laporan kasus GBS.doc

December 13, 2017 | Author: Dody Eka Setiawan | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download laporan kasus GBS.doc...

Description

LAPORAN KASUS Guillain-Barre Syndrome ANAMNESA (10 JUNI 2013) Diperoleh dari penderita dan keluarganya Identitas •

Nama

: Nn. Y



Umur

: 17 tahun



Jenis Kelamin

: Perempuan



Agama

: Islam



Alamat

: Asrama SMKN 1 Bawen



Pekerjaan

: Pelajar



Masuk RS

:20-11-2013



No RM

: 048214-2013

Keluhan Utama: Kedua kaki tidak bisa digerakkan Riwayat Penyakit Sekarang: (allo anamnesa dan auto anamnesa ) Nn. Y datang ke IGD diantar oleh temannya + pukul 20.00 dalam keadaan sadar dengan keluhan tidak dapat digerakkan kedua tungkai kakinya. Nn. Y merasakan keluhan tungkai tidak dapat digerakkan sejak sore + jam 16.00. Pasien juga tidak dapat merasakan sentuhan pada kedua tungkainya. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat bangun tidur. Keluhan dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Sebelumnya pasien belum memeriksakan diri ke dokter ataupun meminum obat untuk keluhannya. Pasien tidak mengeluh adanya pusing, mual, muntah, demam ini atau pun semingguan ini, Pasien baru pertama kali mengalami keluhan seperti ini.Pasien juga mengeluh adanya nyeri di ulu hati

1

saat saat ini. Sakit ulu hati dirasakan sejak pagi hari + pukul 09.00. Sakit dirasakan terus menerus dan seperti di remas, untuk nilai 1-10 pasien memberikan 7 untuk nyeri ulu hatinya. Keluhan nyeri ulu hati tidak belum diobati atau diperiksakan juga. Keluhan lebih terasa enak jika dibuat tiduran, dan merasa nyeri jika bergerak. Pasien sebelumnya pada pagi hari tidak sarapan pagi dulu. Pasien memiliki riwayat sakit maag sejak 2 tahun lalu dan jarang timbul. Riwayat Penyakit Dahulu •

Riwayat trauma sebelumnya disangkal



Riwayat tekanan darah tinggi disangkal



Riwayat sakit kencing manis disangkal



Riwayat stroke disangkal



Riwayat maag di akui

Riwayat Penyakit Keluarga •

Riwayat keluhan serupa disangkal



Riwayat tekanan darah tinggi disangkal



Riwayat sakit kencing manis disangkal

Riwayat Penyakit Sosial Ekonomi •

Pasien tinggal diasrama bersama teman-temannya



Pasien seorang pelajar SMA dan ikut juga latihan beladiri



Pasien untuk konsumsi akan sehari-hari dari beli di warung



Untuk pengobatan biaya ditanggung oleh orang tua, orang tua bekerja sebagai pedagang sembako.

Anamnesis Sistem: Sistem serebrospinal Sistem kardiovaskuler Sistem respirasi

: : :

Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

2

Sistem gastrointestinal Sistem musculoskeletal Sistem integumentum Sistem urogenital

: : : :

Nyeri ulu hati Kedua tungkai tidak bisa digerakkan Sensasi peraba berkurang pada kedua tungkai Tidak ada keluhan

Resume Anamnesa: Nn. Y kedua tungkai kakinya tidak dapat digerakkan dan juga tidak dapat merasakan sentuhan pada kedua tungkainya dirasakan secara tiba-tiba saat bangun tidur, dirasakan terus menerus, tidak berkurang dengan istirahat. Pusing (-), mual (-), muntah (-), demam (-). Keluhan lain berupa nyeri ulu hati seperti diremas, terus menerus dan berkurang jika dibuat tiduran. PEMERIKSAAN (Dilakukan pada tanggal 26 November 2013) Status Generalis Keadaan Umum

: Tampak kesakitan

Tanda Vital

Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6 : Tekanan darah : 127/81 mmHg

Kepala

Nadi

: 76x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu : 36,2oC : Mesosephal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya +/+,

Leher Dada

reflek kornea +/+ : Limfonodi tak membesar, : Paru: sonor, vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-). Jantung: Konfigurasi kesan dalam batas

Abdomen

normal, SI-II tunggal, bising (-) : Inspeksi : cembung, warna sesuai kulit sekitar Auskultasi : bising usus (+) 5 kali/menit Perkusi Palpasi

Ekstremitas

: thimpany seluruh lapang abomen : Supel, nyeri didaerah epigastrium, hepar

dan lien tak teraba : Edema (-), atrofi otot (-), vulnus ekskoriatum di punggung tangan kanan, siku tangan kanan, dengkul kanan, mata kaki kiri

3

Status Neurologis: Sikap Tubuh Gerakan Abnormal Cara Berjalan Kepala

: : : :

Simetri (-) Tidak bisa dinilai Mesocephal

Nervi Cranialis NI Daya Penghidu N II Daya Penglihatan Medan Penglihatan Pengenalan warna N III Ptosis Gerakan Mata Ukuran Pupil Bentuk Pupil Refleks Cahaya Refleks Akomodasi N IV Strabismus Divergen Gerakan Mata Ke Lateral Bawah Strabismus Konvergen NV Menggigit Membuka Mulut Sensibilitas Muka Refleks Cornea Trismus N VI Gerakan Mata Ke Lateral Strabismus Konvergen Diplopia N VII Kedipan Mata Lipatan Nasolabial Sudut Mulut Mengerutkan Dahi Mengerutkan Alis Menutup Mata Meringis Menggembungkan Pipi Daya Kecap Lidah 2/3 Depan N VIII Mendengar Suara Berbisik Mendengar Detik Arloji Tes Rinne

Kanan Kiri N N N N N N N N (-) (-) B B 3 mm 3 mm Bulat Bulat (+) (+) (+) (+) (-) (-) (+) (+) (-) (-) (+) (+) (+) (+) N N (+) (+) (-) (-) (+) (+) (-) (-) (-) (-) (+) (+) Simetris Simetris (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) N N (+) (+) (+) Tidak dilakukan

(+) Tidak dilakukan

4

Nervi Cranialis Tes Weber Tes Schwabach

Kanan Tidak dilakukan Tidak dilakukan N

Kiri Tidak dilakukan Tidak dilakukan N

N (+) (-) (-) 76 x / menit

N (+) (-) (-) 76 x / menit

N N (+) (+)

N N (+) (+)

N IX

Arkus Faring

NX

Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang Refleks Muntah Suara Sengau Tersedak Denyut Nadi

N XI

Arkus Faring Bersuara Menelan Memalingkan Kepala

N XII

Sikap Bahu Mengangkat Bahu Trofi Otot Bahu Sikap Lidah

N N (+) (+) Eutrofi Eutrofi Ditengah

Artikulasi Tremor Lidah Menjulurkan Lidah Trofi Otot Lidah Fasikulasi Lidah

N (-) Simetris Eutrofi Eutrofi (-)

Leher Ekstremitas

:

Kaku kuduk (-), Meningeal Sign (-)

: G B

B

T

T

RP

-

5 1

-

Sensibilitas

K

Tn

:

+

-

-

+

+

N N

+

RF

1

N

-

5

Tr N

E

+ +

E E

Cl - / E

5

Fungsi Vegetatif

:

BAK : tidak ada gangguan BAB : tidak ada gangguan

Dagnosis Sementara Diagnosis Klinik Diagnosis topik Diagnosis etiologik

: : :

Kelemahan tungkai kanan dan kiri Saraf perifer extremitas inferior Guillain-Barre Syndrome

Pemeriksaan penunjang : (rencana) •

Pemeriksaan cairan cerebrospinal



Pemeriksaan EMG



Lab darah rutin

Diagnosa Akhir Diagnosis Klinik Diagnosis topik Diagnosis etiologik

: : :

Kelemahan tungkai kanan dan kiri Saraf perifer extremitas inferior Guillain-Barre Syndrome

Penatalaksanaan Pada pasien ini diberikan terapi : •

Inject Ceftriaxon 2 X 1 gr Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Dengan menghambat pembentukan dinding kuman. Dosis IV

pada dewasa 0,5-2g. Efek

bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding kuman.Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap betalaktanase,

baik terhadappenisilinase

maupun

sefalosporinase

yang

dihasilkan oleh kuman gram-negatif, gram-positif •

Inject Piracetam 2 X 3 gr Piracetam berperanan untuk meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci

6

metabolisme energi dimana mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi ATP diproduksi di mitokondria. Piracetam juga digunakan untuk memperbaiki defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik / concussion sindrom. •

Inject Ranitidin 2 X 1 amp Ranitidin diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan interaksi dari obat lain. Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.



ALA 600 1x1 ( alpha lipoic acid )

Prognosis Death Disease Disability Discomfort Dissatisfaction Distitution

: : : : : :

Dubia ad bonam Dubia ad bonam Dubia ad bonam Dubia ad bonam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Guillain Barre syndrome ( GBS )

7

Definisi Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.

Etiologi Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena

itu

GBS

disebut

juga

Acute

Inflammatory

Demyelinating

Polyradiculoneuropathy (AIDP). Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh penyakit autoimun. Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus, cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV. Selain virus, penyakit ini juga didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni pada enteritis, Mycoplasma

8

pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella dan , Mycobacterium Tuberculosa. Vaksinasi. Infeksi ini biasanya terjadi 2 – 4 minggu sebelum timbul GBS . Patofisiologi Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh. Gejala klinis GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.

9

Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif , dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. 11) Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30 % dari pasien. Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy. Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).

Pemeriksaan Fisik

10

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot intercostal. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan. Pemeriksaan Penunjang •

Pada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g / dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oloeh Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3



.

Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.



Pada

pemeriksaan

EMG

minggu

pertama

dapat

dilihat

adanya

keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik. •

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS.



Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada

11

stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.

Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS) Gejala utama 1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa disertai ataxia 2.

Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

Gejala tambahan 1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu 2. Biasanya simetris 3. Adanya gejala sensoris yang ringan 4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral 5. Disfungsi saraf otonom 6. Tidak disertai demam 7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4 Pemeriksaan LCS 1. Peningkatan protein 2. Sel MN < 10 /ul Pemeriksaan elektrodiagnostik 1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf Gejala yang menyingkirkan diagnosis 1. Kelemahan yang sifatnya asimetri 2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten 3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul 4. Gejala sensoris yang nyata

12

Penatalaksanaan •

Observasi tanda tanda vital



Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. 1)



Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE.



Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg.



Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisa.

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan

13

kontraktur pada sendi.

Prognosis •

95 % pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.



Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.

14

Daftar Pustaka 1. Sidharta, priguna. 1998. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat : Jakarta 2. Inawati. SINDROM GUILLAIN BARRE (GBS). Departemen Patologi Anatomi FK. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya 3. http://www.guillainbarresyndrome.net/

15

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF