Laporan Kasus Paraparese Inferior

April 19, 2018 | Author: ahmadsetyadi3 | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

.....

Description

1

BAB I PENDAHULUAN

Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun  permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medula spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis. 1 Setiap tahun di Amerika Serikat, sekitar 7.600 sampai 10.000 individu mengalami cedera medula spinalis. Sampai tahun 2000, diperkirakan ada sebanyak 183.000 sampai 203.000 orang yang hidup dengan cedera medula spinalis di negara tersebut. 1 Di Indonesia, jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan  perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah  penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.  2 Cedera medula spinalis dikaitkan dengan mortalitas yang tinggi, ketidak  berdayaan, rehabilitasi dan perawatan yang berkepanjangan, dan beban ekonomi yang tinggi.

1

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Anatomi Vertebrae (Tulang Belakang)

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang  punggung pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni  bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan  bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. 1

Gambar 1. Vertebrae (Tulang Belakang)

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. 2 Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1

Anatomi Vertebrae (Tulang Belakang)

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang  punggung pada manusia, 7 tulang cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni  bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan  bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae. 1

Gambar 1. Vertebrae (Tulang Belakang)

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. 2 Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri

3

spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis

posterior

dan

anterior

yang

dikenal

juga

ramus

vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal dari 3acral3 spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan membawa informasi dari spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh ke otak.

2

Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis, yaitu : a. Nervus servikal : berperan berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan anggota tubuh bagian atas  b. Nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut perut c. Nervus lumbal dan nervus sacral : mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus dan genitalia.

2

Gambar 2. Hubungan antara vertebrae dengan nervus spinalis

4

2. 2

Fisiologi Sistem Saraf

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). UMN merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik cerebrum sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak sampai cornu anterior medulla spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakangerakan otot kepala dan leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang  berasal dari cornu anterior ant erior medulla spinalis sampai ke efektor dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.

1,2

Gambar 3. Upper Motor Neuron dan Lower Motor Neuron

5

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah  punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).

1

Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran  bagi impuls motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat berkontraksi, kendatipun impuls motorik

masih

dapat

disampaikan

oleh

sistem

pyramidal

dan

ekstrapiramidal kepada tujuannya. 2 Upper Motor Neuron (UMN) 1. Sistem Piramidal 3

-

Mulai dari sel-sel neuron di lapisan V koreks precentralis (area 4 Brodmann)

-  Neuron-neuron tersebut tertata di daerah gyrus precentralis yang mengatur gerakan tubuh tertentu. - Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus  precentralis turun ke neuron-neuron yang menyusun inti saraf otak motorik, terbagi menjadi 2: -

Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris yang berperan dalam pergerakan otot-otot kepala serta leher.

-

Di

kornu

anterior

medula

spinalis

melalui

traktus

kortikospinalis berfungsi untuk mempersarafi sel-sel motorik  batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII dan XII yang  berfungsi menyalurkan impuls motorik untuk gerakan-gerakan tangkas otot-otot tubuh dan anggota gerak.

6

Apabila terdapat kelainan traktus piramidalis setinggi : 1. Hemisfer

: Hemiparese tipikal (gangguan ekstremitas sesisi

dengan nervus cranialis dan kontralateral terhadap lesi). 2. Batang otak

: Hemiparesis alternans(gangguan ekstremitas

kontralateral terhadap lesi dan nervus cranialisnya). 3. Medulla spinalis

: Tetraparese ataupun paraparese. 2

2. Sistem Ekstrapiramidal - Dimulai dari serebral korteks, basal ganglia, subkortikal nukleus

secara tidak langsung ke spinal cord melalui multi synap connection. - Inti-inti yang menyusun ekstrapyramidal adalah: 1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8). 2. Ganglia basalis (Nucleus kaudatus, Putamen, Globus  pallidus, substansia nigra), Korpus subtalamikum (Luysii),  Nucleus ventrolateralis Talami. 3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak. 4. Cerebellum - Gangguan pada ekstrapiramidal : Kekakuan, rigiditas, ataksia, tremor, balismus, khorea, atetose. 2

Lower Motor Neuron (LMN)

Merupakan neuron-neuron yang menyalurkan impuls motoric pada  bagian perjalanan terakhir (dari kornuanterior medulla spinalis) ke sel otot skeletal (final common pathway motoric impuls).

1,2

Lower Motor Neuron dibagi menjadi: 1. α-motoneuron akson tebal, menyalurkan impuls ke serabut otot ekstrafusal 2. γ-motoneuron akson halus, menyalurkan impuls ke serabut otot intrafusal -

Tiap motorneuron menjulurkan 1 akson yang bercabang-cabang

dan tiap cabangnya mensarafi seutas serabut otot. Otot untuk gerakan tangkas terdiri dari banyak unit motoric yang kecil-kecil, sedangkan

7

otot untuk gerakan sederhana terdiri dari kesatuan motoric besar  berjumlah sedikit. ke

Pola impuls motorik dari lintasan pyramidal menyalurkan impuls system

output

striatal

extrapyramidal,

fungsinya

untuk

menggalakkan/menghambat α-γ-motoneuron. Bila hubungan antara UMN dan LMN diputus, motoneuron masih bisa menggerakkan otot, akan tetapi gerakannya tidak sesuai dan cenderung reflektorik, massif.  Namun bila motoneuronnya yang rusak, impuls tetap disampaikan, namun otot yang terhubungan tidak bisa digerakkan sehingga menimbulkan atrofi otot.

4

Gambar 4. Tanda Klinis UMN dan LMN

8

2. 3

Paraparesis Inferior

Paresis memiliki arti kelemahan dan paraparesis digunakan untuk mendeskripsikan kelemahan pada kedua tungkai. Pengertian ini kemudian meluas dengan memasukkan kelainan pola jalan yang disebabkan oleh lesi UMN, bahkan  pada keadaan yang tidak disertai dengan kelemahan pada pemeriksaan otot secara manual. 5 Gangguan ini kemudian dikaitkan dengan adanya spastisitas yang diinduksi oleh adanya gangguan fungsi dari traktus kortikospinalis. Pada orang dewasa, penyebab tersering dari sindroma ini adalah multiple sclerosis  dengan diagnosis banding berupa tumor pada daerah foramen magnum, Chiari malformation, spondylosis cervical, arteriovenous malformation, dan lateral sclerosis primer. Diagnosis untuk penyebab sindroma ini tidak bisa ditegakkan dengan melihat gejala klinisnya saja, tetapi memerlukan pemeriksaan lanjutan seperti; pemeriksaan cairan serebrospinalis, CT scan, MRI, dan myelography.

6

Apabila terdapat tanda-tanda cerebellar ataupun tanda-tanda lain selain dari tanda-tanda gangguan pada kortikospinal bilateral, kemungkinan gangguan yang mendasarinya adalah multiple sclerosis ataupun penyakit bawaan lain seperti olivopontocerebellar degeneration. Kombinasi antara tanda-tanda LMN pada lengan dan UMN pada tungkai menjadi suatu karakteristik dari amyotrophic lateral sclerosis. 5,6 Petunjuk lain dari penyebab spastic paraparesis termasuk nyeri servikal dan radikular pada neurofibroma atau massa ekstra aksial lainnya pada kanalis servikalis. Juga kemungkinan muncul bersamaan dengan gejala-gejala cerebellar atau tanda lain yang mengarah pada multiple sclerosis.

7

Dikatakan juga bahwa tumor pada otak di daerah parasagital akan menyebabkan terjadinya isolated spastic paraparesis  karena terjadi penekanan  pada area tungkai di korteks motorik pada kedua hemisfer. 7 Paraparesis kronik dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan pada LMN. Alih-alih muncul tanda-tanda gangguan UMN, malah muncul  flaccid   paraparesis yang disertai dengan hilangnya reflex tendon pada tungkai.

4,7

9

Paraparesis akut memunculkan permasalahan lain pada diagnosisnya. Jika ada nyeri pada punggung dan reflex tendon masih muncul, atau jika ada tandatanda UMN, maka kemungkinan muncul akibat adanya lesi kompresi dimana sebuah studi menyebutkan bahwa metastase dari tumor menjadi penyebab utamanya. 6 Pada anak-anak dan orang dewasa muda, tanda dan gejala yang muncul  bisa menjadi lebih berat, ditambah dengan rasa nyeri karena gangguan ini sering disebabkan oleh acute transverse myelitis. Hal ini mungkin terlihat pada anakanak dan orang dewasa. Selain dari gejala-gejala motorik yang timbul, gejala sensoris juga bermakna untuk menunjukkan letak lesi penyebab gangguan tersebut. 7 2. 4

Tumor Medulla Spinalis

2.4.1

Definisi

Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi  pada daerah cervical pertama hingga sacral , yang dapat dibedakan atas:

6,7

1. Tumor Primer: A. Tumor jinak yang berasal dari: a) Tulang (osteoma dan kondroma)  b) Serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma), c) Selaput otak disebut Meningioma; d) Jaringan otak; Glioma, Ependimoma.

B. Tumor Ganas yang berasal dari: a) Jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,  b) Sel muda seperti Kordoma. 2. Tumor sekunder merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di daerah rongga dada, perut , pelvis, dan tumor payudara. 7

10

2.4.2

Epidemiologi

Di Indonesia jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan  perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah  penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.

2

Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma, astrositoma dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada usia pertengahan (30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usia anak-anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.  4 Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau pada conus medularis. Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome  (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira

11

25% dari semua tumor spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum. 4,6 2.4.3

Klasifikasi

Berdasarkan asal dan sifat selnya, tumor pada medula spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dan tumor sekunder. Tumor primer dapat bersifat jinak maupun ganas, sementara tumor sekunder selalu bersifat ganas karena merupakan metastasis dari proses keganasan di tempat lain seperti kanker paru-paru,  payudara, kelenjar prostat, ginjal, kelenjar tiroid atau limfoma. Tumor primer yang bersifat ganas contohnya adalah astrositoma, neuroblastoma, dan kordoma, sedangkan yang bersifat jinak contohnya neurinoma, glioma, dan ependimoma. 4 Berdasarkan lokasinya, tumor medula spinalis dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu tumor intradural dan ekstradural, di mana tumor intradural itu sendiri dibagi lagi menjadi tumor intramedular dan ekstramedular. 2.4.5

5

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang  bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh selsel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk jaringan tumor baru di daerah tersebut. 7 Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga ( syndromic group)  misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan  pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien

12

dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom. 8 . Tabel 1. Tumor Medula Spinalis Berdasarkan Gambaran Histologisnya

Ekstra dural

Intradural ekstramedular

Intradural intramedular

Chondroblastoma

Ependymoma, tipe myxopapillary

Astrocytoma

Chondroma

Epidermoid

Ependymoma

Hemangioma

Lipoma

Ganglioglioma

Lipoma

Meningioma

Hemangioblastoma

Lymphoma

 Neurofibroma

Hemangioma

Meningioma

Paraganglioma

Lipoma

Metastasis

Schwanoma

Medulloblastoma

 Neuroblastoma

 Neuroblastoma

 Neurofibroma

 Neurofibroma

Osteoblastoma

Oligodendroglioma

Osteochondroma

Teratoma

Osteosarcoma Sarcoma Vertebral hemangioma

2.4.6

Manifestasi Klinis

Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga tahapan, yaitu: a) Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama  b) Sindroma Brown Sequard c) Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang menyebar ke dada depan ( girdleshape pattern) dan bertambah nyeri saat  batuk, bersin, atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat

13

menyebabkan nyeri yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbosacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.

4

Tabel 2. Tanda dan Gejala Tumor Medula Spinalis Lokasi

Tanda dan Gejala

Foramen

Gejalanya aneh, tidak lazim, membingungkan, dan tumbuh lambat

Magnum

sehingga sulit menentukan diagnosis. Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang disertai dengan hiperestesia dalam dermatom vertebra servikalis kedua (C2). Setiap aktivitas yang meningkatkan TIK (misal ; batuk, mengedan, mengangkat barang, atau  bersin) dapat memperburuk nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan dengan pasien yang melaporkan kesulitan

menulis

menyebabkan

atau

kuadriplegia

memasang spastik

dan

kancing.

Perluasan

hilangnya

sensasi

tumor secara

 bermakna. Gejala-gejala lainnya adalah pusing, disartria, disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya  berjalan spastik, palsi N.IX hingga N.XI, dan kelemahan ekstremitas. Servikal

Menimbulkan tanda-tanda sensorik dan motorik mirip l esi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga menyerang tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas (misal, diatas C4) diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melalui arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan atrofi gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6, C7) dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas (biseps,  brakioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari tengah dan jari telunjuk pada lesi C7, dan lesi C7 menyebabkan hilangnya sensorik jari telunjuk dan jari tengah.

Torakal

Seringkali dengan kelemahan spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan kemudian mengalami parestesia. Pasien

14

dapat mengeluh nyeri dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin dikacaukan dengan nyeri akibat gangguan intratorakal dan intraabdominal. Pada lesi torakal bagian bawah, refleks  perut bagian bawah dan tanda Beevor (umbilikus menonjol apabila  penderita pada posisi telentang mengangkat kepala melawan suatu tahanan) dapat menghilang. Lumbosakral

Suatu situasi diagnostik yang rumit timbul pada kasus tumor yang melibatkan daerah lumbal dan sakral karena dekatnya letak segmen lumbal bagian bawah, segmen sakral, dan radiks saraf desendens dari tingkat medula spinalis yang lebih tinggi. Kompresi medula spinalis lumbal

bagian

atas

tidak

mempengaruhi

refleks

perut,

namun

menghilangkan refleks kremaster dan mungkin menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah. Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan tanda Babinski bilateral.  Nyeri umumnya dialihkan keselangkangan. Lesi yang melibatkan lumbal  bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki, serta kehilangan refleks pergelangan kaki. Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang mengenai daerah sakral bagian bawah. Kauda

Menyebabkan gejala-gejala sfingter dini dan impotensi. Tnda-tanda khas

Ekuina

lainnya adalah nyeri tumpul pada sakrum atau perineum, yang kadangkadang menjalar ke tungkai. Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan terkadang asimetris.

1.

Tumor Ekstradural

Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi  pada medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks, yang

mulanya

hilang

dengan

istirahat,

tetapi

semakin

lama

semakin

menetap/persisten, sehingga dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini

15

dapat terjadi spontan, dan sering bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan nyeri vertebrae.

4

a. Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau sarkoma. 2. Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat, testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral. 3. Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1 cm). 4. Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi.

2.

Tumor Intradural-Ekstramedular

Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik  progresif. Kejadiannya ± 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma pada laki-laki dan meningioma pada wanita.

7,8

a.  Neurinoma (Schwannoma) Memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Berasal dari radiks dorsalis 2. Kejadiannya ± 30% dari tumor ekstramedular 3. 2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya pada satu sisi dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkan gejala lanjut terdapat tanda traktus piramidalis 4. 39% lokasinya disegmen thorakal

 b. Meningioma Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. 80% terletak di regio thorakalis dan ±60% pada wanita usia pertengahan

16

2. Pertumbuhan lambat 3. Pada ± 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengan gejala traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikuler biasanya  bilateral dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek

3.

Tumor Intradural-Intramedular

Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar dan menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like pain (Lhermitte sign). a. Ependimoma Memiliki karakteristik sebagai berikut: 1.

Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun

2.

Wanita lebih dominan

3.

 Nyeri terlokalisir di tulang belakang

4.

 Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun

5.

 Nyeri disestetik (nyeri terbakar)

6.

Menunjukkan gejala kronis

7.

Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan

 b. Astrositoma Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. 2.

 Nyeri terlokalisir pada tulang belakang

3.

 Nyeri bertambah saat malam hari

4.

c.

Prevalensi pria sama dengan wanita

Parestesia (sensasi abnormal)

Hemangioblastoma Memiliki karakter sebagai berikut: 1.

Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun

2.

Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3 dari jumlah pasien keseluruhan.

17

3. 4.

2.4.7

Penurunan sensasi kolumna posterior  Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi Pemeriksaan Penunjang

Selain dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis tumor medula spinalis dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti di  bawah ini. 8 a. Laboratorium Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein dan xantokhrom, dan kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan paralisis yang komplit. 6

 b. Foto Polos Vertebrae Foto polos seluruh tulang belakang 67-85% abnormal. Kemungkinan ditemukan erosi pedikel (defek menyerupai “mata burung hantu” pada tulang belakang lumbosakral AP) atau pelebaran, fraktur kompresi  patologis,  scalloping  badan vertebra, sklerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terajdi mieloma, Ca prostat, hodgkin, dan biasanya Ca pa yudara. 7

c. CT-scan CT-scan dapat memberikan informasi mengenai lokasi tumor, bahkan terkadang dapat memberikan informasi mengenai tipe tumor. Pemeriksaan ini juga dapat membantu dokter mendeteksi adanya edema, perdarahan dan keadaan lain yang berhubungan. CT-scan juga dapat membantu dokter mengevaluasi hasil terapi dan melihat progresifitas tumor. 7 d. MRI Pemeriksaan ini dapat membedakan jaringan sehat dan jaringan yang mengalami kelainan secara akurat. MRI juga dapat memperlihatkan

18

gambar tumor yang letaknya berada di dekat tulang lebih jelas dibandingkan dengan CT-scan. 2.4.8

8

Diagnosis Banding 

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)



Lumbar (Intervertebral) Disk Disorders



Mechanical Back Pain



Brown-Sequard Syndrome



Infeksi Medula Spinalis



Cauda Equina Syndrome

2.4.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun ekstramedular

adalah

dengan

pembedahan.

Tujuannya

adalah

untuk

menghilangkan tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal. Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologis dan tidak secara total dihilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post operasi. 8 Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah : a. Deksamethason : 100 mg (mengurangi nyeri pada 85 % kasus, mungkin  juga menghasilkan perbaikan neurologis).  b. Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik  1.

Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya dengan sistemik kemoterapi); terapi radiasi lokal pada lesi  bertulang; analgesik untuk nyeri.

2.

Bila ada lesi epidural, lakukan bedah atau radiasi (biasanya 30004000 cGy pada 10x perawatan dengan perluasan dua level di atas dan di bawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti laminektomi dengan komplikasi yang lebih sedikit.

19

c. Penatalaksanaan darurat (pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan kecepatan deteriorasi

5

1.  bila > 80 % blok komplit atau perburukan yang cepat:  penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi, teruskan deksamethason keesokan harinya dengan 24 mg IV setiap 6 jam selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, selama 2 minggu. 2.  bila < 80 % blok: perawatan rutin (untuk radiasi, lanjutkan deksamethason 4 mg selama 6 jam, diturunkan (tappering) selama  perawatan sesuai toleransi. d.

Radiasi

Terapi radiasi direkomendasikan umtuk tumor intramedular yang tidak dapat diangkat dengan sempurna. Dosisnya antara 45 dan 54 Gy. e.

Pembedahan

Tumor biasanya diangkat dengan sedikit jaringan sekelilingnya dengan teknik myelotomy. Aspirasi ultrasonik, laser, dan mikroskop digunakan  pada pembedahan tumor medula spinalis.  Indikasi pembedahan: 1. Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan biopsi  bila lesi dapat dijangkau). Catatan: lesi seperti abses epidural dapat terjadi pada pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalahartikan sebagai metastase. 2. Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal). 3. Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam, kecuali signifikan atau terdapat deteriorasi yang cepat); biasanya terjadi dengan tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma. 4. Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal. 8

20

2.4.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin pada tumor medula spinalis antara lain:

7

1. Paraplegia 2. Quadriplegia 3. Infeksi saluran kemih 4. Kerusakan jaringan lunak 5. Komplikasi pernapasan Komplikasi yang muncul akibat pembedahan adalah: 1. Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang tersebut dapat menyebabkan kompresi medula spinalis. 2. Setelah pembedahan tumor medula spinalis pada servikal, dapat terjadi obstruksi foramen Luschka sehingga menyebabkan hidrosefalus.

2.4.11 Prognosis

Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif mempunyai  prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin dilakukan  pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau setidaknya  pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah  pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin  buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).

21

BAB III LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN  Nama

: Satyah

Umur

: 53 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

 No. CM

: 1-09-58-51

Alamat

: Desa Simpang Empat Kec. Bebesen, Aceh Tengah

Tanggal masuk

: 12 Juli 2016

Tanggal Pemeriksaan

: 08 Agustus 2016

1.2 ANAMNESIS Keluhan Utama

Kelemahan kedua anggota gerak bawah

Riwayat Penyakit Sekarang  :

Pasien rujukan dari Rumah Sakit Datu Beru dengan keluhan kelemahan kedua anggota gerak bawah yang dialami pasien sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan anggota gerak yang dirasakan pasien barlangsung secara  perlahan-lahan. Awalnya pasien masih dapat berjalan, namun lama-kelamaan kelemahan anggota gerak bawah memberat. Kedua tungkai pasien kebas dan  bengkak. Pasien memiliki riwayat terjatuh dari sepeda motor ± 3 bulan yang lalu dengan posisi terduduk, namun tidak ada keluhan setelah terjatuh. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada bagian lipat paha yang baru diketahui 6 minggu yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil, namun semakin lama semakin membesar. Benjolan berwarna kemerahan, teraba keras dan terasa nyeri. Sesak napas tidak dikeluhkan oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu  : 

Riwayat penyakit hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-).



Riwayat trauma: terjatuh dari sepeda motor dengan posisi terduduk ± 3 bulan sebelum masuk rumah sakit.

22



Pasien sudah pernah di rawat di RS Datu Beru selama 15 hari, namun karena  belum ada perbaikan, pasien di rujuk ke RS Zainoel Abidin.



Sebelumnya pada tanggal 26-07-2016 pasien telah menjalani biopsi jaringan dari benjolan pada bagian lipat paha kiri dan didapatkan hasil adanya suatu metastase adenocarcinoma pada kelenjar getah bening.

Riwayat Penyakit Keluarga : 

Riwayat hipertensi dan DM tidak ada pada ayah dan i bu pasien.



Riwayat tumor pada keluarga disangkal.

Riwayat Penggunaan Obat  :

Sebelum dirawat di rumah sakit, pasien tidak ada mengkonsumsi obat apapun.

Riwayat Kebiasaan Sosial  :

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki 5 orang anak. Sehari-hari  pasien tidak pernah membatasi makanannya dan sering makan makanan yang  berpengawet.

1.3 Status Internus Keadaan Umum : Sakit sedang Kesadaran

: E4 M6 V5 (GCS: 15)

Tekanan Darah

: 130/70 mmHg

 Nadi

: 84 kali/ menit

Pernafasan

: 19 kali/menit

Suhu

: 36,8

1.4 Pemeriksaan Fisik  a. Kulit

Warna

: kuning langsat

Turgor

: cepat kembali

Sianosis

: tidak ada

0

C

23

Ikterus

: tidak ada

Oedema

: tampak bengkak pada kedua anggota gerak bawah

Anemia

: tidak ada

b. Kepala

Bentuk Wajah Mata

: tidak tampak kelainan : simetris, edema dan deformitas tidak dijumpai : konjungtiva pucat (+/+), ikterik (-/-), pupil bulat isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung (+/+), dan refleks cahaya tidak langsung ( +/+)

Telinga

: tidak tampak kelainan

Hidung

: sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-)

Mulut

: bibir pucat dan kering tidak dijumpai, sianosis tidak dijumpai, lidah tremor dan hiperemis tidak dijumpai.

Tonsil

: hiperemis (-/-), T1/T1

c. Leher

Inspeksi

: tidak ada pembesaran KGB

Palpasi

: TVJ (N) R-2 cm H2O.

d. Thoraks

Inspeksi Statis

: simetris, bentuk normochest.

Dinamis

: simetris, pernafasan thorakoabdominal, retraksi suprasternal dan retraksi interkostal tidak dijumpai.

24

Paru

Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada jejas di dada Kanan

Palpasi

Kiri

Stem fremitus normal,

Stem fremitus normal,

nyeri tekan tidak ada,

nyeri tekan tidak ada

Perkusi

Sonor

Sonor

Auskultasi

Vesikuler Normal

Vesikuler Normal

Ronki(-) wheezing (-)

Ronki(-) wheezing (-)

Jantung

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra.

Perkusi

:

Auskultasi

Atas

: ICS III di linea midclavicula sinistra

Kiri

: ICS V di linea midclavicula sinistra

Kanan

: ICS IV di linea parasternal dekstra

: BJ I > BJ II normal, reguler, murmur tidak dijumpai

e. Abdomen

Inspeksi

: Bentuk tampak simetris dan tidak tampak pembesaran. Tidak dijumpai sikatrik, striae alba, kaput medusa, pelebaran vena, gerakan peristaltik usus, dinding perut tegang, darm steifung, darm kontur, dan pulsasi  pada dinding perut.

Auskultasi

: Peristaltik usus normal, bising pembuluh darah tidak dijumpai.

25

Palpasi

: Nyeri tekan dan defans muskular tidak dijumpai



Hepar

: Tidak teraba



Lien

: Tidak teraba



Ginjal

: Ballotement tidak di jumpai

Perkusi

: Batas paru-hati relatif di ICS IV, batas paru-hati absolut di ICS V, suara timpani di semua lapangan abdomen. Nyeri ketok kostovertebrae tidak ada.

f. Genitalia

: Tidak diperiksa

g. Anus

: Tidak diperiksa

h. Tulang Belakang

: Tidak diperiksa

i. Kelenjar Limfe

: Tampak pembesaran KGB pada bagian lipat paha kiri.

 j. Ekstremitas

: Akral hangat

Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Sianosis

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Oedema

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Fraktur

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

1.5 Status Neurologis A. G C S

: E4 M6 V5

Pupil

: Isokor (3 mm/3 mm)

Reflek Cahaya Langsung

: (+/+)

Reflek Cahaya Tidak Langsung

: (+/+)

26

Tanda Rangsang Meningeal -

Kaku kuduk

: (-)

-

Laseque

: (-)

-

Kernig

: (-)

-

Babinski

: (-/-)

-

Brudzinski I

: (-)

-

Brudzinski II

: (-)

B. Nervus Cranialis Nervus I : Normosmia hidung sebelah kiri dan hidung sebelah kanan.

Nervus II : Ketajaman penglihatan: OD 6/6 , OS 6/6

Nervus III : Kanan

1. Ukuran pupil 2. Bentuk pupil 3. Refleks cahaya langsung 4. Refleks cahaya tidak langsung 5.  Nistagmus 6. Strabismus 7. Eksoftalmus 8. Penglihatan ganda Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)

Kiri

3 mm

3 mm

 bulat

 bulat

+

+

+

+

-

-

-

-

-

-

-

-

Kanan

Kiri

1. Lateral

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2. Atas

Dalam batas normal

Dalam batas normal

3. Bawah

Dalam batas normal

Dalam batas normal

4. Medial

Dalam batas normal

Dalam batas normal

-

-

Pergerakan bola mata :

5. Diplopia

27

Kelompok Motorik  Nervus V (fungsi motorik)

1. Membuka mulut

Dalam batas normal

2. Menggigit dan mengunyah

Dalam batas normal

Nervus VII (fungsi motorik)

Kanan

Kiri

1.

Mengerutkan dahi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2.

Menutup mata

Dalam batas normal

Dalam batas normal

3.

Menggembungkan pipi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

4.

Memperlihatkan gigi

Dalam batas normal

Dalam batas normal

5.

Sudut bibir

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus IX & X (fungsi motorik)

Kanan

Kiri

1. Bicara

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2. Menelan

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XI (fungsi motorik)

1.

Mengangkat bahu

Dalam batas normal

Dalam batas normal

2.

Memutar kepala

Dalam batas normal

Dalam batas normal

Nervus XII (fungsi motorik)

1. Artikulasi lingualis

Dalam batas normal

2. Menjulurkan lidah

Dalam batas normal

Kelompok Sensoris

1.  Nervus I (fungsi penciuman)

Dalam batas normal

2.  Nervus V (fungsi sensasi wajah) r. optalmika

Dalam batas normal

r. maksilaris

Dalam batas normal

r. mandibularis

Dalam batas normal

3.  Nervus VII (fungsi pengecapan)

Dalam batas normal

4.  Nervus VIII (fungsi pendengaran)

Dalam batas normal

28

C. Anggota Gerak Atas Motorik

1. Pergerakan

: (+/+)

2. Kekuatan

: 5555/5555

3. Tonus

: +/+

4. Atrofi

: -/-

Refleks

1. Biceps

: (+/+)

2. Triceps

: (+/+)

D. Anggota Gerak Bawah Motorik

1. Pergerakan

: (-/-)

2. Kekuatan

: 1111/1111

3. Atrofi

: +/-

Refleks

1. Patella

: (+/+)

2. Achilles

: (+/+)

3. Babinski

: (-/-)

4. Chaddock

: (-/-)

5. Schaeffer

: (-/-)

6. Gordon

: (-/-)

7. Oppenheim

: (-/-)

Klonus

1. Paha

: (-/-)

2. Kaki

: (-/-)

3. Tanda Laseque

: (-)

4. Tanda Kernig

: (-)

29

Sensibilitas

kanan

kiri

Rasa suhu

dbn

dbn

Rasa nyeri

dbn

dbn

Rasa raba

dbn

dbn

E. Gerakan Abnormal

: Paraparese inferior 

F. Fungsi Vegetatif

1. Miksi

: Dalam batas normal

2. Defekasi

: Konstipasi tidak ada

G. Koordinasi Keseimbangan

1. Cara Berjalan

: Pasien mengalami paraparese inferior

2. Romberg Test

: Tidak dinilai

1.6 Pemeriksaan Penunjang A. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 29-07-2016 Hematologi

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

10,8 g/dl

12,0-15,0 g/dL

Hematokrit

32 %

37-47 %

Eritrosit

4,3 x 106/mm3 

4,2-5,4.106/mm3

Leukosit

37,4 x 103/mm3 

4,5-10,5.103/mm3

375 x 103U/L

150-450.103U/L

0

0-6%

Darah Rutin

Trombosit Hitung Jenis

Eosinofil

30

Basofil

0

0-2%

 Neutrofil batang

0*

2-6 %

 Neutrofil Segmen

90*

50-70%

Limfosit

5*

20-40%

Monosit

5

2-8%

HBsAg

 Negatif

Negatif

36 mg/dL

13-43 mg/dL

0,70 mg/dL

0,67-1,17 mg/dL

CT

8

5-15 menit

BT

3

1-7 menit

Fungsi Ginjal

Ureum Kreatinin Faal hemostatatis

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 02-08-2016 Hematologi

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

9,0 g/dl

12,0-15,0 g/dL

Hematokrit

28 %

37-47 %

Eritrosit

3,7 x 106/mm3 

4,2-5,4.106/mm3

Leukosit

29,4 x 103/mm3 

4,5-10,5.103/mm3

42 x 103U/L

150-450.103U/L

Darah Rutin

Trombosit Hitung Jenis

31

Eosinofil

0

0-6%

Basofil

0

0-2%

 Neutrofil batang

0*

2-6 %

 Neutrofil Segmen

93*

50-70%

Limfosit

3*

20-40%

Monosit

4

2-8%

B. Pemeriksaan Radiologi 1. USG (01-08-2016)

32

Keterangan:

1. USG Ginjal

: Ukuran ginjal kiri 0,1 x 3,9 cm, sistem pelvikokalises kiri melebar, tidak tampak SOL maupun lithiasis.



Kesan

2. USG Hepar

: Ginjal kanan normal; hidronefrosis kiri. : Hepar bentuk normal, parenkim homogeny, tidak tampak lesi fokal.



Kesan

3. USG Pancreas

: USG hepar, Gallbladder, Lien dalam batas normal. : Pancreas bentuk normal, parenkim homogeny, tidak tampak lesi fokal, tidak tampak dilatasi duktus pankreatikus, aorta normal.



Kesan

: Pancreas, aorta, dan paraaortadalam batas normal.

4. USG Vesica Urinaria: Vesica urinaria sulit dievaluasi, terpasang kateter. 5. USG Ginekologi

: Uterus besar dan bentuk normal, parenkim homogeny, tidak tampak lesi fokal, area adneksa normal.



Kesan

: Uterus dan adneksa normal

2. USG Ginekologi (02-08-2016)



Kesan

: Massa di posterior vesicaurinaria

33

2. CT Scan Vertebrae dan abdomen ( 08 Agustus 2016)

Pemeriksaan: 1. CT Scan pelvis tanpa kontras 2. CT Scan Abdomen Tanpa Kontras dan Dengan Kontras 3. CT Scan Pelvis Dengan Kontras 

Hasil: Tampak adanya metastasis percontinuitatum ke buli, uterus, cervix, rectum, tulang-tulang pelvis dan pubis, sacrum, dan juga mendestruksi sendi coxae sinistra. Sangat mungkin jenis teratoma.

4. CT Scan Vertebrae Lumbalis Tanpa Kontras 5. CT Scan Vertebrae Sacrococcygealis Tanpa Kontras 

Hasil: Dyscitis L1-L5-S1 terutama pada L4-L5 dengan spondyloarthritis lumbalis.

3.) MRI (15-07-2016)

34

Keterangan: 1. MRI Medulla Spinalis Tanpa Kontras: - Tampak indentasi ringan di kanalis spinalis setinggi C3-4, C4-5, C5-6 dan C6-7. - Conus medullaris tampak berakhir di VL-1 - Cauda Equina tampak normal - Myelografi tidak tampak hambatan

2. MRI Cervikalis Tanpa Kontras: - Alignment columna vertebrae servikalis baik, tidak tampak lit hesis. - Struktur korpus, lamina, prosessus transverses dan spinosus masih intak - Tampak supur formation di sisi posterior korpus vertebrae C3,4,5,6 tanpa menekan radiks kanan dan kiri, bilging disc C5-6 yang menekan ringan kanalis spinalis dan menyempitkan foramen neuralis kanan. - Lig. Flavus, lig. Interspinosus dan lig. Longitudinalis anterior dan posterior tidak menebal. - Jaringan lunak paravertebrae tidak memperlihatkan penebalan maupun lesi patologis lain. 

Kesan:

1. Spondilosis cervical 2. Protusi disc C3-4 ke posterior yang menekan kanalis spinalis tanpa menekan radiks kanan kiri, bulging disc C5-6 yangmenekan ringan kanalis spinalis dan menyempitkan foramen neuralis kanan serta protusio disc C6-7 ke posterolateral yang menekan kanalis spinalis tanpa menekan radiks kanan dan kiri.

4. Echocardiography

35



Hasil:

1. Katup-katup jantung normal 2. dimensi ruang-ruang jantung normal 3. tidak tampak thrombus/ vegetasi intrakardiak 4. fungsi sistolik LV normal 5. Fungsi sistolik RV normal 6. Fungsi diastolic LV relaksasi abnormal 7. Tidak terdapat LVH 5. Patologi Anatomi 26 Juli 2016 

Hasil: Suatu Metastase Adenocarcinoma pada kelenjar getah bening

1.7 Diagnosis 

Diagnosis klinik : Paraparese inferior tipe flaksid



Diagnosis topik

: Medulla Spinalis L1-L5-S1 terutama pada L4-L5

dengan spondyloarthritis lumbalis.

Diagnosis etiologi : Metastasis Adenocarcinoma



1.8 Diagnosis Banding : 

1. Paraparesis inferior et causa Metastase Adenocarcinoma



2. Paraparesis Inferior et causa Tumor Medulla Spinalis



3. Paraparesis Inferior et causa Stroke Medulla Spinalis

1.9 Terapi

Terapi pada saat di IGD: - Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12 jam

Terapi saat diruangan: (Terapi bagian neurologi)

36

- Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Ranitidine 1 Amp/ 12 jam - Inj. Alinamin F 1Amp/ 12 jam - inj. Ketorolac 3% 1 Amp/12 jam - Gabapentin tab 2x300mg

1.10 Prognosis

Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanactionam

: dubia ad malam

Follow UP Tgl/Hari Rawatan

12/07/16 (H-1) Di IGD

S

Kelemahan kedua anggota gerak  bawah -Nyeri kepala

O

Vital Sign : Kes : Compos mentis GCS : E4M6V5 TD : 120/70 mmHg  N : 102 x/mnt RR : 20 x/mnt T : 36,7 ‘C Pf/ Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (-), BAK (+)

A

Paraparese inferior

P

- Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12  jam

37

13/07/16 (H-1)

 Nyeri kepala, kelemahan kedua tungkai

Vital Sign : Kes : compos mentis GCS: E4M6V5 TD : 120/70 mmHg  N : 80 x/mnt RR : 18 x/mnt T : 36,5 ‘C

Paraparese inferior

- Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12  jam

Paraparese inferior

- Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12  jam

Pf/ Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (-), BAK (+)

14/07/2016 -Sulit tidur Vital Sign : (H-2) -kelemahan Kes : compos kedua mentis tungkai TD : 110/70 - adanya mmHg  benjolan di  N : 92 x/mnt lipat paha RR : 19 x/mnt kiri T : 36,6 ‘C Pf/ Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (-), BAK (+)

38

19/07/2016 Kelemahan (H-7) kedua tungkai, sulit tidur (+)

Vital Sign : Kes : compos mentis TD : 130/80 mmHg  N : 82 x/mnt RR : 20 x/mnt T : 36,7 ‘C

Paraparese Inferior

-Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12  jam

P/ Konsul Bedah Onkologi

Pf/ GCS: E4M6V5 Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (+), BAK (+) 28/07/2016 -Perut H-16 mulas -Kedua kaki nyeri

Vital Sign : Kes : compos mentis TD : 140/90 mmHg  N : 88 x/mnt RR : 20 x/mnt T : 36,6 ‘C

Pf/ GCS: E4M6V5 Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (+), BAK (+)

Paraparese - Inj. Mecobalamin 1 Amp/ Inferior ec. 12 jam Metastase - Inj. Ranitidin 1 Amp/ 12 Adenocarsinoma  jam - Dulcolax supp

P/ Konsul Obgyn (Ginekologi)

39

01/08/2016 -Perut terasa Vital Sign : H-20 kembung Kes : compos -Kedua kaki mentis terasa ngilu TD : 110/90 -Nyeri mmHg  pinggang  N : 98 x/mnt RR : 18 x/mnt T : 36,2 ‘C

07/08/2016 Kedua kaki H-26  bengkak dan kebas

08/08/2016 Kedua kaki H-27  bengkak

Pf/ GCS: E4M6V5 Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (+), BAK (+) Vital Sign : Kes : compos mentis TD : 120/60 mmHg  N : 80 x/mnt RR : 18 x/mnt T : 36,2 ‘C Pf/ GCS: E4M6V5 Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 2222 I 2222 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (+), BAK (+) Vital Sign : Kes : compos

Paraparese Inferior ec. Metastase Adenocarsinoma

-Inj. Ceftriaxone 1 gr/12  jam -Inj. Mecobalamin 1 Amp/ 12 jam - Inj. Alinamin F 1 Amp/12 jam -Inj. Ketorolac 3% /12jam -Gabapentin 2x1 tab -Gentamicin zalf 

Paraparese Inferior ec. Metastase Adenocarsinoma

-Drip ciprofloxacin 400mg/ 12 jam -Gabapentin 2x1 tab -Gentamicin zalf 1 gr

P/ CT-Scan Abdomen kontras/ non kontras

Paraparese Inferior ec.

Drip ciprofloxacin 400mg/ 12 jam

40

dan kebas

mentis TD : 130/60 mmHg  N : 80 x/mnt RR : 19 x/mnt T : 36,4 ‘C

Pf/ GCS: E4M6V5 Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 1111 I 1111 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (+), BAK (+) 12/08/2016 -Lemas Vital Sign : H-31 -Kedua kaki Kes : compos  bengkak mentis dan nyeri TD : 120/60 mmHg  N : 88 x/mnt RR : 21 x/mnt T : 36,6 ‘C Pf/ GCS: E4M6V5 Mata: pupil isokor 3 mm/3mm , RCL (+), RCTL (+) Motorik: 5555 I 5555 1111 I 1111 Sensorik: dbn r. fisiologis :+ I + +I+ r. patologis: -/otonom: BAB (-), BAK (+)

Metastase -Gabapentin 2x1 tab Adenocarsinoma -Gentamicin zalf 1 gr

Paraparese Inferior ec. Metastase Adenocarsinoma

-Drip ciprofloxacin 400mg/ 12 jam -Gabapentin 2x1 tab -Gentamicin zalf 1 gr

41

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien rujukan dari Rumah Sakit Datu Beru dengan keluhan kelemahan kedua anggota gerak bawah yang dialami pasien sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan anggota gerak yang dirasakan pasien barlangsung secara  perlahan-lahan. Awalnya pasien masih dapat berjalan dan tidak menunjukkan gejala apapun, namun lama-kelamaan kelemahan anggota gerak bawah memberat. Pasien ini memiliki gejala kelemahan kedua anggota gerak bawah atau  paraparese. Paraparese adalah terjadinya gangguan antara kedua anggota gerak tubuh bagian bawah . Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi facet superior dan inferior ( pars interartikularis). Paraparese adalah adanya defek pada  pars interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. Paraparese terjadi pada 5% dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang baik. Paraparese dapat terjadi pada semua level vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah.

7

Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada bagian lipat paha yang dirasakan sejak 6 minggu yang lalu. Awalnya benjolan berukuran kecil, namun semakin lama semakin membesar. Benjolan berwarna kemerahan, teraba keras dan terasa nyeri. Hal ini sesuai dengan teori bahwa  penyebab tumor medula spinalis  primer sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik. Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding pembuluh darah, melekat pada jaringan medula spinalis yang normal dan membentuk  jaringan tumor baru di daerah tersebut. 6,8 Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota keluarga ( syndromic group)  misal pada neurofibromatosis. Astrositoma

42

dan neuroependimoma merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien dengan NF2 memiliki kelainan  pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya, yang merupakan abnormalitas dari kromosom. 7 Pada saat pemeriksaan di ruangan pasien sudah sadar dengan GCS 15 E4M6V5 dan TD 120/60 mmhg, N 84x/I, RR 19 kali/I, T: afebris.   Dari pemeriksaan fungsi

motorik ditemukan

kelemahan kedua anggota gerak bawah, kekuatan otot

menurun, hipotrofi dan hipotonus pada kedua ekstremitas i nferior. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan CT Scan Scan pelvis, abdomen dan didapatkan hasil tampak adanya metastasis percontinuitatum ke buli, uterus, cervix, rectum, tulang-tulang pelvis dan pubis, sacrum, dan juga mendestruksi sendi coxae sinistra. Sangat mungkin jenis teratoma. Pada CT Scan Vertebrae Lumbalis dan Sacrococcygealis didapatkan hasil suatu dyscitis L1-L5-S1 terutama pada L4-L5 dengan spondyloarthritis lumbalis. Pada pemeriksaan MRI didapatkan hasil adanya suatu protusi disc C3-4 ke posterior yang menekan kanalis spinalis tanpa menekan radiks kanan kiri,  bulging disc C5-6 yangmenekan ringan kanalis spinalis dan menyempitkan foramen neuralis kanan serta protusio disc C6-7 ke posterolateral yang menekan kanalis spinalis tanpa menekan radiks kanan dan kiri.

43

BAB V KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan terhadap wanita, 53 tahun dengan keluhan

kelemahan kedua anggota gerak bawah yang dialami pasien sejak ± 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kelemahan anggota gerak yang dirasakan pasien  barlangsung secara perlahan-lahan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kedua tungkai  bengkak dan kekuatan otot kedua tungkai menurun. Dari hasil pemeriksaan USG hepar, lien, pancreas tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan USG ginekologi didapatkan adanya suatu massa pada bagian posterior vesica urinaria. Dari hasil pemeriksaan CT Scan pelvis tanpa kontras, CT Scan Abdomen Tanpa Kontras dan Dengan Kontras, CT Scan Pelvis Dengan Kontras Tampak adanya metastasis percontinuitatum ke buli, uterus, cervix, rectum, tulang-tulang pelvis dan pubis, sacrum, dan juga mendestruksi sendi coxae sinistra. Sangat mungkin jenis teratoma.

Dari pemeriksaan MRI Medulla Spinalis Tanpa Kontras dan MRI Cervikalis Tanpa Kontras didapatkan hasil kesan Spondilosis cervical dan adanya protusi disc

C3-4 ke posterior yang menekan kanalis spinalis tanpa menekan radiks kanan kiri,  bulging disc C5-6 yangmenekan ringan kanalis spinalis dan menyempitkan foramen neuralis kanan serta protusio disc C6-7 ke posterolateral yang menekan kanalis spinalis tanpa menekan radiks kanan dan kiri. Dari pemeriksaan Patologi Anatomi didapatkan hasil suatu Metastase Adenocarcinoma pada kelenjar getah  bening. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang  pasien ini didiagnosis dengan Paraparese Inferior ec. Metastase Adenocarcinoma. Di Indonesia jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat dengan  perkiraan insidensi sekitar 0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah  penderita pria hampir sama dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga 50 tahun. Diperkirakan 25% tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak di segmen lumbosakral.

44

Penyebab paraparesis inferior dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis pasien, gambaran radiologis dan pemeriksaan patologi anatomi.

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF