Laporan Kasus keratitis SUPERFISIAL.docx
August 29, 2017 | Author: Rusmin Usman | Category: N/A
Short Description
lapsus...
Description
LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN
I.
Nama
: Tn. AM
Janis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 21 tahun
Agama
: Islam
Suku/Bangsa
: Makassar/Indonesia
Pekerjaan
: Karyawan Pabrik
Alamat
: Jl. Cendrawasih, Tonasa1
No. Register
: 065920
Tanggal Pemeriksaan
: 2 Januari 2015
Rumah Sakit
: Balai Kesehatan Mata Makassar
ANAMNESIS Keluhan Utama : penglihatan kabur Anamnesis Terpimpin : dirasakan ± 1 minggu terakhir. Awalnya mata kanan pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering digosok-gosok. Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan penglihatn kabur. Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena cahaya. Riwayat penggunaan lensa kontak (-) Riwayat Penyakit Terdahulu : Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat diabetes melitus (-) riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-) Riwayat Pengobatan : Pasien memberi obat tetes mata yang dibeli sendiri di apotek Riwayat Penyakit Keluarga dan sosial Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada keluarga pasien.
1
II.
Pemeriksaan Oftalmologi 1. Pemeriksaan Inspeksi OD
OS
Edema (-)
Edema (-)
Normal, sekret (-)
Normal, sekret (-)
lakrimasi (+)
lakrimasi (-)
Hiperemis (+)
Hiperemis(-)
Normal
Normal
Sedikit keruh
Jernih
Normal
Normal
Coklat, Kripte (+)
Coklat, kripte (+)
Pupil
Bulat, Sentral, RC +
Bulat, Sentral, RC +
Lensa
Jernih
Jernih
Ke segala arah
Ke segala arah
Palpebra Silia Apparatus lakrimalis Konjungtiva Bola mata Kornea Bilik Mata Depan Iris
Mekanisme muscular
2. Pemeriksaan Palpasi Palpasi
OD
OS
Tensi Okuler
Tn
Tn
Nyeri tekan
(-)
(-)
Massa tumor
(-)
(-)
Tidak ada pembesaran
Tidak ada pembesaran
Glandula preaurikuler 3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
2
4. Visus VOD
: 20/70
VOS
: 20/20
5. Pemeriksaan Slit Lamp Pemeriksaan fluorosein: tampak bintik-bintik warna hijau pada permukaan kornea 6. Pemeriksaan laboratorium Tidak dilakukan pemeriksaan 7. Pemeriksaan Oftalmoskopi Tidak dilakukan pemeriksaan.
III.
Resume Seorang laki-laki umur 21 tahun datang ke BKMM dengan keluhan penglihatan kabur yang dirasakan ± 5 hari terakhir. Awalnya mata kanan pasien kemasukan benda asing, kemudian mata sering digosok-gosok. Keesokan harinya mata menjadi merah disertai dengan penglihatn kabur. Pasien juga mengeluh mata kanannya seperti ada yang mengganjal, terasa nyeri, sering berair, serta terasa silau bila terkena cahaya. riwayat Riwayat penggunaan lensa kontak (-) Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat diabetes melitus (-) riwayat hipertensi (-), riwayat alergi (-) Pemeriksaan visus VOD 20/70 dan VOS 20/20. Pada pemeriksaan Slit Lamp tampak bintik-bintik warna kehijauan pada permukaan kornea yang menandakan flourosesnsi positif
IV.
Diagnosis Keratitis pungtata superfisisalis oculus dextra
V.
Diagnosis Banding Ulkus kornea
3
VI.
Terapi C. Repitel C. Polygran
VII.
VIII.
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ada bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Diskusi Berdasarkan hasil anamnesis, keluhan utama pasien berupa penglihatan kabur, disertai mata merah, rasa mengganjal pada mata kanan, fotofobia serta lakrimasi. Keluhan ini sesuai dengan trias dari keratitis yaitu blefarospasme, fotofobia, dan epifora/lakrimasi. Pada pemeriksaan fisik inspeksi tampak konjungtiva hiperemis, serta kornea agak keruh. Hasil pemeriksaan slit lamp dengan flourosein, tampak bercak-bercak infiltarat pada permukaan kornea. Pemeriksaan visus VOD 20/70 dan VOS 20/20. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik inspeksi dan hasil pemeriksaan slit lamp dengan fluorosein yang memberikan gambaran bercakbercak warna hijau disekitar kornea, ini dapat ditegakkan diagnosis keratitis superfisialis. Faktor prediposisi terjadianya keratitis pada pasien ini dapat didahului akibat trauma yaitu masuknya benda asing ke mata kemudian mata sering digosok-gosok sehingga dapat menimbulkan abrasi pada permukaan kornea. Keadaan ini dapat mempermudah masuknya kuman bakteri, virus atau jamur agen penyebab keratitis.
4
TINJAUAN PUSTAKA KERATITIS
A. ANATOMI KORNEA Kornea (Latin Cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian mata yang tembus cahaya. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar ke dalam :1 1. Epitel Terdiri dari sel epitel squamos yang bertingkat, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; sel poligonal dan sel gepeng. Tebal lapisan epitel kira-kira 5 % (0,05 mm) dari total seluruh lapisan kornea. Epitel dan film air mata merupakan lapisan permukaan dari media penglihatan. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di sampingnya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa melalui barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. 2. Membran bowman Membran yang jernih dan aselular, Terletak di bawah membran basal dari epitel. Merupakan lapisan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari epitel bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya generasi. 3. Stroma Lapisan ini mencakup sekitar 90% dari ketebalan kornea. Merupakan lapisan tengah pada kornea. Bagian ini terdiri atas lamel fibrilfibril kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir mencakup seluruh diameter kornea, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta kolagen ini bercabang;
5
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama, dan kadang sampai 15 bulan. 4. Membran Descemet Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini
berkembang terus
seumur
hidup
dan mempunyai
tebal +40 mm. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh humor aqueous. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.
Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris yang terutama berasal dari n.siliaris longus, cabang n.nasosiliaris (n.V/1). Kornea tidak mengandung pembuluh darah oleh karena sebagai media refrakta, akan tetapi di limbus kornea terdapat arteri ciliaris anterior yang membawa nutrisi untuk kornea. Nutrisi yang lain didapat dari humor aquos di camera okuli anterior dengan cara difusi dari endotel. Fungsi dari kornea adalah sebagai media refrakta dan sebagai bagian mata dengan pembiasan sinar terkuat. 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar yang masuk dibiaskan oleh kornea.1
6
Gambar: a. Struktur anatomi mata
b. Struktur lapisan kornea
B. Fisiologi Kornea Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relat ive jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada
endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.1 Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut lemak dan larut air sekaligus.1
7
C. Definisi Keratitis Keratitis adalah kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Bakteri umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea.
D. Epidemiologi Secara global, insidensi keratitis bakteri bervariasi secara luas, di mana negara dengan industrialisasi yang rendah menunjukkan angka pemakaian softlens yang rendahm sehingga bila dihubungkan dengan pemakai softlens dan terjadinya infeksi menunjukkan hasil penderita yang rendah juga.
E. Klasifikasi Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.2
subepitel
Herpes zoster, herpes simplek, punctata Numularis, disiform
stroma
neuroparalitik
epitel Superfisial KERATITIS
interstitial Profunda disiformis sklerotikan
8
1. Keratitis Superfisial, dapat dibagi menjadi: a. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+), misalnya: 1) Keratitis pungtata: merupakan keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum kontagiosum, akne rosasea, herpes zoster, herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, vaksinia, trakoma dan trauma radiasi, trauma, lagoftalmus, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa nyeri, berair, merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit kabur.2 2) Keratitis herpeti Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yang disebabkam herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stroma.Yang murni epitelial adalah dendritik sedangkan stromal adalah diskiformis. Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat pembelahan virus di dalam sel epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak kornea superficial.2 3) Infeksi Herpes zoster Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti N.Nasosiliaris terkena, maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini disebut anestesia dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat, letak subepitel, disertai injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat mengalami ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu membentuk keratitis disiformis. Kadang juga tampak edema kornea disertai lipatan-lipatan dari membran Descement.2
9
b. Keratitis subepitelial, tes fluoresin (-), misalnya: 1) Keratitis numularis, dari Dimmer Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak jelas, di kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana ditengahnya lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan meninggalkan sikatrik yang ringan. 2) Keratitis disiformis dari Westhoff Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani di pulau jawa. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di kornea tampak infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari pada dipinggir. Umumnya menyarang usia 15-30 tahun. c. Keratitis stromal, tes fluresin (+), misalnya: 1) Keratitis neuroparalitik 2) Keratitis et lagoftalmus Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi pada ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma di mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang terkena adalah kornea bagian bawah
2. Keratitis profunda, tes fluoresin (-), misalnya: a. Keratitis interstisial Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC. Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena lebh dahulu kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari limbus ke sentral.
10
b. Keratitis sklerotikans Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera. c. Keratitis disiformis Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah reaksi alergi terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan dahulu pernah diberi kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan dalam kornea, di pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang sembuh dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.
F. FAKTOR RESIKO 1. Blefaritis 2. Infeksi pada organ asesoria bulbi (seperti infeksi pada aparatus lakrimalis) 3. Perubahan pada barrier epitel kornea (seperti dry eyes syndrom) 4. Pemakaian contact lens 5. Lagoftalmos 6. Gangguan Neuroparalitik 7. Trauma 8. Pemakaian imunosupresan topikal maupun sistemik
G. ETIOLOGI KERATITIS 1. Bakteri -
Diplokok pneumonia
-
Streptokok hemolotikus
-
Pseudomonas aerogenosa
11
-
Moraxella liquefaciens
-
Klebsiela pneumoniae
2. Virus -
Herpes simpleks
-
Herpes zoster
-
Adenovirus
3. Jamur -
Candida
-
Aspergilin
-
Nocardia.
4. Alergi -
Alergi terhadap stafilokokus
-
Terhadap tuberkuloprotein
-
Toksin yang tak diketahui penyebab tepatnya
5. Defisiensi Vitamin, misalnya : avitaminosis A 6. Idiopatik, misalnya : ulkus Moorens
H. PATOFISIOLOGI Permukaan mata secara regular terpajan lingkungan luar dan mudah mengalami trauma, infeksi, dan reaksi alergi yang merupakan sebagian besar penyakit pada jaringan ini. Kelainan kornea sering menjadi penyebab timbulnya gejala pada mata. Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrat sel radang pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus dan saraf nasosiliar. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tak dapat segera datang. Maka badan
12
kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagi injeksi perikornea.Sesudahnya baru terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbul ulkus kornea yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui membran descement dan endotel kornea.Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbulah kekeruhan di cairan COA, disusul dnegan terbentuknya hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau descementocele.
peradangan yang dipermukaan penyembuhan dapat
berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut.Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam lagi dapat timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endophtalmitis, panophtalmitis, dan berakhir dengan ptisis bulbi.
13
KERATITIS PUNCTATA SUPERFISIALIS
Keratitis punctata superfisialis adalah penyakit bilateral recurens menahun yang jarang ditemukan, tanpa pandang jenis kelamin maupun umur. Penyakit ini ditandai kekerutan epitel yang meninggi berbentuk lonjong dan jelas, yang menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan flurescien, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun mudah dilihat dengan slit-lamp atau kaca pembesar. Kekeruhan subepitelial dibawah lesi epitel (lesi hantu) sering terlihat semasa penyembuhan penyakit epitel ini.1,4
ETIOLOGI Belum ditemukan organisme penyebabnya, namun dicurigai virus. Pada satu kasus berhasil diisolasi virus varicella-zoster dari kerokan kornea (1,3)
. Penyebab lainnya dapat terjadi pada moluskulum kontangiosum, acne
roasea, blefaritis neuroparalitik, trachoma, trauma radiasi, lagoftalmos, keracunan obat seperti neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lainnya.2
GEJALA KLINIK Pasien dengan keratitis pungtata superfisial biasanya datang dengan keluhan iritasi ringan, adanya sensasi benda asing, mata berair, penglihatan yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) . Lesi pungtata pada kornea dapat dimana saja tapi biasanya pada daerah sentral. Daerah lesi biasanya meninggi
14
dan berisi titik-titik abu-abu yang kecil. Keratitis epitelial sekunder terhadap blefarokonjungtivitis stafilokokus dapat dibedakan dari keratitis pungtata superfisial karena mengenai sepertiga kornea bagian bawah. Keratitis epitelial pada trakoma dapat disingkirkan karena lokasinya dibagian sepertiga kornea bagian atas dan ada pannus. Banyak diantara keratitis yang mengenai kornea bagian superfisial bersifat unilateral atau dapat disingkirkan berdasarkan riwayatnya.1 Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif. Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada kornea. Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea. Pasien biasanya juga berair mata namun tidak disertai dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus kornea yang purulen. KPS ini juga akan memberikan gejala mata merah, silau, merasa kelilipan, penglihatan kabur. Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi, derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda yang ditemukan ini juga berguna dalam
15
mengawasi perkembangan penyakit dan respon terhadap pengobatan.
DIAGNOSIS Subyektif : Anamnesis Dari anamnesis biasanya didapatkan gejala seperti :
mata merah yang sakit injeksi perikorneal
fotofobia
Blefarospasme Karena rasa sakit yg diperhebat oleh gesekan palpebra superior
penglihatan menurun karena kornea keruh akibat infiltrasi sel radang dan mengganggu penglihatan apabila terletak di sentral
Mengganjal/terasa ada benda asing di kornea banyak saraf sensibel
kadang kotor
Nyrocos rangsang nyeri sehingga reflek air mata meningkat.
Gejala spesifik antara lain : Pada ulkus karena bakteri biasanya keluar discharge purulent. Sedangkan pada ulkus karena virus disharge serous Keratitis punctata superficial : penyebab adenovirus, infiltrat punctata, letak superficial sentral atau parasentral Keratitis bakteri (stafilokokus) : Erosi kecil-kecil terpulas fluoresein terutama pada sepertiga bawah kornea Keratitis virus biasanya disebabkan oleh herpes simplek. Gejala : mata merah (injeksi siliar), fotofobia, mata berair, gangguan penglihatan Tanda : -
Vesikulosa, bentuk awal dans ering sulit ditemukan
-
Laminaris, bentuk seperti benang
-
ulkus dendritik (pola percabangan linier dengan tepian kabur)
-
Ulkus geografik, lesi dendritik lebih lebar
-
Disiformis 16
Pemeriksaan Oftalmologi a. Pemeriksaan dengan Slit Lamp b. Tes Placido Yang diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang direfleksi pada permukaan kornea penderita. Bila bayangan di kornea gambaran sirkulernya teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea baik. Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, Placido (+) berarti permukaan kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat. c. Tes Fluoresin Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi lokal, kemudian penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas fluoresinnya dicabut. Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada tempat ulkus tampak berwarna hijau. d. Tes Fistel / Siedel Test Pada pemeriksaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah pemberian fluoresin, bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinnya dari fistel, sehingga cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel, seperti air mancur pada tempat ulkus dengan fistel tersebut.
17
e. Pemeriksaan visus f. Pemeriksaan bakteriologik, dari usapan pada ulkus kornea Harus dilakukan pemeriksaan hapusan langsung, pembiakan, dan tes resistensi. Dari pemeriksaan hapusan langsung dapat diketahui macam kuman penyebabnya. g. Bila banyak monosit diduga akibat virus :
Leukosit PMN kemungkinan akibat bakteri
Eosinofil, menunjukkan radang akibat alergi
Limfosit, terdapat pada radang yang kronis Dengan melakukan pembiakan dan tes resistensi, dapat diketahui
kuman penyebab, juga obatnya yang tepat guna, dengan demikian pengobatan menjadi lebih terarah. h. Sensibilitas kornea PENATALAKSANAAN Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab, misalnya antibiotik, antijamur, dan anti virus. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme penyebab, pengobatan dapat diganti. Untuk virus dapat diberikan idoxuridine, trifluridin atau acyclovir.Untuk bakteri gram positif pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu : natamisin, amfoterisin atau fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat diberikan. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan transplantasi kornea. Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter.
18
Medikamentosa lain diberikan dengan tujuan mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh penyulit misalnya, untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif lainnya, maka pasien dapat menggunakan kacamata. Untuk megurangi inflamasi dapat diberikan steroid ringan. Untuk mata kering diberikan air mata buatan. Pemberian air mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar. Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang infeksi dari virus jika memang etiologi dari KPS tersebut adalah virus. Dapat pula dianjurkan diet dengan gizi yang seimbang, suplementasi vitamin A,C,E, serta antioksidan lainnya.
KOMPLIKASI Komplikasi yang paling ditakutkan adalah penipisan perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endopthalmitis dan hilangnya penglihatan.
PROGNOSIS Prognosis bergantung pada virulensi organisme, lokasi dan perluasan ulkus kornea, vaskularisasi dan deposit kolagen, diagnosis awal dan terapi tepat dapat membantu mengurangi komplikasi. Keratitis pungtata superficial penyembuhan biasanya berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan. Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon terhadap virus ataupun bakteri.
19
PENCEGAHAN Pemakaian lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril untuk membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk membersihkan lensa kontak. Jangan terlalu sering memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah dan timbul iritasi. Ganti lensa kontak bila sudah waktunya diganti. Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak lensa itu. Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata. Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu mengurangi pajanan.
20
DAFTAR PUSTKA 1. Ilyas, Sidarta : ”Anatomi dan Fisiologi mata” dalam ”Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, Edisi 3, 2008. Hal 1-12. 2. Ilyas, Sidarta : ”Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata”. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009. 3. Riordan Paul – Eva, et al : ”Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum”. Jakarta : EGC, edisi 17, 2009 : hal 126-143. 4. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. Hal 152-200. 5. Vaughan, Daniel G et al. 2002. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya Medika. Hal: 129 – 152
6. Vaughan & Asbury's (2008) General Ophthalmology, 17th edn., United States of America: McGraw-Hill.
7. Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195200
8. Suhardjo (1995) Diagnosis dan Penatalaksanaan Keratitis Herpes Simpleks
21
22
View more...
Comments