Laporan Kasus Hemiparese

July 6, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus Hemiparese...

Description

 

BAB I PENDAHULUAN A. 

Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain Vaskuler. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah penyakit  jantung dan kanker serta merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia.Stroke dapat menyebabkan cacat tetap atau sementara. Sekitar 2 dari 10 orang yang mengalami stroke akut akan meninggal dalam waktu satu bulan pertama, 3 dari 10 orang meninggal dalam satu tahun, 5 dari 10 oran orang g meninggal dalam lima tahun, dan 7 dari 10 orang meninggal dalam satu tahun. Resiko terbesar kematian stroke adalah pada tiga hari  pertama sekitar 12%. Resiko meninggal dalam tujuh hari setelah stroke adalah sekitar 15-17%, dan dalam waktu satu bulan setelah stroke adalah sekitar 20-25%.Resiko kematian dalam bulan pertama berbeda-beda tergantung pada jenis stroke. Hemiparese adalah kelemahan otot-otot lengan dan tungkai pada suatu sisi.Pada hemiparese terjadi kelemahan sebagian anggota tubuh dan lebih ringan daripada hemiplegi.Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu stroke akibat infark serebral atau perdarahan.Hemiparese yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya kelainan atau lesi sepanjang traktus piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan oleh  berkurangnya suplai darah,kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi ataupun  penekanan langsung dan tidak langsungoleh massa (hematoma, abses, tumor). Hal 1

 

tersebut selanjutnya akan mengakibatkan adanya gangguan pada traktus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak atas atau bawah. Di Indonesia sendiri, diperkirakan dalam setiap tahunnya ada 500.000 penduduk yang terkena serangan stroke. Sekitar 2,5% meninggal dan sisanya mengalami kecacatan baik ringan ataupun berat. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat oleh karena perubahan gaya hidup, lingkungan dan jenis makanan yang semakin  beragam. Stroke yang dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja baik laki-laki laki -laki maupun perempuan, tua atau muda. Menurut berbagai literature, inseden stroke hemoralgik antara 15% - 30% dan stroke non hemoralgik antara 70% - 80% tetapi untuk Negara-negara berkembang atau Asia, kejadian stroke hemoralgik sekitar 30% dan stroke non hemoralgik 70% terdiri dari trombosit serebri 60% emboli serebri 5% dan lain-lain 35%. Stroke biasanya ditandai dengan kelumpuhan anggota gerak atas maupun bawah  pada salah satu sisi anggota tubuh.Stroke dapat

menyebabkan problematika pada

tingkat impairment berupa gangguan motorik, gangguan sensorik, gangguan memori dan kognitif, gangguan koordinasi koordinasi dan keseimbangan.Pada tingkat tingkat functional limitation  berupa gangguan dalam melakukan aktifitas fungsional sehari-hari seperti perawatan diri, transfer dan ambulasi.Serta pada tingkat participation restriction berupa keterbatasan dalam melakukan pekerjaan, hobi dan bermasyarakat di lingkungannya. lingkungannya. Penderita stroke perlu mendapatkan penanganan yang sedini mungkin agar  pengembalian fungsi dari anggota gerak serta gangguan lainnya dapat semaksimal mungkin atau dapat beraktifitas kembali mendekati normal serta mengurangi tingkat kecacatan. 2

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.  Tinjauan tentang Hemiparese Sinistra Post Stroke

1.  Definisi Kata stroke berasal dari bahasa Yunani yang berarti suatu serangan mendadak seperti disambar petir .Stroke adalah serangan otak yang terjadi secara tiba-tiba dengan akibat kematian atau kelumpuhan bagian tubuh. Karena sifatnya yang menyerang itu, sindrom ini diberi nama stroke yang artinya kurang lebih pukulan telak dan mendadak. Stroke disebut juga sebagai CVA (cerebro-vaskuler accident). Hemiparese adalah kelemahan otot-otot lengan dan tungkai pada satu sisi.Pada hemiparese terjadi kelemahan sebagian anggota tubuh dan lebih ringan daripada hemiplegi.Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral atau perdarahan.Hemiparase yang terjadi memberikan gambaran bahwa adanya kelainan atau lesi sepanjang traktus  piramidalis. Lesi ini dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh trauma atau infeksi, ataupun penekanan langsung dan tidak langsung oleh massa hematoma, abses, dan tumor. Hal tersebut selanjutnya

akan

mengakibatkan

adanya

gangguan

pada

traktus

kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak atas dan bawah. 2.  Anatomi dan Fisiologi Otak Masalah utama pada stroke adalah karena gangguan peredaran darah diotak, sehingga kita perlu memahami tentang anatomi fungsional otak. 3

 

a.  Anatomi Otak Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami  perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meninges) dan berada di dalam rongga tengkorak (Chusid, 1979). Selain itu otak juga merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah yang bersifat konstan (Wilson, 2002). Bagian  –    bagian dari otak : 1)  Hemisferium Serebri Hemisferium serebri dibagi menjadi dua hemisferium yaitu hemisferium kanan dan kiri yang dipisahkan oleh celah dalam yang disebut dengan fisura longitudinalis serebri (Chusid, 1979). Bagian luar dari hemisferium serebri terdiridari substantia grisea yang disebut sebagai korteks serebri. Kedua hemisferium ini dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang disebut dengan corpus calosum. Pusat

aktivitas

sensorik

dan

motorik

pada

masing-masing

hemisferium dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium serebri kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep fungsional ini disebutpengendalian kontralateral (Wilson, 2002). 2)  Korteks Serebri

4

 

Korteks serebri pada cerebrum mempunyai banyak lipatan yang disebutdengan konvulsi atau girus. Celah-celah atau lekukan yang disebut sulcus terbentuk dari lipatan-lipatan tersebut yang membagi setiap hemispherium menjadi daerah-daerah tertentu, antara lain : a)  Lobus Frontalis Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebri ke depan dari sulkus sentralis dan diatas sulkus lateralis. Bagian ini mengandung daerah-daerah motorik.Daerah broca terletak di lobus frontalis dan mengotrol expresi bicara.Lobus frontalis  bertanggung

jawab

untuk

perilaku

bertujuan,

penentuan

keputusanmoral, dan pemikiran yang kompleks.Lobus ini juga memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang dihasilkan oleh sistem limbic.Badan sel di daerah motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-tonjolan akson ke korda spinalis, yang sebagian besar berjalan dalam alur yang disebut sebagai sistem piramidalis. Pada sistem ini neuron-neuron motorik menyeberang ke sisi yang berlawanan.Informasi motorik sisi kiri korteks serebrum  berjalan ke bawah ke sisi kanan korda spinalis dan mengontrol gerakan

motorik

sisi

kanan

tubuh,

demikian

sebaliknya.Sedangkan akson-akson lain dari daerah motorik  berjalan dalam jalur ekstrapiramidalis.Serat ini mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan di luar piramidal ke korda spinalis.

5

 

 b)  Lobus Temporalis Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang  berjalan kebawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini adalah daerah asosiasi untuk informasi auditorik dan mencakup daerah Wernicke tempat interpretasi bahasa.Lobus ini juga terlibat dalam interpretasi baudan penyimpanan ingatan. c)  Lobus Parietalis Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak dibelakang sulkus sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas ke  belakang ke fisura parieto-oksipitalis.Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa raba danpendengaran. d)  Lobus Oksipitalis Lobus

oksipitalis

adalah

lobus

posterior

korteks

serebrum.Lobus initerletak di sebelah posterior dari lobus  parietalis dan diatas di atas fisura parieto-oksipitalis.Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina mata.

Gambar 1.Hemisferium Serebri dari sisi kiri (Swaramuslim, 2009) 6

 

3)  Ganglia Basalis Ganglia basalis adalah massa substantia grisea yang terletak dibagiandalam hemisferium serebri. Massa yang berwarna kelabu dalam ganglion basalisterbagi menjadi empat bagian, yaitunukleus kaudatus,

nukleus

claustrum.Nukleus  bersamafasiculus

lentiformis, kaudatus

dan

internamembentuk

korpusamygdala nukleus korpus

dan

lentiformis

striatum

yang

merupakan unsur penting dalam sistem extrapiramidal.Fungsi dari ganglia basalis adalah pusat koordinasidan keseimbangan. 4)  Traktus Extrapiramidalis Traktus extrapiramidalis tersusun ataskorpus striatum, globus  palidus,thalamus, substantia nigra, formation lentikularis, cerebellum cer ebellum dan cortex motorik.Traktus extrapiramidalis merupakan suatu mekanisme yang tersusun dari jalur- jalur dari korteks motorik menujuAnterior

Horn

Cell

(AHC).Fungsi

utama

daritraktus

extrapiramidalis berhubungan dengan gerakan yang berkaitan  pengaturansikap tubuh dan integrasi inte grasi otonom.Lesi pada setiap seti ap tingkat dalam traktusextrapiramidalis dapat menghilangkan gerakan dibawah sadar. 5)  Traktus Piramidalis Traktus piramidalis berasal dari sel-selbetzpada lapisan ke lima korteksserebri pada girus presentralis lobus frontalis ke kapsula interna masuk kediencephalonditeruskan kemesencephalon, pons varollisampaimedullaoblongata. Di perbatasan medulla oblongata

7

 

dan medulla spinalis sebagian besar traktus ini merupakan  penyilangan di dekusasio piramidalis.Fungsi dari system s ystem pyramidalis  berhubungan dengan gerakan gerakan terampil dan motorik halus.  b.  Anatomi Peredaran Darah Otak Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik.Kebutuhan otak sangatmendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus dipertahankan(Chusid, 1979). Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabangcabang, behubungan erat satu dengan yang lainsehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel (Wilson, 2002). 1)  Peredaran Darah Arteri Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circuluswillisi.Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial.Di dekat akhirarteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluararteri communicans posterior yang bersatu kearah

kaudal

serebrianterior

dengan saling

arteri

serebri

berhubungan

posterior.

Arteri

melalui

arteri

communicans anterior. Arteri vertebralis kiri dan kanan bersal dari arteria subklavia sisi yangsama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,sedangkan arteri

8

 

subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata.Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris(Wilson, 2002). 2)  Peredaran Darah Vena Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater yang liat.Sinus-sinus dura mater tidak mempunyai katub dan sebagian besar berbentuk triangular.Sebagian besar vena cortex superfisial mengallir ke dalam sinuslongitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utamaadalahvena anastomotica magnayang mengalir ke dalam sinus longitudinalissuperior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus.Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia (Wilson,2002).

Gambar 6.Circulus Willisi (Wikipedia, 2009)

9

 

3.  Etiologi Penyebab utama terjadinya hemiparesis adalah adanya kerusakan otak. Kerusakan otak yang paling utama disebabkan oleh stroke. Stroke adalah gangguan

peredaran

darah

di

otak,

bisa

berupa

perdarahan

atau

 penyumbatan. Lokasi peredaran darah mana yang terganggu di otak menentukan bagian tubuh yang akan mengalami gangguan. Gangguan  peredaran darah di otak sebelah kanan akan mengakibatkan gangguan pada tubuh sisi sebelah kiri, sedangkan gangguan peredaran darah di otak sebelah kiri akan mengakibatkan gangguan pada tubuh sisi sebelah kanan. Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke haemoragic (perdarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragic (ischemic) jika arteri tersumbat. Stroke non haemoragic mencakup stroke thrombotic danembolic a.  Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan dinding arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah : 1)  Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah. 2)  Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa. 3)  Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit, dan tiroid.

10

 

4)  Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.  b.  Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragik yaitu: 1)  Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher) Stroke

terjadi

saat

trombus

menutup

pembuluh

darah,

menghentikan aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh  pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang.Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. 2)  Embolisme cerebral Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan  pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik 3)  Iskemia Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah.

11

 

4.  Patofisiologi Mekanisme iskemik (non-hemoragik) terjadi karena adanya oklusi atau sumbatan di Pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian

atau

keseluruhan

terhenti.Keadaan

tersebut

menyebabkan

terjadinya stroke, yang disebut stroke iskemik (Price, Sylvia A. 2006). Stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke

adalah

stroke

Iskemik.

Penyumbatan

dapat

terjadi

karena

 penumpukan timbunan lemak yang mengandung koleserol (plak) dalam  pembuluh darah besar (ateri karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil ( Arif,muttaqin 2008 ). Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar sehingga aliran darah tidak lancar, mirip aliran air yang terhalang oleh batu. Darah yang kental akan tertahan dan menggumpal (trombosis), sehingga alirannya menjadi semakin lambat. Akibatnya otak akan mengalami kekurangan  pasokan oksigen. Jika kelambatan pasokan ini berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati. Tidak heran ketika bangun tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya kesemutan. Jika berlajut akan menyebabkan kelumpuhan ( Arif,muttaqin 2008 ). Penyumbatan aliran darah biasanya diawali dari luka kecil dalam  pembuluh darah yang disebabkan oleh situasi tekanan darah tinggi, merokok atau arena konsumsi makanan tinggi kolesterol dan lemak.Seringkali daerah yang terluka kemudian tertutup oleh endapan yang kaya kolesterol (plak).Gumpalan plak inilah yang menyumbat dan mempersempit jalanya

12

 

aliran darah yang berfungsi mengantar pasokan oksigen dan nutrisi yang diperlukan otak (Price, Sylvia A. 2006). a.  Problem motoric Salah satu gangguan utama dan paling sering terjadi dari semua manifestasi klinis hemiparese post stroke adalah problem motorik yang diakibatkan oleh kerusakan korteks motorik.Pada awalnya pasien terlihat dalam

keadaan

tonus

otot

rendah

atau

fleccid.Otot

fleccid

dapat

menurungkan kemampuan untuk membangkitkan kontraksi otot dan memulai gerakan.Kondisi tonus otot yang relative rendah ini biasanya  bersifat sementara, dan secepat mungkin berkembang pola karakteristik  pasien berupa hipertonik atau spastisitas. 5.  Gejala Klinis Adapun tanda-tanda dan gejala yang terdapat pada hemiparese disesuaikan dengan stadiumnya, yaitu: a.  Stadium akut Paralisis, pupil mata melebar. Kadang satu pupil lebih lebar dari yang lain disebabkan oleh paralysis dari iris/otot mata, denyut jantung dan nadi tidak teratur biasanya lambat. Anggota gerak yang terkena menjadi fleksid  paralysis, semua reflek hilang. Pada stadium ini terjadi t erjadi penurunan kesadaran yang dinamakan opopletik fit. Serangan ini dapat didahului dengan sakit kepala, pusing tapi kadang-kadang tanpa keluhan, maka penderita menjadi  pucat, nafas bersuara berat karena saluran nafas terhalang oleh lidah.  b.  Stadium recovery

13

 

Stadium ini dimulai dengan tanda pulsa/denyut nadi menjadi lebih cepat, temperatur/suhu tubuh naik, penderita gelisah, mudah terkejut dan kadang sulit tidur.Sistem reflek kembali seperti semula pada system sehat, otot yang mengalami fleksid paralisis menjadi spastik.Kebanyakan otot yang terserang  berada dalam keadaan fleksid untuk beberapa hari sampai 2 atau 3 minggu, terutama pada daerah lengan dan jari tangan. c.  Stadium spastisitas Keadaan otot dan reflek sudah mulai kembali, tetapi berlebihan, timbul ankle klonus dan reflek patologi (babinski sign). Lengan masih dalam keadaan serangan yang lebih berat dibanding dengan tungkai dan wajah.Biasanya lengan terfiksir melekat pada badan dengan posisi adduksi shoulder, semi fleksi elbow, lengan bawah pronasi, wrist dan finger fleksi ini merupakan posisi karakteristik.Tungkai terfiksir pada ibu jari oposisi, posisi lutut ekstensi, plantar fleksi, eksternal rotasi dan mengalami drop foot.Bila wajah yang terkena serangan, dampaknya lebih ringan dan yang terkena adalah wajah bagian bawah. Lidah akan membelok ke samping bagian  paralysis. B.  Tinjauan Tentang Assesmen dan Pengukuran Fisioterapi Fisioterapi

1.  Tes Tonus Otot a.  Definisi Tonus otot adalah kontraksi yang terus dipertahankan oleh otot.Pada saat keadaan otot tidak digerakkan otot tersebut memang tidak dalam keadaan fleksi namun terdapat regangan dalam satuan tertentu antar otot, nah keadaan regangan inilah yang disebut dengan tonus otot (kontraksi yang

14

 

terus dipertahankan oleh otot. Keadaan tonus otot menurun dinamakan hipotoni.

Keadaan

tonus

Otot

meningkat

dinamakan

hipertoni.

Pemeriksaan terhadap tonus otot dapat dilakukan melalui palpasi (perabaan) dan gerak pasif. Tonus otot disebabkan oleh impuls (potensi listrik) yang terus dialirkan oleh serabut otot untuk mempertahankan kontraksi. Grade

Keterangan

0

Tidak ada peningkatan tonus otot

1

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi

2

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM

3

Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM tapi sendi masih mudah digerakkan

4

Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak pasif sulit dilakukan

5

Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi Prosedur

: fisioterapi menggerakan persendian pada lengan dan tungkai

kaki pasien disertai melakukan palpasi Hasil a.  Anggota gerak sinistra 1)  Lengan : 2 2)  TungkaI : 2

15

 

 b.  Anggota gerak dextra 1)  Lengan : 5 2)  Tungkai : 5 2.  Tes Refleks a.  Tes refleks fisiologis

1)  Definisi Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang - kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis. Refleks yang muncul pada orang normal disebut sebagai refleks fisiologis. Kerusakan pada sistem syaraf dapat menimbulkan refleks yang seharusnya tidak terjadi atau refleks patologis.Keadaan inilah yang dapat dimanfaatkan praktisi agar dapat mengetahui ada atau tidaknya kelainan sistem syaraf dari refleks.

2)  Dasar pemeriksaan refleks a)  Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer  b)  Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan gerakan otot yang yang nantinya nantinya akan terjadi dapat dapat muncul secara optimal c)  Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras  pukulan harus dalam batas nilai ambang, tidak perlu terlalu keras d)  Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus dalam keadaan sedikit kontraksi.

16

 

3)  Jenis refleks fisiologis a)  Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises femoris.  b)  Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon :  plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.  b.  Tes Refleks Patologis 1)  Definisi Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai  pada individu normal.Refleks patologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliable dan lebih mempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas. 2)  Dasar pemeriksaan refleks a)  Selain dengan jari - jari tangan untuk pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa juga dengan menggunakan reflex hammer.  b)  Pasien harus dalam posisi enak dan santai c)  Rangsangan harus diberikan dengan cepat dan langsung l angsung 3)  Jenis Refleks Patologis a)  Babinski : gores telapak kaki di lateral dari bawah ke atas ==> +  bila dorsofleksi ibu jari, dan abduksi ke lateral empat jari lain  b)  Chaddok : gores bagian bawah malleolus medial ==> - tidak ada refleks c)  Gordon : pencet/ remas m.gastrocnemeus/ betis dengan keras==> - tidak ada refleks

17

 

3.  Tes Sensorik a.  Definisi Sensori merupakan stimulus, baik secara internal maupun eksternal yang masuk melalui organ sensori berupa indra. Sistem sensori  berperan penting dalam hantaran informasi ke sistem saraf pusat mengenai lingkungan sekitarnya. Sistem sensori lebih kompleks dari sistem motorik karena modal dari sensori memiliki perbedaan traktus, lokasi yang berbeda pada medulla spinalis, sehingga pengkajiannya dilakukan secara subyektif dan penguji dituntut untuk mengenali  penyebaran saraf perifer dari medulla spinalis..  b.  Pemeriksaan sensibilitas Eksteroseptif 1)  Pemeriksaan Rasa Raba Stimulus : gumpalan kapas, kertas atau kain yang ujungnya diusahakan sekecil mungkin Teknik : Menyentuh pasien dengan alat stimulus pada tubuh pasien dan  bandingkan bagian-bagian yang yang simetris Instruksi kepada pasien : “ beritahukan kepada saya setiap saat anda merasakannya dan dimana anda merasakannya. Kami akan mengujinya dengan mata anda dalam keadaan tertutup”  tertutup”  Hasil : Jika sensasi abnormal, lakukan pemeriksan di bagian proksimal sampai batas ketinggian gangguan sensorik ditentukan. Kelainan korteks sensori akan mengganggu kemampuan untuk melokalisasikan daerah yang disentuh. 2)  Pemeriksaan Rasa Nyeri

18

 

Stimulus : ujung yang tajam dari ujung swab stick yang patah , jarum atau peniti, ujung tumpul menggunakan ujung swab stick yang tidak  patah Teknik : rasa nyeri dibangkitkan dengan menusuk menusuk dengan jarum atau dengan menggunakan benda tumpul pada tubuh pasien dan bandingkan  bagian-bagian yang simetris, simetr is, jika bagian simetris si metris dibandingkan, tusukan harus sama kuat. Instruksi kepada pasien “pejamkan mata anda, beritahukan saya setiap kali saya menyentuh anda, apakah anda merasakan tajam atau tumpul dan dimana anda merasakannya”  merasakannya”   3)  Pemeriksaan Rasa Suhu Stimulus : tabung reaksi yang diisi dengan air es (10-200 celcius) untuk rasa dingin dan untuk rasa panas dengan air panas (40-500 celcius). Suhu yang kurang dari 50C dan lebih dari 500C akan menimbulkan rasa nyeri. Teknik : Diperiksa di seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-bagian yang simetris. Bagian proksimal ekstremitas biasanya kurang peka terhadap rasa dingin, bila dibandingkan dengan bagian distal ekstremitas. Bagian yang simetris harus diusahakan agar berada dalam kondisi yang sama, dibuka pakaiannya secara bersamaan, Instruksi kepada pasien : “pejamkan mata anda, beritahukan saya setiap kali saya menyentuh bagian tubuh anda, apakah anda merasakan rasa dingin atau panas dan dimana anda merasakannya”  merasakannya”  Hasil : perubahan rasa suhu dinyatakan dengan kata anesthesia suhu. 4.  Tes Koordinasi dan tes keseimbangan

19

 

Keseimbangan merupakan suatu proses komplek yang melibatkan 3  penginderaan penting yaitu : propioseptif (kemampuan untuk mengetahui  posisi tubuh), sistem vestibular (kemampuan untuk mengetahui posisi kepala), dan mata (untuk memonitor perubahan posisi tubuh). Gangguan terhadap salah satu dari ketiga jalur tersebut akan membuat keseimbangan terganggu. Untuk memeriksa gangguan keseimbangan dan koordinasi ada  beberapa tes yang bisa dilakukan, yaitu : a.  Finger to nose test Gangguan pada serebelum atau saraf  –   saraf propioseptif dapat juga menyebabkan ataxia tipe dismetria.Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah finger to nose test. Pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan pasien dalam kondisi berbaring, duduk atau berdiri.Diawali pasien mengabduksikan lengan serta posisi ekstensi total, lalu pasien diminta untuk menyentuh ujung hidungnya sendiri dengan ujung jari telunjuknya.Mula  –   mula dengan gerakan perlahan kemudian dengan gerakan cepat, baik dengan mata terbuka dan tertutup. 5.  Manual Muscle Testing (MMT) a.  Definisi Manual Muscle Testing (MMT) adalah salah satu usaha untuk menentukan

atau

mengetahui

kemampuan

seseorang

dalam

mengontraksikan otot atau group otot secara voluntary. MMT standar sebagai ukuran kekuatan tidak akan sesuai atau cocok untuk seseorang

20

 

yang

tidak

dapat

mengkontraksikan

ototnya

secara

aktif

dan

disadari.Dengan demikian, seseorang yang mengalami gangguan sisten syaraf pusat yang memperlihatkan spastisitas otot tidak cocok untuk dilakukan MMT.  NO

HURUF/ GRADE

0

ISTILAH

DEFENISI

KLASIFIKASI

Zero

Tdk ada kontraksi yang nyata baik terlihat atau pemeriksaan palpasi

1

TR

Trace

Ada

kontraksi

sedikit;

tidak

ada

gerakan

2-

P-

Poor minus

Gerakannya sebatas sebagian ROM tapi dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan

2

P

Poor

Gerakan sesuai ROM secara penuh tapi dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan

2+

P+

Poor plus

Gerakan sesuai ROM secara penuh tapi dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan &ditingkatkan hingga

½

ROM

melawan

gaya

21

 

gravitasi

3-

F-

Fair minus

Gerakan sesuai ROM secara penuh dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan &ditingkatkan hingga ROM lebih dari ½ dengan melawan gaya gravitasi

3

F

Fair

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan gravitasi

3+

F+

Fair plus

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan

gravitasi

bumi

&dapat

melawan resisten minimal

4

G

Good

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan gravitasi &dapat melawan tahanan sedang

5

N

Normal

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan gravitasi &dapat menahan  beban secara maximal

a.  Anggota gerak sinistra 1)  Lengan : 22)  Tungkai : 222

 

 b.  Anggota gerak dextra 1)  Lengan : 5 2)  Tungkai : 5 6.  Tes Kemampuan Fungsional ADL (Index Barthel) a.  Definisi Barthel Index adalah skala ordinal yang digunakan untuk mengukur performance dinilai pada skala ini dengan 0-10 poin untuk setiap variable .  b.  Prosedur Test 1)  Tujuan Untuk memperoleh tingkat kemampuan dan ketergantungan  pasien/klien dalam melakukan activities of daily living (ADL) 2)  Persiapan alat Pastikan Instrument Barthel Index Scale telah tersedia 3)  Persiapan pasien Jelaskan prosedur test kepada pasien untuk mengurangi kecemasan pasien serta untuk memastikan pasien kooperatif dan focus 4)  Teknik operasional Barthel Index Test a)  Pilih score point untuk pernyataan yang paling mendekati tingkat kemampuan terkini pasien/klien untuk setiap 10 item variable, dengan memberi tanda checklist

23

 

 b)  Index seharusnya digunakan sebagai catatan apa yang TIDAK MAMPU dilakukan oleh pasien/klien, bukan sebagai catatan tentang apa yang pasien/klien bisa lakukan c)  Gunakan semua informasi yang bisa diperoleh , baik dari laporan pasien sendiri, dari pihak keluarga  pasien/klien yang mengetahui benar kemampuan  pasien atau dari hasil observasi pemeriksa d)  Lihat bagian pedoman untuk informasi rinci tentang scoring dan interpretasi e)  Catat hasil pengukuran Barthel Index pada medical record pasien No.  Jenis AKS 

Kriteria  

1.

0 = tidak mampu

Saya dapat mengendalikan BAB

1 = kadang  –  kadang  kadang 

2 = mandiri 2.

Saya dapat mengendalikan BAK

0 = tidak mampu 

1 = kadang –  kadang –  kadang  kadang

2 = mandiri 3.

Saya dapat memelihara diri : (muka, rambut, 0 = tidak mampu gigi, cukur)

24

 

1 = mandiri

4.

Saya dapat menggunakan toilet

0

=

sepenuhnya

dibantu 

1 = bantu jika perlu

2 = mandiri 5.

Makan

0 = tidak mampu

1 = bantu jika perlu 

2 = mandiri 6.

Berubah sikap dari berbaring ke duduk

0 = tidak mampu

1 = mampu duduk dengan bantuan 

2

=

perlu

sedikit

 bantuan

3 = mandiri 7.

Berpindah/berjalan

0 = tidak mampu 

1 = tidak dapat, tapi  bisa

menjalankan

kursi roda sendiri

25

 

2

=

dapat,

tetapi

dibantu orang lain

3 = mandiri

8.

Berpakaian

0

=

bergantung

orang lain 

1 = sebagian dibantu (misalnya mengancing baju)

2 = mandiri

9.

Naik turun tangga

0 = tidak mampu 

1 = perlu bantuan

2 = mandiri 10. Mandi

0

=

bergantung

orang lain 

1 = mandiri Total skor 



Interpretasi : nilai 4 (cacat sangat berat) 26

 

0 –  4

= cacat sangat berat

5 –  9

= cacat berat

10 10 –   –  14

= cacat sedang

15 15 –   –  19

= cacat ringan

> 20

= bebas dan fungsi penuh

C.  Tinjauan Tentang Intervensi Fisioterapi

1.  Motor Relearning Programme (MRP)  a.  Definisi Motor Relearning Programme Merupakan suatu program untuk melatih kembali control motorik spesifik dengan menghindarkan gerakan yang tidak  perlu ataupun salah yang melibatkan proses kognitif, ilmi perilaku dan  psikologi, pelatihan, pemahaman tentang anatomi dan fisiologi saraf, serta tidak berdasarkan pada teori pengembangan normal.  b.  Tujuan 1)  Membantu penderita stroke bergerak dalam aktivitas fungsional dengan pola pergerakan normal. 2)  Membantu penderita stroke mencapai suatu pergerakan aktif secara otomatis. 3)  Memberikan repetisi sehingga pola normal tingkah laku dapat dipelajari. 4)  Melatih penderita stroke dalam sejumlah kondisi yang bervariasi, sehingga keterampilan dapat ditransfer pada situasi dan Ungkungan yang berbeda-beda. 27

 

c.  Tipe-tipe latihan 1)  Massed practice vs Distributed practice Basmajian JV. (1990) membedakan antara massed practice dan distributed practice. Pada massed practice, satu sesi latihan terdiri atas waktu larihan yang lebih banyak dari waktu istirahat. Pada distributed practice, satu sesi latihan terdiri atas jumlah waktu latihan yang sama dengan waktu istirahat. Pada pasien stroke distributed  practice lebih sesuai untuk diberikan, karena kelelahan merupakan suatu faktor keterbatasan umum yang sering terjadi. 2)  Variable vs Repetitive practice Variable practice adalah bentuk latihan dengan mempelajari sejumlah variasi dari satu tugas motorik, sementara repetitive  practice adalah bentuk latihan lati han berulang yangsama atau konstan untuk suatu tugas motorik. 3)  Blocked practice vs Random practice Blocked practice adalah suatu teknik latihan dengan cara melakukan satu tugashingga menguasainya, kemudian diikuti dengan latihan mgas selanjutnya. Sementara,random practice adalah suatu  bentuk latihan dengan cara melakukan latihan secara acak sejumlah tugas atau sejumlah variasi dalam satu tugas motorik sebelum dikuasainyasalah satu mgas atau variasi. Secara teoritis, blocked  practice lebih menguntungkan untuk proses akuisisi keterampilan yang efisien, sementara random practice lebih efektif untuk proses retensi dan transfer keterampilan motorik.

28

 

2.  Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) a.  Definisi Pada awalnya PNF lebih ditekankan pada berbagai kasus muskuloskeletal. Tetapi kemudian dikembangkan juga untuk kasus-kasus neurology termasuk hemiplegia (stroke) Prinsip umumnya adalah dengan  pemberian stimulasi tertentu untuk membangkitkan kembali mekanisme yang latent dan cadangan-cadangannya maka akan dicapai suatu gerak fungsional

yang

mendasari

adalah:

normal Proses

dan

terkoordinasi.Prinsip-prinsip

tumbuh

kembang

.

yang

Prinsip-prinsip

neurofisiologis : Ilmu gerak (biomekanika).  b.  Tujuan PNF 1)  Menimbulkan, menaikkan, memperbaiki tonus postural 2)  Memperbaiki koordinasi gerak 3)  Mengajarkan pola gerak yang benar Beberapa dasar teori neurofisiologis yang masih sering dijadikan acuan, misalnya: 1.  Perbaikan dimulai dari proksimal ke distal 2.  Stabilitas dan kontrol dari shoulder diperlukan lebih dahulusebelum gerakan tangan 3.  Spastisitas harus diinhibisi sebelum gerak aktif ekstremitas 4.  Perbaikan ekstremitas atas menganut pola tertentu: proksimalke distal,  perbaikan gerak fleksi diikuti gerak ekstensi, gerak sinergis fleksor, ekstensor diikuti gerak fungsional. c.  Teknik yang digunakan dalam metode PNF

29

 

1)  Rhythmical Initation Teknik yang dipakai untuk agonis yang mengunakan gerakangerakan pasif, aktif, dan dengan tahanan. Caranya : Terapis

melakukan

gerakan

pasif,

kemudian

pasien

melakukangerakan aktif seperti gerakan pasif yang dilakukan terapis, gerakan selanjutnya diberikan tahanan, baik agonis maupun antagonis patron dapat dilakukan dalam waktu yang tidak sama. Indikasi : Problem permulaan gerak yang yang sakit karena rigiditas, spasme yang berat atau ataxia, ritme gerak yang lambat dan keterbatasan mobilisasi. 2)  Repeated Contraction Suatu teknik dimana gerakan isotonic untuk otot-otot agonis, yang setelah sebagian gerakan dilakukan restretch kontraksi. Caranya : Pasien bergerak pada arah diagonal, pada waktu gerakan dimana kekuatan

mulai

memberikan

turun,

reaksi

terapis

terhadap

memberikan

restretch

restreth,

dengan

pasien

mempertinggi

kontraksi, terapis memberikan tahanan pada reaksi kontraksi yang meninggi.Kontraksi otot tidak pernah berhenti, dalam satu gerakan diagonal restreth diberikan maximal empat kali. 3)  Stretch Reflex

30

 

Untuk gerakan yang mempunyai efek fasilitasi terhadap otot-otot yang terulur. Caranya :

Panjangkan posisi badan (ini hanya dapat dicapai dalam bentuk  patron), tarik pelan-pelan kemudian tarik dengan cepat (tiga arah gerak) dan bangunkan stretch reflex, kemudian langsung berikan tahanan setelah terjadi stretch reflex, gerakan selanjutnya diteruskan dengan tahan yang optimal, berdasarkan aba-aba pada waktu yang tepat. 4)  Timing for Emphasis Bentuk gerakan dimana bagian yang lemah dari gerakan mendapat ekstra stimulasi bagian yang kuat. Caranya : Pada suatu patron gerak, bagian yang kuat ditahan di bagian yang lemah dibiarkan bergerak. 5)  Hold Relax Suatu teknik dimana kontraksi isometric memepengaruhi otot antagonis yang mengalami pemendekan, yang diikuti dengan hilang atau kurangnya ketegangan dari otot-otot tersebut. Caranya : a)  Gerakan dalam patron pasif atau aktif dari group agonis sampai pada batas gerakn atau sampai timbul rasa sakit.

31

 

 b)  Teraois memberikan penambahan tahanan pelan-pelan  pada antaggonis patron, pasien harus menahan tanpa membuat gerakan. Aba-aba Aba-aba =’tahan disini !’  !’ 

 

c) Relaks sejenak pada patron antagonis, tunggu sampai tombul reaksi pada group agonis, gerak pasif atau aktif  pada agonis patron, ulangi prosedur diatas, penambahan  patron agonis, berarti menambah LGS. 6)  Contract Relax Suatu teknik dimana kontraksi isotonic secara optimal pada otototot antagonis yang mengalami pemendekan. Caranya : a)  Gerakan pasif atau aktif pada patron gerak agonis sampai  batas gerak.  b)  Pasien diminta mengkontraksikan secara isotonic dari otot-otot antagonis yang mengalami pemendekan. Abaaba =’tarik !atau “dorong !’  !’   c)  Tambah lingkup gerak sendi pada tiga arah gerakan, tetap diam dekat posisi batas gerakan, tetap diam dekat posisi  batas gerakan, pasien pasie n diminta untuk relaks r elaks pada antagonis  patron sampai betul-betul timbul relaksasi tersebut, gerak  patron agonis secara pasif atau aktif, ulangi prosedur diatas, dengan perbesar gerak patron agonis dengan menambah LGS. Tidak semua teknik PNF dapat diterapkan pada penderita stroke. Teknik-teknik yang

32

 

dapat digunakan adalah rhythmical initation, timing for emphasis, contraks relax dan slow reversal. 3.  Short Wave Diathermi (SWD) SWD merupakan arus bolak balik dengan frekuensi tinggi. SWD digunakan sebagai modalitas fisioterapi untuk memperoleh pengaruh panas dalam jaringan lokal, merileksasi otot, mengurangi nyeri dan meningkatkan metabolisme selsel. SWD dapat mempercepat proses yang terlibat dalam respon inflamasi dan merangsang penyembuhan jaringan.Panas yang ditimbulkan akan berpengaruh terhadap jaringan ikat terutama otot, tendon, kapsul sendi dan ligamentum yang akan menyebabkan terjadinya penurunan viscositas matrik sehingga elastisitas  juga meningkat. Dengan meningkatnya elastisitas otot maka tonus otot menurun melalui normalisasi nosi-sensoris, sehingga akan menurunkan nyeri. a.  Manfaat Pemberian SWD 1)  Memperlancar peredaran darah 2)  Mengurangi rasa sakit 3)  Mengurangi spasme otot 4)  Meningkatkan kelenturan jaringan lunak 5)  Mempercepat penyembuhan radang  b.  Penempatan/susunan elektroda 1)  Kontraplanar : Penentrasi panas kejaringan lebih dalam, dipermukaan  berlawanan dengan bagian terapi. 2)  Koplanar : elektroda berdampingan disisi / sejajar. c.  Indikasi SW

33

 

1)  Kondisi peradangan dan kondisi sehabis trauma (trauma pd musculoskeletal) 2)  adanya

keluhan

nyeri

pada

sistem

musculoskeletal

(kodisi

ketegangan, pemendekan, perlengketan otot jaringan lunak) 3)   persiapan suatu latihan /senam (untuk gangguan pada sistem  peredarah darah) d.  Kontraindikasi SWD 1)  Kanker, kehamilan, kecendrungan terjadinya pendarahan, gangguan sensibilitas, adanya logam di dalam tubuh, lokasi yang terserang  penyakit pembuluh darah arteri. e.  Persiapan Alat Meliputi pemeriksaan kabel apakah kabel berada pada kondisi baik atau tidak, pemeriksaan voltage, pad elektrode/glass elektrode, tabung reaksi untuk tes sensasi, lampu detektor. Pasang elektrode pada mesin, kemudian kabel mesin dihubungkan dengan arus listrik.Mesin dihidupkan dari intensitas rendah kemudian dinaikkan pelanpelan hingga mencapai tuning yang diinginkan untuk pemanasan mesin.Atur waktu ± 2 menit.Cara mengetahui tuning dapat langsung dilihat pada lampu detektor yang didekatkan pada kabel atau elektrode, apabila lampu menyala berarti siap untuk digunakan atau bisa juga melihat lampu yang ada pada SWD. f.  Persiapan Pasien Posisi pasien pasien dalam keadaan rileks, daerah diterapi dibebaskan dibebaskan

dari

 pakaian, dibersihkan serta harus kering, pada daerah tersebut dilakukan tes sensasi bilitas. Pasein diberi penjelasan tidak boleh merubah posisi

34

 

elektrode, posisi dari anggota yang diterapi dan dilarang merubah tomboltombol yang tertera pada SWD. g.  Pelaksanaan terapi Letak kan elektroda pada bagian yang akan di terapi dengan susunan koplanar / planar, atur jarak elektroda 10  –  15   15 cm dari kulit pasien dengan durasi 15  –   30 menit, intensitas sesuai patologis pasien dan juga tingkat intensitas toleransi pasien. 4.  Passive ROM exercise a.  Definisi Passive ROM Exercise adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Passive ROM exercise adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan fisiofisioterapis pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah  pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi mobilisas i tidak mampu melakukan beberapa atau semua gerakan dengan mandiri,  pasien yang baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki  pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh  persendian tubuh t ubuh atau hanya pada p ada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

35

 

 b.  Indikasi dan tujuan latihan Passive ROM 1)  Ketika pasien tidak mampu melakukan gerakan pada suatu segmen ketika pasien tidak sadar, paralisis, complete bed rest, terjadi reaksi inflamasi dan nyeri pada active ROM, kontrol passive ROM dilakukan untuk mengurangi komplikasi immmobilisasi dengan tujuan untuk : a)  Mempertahankan integritas sendi dan jaringan lunak.  b)  Meminimalkan efek terjadinya kontraktur. c)  Mempertahankan elastisitas mekanik otot. d)  Membantu sirkulasi dan vaskularisasi dinamik e)  Meningkatkan gerakan sinovial untuk nutrisi cartilago cartil ago dan difusi material-material sendi. 2)  Ketika fisioterapis mengevaluasi inert structur, passive ROM digunakan untuk menentukan limitasi gerakan, stabilitas sendi, elastisitas otot dan jaringan lunak lainnya. 3)  Ketika fisioterapis mengajarkan program active exercie, passive ROM digunakan untuk menunjukkan gerakan yang diinginkan. 4)  Ketika fisioterapis mempersiapkan pasien untuk stretching, passive ROM sering digunakan sebagai warming-up. c.  Pencegahan dan Kontraindikasi Latihan Passive ROM Passive ROM kontraindikasi dalam keadaan dimana gerakan yang terjadi dapat menyebabkan distrupsi pada healing process, immobilisasi yang mengarah kepada adhesi dan kontraktur, gangguan sirkulasi dan dan pemulihan

dalam waktu lama. Menyimpulkan Menyimpulkan bahwa

36

 

 pemberian passive motion secara kontinyu dan bebas nyeri bermanfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan jaringan lunak dan lesi sendi. Pada awalnya latihan ROM kontraindikasi diberikan secepatnya setelah trauma akut, fraktur dan pembedahan, namun setelah didapatkan manfaat  bahwa

gerakan

yang

terkontrol

dapat

menurunkan

nyeri

dan

meningkatkan kecepatan proses pemulihan, maka gerakan tersebut dapat dilakukan sepanjang toleransi pasien dapat dimonitor. Hal yang sangat  penting adalah fisioterapis fisioter apis harus mengetahui dengan pasti kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi akibat pemberian gerakan serta memahami jarak, kecepatan, dan toleransi

pasien selama tahap

 pemulihan yang masih akut. Adanya trauma penyerta merupakan kontraindikasi. Tanda-tanda pemberian latihan yang berlebihan dan salah adalah peningkatan nyeri dan dan inflamasi. d.  Teknik Pelaksanaan Latihan Passive ROM 1)  Wrist joint and finger joint : fisioterapis memegang tangan pasien yang lemah, satu tangan fisioterapis memegang diatas pergelangan  pasien dan tangan yang satunya mengenggam tangan pasien dari sisi  jari kelingking yang lumpuh kemudian fisioterapis menggerakkan  jari-jari pasien dengan membuka dan menutup jari-jari secara  bersamaan, kemudian menggerakkan pergelangan tangan pasien kearah fleksi, ekstensi pergelangan tangan, radial deviasi dan ulnar deviasi.

37

 

Gambar : Latihan gerak gerak pasif pada pergelangan tangan dan jari-jari (Kisner, 1996) 2)  Elbow joint : satu tangan fisioterapis memegang pada pergelangan tangan pasien yang lumpuh sedangkan tangan satunya memegang  pada siku pasien, dengan gentle fisioterapis menggerakkan lengan  bawah pasien kearah fleksi dan ekstensi kemudian gerakkan kearah supinasi dan pronasi.

Gambar 4.6 Latihan gerak pasif pada sendi siku 3)  Shoulder joint : tangan fisioterapis memegang pada pergelangan tangan pasien sedangkan tangan yang satunya memegang pada siku sebagai stabilisasi, gerakan yang dilakukan adalah gerak fleksi, ekstensi lengan atas dengan siku tetap lurus (Gb. a), gerak abduksi dan adduksi (Gb. b) setelah itu siku pasien difleksikan dan fisioterapis menggerakkan menggerakkan kearah sirkumduksi.

a

b

Gambar : Latihan gerak pasif pada sendi bahu (Kisner, 1996) 1996)

38

 

4)  Ankle joint dan finger joint kaki, fisioterapis memegang jari jari  pasien kemudian secara bersamaan digerakkan kearah fleksi dan ekstensi jari jari kaki (Gb. a), dilanjutkan dengan gerakan inversi dan eversi (Gb. b) serta gerak plantar fleksi dan dorsal fleksi pergelangan kaki (Gb. c).

a

b

c Gambar : Latihan gerak pasif pada pergelangan pergelangan kaki (Kisner, 1996) 5)  Knee joint dan hip joint dilakukan secara bersamaan : satu tangan fisioterapis memegang tumit pasien yang lemah sedangkan tangan yang satunya memegang dibawah lutut, kemudian fisioterapis menggerakkan tungkai kearah fleksi dan ekstensi panggul disertai dengan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut (Gb. 4.9) kemudian menggerakkan abduksi dan adduksi sendi panggul (Gb. 4.10), kemudian digerakkan kearah sirkumduksi (Gb. 4.11)

39

 

Gambar 4.9 Latihan gerak fleksi dan ekstensi pasif pada  panggul dan lutut (Kisner, 1996)

Gambar 4.10 Latihan gerak abduksi dan adduksi pada sendi  panggul (Kisner, 1996)

Gambar 4.11 Latihan gerak sirkumduksi pada sendi panggul (Kisner, 1996) 5.  Resisted Active Exercise a.  Definisi Resisted Active Exercise yaitu suatu latihan otot yang bekerja dalam suatu gerakan untuk melawan suatu tahanan.Tahanan yang

40

 

diberikan oleh fisioterapis berupa tahanan yang optimal, yaitu suatu tahanan yang diberikan pada suatu otot yang berkontraksi dimana otot tersebut masih bisa bekerja dengan LGS yang penuh dan koordinasi gerakan yang baik.  b.  Tujuan dan indikasi Resisted Exercise 1)  Umum : meningkatkan meningkatkan fungsi fungsi fisik 2)  Spesifik : a)  Meningkatkan kekuatan (strength),  b)  Meningkatkan daya tahan otot (muscular endurance), c)  Meningkatkan tenaga (power) c.  Kontra indikasi resistance exercise : 1)  Inflamasi 2)   Nyeri d.  Teknik Pelaksanaan : satu tangan fisioterapis berada di knee joint sedangkan tangan yang lainnya berada di telapak kaki pasien. Kemudian fisioterapis melakukan gerakan fleksi knee lalu meminta pasien untuk mendorong tangan fisioterapis yang ada di bawah telapak kaki pasien untuk mengesktensikan kaki pasien. Lakukan 8 kali pengulangan.

41

 

BAB III PROSES FISIOTERAPI A.  Identitas Umum Pasien

1.   Nama

: Ny. M. P. 

2.  Umur

: 69 tahun 

3.  Jenis kelamin

: Perempuan 

4.  Agama

: Kristen 

5.  Pekerjaan

: IRT 

6.  Alamat

: Jalan Onta Lama 5 No. 8 

 

B. Anamnesis Khusus

1.  Keluhan utama

: kelemahan pada anggota gerak sebelah

kiri  2.  Lokasi Keluhan

: lengan dan tungkai sebelah kiri 

3.  Sifat Keluhan

: kelemahan 

4.  Riwayat Perjalanan Penyakit

: pasien mengalami kelemahan sekitar 7

 bulan yang lalu , pasien terkena stroke pertama yang secara mendadak setelah itu dibawa ke Puskesmas dari puskesmas dirujuk lagi ke Rumah Sakit Bayangkhara .  5.  Riwayat trauma

: Ada 

6.  Riwayat Penyakit penyerta

: Hipertensi, Diabetes 

C.  Pemeriksaan vital sign

1.  Tekanan darah

: 140/90 mmHg 

2.  Pernapasan

: 19 x / menit 

3.  Denyut Nadi

: 72 x/menit 

42

 

4.  Suhu

: 36,4oC 

D.  Inspeksi/Observasi

1.  Inspeksi Statis 

 

a. Tingkat kesadaran pasien normal   b.  Wajah pasien terlihat cemas  c.  Depresi dan internal rotasi shoulder dan drop hand 2.  Dinamis Pasien datang dengan memakai kursi roda E.  PEMERIKSAA PEMERIKSAAN N SPESIFIK DAN PENGUKURAN FISIOTERAPI

1.  Palpasi : hipotonus , suhu normal . 2.  Tes Tonus otot (menggunakan skala ASWORTH) Grade

Keterangan

0

Tidak ada peningkatan tonus otot

1

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan terusnya tahanan minimal pada akhir ROM pada waktu sendi digerakkan fleksi atau ekstensi

2

Ada peningkatan sedikit tonus otot, ditandai dengan adanya pemberhentian gerakan pada pertengahan ROM dan adanya tahanan minimal sepanjang sisa ROM

3

Peningkatan tonus otot lebih nyata sepanjang sebagian besar ROM tapi sendi masih mudah digerakkan

4

Peningkatan tonus otot sangat nyata sepanjang ROM, gerak pasif sulit dilakukan

5

Sendi atau ekstremitas kaku/rigid pada gerakan fleksi atau ekstensi

43

 

Prosedur

: fisioterapi menggerakan persendian pada lengan dan tungkai

kaki pasien disertai melakukan palpasi Hasil

 

c. Anggota gerak sinistra 3)  Lengan : 2 4)  TungkaI : 2 d.  Anggota gerak dextra 3)  Lengan : 5 4)  Tungkai : 5 3.  Tes Refleks a.  Reflex Fisiologis 1)  Biceps Fisioterapi memegang lengan pasien yang di semiflexikan sambil menempatkan ibu jari di atas tendon m. Biceps, lalu lal u ibu jari diketok Hasil : hiperrefleks 2)  Triceps Fisioterapi memegang lengan bawah pasien yang di semiflexikan.Setelah itu, ketok pada tendon m. Triceps, yang berada sedikit di atas olekranon. Hasil

: hiperrefleks

3)  KPR Tungkai diflexikan dan digantungkan, lalu ketok pada tendon m Quadriceps Femoris (dibawah patella pada tuberositas tibia) Hasil : hiperrefleks 4)  APR

44

 

Tungkai bawah diflexikan sedikit, kemudian Fisioterapi memegang kaki  pada ujungnya untuk memberikan sikap dorsoflexi ringan pada kaki setelah itu tendon Achilles di ketok Hasil : hiperrefleks  b.  Reflex Patologis 1)  Babinsky Pasien dalam posisi tidur terlentang, kemudian tarik garis dari tumit ke sepanjang arah lateral kaki ke arah jari-jari kaki dengan cepat. Hasil : positif 2)  Refleks Chaddock Rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral maleolus. Hasil :negatif 3)  Refleks Gordon Memencet/mencubit otot betis. Hasil :negatif

 

4. Tes Sensorik  b.  Tes sensasi raba : normal c.  Tes sensasi suhu : normal d.  Tes sensasi nyeri : normal 5.  Tes koordinasi a.  Finger to noise

: Tidak dapat dilakukan

45

 

 b.  Finger to finger fisioterapis

: Tidak dapat dilakukan

c.  Heel to knee

: Tidak dapat dilakukan

6.  Tes Keseimbangan a.  Keseimbangan statis

Berdiri statis

Pasien dan terapis saling berhadapan. Minta pasien untuk berdiri diatas lantai selama 5 menit.

Hasil : Tidak dapat dilakukan

 b.  Keseimbangan dinamis

Duduk ke berdiri

Pasien dan fisioterapis saling berhadapan. Fisioterapis menjelaskan pada  pasien gerakan yang akan dilakukan yaitu dari posisi duduk ke berdiri selama 5x repetisi selama 10 detik.

Hasil : Tidak dapat dilakukan 7.  MMT :

 NO

HURUF/ GRADE

0

ISTILAH

DEFENISI

KLASIFIKASI

Zero

Tdk ada kontraksi yang nyata baik

46

 

terlihat atau pemeriksaan palpasi

1

TR

Trace

Ada

kontraksi

sedikit;

tidak

ada

gerakan

2-

P-

Poor minus

Gerakannya sebatas sebagian ROM tapi dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan

2

P

Poor

Gerakan sesuai ROM secara penuh tapi dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan

2+

P+

Poor plus

Gerakan sesuai ROM secara penuh tapi dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan &ditingkatkan hingga

½

ROM

melawan

gaya

gravitasi

3-

F-

Fair minus

Gerakan sesuai ROM secara penuh dengan posisi tubuh dimana gaya gravitasi dihilangkan &ditingkatkan hingga ROM lebih dari ½ dengan melawan gaya gravitasi

3

F

Fair

Gerakan sesuai ROM secara penuh

47

 

melawan gravitasi

3+

F+

Fair plus

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan

gravitasi

bumi

&dapat

melawan resisten minimal

4

G

Good

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan gravitasi &dapat melawan tahanan sedang

5

N

Normal

Gerakan sesuai ROM secara penuh melawan gravitasi &dapat menahan  beban secara maximal

c.  Anggota gerak sinistra 1)  Lengan : 22)  Tungkai : 2-

d.  Anggota gerak dextra 3)  Lengan : 5 4)  Tungkai : 5 8.  Gangguan ADL Index barthel (modifikasi) :

48

 

No.  Jenis AKS 

Kriteria  

1.

0 = tidak mampu

Saya dapat mengendalikan BAB

1 = kadang  –  kadang  kadang 

2 = mandiri 2.

Saya dapat mengendalikan BAK

0 = tidak mampu 

1 = kadang –  kadang –  kadang  kadang

2 = mandiri

3.

Saya dapat memelihara diri : (muka, rambut, 0 = tidak mampu gigi, cukur) 1 = mandiri

4.

Saya dapat menggunakan toilet

0

=

sepenuhnya

dibantu 

1 = bantu jika perlu

2 = mandiri 5.

Makan

0 = tidak mampu

1 = bantu jika perlu 

2 = mandiri

49

 

6.

Berubah sikap dari berbaring ke duduk

0 = tidak mampu

1 = mampu duduk dengan bantuan 

2

=

perlu

sedikit

 bantuan

3 = mandiri 7.

Berpindah/berjalan

0 = tidak mampu 

1 = tidak dapat, tapi  bisa

menjalankan

kursi roda sendiri

2

=

dapat,

tetapi

dibantu orang lain

3 = mandiri

8.

Berpakaian

0

=

bergantung

orang lain 

1 = sebagian dibantu (misalnya mengancing baju)

2 = mandiri

50

 

9.

Naik turun tangga

0 = tidak mampu 

1 = perlu bantuan

2 = mandiri 10. Mandi

0

=

bergantung

orang lain 

1 = mandiri Total skor 



Interpretasi : nilai 4 (cacat sangat berat) 0 –  4

= cacat sangat berat

5 –  9

= cacat berat

10 10 –   –  14

= cacat sedang

15 15 –   –  19

= cacat ringan

> 20

= bebas dan fungsi penuh

F.  Diagnosa dan Problematik Fisioterapi

1.  Diagnosa Fisioterapi “Penurunan muscle tonus & gangguan muscle power lengan - tungkai sisi kiri EC. Hemiparese Sinistra Post Stroke”  Stroke”   2.  Problematik Fisioterapi a.  Impairment 1)  Kelemahan Otot lengan dan tungkai

51

 

2)  Gangguan Keseimbangan 3)  Gangguan Koordinasi 4)  Gangguan Tonus Otot/ Hipotonus 5)  Gangguan ADL berdiri dan berjalan  b.  Activity Limitationan 1)  Kesulitan berdiri dari duduk 2)  Kesulitan berjalan 3)  Kesulitan menggerakkan lengan dan tungkai sebelah kiri c.  Participation restriction 1)  Terhambat dalam melakukan aktivitas harian/ADL serta terhambat dalam aktivitas di luar rumah dan hambatan dalam beribadah. G.  Rencana Intervensi Fisioterapi

1.  Short Wave Diathermi (SWD) 2.  Passive ROM Exercise 3.  Resisted Aktive Exercise 4.  Bridging Exercise H.  Program Intervensi Fisioterapi

1.  Short Wave Diathermi  b.  Tujuan : Memperlancar peredaran darah, mengurangi rasa sakit, mengurangi spasme otot, membantu meningkatkan kelenturan jaringan lunak, mempercepat  penyembuhan radang. c.  Persiapan Alat : Meliputi pemeriksaan kabel apakah kabel berada pada kondisi  baik atau tidak, pemeriksaan voltage, pad elektrode/glass elektrode, tabung reaksi untuk tes sensasi, lampu l ampu detektor. Pasang elektrode pada mesin, kemudian

52

 

kabel mesin dihubungkan dengan arus listrik. Mesin dihidupkan dari intensitas rendah kemudian dinaikkan pelanpelan hingga mencapai tuning yang diinginkan untuk pemanasan mesin. Atur waktu ± 2 menit. Cara mengetahui tuning dapat langsung dilihat pada lampu detektor yang didekatkan pada kabel atau elektrode, apabila lampu menyala berarti siap untuk digunakan atau bisa juga melihat lampu yang ada pada SWD. d.  Persiapan Pasien : Posisi pasien dalam keadaan rileks, daerah diterapi dibebaskan dari pakaian, dibersihkan dibersihkan serta harus kering, pada pada daerah tersebut dilakukan tes sensasi bilitas. Pasein diberi penjelasan tidak boleh merubah posisi elektrode, posisi dari anggota yang diterapi dan dilarang merubah tomboltombol yang tertera pada SWD. e.  Pelaksanaan terapi : Letakkan elektroda pada bagian yang akan di terapi dengan susunan koplanar / planar, atur jarak elektroda 10  –   15 cm dari kulit pasien dengan durasi 15 15 –   –  30  30 menit, intensitas sesuai patologis pasien dan juga tingkat intensitas toleransi pasien. 2.  Passive ROM Exercise a.  Tujuan : Untuk menjaga mobilitas sendi dan mencegah kontraktur otot.  b.  Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam dala m keadaan rileks. c.  Posisi Fisiofisioterapis : Berada di samping bed. d.  Teknik Pelaksanaan : 6)  Wrist joint and finger joint : fisioterapis memegang tangan pasien yang lemah, satu tangan fisioterapis memegang diatas pergelangan pasien dan tangan yang satunya mengenggam tangan pasien dari sisi jari kelingking yang lumpuh kemudian fisioterapis menggerakkan jari-jari pasien dengan membuka dan

53

 

menutup jari-jari secara bersamaan, kemudian menggerakkan pergelangan tangan pasien kearah fleksi, ekstensi pergelangan tangan, radial deviasi dan ulnar deviasi.

Gambar : Latihan gerak pasif pada pergelangan tangan tangan dan jari-jari (Kisner, 1996)

7)  Elbow joint : satu tangan fisioterapis memegang pada pergelangan tangan pasien yang lumpuh sedangkan tangan satunya memegang pada siku pasien, dengan gentle fisioterapis menggerakkan lengan bawah pasien kearah fleksi dan ekstensi kemudian gerakkan kearah supinasi dan pronasi.

Gambar 4.6 Latihan gerak pasif pada sendi siku (Kisner, 1996) 8)  Shoulder joint : tangan fisioterapis memegang pada pergelangan tangan pasien sedangkan tangan yang satunya memegang pada siku sebagai stabilisasi, gerakan yang dilakukan adalah gerak fleksi, ekstensi lengan atas dengan siku tetap lurus (Gb. a), gerak abduksi dan adduksi (Gb. b) setelah itu siku pasien difleksikan dan fisioterapis menggerakkan menggerakkan kearah sirkumduksi. sirkumduksi.

54

 

a

b

Gambar : Latihan gerak pasif pada pada sendi bahu (Kisner, 1996) 1996) 9)  Ankle joint dan finger joint kaki, fisioterapis memegang jari jari pasien kemudian secara bersamaan digerakkan kearah fleksi dan ekstensi jari jari kaki (Gb. a), dilanjutkan dengan gerakan inversi dan eversi (Gb. b) serta gerak  plantar fleksi dan dorsal fleksi pergelangan kaki (Gb. c).

a

b

c Gambar : Latihan gerak pasif pada pada pergelangan kaki (Kisner, 1996) 10) Knee joint dan hip joint dilakukan secara bersamaan : satu tangan fisioterapis memegang tumit pasien yang lemah sedangkan tangan yang satunya memegang dibawah lutut, kemudian fisioterapis menggerakkan tungkai kearah fleksi dan ekstensi panggul disertai dengan fleksi dan ekstensi pada sendi lutut (Gb. 4.9)

55

 

kemudian menggerakkan abduksi dan adduksi sendi panggul (Gb. 4.10), kemudian digerakkan kearah sirkumduksi (Gb. 4.11)

Gambar 4.9 Latihan gerak fleksi dan ekstensi pasif pada panggul dan lutut (Kisner, 1996)

Gambar 4.10 Latihan gerak abduksi dan adduksi pada sendi panggul (Kisner, 1996)

Gambar 4.11 Latihan gerak sirkumduksi pada sendi panggul (Kisner, 1996) 3.  Resisted Active Exercise pada Tungkai a.  Tujuan : Untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai  b.  Posisi Pasien : Tidur terlentang di atas bed dalam dala m keadaan rileks. 56

 

c.  Posisi fisioterapis : Berada di samping bed d.  Teknik Pelaksanaan : satu tangan fisioterapis berada di knee joint sedangkan tangan yang lainnya berada di telapak kaki pasien. Kemudian fisioterapis melakukan gerakan fleksi knee lalu meminta pasien untuk mendorong tangan fisioterapis yang ada di bawah telapak kaki pasien untuk mengesktensikan kaki  pasien. Lakukan 8 kali pengulangan. pengulangan. 4.  Latihan Bridging a.  Tujuan

: Untuk melatih keseimbangan

 b.  Posisi Pasien

: Tidur terlentang di atas bed dalam keadaan rileks.

c.  Posisi Fisioterapis

: Berada di samping bed

d.  Teknik : Posisi pasien tidur terlentang dengan lutut ditekuk dan leng lengan an lurus di samping tumbuh, posisi terapis menyesuaikan posisi pasien. Minta pasien untuk mengangkat pinggul nya ke atas dan terapis dapat membantu menarik lutut kemudian dilakukan penekanan pada lutut. I.  Evaluasi

1.  Adanya peningkatan tonus otot dan kekuatan otot pada ekstremitas superior dan inferior 2.  Pasien sudah bisa mengangkat pantatnya lebih tinggi dari yang sebelumnya J.  Edukasi

1.  Instruksikan kepada pasien atau keluarga pasien untuk selalu menggerakkan lengan dan tungkai pasien. 2.  Instruksikan kepada pasien atau keluarga pasien untuk selalu memberikan latihan bridging

57

 

BAB IV PENUTUP A.  Kesimpulan

Hemiparese adalah kelemahan atau kerusakan yang menyeluruh, tetapi belum meruntuhkan semua neuron korteks piramidalis sesisi, menimbulkan kelumpuhan pada  belahan tubuh kontralateral yang ringan sampai sedang. Beberapa orang yang selamat dari serangan stroke akan mengalami disabilitas neurologis yang permanen dan tidak mampu lagi berpartisipasi aktif dalam peran sosial dan aktivitas fungsional. Sebagian  besar pemulihan signifikan dalam fungsi neurologis terjadi pada 3 bulan pertama pasca stroke, namun perbaikan pola gerakan dengan intervensi functional-oriented dapat tercapai sampai 2 –  2 –  3  3 tahun pasca serangan. Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% penderita pasca stroke mengalami pemulihan hampir sempurna, 25% mengalami gangguan ringan, 40% mengalami gangguan sedang sampai berat dan membutuhkan perawatan khusus, 10% membutuhkan fasilitas perawatan khusus, dan 15% mengalami kematian. B.  Saran 

1.  Kepada pasien  Pasien disarankan untuk melakukan latihan –  latihan  –  latihan  latihan yang telah diajarkan oleh terapis seperti bridging exercise, passive exercise, dll.  2.  Kepada fisioterapi Dalam memberikan suatu pelayanan hendaknya sesuai dengan prosedur dan melaksanakan setiap pemeriksaan secara teliti.Selain itu untuk selalu senatiasa meningkatkan keilmuan. 58

 

DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/doc/22475411/KTI-Hemiparese-Post-Stroke-Non-Hemoragik https://mediskus.com/hemiparesis https://www.scribd.com/doc/126038966/Hemiparese-Dd-Dead-Line

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://erepo.unud.ac.id/829 8/3/9d9825a203a1f153e178908c357b 8/3/9d9825a203a1f1 53e178908c357b5e41.pdf&ved=0ahUK 5e41.pdf&ved=0ahUKEwju1uK5mIDaAhVFQI8 Ewju1uK5mIDaAhVFQI8 KHUN0DjoQFggnMAQ&usg=AOvV KHUN0DjoQFggn MAQ&usg=AOvVaw25xeOnfuwdBwU aw25xeOnfuwdBwUhamOYMTvP hamOYMTvP

Arva, S. Stroke. Diakses Mei 31, 2009. http://download-my-ebook.  blogspot.com/stroke.html. 2009. 2009.

Dumilah, R and S, Roesbagyo Dwi; Methode PNF. Kumpulan Makalah Workshop Fisioterapi Pada Stroke .Jakarta : IKAFI, 1992. https://www.scribd.com/doc/135990087/LP-Hemiparesis https://fandriang.blogspot. https://fandr iang.blogspot.com/2014/02/ran com/2014/02/range-of-motionge-of-motion-exercise-r exercise-rom.html om.html http://indonesiafisioterapi.blogs http://indonesia fisioterapi.blogspot.com/2 pot.com/2014/06/penatalaksa 014/06/penatalaksanaan-ft-deng naan-ft-dengananmenggunakan.html

59

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF