Laporan Kasus Insomnia
August 19, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus Insomnia...
Description
LAPORAN KASUS
PENDEKATAN FAMILY MEDI MEDI CINE PADA PENDERITA INSOMNIA
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian Family Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
Disusun oleh: Nadya Izzaty Away Nur Sulmi Putri Chairunnisa Putri Maulida Sari Quratul Aini TariSyahputri Meutia Ulba
Pembimbing:
dr. Zulfa Zahara, Sp.KJ
BAGIAN FAMILY MEDICINE FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan
kasus yang
berjudul
“ INSOMNIA INSOMNIA””. Shalawat berangkaikan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam menjalankan klinik kepaniteraan senior di bagian Family bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Dalam penulisan dan penyusunan laporan kasus ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Zulfa Zahra, Sp.KJ selaku pembimbing laporan kasus ini. Penulis menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih sangat banyak kekurangan maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran agar laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik di kemudian hari. Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya. Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.
Banda Aceh, Maret 2019 Penulis
BAB I PENDAHULUAN
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. 1 Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam 2
setahun, dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Sebanyak 95% orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu selama hidup mereka. Di Indonesia, pada tahun 2010 terdapat 11,7% penduduk mengalami insomnia. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien. Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia. insomnia. Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang. Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan, ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.
Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang memiliki fungsi perbaikan dan homeostatik (mengembalikan keseimbangan fungsi-fungsi normal tubuh) serta penting pula dalam pengaturan suhu dan cadangan energi normal. Rasa kantuk berkaitan erat dengan hipotalamus dalam otak. Dalam keadaan badan segar dan normal, hipotalamus ini bekerja baik sehingga mampu memberi respon normal terhadap perubahan tubuh maupun lingkungannya. Namun, setelah badan lelah usai bekerja keras seharian, ditambah jam rutin tidur serta sesuatu yang bersifat menenangkan di sekelilingnya, seperti suara burung berkicau, angin semilir, kasur dan bantal empuk, udara nyaman, dll., kemampuan merespon tadi berkurang sehingga menyebabkan seseorang mengantuk. Disini yang berperan adalah suatu zat yang disebut GABA (Gamma ( Gamma Aminobutyric Acid ), ), merupakan asam amino yang berfungsi sebagai neurotransmiter (penghantar sinyal saraf). Sebenarnya tidur tidak sekedar mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatkan otak, khususnya serebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang digunakan untuk mengingat, memvisualkan, serta membayangkan, menilai dan memberikan alasan sesuatu. Dikatakan sehat dan normal bila begitu naik ke atas tempat tidur dengan tatanan rapi, bantal enak dan empuk, kurang lebih selang 30 menit sudah tertidur, bahkan ada orang begitu mencium bantal dalam 3-5 menit langsung tertidur. Salah satu kriteria yang digunakan adalah “Siklus Kleitman”,
yang terdiri dari aktivitas bangun / aktivitas harian dan siklus tidur yang
juga dikenal sebagai activity acti vity / rest cycle. c ycle. Siklus ini terdiri te rdiri dari Rapid Eye Movement (REM) dan Non-Rapid Eye Movement (NREM). Sebenarnya bentuk pola tidur dapat dibedakan dengan memperhatikan pergerakan bola mata yang dimonitor selama fase tidur. Secara obyektif, EEG dapat digunakan untuk mencatat fase REM maupun NREM selama tidur. Tidur yang dipengaruhi oleh NREM ditandai dengan gelombang EEG yang bervoltase tinggi tetapi berfrekuensi rendah, sedangkan tidur yang dipengaruhi oleh REM ditandai oleh gambaran EEG yang berfrekuensi tinggi tetapi bervoltase rendah. Siklus dari Kleitman akan berulang selama periode tidur setiap pengulangan diserati dengan pemendekan fase 3-4 dari NREM yang disebut SWS (Slow Wave Sleep) sedangkan lama REM lebih panjang. Kenyenyakan tidur sebenarnya tergantung pada lamanya fase-fase yang dilalui dari fase pertama sampai fase empat dari NREM. Sedangkan fase ini berjalan cepat, maka orang itu belum tidur nyenyak.
Pada usia lanjut, jumlah tidur yang dibutuhkan setiapa hari akan makin berkurang dan disertai fragmen-fragmen tidur yang banyak sehingga jumlah SWS makin berkurang dan ini menunjukkan bahwa mereka mengalami masa tidur yang tidak terlalu nyenyak. Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1.
Tipe Rapid Eye Movement (REM) 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16 20jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa. Tahap tidur normal orang dewasa adalah sebagai berikut : St Sta adium
0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini
ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran. Sta Stadium
1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1 NREM
adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur. Stadium
2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas teta,
voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 23 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur. Stadium
3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik,
amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata. Stadium
4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan.
Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4
disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur. REM ditandai dengan rekaman EEG yang menyerupai tahap pertama, yang terjadi bersamaan dengan gerak bola mata yang cepat dan penurunan level muscle muscle tone tone.. Periode REM akan disertai dengan frekuensi pernafasan dan frekuensi frekuensi jantung yang berfluktuasi. Periode ini dikenal sebagai desynchronized sleep. sleep. Pada orang dewasa muda normal periode tidur NREM berakhir kira-kira 90 menit sebelum periode pertama REM, periode ini dikenal sebagai periode REM laten. Rangkaian dari tahap tidur selama tahap awal siklus adalah sebagai berikut : NREM tahap 1,2,3,4,3, dan 2; kemudian terjadi periode REM. Jumlah siklus REM bervariasi dari 4 sampai 6 tiap malamnya, tergantung pada lamanya tidur. Siklus tidur lebih pendek pada bayi dibandingkan pada orang dewasa. Periode REM pada bayi berkisar antara 50-60 menit pada awalnya, yang lama-kelamaan akan meningkat. Siklus tidur dewasa berlangsung 70-100 menit selama masa remaja. Pola tidur berubah sepanjang kehidupan seseorang.
Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada masa neonatus sekitar 50% waktu tidur total adalah tidur REM. Lama tidur sekitar 18 jam. Pada usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30 % adalah tidur REM. Waktu tidur menurun dengan tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. Kebutuhan ini menetap sampai batas lansia. Banyak penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon antara lain serotonin, asetilkolin, dan dopamin yang saling berinteraksi dalam menidurkan dan membangunkan seseorang. Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS (Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter
seperti sistem serotoninergik,
noradrenergik, kholinergik, histaminergik. • Sistem serotoner s erotonergik gik Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk / tidur. Bila serotonin dari trypthopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak bisa tidur / jaga. Menurut beberapa
peneliti lokasi yang terbanyak sistem serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM. • Sistem Adrenergik Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga. • Sistem Kholinergik Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan mengakibat kan aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal dan penurunan REM. • Sistem histaminergik Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur. • Sistem hormone Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang bertugas mengatur mekanisme tidur dan bangun. Beberapa orang secara normal adalah petidur yang normal yang memerlukan tidur kurang dari enam jam setiap malam dan yang berfungsi secara adekuat. Petidur lama adalah mereka yang tidur lebih dari sembilan jam setiap malamnya untuk dapat berfungsi secara adekuat.
Tidur dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dimaksud disini adalah irama biologis tubuh, dimana dalam periode 24 jam, orang dewasa tidur sekali, kadang 2 kali. Sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh siklus terang gelap, rutinitas harian, periode makan, dan penyelaras eksternal lainnya. Faktor-faktor inilah yang membentuk siklus 24 jam. 2.2 Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International Classification of Diseases Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup. 2.3 Klasifikasi Insomnia
Gangguan insomnia biasa terjadi sebelum seseorang berusia 40 tahun tetapi prevalensi tertinggi dijumpai pada usia di atas 65 tahun. Insomnia dapat disebabkan oleh gangguan mental lainnya, penyakit organik atau akibat penggunaan obat tertentu (insomnia sekunder) atau mungkin idiopatik (insomnia primer). Insomnia dikelompokan menjadi :
Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali
tidak berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian.
Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri,
kecemasan obat, depresi, atau stres yang hebat.
Insomnia primer cirinya ditandai dengan adanya kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur atau non restoratif atau tidur tidak nyenyak selama 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan mental, keadaan medikal umum, dan penggunaan zat.
Insomnia sering terjadi di masyarakat umum dan lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan; meskipun hanya sedikit jumlah orang-orang dengan insomnia yang berkonsultasi ke dokter. Kesulitan tidur lebih sering terjadi pada orang tua, wanita, individu dengan pendidikan rendah dan status ekonomi rendah, dan orang-orang dengan masalah medis kronis. Transient insomnia sering terjadi pada orang yang biasanya tidur normal. Bentuk insomnia ini terjadi bersamaan dengan adanya stres piskologis akut, seperti saat kehilangan. Keadaan ini cenderung untuk sembuh sendiri. Insomnia kronis adalah kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab kronik insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya adalah arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hypertyroidism. Namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, kafei n, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres kronik. Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi: a. Acute insomnia b. Psychophysiologic insomnia c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception) d. Idiopathic insomnia e. Insomnia due to mental disorder f. Inadequate sleep hygiene g. Behavioral insomnia of childhood childhood h. Insomnia due to drug or or substance i. Insomnia due to medical condition j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, k. Physiologic Insomnia
2.4 Tanda dan Gejala Insomnia
Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
Sering terbangun pada malam hari
Bangun tidur terlalu awal
Kelelahan atau mengantuk pada siang hari Iritabilitas, depresi atau kecemasan
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
Ketegangan dan sakit kepala
Gejala gastrointestinal
2.5. Etiologi Insomnia
•
Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
•
Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
• Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid. • Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam. • Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer. • Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh,
sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh. t ubuh. • 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca.3,8 2.6 Faktor Resiko Insomnia
Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:
Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon
selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama
menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia
meningkat sejalan dengan usia.
Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi,
kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang
seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari
sering meningkatkan resiko insomnia.1,4
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
Pola tidur penderita.
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual. Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik. Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentukah? Atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonusnocturnal. Pada pasien dengan insomnia primer harus diperiksa riwayat medis dan psikiatrinya. Riwayat medis harus dinilai secara seksama, mengenai riwayat penggunaan obat dan pengobatan. Pengukuran sleep hygiene hygiene digunakan untuk memonitor pasien dengan insomnia kronis. Pengukuran ini meliputi: - Bangun dan pergi ke tempat tidur pada waktu yang sama setiap hari, walaupun pada akhir pekan. - Batasi waktu ditempat tidur setiap harinya. - Tidak menggunakan tempat tidur sebagai tempat untuk membaca, nonton TV atau bekerja. - Meninggalkan tempat tidur dan tidak kembali selama belum mengantuk - Menghindari tidur siang. - Latihan minimal tiga atau empat kali tiap minggu (tetapi bukan pada sore hari, kalau hal ini akan mengganggu tidur). - Pemutusan atau pengurangan konsumsi alkohol, minuman yang mengandung kafein, rokok dan obat-obat hipnotik-sedatif. Banyak aspek dari program yang mungkin akan menyulitkan pasien. Meskipun demikian, cukup banyak pasien yang termotivasi untuk meningkatkan fungsinya dengan cara melakukan pengukuran ini. • Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya a danya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) ( F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)
Kriteria Diagnostik untuk Insomnia Primer menurut DSM-IV-TR
A. Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan. B. Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang bermakana secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. C. Gangguan tidur tidak terjadi semata-mata selama perjalanan narkolepsi, gangguan tidur berhubungan pernafasan, gangguan tidur irama sirkadian, atau parasomnia. D. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan mental lain (misalnya, gangguan depresi berat, gangguan kecemasan umum, delirium). E. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, (misaln ya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum. Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ
• Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan • Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak ti dak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. • Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)
2.8 Tatalaksana 1. Non Farmakoterapi Farmakoterapi a.Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara
untuk
menyamankan
suasana
tidur.
Terapi
tingkah
laku
ini
umumnya
direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia. Terapi tingkah laku meliputi - Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik. - Teknik Relaksasi. Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood. - Terapi kognitif. Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling konseling tatap muka atau dalam grup. - Kontrol stimulus Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas. - Restriksi Tidur. Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya. b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau
beribadah
Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam
hari.
Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar
lima hingga enam jam sebelum tidur.
Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
Menghindari makan besar sebelum tidur
Cek kesehatan secara rutin
Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik Menyiapkan suasana nyaman n yaman pada kamar
untuk tidur, seperti menghindari kebisingan
Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga olahra ga selama 20 hingga 30 menit setiap hari ssekitar ekitar
lima hingga enam jam sebelum tidur.
Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
Menghindari makan besar sebelum tidur
Cek kesehatan secara rutin
Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesic
2. Farmakologi Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine. a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam) b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital) Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing antianti -insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietaS
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir b erakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase AntiAnti -Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) Misalnya pada gangguan depresi
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining AntiAnti-Insomnia”, Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres psikososial. Pengaturan Dosis
- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation oversedation dan dan intoksikasi
- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut Lama Pemberian
- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan bulan lamanya.
- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.
2.9 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Gambar 1. Komplikasi Insomnia
Komplikasi insomnia meliputi
Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih le bih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi
kecelakaan.
Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
Kelebihan berat badan atau kegemukan
Daya tahan tubuh yang rendah
ja ngka panjang, contohnya tekanan Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka
darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.
3.10 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia
19 19
BAB III LAPORAN KASUS
I. Data Administrasi
Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan Nomor Rekam Medis Tanggal Kunjungan
PUSKESMAS JEULINGKE JEULINGKE 11 MARET 2019
II. Data Pasien
Nama Umur/Tanggal lahir Alamat Jenis Kelamin Agama Pendidikan Pekerjaan Status perkawinan Kunjungan yang ke Pengobatan sebelumnya Alergi obat
Manshur, S.AG 49 tahun / 13/03/1974 Jl. Cendana prada, Banda Aceh Laki – Laki – laki laki Islam S1 PNS Menikah 1 Metformin Disangkal
III. Data Pelayanan
1. Anamnesis (dilakukan secara autoanamnesis/heteroanamnesis) a. Alasan Kedatangan/keluhan utama : sulit untuk tidur b. Keluhan lain/tambahan : lemas dan pusing c. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sulit untuk tertidur pada malam hari keluhan ini dirasakan pasien sudah sejak 3 bulan ini, pasien merasa sulit untuk tertidur kembali apabila sudah terjaga dari tidurnya dan karena penyakit yang di derita pasien BAK sebanyak 2x dalam satu malam yang membuat pasien sulit untuk tidur kembali. Pasien juga mengaku tidak mengantuk pada siang hari walaupun pasien tidak tidur pada malam hari. Awalnya pasien juga mengaku ada perasaan cemas terhadap penyakit yang di deritanya dan sering mengalami mimpi buruk pada saat fase tidur. Saat ini pasien sedang rutin kontrol ke dokter spesialis kejiwaan
19
d. Riwayat penyakit keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal yang sama dengan pasien. e. Riwayat penyakit dahulu Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, pasien dengan riwayat diabetes melitus f. Riwayat penggunaan obat Metformin 500 mg tab Sandepril 50 mg Riklona 2 mg g. Riwayat kebiasaan sosial Pasien merupakan seorang pegawai di salah satu tempat kerja swasta di banda aceh, pasien mengaku sering cemas terhadap dirinya sendiri terutama saat pasien di diagnosis diabetes melitus 1 tahun yang lalu dan pasien juga sering merasa beban terhadap pekerjaan yang di hadapinya. Pasien awalnya memiliki rasa cemas dan kemudian mulai
mengalami sulit untuk tidur apabila pasien terjaga dan terkadang pasien mengalami mimpi buruk. h. Deskripsi rumah dan lingkungan sekitarnya Rumah pasien beralamat di Prada Aceh, Kecamatan syiah kuala, Banda Aceh. Lingkungan sekitar rumah bersih. Halaman rumah pasien tampak bersih karena selalu di sapu setiap hari. Di halaman rumah pasien ditumbuhi pepohonan dan tumbuhan. Terdapat tempat sampah di sekitar halaman rumah sehingga tidak terlihat adanya tumpukan sampah. Pasien tinggal di kawasan perumahan padat. Rumah pasien terdiri dari 2 lantai i. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Tidak terdapat faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi pada pasien. j. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Faktor risiko yang dapat dimodifikasi oleh pasien adalah sleep hygiene seperti jangan menggunakan kasur untuk hal lain seperti makan dan menonton selain untuk digunakan tidur. Jangan tidur di siang hari, makan 4 jam sebelum jam tidur
20
2. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum, tanda vital, dan status gizi Keadaaanumum : Compos mentis Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi Frekuensi napas Berat badan Tinggi badan IMT Status gizi b. Status Generalis Mata THT Paru
Jantung Ekstremitas Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi
: 84 x/menit : 20 x/menit : 65 kg : 165 cm : 24,07 kg/m2 : normoweight
: sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-) : dalam batas normal : simetris, vesikuler (normal/normal), rhonki (-/-),wheezing (-/-) : BJ I> BJ II, bising jantung (-) : sianosis perifer (-/-), CRT < 2 detik : distensi (-), striae (-) : peristaltik dbn : pembesaran organ (-), undulasi (-), nyeri tekan (-) : dalam batas normal
c. Pemeriksaan Laboratorium: pada saat kunjungan dilakukan, pasien belum melakukan pemeriksaan laboratorium IV. Diagnosis Holistik ( Assess Assessm ment )
1. Aspek Personal Pasien keluhkan sulit untuk tidur terutama saat malam hari 2. Aspek Klinik Diagnosa klinis (biologis) : Insomnia 3. Aspek Resiko Internal Pasien sering merasa cemas terhadap penyakit yang di derita sehingga mulai merasa sulit untuk tidur 4. Aspek Resiko Eksternal Pasien juga bekerja sebagai pegawai dimana pasien memiliki faktor stress yang dapat mempengaruhi psikis pasien
21
5. Derajat Fungsional Derajat (1) dimana pasien tidak mengalami kesulitan saat bekerja dan duduk dan berjalan. V. Rencana Penatalaksanaan Penatalaksanaan Pasien
1. H ealth prom promot otii on Pasien dihimbau untuk menerapkan sleep hygiene seperti jangan
menggunakan tempat tidur selain untuk tidur seperti makan minum dan nonton TV di atas tempat tidur, sebelum tidur makan 4 jam sebelum masuk waktu untuk tidur, usahakan pasien untuk tidak tidur pada siang hari, cari kegiatan yang membuat pasien merasakan relaksasi, buat suasana kamar senyaman mungkin. Anjurkan untuk melakukan aktifitas fisik seperti olahraga minimal 3x seminggu.
2. Sp Spe esifi sificc Pr Pro otecti on Pasien saat ini tidak perlu dilakukan spesific protection pada pasien
3. P r omt omt tr tre eatme atment nt 4. Disability limitation Pasien tidak mengalami disability limitation limitation 5. Rehabilitation Pada pasien ini belum perlu dilakukan rehabilitasi.
22
GENOGRAM Tn.MD
AYAH
IBU
Tn. MI
Ny.E
Tn. MDS, 13 th Keterangan:
: Laki laki meninggal
:
: Tinggal satu rumah
:
: Perempuan hidup
:Laki-laki hidup : Perempuanmeninggal
23
24 24
BAB IV PEMBAHASAN
Pasien laki laki usia 49 tahun datang ke poliklinik umum puskesmas jeulingke dengan keluhan sulit untuk tidur yang dirasakan sejak sudah sejak 3 bulan ini, pasien merasa sulit untuk tertidur kembali apabila sudah terjaga dari tidurnya dan karena penyakit yang di derita pasien BAK sebanyak 2x dalam satu malam yang membuat pasien sulit untuk tidur kembali. Pasien juga mengaku tidak mengantuk pada siang hari walaupun pasien tidak tidur pada malam hari. Awalnya pasien juga mengaku ada perasaan cemas terhadap penyakit yang di deritanya dan sering mengalami mimpi buruk pada saat fase tidur. Hal ini sesuai teori dimana Insomnia adalah keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup. Penyebab dari insomnia itu sendiri terdiri dari berbagai penyebab seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan. Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan.
24
25
BAB IV KESIMPULAN
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-
26
obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual. Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin
(Nitrazepam,
Trizolam,
dan
Estazolam),
dan
non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Sadock, Grebb. Si Sino nop psis Psik Psikii atr i I lm lmu u Pe Penge ngettahu hua an Prila Pr ilaku ku
Psikiatri 2. K linis J ilid ili d Sa Sattu. Jakarta: Binarupa Aksara, 1997. 3. Maramis, W.E, I lm lmu uK Ke edokte kterr an JJii wa, Airlangga Press, Surabaya, 2009
27
4. Maslim, Rusdi. 2001. B uku Saku Di agno gnosis sis G anggua ngguan n J i wa R ujuka ujukan n
Ringkas dari PPDGJ-III . Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FKUnika Atmajaya. 5. Maslim, Rusdi. 2001. P and ndua uan n Pr aktis kti s Pengg Pengguna unaa an K Klilini niss Ob Oba at .Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Psikotropik .Jakarta: 6. Tomb, David A. 2004. B uku Saku Ed 6 . Jakarta: EGC Saku Psi Psiki kia atri Ed 7. Zeidler,
M.R.
2011.
I nso nsom mni nia a.
Editor:
Selim
R
Benbadis.
(http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com http://www.emedicina.medscape.com/article/1187829.com Diakses tanggal 10 Januari 2012)
View more...
Comments