Laporan Kasus Pp Hipokalemia Erna Fix.pdf

December 3, 2020 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus Pp Hipokalemia Erna Fix.pdf...

Description

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Periodik paralisis hipokalemia merupakan kelainan pada membran sel yang sekarang ini dikenal sebagai salah sala h satu kelompok kelainan penyakit chabellopathies pada chabellopathies  pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan  pada kadar kaliun serum. Periodik paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hipokalemia ( Brown et al., 2011) Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis dimana terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam  jiwa seperti cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernafasan. Beberapa hal yang mendasari terjadinya hipokalemi paralisis antara lain tirotoksikosis, renal tubular acidosis, Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian obat golongan diuretik dan diare, namun dari beberapa kasus sulit untuk didefinisikan

penyebabnya,

salah

diagnosa

akan

mengakibatkan

 penatalaksanaannya yang salah juga ( Kalita et al., 2010) Berdaarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu idiopatik periodic paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis (Wi et al., 2012). Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi terjadinya paralisis hipokalemi, terdapat w bentuk dari hipokalemi periodic paralysis yaitu familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi diturunkan secara autosomal dominan, kebanyakan kasus di negara barat dan sebaliknya di asia kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang disebabkan oleh tirotoksikosis hpokalemi ( Robinson et al., 2010 ). Insidennya yaitu 1 dari 100.000 100.000

eriodic paralisis hipokalemia

 banyak terjadi pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadi serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun an kemudian menurun dengan peningkatan usia ( Lin et

2

al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.

2

al., 2004 ). Bila gejala-gejala dari sindrom tersebut dapat dikenali dan diterapi secara benar maka pasien dapat sembuh dengan sempurna.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Paralisis periodik adalah suatu sindrom klinis dengan kelemahan atau paralisis otot akut. Penyakit yang berat dapat dimulai pada masa anak -anak, sedangkan kasus yang ringan sering kali mulai pada dekade ketiga.Penyakit ini sebagian besar bersifat herediter dan diturunkan secara autosomal dominan. Mekanisme yang yang mendasari penyakit ini

adalah

malfungsi pada ion channel pada membrane otot skelet / channelopathy channelopathy (Guyton & hall, 1997). Pada paralisis periodik terdapat serangan kelemahan flaksid yang hilang timbul, dapat bersifat setempat maupun menyeluruh. Penderita mengalami kelemahan bagian proksimal ekstremitas yang cepat dan  progresif tapi otot-otot kranial dan pernafasan biasanya terhindar dari kelemahan. Serangan dapat menyebabkan kelemahan yang asimetris dengan derajat kelemahan yang berbeda pada beberapa golongan otot saja sampai pada suatu kelumpuhan umum.Kelemahan biasanya menghilang dalam beberapa jam, namun defisit yang permanen bisa terjadi pada  penderita yang sering mendapatkan serangan.Di luar serangan tidak ditemukan kelainan neurologi maupun kelainan elektromiografis . Periodik paralisis (PP) adalah kelompok kelainan dari berbagai etiologi, dengan kelemahan otot kerangka episodik, pendek, dan hiporeflexik, dengan atau tanpa myotonia tapi tanpa defisit sensorik dan tanpa kehilangan kesadaran. Pada awal perjalanan penyakit, pada kelumpuhan periodik primer atau di turunkan (familial), kekuatan otot normal di antara serangan. Serangan dapat berlangsung berl angsung dari beberapa menit sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam perjalanan penyakitnya dari penyakit otot ini, kekuatan normal kembali setelah serangan, tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang

4

menetap sering berkembang. Setelah bertahun-tahun serangan ini, kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif (Fialho D, Michael GH,2007)

B. Epidemiologi

Periodik paralisis adalah penyakit yang jarang ditemukan dalam  praktik klinis. Antara 1972-2001, penulis telah menemukan 12 kasus  periodik paralisis primer dan 27 kasus periodik paralisis sekunder. Sepuluh kasus periodik paralisis primer adalah tipe hipokalemia, salah satu tipe hyperkalaemic, dan salah satu tipe normokunaemik. Delapan kasus periodik  paralisis primer hipokalemia adalah laki-laki (antara 14 sampai 45 tahun) dan dua adalah perempuan (antara 18 sampai 27 tahun). Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan  biasanya lebih berat.Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia( Arya SN,2002).

C. Etiologi

Paralsis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik (channel) dalam sel otot. Hipokalemia periodik paralisis biasanya disebabkan oleh kelainan genetik otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemia periodic paralise adalah tirotoksikosis (Browmn RH,et all, 2011). Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu misalnya makanan dengan kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat tertentu, operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Penyebab lain hipokalemia meliputi: 1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda. 2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop

5

(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadangkadang aspirin, dan antibiotik tertentu. 3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B. 4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau  berkeringat. 5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat)  –   aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium. 6. Miskin diet asupan kalium Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah  berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid  berlebihan obat-obat diuretic)

D. Klasifikasi

Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan  penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies  atau membranopathies. Paralisis periodik sekunder mungkin karena terbukti diketahui oleh beberapa penyebab. Riwayat  penggunaan ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau carbenoxolone memberikan petunjuk untuk diagnosis paralisis periodik sekunder. Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis, paramyotonia kongenital,

atau sindrom Andersen dapat

6

ditemukan kelumpuhan periodik sekunder. Berikut di bawah ini  penggolongan paralisis periodik secara konvensional ( Arya SN,2002). 1.

Paralisis periodik primer atau familial (diturunkan secara autosomal dominan): a. Paralisis periodik hipokalemik  Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar paralisis periodik hipokalemik merupakan  paralisis periodik hipokalemik primer atau familial. Paralisis  periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan biasanya  berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik hipokalemik sekunder adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD) yang biasanya terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis  periodik hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati  penyakit dasarnya. Analisis yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya karena sangat menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya (Souvriyanti E, Sudung OP,2008). Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar serangan.

7

Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium serum dengan beratnya  paralisis (kelemahan) otot skeletal (Widjajanti A, Agustini SM, 2005). Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi. Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang dapat mengenai otot mata, otot  pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal . (Widjajanti A, Agustini SM, 2005).  b. Paralisis periodik hiperkalemik  Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada masa remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama. Berbagai faktor  pencetus terjadinya paralisis periodik hiperkalemik diantaranya ( Graber M,2002 & Kawamura S, et all ,2004) 

Lapar 



Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan



Asupan kalium yang berlebihan



Infeksi



Kehamilan



Anestesi

Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam  bukan merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan  paralisis periodik hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1  jam. Serangan lebih sering terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang duduk. Keluhan berkurang  bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum

8

timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat miotonia pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan tonus dan refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan kekuatan otot normal,  pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot proksimal (Graber M,2002 & Kawamura S, et all ,2004) c. Paralisis periodik normokalemik  Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui. Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis  periodik hiperkalemia. Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun kalium ( Graves TD, Hanna MG,2005) Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di  bawah ini (Fialho D, Michael GH,2007)

Tabel 1. Perbedaan paralisis periodic hipokalemi dan paralisis  periodic hiperkalemi Periodic paralisis hiperkalemi

Periodic paralisis hipokalemi

Onset

Dekade pertama

Decade kedua

Pemicu

Istirahat sehabis latihan, dingin,

Istirahat sehabis latihan,

 puasa, makanan kaya kalium

kelebihan karbohidrat

Kapan pun

Pada saat bangun tidur pagi

Waktu serangan

hari

Durasi

Beberapa menit sampai beberapa

Beberapa jam sampai

serangan

 jam

 beberapa hari

9

Keparahan

Ringan sampai sedang, fokal

Sedang sampai berat

Miotonia atau paramiotonia

-

Biasanya tinggi, bisa normal

Rendah

Gen/ ion

SCN4A: Na v1.4 (sodium

CACNA1S: Ca v1.1 (calcium

channel 

channel subunit

channel subunit)

KCNJ2: Kir2.1 (pottasium

SCN4A: Nav1.4 (sodium

channel subunit)

channel subunit)

serangan Gejala tambahan Kalium serum

KCNJ2: Kir2.1 (pottasium channel subunit)

2.

Paralisis periodik sekunder: a. Paralisis periodik hipokalemik : -

Tirotoksikosis

-

Thiazide atau loop-diuretic induced

-

 Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium

-

Drug-induced : gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, turunan tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone

-

Hiperaldosteron primer atau sekunder

-

Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida

-

Gastro-intestinal potassium loss

 b. Paralisis periodik hiperkalemik : -

Gagal ginjal kronis

-

Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut

10

-

Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors

-

Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome

-

Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu oleh paparan suhu dingin

Klasifikasi primer periodik paralisis kelumpuhan berdasarkan kelainan kanal ion : 1. Gangguan kalsium channel pada otot a.  periodic paralisi hipokalemi 2. Gangguang Sodium channel pada otot a.  periodic paralisis hiperkalemi  b. Paramyotonia congenita c. Potasium kalium myotonia 3. Gangguan klorida channel pada otot a. Myotonia congenita 4. Gangguan subunit kanal kalium a. Beberapa kasus periodik paralisis hipokalemi  b. Beberapa kasus periodik paralisis hyperkalaemic c. Andersen's syndrome 5. Gangguan mekanisme patogenik yang tidak diketahui a.

Kelumpuhan periodik tirotoksik (mungkin penurunan aktivitas  pompa kalsium)

E. Patofisiologi

Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3,yakni gen

11

yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage-gated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot (Sarnat Bh,2007). Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra dan ekstraselular. Sekitar 98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L melalui kerja enzim Na+ -K+ ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai  paralisis. Mekanisme peningkatan influks kalium ke dalam sel pada mutasi gen ini belum jelas dipahami Sampai saat ini, 30 mutasi telah teridentifi kasi pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat mengidentifikasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis (Palmer BF, Dubose TD, 2010 & Sarnat Bh,2007).

12

Gambar 1. Mekanisme potensial aksi

F. Gejala Klinis

Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian  besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun.Kelemahan bisa bertingkat mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi sampai kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi hari, sering dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada hari sebelumnya.. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya melibatkan suatu kelompok otot penting, dan bisa unilateral, parsial, atau monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang – 

13

kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari  beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam. Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bias meningkat frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai  berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun. Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen. Gejala klinis periodic paralisi hipokalemi yaitu 1. Kelemahan pada otot 2. Perasaan lelah 3.  Nyeri otot 4. Restless legs syndrome 5. Tekanan darah dapat meningkat 6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis ( jika penururnan K amat berat) 7. Gangguan toleransi glukosa 8. Gangguan metabolism protein 9. Poliuria dan polidipsi 10. Alkalosismetabolik Gejala klinis nomer 1,2,3,4 di atas merupakan gejala pada otot yang timbul  jika kadar kalium dalam darah kurang dari 3 mEq/ltr

G. Diagnosa

Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak

14

ada penyebab sekunder lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada  penyakit ini biasanya timbul pada usia pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari derajat ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam hari atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut (Souvriyanti E, Sudung OP,2008). Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada t ungkai  biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat kelemahannya dibanding bagian distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi. Saat  puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila terjadi dan terlihat  pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya miotonia maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan (Cannon Sc,2003 & Fialho D, Michael GH, 2007). Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin,

15

urinalisa urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang, intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi  barium, kehilangan kalium karena diare, periodik paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan hyperaldosteronism (Souvriyanti E, Sudung OP,2008). Diagnosa kelainan hipokalemik periodik paralisis ditegakkan  berdasarkan kadar kalium darah rendah [kurang dari 3,5 mmol/L (0,9 – 3,0 mmol/L) ] pada waktu serangan, riwayat mengalami episode  flaccid  paralysis  dengan pemeriksaan lain dalam batas normal. Paralisis yang terjadi pada penyakit ini umumnya berlokasi di bahu dan panggul meliputi  juga tangan dan kaki, bersifat intermiten, serangan biasanya berakhir sebelum 24 jam, pada EMG dan biopsi otot ditemukan miotonia, kekuatan otot normal diluar serangan. Terdapat 2 bentuk kelainan otot yang diobservasi yaitu episode paralitik dan bentuk miopati, kedua keadaan ini dapat terjadi secara terpisah ataupun bersama-sama. Sering terjadi bentuk  paralitik

murni,

kombinasi

episode

paralitik

dan

miopati

yang

 progresifitasnya lambat jarang terjadi, demikian pula bentuk miopatik murni jarang terjadi. Episode paralitik ditandai terutama adanya flaccid  paralysis dengan hipokalemia sehingga dapat terjadi para paresis atau tetraparesis berpasangan dengan otot pernafasan. Pada pasien ini murni flaccid paralysis dengan hipokalemia dan akan sembuh atau remisi sendiri 5 – 6 jam kemudian, dengan pemberian kalium per oral serangan menjadi lebih ringan. Tidak terdapat kelainan pada otot pernafasan. Jika terdapat kelainan genetik maka pada analisa didapatkan kelainan antara lain adalah autosomal dominan inheritance yaitu mutasi pada kromososm CACNA1S (70%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 1, mutasi lokus pada kromosom SCN4A (10%) disebut hipokalemik periodik paralisis tipe 2 (Widjajanti A, Agustini SM,2005).

16

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium a. Kadar kalium serum Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang  paling penting. Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal  pada tipe paralisis periodik sekunder, tetapi biasanya normal pada  paralisis periodik primer. Selama serangan kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di bawah  batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik. Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L  berhubungan dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama pada bagian  proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot, termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.  b. Fungsi ginjal c. Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh. d.  pH darah untuk menginterpretasikan K + yang rendah.

Dibutuhkan Alkalosis

biasa

menyertai

hipokalemia

dan

menyebabkan

 pergeseran K + ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K + langsung dalam urin. e. Hormon tiroid : T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab sekunder hipokalemia. f. Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum

17

Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau  baru saja setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi. 2. EKG Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT interval ( Cannon Sc,2003) 3. EMG Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam, baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan  paralisis periodik hipokalemik. 4. Biopsi otot Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan  penampilan klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin terdapat vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik hiperkalemik sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.

I. Diagnosa Banding Periodik Paralisis

Gullian Barre

Mysthenia Gravis

Hiperkalemia

Syndrome

Gejala lebih ringan

kelumpuhan akut yang

Kelemahan otot

dibandingkan paralisis

disertai hilangnya

terjadi seiring

 periodik hipokalemia.

refleks-refleks tendon

 penggunaan otot

Serangan lebih sering

dan didahului

secara berulang, dan

terjadi pada siang hari

 parestesi dua atau tiga

semakin berat

18

dan biasanya terjadi

minggu setelah

dirasakan di akhir

waktu istirahat

mengalami demam

hari. Gejala

disertai disosiasi

membaik dengan

sitoalbumin pada

istirahat, otot

likuor dan gangguan

kelopak mata dan

sensorik dan motorik

gerakan bola mata

 perifer

terserang lebih dahulu

Biasanya kurang dari 1

kelemahan pada

Kelemahan

 jam

anggota gerak dalam 1

menghilang atau

sampai 2 minggu atau

membaik dengan

 bisa lebih lama.

istirahat

meningkatnya jumlah

Antistriated muscle

kadar kalium darah

tinggi atau bisa normal  protein (100-1000 mg/dL) dalam CSS

(anti-SM) antibody hasilnya positif

J. Penatalaksanaan

Pengobatan sering dibutuhkan untuk serangan akut hipokalemik PP tetapi jarang untuk hiperkalemik PP.Pengobatan profilaksis dibutuhkan ketika serangan

semakin sering( frequent). Hipokalemik periodik

 paralisis.Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV.Yang terakhir di berikan untuk pasien yang mual

atau tidak bisa

menelan. Garam kalium oral pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan improves. Avoiding IV fluid is  prudent.Kalium Klorida IV 0,05- 0,1 mEq/kgBBdalam manitol 5% bolus adalah lebih baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum diberikan

pada

berturut dianjurkan.Untuk profilaksis, asetazolamid dosis

125-1500

mg/hari

dalam

dosisterbagi.

Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan ke efektifan yang sama.Potasium sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan

19

spironolakton (25-100 mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan  pasien yang mempunyai kelemahan buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing suplemenkalium bisa tidak dibutuhkan. Diet Hipokalemik PP yaitu diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi serangan Keterangan : Kalium diberikan secara intravena, jika pasien tidak bisa makan atau hipokalemi berat.Pemberian kalium tidak bolehlebih dari 40 mEq per L (jalur perifer) atau 80 mEq per L (jalursentral) dengan kecepatan 0,2  – 0,3 mEq/kgBB/jam. Jika keadaan mengancam jiwa dapat diberikan dengan kecepatan

s/d

1

mEq/kgBB/jam

(viainfuse

pump

dan

monitor

EKG).(Cronan, Kathleen M & Kost, Susanne I, 2006) atau koreksi kalium secara intravena dapat diberikan sebanyak 10 mEq dalam 1 jam, diulang s/d kadar K +serum > 3,5 mEq/L. Jika keadaan mengancam jiwa, kalium diberikan secara intravena dengan kecepatanmaksimal 20 mEq/jam. Pemberian kalium sebaiknya diencerkan dengan NaCl 0,9% bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa menyebabkan penurunan sementara K +serum sebesar 0,2  – 1,4 mEq/L.Pemberian kalium 40  – 60 mEq dapat menaikkan kadar K +serum sebesar 1  – 1,5 mEq/L

K. Prognosis

Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.

20

BAB III LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

 Nama

: Tn.AT

 No.Medrec

: 00-34-51-56

Jenis kelamin

: Laki-laki

Tempat/Tgl lahir

: Mojokerto / 1 Januari 1990

Umur

: 27 Tahun

Status

: menikah

Agama

: Islam

Alamat

:Dandang Asri 27/8 Glanggang- Beji-Pasuruan

Pekerjaan

: Wiraswasta

Pendidikan

:-

Tanggal masuk

: 23 Oktober 2017

Tanggal Pemeriksaan : 24 Oktober 2017

B. Anamnesa 1. Keluhan Utama

Kedua tungkai kaki lemas 2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan kaki terasa lemas. Pasien merasakan kaki nya terasa lemas saat pasien baru bangun tidur, 1 hari sebelumnya ( 22 Oktober 2017 ) pasie n sempat berolahraga sepak bola dan push up. Tanggal 23 Oktober 2017 pasien datang ke IGD dengan keluhan kedua kaki terasa lemas, susah digerakkan dan tidak  bisa berjalan. Pasien dibawa dalam keadaan sadar, pelo (-), trauma (-),  pusing (-), sakit kepala (-), muntah (-).

21

3. Riwayat Penyakit Dahulu

 —  Pasien sering kram di kedua kaki, terakhir hari rabu tanggal 18 Oktober 2017 ( 4 hari sebelumnya ).

 —  Riwayat penyakit Hipertensi (-)  —  Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)  —  Riwayat penyakit Stroke (-)  —  Riwayat penyakit kolesterol disangkal (-)  —  Riwayat penyakit Epilepsi (-) 4. Riwayat Penyakit Keluarga

 —  Tidak ada keluarga pasien yang sakit seperti ini  —  Riwayat penyakit Hipertensi (-)  —  Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)  —  Riwayat penyakit kolesterol (-)  —  Riwayat penyakit Stroke (-)  —  Riwayat penyakit Epilepsi (-) 5. Riwayat Pengobatan

 —  Pasien sebelumnya tidak pernah berobat 6. Riwayat Alergi

 —  Tidak ada riwayat alergi obat / makanan 7. Riwayat Psikososial

 —  Pasien tinggal bersama istrinya dan seorang anaknya. Pasien  bekerja di pabrik. Pasien tidak merokok dan sering olahraga. C. Pemeriksaan Fisik 1. Vital Sign

 —  Kesadaran

: Compos Mentis

 —  GCS

: 456

 —  Tensi

: 130/80 mmHg

 —   Nadi

: 88x/menit

 —  Suhu

: 36,9°C axilar

 —  RR

: 20 x/menit

 —  SpO2

: 97%

22

2. Kepala

 —  Bentuk

: Bulat

 —  Mata

: DBN

 —  Sklera

: Ikterus (-/-)

 —  Konjunctiva

: Anemis (-/-)

 —  Telinga/Hidung

: Dyspneu (-)

 —  Mulut

: Sianosis (-)

3. Leher

 —  Bendungan vena

: Tidak didapatkan peningkatan, bruit A.Karotis (-)

 —  Deviasi Trakea

:-

 —  Kelenjar getah bening

: Tidak teraba/tidak ditemukan Pembesaran

 —   Nyeri Telan

:-

4. Thoraks

Jantung

:

 —  Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat  —  Palpasi

: Thrill tidak teraba

 —  Perkusi

: Batas jantung normal

 —  Auskultasi : Bunyi jantung S1, S2 Tunggal reguler  Paru-Paru :

 —  Inspeksi : Gerak nafas simetris  —  Palpasi

: Gerakan nafas simetris

 —  Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

 —  Auskultasi

: Vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)

5. Abdomen

 —  Flat, Soefl, Bising usus + (Normal)  —  Hepar : Tidak ditemukan pembesaran  —  Limpa : Tidak ditemukan pembesaran

23

6. Ekstremitas

Superior

Inferior

Akral hangat

+/+

+/+

Edema

-/-

-/-

Pucat

-/-

-/-

CRT

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF