Laporan - Kasus - KEJANG - DEMAM - SEDERHAN

May 16, 2018 | Author: Sigit Antoni | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Pertusis adalah suatu penyakit akut saluran pernapasan yang banyak menyerang anak balita dengan kematian yang tertinggi ...

Description

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pendah Pendahulu uluan an

Kejang Kejang demam demam merupa merupakan kan penyak penyakit it kejang kejang yang yang paling paling sering sering dijump dijumpai ai di  bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan  bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak  meni menimb mbul ulka kan n geja gejala la sisa; sisa; akan akan teta tetapi pi bila bila keja kejang ng berl berlan angs gsun ung g lama lama sehi sehing ngga ga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari. Frekuensi Frekuensi dan lamanya lamanya kejang kejang sangat sangat penting penting untuk diagnosa diagnosa serta tata laksana laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah sudah pernah pernah sebelu sebelumny mnya, a, bila bila sudah sudah pernah pernah berapa berapa kali kali dan waktu waktu anak anak berumu berumur  r   berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. fokal. Ditany Ditanyaa pula pula lama lama serang serangan, an, kesada kesadaran ran pada pada waktu waktu kejang kejang dan pasca pasca kejang kejang.. Gejala Gejala lain yang yang menyer menyertai tai diteli diteliti, ti, termas termasuk uk demam, demam, muntah muntah,, lumpuh lumpuh,, penuru penurunan nan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi. 1 Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam. 2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin kelamin penderita, penderita, kejang demam demam sedikit sedikit lebih banyak  banyak  menyerang anak laki-laki. 3 1.2 Tuj Tujuan uan penuli penulisan san

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah: 1. Memaha Memahami mi menge mengenai nai keja kejang ng dema demam m komple kompleks ks 2. Meni Mening ngka katk tkan an kema kemamp mpua uan n menu menuli liss ilmi ilmiah ah di dala dalam m bida bidang ng kedo kedokt kter eran an khususnya bagian ilmu kesehatan anak. 3. Meme Memenu nuhi hi salah salah satu satu syar syarat at kelu kelulu lusa san n Kepa Kepani nite tera raan an Klini Klinik k di Bagi Bagian an Ilmu Ilmu Keseha Kesehatan tan Anak Anak Fakult Fakultas as Kedokt Kedoktera eran n Univer Universita sitass Islam Islam Malang Malang dan RSUD RSUD Kanjuruhan Kepanjen.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai  pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.3 Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. lebih. Anak yang pernah mengalami mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang kejang berula berulang ng tanpa tanpa demam. demam. Anak Anak yang yang pernah pernah mengal mengalami ami kejang kejang tanpa tanpa demam demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. 4 2.2 Epidemiologi3,5

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita keja kejang ng dema demam. m. Keja Kejang ng dema demam m lebih lebih seri sering ng dida didapa patk tkan an pada pada laki laki-la -laki ki dari daripa pada da  perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak  RSUD RSUD Dr. Soetom Soetomo o Suraba Surabaya ya didapa didapatka tkan n data adanya adanya pening peningkat katan an insiden insiden kejang kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak  didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya  peningkatan insiden kejadian sebesar 37%. Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah  penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan  penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam demam komple kompleks ks yang yang harus harus ditang ditangani ani secara secara lebih lebih teliti. teliti. Bila Bila diliha dilihatt jenis jenis kelami kelamin n  penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.

2

2.3

Etiologi

Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya. 3 Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak  (morbili) juga dapat menyebabkan kejang demam. 6 2.4

Patofisiologi7

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi ion K + dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim  Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : •

Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular 



Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya



Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit at au keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari

3

ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang  berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

2.5

Klasifikasi

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua 4 1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut) -

Berlangsung singkat

-

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

-

Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

-

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut) -

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

-

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang parsial

-

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara  bangkitan kejang.

2.6

Manifestasi Klinis8

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang  biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat

4

 bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik. Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak  mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi  pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan  berdiri. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya  berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar  kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan. Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti : 1. Anak hilang kesadaran 2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak  3. Sulit bernapas 4. Busa di mulut 5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan 6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat. 2.7

Diagnosis6,9,10

Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat,  perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

5

 pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk  menegakkan diagnosis ini. 1.

Anamnesis -

waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang

-

sifat kejang (fokal atau umum)

-

Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)

-

Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

-

Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)

-

Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)

-

Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak  disertai demam atau epilepsi)

2.

-

Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)

-

Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

-

Trauma kepala

Pemeriksaan fisik   -

Tanda vital terutama suhu

-

Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang  berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.

-

Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil

6

terhadap

cahaya

negatif,

dan

terdapatnya

kuadriparesis

flasid

mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular. -

Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala  berlebihan yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada  bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.

-

Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.

-

Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan

subdural

atau

kelainan

bawaan

seperti

parensefali

atau

hidrosefalus. -

Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)

-

Pemeriksaan refleks patologis

-

Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)

3.

Pemeriksaan laboratorium -

Darah tepi lengkap

-

Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu keseimbangan elektrolit atau gula darah.

-

Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme

-

Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.

7

4.

Pemeriksaan penunjang -

Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12  bulan sangat dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.

-

EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi

terjadinya

kejang

yang

berulang,

tapi

dapat

dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa ahli berpendapat EEG ti dak  sensitif pada anak < 3 tahun. -

CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda  peningkatan tekanan intrakranial.

2.8

Diagnosis Banding 3

Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak. Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang  berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam. Tabel Diagnosa Banding

No

Kriteri Banding

Kejang Demam Epilepsi

Meningitis Ensefalitis

8

1.

Kejang

Pencetusnya

Tidak

berkaitanSalah satu gejalanya

demam

dengan demam

demam

2.

Kelainan Otak  

(-)

(+)

(+)

3.

Kejang berulang

(+)

(+)

(+)

4.

Penurunan kesadaran

(+)

(-)

(+)

2.9

Penatalaksanaan4,10

Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu : 1. Mengatasi kejang secepat mungkin Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah  berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk  menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,30,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun. Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal 2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut : 1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit 2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit. Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang  perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah  berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.

9

2. Pengobatan penunjang Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,  pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor  sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala  pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak  lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang  berlebihan sehingga menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak  dikompres, anak menjadi tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan bukti bahwa  penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari. 3. Memberikan pengobatan rumat Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:



Profilaksis intermitten

10

Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,5 0C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk  menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.



Profilaksis jangka panjang Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik 

yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut: 1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam 2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan 3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah: 1).

Fenobarbital Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka

 panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadangkadang gangguan kognitif atau fungsi luhur. 2).

Sodium valproat / asam valproat

11

Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis. 3).

Fenitoin Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat

 berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurangkurangnya 3 tahun seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan. 4. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati. 2. 10

Prognosis6,11

1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya  baik, tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 % s/d 0,74 %. 2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6 bulan pertama dari serangan pertama. 3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang

anak

a. riwayat

sesudah penyakit

menderita kejang

KDS tanpa

tergantung

kepada

demam

dalam

faktor

:

keluarga

 b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS c.

kejang berlangsung lama atau kejang fokal.

12

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas. 4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mulamula kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama. 5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien

 Nama

: An. F

Umur

: 3 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Tanggal lahir

: 23 Januari 2010

13

Alamat

: Pagelaran

Tanggal periksa

: 1 Februari 2013

 No. Reg

: 3113364

3.2 Anamnesis Diberikan Oleh : Ibu kandung pasien Keluhan Utama

Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien kejang sejak 1 hari yang lalu, kejang tiga kali sehari, setiap kejang lebih dari 15 menit. Sifat Kejang pasien melihat ke atas, tangan dan kaki lurus serta mulut kaku seperti menggigit, setelah kejang pasien menangis. Kejang tersebut muncul didahului demam selama 3 hari, terus menerus, batuk (+),  pilek (+). Nafsu makannya berkurang. Pasien tidak mual dan muntah. Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) dalam batas normal. Pasien sempat berobat di puskesmas dan mendapat obat (sirup), namun demam tersebut tidak menurun. Riwayat Penyakit Dahulu •

Trauma kepala (-)



Demam tinggi (+)



Riwayat kejang disertai demam (+) sejak usia 3 bulan, kontrol (-)



Riwayat kejang tanpa demam (-)



Riwayat alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga •

Riwayat kejang demam (+) Ibu pasien



Riwayat kejang tanpa demam (-)



Riwayat alergi (-)



Riwayat batuk pilek (+) kakek pasien

Riwayat Kehamilan •

ANC bidan 2 kali



Mual muntah (+) usia 3-5 bulan

14



Demam tinggi (-)



Perdarahan (-)

Riwayat kelahiran •

Spontan di bidan



Cukup bulan



BBL 3100gr 

Riwayat Makan Dan Minum •



Pasien senang makan makanan ringan  Nafsu makan kurang



ASI (+) sejak lahir – usia 1 tahun



Susu formula (+) sejak usia 3 bulan



MPASI (+) sejak usia 5 bulan

Riwayat Imunisasi •

Hepatitis B (+)



BCG (+)



Polio (+)



DPT (+)



Campak (+)

Riwayat pertumbuhan fisik  •

Merangkak (+) usia (ibu lupa)



Berjalan sendiri (-)

Kesan: pertumbuhan fisik terganggu 3.3 PEMERIKSAAN FISIK  Status Generalis •

Keadaan umum : Tampak sakit ringan.



Kesadaran

: Komposmentis



Vital Sign

:

15



TD

: 90/60 mmHg



 Nadi

: 100x/mnt reguler, cukup



 Nafas

: 38x/mnt, reguler 



Suhu

: 37,8 oC



TB

: 91 cm



BB

: 12 kg



Lingkar kepala

: 45 cm



Kulit

: Pucat (-), sianosis (-), ikterik (-)



Kepala

: UUB sudah menutup, LK 48 cm, normosefal.



Rambut

: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.



Mata -

Konjungtiva

: Anemis (-/-)

-

Sclera

: Tidak ikterik 

-

Pupil

: Bulat, isokhor Ɵ 3 mm/ 3 mm

-

Reflek cahaya

: +/+



Telinga

: Sekret -/-



Hidung

: Sekret -/-, tidak ada tanda-tanda perdarahan



Mulut





-

Bibir

: Basah

-

Selaput lendir

: Basah

-

Palatum

: Utuh

-

Lidah

: Tidak kotor 

-

Gigi

: Tidak ada karies

-

Tonsil

: T2-T2, hiperemis

-

Faring

: hiperemis

Pemeriksaan leher

:

-

pembesaran KGB tidak ada

-

Kaku kuduk tidak ditemukan.

Pemeriksaan Thoraks -

Paru

:

: Inspeksi gerakan dada simetris kiri dan kanan,retraksi(-) Palpasi  fremitus kanan=kiri Perkusi sonor seluruh lapangan paru

16

Auskultasi bronkhovesikuler, ronki-/-, wheezing -/-

Jantung

: Inspeksi ictus cordis tidak terlihat Palpasi  ictus cordis teraba RIC V, 1 jari medial LMCS Perkusi Batas jantung kanan Batas jantung kiri

: RIC V LSD : RIC V I jari medial LMCS

Auskultasi bunyi jantung normal, bising jantung (-).



Pemeriksaan Abdomen : -

Inspeksi datar, distensi (-), venektasi (-)

-

Palpasi  supel, organomegali (-)

-

Perkusi  tympani

-

Auskultasi bising usus (+), normal.



Pemeriksaan alat kelamin : Perempuan, dalam batas normal



Pemeriksaan Ekstremitas : RCT < 3 detik, akral hangat.



STATUS NEROLOGIS Tanda Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), burdzinski I (-), burdzinski II (-), kernique (-), laseque (-) Refleks Patologis :

babinski (-) Openheim (-)

Refleks fisiologis :

refleks biseps +/+ Refleks triseps +/+ Refleks patella +/+ Refleks achilles +/+

Hasil pemeriksaan laboratorium (1 Februari 2013) Darah Rutin

Hb:

11,1 gr/dl

Ht :

35,2 %

Leukosit : 22.700 /mm Trombosit : 360.000/mm Hitung jenis: 0/1/63/27/9 GDS : 128 mg/dl 3.4 Diagnosis Kerja:

Kejang demam kompleks e.c tonsilofaringitis

17

3.5 Diagnosis Banding :

Epilepsi Meningoensepalitis

3.6 Rencana Pemeriksaan Lanjutan

Elektrolit darah Pungsi Lumbal

3.7 Penatalaksanaan -

Medikamentosa

IVFD D 5 ¼ NS : 7 tpm Inj IV Cefotaksim 3 x 400 mg Inj IV Diazepam 4 mg (bila kejang) Asam Valproat (Depaken) syrup 360 mg/hari dalam 3 dosis= 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 120 mg: 4x1 cth

3.8 Follow up 2 Februari 2013

S

: Demam (+), batuk (+), pilek (+), mual (-), muntah (-) BAB (+), BAK (+) Kejang (+) 1x pada siang hari, lama 15 menit.

O

: Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 37,7 0C

A

: Kejang Demam Kompleks.

P

: IVFD D 5 ¼ NS : 7 tpm Depaken 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 4x1 cth

3 Februari 2013

S

: Demam (+), nafsu makan menurun, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang (-)

O

: Nadi : 110x/mnt Nafas : 32x/mnt Suhu : 36,6 0C

18

A

: Kejang Demam Kompleks.

P

: IVFD D 5 ¼ NS : 7 tpm Depaken 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 4x1 cth

4 Februari 2013

S

: Demam (-), nafsu makan membaik, BAB (+) normal, BAK (+) normal, kejang (-)

O

: Nadi : 110x/mnt Nafas : 28x/mnt Suhu : 36,0 0C

A

: Kejang Demam Kompleks.

P

: IVFD D 5 ¼ NS : 7 tpm Depaken 3x 1/2 cth Paracetamol syrup 4x1 cth

5 Februari 2013

S

: Keluhan (-)

O

: Nadi : 112x/mnt Nafas : 34x/mnt Suhu : 36,8 0C

A

: Kejang Demam Kompleks.

P

: IVFD D 5 ¼ NS : 7 tpm Depaken 3x 1/2 cth

6 Februari 2013

S

: Keluhan (-)

O

: Nadi : 100x/mnt Nafas : 30x/mnt Suhu : 37,0 0C

A

: Kejang Demam Kompleks.

P

: Pasien dipulangkan Obat rumatan Asam Valproat (Depaken) syrup 250mg/5ml: 3 x 1 cth Pasien dianjurkan kontrol saat obat habis atau keluhan muncul kembali.

BAB IV PEMBAHASAN KASUS

19

Penegakan diagnosis kejang demam kompleks dilakukan berdasarkan anamnesis,  pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam sebanyak 2 x dalam waktu 24 jam, dengan lama rata-rata 15 menit. Kejang bersifat umum yang didahului kejang parsial. Selama kejang pasien tidak sadar dan pasien sadar diantara dua serangan kejang. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam kompleks. Pasien juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk mensingkirkan diagnosis epilepsi. Dari pemeriksaam fisik didapatkan adanya hiperemis pada tonsil dan faring yang dicurigai sebagai penyebab kejang demam akibat tonsilifaringitis. Tidak adanya kaku kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang demam  pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal. Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan adanya  peningkatan kadar leukosit dalaam darah (22.700/mm 3). Hal ini dapat sebagai acuan  bahwa infeksi pada tonsil dan faring disebabkan bakteri, sehingga berguna untuk   penatalaksanaan selanjutnya. Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk  menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang. Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D5 ¼ NS. Hal ini untuk  memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan bangsal dalam keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8  jam untuk rektal. Namun dari teori yang dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan  pada saat tubuh > 38,5 0C, sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,8 0C hanya diberikan obat profilaksis jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam sebanyak 3 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat  profilaksis jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada  pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena dicurigai  penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh bakteri, sehingga untuk 

20

mengatasi demamnya selain diberikan obat penurun panas berupa parasetamol juga diberikan antibiotik cefotaksim.

DAFTAR PUSTAKA

21

1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060 2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 – 8. 3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal 2059-2067. 4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14. 5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC, Jakarta 2006. 6.  Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment . Diunduh pada

tanggal

9

Februari

2013.

Didapatkan

dari:

www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm 7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90. 8. Rudolph AM.  Febrile Seizures.  Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange, 2002 9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 1502. 10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia medical association. 2010. 11.  Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh

pada

tanggal

9

Februari

2013.

Didapatkan

www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm

22

dari:

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF