LAPORAN KASUS Perdarahan Subarachnoid
September 30, 2017 | Author: Najmina Amaliya | Category: N/A
Short Description
LAPORAN KASUS Perdarahan Subarachnoid...
Description
LAPORAN KASUS PERDARAHAN SUB ARACHNOID
Oleh: Najmina Amaliya H1A 010 031 Pembimbing: dr. Wayan Subagiartha, Sp.S, DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM RSU PROVINSI NTB MATARAM 2017
1
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul “Perdarahan Sub Arachnoid” ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf RSU Provinsi NTB. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis. 1. dr. Wayan Subagiartha, Sp.S, selaku Pembimbing 2. dr. Ilsa Hunaifi, Sp.S, selaku Supervisor 3. dr. Herpan Syafii Harahap, M.Biomed, Sp.S selaku Koordinator Pendidikan SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP NTB 4. dr. Ester Sampe, Sp.S, selaku Ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUP NTB 5. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter. Terima kasih. Mataram, April 2017 Penulis BAB I PENDAHULUAN
2
Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid (PSA) menyiratkan adanya darah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses patologis. Penggunaan istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik, biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV).1 Sekitar 80% kasus PSA disebabkan oleh perdahan spontan (non-traumatik) akibat pecahnya aneurisma saccular intrakranial. Sebanyak 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun.5 Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera kepala. Pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.2 Mortalitas / Morbiditas dapat diperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum akhirnya sampai di rumah sakit. Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu pertama. Sekitar setengahnya meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan morbiditas meningkat seiring usia dan perburukan keseluruhan kesehatan pasien. Kemajuan dalam manajemen PSA telah menghasilkan pengurangan relatif pada angka mortalitas yang melebihi 25%. Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit neurologis mayor.1
3
BAB II LAPORAN KASUS A. IDENTITAS Nama Usia Jenis kelamin Alamat Suku Bangsa Agama Status Pekerjaan No. RM MRS Tanggal pemeriksaan
: Tuan S. : 56 tahun : Laki-laki : Aikmel, Lombok Timur : Sasak : Indonesia : Islam : Menikah : Petani : 59 06 89 : 1 April 2017 : 6 April 2017
B. SUBJEKTIF Keluhan Utama Penurunan kesadaran Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUD Provinsi NTB sebagai pasien rujukan dari RSUD Selong pada tanggal 1 April 2017. Pasien mengeluhkan sejak dua hari terakhir sering mengalami penurunan kesadaran dengan durasi kurang lebih selama lima menit. Pasien menyangkal mengalami trauma sebelum terjadi penurunan kesadaran dua hari sebelum masuk rumah sakit. Akan tetapi pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala hebat yang dirasakan sebelum akhirnya mengalami penurunan kesadaran dan sadar kembali. Setelah sadar kembali pasien merasa masih mengalami nyeri kepala hebat yang tidak bisa hilang dengan obat yang telah pasien konsumsi. Keesokan harinya kemudian pasien kembali mengalami penurunan kesadaran sehingga pasien dibawa oleh keluarga ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Selain merasakan nyeri kepala, pasien juga merasa bagian kepala belakang dengan daerah sekita tengkuk terasa kaku. Pasien menyangkal mengalami muntah sebelum dan setelah terjadi penurunan kesadaran beberapa kali sebelum masuk rumah sakit. Pasien memiliki 4
riwayat hipertensi yang tidak terkontrol karena pasien tidak rutin setiap hari meminum obat, hanya meminum obat dulu saat pasien pertama kali diberitahu memiliki tekanan darah tinggi. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kencing manis, penyakit ginjal, penyakit jantung dan riwayat trauma disangkal. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien saat ini namun terdapat riwayat keluarga yang memiliki tekanan darah tinggi seperti pasien. Riwayat , diabetes mellitus, penyakit jantung dalam keluarga juga disangkal. Riwayat Alergi Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan maupun obat-obatan tertentu Riwayat Pribadi dan Sosial Pasien merupakan seorang petani, tinggal bersama istrinya. Pasien merokok satu bungkus setiap harinya. C. OBJEKTIF Pemeriksaan Fisik 1) Status Generalis Keadaan Umum : Cukup Kesadaran : Compos Mentis
Vital Signs : o Tekanan darah o Nadi o Frekuensi nafas o Suhu 2) Status Lokalis a) Kepala Anemis
: 110/80 mmHg : 88 x/menit, regular, kuat angkat : 20 x/menit : 37 ºC
: (-/-)
5
Ikterus : (-/-) Sianosis : (-) Bentuk dan ukuran : normal Rambut : normal. Edema : (-) Malar rash : (-) Hiperpigmentasi : (-) Nyeri tekan kepala : (-) Massa : (-) b) Thorax 1. Inspeksi: Bentuk & ukuran: normal, simetris antara sisi kiri dan kanan Gerakan dinding dada simetris, kelainan bentuk dada (-), ictus cordis tidak tampak Permukaan dinding dada: jejas (-), papula (-), petechiae (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-). Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif, tak tampak hipertrofi SCM, otot bantu napas abdomen tidak aktif Iga dan sela iga: simetris, pelebaran ICS (-) Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis: simetris kiri dan kanan. 2. Palpasi: Pengembangan dinding dada simetris Trakea: deviasi (-) Nyeri tekan (-), benjolan (-), edema (-), krepitasi (-) 3. Perkusi: Paru-paru o Perkusi sonor di semua lapang paru Jantung o Batas kanan → ICS 2 parasternal line dekstra o Batas kiri→ ICS 5 axillary anterior line sinistra 4. Auskultasi: Paru-paru: o Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-). Jantung: o S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) c) Abdomen
6
Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi
: distensi (-), jejas (-), massa (-) : bising usus (+) kesan normal : massa (-), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba. : timpani pada seluruh kuadran abdomen
d) Ekstremitas : Akral hangat : + + Edema : Deformitas : -
+ + -
Status Neurologis 1. Keadaan Umum : Tampak gelisah 2. GCS : E3V4M6 3. Kepala : Posisi normal Penonjolan (-) Jejas (-) 4. Tanda Ransangan Meningeal :
Kaku kuduk : (+) Kernig sign : (-) Brudzinsky I : (-) Brundzinsky II : (-) Brundzinsky III : (-) Brundzinsky IV : (-)
5. Nervus Cranialis a) N. I (olfaktorius): tde b) N. II (optikus) : tde c) N. III, IV dan VI
Celah kelopak mata Ptosis
: -/-
Exophthalmus
: -/-
Posisi bola mata
Pupil
: orthotrofia ODS
Ukuran/bentuk
: Ø 3/3 mm bulat
Isokor/anisokor
: isokor
7
Refleks cahaya
: RCL (+/+), RCTL (+/+)
Gerakan bola mata : tde
d) N. V (Trigeminus) Sensibilitas : tde Motorik Refleks dagu/masseter Refleks kornea e) N. VII (fasialis) : tde f) N. VIII (Auditorius)
Pendengaran
: tde
Tes Rinne/Weber
: tde
Fungsi vestibularis
: tde
: tde : tde : Normal
g) N. IX, X(Glosofaringeus, Vagus)
Posisi arkus faring (istirahat/vernet Rideau phenomenon): simetris, uvula di tengah
Refleks menelan/muntah
: tde
Pengecap 1/3 lidah bagian posterior
: tde
h) N. XI (Accecorius)
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan
: tde
Mengangkat bahu
: tde
i) N. XII (Hypoglosus) : tde 6. Ekstremitas Superior Dextra Sinistra Pergerakan Aktif Aktif Kekuatan 5 5 Tonus Otot Normal Normal Bentuk Otot Eutrofia Eutrofia Otot yang terganggu : (-) Motorik
7. Refleks Fisiologis Biceps
Inferior Dextra Sinistra Aktif Aktif 5 5 Normal Normal Eutrofia Eutrofia
: +2/+2
8
Triceps : +2/+2 Patella : +2/+2 Achilles : +2/+2 8. Refleks Patologis Hoffman : (-) Trommer : (-) Babinsky : (-) Chaddock : (-) Gordon : (-) Schaefer : (-) Oppenheim: (-) Gonda : (-) 9. Klonus Lutut : (-) Kaki : (-) 10. Sensibilitas Eksteroseptif : Nyeri
→ tde
Suhu
→ tde
Raba halus
→ tde
: Rasa sikap
→ tde
Proprioseptif
Nyeri dalam
→ tde
Fungsi kortikal
: Diskriminasi → tde Stereognosis → tde 11. Pergerakan Abnormal yang Spontan : Tic (-), tremor (-) 12. Gangguan Koordinasi Tes jari hidung Tes pronasi dan supinasi Tes tumit : tde 13. Gangguan Keseimbangan 14. Gait 15. Pemeriksaan Fungsi Luhur a. Reaksi emosi b. Intelegensia c. Fungsi Bicara d. Fungsi Psikomotorik
: tde : tde : Tde : Tde : : Gelisah : tde : tde : tde
9
e. Fungsi Psikosensorik
: tde
D. RESUME Pasien laki-laki usia 56 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadara berkali-kali. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien gelisah, GCS E3V4M6, tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi 88x/menit, laju pernapasan 20x/menit, suhu aksila 37oC. Pada pemeriksaan ransangan meningeal terdapat kaku kuduk dan pada pemeriksaan neuorologis tidak terdapat defisit. Pada pemeriksaan motorik tidak terdapat kelemahan alat gerak dengan refleks fisiologis dan patologis normal. E. ASSESSMENT 1. Diagnosis klinis Laki-laki, 56 tahun, penurunan kesadaran dengan GCS E3V4M6 2. Diagnosis topis Subarachnoid space 3. Diagnosis etiologi Perdarahan Sub Arachnoid (SAH)
G. PLANNING Diagnostik CT Scan kepala tanpa kontras Darah Lengkap Kimia Klinik Terapi o Non Faramakologi Bed rest o Farmakologi Pemasangan NGT IVFD RL 20 tpm Citicholin 3 x 500 mg iv Ketorolac 3 x 10 mg iv Ceptriaxon 1 gr iv Kalnex 3 x 50 mg iv Aprazolam 1 x 0,5 mg
10
Nimodipin Monitoring Keluhan, tanda vital, GCS (glasgow coma scale), status neurologis (termasuk refleks muntah)
11
H. IMPLEMENTASI HASIL Hasil Pemeriksaan CT scan kepala tanggal 5/4/2017
12
Kesimpulan : Susp subarachnoid hemorrhage Tampak gambaran hemoragik Sistema ventrikel, cistema dbn H. PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam
: dubia ad bonam : dubia ad bonam
13
I.
Follow up Time 2/4/2017
Subject Sakit kepala
Object GCS E3V4M6 TD : 110/70 mmHg Nadi 78x/m RR 20x/m T :36,6
Assessment
Planning
SAH
RL 20 tpm Citicolin inj 500mg/8jam Apilet tab 1x1 CPG tab 1x75mg Neurodex tab 1x1
SAH
Terapi lanjut Alprazolam
SAH
Terapi lanjut Co bedah saraf
Motorik 5/5 3/4/2017
Sulit Tidur
GCS E3V4M6 TD : 120/80 mmHg Nadi 80x/m RR 20x/m T :36,4 Motorik 5/0
4/4/2017
Sulit Tidur
GCS E3V4M6 TD : 130/80 mmHg Nadi 82x/m RR 20x/m T :36,5 Motorik 5/5
14
5/4/2017
-
GCS E3V4M6 TD : 130/80 mmHg Nadi 78x/m RR 20x/m T :36,4
SAH
Terapi Lanjut Aprazolam stop Operasi di tunda karna CT Scan belum dibaca
SAH
Terapi Lanjut Co bedah saraf untuk operasi
Motorik 5/5 6/4/2017
-
GCS E3V4M6 TD : 130/80 mmHg Nadi 78x/m RR 20x/m T :36,4 Motorik 5/5
15
BAB III PEMBAHASAN Pasien laki-laki usia 56 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran berkali-kali. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien gelisah, GCS E3V4M6, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88x/menit, laju pernapasan 20x/menit, suhu aksila 37oC. Pada pemeriksaan ransangan meningeal terdapat kaku kuduk dan pada pemeriksaan neuorologis tidak terdapat defisit neurologis. Pada pemeriksaan motorik tidak terdapat kelemahan alat gerak dengan refleks fisiologis dan patologis normal. Pasien mengeluhkan nyeri kepala yang sulit hilang. Perdarahan pada subarachnoid lebih banyak disebabkan oleh adanya pecah aneurisma dari pembuluh darah. Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamik pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.2,4 Pecahnya aneurisme pembuluh darah secara mendadak ini akan menyebabkan celah pada subarachnoid terisi oleh darah. Hal ini yang kemudian menimbulkan manifestasi sebagai nyeri kepala hebat yang dirasakan oleh pasien. Selain itu, adanya darah pada celah subarachnoid akan menimbulkan iritasi pada lapisangan meningeal yang kemudian ditunjukkan secara klinis sebagai kaku kuduk. Pada beberapa kasus, 3-12 jam paska perdarahan tanda kaku kudung ini dapat hilang akan misalnya pada pasien yang mengalami koma lama dan ekstravasasi yang minimal pada celah subarachnoid. Akan tetapi, tidak adanya kaku ini kemudian tidak dapat langsung menyingkirkan diagnosis dari perdarahan subarachnoid.4,5 Pada perdarahan subarachnoid tidak selalu menunjukkan adanya deficit fokal neurologis akan tetapi dapat ditemukan pada perdarahan yang sampai intraparenkim, terjadi kompresi pada nervus kranialis atau lesi iskemik karena vosospasme.4
16
Terdapat beberapa skala pada perdarahan subarachnoid yaitu menurut Hunt dan Hess juga skala menurut World Federation of Neurosurgeont (WFN). Tujuan pemberian skala ini adalah untuk menentukan prognosis pasien perdarahan subarachnoid seperti apa.1,3 o Derajat Perdarahan Subarachnoid (Hunt dan Hess) •
Derajat 0 : tidak ada gejala dan aneurisma belum ruptur
•
Derajat 1 : sakit kepala ringan
•
Derajat 2 : sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal, dan kemungkinan adanya defisit saraf kranialis
•
Derajat 3 : kesadaran menurun, defisit fokal neurologi ringan
•
Derajat 4 : stupor, hemiparesis sedang samapai berat, awal deserebrasi
•
Derajat 5 : koma dalam, deserebrasi
o Derajat Perdarahan Subarachnoid menurut World Federation of Neurosurgeont (WFN) melibatkan Glasgow Coma Scale : WFN Grade I II III IV V
GCS 15 14-13 14-13 12-7 6-3
Motor defisit Tidak ada Tidak ada Ada Ada/tidak ada Ada/tidak ada
Berdasarkan pada skala Hunt dan Hess pasien termasuk dalam derajat 2 begitu pula pada skala menurut World Federation of Neurosurgeont. Prinsip tatalaksana pada perdarahan subarachnoid hampir sama dengan prinsip terapi pada stroke perdarahan yaitu mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dan pencegahan terjadinya vasospasme sebagai komplikasi yang biasa terjadi pada perdarahan subarachnoid.
17
Obat yang biasa digunakan sebagai pilihan adalah obat dari golongan calcium channel blocker. Obat ini dapat mengurangi efek mengganggu influks kalsium pada pasien dengan trauma saraf akut. Sayangnya studi eksperimental menggunakan penghambat kanal kalsium konvensional pada model cedera kepala, hasilnya mengecewakan secara keseluruhan; bagaimanapun, beberapa studi menyarankan penghambat kanal kalsium yang mungkin efektif dalam mengurangi edema otak dan disfungsi kognitif dibandingkan dengan plasebo. Nimodipine (Nimotop) digunakan untuk memperbaiki cacat neurologis akibat spasme yang mengikuti PSA disebabkan ruptur kongenital aneurisma intrakranial pada pasien dalam kondisi neurologis yang baik.
Ketika
penelitian
menunjukkan
manfaatnya,
tidak
ada
bukti
yang
mengidentifkasikan obat untuk mencegah atau mengurangi spasme arteri serebral; karenanya mekanisme aksi sesungguhnya tidak diketahui.1,3 Memulai terapi dalam 96 jam setelah PSA. Jika pasien tidak dapat menelan kapsul karena sedang dalam operasi atau dalam keadaan tidak sadar, buatlah lubang pada kedua ujung kapsul dengan jarum 18-gauge dan pindahkan isinya kedalam spuit, kosongkan isinya kedalam NGT pasien, dan bilas tabung dengan saline isotonik 30 mL.1,5 Selain terapi medikamentosa, pasien dengan perdarahan subarachnoid dapat dikonsultasikan dengan bagian bedah saraf untuk dilakukan tindakan pembedahan pada aneurisme. Tindakan pembedahan tersebut adalah endovaskularisasi coiling yang tujuannya adalah untuk mengurangi resiko terjadi perdarahan berulang.5 Prognosis pada pasien ini baik apabila dilakukan terapi segera. Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat munculnya. Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk grade I, 60% untuk grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk grade IV dan 10% untuk grade V.1,4
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Alfa AY, Soedomo A, Toyo AR, Aliah A, Limoa A, et al. Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) Dalam Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi 1. Yogyakarta: Gadjah Madya University Press; 2009. hal. 59-107 2. Lombardo MC. Penyakit Serebrovaskular dan Nyeri Kepala Dalam: Price SA eds. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 4th ed. Jakarta: EGC; 2008. p. 96179 3. Listiono, Djoko. L. Stroke Hemorhagik. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama ; 2008. pg 180-204. 4. Venti, Acciaresi dan Agnelli. Subarachnoid Hemorrahage : A Neuorology Emergency. The Open Critical Care Medicine Journal Volume 4. 2011. Pg 55-56 5. Machfoed, Hasan et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair ; 2011. hal 105-108
19
View more...
Comments