Laporan Kasus Rehabilitasi Medik Stroke Iskemik 23-3-2016

May 7, 2017 | Author: Dedy Supriadi | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

1...

Description

Laporan Kasus

REHABILITASI MEDIK PADA PASIEN HEMIPARESIS DEXTRA ET CAUSA POST STROKE ISKEMIK Oleh : Supriadi 14014101218 Masa KKM : 21 – 27 Maret 2016

Supervisor Pembimbing : dr. Lidwina S. Sengkey, Sp.KFR

Residen Pembimbing : dr. Deffy F. Siallagan

ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO 2016

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan Judul “ Rehabilitasi Medik Pada Pasien Hemiparesis Dextra Et Causa Stroke Iskemik” telah dibacakan, dikoreksi, dan disetujui pada tanggal

Maret 2016

Mengetahui, Residen Pembimbing

dr. Deffy F. Siallagan

Supervisor Pembimbing

dr. Lidwina S. Sengkey, Sp.KFR

BAB I PENDAHULUAN Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah adanya tandatanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1 Penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh ASNA (Asean Neurologic Association) di 28 Rumah Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di Rumah Sakit (hospital based study) dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor risiko, lama perawatan dan mortalitas serta morbiditasnya. Hasilnya menunjukkan bahwa penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan profil usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%. Meskipun dapat mengenai semua usia, insiden stroke meningkat dengan bertambahnya usia dan merupakan penyebab kecacatan yang utama diantara semua orang dewasa dan kecacatan yang memerlukan fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia tua.2 Pengobatan yang tepat pada stroke dapat meningkatkan kemungkinan bertahan hidup dan tingkat pemulihan yang dapat diharapkan. Peningkatan pengobatan dari semua jenis stroke telah menghasilkan penurunan drastis dalam tingkat kematian dalam beberapa dekade terakhir. Rehabilitasi diperlukan untuk memperbaiki fungsi akibat gangguan ini.3 Rehabilitasi adalah semua upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari semua keadaan yang menimbulkan disabilitas dan atau handicap serta memungkinkan penyandang disabilitas

dan atau

handicap untuk

berpartisipasi secara aktif dalam lingkungan keluarga atau masyarakat.4 Tujuan rehabilitasi stroke yaitu lebih ke arah meningkatkan kemampuan fungsional penderita dari pada ke arah memperbaiki defisit neurologisnya, atau mengusahakan agar penderita sejauh mungkin dapat memanfaatkan kemampuan sisanya untuk mengisi kehidupan secara fisik, emosional, dan sosial ekonomi dengan baik.5,6

1

Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus seorang penderita dengan hemiparesis dekstra et causa stroke non hemoragik yang dirawat di bagian Rehabilitasi Medik RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Menurut WHO stroke didefinisikan sebagai tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih ataupun menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1 B.

EPIDEMIOLOGI Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu dan kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.7,8 Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Sebanyak 75% penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.9

C. KLASIFIKASI STROKE 1. Berdasarkan Waktu a. TIA (Trancient Ischemic Attack) Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.10 b. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

3

Gangguan neurologi yang timbul dan akan menghilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu.10 c. Stroke in Evolution (Progressive Stroke) Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari.10 d. Completed Stroke Gangguan neurologi yang timbul bersifat menetap atau permanen.10 2. Berdasarkan Etiologi a. Stroke Hemoragik Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan kemudian melepaskan darah ke otak. Setelah pecahnya arteri, pembuluh darah tidak mampu membawa darah dan oksigen ke otak dan menyebabkan sel mati. Alasan lain yang dapat menyebabkan strok hemoragik adalah darah yang mengalir ke otak akibat pecahnya pembuluh darah tersebut membentuk gumpalan di dalam otak dan menyebabkan kerusakan jaringan otak. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan fungsi otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Stroke hemoragik terbagi menjadi intracerebral hemorrhage (ICH) dan subarachnoid hemorrhage (SAH).11 b. Stroke Non Hemoragik Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan

4

kematian neuron. Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.11 Klasifikasi Oxford Community Stroke Project (OCSP) juga dikenal sebagai Bamford, membaginya berdasarkan gejala awal dan episode stroke yaitu total anterior circulation infarct (TACI), partial anterior circulation infarct (PACI), lacunar infarct (LACI), dan posterior circulation infarct (POCI). D. FAKTOR RESIKO Faktor resiko adalah kelainan atau kondisi yang membuat seseorang rentan terhadap serangan stroke. Faktor resiko umumnya dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu: 11,12 1. Tidak dapat dimodifikasi: Umur, jenis kelamin, ras dan faktor genetik. 2. Dapat dimodifikasi: Diabetes melitus, penyakit jantung, inaktivitas fisik obesitas, peningkatan kolesterol dan hipertensi. E. PATOGENESIS 1. Stroke Non Hemoragik Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologi fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.3 2. Stroke Hemoragik Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intrakranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intrakranial 5

yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.3 F. MANIFESTASI KLINIK Pada stroke hemoragik umumnya terjadi pada saat melakukan aktivitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol, serta terdapat nyeri kepala dan terdapat muntah. Sedangkan pada stroke non hemoragik umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, tidak ada muntah dan tidak terdapat nyeri kepala, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak serta sering terdapat gangguan bicara. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.13 G. DIAGNOSIS Diagnosis klinik stroke dibuat berdasarkan batasan stroke, dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada otak. Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah perdarahan atau tumor otak.7 H. DIAGNOSIS TOPIS Diagnosis topis dapat ditentukan dari gejala yang timbul, antara lain dengan cara membedakan letak lesi apakah kortikal atau subkortikal (kapsula interna, ganglia basalis, thalamus), batang otak dan medula spinalis. 14 1. Gejala klinis pada topis di kortikal a. Afasia b. Wajah dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih lumpuh

6

c. Kejang d. Gangguan sensoris kortikal e. Deviasi mata ke daerah lesi 2. Gejala klinis pada topis subkortikal a. Wajah, lengan dan tungkai mengalami kelumpuhan yang sama berat b. Gangguan sensorik c. Sikap distonik 3. Gejala klinis pada topis di batang otak a. Hemiplegi alternans b. Nistagmus c. Gangguan pendengaran d. Tanda serebelar e. Gangguan sensorik wajah ipsilateral dan pada tubuh kontralateral 4. Gejala klinis pada topis di medulla spinalis a. Gangguan sensorik setinggi lesi b. Gangguan miksi dan defekasi c. Wajah tidak kelainan d. Brown Sequard syndrome I. PROGRAM REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA STROKE Perhatian utama rehabilitasi adalah evaluasi potensi perkembangan pasien dengan rehabilitasi yang intensif. Tujuan dari rehabilitasi harus realistis dan fleksibel sebab status neorologis dari pasien dan derajat kelainan biasanya berubah seiring waktu. Hal terbaik didapatkan jika pasien dan keluarga berpartisipasi dalam mencapai tujuan rehabilitasi.12 1. Fase awal Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Program ini dimulai sedini mungkin setelah keadaan umum memungkinkan

dimulainya

rehabilitasi.

Hal-hal

yang

dapat

dikerjakan

adalah proper bed positioning, latihan lingkup gerak sendi, stimulasi elektrikal dan begitu penderita sadar dimulai penanganan masalah emosional.14 2. Fase lanjutan Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase ini dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. Program pada fase ini meliputi: 15,16 a.Fisioterapi 7

1)

Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot

(kekuatan 2 ke bawah). 2)

Diberikan terapi panas superficial (infra red) untuk

melemaskan otot. 3)

Latihan lingkup gerak sendi bisa pasif, aktif dibantu atau

aktif tergantung dari kekuatan otot. 4)

Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.

5)

Latihan fasilitasi atau reedukasi otot.

6)

Latihan mobilisasi.

b. Okupasi Terapi Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena belum tentu baik. Dengan alat bantu yang disesuaikan, AKS dengan menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan. Kemandirian dapat dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan. c. Terapi Bicara Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara: 1)

Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan

napas, menelan, meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan. 2)

Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir

dan mengucapkan kata-kata. 3)

Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke

artikulasi mengucapkan kata-kata. 4)

Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.

d. Ortotik Prostetik Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan antara

8

lain: arm sling, walker, wheel chair, knee back slap, short leg brace, cock-up splint, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic (KAFO). e. Psikologi Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat, berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah lewat. Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat menerima rehabilitasi. f. Sosial Medik dan Vokasional Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita.17

9

BAB III LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama Pekerjaan Tanggal pemeriksaan

: Tn. M. L. : 57 tahun : Laki-laki : Malalayang I, Lorong Krida : Kristen Protestan : PNS : 22 Maret 2016

B. ANAMNESIS 1. Keluhan utama Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan 2. Riwayat penyakit sekarang Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan dialami penderita sejak 2 tahun lalu (tanggal 3 November 2013). Saat itu penderita merasakan adanya kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kanan secara tiba-tiba pada pagi hari ketika penderita bangun dari tidur. Awalnya penderita merasakan kram-kram di sekitar tangan dan kaki sebelah kanan, kemudian diikuti oleh kelemahan sisi tubuh sebelah kanan, kaki dan tangan tidak bisa digerakkan. Bicara pelo (+). Riwayat penurunan kesadaran, tersedak saat minum, nyeri kepala, muntah, kejang, demam, dan trauma tidak ada. Penderita lalu masuk rumah sakit selama 6 hari dengan diagnosis stroke di rumah sakit Prof. Kandou. Saat itu penderita dapat mengerti pembicaraan orang lain, namun sulit untuk memberikan jawaban dengan berbicara. Setelah pulang dari rumah sakit, kegiatan sehari-hari seperti makan, mandi dilakukan diatas tempat tidur dan dibantu oleh keluarga, penderita menggunakan kursi roda untuk berpindah tempat. Saat ini penderita rutin kontrol di Poliklinik Rehabilitasi Medik sejak tanggal 28 januari 2014 sampai sekarang. 3. Riwayat penyakit dahulu Hipertensi (+) sejak penderita berusia 25 tahun (33 tahun yang lalu), minum obat amlodipine 5 mg secara tidak teratur. Tetapi setelah mengalami stroke, penderita minum obat secara teratur dengan mengkonsumsi obat amlodipine 10 mg. Hiperkolesterolemia (+) sejak 2 tahun yang lalu dengan

10

mengkonsumsi obat simvastatin 20 mg secara teratur. Riwayat penyakit jantung, DM, ginjal, asam urat disangkal, riwayat stroke sebelumnya tidak ada. 4. Riwayat penyakit keluarga Penderita memiliki 14 saudara kandung, 5 saudara perempuan, 9 saudara laki-laki. Salah satu diantara 9 saudara laki-laki menderita stroke pada umur 50 tahun dan telah meninggal dunia. 5. Riwayat kebiasaan Penderita lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, penderita biasa mengkonsumsi makanan yang berlemak dan jarang berolahraga. Riwayat merokok (+), minum alkohol tidak ada. 6. Riwayat sosial ekonomi Penderita adalah seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di dinas Pemkab Manado. Tinggal di rumah permanen satu lantai bersama dengan seorang istri dan 2 anak laki-laki. Istri penderita adalah seorang ibu rumah tangga. Terdapat 2 buah kamar mandi, salah satunya berada dalam kamar penderita yang berjarak 3 meter dari tempat tidur penderita. Toilet yang digunakan adalah toilet duduk. Sumber penerangan PLN, sumber air minum PAM. Biaya hidup seharihari cukup dan biaya pengobatan di tanggung oleh BPJS. 7. Riwayat psikologis a. Penderita dan keluarga merasa cemas akan penyakit yang dialami. b. Penderita bersifat kooperatif saat anamnesis dan pemeriksaan serta berkeinginan untuk cepat pulih kembali. C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis Keadaan umum

: Mampu melakukan aktivitas normal dengan usaha, dimana gejala dan tanda penyakit masih ada (Karnofsky Performance Status Scale = 80).

Kesadaran

: Compos Mentis, Glasgow Coma Scale (GCS) E4M6V5

Tanda vital

: Tekanan darah

= 130/80 mmHg

Nadi

= 84 x/menit

Respirasi

= 20 x/menit

11

Suhu

= 36,4°

Tinggi Badan

: 160 cm

Berat Badan

: 63 kg

IMT

: BB (kg )/TB (m ) 2 = 63/2,56 = 24,60 (overweight)

Kepala

: Normosefali

Mata

: Pupil bulat isokor Ǿ 3 mm/3mm, RC +/+, RCTL +/+ konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Hidung

: Sekret (-), konka oedem (-), septum deviasi (-)

Telinga

: Sekret (-), MAE lapang, membran timpani intake

Mulut

: Sianosis (-), mulut mencong saat tersenyum (-)

Leher

: Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)

Paru

: Gerakan dada simetris kiri = kanan, strem fremitus kiri = kanan, sonor di kedua lapangan paru, suara nafas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung

: Ictus cordis tidak tampak dan tidak teraba, BJ I-II normal, bising (-)

Abdomen

: Datar, lemas BU (+) Normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-)

2. Status Neurologis a.

Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-),

Lasegue (-), Kernig (-). b.

Berbahasa

: Normal

Pemeriksaan Status Mini Mental State (MMSE) Aspek

Pemeriksaan

Kognitif

Sekarang ini (tahun, musim, bulan, tanggal, hari) apa ? Kita dimana ? (negara, propinsi, kota, rumah)

12

Normal = Nilai 5 5

5 5

Registrasi

Perhatian dan kalkulasi

Mengenal kembali Bahasa

Sebutkan 3 objek. Tiap 1 objek 1 detik, pasien disuruh mengulang nama objek tadi. Nilai satu untuk tiap nama objek yang benar.

3

3

Pengurangan 100 dengan 7 terus menerus. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar, hentikan setelah 5 jawaban. Atau eja terbalik kata “WAHYU”. Nilai diberikan pada huruf yang benar sebelum kesalahan, mis. “UYAHW” (nilai 2), bila dieja secara terbalik benar semua “UYHAW” nlai (5)

5

5

Pasien disuruh menyebut lagi 3 objek diatas

3

2

pasien disuruh menyebut pensil, arloji Pasien disuruh untuk mengulang; tanpa bila dan atau tetapi Pasien mengikuti perintah “ambil kertas itu dengan tangan kanan Anda, lipatlah menjadi dua, letakkan di lantai” Pasien disuruh membaca dan mengikuti perintah “PEJAMKAN MATA ANDA” Pasien disuruh menulis secara spontan dibawah ini Pasien disuruh menggambar bentuk dibawah ini

2

2

1

1

3

3

1

1

1

1

1

1

30

29

Total Penilaian : 24  dianggap tidak terdapat gangguan kognitif c. Nervus I

II

Nervus Kranialis Teknik Pemeriksaan

Hasil

Mengidentifikasikan bahan yang di hidu (kopi,

Normal

tembakau,teh) Pemeriksaan penglihatan sentral (Visual acuity), penglihatan perifer (visual field), refleks pupil, pemeriksaan fundus okuli serta tes buta warna

13

Normal

III IV

VIII

Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil Pergerakan bola mata ke bawah dalam, gerak mata ke lateral bawah, strabismus konvergen, diplopia Cabang ophtalmicus : Memeriksa refleks berkedip klien dengan menyentuhkan kapas halus saat klien melihat ke atas Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi Pergerakan bola mata ke lateral Pemeriksaan fungsi motorik : mengerutkan dahi, mimik, mengangkat alis, menutup mata, moncongkan bibir / nyengir, memperlihatkan gigi, bersiul (mulut mencong kiri) pemeriksaan pendengaran dan pemeriksaan fungsi

IX X XI

vestibuler Inspeksi palatum untuk melihat pergeseran uvula tes refleks muntah Pasien angkat bahu, pemeriksa tekan bahu ke bawah

V

VI VII

dan raba massa otot trapezius Putar XII

kepala

pasien

melawan

tahanan

tangan

pemeriksa, raba massa otot sternokleido mastoideus. Inspeksi lidah untuk melihat atrofi atau fasikulasi atau deviasi

Kesan : Paresis N.VII UMN

14

Normal Normal

Normal

Normal Parese

Normal Normal Normal

Normal

Normal

d.

Status motorik

: Kesan hemiparesis

e.

Status sensorik

: normoestesia

dextra Status Motorik dan Sensorik : Ekstremitas Superior

Status Gerakan Kekuatan otot Tonus otot

Ekstremitas Inferior

Dekstra

Sinistra

Dekstra

Sinistra

Menurun 4+/4+/4+/4+ Hipertonus

Normal 5/5/5/5

Menurun 4+/4+/4+/4+ Hipertonus

Normal 5/5/5/5

(derajat I) +++ (-) Normal

Refleks fisiologis Refleks patologis Sensibilitas:

Normotonus ++ (-) Normal

(derajat I) +++ (-) Normal

Normotonus ++ (-) Normal

Penilaian tonus otot : Modified Ashworth Scale Derajat

Penjelasan

0

Tidak ada kenaikan dalam tonus otot (normal) Kenaikan ringan dalam tonus otot. Muncul ketika dipegang dan

1

1+

2

3 4

dilepas atau dengan tahanan minimal pada akhir ROM ketika bagian yang terkena digerakkan dalam gerakan fleksi atau ekstensi (sangat ringan) Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika dipegang diikuti dengan tahanan minimal pada sisa ( 50 yards Berjalan dengan bantuan satu orang (verbal/fisik), > 50 yards Dapat menggunakan kursi roda sendiri, Immobile atau > 50 yards

15

15

Total

100

0

10 5 0

Nilai Interpretasi: 0-20

: Ketergantungan total

80-90 : Ketergantungan ringan

25-45

: Ketergantungan berat

100

50-75

: Ketergantungan sedang

: Mandiri

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium (4 November 2013) a. Hematologi 

Leukosit

: 7600 /mm3



Eritrosit

: 5,70 x 106/mm3



Hemoglobin

: 14,6 g/dL



Hematokrit

: 44,6%



Trombosit

: 268 x 103/mm3

b. Kimia Klinik 

GDP

: 72 mg/dL



Protein total

: 6,8 g/dL



Creatinin darah

: 1,1 mg/dL



Ureum darah

: 42 mg/dL

17

85



Uric acid darah

: 6,7 mg/dL



Albumin

: 4,1 g/dL



Globulin

: 2,7 g/dL



SGOT

: 15 U/L



SGPT

: 21 U/L



Total cholesterol : 222 mg/dL



HDL cholesterol : 48 mg/dL



LDL cholesterol : 154 mg/dL



Trigliserida

: 98 mg/dL



Natrium darah

: 153 meq/L



Kalium darah

: 3,85 meq/L



Clorida darah

: 115,5 meq/L

18

2. Pemeriksaan Radiologis (CT-Scan)

Kesan : normobrain.

E. RESUME Kelemahan sisi tubuh sebelah kanan dialami sejak 2 tahun lalu (tanggal 3 November 2013). Saat itu terdapat kelemahan pada tangan dan kaki sebelah kanan secara tiba-tiba pada pagi hari ketika penderita ingin bangun dari tidur. Awalnya merasakan kram-kram di sekitar tangan dan kaki sebelah kanan, kemudian diikuti oleh kelemahan sisi tubuh sebelah kanan, kaki dan tangan tidak bisa digerakkan. Bicara pelo (+). Riwayat penurunan kesadaran, tersedak saat minum, nyeri kepala, muntah, kejang, demam, dan trauma tidak ada. Riwayat hipertensi dan hiperkolesterolemia (+), minum obat secara teratur. Tanda-tanda vital TD: 130/80 mmHg, Nadi 84 x/m, Respirasi 20 x/m, suhu 36,4ºC. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan nervus kranialis kesan paresis N.VII UMN. Pada

19

pemeriksaan motorik, kesan hemiparesis dextra dengan kekuatan otot ekstremitas superior dextra 4+/4+/4+/4+ dan ekstremitas inferior dextra 4+/4+/4+/4+, tonus otot dan refleks fisiologis meningkat pada ekstremitas dextra, refleks babinski (-) pada ekstremitas dextra, indeks barthel: 85 (disabilitas ringan). Pada pemeriksaan penunjang menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium kimia darah (4 November 2013), yaitu kolesterol total 222 mg/dL dan kolesterol LDL 154 mg/dL, sedangkan gambaran radiologis CT- kepala (2 November 2013) dengan kesan normobrain. F. GADJAH MADA SKOR Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks babinski (+)  Stroke Iskemik. G. SIRIRAJ SKOR Skor Stroke Siriraj Rumus: (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12 Keterangan: Derajat kesadaran 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes; angina; penyakit pembuluh darah) Hasil: Skor > 1 Stroke Hemoragik Skor < -1 Stroke Iskemik Skor pasien: (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 90) - (3 x 1) – 12 = -6  Stroke Iskemik H. DIAGNOSIS Diagnosis klinis

: Hemiparesis Dextra

Diagnosis topis

: Lesi kortikal

Diagnosis etiologi : Stroke Iskemik I. PROBLEM REHABILITASI MEDIK

20

1. Kelemahan anggota gerak kanan (kekuatan otot ekstremitas superior dextra 4+/4+/4+/4+ dan inferior dextra( 4+/4+/4+/4+). 2. Gangguan AKS (aktivitas kehidupan sehari-hari) dalam hal berpakaian, berjalan, dan naik turun tangga. 3. Penderita kurang percaya diri dan merasa cemas dengan penyakitnya. J. PROGRAM REHABILITASI MEDIK 1. Fisioterapi a. Evaluasi:  Kelemahan anggota gerak kanan (kekuatan otot ektremitas superior 4+/4+/4+/4+ dan inferior 4+/4+/4+/4+).  Gangguan AKS dalam hal berpakaian, berjalan, dan naik turun tangga. b. Program:  Breathing exercise  Infra Red (IR) ekstremitas superior dan inferior dextra. 

Stretching ekstremitas superior dan inferior dextra



Latihan lingkup gerak sendi aktif ekstreimitas superior dan inferior



dextra. Latihan kekuatan otot aktif dengan tahanan atau gerak pada ekstremitas superior dan inferior dextra.

2. Okupasi Terapi a. Evaluasi:  Kelemahan anggota gerak kanan dengan kekuatan otot ektremitas superior 4+/4+/4+/4+ dan inferior 4+/4+/4+/4+.  Gangguan AKS dalam hal berpakaian, berjalan, dan naik turun tangga. b. Program:  Latihan peningkatan AKS dengan keterampilan.  Latihan motorik kasar, seperti duduk, berdiri dan berjalan. 

Pasien dilatih untuk menggerakkan semua sendi dalam batas normal.



Pasien dilatih untuk dapat meningkatkan kekuatan otot serta meningkatkan durasi ketahanan otot.



Pasien dilatih untuk dapat melakukan dan mempertahankan fungsi tangan dalam hal pola memegang.



Latihan

peningkatan

AKS

dengan

aktivitas

ketrampilan

memberikan edukasi untuk aktivitas penderita sehari-hari. 3. Psikologi

21

dan

a. Evaluasi:  Kecemasan penderita dan keluarga terhadap penyakit yang dialami penderita. b. Program:  Memberi dukungan mental pada penderita dan keluarga agar penderita 

tidak cemas dengan sakitnya. Memberi dukungan agar penderita selalu rajin dan tekun dalam menjalankan terapi.

4. Sosial Medik a. Evaluasi :  Rumah permanen 1 lantai terdiri dari 5 buah kamar dan kamar penderita berada di bagian paling depan.  Menggunakan WC duduk yang berada dalam kamar penderita.  Sumber penerangan menggunakan listrik (PLN).  Sumber air minum dari mata air setempat dengan menggunakan PAM.  Penderita seorang pensiunan PNS.  Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS. b. Program:  Home visite untuk menilai tempat tinggal penderita dan 

menyesuaikannya dengan keadaan penderita saat ini. Memberikan edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan secara teratur.

K. PROGNOSIS Quo ad vitam

: dubia ad bonam

Quo ad functionam

: dubia ad bonam

Quo ad sanationam

: dubia ad bonam

L. EDUKASI 1. Saat melakukan aktifitas disarankan menggunakan sisi yang sehat dengan mengikut sertakan sisi yang sakit, seperti saat sedang memakai pakaian. 2. Sedapat mungkin untuk melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari secara mandiri. 3. Rajin berlatih dan kontrol secara teratur. 4. Tetap optimis dan menghindari stress.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Steven. Hubungan derajat spastisitas maksimal berdasarkan modified ashworth scale dengan gangguan fungsi berjalan pada penderita stroke iskemik [thesis]. Semarang: Ilmu Penyakit Saraf Universitas Diponegoro; 2008. p. 1. 2.

Hutagalung HS. Efek Aspirin, cilostazol serta clopidogrel terhadap outcome fungsional pada pasien stroke iskemik [thesis]. Medan: Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Sumatera Utara; 2011. p. 1-2. 3. Van GJ. Main groups of cerebral and spinal vascular disease: overview. In: Ginsberg MD, Bogousslavsky J, eds. Cerebrovascular disease: pathophysiology, diagnosis, and management. 1 ed. Malden: Blackwell Science; 1998:1369-72. 4. Soendoro T. On behalf of RISKESDAS team. Report on result of National Basic Health Research. Jakarta: The National Institute of Health Research and Develompment Ministry of Health Republic of Indonesia; 2008. 5. Mardjonjo M, Sidharta P. Neuro klinis dasar. Edisi VI. Jakarta: Dian Rakyat, 1995; 269-302. 6. Prawirosumarto K. Rehabilitasi fisik pada pasien stroke; Rehabilitasi Medik, Hasil Simposium 1987. Departemen Rehabilitasi Medik. Jakarta. 1987: 121-5. 7.

Wirawan RP. Rehabilitasi stroke dalam pelayanan kesehatan primer. SMF Rehabilitasi Medis RS Fatmawati. Jakarta; 2009.p.61-2. 8. Sutrisno A. Stroke? you must know before you get it!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13. 9. Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006. 10. Misbach J, Wendra A. Stroke in indonesia. A first large prospective hospital based study of acute stroke in 28 hospitals in indonesia. Jakarta. 1996. 11. Walelang Th. Faktor resiko dan pencegahan stroke. Poceeding symposium stroke update. Manado. Perdosi; 2001.

23

12. Sengkey L, Angliadi LS, Mogi TI. Ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi medik. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik; 2006.p.55-9. 13. Kotambunan RC. Diagnosis stroke. Bagian Neurologi FK UNSRAT/SMF RSUP Manado. Manado, 1995; 1-12. 14. Angliadi LS. Rehabilitasi medik pada stroke. Proceeding symposium stroke update. Manado. Perdosi; 2001. 15. Sinaki M, Dorsher PT. Rehabilitation after stroke. In: basic clinical rehabilitation medicine. Philadelphia. Mosby, 1993; p. 87-8. 16. Kolb, Bryan, Whishaw, Ian Q. Fundamentals of Human Neuropsychology, Fourth Edition. New York: W. H. Freeman and Company, 1996. 17. Harvey RL, et all. Stroke syndromes. In: Braddom LR. Physical Medicine and Rehabilitation. Second Volume. New York: Elsevier Saunders. 2011; p. 11801.

24

LAMPIRAN Lampiran 1 : Foto penderita sedang menjalani latihan di ruangan terapi okupasi.

25

Lampiran 2 : Foto penderita setelah menjalani fisioterapi infra red di ruangan fisioterapi II.

Lampiran 3 : Foto home visite ke rumah penderita.

26

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF