Laporan Kasus PPOK
April 16, 2017 | Author: Rivhan Fauzan | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus PPOK...
Description
Laporan Kasus
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
PEMBIMBING : dr. Burham, SpPD
PENYAJI:
Shanadz Alvikha
100100123
Gita Annisa Raditra
100100135
M. Rivandio A. Simatupang
100100150
Siti Zubaidah Harahap
100100168
Rivhan Fauzan
100100236
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “Penyakit Paru Obstruktif Kronik”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing, dr. Burham, SpPD, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 9 Agustus 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1.Latar Belakang ...............................................................................
1
1.2.Rumusan Masalah ..........................................................................
2
1.3.Tujuan Penilitian ............................................................................
2
1.4.Manfaat Penilitian ..........................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
3
2.1.Penyakit Paru Obstruktif Kronik ...................................................
3
2.1.1. Definisi ..............................................................................
3
2.1.2. Epidemiologi .....................................................................
3
2.1.3. Etiologi ..............................................................................
4
2.1.4. Patogenesis ........................................................................
6
2.1.5. Patofisiologi.......................................................................
8
2.1.6. Manifestasi Klinis..............................................................
9
2.1.7. Diagnosis ...........................................................................
10
2.1.8. Derajat PPOK ....................................................................
15
2.1.9. Penatalaksanaan.................................................................
17
2.1.10. Komplikasi ........................................................................
25
BAB 3 LAPORAN KASUS ...........................................................................
27
BAB 4 KESIMPULAN ..................................................................................
36
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
37
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah suatu penyakit paru kronik yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun.1 Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.2 Diperkirakan 65 juta penduduk dunia menderita PPOK sedang sampai berat. Pada tahun 2005 lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, menyumbang 5% dari seluruh penyebab kematian. Data mengenai morbiditas dan mortalitas PPOK tersebut didapatkan sebagian besar dari negara dengan penghasilan tinggi. Pada tahun 2002, PPOK merupakan penyebab kematian ke-5, diperkirakan akan meningkat menjadi ke-3 pada tahun 2030 dengan total peningkatan kematian 30% dalam 10 tahun.3 PPOK akan berdampak negatif dengan kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas penderitanya. Padahal mereka masih dalam kelom-pok usia produktif namun tidak dapat bekerja maksimal karena sesak napas yang kronik. Komorbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, trombo embolik disorder, keberadaan asma, hiper-tensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan axiety.4
2
Penatalaksanaan
PPOK
secara
umum
bertujuan
untuk
mencegah
progresivitas dari penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, meningkatkan status kesehatan, mencegah dan menangani komplikasi, mencegah dan menangani eksaserbasi, dan menurunkan angka kematian.1,2
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana temuan klinis, klasifikasi, serta penatalaksanaan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) di Rumah Sakit Putri Hijau Medan?
1.3
Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah: 1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). 2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). 3. Untuk
mengetahui
gambaran
klinis,
perjalanan
penyakit,
penatalaksanaan, dan tindakan rehabilitasi pada pasien yang menderita penyakit penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
1.4
Manfaat Penulisan Beberapa manfaat yang didapatdari penulisan laporan kasus ini adalah: 1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang ilmu penyakit dalam khususnya mengenai penyakit penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). 2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai penyakit penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
3
BAB 2 TINJUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik 2.1.1. Definisi Penyakit paru obstuktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK ditandai dengan adanya emfisema dan bronkitis kronis.2 Sedangkan menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD, 2013), PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan limitasi aliran udara yang persisten dan progresif, akibat respons inflamasi kronik pada jalan napas dan parenkim paru yang disebabkan gas atau partikel beracun. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi pada beratnya penyakit ini.1
2.1.2. Epidemiologi Penyakit paru obstruktif kronik merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan global saat ini. Data prevalensi, morbiditas, dan mortalitas berbeda di tiap negara dan terus mengalami peningkatan. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya usia harapan hidup rata-rata masyarakat dan semakin tingginya pajanan terhadap faktor risiko.5 Jumlah penderita PPOK pada tahun 2006 untuk wilayah Asia diperkirakan sekitar 56,6 juta dengan prevalensi 6,3%. Di Cina angka kasus mencapai 38,16 juta jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat seiring semakin banyaknya jumlah perokok, karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok.5
4
2.1.3. Etiologi Banyak hal yang dapat menjadi penyebab penyakit paru obstruktif kronis, diantaranya yaitu: 1.
Merokok Penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan merokok merupakan penyebab
terbanyak terjadinya PPOK. Kejadian PPOK karena merokok mencapai 90% kasus. Merokok sigaret mempengaruhi makrofag untuk melepaskan faktor kemotaktik dan elastase, yang akan menyebabkan kerusakan jaringan. Secara signifikan, PPOK berkembang pada 15% perokok sigaret, walaupun jumlah ini pasti bukan nilai sebenarnya. Usia memulai merokok, jumlah bungkus pertahun, dan status merokok saat ini memprediksi mortalitas. 6 Orang yang merokok mengalami penurunan FEV1: secara fisiologis normal, penurunan FEV1diperkirakan sekitar 20-30 ml/tahun, tetapi pada pasien PPOK biasanya menurun 60 ml/tahun atau lebih besar. Sebuah studi menyimpulkan bahwa gangguan fungsi paru dan perubahan struktural paru sudah muncul pada perokok sebelum tanda klinis obstruksi muncul.6
2.
Faktor Lingkungan PPOK juga dapat terjadi pada individu yang tidak pernah merokok.
Walaupun peran polusi udara sebagai etiologi PPOK tidak jelas, efeknya lebih kecil bila dibandingkan dengan merokok. Pada negara berkembang, penggunaan bahan bakar biomass serta memasak dan memanaskan dalam ruangan kemungkinan juga menjadi penyumbang terbesar dalam prevalensi PPOK.6
3.
Hiperesponsif jalan napas Pasien PPOK juga memiliki kecenderungan adanya hiperesponsif jalan
napas, seperti pada asma. Tetapi PPOK dan asma benar-benar berbeda. Asma dilihat sebagai fenomena alergi, sedangkan PPOK merupakan hasil dari kerusakan dan radang karena rokok. Studi longitudinal yang membandingkan
5
kepekaan saluran napas pada awal studi yang kemudian mengalami penurunan fungsi paru telah menunjukkan bahwa peningkatan kepekaan saluran napas secara jelas merupakan prediktor penurunan fungsi paru di waktu mendatang. 7 Tetapi studi ini masih belum jelas.
4.
Defisiensi Alfa-1 antitripsin (AAT) Alfa-1-antitripsin merupakan salah satu fraksi protein serum yang dapat
dipisahkan melalui elektroforesis dan dapat menetralisir elastase netrofil di interstisium paru sehingga melindungi paru dari penghancuran elastolisis.
6
Pada keadaan defisiensi, maka mekanisme perlindungan terhadap elastolisis ini berkurang, sehingga bisa menyebabkan emfisema.Penelitian Erikson tahun 1963 menyatakan bahwa defisiensi AAT diwariskan secara autosomalkodominan dan keadaan ini menyebabkan emfisema. Defisensi AAT disebabkan karena mutasi pada gen AAT.6
5.
Sindroma Imunodefisiensi Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan faktor resiko
untuk PPOK, bahkan setelah mengontrol variabel pengganggu seperti merokok, obat IV, ras dan usia. Pada pasien defisiensi autoimun dan infeksi Pneumocystis carinii terjadi kerusakan paru yang kortikal dan apikal. 6
6.
Gangguan Jaringan Ikat Cutis laxa adalah gangguan elastin yang digambarkan terutama dengan
penuaan prematur. Penyakit ini biasanya kongenital dengan bermacam bentuk penurunan (mis. dominan, resesif). Emfisema prekoks dihubungkan dengan cutis laxa sejak dari periode neonatus atau bayi. Patogenesis penyakit ini karena defek sintesis elastin atau tropoelastin. Sindrom Marfan yaitu penyakit autosomal dominan kolagen tipe I, ditemukan sekitar 10% pasiennya mengalami abnormalitas paru, termasuk emfisema. 6
6
2.1.4. Patogenesis PPOK dapat terjadi karena berbagai mekanisme patogenesis. Patogenesis terjadinya PPOK diantaranya adalah: 1.
Hipotesis Proteinase-antiproteinase Hipotesis proteinase-antiproteinase didasarkan pada asumsi bahwa
kerusakan jaringan dan emfisema terjadi karena ketidakseimbangan proteinase dan inhibitornya. Telah dinyatakan bahwa ada peningkatan kuantitas enzim pendegradasi elastik dibandingkan inhibitornya pada emfisema. Konsep ini diusulkan untuk emfisema yang digambarkan dengan defisienasi AAT.8 Pasien dengan defisiensi AAT mengalami mutasi pada gen AAT. Mutasi Z adalah mutasi paling umum dan mutasi ini menggangu sekresi protein dari hepatosit. Hasilnya ditandai dengan penuruan level penghambat serin protease di sirkulasi. Dilaporkan bahwa PiZ-α1 AT cenderung mengalami polimerisasi yang dapat menghambat sekresi hepatik, menggangu inhibisi elastase netrofil dan menyebabkan inflamasi.
9
Matrix metalloproteinases (MMP) memiliki
kemampuan untuk membelah protein struktural seperti kolagen dan elastin, sehingga berperan dalam patogenesis PPOK. Peningkatan banyak Matrix Metalloprotein dilaporkan pada emfisema karena rokok dan 3 MMP (MMP-2, 9, dan 12) mendegradasi elastin Protease lain yang berperan penting dalam patogenesis PPOK adalah cathapsins S, L (dalam makrofag), dan G, serta proteinase-3 (dalamnetrofil) 9
2.
Mekanisme Imunologis PPOK berhubungan dengan respon inflamasi paru yang abnormal
terhadap partikel atau gas berbahaya, terutama rokok. 1.Pasien dengan PPOK dilaporkan mengalami peningkatan netrofil di sputum, jaringan paru dan bronchoalveolar lavage (BAL) dan neutrofil berperan penting dalam patogensis PPOK. Level serum immunoglobulin free light chains (IgLC) meningkat pada PPOK karena rokok. IgLC mengikat netrofil dan cross-linking
7
IgLC pada netrofil menghasilkan peningkatan produksi IL8yang merupakan atraktan selektif untuk netrofil. Sel B juga meningkat pada pasien PPOK dan sel ini memproduksi IgCL, selain memproduksi IgG dan IgA. Level serum IgE juga meningkat dan berhubungan dengan merokok. 9
3.
Keseimbangan Oksidan-antioksidan Stress oksidatif dapat menggangu vasodilatasi dan pertumbuhan sel
endotel.9 Ketika oksidan melebihi antioksidan paru; modifikasi protein, lemak, karbohidrat, dan DNA terjadi dan menghasilkan kerusakan jaringan. Oksidan tersebut dapat memodifikasi elastin, sehingga lebih rentan terhadap pembelahan proteolitik. Merokok dapat menginaktivasi histone deacetylase (HDAC2) dan menyebabkan transkripsi kemokin/sitokin netrofil (TNF-α dan IL-8) dan MMP sehingga terjadi degradasi matriks yang mendukung terbentuknya emfisema. 9
4.
Inflamasi Sistemik PPOK juga memiliki manifestasi ekstrapulmomal. Dinyatakan bahwa
inflamasi pulmonal persisten dapat menyebabkan pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi ke sirkulasi. Mediator ini dapat menstimulasi liver, jaringan adiposa dan sumsum tulang untuk melepaskan sejumlah leukosit, CRP, interleukin (IL)-6, IL-8, fibrinogen dan TNF-α ke sirkulasi dan menyebabkan inflamasi sistemik .10 Inflamasi sistemik dapat memulai atau memperburuk
penyakit
komorbid,
seperti
penyakit
jantung
iskemik,
osteoporosis, anemia normositik, kanker paru, depresi, dan lain-lain. 9
5.
Apoptosis Studi terbaru menyatakan bahwa apoptosis terlibat dalam perkembangan
PPOK dan telah ditunjukkan adanya peningkatan apoptosis epitel alveolar dan sel endotel di paru pasien PPOK.Karena tidak diimbangi dengan peningkatan proliferasi protein struktural, maka hal ini akan berakhir dengan kerusakan jaringan paru dan emfisema.9
8
6.
Perbaikan yang Tidak Efektif Ada perbaikan yang tidak efektif pada emfisema dan keterbatasan
kemampuan paru dewasa untuk memperbaiki alveolus yang rusak. 9
2.1.5. Patofisiologi Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh PPOK merupakan konsekuensi dari mekanisme patofisiologi PPOK, diantaranya adalah: 1.
Pembatasan Aliran udara dan Udara yang Terjebak Inflamasi luas, fibrosis dan eksudat lumen pada saluran pernapasan kecil
berhubungan dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC, dan mungkin dengan percepatan penurunan FEV1 (karakteristik PPOK), obstruksi saluran napas ini akan menjebak udara saat ekspirasi dan menyebabkan hiperinflasi. Emfisema juga berperan dalam menjebak udara selama ekspirasi. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi demikian juga kapasitas residual fungsional meningkat, khususnya selama aktivitas, menghasilkan peningkatan dispnea dan keterbatasan kapasitas saat aktivitas. Hiperinflasi berkembang pada tahap awal penyakit dan menjadi mekanisme utama dispnea saat aktivitas. 1
2.
Abnormalitas Pertukaran Gas Abnormalitas pertukaran gas menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia.
Distribusi abnormal rasio ventilasi-perfusi adalah mekanisme pertukaran gas abnormal pada PPOK.
11
Umumnya transfer oksigen dan karbon dioksida
memburuk selama perjalanan penyakit. Hal ini menyebabkan retensi karbon dioksida saat dikombinasikan dengan penurunan ventilasi selama kerja pernapasan tinggi karena obstruksi berat dan hiperinflasi bersamaan dengan gangguan dari otot ventilasi. 1
3.
Hipersekresi Mukus
9
Hipersekresi mukus adalah abnormalitas fisiologis pertama pada PPOK. awalnya adalah stimulasi sekresi dari kelenjar mukus yang membesar. Lamakelaman hipersekresi mukus terjadi karena metaplasia epitel skuamosa. Hipersekresi mukus ini menghasilkan batuk produktif yang kronis. Pasien dengan hipersekresi mukus adalah bila terjadi peningkatan jumlah sel goblet dan pembesaran kelenjar submukosa. 11
4.
Hipertensi Pulmonal Terjadi pada kasus PPOK yang sudah lama, biasanya setelah terjadi
abnormalitas pertukaran gas. Faktor yang berkontribusi menyebabkan hipertensi pulmonal pada PPOK termasuk vasokonstriksi, disfungsi endotel, dan remodelling arteri pulmonal. Kombinasi ini mungkin suatu saat menyebabkan pembesaran ventrikel jantung kanan.
11
Ada respon inflamasi
pada pembuluh darah yang sama dengan yang terjadi pada saluran napas. Emfisema dan hilangnya capillary bed juga berkontribusi terjadinya peningkatan tekanan di sirkulasi pulmonal. 1
5.
Gambaran Sistemik Keterbatasan aliran udara dan khususnya hiperinflasi mempengaruhi
fungsi jantung dan pertukaran gas (Barr et al., 2010). Mediator inflamasi ke sirkulasi mungkin berkontribusi pada penurunan massa otot skeletal dan kaheksia, dan mungkin memulai atau memperburuk penyakit komorbid seperti penyakit jantung iskemik, gagal jantung, osteoporosis, anemia normositik, diabetes, sindroma metabolik, dan depresi (GOLD, 2013). Efek sistemik ini berkontribusi
pada
pembatasan
kapasitas
aktivitas
pada
pasien
dan
memperburuk prognosis, tidak bergantung pada fungsi paru mereka (Postma, dan Boezen, 2006).
2.1.6. Manifestasi Klinis Gejala dari PPOK adalah seperti susah bernafas, batuk kronis dan terbentuknya sputum kronis, episode yang buruk atau eksaserbasi sering muncul.
10
Salah satu gejala yang paling umum dari PPOK adalah sesak napas (dyspnea). Orang dengan PPOK umumnya menggambarkan ini sebagai:. "Saya merasa kehabisan napas," atau "Saya tidak bisa mendapatkan cukup udara ".12 Orang dengan PPOK biasanya pertama sadar mengalami dyspnea pada saat melakukan olahraga berat ketika tuntutan pada paru-paru yang terbesar. Selama bertahun-tahun, dyspnea cenderung untuk bertambah parah secara bertahap sehingga dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan rumah tangga. Pada tahap lanjutan dari PPOK, dyspnea dapat menjadi begitu buruk yang terjadi selama istirahat dan selalu muncul.12 Orang dengan PPOK kadang-kadang mengalami gagal pernafasan. Ketika ini terjadi, sianosis, perubahan warna kebiruan pada bibir yang disebabkan oleh kekurangan oksigen dalam darah, bisa terjadi. Kelebihan karbon dioksida dalam darah dapat menyebabkan sakit kepala, mengantuk atau kedutan (asterixis). Salah satu komplikasi dari PPOK parah adalah cor pulmonale, kejang pada jantung karena pekerjaan tambahan yang diperlukan oleh jantung untuk memompa darah melalui paru-paru yang terkena dampak.4 Gejala cor pulmonale adalah edema perifer, dilihat sebagai pembengkakan pada pergelangan kaki, dan dyspnea.12
2.1.7. Diagnosis Dalam mendiagnosis PPOK sama seperti mendiagnosis penyakit lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis klinis PPOK harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami dispnea, batuk kronis atau produksi sputum berlebihan, dan riwayat terpajan faktor resiko penyakit. Nilai spirometri dibutuhkan untuk membuat diagnosis dalam konteks klinis. Adanya nilai FEV1/FVC postbronkodilator 20% dan minimal 250 mg.2
Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan: 2 Lini I: amoksisilin Makrolid Lini II: amoksisilin dan asam kluvanat Sefalosporin, kuinolon, makrolid baru
Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup, digunakan Nasetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. 2
Mukolitik Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. 2
b. Terapi non-farmakologis
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. Manfaat oksigen: 2 -
Mengurangi sesak
-
Memperbaiki aktiviti
-
Mengurangi hipertensi pulmonal
-
Mengurangi vasokonstriksi
-
Mengurangi hematokrit
20
-
Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
-
Meningkatkan kualitas hidup
Indikasi:2 Pao2 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90% Pao2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan Pulmonal, Ht > 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dapat digunakan dengan cara: 2 -
Ventilasi mekanik dengan intubasi Digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah.
-
Ventilasi mekanik tanpa intubasi Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Noninvasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pressure Ventilation (NPV).
Nutrisi Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadinya hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.2 Malnutrisi dapat dievaluasi dengan: 2
-
Penurunan berat badan
-
Kadar albumin darah
-
Antropometri
-
Pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi)
-
Hasil metabolisme (hiperkapni dan hipoksia)
21
Rehabilitasi Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup pendita PPOK. Program rehabilitasi terdiri dari 3 komponen yaitu: 2
-
Latihan fisik
-
Latihan pernapasan dan latihan endurance
-
Rehabilitasi psikososial
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut2 Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. Gejala eksaserbasi : - Sesak bertambah - Produksi sputum meningkat - Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga : a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Penyebab eksaserbasi akut Primer : - Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus) Sekunder :
22
- Pnemonia - Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia - Emboli paru - Pneumotoraks spontan - Penggunaan oksigen yang tidak tepat - Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat - Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit) - Nutrisi buruk - Lingkunagn memburuk/polusi udara - Aspirasi berulang - Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang telah diedukasi dengan cara : - Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser - Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur - Menambahkan mukolitik - Menambahkan ekspektoran Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di : 1. Poliklinik rawat jalan 2. Unit gawat darurat 3. Ruang rawat 4. Ruang ICU Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya gagal napas. Bila telah menjadi
23
gagal napas segera atasi untuk mencegah kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan meliputi : 1. Diagnosis beratnya eksaerbasi - Derajat sesak, frekuensi napas, pernapasan paradoksal - Kesadaran - Tanda vital - Analisis gas darah - Pneomonia
2. Terapi oksigen adekuat Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa. dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik digunakan dengan intubasi.
3. Pemberian obat-obatan yang maksimal Obat yang diperlukan pada eksaserbasi akut a. Antibiotik - Peningkatan jumlah sputum - Sputum berubah menjadi purulen - Peningkatan sesak Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di rumah sakit
24
sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bila eksaserbasi sedang sebaiknya kombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat diberikan tunggal. b. Bronkodilator Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat, nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. c. Kortikosteroid Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.
4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvation yang disebabkan hipoksemia berkepanjangan, dan menghindari kelelahan otot bantu napas
5. Ventilasi mekanik Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi
6. Kondisi lain yang berkiatan - Monitor balans cairan elektrolit
25
- Pengeluaran sputum - Gagal jantung atau aritmia
7. Evaluasi ketat progesiviti penyakit Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah dan gagal napas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi : - Sesak napas berat, pernapasan > 35 x/menit - Penggunaan obat respiratori dan pernapasan abdominal - Kesadaran menurun - Hipoksemia berat PaO2 < 50 mmHg - Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia Paco2 > 60 mmHg - Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi - Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia, barotrauma, efusi pleura dan emboli masif - Penggunaan NIPPV yang gagal
2.1.10. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah: 2 1. Gagal napas - Gagal napas kronik - Gagal napas akut pada gagal napas kronik 2. Infeksi berulang 3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik : Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :
26
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2 - Bronkodilator adekuat - Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur - Antioksidan - Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh : - Sesak napas dengan atau tanpa sianosis - Sputum bertambah dan purulen - Demam - Kesadaran menurun
Infeksi berulang Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal : Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan
27
BAB 3 LAPORAN KASUS No. RM : 1401005169 Nama Lengkap : Ribut Tanggal Lahir : 1 Juli 1945
Umur : 69 Thn
Alamat : Jl. Metal Komp. Cemara Hijau
No. Telepon : -
Pekerjaan : Wiraswasta
Status: Menikah
Pendidikan : Tamat SMP
Jenis Suku : Jawa
Jenis Kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
ANAMNESIS √ Autoanamnese
Alloanamnese
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama : Sesak Napas Deskripsi
: Hal ini sudah dialami os sejak 3 bulan ini, sesak muncul secara tiba – tiba, tidak berhubungan dengan cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. Terbangun tengah malam karena sesak (-), sesak ketika beraktifitas (+) namun hal ini
28
hanya sesekali dialami os, bengkak pada ekstremitas (-), nyeri dada (-). Os juga mengeluhkan batuk yang sudah dialami 1 bulan ini dan tidak berkurang jika diberikan obat batuk yang dibeli di warung. Batuk bersifat hilang timbul disertai dengan dahak yang bening (+). Penurunan berat badan (-), keringat malam (-). Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun dan baru berhenti 3 bulan yang lalu, os menghabiskan rokok sebanyak 1 bungkus dalam sehari. Demam (-). Hipertensi (-). BAB 1-2 kali sehari dan dalam batas normal, nyeri BAB (-), namun os pernah operasi ambeyen. Nyeri BAK (-) os hanya mengeluhkan susah menahan kencing. RPT
: Hemoroid
RPO
: Obat batuk dari warung (tidak jelas)
29
ANAMNESIS UMUM (Review of System) Berilah Tanda Bila Abnormal dan Berikan Deskripsi Umum :
Abdomen :
Keadaan umum compos mentis
Normal
Kulit wajah:
Alat kelamin laki - laki:
Dalam batas normal
Tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala dan leher:
Ginjal dan saluran kencing :
Tidak ada keluhan
Sulit menahan BAK
Mata:
Hematologi:
Conjungtiva Palpebra inferior anemis Hb 11,9 g% (-/-) ikterus (-/-)
Plt 364 103/mm3
Telinga:
Endokrin/metabolik:
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Hidung:
Muskuloskeletal :
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan:
Sistem saraf:
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
Pernapasan :
Emosi :
SP : bronchial , ST : Ronki basal
Terkontrol
Jantung :
Vaskuler :
Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Ringan
GiziBB : 46 Kg,TB : 165 cm IMT= 17 kg/m2 ( underweight )
Sedang
√
Berat
30
TANDA VITAL Deskripsi:
Kesadaran
Compos mentis
Nadi
Frekuensi 92 x/i
Tekanan darah
120/70 mmHg
Temperatur
Aksila: 37,4°C
Pernafasan
Frekuensi: 24 x/menit, kesan sesak
KULIT WAJAH
Sadar, respon baik Reguler, t/v: cukup
Rektal : tdp
: Dalam batas normal
KEPALA DAN LEHER
: Simetris, TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KGB(+).
TELINGA
: Dalam batas normal
HIDUNG
: Dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN
: Dalam batas normal
MATA
: Conjunctiva palp. inf. pucat (-/-), sclera ikterik (-/), odema palpebra
(-)/(-)
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, ø 3mm
THORAX Depan
Belakang
Inspeksi
Bentuk barrel chest
Bentuk barrel chest
Palpasi
SF Ki = Ka, kesan normal
SF Ki = Ka
Perkusi
Hipersonor pada kedua paru
Hipersonor pada kedua paru
Auskultasi SP: Ekspirasi memanjang
SP: Ekspirasi memanjang
ST: Ronkhi basah pada lap. ST: Ronkhi basah pada lap. Paru kiri bawah
Paru kiri bawah
31
JANTUNG Batas Jantung Relatif: Atas
: ICR III
Kanan : LSD Kiri
: 1 cm lateral LMCS, ICR IV - V
Jantung : HR : 92x/i,reguler, desah (-), gallop (-)
ABDOMEN Inspeksi
: Simetris
Palpasi
: Soepel
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Peristaltik (+) N
PINGGANG Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS: Superior: Tidak ada kelainan Inferior : Tidak ada kelainan
ALAT KELAMIN: Tidak dilakukan pemeriksaan
NEUROLOGI: Refleks Fisiologis (+) Normal Reflek Patologis (-)
BICARA Dapat berkomunikasi baik
dah dialami
32
RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif) Nama Pasien : Ribut No. RM : 1401005169 1. KELUHAN UTAMA
: Dypsnea
2. ANAMNESIS
: (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu,
Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.) Hal ini sudah dialami os 3 bulan ini dan muncul secara tiba – tiba, sesak tidak berhubungan dengan cuaca, suhu, waktu, dan perubahan posisi. PND (-), DOE (-), pitting oedem (-). Batuk 1 bulan. Mukus (+). Penurunan BB (-), keringat malam (-), Riwayat merokok (+) sejak usia 25 tahun. Sulit menahan BAK (+),
33
RENCANA AWAL No. RM
14
01
00
51
6
9
Nama Penderita : Ribut Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi) No
Masalah
Rencana
Rencana
Rencana
Rencana
Diagnosa
Terapi
Monitoring
Edukasi
1. PPOK +
- Foto thorax
Tirah baring
-Perbaiki
Menjelaskan
Susp.
- Darah rutin
Diet MB TKTP
kondisi
kepada pasien dan
BPH
- USG
O2 1-2 L
umum
keluarga pasien
abdomen
IVFD RL 20gtt/i
mengenai penyakit
- BTA DS 3X
Inj.
yg diderita pasien
- Kultur
Dexamethasone 1
mulai dari definisi,
sputum
amp / 8 jam
etiologi,
Combivent
penatalaksanaan
Nebule / 8 jam
dan prognosisnya
Salbutamole 3x2
nya.
mg
Ambroxol 3x1
Urotractin 3x1
34
Tanggal
S
O
A
P Terapi
6/08/14
Sens : Compos Mentis napas TD : 120/70 mmHg - Batuk Pols : 92 x/i - Sulit RR : 24 x/i menahan T : 37,40C - Sesak
Diagnostik
PPOK + Susp.
Tirah baring
- Foto thorax
BPH
Diet MB
- Darah rutin
TKTP
- USG
O2 1-2 L
abdomen
IVFD RL
- BTA DS 3X
20gtt/i
- Kultur
Inj.
sputum
BAK
Dexamethas one 1 amp / 8 jam
Combivent Nebule / 8 jam
Salbutamole 3x2 mg
Ambroxol 3x1
Urotractin 3x1
35
Tanggal
S
O
A
P Terapi
7/08/14
Sens: Compos PPOK + Susp. mentis napas BPH TD:120/80 mmHg - Batuk HR : 90 x/i - Sulit RR : 24 x/i menahan Temp : 37,2 oC - Sesak
Diagnostik
Tirah baring
- Darah
Diet MB
lengkap
TKTP
O2 1-2 L
IVFD RL
BAK
20gtt/i
Inj. Dexamethas one 1 amp / 8 jam
Combivent Nebule / 8 jam
Salbutamole 3x2 mg
Ambroxol 3x1
Urotractin 3x1
Tanggal
S
O
A
P
36
Terapi 8/08/14
- Sesak
Sens:Compos
PPOK + Susp.
Tirah baring
napas
mentis
BPH
Diet MB
- Batuk
TD:110/70
- Sulit
mmHg
TKTP
menahan HR : 96 x/i BAK
O2 1-2 L
IVFD RL
RR : 24 x/i
20gtt/i o
Temp : 37,1 C
Inj. Dexamethaso ne 1 amp / 8 jam
Combivent Nebule / 8 jam
Salbutamole 3x2 mg
Ambroxol 3x1
Urotractin 3x1
BAB 4 KESIMPULAN
Diagnostik
37
Pasien atas nama Ribut, 69 tahun didiagnosa penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), melalui hasil anamnesa, pemeriksaan fisik
DAFTAR PUSTAKA
38
1.
GOLD, 2013. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease Updated 2013. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 10-17
2.
PDPI, 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Persatuan Dokter Paru Indonesia, 1-32
3.
World Health Organization. 2012. Chronic obstructive pulmonary disease fact sheet. WHO Media Center [Online]. [Cited 2014 Aug 8]. Available from: URL: http://www.who.int/mediacentre
4.
Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquet X, 2003. Systemic Effect of COPD, Eur Respir J ; 21; p.347-360
5.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diagnosis dan penatalaksanaan. Edisi ke-1. Jakarta: 2011
6.
Mosenifar, Zab., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Available from http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview. [Accessed 10 April 2013].
7.
Reilly, J.J., Silverman, E.K., Shapiro, S.D., 2010. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Loscalzo, J., ed. Harrison Pulmonary and Critical Care 17th edition. New York, USA: Mc-Graw Hill, 178-189
8.
Vijayan, V.K., 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Indian J Med Res, 137: 251-269
9.
Shapiro, S.D., Ingenito, E.P., 2005. The Pathogenesis of Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Advances in the Past 100 Years. Am J Respir Cell Mol Biol, 32: 367-372.
10.
Tkac, J., Man, S.F., Sin, D.D., 2007. Systemic Consequences of COPD. Ther Adv Respir Dis, 1: 47-59
11.
ATS-ERS, 2004. Standards of Diagnosis and Management of Patients of COPD. American Thoracic Society and European Respiratory Society, 1443
12.
Putra, G.N.W, Artika, I.D.M, 2013. Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Paru Obstruktif Kronis. E-Jurnal Medika Udayana, 2(1)
39
13.
Omeati, R. 2013 Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Media Litbangkes 23(2): 82-88
View more...
Comments