Laporan Kasus NEAR DROWNING FIXXXX Dong

August 10, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus NEAR DROWNING FIXXXX Dong...

Description

 

P r esenta sentasi si K asus

NEAR DRO DROW WNI NG DENGAN BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh: dr. Elfita Syari

Pembimbing : dr. Faradilah Halusia, Sp.A

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA PERIODE NOVEMBER 2018-2019 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGKINANG KABUPATEN KAMPAR 2019

 

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 

Latar Belakang

Tenggelam merupakan kasus gawat darurat, termasuk penyebab kematian utama karena kecelakaan pada anak, dan memerlukan pertolongan cepat di tempat kejadian, kemudian dilanjutkan dengan perawatan secara intensif. Secara umum, di dunia, sekitar 500.000 orang tenggelam setiap tahunnya. Kejadian tenggelam  pada anak sekitar 4,6 dari 100.000 per tahun. Kematian terjadi 32,8 dari 100 korban tenggelam, 5-12% korban yang berhasil bertahan hidup mengalami kerusakan neurologis berat yang permanen. 1,2  Awalnya, kasus tenggelam (immersion atau atau   drowning) dan hampir tenggelam (submersion atau atau   near drowning) dianggap sama dengan keadaan tenggelam (drowning) (drowning).. Akibat terpenting peristiwa tenggelam/ hampir tenggelam adalah hipoksia, sehingga oksigenisasi, ventilasi, dan perfusi harus dipulihkan secepat mungkin. Hal ini memerlukan tindakan resusitasi jantung paru dan layanan kegawatdaruratan medis.1,3-6  Terapi resusitasi inisiasi di tempat kejadian sebelum sampai di rumah sakit dilanjutkan respons cepat dan tatalaksana agresif tim ruang gawat darurat dan ruang intesif rumah sakit mereduksi mortalitas karena gangguan kardiorespiratori akibat tenggelam. Kerusakan neurologis karena hipoksemia dan iskemia menjadi  penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang.1 

 

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

N ear D r owning  

2.1.1

Definisi

Anak-anak beresiko untuk mengalami tenggelam jika berada pada lingkungan dengan air sebagai salah satu peluang bahaya. Kongres dunia untuk drowning   menjelaskan bahwa tenggelam adalah proses mengalami penurunan  pernapasan akibat perendaman dalam cairan. Tenggelam (drowning) adalah kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi, tenggelam (drowning) merupakan suatu keadaan fatal, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) mungkin dapat berakibat fatal.1-3  2.1.2

Epidemiologi

Dari 2005-2009, rata-rata 3.880 orang per tahun menjadi korban tenggelam fatal dan diperkirakan 5789 orang dirawat di departemen darurat rumah sakit di AS untuk tenggelam nonfatal. Tingkat kematian akibat tenggelam tertinggi terjadi pada anak-anak usia 1-4 tahun (2,55 per 100.000) dan 15-19 tahun (1,29 per 100.000). Pada anak-anak, tenggelam merupakan penyebab kematian kedua akibat cedera setelah kecelakaan kendaraan bermotor di Inggris. Resiko tenggelam juga berkaitan dengan faktor seperti jenis kelamin, penggunaan alkohol, riwayat kejang, pelajaran berenang, dan faktor resiko lingkungan seperti  pengawasan.7 Berikut merupakan faktor resiko terjadinya tenggelam : a.  Anak usia 90%).1  Anak-anak korban tenggelam menunjukkan irama jantung asistol 55%, ventrikel takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) 29% dan bradikardi 16%. Defibrilasi elektrik atau kardioversi diperlukan pada korban dengan VF atau VT tanpa nadi. Obat-obatan kardioaktif mungkin diperlukan untuk memperbaiki ritme  jantung. Oksigenisasai dan ventilasi yang adekuat merupakan syarat memperbaiki fungsi miokard. Resusitasi cairan dan inotropik seringkali dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan perfusi perifer, namun pada keadaan disfungsi miokard pemberian cairan yang agresif mungkin dapat memperburuk edema paru. Infuse epinefrin (dosis 0,05-1µg/kg/menit) biasanya merupakan pilihan utama  pada penderita dengan disfungsi jantung j antung atau hipotensi setelah kejadian hipoksik-

 

12

iskemik, dobutamin (dosis 2-20µg/kg/menit) dapat memperbaiki cardiac output  pada penderita normotensi.1  Pengobatan  bronkodilator

lain

dan

yang

antibiotik.

perlu Jika

dipertimbangkan pada

adalah

pemberian

fisik

didapatkan

pemeriksaan

 bronkospasme, pemberian bronkodilator seperti aminofilin intravena atau nebulisasi agonis-β agonis-β2 akan memberikan hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada saat awal tidak dianjurkan, meskipun seringkali air yang diaspirasi mengalami kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan kultur darah, kultur sputum,  jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik dilakukan  berdasarkan kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak dianjurkan karena tidak ada bukti baik secara klinis maupun eksperimental yang menunjukkan bahwa penggunaannya bermanfaat.1,3 Namun, pada studi prospektif dari 10 pasien yang mengalami near drowning , 7 pasien diberikan methyl  prednisolon 5mg/kgbb/24 5mg/kgbb/24 jam intravena, 6 diantaranya menunjuk menunjukkan kan perbaikan.8 2.1.5

Prognosis

Prediktor yang memengaruhi prognosis baik antara lain, waktu tenggelam 10 menit. GCS kurang memiliki penilaian yang bermakna dalam prognosis.2 

2.2

Bronkopneumonia

2.2.1

Definisi

Bronkopneumonia

adalah

peradangan

pada

paru

dimana

proses

 peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak bercak- bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.9 2.2.2

Epidemiologi

Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam  bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk

 

13

 pneumonia dan influenza. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit respiratori, terutama pneumonia.2 2.2.3  Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan  pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi  pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan  bakteri gram negatif seperti  E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, influenzae, Stretococcus grup A, A, S. aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma infeksi Mycoplasma pneumoniae.2 2.2.4

Klasifikasi

Berikut merupakan pembagian pneumonia: a.  Berdasarkan lokasi lesi di paru Pneumonia lobaris Pneumonia lobularis (bronkopneumoni) Pneumonia interstitialis  b.  Berdasarkan asal infeksi Pneumonia

yang

didapat

dari

masyarkat

( community acquired (community

 pneumonia =  pneumonia  = CAP) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based (hospital-based pneumonia) pneumonia) c.  Berdasarkan mikroorganisme penyebab Pneumonia bakteri Pneumonia virus Pneumonia mikoplasma Pneumonia jamur d.  Berdasarkan karakteristik penyakit Pneumonia tipikal Pneumonia atipikal e.  Berdasarkan lama penyakit Pneumonia akut

 

14

Pneumonia persisten Klasifikasi pneumonia berdasarkan berat dan ringannya : Bayi dan anak berusia 2 bulan –  bulan –  5  5 tahun :

  Pneumonia berat



-  Bila ada sesak napas -  Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

  Pneumonia



-  Bila tidak ada sesak napas -  Bila ada napas cepat dengan frekuensi pernafasan

  Usia 2-12 bulan > 50 x/menit

o

  Usia 1-5 tahun > 40 x/menit

o

-  Tidak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik oral

  Bukan pneumonia



 

- Bila tidak ada sesak napas dan napas cepat -  Tidak perlu dirawat dan tidak perlu pemberian antibiotic, hanya perlu diberikan terapi simtomatik.

Bayi berusia di bawah 2 bulan Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai  berikut :

  Pneumonia



-  Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas  

 

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik   Bukan pneumonia



-  Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas -  Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik si mptomatik 2.2.5

Patogenesis

Penyakit ini dimulai dengan infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah  putih keluar dari darah masuk kedalam alveoli. Dengan demikian, alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi 2

disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.

 

15

Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme  patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.2 Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Awalnya, terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian  paru yang terkena t erkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi sserbukan erbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem  bronkopulmoner jaringan paru paru yang tidak terkena akan tetap normal.2 Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang  jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral  pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial. 2 2.2.6

Gejala klinis

Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi,  batuk dan nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadangkadang disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada  permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula

 

16

kering kemudian menjadi produktif. Pada stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar dengan  pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan nyeri dada.2 2.2.7

Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut :

  Suhu tubuh ≥ 38,5o C



  Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,



suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

  Takipneu berdasarkan WHO:



Usia < 2 bulan Usia 2-12 bulan

≥ 60 x/menit  x/menit  ≥ 50 x/menit  x/menit 

Usia 1-5 tahun

≥ 40 x/menit  x/menit 

Usia 6-12 tahun

≥ 28 x/menit  x/menit 

  Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.



  Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.



  Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine



crackles (ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada bayi. Dan kadang terdengar juga suara bronkial.2  2.2.8

Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –  15.000  –  40.000/mm  40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat.2  2. C-Reactive Protein (CRP) Secara

klinis

CRP

digunakan

sebagai

alat

diagnostik

untuk

membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada

 

17

infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4 Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. 2 3. Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologis untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.2 4. Pemeriksaan serologis Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia  pneumonia  dan  Mycoplasma pneumonia  pneumonia  memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.2 5. Pemeriksaan Radiologi Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis  pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi posisi AP.2  Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

 



Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,  peribronchial

cuffing

dan

overaeriation.. overaeriation

consolidation karena atelektasis.

Bila

berat

terjadi

pachy

 

18

 



Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.  bronchogram.  Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis,  berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round pneumonia  pneumonia 

 



Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru  berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat d apat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau

virus. Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumoni dan air bronchogram sangat 2

mungkin disebabkan oleh bakteri. 2.2.9 Penatalaksanaan Tatalaksana paling tepat untuk pasien dengan pneumonia adalah terapi kausal serta terapi suportif.   Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Berikut merupakan tatalaksana pada pasien dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri: a.

 

Penatalaksanaan Penatalaksanaan antibiotika



Pneumonia rawat jalan



Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari.

 

-

 

Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB  –   sulfametoksazol 20 mg/kgBB) dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari



Pneumonia rawat inap



Kloramfenikol 15 mg/kgBB setiap 6 jam



Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap 12 jam



Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali



Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB sehari sekali

 

19



Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi antibiotik yang optimal Pemberian antibiotik berdasarkan umur

   Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :



-  ampicillin + aminoglikosid -  amoksisillin-asam klavulanat -  amoksisillin + aminoglikosid -  sefalosporin generasi ke-3

  Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)



-   beta laktam amoksisillin -  amoksisillin-amoksisillin klavulanat -  golongan sefalosporin

 

- kotrimoksazol -  makrolid (eritromisin) b.



Penatalaksaan Penatalaksaan suportif

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit

  sampai

sesak nafas hilang atau

  PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr



Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.



Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis



awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg). Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam  pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat  penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang

nyata dalam 24-72 jam

  ganti

dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai

dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah 5

antibiotik tidak efektif).

 

20

BAB III LAPORAN KASUS

3.1

Identitas pasien

 Nama

: An. E

Umur

: 6 tahun 6 bulan

Jenis kelamin : Perempuan  No. RM

: 118805

Alamat

: Jl. Jend. Sudirman, Bangkinang

Tgl Masuk RS : 6 Januari 2019

1.2 

Anamnesis

Autoanamnesis dan alloanamnesis (ibu kandung pasien)

3.2.1

Keluhan utama

Sesak napas sejak 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit

3.2.2  Riwayat penyakit sekarang

  30 menit SMRS pasien mengeluhkan sesak napas, sesak muncul saat



 banyak bergerak dan berkurang jika pasien beristirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu, atau makanan.  

  Keluhan batuk ada, batuk berdahak, dahak berwarna putih, darah tidak



ada. 

  Keluhan mual ada, muntah ada, ± 1 kali, berisi air dan makanan, berwarna



kemerahan, sebanyak ±1 gelas dan tidak menyemprot. 

  Lidah terasa nyeri dan membengkak, sehingga sulit untuk makan dan



 berbicara. Demam (+) terus menerus. Pasien juga mengeluhkan kebaskebas pada kaki kiri, terasa terus menerus.

  Pasien awalnya bermain dan diajak berenang di kolam berenang bersama



keluarga. Pasien berenang ke kolam renang orang dewasa, pasien tidak  bisa berenang dan tidak menggunakan pelampung, kemudian pasien tenggelam. Lama tenggelam kurang lebih lima menit. Tidak ada yang

 

21

mengawasi pasien saat kejadian. Saat diangkat dari kolam renang pasien tidak sadarkan diri. Dilakukan penekanan pada daerah perut, pasien tetap tidak sadar dan air tetap tidak keluar, kemudian dilakukan bantuan nafas  pada daerah mulut, setelah dua menit, air keluar dari mulut pasien dan kemudian pasien sadar. Pasien segera dibawa ke Puskesmas dan dirujuk ke RSUD Bangkinang. 

3.2.3

Riwayat penyakit dahulu

  Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, asma dan kejang.



3.2.4

Riwayat penyakit dalam keluarga

 



Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit asma dan  penyakit jantung.

3.2.5

Riwayat kehamilan

 



Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, tidak mengonsumsi obat-obatan/jamu, kontrol kehamilan teratur ke bidan, dan lama hamil cukup bulan.  bulan. 

3.2.6

Riwayat kelahiran

Lahir spontan, ditolong bidan, saat lahir menangis kuat dengan berat badan lahir 2900 gr panjang badan lupa.

3.2.7

Riwayat makanan dan minuman

  ASI

: 0-2 tahun 

  PASI

: 6-8 bulan 

  Bubur susu

: 6 bulan 

   Nasi Tim

: 8 bulan 

   Nasi biasa

: 1 tahun sampai sekarang 











3.2.8

Riwayat imunisasi

Imunisasi dasar lengkap 

 

22

3.2.9

Riwayat tumbuh kembang

  Perkembangan fisik: lupa



  Perkembangan mental: Isap jempol (-), gigit kuku (-), sering mimpi(-),



mengompol (-), aktif sekali(-), apati (-), membangkang (-), ketakutan (-).  Kesan: Pertumbuhan fisik dan perkembangan perkembangan mental dalam ba batas tas normal. 3.2.10 Riwayat lingkungan lingkungan dan perum perumahan ahan

Tinggal di rumah permanen, sumber air minum dari air galon, buang air  besar di WC dalam rumah, sampah dibuang ke TPA, pekarangan cukup luas.  Kesan : higiene dan sanitasi cukup. cukup. 

3.3

Pemeriksaan fisik

3.3.1

Pemeriksaan umum

Keadaan umum Kesadaran

: Tampak sakit sedang  : Komposmentis 

Tanda –  Tanda  –  tanda  tanda vital TD

: 120/70 mmHg

 Nadi

: 135 x/menit

RR

: 43 x/menit

Suhu

: 370C

Tinggi Badan : 120 cm Berat Badan

: 25 kg

Status gizi

: BB/U : 108,6%  108,6%  TB/U : 96% BB/TB : 108,6%  Kesan : normal

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Kepala dan leher

-  Kepala

: bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam tidak mudah rontok.

 

- Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

 

23

-  Telinga

: dalam batas normal

-  Hidung

: nafas cuping hidung tidak ada

-  Tenggorokan

: tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

-  Mulut

: mukosa bibir tidak pucat, lidah tampak udem dan tampak  putih.

-  Leher

: Pembesaran KGB (-), JVP 5-2 cm H2O

Thoraks Paru

Inspeksi

: Statis

: Bentuk dinding dada simetris kanan dan kiri,

retraksi (-), jejas (-) Dinamis : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri Palpasi

: Vokal fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

: Sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: Bronkovesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)

Thoraks Jantung

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba

Perkusi

: Batas jantung kanan  SIK V linea sternalis dekstra Batas jantung kiri  SIK V linea midklavikula sinistra

Auskultasi

: S1 dan S2 regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi

: Perut cembung, tidak asites

Auskultasi

: Bising usus normal, frekuensi 10x/menit

Perkusi

: Timpani pada seluruh lapangan perut, shifting dullness (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-),hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas

CRT < 2 detik, sianosis (-), edema tungkai (-/-), akral hangat.

3.3.3  Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin (06/01/2019) ( 06/01/2019) Hb

: 12,2 g%

Leukosit

: 24.400 mm3

HT

: 34,5 %

 

24

Trombosit

: 393.000 mm3 

Pemeriksaan kimia darah (06/01/2019) Gula darah sewaktu : 265 mg/dl

Pemeriksaan elektrolit darah (06/01/2019) Chlorida

: 98 mEq/L

Kalium

: 3,5 mEq/L

 Natrium

: 132 mEq/L

Rontgen toraks (06/01/2019)

 



Foto layak baca (identitas ada, marker ada , posisi  , posisi simetris, kekerasan cukup)

 



sudut costofrenikus kiri dan kanan lancip

 

CTR < 50%

 

Adanya infiltrat pada





lobus superior paru kiri Kesan : infiltrat pada lobus superior paru kiri

3.3.4  Diagnosis kerja

 Near drowning + bronkopneumonia 

3.3.5  Tatalaksana Non farmakologi

-   Bed rest -  O2 nasal canul 3 liter/menit

 

25

-   NGT (+) cairan berwarna coklat Farmakologi

-  IVFD RL 65 tpm (mikro) -  Inj. Cefotaxime 800 mg/ 12 jam -  Inj. Gentamicin 150 mg/ 24 jam -  Inj. Methyl prednisolon 5 mg/ 8 jam -  Inj. Paracetamol 250 mg/ 12 jam Rawat di ruangan PICU

 

26

3.8. Follow up Hari/

S

O

A

P

KU : TSS

 Near drowning +

TD: 120/70

 bronkopneumonia  liter/menit IVFD RL 65 tpm (mikro)

Tanggal

Senin

Sesak

7/1/2019 nafas Batuk

O2 nasal canul 3

(+)

mmHg

Spooling NGT  cairan

Edema

HR:108x/

 jernih

lidah

menit

Inj. Cefotaxime 800 mg/

(+)

RR:28x/

12 jam

Putih

menit

Inj. Gentamicin 150 mg/

 pada

T : 370C

24 jam

lidah

Tho : ro

Inj. Methyl prednisolon 5

(+) Demam

(+/+)

mg/ 8 jam Inj. Paracetamol 250 mg/ 12 jam Candistatin drop 4x1cc Pindah ke ruangan anak

Selasa

Sesak

8/1/2019 nafas(-)

KU : TSS

 Near drowning +

TD:110/70

 bronkopneumonia  Inj. Cefotaxime 800 mg/

IVFD RL 65 tpm (mikro)

Batuk

mmHg

12 jam

(+)

HR:100x/

Inj. Gentamicin 150 mg/

Edema lidah

menit RR:22x/

24 jam Inj. Methyl prednisolon 5

(+)

menit

mg/ 8 jam

Putih

T

 pada

36,40C

lidah

Tho : ro

(+)

(+/+)

Demam (-)

:

Candistatin drop 4x1cc Pasien boleh pulang

 

27

BAB IV ANALISA KASUS

Telah diperiksa pasien anak perempuan An. E usia 6 tahun 6 bulan di ruangan PICU RSUD Bangkinang dengan diagnosa

near drowning

+

 bronkopneumonia.  bronkopneumon ia. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan sesak nafas sejak 30 menit sebelum masuk RS,  pasien awalnya tenggelam di kolam renang. Sesak nafas ini disebabkan oleh karena aspirasi air kolam. Pasien tenggelam lebih kurang selama lima menit, tetapi pasien langsung sadar setelah mendapatkan resusitasi minimal dan langsung sadar dalam waktu kurang dari 24 jam. Hal ini menunjukkan prognosis yang baik  pada pasien ini.1,7  Pasien mengatakan tidak membawa pelampung ataupun alat  bantu renang. r enang. Pasien juga mengatakan tidak ti dak bisa berenang. Hal ini menunjukkan faktor risiko terjadinya drowning  pada  pada anak-anak.7  Pada pasien ini tidak terdapat defisit neurologis karena tidak ada gejala  peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai dengan muntah yang proyektil. Kemudian pasien cepat sadar dalam 24 jam setelah kejadian sehingga pada pasien ini tidak terdapat cedera otak karena hipoksia, termasuk kerusakan batang otak. Pada pasien juga tidak terdapat riwayat kejang dan epilepsi. Saat pasien di IGD  juga tidak ada kejang pada pasien ini. Pada pasien ini tidak terdapat tanda-tanda dari henti jantung karena pasien dalam keadaan sadar. Namun, untuk mengetahui tanda-tanda hipoventilasi dan gangguan perfusi jaringan perlu dilakukan pemeriksaan lanjut yaitu pemeriksaan analisa gas darah. Pasien mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih dan demam. Pada  pemeriksaan fisik auskultasi paru adanya ronki, pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 24.400 mm 3 dan pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan adanya infiltrat pada lobus superior paru kiri yang menandakan adanya  bronkopneumonia.  bronkopneumon ia. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan diagnosis berupa near drowning/ nonfatal drowning + bronkopneumonia.

 

28

BAB IV KESIMPULAN

Hampir tenggelam (near drowning) adalah korban masih dalam keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air. Anak-anak beresiko untuk mengalami tenggelam jika berada pada lingkungan dengan air sebagai salah satu peluang bahaya. Kongres dunia untuk drowning   menjelaskan bahwa tenggelam adalah proses mengalami penurunan pernapasan akibat perendaman dalam cairan. Tingkat kematian akibat tenggelam tertinggi terjadi pada anak-anak usia 14 tahun (2,55 per 100.000) dan 15-19 tahun (1,29 per 100.000). Pada anak-anak, tenggelam merupakan penyebab kematian kedua akibat cedera setelah kecelakaan kendaraan bermotor di Inggris. Pada prinsipnya, tatalaksana kasus drowning   adalah tata laksana  Prehospital Care diikuti dengan pemantauan ABC ( Airway, Breathing, Circulation)) untuk mengatasi gangguan oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi, Circulation keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan sistim saraf pusat yang lanjut.7 Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi jantung paru. Oksigen harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah sakit dan untuk membalikkan keadaan anoksia dan mencegah cedera karena hipoksia. Prediktor yang memengaruhi prognosis baik antara lain, waktu tenggelam
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF