Laporan Kasus SGB-

July 2, 2018 | Author: Adee Danial | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus SGB-...

Description

 Laporan Kasus Ruang Rawat Inap Saraf

SINDROM GUILLAIN-BARRE Diajukan untuk Melengkapi Tugas dalam M enjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian NeurologiFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Oleh: Sitti Sarah Phonna 1007101050089

Pembimbing: dr. Nasrul Musadir, Sp.S

BAGIAN/SMF NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BLUD RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH 2014

KATA PENGANTAR  Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu S ubhanahu wa ta’ala, Dzat yang akan tetap kekal selama-lamanya dan Dialah satu-satunya yang awal dan yang akhir, karena berkat rahmat, karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi S halallahu’alaihi wa salam, penutup para  Nabi dan Rasul yang telah membimbing manusia ke zaman beradab yang penuh dengan ilmu  pengetahuan, berikut segenap keluarga, sahabat, serta umatnya yang istiqamah menempuh syari’ syari’atnya hingga akhir zaman. Laporan kasus dengan judul

ini ” ini Sindrom Guil Guil lain-Barr e 

“ 

disusun untuk menambah

 bekal ilmu mengenai ilmu penyakit saraf selama proses pendidikan profesi dokter dilaksanakan. Selain itu, laporan kasus ini juga disusun sebagai syarat menyelesaikan  pendidikan profesi dokter di bagian Neurologi RSUDZA. RSUDZA. Dengan sepenuh hati, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada dr. Nasrul Musadir, Sp.S yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis se ndiri dan juga bagi  pihak-pihak lain untuk menambah menambah ilmu pengetahuan di bidang Neurologi.

Penulis

ii

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..............................................................................................

i

KATA PENGANTAR ............................................................................................

ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii BAB I STATUS PASIEN.......................................................................................

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 10 BAB III KESIMPULAN........................................................................................ 17 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 18

iii

BAB I STATUS PASIEN I.1 Kasus

1.1.Identitas Pasien  Nama

: Tn. AF

CM

: 1-01-40-60

Umur

: 28 tahun

Alamat

: Desa Meunasah Karieng

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Swasta

Tanggal Pemeriksaan

: 7 September 2014

1.2.Anamnesis Pasien dirawat di bagian saraf dengan keluhan tidak bisa berjalan karena mengalami kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai. Satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan kelemahan tungkai bawah lalu lamakelamaan menjalar ke bagian atas. Kemudian di susul dengan kelemahan kedua lengan. Pasien juga mengeluhkan mati rasa atau baal pada ujung-ujung jari kaki dan jari tangan. Dua minggu sebelum mengalami kelemahan tungkai pasien mengalami infeksi saluran napas atas. Keluhan kelemahan keempat anggota gerak sebelumnya tidak per nah dialami oleh pasien. Riwayat penyakit dengan keluhan seperti ini juga tidak pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya. Riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal oleh pasien.

1.3.Vital Sign Keadaan Umum

: Compos Mentis

Kesadaran

: E4 M6 V5

Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

 Nadi

: 80 kali/ menit

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,7 0C (afebris) iv

Keadaan Gizi

: Baik

1.4.Pemeriksaan Fisik a. Kulit Warna

: sawo matang

Turgor

: cepat kembali

Sianosis

: tidak ada

Ikterus

: tidak ada

Oedema

: tidak ada

Anemia

: tidak ada

 b. Kepala Rambut

: Hitam, sukar dicabut

Wajah

: Simetris, edema (-), deformitas(-)

Mata

: Conjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-)

Pupil

:Bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), refleks cahaya

tidak langsung (+/+)

Telinga

: Serumen (-/-), Sekret (-/-)

Bibir

:pucat (-), Mukosa Basah (+), sianosis (-)

Lidah

: Tremor (-), Hiperemis (-)

Tonsil

: Hiperemis (-/-), T1 –  T1

Faring

: Hiperemis (-)

c. Leher Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: TVJ (N) R-2 cm H2O.

Pembesaran KGB : Tidak ada d. Thorax Inspeksi Statis

:Simetris, bentuk normochest

Dinamis

:Pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal (-), retraksi intercostales (-),

v

Paru Inspeksi : Simetris, statis, dinamis. Kanan

Kiri

Palpasi

Fremitus N

Fremitus N

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal

Vesikuler Normal

Ronchi (-) wheezing (-)

Ronchi (-) wheezing (-)

Jantung Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba.

Perkusi

: Atas Kiri Kanan

: Intercostal III LPSS : Dua jari medial LMCS : Linea sternalis kanan

Auskultasi: BJ I > BJ II kesan normal, regular, bising (-). e. Abdomen

f.

Inspeksi

: Simetris, distensi (-), tumor(-), vena collateral(-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), defans muscular (-)

Hepar

: Tidak teraba

Lien

: Tidak teraba

Ginjal

: Ballotement tidak teraba

Perkusi

: Timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi

: Peristaltik normal

Genitalia

g. Anus

: Tidak diperiksa : Tidak diperiksa

h. Tulang Belakang : Simetris, nyeri tekan (-) i.

Kelenjar Limfe

: Pembesaran KGB (-)

 j.

Ekstremitas

: Akral hangat

Superior

Sianosis

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

-

-

-

-

vi

Oedema

-

-

-

-

Fraktur

-

-

-

-

1.5.Status Neurologis GCS

: E4 M6 V5

Pupil

: Isokor (3 mm/3 mm), reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+)

Tanda Rangsang Meningeal Kaku kuduk

: (-)

Laseque

: (-)

Kernig

: (-)

Brudzinski I

: (-)

Brudzinski II

: (-)

 Nervus Craniales  Nervus III (otonom) : Kanan

Kiri

1. Ukuran pupil

3 mm

3 mm

2. Bentuk pupil

 bulat

 bulat

3. Reflek cahaya langsung

+

+

4. Reflek cahaya tidak langsung

+

+

5.  Nistagmus

-

-

6. Strabismus

-

-

7. Exophtalmus

-

-

8. Melihat kembar

-

-

Kanan

Kiri

1. Lateral

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2. Atas

Dalam batas normal

Dalam batas normal

3. Bawah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

4. Medial

Dalam batas normal

Dalam batas normal

5. Diplopia

Dalam batas normal

Dalam batas normal

 Nervus III, IV, VI (gerakan okuler) Pergerakan bola mata :

Kelompok Motorik

vii

 Nervus V (fungsi motorik) 1.

Membuka mulut

2.

Menggigit

Dalam batas normal dan

Dalam batas normal

mengunyah  Nervus VII (fungsi motorik)

Kanan

Kiri

1.

Mengerutkan dahi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2.

Menutup mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

3.

Menggembungkan pipi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

4.

Memperlihatkan gigi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

5.

Sudut bibir

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Kanan

Kiri

 Nervus IX & X (fungsi motorik) 1.

Bicara

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2.

Menelan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

 Nervus XI (fungsi motorik) 1.

Mengangkat bahu

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2.

Memutar kepala

Dalam batas normal

Dalam batas normal

 Nervus XII (fungsi motorik) 1.

Artikulasi lingualis

Dalam batas normal

2.

Menjulurkan lidah

Dalam batas normal

Kelompok Sensoris  Nervus I (fungsi penciuman)

Dalam batas normal

 Nervus V (fungsi sensasi wajah)

Dalam batas normal

 Nervus VII (fungsi pengecapan)

Dalam batas normal

 Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Dalam batas normal

Badan Motorik Gerakan respirasi

: Thorakoabdominalis

Bentuk columna vertebralis

: Simetris

Gerakan columna vertebralis : Kesan simetris Sensibilitas

viii

Rasa suhu

: Dalam batas normal

Rasa nyeri

: Dalam batas normal

Rasa raba

: Dalam batas normal

Anggota Gerak Atas Motorik

: 5/5

Tonus Rigiditas

: -/-

Refleks Biceps

: +/+

Triceps

: +/+

Gerakan involunter Waktu istirahat

: -/-

Beraktivitas

: -/-

Anggota Gerak Bawah Motorik

:4/4

Refleks Patella

: +/+

Achilles

: +/+

Babinski

: -/-

Chaddok

: -/-

Gordon

: -/-

Oppenheim

: -/-

Sensibilitas

Kanan

Kiri

Rasa suhu

Tidak teraba

Tidak teraba

Rasa nyeri

Tidak teraba

Tidak teraba

Rasa raba

Tidak teraba

Tidak teraba

Gerakan involunter Waktu istirahat

: -/-

Beraktivitas

: -/-

Rigiditas

: -/-

Tonus

Fungsi Vegetatif Miksi

: Dalam batas normal ix

Defekasi

: konstipasi (-)

Koordinasi Keseimbangan Cara Berjalan

: tidak diperiksa

Romberg Test

: tidak diperiksa

1.6

Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (Tanggal 23 Juni 2014) Hb

: 17,8mg/dl

Natrium

: 144 mmol/L

Ht

: 53%

Kalium

: 4,6 mmol/L

Eritrosit

: 6,0x106/mm3

Chlorida

: 105 mmol/L

Leukosit

: 18,1x103/mm3

KGDS

:

Trombosit

: 329x103U/L

Ureum

: 46 mg/dl

SGPT

: 157 U/L

Kreatinin

: 1,2 mg/dl

SGOT

: 61 U/L

Hitung jenis: 

Eosinofil

:0



Basophil

:0



 Neutrophil segmen : 90



Limfosit

:5



Monosit

:4

1.7 Resume 1. Identitas

: Tn. AF, 27 tahun, CM 1-01-40-60

2. Pemeriksaan 

 Anamnesa Pasien dirawat di bagian saraf dengan keluhan tidak bisa berjalan karena mengalami

kelemahan kedua lengan dan kedua tungkai. Satu minggu yang lalu pasien mengeluhkan kelemahan tungkai bawah lalu lamakelamaan menjalar ke bagian atas. Kemudian di susul dengan kelemahan kedua lengan. Pasien juga mengeluhkan mati rasa atau baal pada ujung-ujung jari kaki dan jari tangan. Dua minggu sebelum mengalami kelemahan tungkai pasien mengalami infeksi saluran napas atas. Keluhan kelemahan keempat anggota gerak sebelumnya tidak per nah dialami oleh pasien. Riwayat penyakit dengan keluhan seperti ini juga tidak pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya. Riwayat penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus disangkal oleh pasien. x



Vital Sign

Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: E4 M6 V5

Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

 Nadi

: 80 kali/ menit

Pernafasan

: 20 kali/menit

Suhu

: 36,7 0C (afebris)

Keadaan Gizi

: Baik

Status Internus

: Dalam batas normal



Status Neurologis GCS = E4 M6 V5, pupil isokor (3 mm/3 mm), reflek cahaya langsung (+/+), reflek cahaya tidak langsung (+/+). Motorik: ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 4/4,

refleks

fisiologis biseps +/+, triseps +/+, Patella +/+, Tendon archilles +/+, refleks patologis (-/-). Sensorik hipoestesi dan Otonom dalam batas normal. 

 Nervus Cranialis

a. Kelompok Optik  Fungsi Otonom

:Dbn, pupil isokor (3 mm/3 mm), RCL+/+ RCTL ( +/+)

Gerakan Okuler (N III,IV,VI)

: Dbn

Fungsi visual (N.II)

: Dbn

 b. Kelompok Motorik Fungsi Motorik (N.V)

: Dbn

Fungsi Motorik (N.VII)

: Dbn

Memperlihatkan gigi

: Dbn

Sudut bibir

: Dbn

Fungsi Motorik (N.IX,X)

: Dbn

Fungsi Motorik (N.XI)

: Dbn

Fungsi motorik (N.XII) Artikulasi lingualis

: Dbn

Menjulurkan lidah

: Dbn

c. Kelompok Sensori

xi

Fungsi Pengecapan (N.VII)

: Dbn

Fungsi Penciuman (N.I)

: Dbn

Fungsi Pendengaran (N.VIII)

: Dbn

Fungsi Motorik

Atas

Bawah



Pergerakan

+/+

+/+



Kekuatan

5/5

4/4



R.Fisiologis

+/+

+/+



R.Patologis

-/-

-/-

1.8 Diagnosa Diagnosa Klinis

: Glove and stocking hipoestesi + Tetraparesis

Diagnosa Etiologi : Sindrom Guillain Barre

1.9 Terapi a. Medikamentosa -

Metilprednisolon 125 mg ampul/12 jam

-

Ranitidin 1 amp/12 jam

-

Mecobalamin 3x500mg

-

Ceftriaxone 1gr vial/12 jam

 b.  Non-medikamentosa -Rehabilitasi medik -Psikoterapi: untuk mengatasi perubahan psikologi yang terjadi c. Edukasi 1.10. Prognosa Qou ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam

I.2 DISKUSI KASUS

Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menyebabkan kematian, meskipun pada umumnya mempunya prognosa yang baik.

xii

Penderita pada kasus ini didiagnosis awal dengan tetraparese karena pada amnesis didapatkan adanya kelemahan keempat anggota gerak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Dari pemeriksaan fisik dan neurologis pada awal masuk rumah sakit didapatkan tonus otot pada keempat ekstremitas adalah 4/4/4/4. Parese adalah kelemahan atau kelumpuhan parsial yang rigan atau tidak lengkap atau kondisi yang ditandai dengan hilangnya sebagian tindakan atau gerakan terganggu. Kelemahan adalah hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebi kelompk otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas gangguan yang terkena. Kelemahan atau kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya

pada

vertebra

cervikalis),

kerusakan

sistem

saraf

perifer,

kerusakan

neuromuskular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya dapat terjadi penurunan atau kehilangan fungsi motorik, adapun manifestsinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan. Atau jari-jari tangan tidak dapat memegang kuat suatu benda, tetapi masih dapat digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan, tapi masi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua bergantung pada luasnya kerusakan. Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu tetraparese spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan  peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotoni. Kerusakan pada lower motor neuron (LMN) dapat mengenai motoneuron, radiks, dan saraf perifer, maupun pada otot itu sendiri. Gangguan sensibilitas parestesi biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, wajah juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan biasanya dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas ekstroseptif lebih sering dikenal daripada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot sering ditemui seperti rasa nyeri setelah aktifitas fisik. xiii

Pemeriksaan laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan otak tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu. Jumlah sel mononuklear lebih kecil 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan  peninggian kadar protein dalam cairan otak.

xiv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menyebabkan kematian, meskipun pada umumnya mempunya prognosa yang baik. Beberapa nama disebut para ahli untuk penyakit ini yaitu Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Demyeliting Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending Paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome. 2. 1 Definisi

Parry mengatakan bahwa, SGB adalah suatu polineuropati yag bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, nervus kranialis. Pada tahun 1859, seorang neurolog Prancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan infeksi akut. Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa  peninggian protein cairan serebospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS juga ada kelainan pada pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan hantar saraf  pada EMG. 2.2 Epidemiologi

Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadian pada semua musim. Dowling dkk mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi  peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa

xv

60% kasus terjadi antara bulan Juli sampai dengan Oktober yaitu pada musim panas dan musim gugur. Insidesi SGB bervariasi antara 0,6-1,9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan peneltian dn mendapatkan insiden rate 1,7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi 15-35 tahun dan antara 50-47 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan perempuan sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada elompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I,II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa  perbandingan laki-laki. Dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi  pada bulan april s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. 2.3 Etiologi

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadiya SGB, antara lain: 1. Infeksi 2. Vaksinasi 3. Pembedahan 4. Penyakit sistemik 5. Keganasan 6. Sistemik lupus eritematous 7. Tiroiditis 8. Penyakit addison 9. Kehamilan atau dalam masa mifas SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.

Infeksi Akut yang Berhubungan dengan SGB Infeksi Definite Probable Possible

1. Virus CMV 2. EBV 3. HIV xvi

4. Varicella-Zoster 5. Vaccini/smallpox 6. Influenza 7. Measles 8. Mumps 9. Rubella 10. Hepatitis 2.4 Patogenesa

Mekanisme bagaimana infeks, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadiya demielinasiakut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Bagaimana ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi. 2. adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi 3. didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi. Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus. Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping  peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan  pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen. xvii

2.5 Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan se cara progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson. 2.6 Klasifikasi

Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu: 1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy 2. Subacute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy 3. Acute motor axonal neuropathy 4. Acute motor sensory axonal neuropathy 5. Fisher’s syndrome 6. Acute pandysautonomia 2.7 Gejala klinis dan kriteria diagnosa

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer. Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of  Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: I. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: a. Terjadinya kelemahan yang progresif  b. Hiporefleksi II. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB: a. Ciri-ciri klinis:

xviii

1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu. 2. Relatif simetris 3. Gejala gangguan sensibilitas ringan 4. Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain 5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai  beberapa bulan. 6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor. 7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis  b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: 1. Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi  peningkatan pada LP serial 2. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3 3. Varian: a.Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala  b. Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa: 1. Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal 2.8 Diagnosa Banding

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti: 1. Mielitis akuta 2. Poliomyelitis anterior akuta 3. Porphyria intermitten akuta 4. Polineuropati post difteri 2.9 Terapi

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum  bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi xix

sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan te rapi khusus adalah mengurangi beratnya  penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi). Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB. Plasmaparesis

Plasmaparesis

atau

plasma

exchange

bertujuan

untuk

mengeluarkan

faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang  baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama). Pengobatan imunosupresan: 1. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan  plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh. 2. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah: 1. 6 merkaptopurin (6-MP) 2. azathioprine 3. cyclophosphamid Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. 2.10 Prognosa

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil  penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain: 1.  pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal 2. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset 3.  progresifitas penyakit lambat dan pendek pada penderita berusia 30-60 tahun

xx

BAB III KESIMPULAN Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena sering terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menyebabkan kematian. SGB adalah suatu polineuropati yag bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, nervus kranialis.Terapi SGB adalah kortikosteroid dan plasmaparesis. Tujuan terapi adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas. Prognosa penderita SGB uumnya baik, hanya sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.

xxi

DAFTAR PUSTAKA Arnason B.G.W. 1985. Inflammatory polyradiulopathy in Dick P.J. et al Peripheral

neuropathy. Philadelphia : WB. Sounders. Asbury A.K. 1990. Gullain-Barre Syndrome : Historical aspects. Annals of Neurology (27):

S2-S6 Asbury A.K. and David R. Crnblath. 1990 . Electrophysiology in Guillain-Barre Syndrome.

Annals of Neurology (27): S17 Bosch E.P.. 1998 . Guillain-Barre Syndrome : an update of acute immuno mediated

 polyradiculoneuropathies. The Neurologist (4); 211-226 Chandra B. 1983. Pengobatan dengan cara baru dari sindroma gullain-barre. Medika (11);

918-922 Guillain-Barre Syndrome, an overview for the Layperson, 9th ed. Guillain-Barre Syndrome

Foundation International 2000. Hurwitz E.S. Guillain-Barre Syndrome and the 1978-1979 influenza vaccine. The New

England Med. (304); 1557-1561 Morariu M.A. 1979 . major Neurological syndrome. Illinois : Charles C. Thomas Publisher. Parry G.J. 1993. Guillain-Barre Syndrome . New York : Theime Medical Publisher Van der Meche et all. 1992 . A randomized trial comparing intravenous globulin and plasma

exchange injury Guillain-Barre Syndrome. The New England Journal of Med. 326(April 23); 1123-1129 Van Doom P.A. and Van der Meche. 1990 . Guillain-Barre Syndrome, optimum

management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99 Visser L.H. et all. 1995 . Guillain-Barre Syndrome without sensory loss (acute motor

neuropathy). A subgroup with specific clinical, electrodiagnostic and laboratory features. Brain (118); 841-847

xxii

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF