Laporan Kasus Interna 2014 Sindrom Nefrotik

January 17, 2021 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus Interna 2014 Sindrom Nefrotik...

Description

BAB 1: CATATAN RIWAYAT PENYAKIT IDENTITAS PENDERITA: Nama

: Tn. S

Tanggal lahir

: 25 April 1993

Jenis kelamin

: Laki-laki

Berat badan

: 61 kg

Tinggi badan

: 162 cm

Agama

: Islam

Alamat

: Makassar

Tanggal pemeriksaan : 18 Oktober 2014 I.

SUBJEKTIF ANAMNESIS KELUHAN UTAMA : Bengkak-bengkak ANAMNESIS TERPIMPIN: Pasien masuk dengan keluhan utama bengkak-bengkak pada kaki, perut dan wajah yang dialami sejak kurang lebih 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita awalnya mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, lalu bengkak ke kaki dan perut. Bengkak pada kemaluan tidak ada. Riwayat bengkak pada kemaluan ada beberapa bulan yang lalu. Bengkak tidak disertai nyeri. Keluhan bengkak-bengkak yang sama seperti sekarang pernah dialami pada bulan Juni tahun 2014. Tidak ada mual dan muntah. Demam tidak ada. Riwayat demam tidak ada. Batuk tidak ada. Sesak ada. Nyeri dada kadang ada. Buang air kecil warna kuning pekat dan volumenya dirasakan berkurang sejak tiga hari terakhir ini. Buang air besar biasa warna kuning kecoklatan. Nafsu makan baik.

1

Pasien pernah dirawat inap di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, (RSWS) beberapa bulan yang lalu dengan keluhan yang sama dan telah didiagnosa dengan sindrom nefrotik dan setelah keluar dari rumah sakit, pasien rutin kontrol di poliklinik. Pasien mendapat terapi empat macam obat yaitu furosemide 40 mg (1 tablet 2 kali sehari), captopril 25 mg (1 tablet 3 kali sehari), simvastatin 10 mg (1 tablet sekali sehari), dan methylprednisolone 16 mg (3 tablet sekali sehari). Namun akhir-akhir ini pasien tidak rutin kontrol di poliklinik dan tidak konsumsi obat. Selama pengobatannya pasien belum pernah dibiopsi. Riwayat penyakit lain seperti diabetes mellitus, kanker, lupus disangkal. Riwayat sakit kuning disangkal. Riwayat penyakit infeksi lain seperti malaria, tuberkulosis dan lain-lain juga disangkal. II.

OBJEKTIF Status Present

1. Keadaan umum : Sakit sedang Gizi : Cukup Kesadaran : Kompos mentis, GCS 15 (E4 M6 V5) Berat badan : 61 kg

Tinggi badan : 162 cm

Berat badan ideal (BBI) : (162-100) x 90 % = 55,8 kg 2. Tanda vital : Tensi

: 150/100 mmHg

Nadi

: 88 kali/menit

Pernapasan

: 24 kali/menit Tipe: Vesikuler

Suhu

: 36,6o C

Kepala : Ekspresi: Normal, tidak nyeri 2

Deformitas: Tidak ada Simetris muka: Simetris kiri sama dengan kanan Rambut: Hitam, tebal, sukar dicabut Mata : Eksoptalmus/Enoptalmus : Tidak ada Gerakan bola mata: Dalam batas normal Tekanan bola mata: Dalam batas normal Kelopak mata: Edema palpebra ada Konjungtiva : Tidak pucat Sklera : Tidak ikterik Kornea : Normal, jernih Pupil : Diameter: 2,5 mm/2,5 mm Simetris: isokor, normal Reflek cahaya : +/+ Telinga : Tophi tidak ada Pendengaran dalam batas normal Nyeri tekan di prosesus mastoideus tidak ada Sekret tidak ada Hidung : Bentuk: simetris Perdarahan : tidak ada Sekret : tidak ada Mulut : Bibir: Mukosa bibir basah, sianosis tidak ada 3

Gusi: Tidak mudah berdarah, pembengkakan tidak ada Gigi geligi :

3 2 1 2 3 2 1 2

2 1 2 3 2 1 2 3

Lidah : Bentuk normal, warna kemerahan, hiperemis tidak ada, kotor tidak ada, kandidiasis tidak ada, tremor tidak ada Leher : Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada Pembesaran kelenjar gondok: tidak ada DVS : R-2 cm H 2 0 Pembuluh darah : Pulsasi arteri karotis tidak terlihat Kaku kuduk : Tidak ada Tumor : Tidak ada 1. Dada : a. Dinding dada : 

Inspeksi : Sesak ada, frekuensi pernapasan 24 kali per menit, simetris kiri dan kanan, permukaan dada tidak ada kelainan, petechi

tidak ada, retraksi dan penggunaan otot bantu

pernapasan tidak ada, iga dan sela iga tidak ada kelainan, fossa jugularis, intra dan supra clavicularis intak tidak ada     

kelainan, pernapasan thorakal. Bentuk : Normothorax Pembuluh darah : Tidak tampak Buah dada : Simetris kiri dan kanan, gynecomasti tidak ada Sela iga : Tidak ada kelainan Lain-lain : Tidak ada

b. Paru :

4

 

Palpasi : Fremitus raba/vokal menurun di basal paru kiri dan kanan, nyeri tekan tidak ada. Perkusi :  Paru kiri : Pekak setinggi ICS IX-X  Paru kanan : Pekak setinggi ICS IX-X  Batas paru hepar : Batas paru hepar ICS VI kanan  Batas paru belakang kanan : Setinggi vertebra thorakal IX  Batas paru belakang kiri : Setinggi vertebra thorakal



IX Auskultasi :  Bunyi pernapasan : Vesikuler, menurun di basal dextra et sinistra  Bunyi tambahan : Tidak ada. Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

c. Jantung :  Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat  Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, massa tidak ada, nyeri tekan 

tidak ada Perkusi : Pekak relatif ada, batas jantung kanan relatif pada linea sternalis kanan, batas jantung kanan absolut pada linea sternalis kiri, batas jantung kiri relatif pada sela iga 5 linea



medioclavicularis kiri. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bunyi tambahan/murmur tidak ada, gallop tidak ada. Frekuensi

jantung 88 x/menit. d. Abdomen  Inspeksi : Bentuk cembung, stria tidak ada, ascites ada  Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada  Hati : Tidak teraba  Limpa : Tidak teraba  Ginjal : Tidak teraba  Lain-lain : Tidak ada  Perkusi : Pekak, shifting dullness ada (Volume ~500cc) 5



Auskultasi : Peristatik ada kesan normal

e. Alat kelamin  Edema skrotum tidak ada. Riwayat edema skrotum ada beberapa bulan yang lalu. f. Anus dan rectum  Tidak ada kelainan g. Punggung  Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada  Nyeri ketok : Tidak ada  Lain-lain : Tidak ada h. Ekstremitas  Akral hangat, sianosis tidak ada, pitting edema ada pada tungkai bawah (pretibial dan dorsum pedis) bilateral. III.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 17 Oktober 2014 Pemeriksaan RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT WBC Kesan: Leukositosis

17/10/2014 5.70 17.2 47.8 84 30.2 36.0 258 14.8* ↑

Nilai Rujukan / Satuan 4.5-6.5 10⁵/mm³ L: 14-18 g/dl 40.0-54.0 % 80-100 µm³ 27.0-32.0 pg 32.0-36.0 g/dL 150-400 10³/mm³ L: 4.0-10.0 10³/mm³

2. Pemeriksaan Kimia Darah tanggal 17 Oktober 2014 Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Protein total

2,7 g/dl* ↓

6,7-8,7 g/dl

6

Albumin

1,0 g/dl* ↓

3,5-5 g/dl

Ureum

74 mg/dl* ↑

10-50 mg/dl

Kreatinin

1,20 mg/dl

8 gr/hari yang menetap > 3 bulan dan atau fungsi ginjal Di bawah normal atau menurun selama periode evaluasi. Kira‐kira 75% golongan ini akan berkembang menjadi PGK setelah 5 tahun. Perlu ditekankan disini, bahwa pengukuran proteinuria dengan cara pemeriksaan rasio protein : kreatinin pada sampel urin sewaktu, tidak dianjurkan untuk menentukan stratifikasi risiko diatas pada saat awal. Pengukuran rasio protein: kreatinin urin sewaktu hanya digunakan pada saat evaluasi. Pengobatan pada NM sebagai berikut: 

Risiko rendah untuk terjadinya progresi

Pasien dengan risiko rendah tidak diberikan terapi imunosupresif, karena golongan ini mempunyai prognosis yang baik dan sering mengalami remisi komplit atau parsial spontan. Hanya diberikan ACE‐I atau ARB dan dilakukan evalulasi secara berkala untuk menilai progresivitasnya. Pemeriksaan ekskresi protein dan kreatinin serum dilakukan setiap 3 bulan sampai 2 tahun. Setelah itu dilakukan 2 kali dalam setahun. Alasannya karena risiko progresivitas akan menurun secara bermakna setelah 2 tahun. 

Risiko sedang untuk terjadinya progresi

Evaluasi yang ketat tanpa pemberian obat‐obat imunosupresif selama 6 bulan pada pasien‐pasein dengan risiko sedang, fungsi ginjal tetap stabil (CCT ≥ 80 ml/mnt) dan edema dapat dikontrol dengan diuretik. Hanya diberikan ACEI atau ARB. Bila proteinuria 24 jam tetap > 4 gr/hari selama 6 bulan dengan ACEI atau ARB, maka dapat dimulai pemberian siklofosfamid + prednison, atau siklosporin + prednison, atau takrolimus + prednison. Kombinasi siklofosfamid + prednison atau siklosporin/takrolimus + prednisone mempunyai efektivitas yang sama, meskipun relaps lebih sering terjadi pada pemberian inhibitor kalsineurin. Pilihan pengobatan ini bergantung pada kondisi pasien misalnya pada wanita reproduktif dihindari pemakaian siklofosfamid. Sedangkan pada pasien yang lebih tua dengan hipertensi

43

dan untuk menghindari efek samping vaskuler, lebih baik tidak memakai siklosporin atau takrolimus.  Kombinasi siklofosfamid + prednison - Prednison diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/hari (atau metilprednisolon 0,4 mg/kg/hari); diberikan pada bulan 1, 3, dan 5. - Siklosfosfamid diberikan dengan dosis 2‐2,5 mg/kg/hari; diberikan pada bulan 2, 4, dan 6. Pada bulan pemberian prednison (1, 3, dan 5), diberikan pulse metilprenisolon sebanyak 1 gr/hari selama 3 hari tanpa prednison oral.  Kombinasi siklosporin/ takrolimus + prednison - Siklosporin (3‐5 mg/kg/hari, dibagi dalam 2 dosis), atau takrolimus (0,05 mg/kg/hari, dibagi dalam 2 dosis), diberikan selama paling sedikit 6 bulan. - Sebagian peneliti memberikan prednison dengan dosis 10 mg selang sehari. Terapi selanjutnya bergantung pada respon terhadap pengobatan diatas. Bila terjadi remisi komplit, siklosporin diturunkan bertahap sampai dihentikan dalam 2‐ 4 bulan. Bila terjadi remisi parsial, dosis siklosporin mulai diturunkan menjadi 1,5‐2,5 mg/kg/hari, yang diberikan paling sedikit 1‐2 tahun. Relaps dari proteinuri dapat terjadi setelah siklosporin dihentikan. Pada pasien yang diberikan takrolimus, bila terjadi remisi komplit atau parsial, takrolimus dilanjutkan sampai 12 bulan dan kemudian ditapering sebanyak 25% setiap 2 bulan sampai selesai. Siklosporin dan takrolimus tidak perlu dilanjutkan pemberiannya. Bila tidak ada respon dalam 6 bulan pertama. Biasanya bila tidak didapatkan respon terhadap obat ini, maka juga tidak akan terdapat respon terhadap obat lainnya. Sebagian pasien yang tidak memberikan respon terhadap siklofosfamid, siklosporin, atau takrolimus, disebut pasien yang resisten, yang akan dibahas dibawah ini.

44



Risiko tinggi untuk terjadinya progresi.

Efikasi pengobatan pada golongan ini hanya sedikit yang berasal dari penelitian yang dirancang dengan baik. Kebanyakan data berasal dari penelitian observasional Retrospektif  Kombinasi siklosfosfamid dan prednison - Siklosfosfamid diberikan dengan dosis 1,5‐2 mg/kg/hari selama 1 tahun. - Metilprednisolon dengan dosis 1 gram IV, diberikan selama 3 hari berturut‐turut, pada bulan 1, 3, dan 5 serta prednison oral dengan 0,5 mg/kg/hari selang sehari selama 6 bulan. Prednison selanjutnya diturunkan bertahap. - Untuk meminimalisasi efek toksik siklosfosfamid, maka bila dalam 6 bulan tidak terjadi penurunan proteinuria dan stabilisasi fungsi ginjal, siklosfosfamid dihentikan.  Siklosporin Diberikan dengan dosis 3,5 mg/kg/hari selama 12 bulan. Oleh karena efek nefrotoksik dan siklosporin, perlu dilakukan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. 3. Nefropati membranosa relaps Pada pasien yang diberikan siklosfosfamid, relaps dan proteinuri terjadi pada 25‐30% kasus. Pada proses relaps dapat dilakukan pemberian kembali siklofosfamid atau diganti dengan siklosporin atau takrolimus. Apabila dikhawatirkan akan terjadi efek samping hipoplasi ovarium, maka dapat diberikan siklosporin atau takrolimus Pada pasien yang diberikan siklosporin atau takrolimus, angka kemungkinan relaps lebih tinggi bila dibandingkan dengan siklofosfamid. Relaps lebih sering

45

terjadi bila diberikan dosis rendah siklosporin (1,0‐1,1 mg/kg/hari), atau bila siklosporin tak diberikan bersama prednison. Relaps dapat terjadi saat siklosporin diturunkan bertahap atau setelah dihentikan. Bila terjadi relaps dapat diberikan kembali siklosporin dengan dosis 3‐5 mg/kg/hari. Evaluasi dengan pemeriksaan kreatinin serum harus dilakukan secara berkala untuk monitoring perburukan fungsi ginjal akibat efek samping siklosporin. 4. Nefropati membranosa resisten Dapat diberikan takrolimus 1 gram IV yang diulang setiap 2 minggu, dan diberikan sampai 4 minggu. Bila proteinuria menetap cara pemberian ini dapat diulang pada bulan ke 6. 5. Nefropati IgA (NIgA) Nefropati IgA merupakan penyebab terbanyak dari glomerulonefritis primer di negara‐negara berkembang. Sebanyak 50% pasien NIgA secara perlahan‐ lahan berkembang menjadi gagal ginjal. Sisanya akan mengalami remisi atau secara klinis mempunyai manifestasi sebagai hematuri atau proteinuri yang ringan. Presentasi klasik dari NIgA adalah gross hematuria, sering berulang, tak lama setelah adanya infeksi saluran pernapasan bagian atas (18,19). Sebagian besar pasien didiagnosis setelah evaluasi terjadinya hematuri mikroskopik asimtomatik dan atau proteinuri yang ringan.  Pengobatan pada Nefropati IgA: a) Pada pasien dengan gejala klinik hematuria terisolasi, tidak ada atau minimal proteinuri dan CCT yang normal, tidak diberikan terapi. Hanya dilakukan pemeriksaan secara berkala (proteinuri dan kreatinin serum), setiap 6 bulan untuk menilai progresivitas penyakit. b) Pasien dengan proteinuri persisten (500‐1000 mg/hari) diberikan ACE‐I atau ARB. Dimulai dengan monoterapi dengan target penurunan ekskresi protein

46

urin minimal 60% dari awal pemeriksaan atau jumlah proteinuri 24 jam < 500 mg. Pada pasien yang mendapat ACE‐I atau ARB diberikan pula fish‐oil dengan jumlah 12 gr/hari. c) Pasien sindrom nefrotik dan atau PGK yang disertai dislipidemia diberikan pula preparat statin untuk mencegah komplikasi kardiovaskuler. d) Pasien dengan sindrom nefrotik dan LM disertai deposit IgA pada mesangial diberikan terapi steroid. Metilprednisolon 1 gram IV per hari selama 3 hari berturut‐turut diberikan pada bulan 1, 3, dan 5 disertai prednison oral 0,5 mg/kg/hari yang diberikan selang sehari sampai 6 bulan. e) Pasien dengan progresivitas penyakitnya aktif (hematuria

dengan

peningkatan proteinuri, dan atau kadar kreatinin serum meningkat), diberikan ACE atau ARB serta steroid seperti pada butir (d) diatas. f) Untuk pasien dengan kondisi yang berat pada saat awal (kreatinin serum > 1,5 mg/dl) atau progresivitas penyakit dengan pemberian steroid saja, diberikan kombinasi prednison dan siklosfosfamid. Prednison diberikan dengan dosis 40 mg/hari, ditapering menjadi 10 mg/hari dalam dan dikombinasikan dengan siklofosfamid dengan dosis 1,5 mg/kg/hari selama 3 bulan pertama. Siklofosfamid kemudian diganti dengan azatioprin dengan dosis 1,5 mg/kg/hari selama minimal 2 tahun Obat‐obat imunosupresan lain yang dapat diberikan sesuai dengan indikasi pemberian imunosupresan adalah:  Siklosporin Beberapa penelitian kecil menunjukkan bahwa siklosporin dapat mengurangi proteinuri. Tapi penggunaan siklosporin terbatas karena sifat nefrotoksiknya. Selain itu relap sering terjadi setelah obat ini dihentikan.  Mikofenolat mofetil Efikasi mikofenolat mofetil pada pengobatan NIgA juga terbatas. Beberapa hasil penelitian dengan jumlah pasien kecil menunjukkan hasil yang bertentangan.

47

6. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) Pengobatan GNMP secara optimal belum dapat ditentukan secara pasti. Hasil penelitian terutama berasal dari pasien dengan GNMP tipe 1. Meskipun lebih sedikit penelitian pada GNMP tipe 2 dan 3, perjalanan klinis dan hasil pengobatan hampir serupa. Sedangkan peneliti lain menyimpulkan bahwa GNMP tipe 2 dan 3 kurang mempunyai respon terhadap pengobatan. Pengobatan dengan steroid hanya diberikan pada orang dewasa dengan gejala klinis sindrom nefrotik atau terdapat gangguan fungsi ginjal. Pengobatan dipertahankan selama 6 bulan dan bisa diperpanjang untuk mencapai remisi dengan dosis minimal. Pasien dengan gejala klinis proteinuria asimtomatik dan pasien yang tidak mempunyai respon terhadap steroid, hanya diberikan terapi konservatif. ACE‐I atau ARB terbukti efektif menurunkan jumlah proteinuri. Dari beberapa penelitian

obat‐obat

antiplatelet

(aspirin,

dipiridamol)

memperlambat

progresivitas penyakit ginjal pada pasien GNMP.

48

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF