Laporan Kasus Herpes Zoster
April 12, 2017 | Author: danidannia | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus Herpes Zoster...
Description
LAPORAN KASUS HERPES ZOSTER
Dani Dania Darmawan 12100113044
Pembimbing Dr. H. Sofwan S Rahman, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD R. SYAMSUDIN, SH SUKABUMI 2014
BAB I LAPORAN KASUS
I.
II.
III.
Identitas Pasien a. Nama b. Usia c. Jenis Kelamin d. Status Marital e. Pekerjaan f. Alamat g. Tanggal Masuk RS h. Tanggal Pemeriksaan
: Ny. T : 50 tahun : Perempuan : Sudah menikah : Bertani dan berkebun : Cigandawati, Kab. Cianjur : 9 mei 2014 : 14 Mei 2014
Anamnesis a. Keluhan utama : Benjolan-bejolan kecil pada wajah sebelah kiri b. Keluhan Tambahan : Gatal dan Nyeri c. Riwayat Penyakit : Pasien datang ke RS R. Syamsudin, SH. dengan keluhan benjolanbenjolan kecil, gatal dan nyeri pada wajah kiri pasien sejak 7 hari SMRS. Keluhan pasien tersebut diawali dengan demam dan pegal di seluruh tubuh, kemudian mulai timbul adanya benjolan-benjolan kecil yang berisi seperti cairan. Semakin lama benjolan tersebut semakin banyak, lalu pecah dan mengering. Bekas luka tersebut mulai menimbulkan rasa gatal, dan nyeri yang dirasakan terus menerus, dan bertambah parah ketika pasien berkeringat. d. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami cacar air saat masih kecil. e. Riwayat Penyakit Keluarga Pasien menyangkal terdapat keluhan yang sama pada anggota keluarga lain
Pemeriksaan Fisik a. Status generalis Keadaan umum Kesadaran Nadi Pernafasan Suhu b. Status dermatologi Regio/letak Efloresensi o Primer
: Tampak sakit sedang : Komposmentis : 80 x/menit, regular, equal, isi cukup : 20 x/menit : Afebris : Facialis : eritema 1
IV.
V.
o Sekunder Sifat efloresensi o Ukuran o susunan o Penyebaran
: plakat : berkelompok/herpetiformis : unilateral, sirkumskrip
Resume Kasus Pasien datang ke RS R. Syamsudin, SH. dengan keluhan benjolan-benjolan kecil, gatal dan nyeri pada wajah kiri pasien sejak 7 hari SMRS. Keluhan pasien tersebut diawali dengan demam dan pegal di seluruh tubuh, kemudian mulai timbul adanya benjolan-benjolan kecil yang berisi seperti cairan. Semakin lama benjolan tersebut semakin banyak, lalu pecah dan mengering. Bekas luka tersebut mulai menimbulkan rasa gatal, dan nyeri yang dirasakan terus menerus, dan bertambah parah ketika pasien berkeringat. Terdapat riwayat cacar air pada saat pasien anakanak. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi kulit berupa eritema dan krusta yang unilateral dan herpetiformis di wajah bagian kiri pasien. Diagnosis Banding a. Herpes Zoster b. Herpes Simplek
VI.
Pemeriksaan Anjuran a. Tes Tzanck b. Kultur Virus
VII.
Diagnosis Kerja a. Herpes Zoster
VIII.
: krusta
Penatalaksanaan a. Umum Menjaga kebersihan luka Menjaga daerah luka tetap kering Mencegah garukan pada luka 2
b. Khusus Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari Meloxicam 3 x 7,5 mg selama 4 hari Neurodex 2 x 1 selama 6 hari CTM 3 x 1 selama 4 hari Cimetidin 2 x 1 selama 6 hari Methyl Prednisolon 3 x 1 selama 4 hari Gentamycin Sulfate IX.
Prognosis a. Quo ad vitam b. Quo ad functionam c. Quo ad sanationam
: bonam : bonam : bonam
3
BAB II ANALISIS KASUS 1. Definisi Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.1,2. 2. Epidemiologi dan Faktor Resiko Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari virus setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela. Terkadang varisela terjadi secara subklinis.1 Sekitar 4% penderita herpes zoster mengalami episode berulang setelahnya. Herpes zoster yang berulang hampir khas terjadi pada penderita dengan sistem imun yang rendah. Sekitar 25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita yang mendapatkan transplantasi ginjal atau jantung mengalami episode berulang.2 Walaupun reaktivasi herpes zoster dapat terjadi pada usia berapapun, namun penyakit ini jarang ditemukan pada usia anak-anak, dan lebih sering pada usia dewasa, biasanya pada orang tua diatas 60 tahun.2,5 Faktor risisko herpes zoster terdapat pada orang-orang yang mengalami penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang menajalani kemoterapi, mendapat transplantasi sumsum tulang dengan menggunakan kortikosteroid, penderita kanker dengan terapi imunosupresif, infeksi primer VSV pada infant dimana respon imun normal masih rendah, penderita sindrom inflamasi rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia limpositis akut dan individu dengan keganasan lain.2,3 Pada kasus ini, pasien merupakan wanita dewasa berumur 50 tahun, dan mengatakan pernah mengalami cacar air pada masih anak-anaknya. 3. Etiologi VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk dalam famili Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak dengan mukosa saluran pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal dimana virus akan menjadi dorman.2 Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun setelah infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti timbulnya reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin penyebabnya adalah salah satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur eksternal dengan VZV, proses penyakit akut atau kronis (Terutama infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan stres emosional.2 Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami reaktivasi virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih belum jelas. Menurunya imunitas seluler diperkirakan meningkatkan resiko aktivasi kembali, dimana keadaan tersebut meningkat sesuai dengan usia.2
4
4. Transmisi Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke orang lain. Namun VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah mengalami varisela atau cacar air karena jika orang tersebut tertular VSV maka manifestasinya berupa varisela.3 VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel herpes, dan orang dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan ruam maupun cairan pada vesikel yang melepuh, namun pada saat vesikel belum terbentuk atau saat telah mengering menjadi krusta merupakan saat dimana VSV tidak dapat menular lagi.3 Pada kasus ini tidak terdapat riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga pasien. 5. Patogenesis Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer, varisela, adalah penyakit demam yang menular biasanya ringan. Setelah infeksi primer selesai, partikel virus menetap di ganglia saraf perifer dimana virus menjadi dorman untuk beberapa tahun hingga puluhan tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi virus, akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh induk gagal menekan replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh banyak keadaan, mulai dari stres hingga imunosupresif berat, terkadang juga diikuti dengan trauma langsung. Virema VZV terjadi saat infeksi primer, namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan jumlah virus yang lebih sedikit.2 Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar ganglion dorsal yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf menyebabkan kehilangan neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari lesi varisela. Pola ini menunjukkan latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus saat varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan ganglia yang paling sering terkena stimuli reaktivasi.2 Pada kasus ini terdapat riwayat cacar air pada pasien ketika masih anak-anak. 6. Gejala Klinis Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal dapat berupa gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam atau pusing. Gejala lokal berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah dermatom yang terkena. Nyeri yang terjadi merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic neuralgia dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit sembul dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun.1 Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel herpetiformis dengan dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang terinervasi saraf sensoris yang terasa nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi pustul dan krusta. Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan penyembuhan berupa sikatrik.1,2
5
Lesi biasanya unilateral, mengenai 1 dermatom, tetapi walaupun jarang herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan mungkin saja bilateral (zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari satu dermatom meningkat pada populasi yang imunokompromis. Terkadang pasien mengeluh nyeri pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster sine herpete).2 Lesi pada herpes zoster dimulai dengan makula eritem, kemudian di atas makula eritem ini timbul vesikel dalam 1-2 hari, terdapat pustul dalam 2 hari, kemudian menjadi krusta dalam 7-10 hari, krusta biasanya menetap selama 2-3 pekan. Lesi pada herpes zoster berbentuk khas, yaitu berkelompok/herpetiformis.5 Pada kasus kali ini keluhan pasien berupa adanya benjolan-benjolan kecil (vesikel) yang berkelompok (herpetiformis) pada satu sisi bagian wajah (unilateral) yang kemudian menjadi bernanah (pustula) dan akhirnya pecah dan mengering (krusta). 7. Diagnosis Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam anamnesis didapatkan keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang kemudian pecah disertai nyeri. Selain itu dapat pula kronologis ruam seperti gejala prodromal yang dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap individu, kemudian dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol diatas kulit eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta.1,2 Pada kasus ini ditemukan adanya riwayat prodormal pada pasien yaitu berupa demam dan pegal-pegal serta pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya lesi eritema, pustula dan krusta. 8. Diagnosis Banding Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks dimana pada herpes simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya yaitu pada herpes simplek berulang di tempat yang sama terutama pada regio sacrum sedangkan herpes zoster tidak, angina pektoris bila dermatom yang terserang setinggi jantung sehingga menimbulkan nyeri pada daerah yang mirip dengan angina pektoris.1 Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis kontak iritan dimana pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat gejala prodormal, dan lesi tidak sesuai dengan dermatom, dermatitis kontak alergika, varisela, folikulitis, gigitan serangga, liken striatus, kontak stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan sengatan ubur-ubur.2,3 9. Penatalaksanaan Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan cendrung lebih jinak pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan herpes zoster dilakukan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko komplikasi. Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa obat dan dengan obat. Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan beberapa hal berikut yaitu menjaga agar lesi tetap bersih dengan membersihkan dengan air dan sabun untuk menghindari infeksi sekunder, lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih dan tidak ketat.4 Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati nyeri diberikan analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan antibiotik. Terapi 6
dengan antiviral bertujuan untuk mempersingkat waktu penyakit serta menurunkan keparahan dari penyakit.4 Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir. Dosis acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari dalam 7 hari. Sedangkan dosis famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan valacyclovir diberikan 3x1000mg sehari.1 Pemberian kortikosteroid dapat diindikasikan untuk mencegah terjadinya paralisis ataupun fibrosis ganglion. Pemberian prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah 1 minggu dosis diturunkan secara bertahap. Pemberian dosis sebesar itu harus disertai dengan pemberian antiviral. Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium. Jika masih stadium vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika terdapat ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.1 Pada kasus ini, penatalaksanaan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu terapi nonmedikamentosa dan terapi medikamentosa, penatalaksanaan tersebut antara lain : a. Umum/non-medikamentosa o Menjaga kebersihan luka o Menjaga daerah luka tetap kering o Mencegah garukan pada luka b. Khusus/medikamentosa o Asiklovir 5 x 800 mg selama 7 hari o Meloxicam 3 x 7,5 mg selama 4 hari o Neurodex 2 x 1 selama 6 hari o CTM 3 x 1 selama 4 hari o Cimetidin 2 x 1 selama 6 hari o Methyl Prednisolon 3 x 1 selama 4 hari o Gentamicin Sulfate 10. Komplikasi Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun keatas. PNH dapat terjadi akibat nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan, atau dapat terjadi setelah resolusi dari reaktivasi herpes zoster sebelumnya. Nyeri dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun. Patofisiologi dari PNH mungkin melibatkan keruskan saraf perifer atau aktivitas virus yang berkelanjutan.2 Herpes zoster yang melibatkan CN V1 (contohnya HZO) dapat menyebabkan konjungtivitis, keratitis, ulserasi kornea, iridosiklitis, glukoma, dan penurunan akuitas pengelihatan bahkan kebutaan. Dengan terlibatnya organ okuler, maka diperlukan pemberian anti-viral jangka panjang.2 11. Pencegahan Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela maka tidak diperlukan tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada mereka yang memiliki resiko tinggi menderita varisela yang fatal seperti pada neonatus, pubertas, dan
7
dewasa dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Biasanya pencegahan diberikan melalui vaksin.3 12. Prognosis Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang lebih muda dan lebih sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi. Pada orang dengan imunokompeten pada umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi namun pada orang dengan imunokompromisangka mortalitas dan morbiditasnya signifikan.1, 2 Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang imunokompeten, namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim imun yang sangat rendah. Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang rendah dapat menyebabkan kematian karena ensepalitis, hepatitis, atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim imun yang sangat rendah berkisar antara 515%.2
8
DAFTAR PUSTAKA 1. Handoko R.P.. “Penyakit Virus”. dalam Djuanda A., Kosasih A., Wiryadi B.E., Nathasuda E.C., Sjamsoe-Daili E., Effendi E.H., dkk. “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin”. edisi ke 5. Jakarta: Penerbit FK UI;2010. Hal. 110-114. 2. Janniger C.K.. “Herpes Zoster”. WebMD LLC; [diperbaharui pada 26 Februari 2013; dikutip pada 16 Mei 2014]. Dikutip dari: (http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview). 3. Strauss, Stephen et al. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff K, Goldsmith L, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine : 7th ed. New York : McGraw-Hill, 2008 : 1885-1898. 4. “Observer Extra : Herpes Zoster”. (http://www.acpinternist.org/archives/2007/03/herpes.pdf).
Available
from
5. Kartowigno S. SEPULUH BESAR KELOMPOK PENYAKIT KULIT. Ed. Kedua. Palembang. Universitas Sriwijaya. 2012. Hal 113-119.
9
View more...
Comments