminata, purpura anafilaktoid. 3. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis , trombosis vena renalis. 4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa. III. Sindrom nefrotik idiopatik (tidak diketahui sebabnya) Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan elektron, Churg dkk.membagi dalam 4 golongan yaitu : 1. Kelainan minimal 3
Dengan mikroskop biasa glomerulus nampak normal, sedangkan dengan mikroskop elektron tampak foot processus sel epitel berpadu. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain. 2. Nefropati membranosa Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik. 3. Glomerulonefritis proliferatif Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi dengan streptococcus yang berjalan progresif. 4. Glomerulosklerosis fokal segmental (5) Pada anak-anak, 85-90% kasus sindrom nefrotik adalah idiopatik dan sensitif terhadap steroid, sehingga respon terhadap prednisolon sangat baik. Pada biopsi ginjal akan didapatkan gambaran histologis dengan kelainan minimal. (7) Pada literatur lain dinyatakan pula tipe terbanyak SN pada anak-anak adalah minimal change disease (MCD). Kondisi ini disebut MCD karena anak-anak dengan sindrom nefrotik pada hasil biopsi ginjalnya menunjukkan normal atau hampir normal. Selain itu mikroskopik hematuria terdapat pada 23% penderita dengan MCD dan 48% penderita dengan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS). Makroskopik hematuria umumnya terjadi pada GSFS.(2) Untuk mengetaui secara pasti tipe dari SN adalah dengan melakukan biopsi ginjal, namun ada beberapa indikasi dalam melakukan biopsi ginjal yaitu : Resisten steroid 4
Onset terjadi pada usia > 10 tahun atau < 6 bulan. Gejala mula-mula yang timbul adalah hematuria makroskopik Kadar C3 yang rendah Adanya hipertensi dan hematuria makroskopik yang persisten
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan pedoman pengobatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.(8) Proteinuria Indikator utama pada SN adalah adanya proteinuria masif yaitu lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan badan perhari atau 25 x nilai normal (pada orang normal protein dalam urine + 150 mg/hari).(10) Proteinuria ini sebagian besar berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerulus) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Pada dasarnya proteinuria masif ini mengakibatkan dua hal : Pertama : jumlah serum protein yang difiltrasi glomerulus meningkat sehingga serum protein tersebut masuk ke dalam lumen tubulus. Kedua : kapasitas faal tubulus ginjal menurun untuk mereabsorbsi serum protein yang telah difiltrasi glomerulus. PERMEABILITAS GLOMERULUS MENINGKAT
Kebocoran PBH melalui urin (protein-bound hormon)
kenaikan filtrasi plasma protein
penurunan plasma T-4
LIPIDURIA HIPERKOLESTEROLEMIA
Kenaikan reabsorbsi Plasma protein
ALBUMINURIA
Katabolisme albumin
HIPOPROTEINEMIA
5
kenaikan sintesis protein dalam sel hepar Penurunan volume
Dalam sel tubulus
intravaskular
Malnutrisi
Kenaikan volume cairan interstitial
Kehilangan protein melalui Usus (enteropati) Kerusakan sel tubulus AMINOASIDURIA
SEMBAB
Mekanisme atau patogenesis proteinuria masif sangat kompleks, dan tergantung dari banyak faktor. Albumin merupakan serum protein yang mempunyai berat molekul kecil dan jumlahnya banyak sehingga mudah keluar bila terdapat kerusakan membran basalis ginjal. Keadaan demikian sering ditemukan pada pasien dengan kerusakan minimal.(8) Sebagian besar penderita SN pada usia muda dengan proteinuria selektif biasanya mempunyai lesi histopatologik minimal atau minimal change lesion dan memperlihatkan respon baik terhadap kortikosteroid.(8) Hipoproteinemia Plasma mengandung banyak macam protein dan sebagian besar mengisi ruangan ekstravaskular. Plasma atau serum protein terutama terdiri dari albumin karena itu istilah hipoproteinemia identik dengan hipoalbuminemia. Hipoproteinemia dapat terjadi akibat kehilangan protein melalui urin (proteinuria), katabolisme albumin meningkat, intake protein berkurang karena penderita anoreksia atau bertambahnya pemakaian asam amino.(8) Hiperlipidemia Pada sebagian besar pasien sindrom nefrotik ditemukan kenaikan kadar total kolesterol. Hal ini terjadi akibat penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik yang akhirnya merangsang sel hati untuk membentuk lipoprotein lipid atau lipogenesis.(8) 6
Sembab atau edema Klinis sembab atau edema menunjukkan adanya penimbunan cairan dalam ruang interstitial di seluruh tubuh. Sembab atau edema sering merupakan keluhan pertama dan satusatunya dari pasien-pasien SN. Mekanisme sembab seperti terlihat pada skema dapat melalui sistem kapiler dan renal.(8)
PATOGENESIS (MEKANISME) SEMBAB PADA SINDROM NEFROTIK SINDROM NEFROTIK
PROTEINURIA MASIF
HIPOALBUMINEMIA
↓TEKANAN ONKOTIK KAPILER
↓Volume darah efektif
Aktivasi simpatetik
Renin angiotensin
Circulating catecholamin
Humoral
Tahanan vaskular ginjal Aktivasi aldosteron Desakan starling & tekanan Kapiler peritubular Reabsorbsi Na+ pada tubulus LFG
7
NATRIURESIS VCES
SEMBAB
GAMBARAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan urin (urinalisa), jumlah protein pada sampel urine penderita SN biasanya melampaui 100 mg/dl, dan nilainya dapat mencapai 1000 mg/L. (1) Mikroskopik hematuria tampak pada permulaan penyakit 20-30% penderita dengan MCD, dan setelah itu dapat tidak tampak. Sedimen urin dapat normal atau berupa torak hialin,granula, lipoid; terdapat pula sel darah putih.(4) Kimia darah menunjukkan konsentrasi serum albumin kurang dari 2,5 g/dl dan hiperkolesterolemia (> 250 mg/dl). Laju endap darah dapat meninggi.(5)
DIAGNOSA BANDING Sindrom nefrotik dapat didiagnosa banding dengan glomerulonefritis akut (GNA). GNA ialah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Sering ditemukan pada anak usia 3-7 tahun, dan lebih sering pada anak laki-laki. GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.(5) Gejala yang sering ditemukan ialah hematuria/kencing berwarna merah daging. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau diseluruh tubuh.(5) Edema bukan karena hipoproteinemia, tetapi karena retensi natrium oleh ginjal yang mengakibatkan hipertensi berat atau edema paru.(7) hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali.(5) 8
KOMPLIKASI -
Tipe Lesi Glomerular Gagal ginjal akut dapat terjadi pada semua tipe sindrom nefrotik, tetapi lebih jarang
terjadi pada penderita dengan minimal change disease (MCD). Hipertensi lebih sering terjadi
pada
tipe
glomerulonephritis
membranoproliferatif
(GNMP)
dan
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS).(1)
-
Hipoproteinemia Hilangnya protein urine secara masif menyebabkan malnutrisi protein pada anak-anak
dengan SN dan akhirnya dapat menyebabkan gagal tumbuh. Hiperlipidemia mempunyai risiko besar timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskular.(1) -
Terapi obat-obatan Penggunaan obat-obatan seperti prednison atau prednisolon dapat mengakibatkan
moon face, obesitas, dan kelainan lainnya. Namun hal ini tergantung dosis, frekuensi dan lamanya pengobatan.(1) -
Infeksi Sekunder Terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia dan tuberkulosis.(5) -
Kolaps Hipovolemia SN berat dengan proteinuria > 60 gr/hari (terutama pada pasien anak-anak) dapat
menyebabkan penurunan circulating protein pool dan diikuti hipovolemia berat. Klinis ditemukan tanda-tanda sindrom rejatan : penurunan tekanan darah, berkeringat banyak dan kulit dingin, pucat dan sebagainya.(8) PENATALAKSANAAN
9
Tujuan pengobatan adalah untuk mengatasi penyebabnya. Mengobati infeksi penyebab sindroma nefrotik bisa menyembuhkan sindrom nefrotik itu sendiri. Jika penyebab adalah penyakit yang dapt diobati
(misalnya
penyakit
kanker),
maka
mengobatinya
adalah
kecanduan
akan
mengurangi gejala-gejala. Jika
penyebabnya
menghentikan
pemakaian
heroin
menghilangkan
gejala-gejalanya.
pada
Penderita
heroin
stadium yang
awal
peka
maka akan
terhadap
cahaya matahari, racun pohin ek, gigitan serangga sebaiknya menghindari bahan-bahan tersebut. Jika tidak ditemukan penyebab yang pasti, maka diberikan kortikosteroid dan obat-obatan yang menekan system kekebalan (misalnya siklofosfamid).
Penatalaksanaan edema Dianjurkan untuk tirah baring dan memakai stocking yang menekan, terutama untuk pasien lanjut usia. Hati-hati dalam pemberian diuretik, karena adanya proteinuria berat dapat menyebabkan gagal ginjal atau hipovolemik. Harus diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien , biasanya diusahakan penurunan berat badan dan cairan 0,5 – 1 kg/hari. Dilakukan pengawasan terhadap kalium plasma, natrium plasma, kreanitin, dan ureum. Bila perlu diberikan tambahan kalium. Diuretik yang biasanya diberikan adalah diuretik ringan, seperti, tiazid atau furosemid dosis rendah, dosisnya dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan.Garam dalam diet dan cairan dibatasi bila perlu. Pemberian albumin iv hanya diperlukan pada kasus-kasus refrakter, terutama bila terjadi kekurangan volume intravaskular atau oliguria.
Memperbaiki nutrisi Dianjurkan pemberian makanan tinggi kalori dan rendah garam. Manfaat diet tinggi protein tidak jelas dan mungkin tidak sesuai karena adanya gagal ginjal, biasanya cukup dengan protein 50-60 g/hari ditambah kehilangan dari urin.
Mencegah infeksi Biasanya diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari infeksi,terutama terhadap pneumokok. 10
Pertimbangan obat antikoagulasi
Dilakukan pada pasien dengan sindrom nefrotik berat, kecuali bila terdapat kontraindikasi. Terapi (biasanya warfarin) dipertahankan sampai penyakitnya sembuh. Penatalaksanaan penyebabnya
Pada orang dewasa, tidak perlu seperti pada anak-anak di mana dilakukan terapi steroid sebagai bagian dari penegakkan diagnosis, kelaiana minimal hanya menjadi penyebab pada 10-20 % kasus. Terapi disesuaikan dengan diagnosis dan penyebab yang mendasarinya.
Non Medikamentosa 1.
Istirahat sampai edema tinggal sedikit.
2.
Membatasi asupan Na sampai + 1 gr/hr secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.
3.
Diet kalori 130-140 kal/kgbb/hari dan diet tinggi protein 3-4 gr/kgbb/hari
(9)
atau dengan pemberian susu tinggi protein (susu
protifar). 4.
Pungsi
acites
maupun
hidrotoraks
dilakukan bila ada indikasi vital. Medikamentosa 1.
Pemberian Kortikosteroid Prednison dosis penuh : 60 mg/m2 luas permukaan badan/hari atau 2
mg/kgbb/hari (max.80 mg/kgbb/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberian 11
prednison dosis 40 mg/m2 luas permukaan tubuh/hari atau 2/3 dosis penuh, yang diberikan 3 hari berturut-turut dalam seminggu (intermitten dose) atau selang sehari (alternating dose) selama 4 minggu, kemudian dihentikan tanpa tappering off. Bila terjadi relaps diberikan prednison dosis penuh seperti terapi awal sampai terjadi remisi (max.4 minggu), kemudian dosis diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh. Bila terjadi relaps (sering)
atau tidak terjadi remisi dianggap steroid non
responsif, maka diberikan sitostatika (klorambusil 0,1-0,2 mg/kgbb/hari atau siklopospamid 2-3 mg/kgbb/hari) selama 6-8 minggu disertai dengan steroid intermitten.(4) 2. Diuretika Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam dapat digunakan diuretika furosemid 1-2 mg/kgbb/hari. Bila tidak ada respon atau terdapat hipoalbuminemia berat (albumin darah < 1,5 g%) diberikan plasma 10-20 cc/kgbb atau human albumin 0,5 g/kgbb. 3. Antibiotika Hanya diberikan bila ada tanda-tanda infeksi. 4. Roboransia : multivitamin yang mengandung calcium dan vitamin D Respon terhadap pengobatan ♦ Remisi : ekskresi protein urine < 4 mg/hr/m2 selama 3 hari berturut-turut. ♦ Relaps : setelah mencapai remisi, pemeriksaan protein urine 3 hari berturut-turut > 2+ . ♦ Relaps berulang (frequent) : relaps terjadi 2x atau lebih dalam 6 bulan atau > 4x relaps dalam 12 bulan. ♦ Steroid dependen : terjadi relaps 2x berturut-turut selama pengobatan steroid atau dalam waktu 14 hari penghentian terapi. 12
♦ Steroid resisten : gagal mencapai respon (klinis dan laboratorium tidak memperlihatkan perubahan) setelah 28 hari pengobatan dengan steroid dosis 60 mg/kgbb/hari.
PROGNOSIS Prognosis sindrom nefrotik idiopatik pada umur muda dan anak dan pada wanita lebih baik dari pasien umur lebih tua atau dewasa dan laki-laki. MCD mempunyai prognosis baik, dapat terjadi remisi spontan pada pasien anak-anak. Hanya sebagian kecil pasien dengan MCD memperlihatkan progresivitas dan mempunyai prognosis buruk.(8)
BAB III LAPORAN KASUS
II.
IDENTITAS 1. Identitas penderita : Nama
: M. Rafli
Umur
: 2 Tahun 4 bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Berat badan
: 13 kg
Panjang badan
: 85 cm
Agama
: Islam
Alamat
: Kertapati
Kebangsaan
: Indonesia
MRS
: 28 September 2012 13
2. Identitas orang tua/wali : Ayah :
Ibu
:
Nama
: Tn. A A
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: Swasta
Usia
: 33 Tahun
Nama
: Ny. S A
Pendidikan
: SLTP
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Usia
: 30 Tahun
III. ANAMNESIS Kiriman dari
: Poliklinik Anak RSUD Palembang Bari
Dengan diagnosa
: Sindrom Nefrotik
Aloanamnesa dengan
: Orang tua pasien
Tanggal/jam
: 3 Oktober 2012/ 15.00 WITA
2.
Keluhan utama : Bengkak seluruh badan
3.
Riwayat penyakit sekarang : Sejak 2 bulan yang lalu (SMRS) penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak ke kaki, bengkak diperut, tidak ada mual dan muntah. Demam dirasakan juga, demam tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul. Batuk ada, batuk berdahak, susah untuk mengeluarkan dahak. BAB biasa, bak sedikit.
14
1 minggu SMRS, penderita mengeluh sembab diseluruh tubuh, demam ada, demam tidak terlalu tinggi, demam hilang timbul, mual muntah tidak ada, nyeri perut (+), batuk (+), dahak (+), BAB biasa, BAK sedikit dan nyeri saat BAK. Air urin seperti cucian daging (-), nyeri pinggang (-). 4. Riwayat penyakit dahulu : Anak tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya. Anak kadang-kadang menderita batuk dan pilek, riwayat mengalamin pengobatan jangka lama tidak ada. 5. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat Antenatal
:
Ibu rajin memeriksakan kehamilan ke bidan Puskesmas tiap bulan sekali dan mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali. Riwayat Natal
:
Spontan/tidak spontan
: Spontan
Nilai APGAR
: Ibu tidak tahu
Berat badan lahir
: 3200 gram
Panjang badan lahir
: Ibu tidak tahu
Lingkar kepala
: Ibu tidak tahu
Penolong
: Bidan
Tempat
: Rumah sendiri
Riwayat Neonatal
:
Setelah lahir anak langsung menangis, kulit kemerahan, gerak aktif. 6. Riwayat perkembangan : Tiarap
: 3,5 bulan
Merangkak
: 8 bulan
Duduk
: 8 bulan 15
6.
7.
Berdiri
: 1 tahun
Berjalan
: 1 tahun 1 bulan
Riwayat imunisasi BCG
:
umur 2 bulan
Polio
:
umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan
Hepatitis
:
Umur 0, 2, 4, 6 bulan
DPT
:
Umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan
Campak
:
Umur 9 bulan
Makanan : Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Saat usia 1 tahun anak mulai makan bubur SUN sampai usia 1,5 tahun. Pada usia 1,5-2 tahun anak makan nasi tim. Usia 2 tahun sampai sekarang anak makan nasi biasa, dengan frekuensi 3 kali sehari. Anak suka makan ikan dan tidak suka makan sayur.
8.
Riwayat keluarga : Ikhtisar keturunan :
An.R
16
IV. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Kompos mentis
GCS
: 4-5-6
2. Pengukuran : Tanda vital : Tensi
: 110/70 mmHg
Nadi
: 140 x/menit
Suhu
: 39,2o C
Respirasi
: 24 x/menit
Berat badan
: 26,5 kg
Tinggi badan
: 87 cm
Kulit :
Warna
: Kecoklatan
Sianosis
: tidak ada
Hemangiom
: tidak ada
Turgor
: cepat kembali
Kelembaban
: cukup
Pucat
: tidak ada
3. Kepala : Bentuk
: mesosefali
UUB
: datar, sudah menutup
UUK
: datar, sudah menutup
Rambut : Warna Tebal/tipis
: hitam : tebal
Jarang/tidak (distribusi) : tidak jarang Alopesia
: tidak ada 17
Mata :
Palpebra
: edema
Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut Konjungtiva
: tidak anemis
Sklera
: tidak ikterik
Produksi air mata : cukup Pupil : Diameter Simetris
: 3 mm/3 mm : isokor, normal
Reflek cahaya : +/+ Kornea Telinga : Bentuk
: jernih : simetris
Sekret
: tidak ada
Serumen
: minimal
Nyeri
: tidak ada
Hidung : Bentuk
: simetris
Pernafasan cuping hidung : tidak ada Epistaksis
: tidak ada
Sekret
: tidak ada
Mulut : Bentuk
: normal
Bibir
: mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
Gusi
: - tidak mudah berdarah - pembengkakan tidak ada
Lidah :
Bentuk
: normal
Pucat/tidak
: tidak pucat
Tremor/tidak
: tidak tremor
Kotor/tidak
: tidak kotor 18
Warna
: kemerahan
Faring : Hiperemi Edema
: tidak ada : tidak ada
Membran/pseudomembran : (-) Tonsil : Warna
: kemerahan
Pembesaran
: tidak ada
Abses/tidak
: tidak ada
Membran/pseudomembran : (-) 4. Leher : Vena Jugularis : Pulsasi Tekanan
: tidak terlihat : tidak meningkat
Pembesaran kelenjar leher
: tidak ada
Kaku kuduk
: tidak ada
Masa
: tidak ada
Tortikolis
: tidak ada
5. Thorak : a. Dinding dada/paru : Inspeksi : Bentuk
Palpasi
: simetris
Retraksi
: tidak ada
Dispnea
: tidak ada
Pernafasan
: thorakal
: Fremitus fokal : simetris
Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : Suara Napas Dasar : Suara napas vesikuler Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) 19
b. Jantung : Inspeksi : Iktus
: tidak terlihat
Palpasi
: tidak teraba
: Apeks Thrill
: tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV LPS dextra Batas kiri
: ICS V LMK sinistra
Batas atas
: ICS II LPS dextra
Auskultasi : Frekuensi
: 140 x/menit
Suara dasar
: S1 dan S2 tunggal
Bising
: tidak ada
Inspeksi
: Bentuk
: cembung
Palpasi
: Hati
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: tidak teraba
Masa
: tidak ada
Undulasi
: (+)
6. Abdomen
Perkusi
:timpani, shifting dullness (+), ascites (+)
Auskultasi
: bising usus (+) normal
7. Ekstremitas
: akral hangat, sianosis (-), CRT
View more...
Comments