Laporan Kasus Dic
November 9, 2017 | Author: Nunuu Almaidin | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus Dic...
Description
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN Nama Penderita
: An. DP
Jenis Kelamin
: laki-laki
Umur
: 19 tahun
Alamat
: Jl. Telkomas
Pekerjaan
: Pelajar
No. RM
: 599834
Tanggal Masuk RS
: 18/3/2013
Nama RS
: RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Ruangan
: Lontara 1 RPK bawah
B. CATATAN RIWAYAT PENYAKIT ANAMNESIS
: Autoanamnesis
KELUHAN UTAMA
: bercak kemerahan pada kulit
ANAMNESIS TERPIMPIN : - Dialami sejak 4 hari sebelum masuk RS, awalnya hanya berupa bercak –bercak kebiruan pada daerah kaki yang didahului dengan kram-kram lalu keesokan harinya bercak semakin bertambah banyak dan menyebar ke daerah tangan dengan ukuran bercak bervariasi. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya, tidak ada epistaksis, tidak ada perdarahan gusi, tidak ada sariawan. - demam (+) dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS, pola demam tidak menentu, demam turun dengan pemberian antipiretik, tapi meningkat lagi setiap 4 jam.setiap demam turun, osi merasa menggigil dan berkeringat dingin. Kejang (-) - nyeri kepala (-), penglihatan berkunang-kunang (+) - batuk (+), lendir (-) sesak (-). 1
- nyeri perut (-), mual (+) muntah (+) , frekuensi 2 x berisi makanan -
Penderita tidak mengeluhkan penglihatan kabur
-
BAK : Kesan Lancar,kuning BAB : encer, kuning
RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA :
Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemic sebelumnya.
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya
Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya
Tidak ada riwayat minum alcohol sebelumnya
Riwayat demam berdarah (-)
Riwayat transfuse darah PRC 4 kantong di IRD WS
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present: Sakit Sedang/ Gizi baik/ Composmentis BB= 65 kg; TB= 170 cm; IMT= 22,49 kg/m2
Tanda Vital: o Tensi
: 90/60
mmHg
o Nadi
: 88
kali/ menit
(Reguler, kuat angkat)
o Pernapasan
: 24
kali/ menit
(Thoracoabdominal)
o Suhu
: 37,8
o
(axial)
C
Kepala: o Ekspresi
: Biasa
o Simetris Muka
: Simetris kiri dan kanan
o Deformitas
: (-)
o Rambut
: hitam, lurus
Mata: o Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-) o Gerakan
: Ke segala arah 2
o Tekanan Bola Mata
: Tidak dilakukan pemeriksaan
o Kelopak Mata
: Edema palpebra (-), ptosis (-)
o Konjungtiva
: Anemis (-)
o Sklera
: Ikterus (-)
o Kornea
: Jernih, reflex kornea (+)
o Pupil
: Bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga: o Tophi
: (-)
o Pendengaran
: Tidak ada kelainan
o Nyeri Tekan di Proc. Mastoideus : (-)
Hidung: o Perdarahan: (-) o Sekret
: (-)
Mulut: o Bibir
: Kering (-), stomatitis (-)
o Gigi Geligi
: Karies (-)
o Gusi
: Candidiasis oral (-), perdarahan (-)
o Farings
: Hiperemis (-)
o Tonsil
: T1 – T1, hiperemis (-)
o Lidah
: Kotor (-)
Leher: o Kel. Getah Bening : Tidak teraba, nyeri tekan (-) o Kel. Gondok
: Tidak ada pembesaran, nyeri tekan (-)
o DVS
: R+1 cmH2O
o Pembuluh Darah : Bruit (-)
o Kaku Kuduk
: (-)
o Tumor
: (-)
Dada: o Inspeksi
: Simetris hemithoraks kiri dan kanan, spider nevi (-)
o Bentuk
: Normothoraks
o Pembuluh Darah : Bruit (-) 3
o Buah Dada
: Tidak ada kelainan
o Sela Iga
: Tidak ada pelebaran
o Lain-lain
: Barrel chest (-), pigeon chest (-), massa tumor (-)
Paru: o Palpasi:
Fremitus Raba
: Kiri = Kanan
Nyeri Tekan
: (-)
o Perkusi:
Paru Kiri
: Sonor
Paru Kanan
: Sonor
Batas Paru Hepar : ICS VI anterior dextra
Batas Paru Belakang Kanan : Vertebra thorakal IX
Batas Paru Belakang Kiri : Vertebra thorakal X
o Auskultasi:
Bunyi Pernapasan : Vesikuler
Bunyi Tambahan : Ronkhi
- -
Wheezing - -
- -
- -
- -
- -
Jantung: o Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
o Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
o Perkusi
: Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan: linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri: linea midclavicularis sinistra) o Auskultasi :
BJ I/II
Bunyi Tambahan : Bising (-)
: Murni reguler
Perut: o Inspeksi
: Datar, ikut gerak napas, caput medusa (-)
o Palpasi
: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Hati
: Tidak teraba 4
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Ballotement (-)
Lain-lain : Kulit tidak ada kelainan
o Perkusi
: Timpani, Shifting dullness (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Alat Kelamin
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
: Tidak ada kelainan
Punggung
: Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
o Palpasi
: Gibbus (-)
o Nyeri Ketok
: (-)
o Auskultasi
: Rh
o Gerakan
: Dalam batas normal
-/-
Wh -/-
Ekstremitas : Pitting edema (-)/(-), Clubbing Finger (-), akral hangat, CRT5, berbatas tegas, timbul. Lengan bilateral : terdapat bercak purpura, ekimosis ukuran bervariasi, jumlah >5 .
Laboratorium: DARAH RUTIN
NILAI RUJUKAN
18 Maret 2013
WBC: 5 - 10 x 103/uL
WBC : + 33,68x103/µL
RBC: 4,5 - 5,5 x 106/uL
RBC
HGB: 13 - 16 g/dL
HGB : 13,2 gr/dL
HCT: 40 – 48%
HCT
: 39,6%
PLT: 150-400/uL
PLT
: - 38 x103/µL
: 4,59 x106/µL
5
Hasil Jenis Pemeriksaan
KIMIA DARA H
Nilai Normal
Tanggal
18/3/2013
SGOT
< 38 U/L
SGPT
+ 165 U/L + 59 U/L
Ureum Kreatinin GDS Albumin
46 mg/dL 1,7 mg/dL 98 mg/dL - 3,3
10 – 50 mg/dL < 1,3 mg/dL dalam NaCl 100 cc
Metal prednisolon 125 gr/ 12 j/ iv
HP pro 3x1
Awasi tanda vital
Balance cairan (tampung urine)
8
F. RENCANA PEMERIKSAAN:
kontrol darah Rutin , PT, APTT, fibrinogen, D- Dimer
SGOT, SGPT, ureum , kreatinin, bilirubin , protein total, gamma GT, Alkali phosphate
Urin rutin, elektrolit,
IgG, IgM, anti leptospira, troponin T,
G. PROGNOSIS: Ad Vitam
: Dubia
Ad Functionem
: Dubia
Ad Sanationem
: Dubia
LABORATORIUM 18 Maret 2013
19 Maret 2013 3
WBC : + 33,68x10 /µL RBC
: 4,59 x106/µL
21Maret 2013 3
WBC : + 35,51 x 10 /uL RBC
: 4.01 x 106/uL
WBC : + 23,52 x 103/uL RBC
: 4.58 x 106/uL
HGB : 13,2 gr/dL
HGB : 11,3 g/dL
HGB : 12,7 g/dL
HCT
: 39,6%
HCT
: 33.6 %
HCT
: 38,1 %
PLT
: - 38 x103/µL
PLT
: - 41 x103/µL
PLT
: - 67 x103/µL
22 Maret 2013 WBC : + 33,12 x 103/uL RBC
: 5,28 x 106/uL
23 Maret 2013 WBC : + 41 x 103/uL RBC
: 5,46 x 106/uL
24 Maret 2013 WBC : + 35,41 x 103/uL RBC
: 5,59 x 106/uL
HGB : 14,7 g/dL
HGB : 15,7 g/dL
HGB : 15,4 g/dL
HCT : 43,8 %
HCT
HCT
: 47,5 %
PLT
: 206 x103/µL
PLT
3
: -119 x10 /µL
PLT
: 46,5 % 3
: 179 x10 /µL
9
25 Maret 2013
26 Maret 2013
WBC : + 27,57 x 103/uL RBC
: 5,56 x 106/uL
30 Maret 2013
WBC : + 32,84 x 103/uL
WBC : + 22,5 x 103/uL
: 5,8 x 106/uL
RBC
: 5,57 x 106/uL
RBC
HGB : 15,5 g/dL
HGB : 14,6 g/dL
HGB : 15,1 g/dL
HCT : 47,8 %
HCT
: 45 %
HCT
: 46,8 %
PLT
: 281 x103/µL
PLT
: 374 x103/µL
PLT
: 182 x103/µL
Jenis Pemeriksaan tanggal
18/3/2013
19/3/2013
165 U/L 59 U/L
-
Ureum Kreatinin GDS
46 mg/dL 1,7 mg/dL 98 mg/dL
Albumin
3,3
-
SGOT SGPT KI MIA DARA H
Protein total Bilirubin direk Bilirubin total Alkali phosphat Gamma GT
-
Jenis Pemeriksaan Tanggal Natrium ELEKTROLIT Kalium DARAH Klorida
-
Hasil 22/3/2013 25/3/2013 180 U/L 61 U/L
Nilai Normal
129 U/L 263 U/L
73 U/L 236 U/L
< 38 U/L
-
53 mg/dL 1,2 mg/dL -
10 – 50 mg/dL < 1,3 mg/dL 5, N : 120 x/i Demam (-) riwayat demam(+) 3 hari P : 28 x/i SMRS, S : 38 0C Batuk (-), lendir (-), sesak (+). Mual (+) muntah (+) frekuensi isi makan, nyeri ulu hati (-). DIC skor : BAK : . kesan lancer, kuning PLT:38.000 (2) BAB : Biasa, kuning PT : 22,4 (2) D- Dimer : 1,6 O: SS/GC/CM (1) Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis Skor : 5 (-), DVS : R-2cm H2O Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: H/L TTB, NT (+) epigastrium, peristaltic (+) Normal Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-)
Instruksi Dokter
IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
Sistenol 3 x 500 mg
Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv
Ceftriaxone 2 gr / 24j / IV -> dalam NaCl 100 cc
Metal prednisolon 125 gr/12j/ iv
Awasi tanda vital
Balance cairan (tampung urine)
R/ transfusi FF4 unit Pro monitor : -ADT -kontrol Darah Rutin, PT, APTT - fibrinogen, bilirubin, comb test ,esbach - leptodipstic, DDR - retikulosit, LED, kultur darah
13
A: TTP dd/ DIC - Aki Pre Renal -ISK asimptomatik - hematuri asimptomatik - proteinuria e.c susp. TTP 20/03/2013
Perawatan Hari II S: bercak kemerahan di tangan dan T:120/80mmHg kaki (+) >5, N : 96 x/i Demam (+) menggigil (+) P : 28 x/i Batuk (+), lendir (-), sesak (+) S : 39.60C Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura Skor DIC (+) perdarahan lain (-) PT : 17,7 co BAK : . kesan lancar, kuning 10,1 (1) BAB : Biasa, kuning APTT : 30,1 co 25,4 (1) Fibrinogen : O: SS/GC/CM 426,7 co 276,6 Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis (-), DVS : R-2cm H2O (2) PLT : 41.000 Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) (2) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal Skor DIC 6 H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-)
IVFD NaCl 0,9% 32 tetes/menit
Sistenol 3 x 500 mg
Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv
Ceftriaxone 2 gr / 24j / IV -> dalam NaCl 100 cc ganti ceftazidime 1 gr/ 8j/ IV
Metal prednisolon 125 gr/ 12 j/ iv
Awasi tanda vital / 2 jam
Balance cairan (tampung urine) R/ Transfuse FPP 2 unit Premedikasi D:D : 1:1 = IM
post transfusi FF4 unit -kontrol Darah Rutin, PT, APTT - esbach jam 08.00 -DDR, kultur darah, sensitivitas - LED I/II retikulosit tunggu hasil -IgG, IgM
A: TTP dd/ DIC - Aki Pre Renal -ISK asimptomatik - hematuri asimptomatik - proteinuria e.c susp. ?
21/03/2013
Perawatan Hari III S: bercak kemerahan di tangan dan T:120/80mmHg kaki (+) >5, N : 80 x/i
IVFD NaCl 0,9% 32 tetes/menit
Sistenol 3 x 500 mg 14
P : 32 x/i S : 37,20C
Demam (-) menggigil (+) Batuk (+), lendir (-), sesak (+) Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura (+) perdarahan lain (-) BAK : . kesan lancar, kuning BAB : Biasa, kuning O: SS/GC/CM Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis (-), DVS : R-2cm H2O Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-)
Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv
Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h2)
Metal prednisolon 125 gr/ 12 j/ iv
Awasi tanda vital / 2 jam
Balance cairan (tampung urine)
-post transfuse FFP -kontrol Darah Rutin, PT, APTT -DDR, kultur darah, sensitivitas - LED I/II retikulosit tunggu hasil -IgG, IgM
A: DIC - susp. TTP - Aki Pre Renal -ISK asimptomatik - hematuri asimptomatik - proteinuria e.c susp. ? 22/03/2013
Perawatan Hari IV S: bercak kemerahan di tangan dan T:120/80mmHg kaki (+) >5, N : 80 x/i Demam (-) menggigil (+) P : 24 x/i Batuk (+), lendir (+) putih S : 36,80C Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura (+) perdarahan lain (-) BAK : . kesan lancar, kuning BAB : Biasa, kuning O: SS/GC/CM Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis
IVFD NaCl 0,9% 32 tetes/menit
Sistenol 3 x 500 mg
Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv
Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h.3)
Metal prednisolon 125 gr/12j/ iv
Awasi tanda vital / 2 jam
-kontrol Darah Rutin, Foto thorax
15
(-), DVS : R-2cm H2O Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-) A: DIC - susp. TTP - Aki Pre Renal -ISK asimptomatik - hematuri asimptomatik IVFD NaCl 0,9% 32 tetes/menit Perawatan Hari V S: bercak kemerahan di tangan dan Sistenol 3 x 500 mg T:110/80mmHg kaki (+) >5, N : 88 x/i Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv Demam (-) menggigil (-) P : 20 x/i Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h.4) Batuk (-), lendir (+) putih S : 36,50C Mual (-) muntah, NUH (-). Metal prednisolon 125 gr/12j/ iv Manifestasi perdarahan (+) purpura Awasi tanda vital / 2 jam Skor DIC : (+) perdarahan lain (-) PLT : 119.000 BAK : . kesan lancar, kuning (0) BAB : Biasa, kuning PT : 14,8 (0) -kontrol Darah Rutin, D-Dimer : 2,7 O: SS/GC/CM (2) Fibrinogen : - Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis (-), DVS : R-2cm H2O Skor : 2 Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-) 23/03/2013
A: DIC 16
- susp. TTP - Aki Pre Renal -ISK asimptomatik - hematuri asimptomatik
25/3/2013
Perawatan Hari VII
T:110/80 mmhg N : 80x / i P : 24 x /i S : 36,8 C
S: Demam (-) menggigil (-) Batuk (-), lendir (+) putih berkurang Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura (+) perdarahan lain (-) BAK : . kesan lancar, kuning BAB : Biasa, kuning
IVFD NaCl 0,9% 20 tetes/menit
Sistenol 3 x 500 mg K.p
Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv
Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h.6)
Metal prednisolon 125 gr/12j/ iv
Awasi tanda vital / 2 jam
-kontrol Darah Rutin, O: SS/GC/CM Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis -SGOT, SGPT, alkali phospat,, Gamma GT (-), DVS : R-2cm H2O Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-) A: DIC - susp. TTP - hematuri asimptomatik - peningkatan enzim transeminase
26/3/2013
Perawatan Hari VIII
T:120/80 mmhg N: 80 x/i P:20 x /i S : 36,7 C
S: Demam (-) menggigil (-) Batuk (-), lendir (+) putih berkurang Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura (+) perdarahan lain (-)
Connecta
Sistenol 3 x 500 mg K.p
Omeprazole 40 mg/ 8 j / iv
Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h.6)
Metal prednisolon 125 gr/12j/ iv 17
BAK : . kesan lancar, kuning BAB : Biasa, kuning
(h.8)
Hp Pro 3x1
O: SS/GC/CM Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis (-), DVS : R-2cm H2O kontrol PT, APTT, D-Dimer, Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler - HIV Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-) A: DIC - susp. TTP - hematuri asimptomatik - peningkatan enzim transeminase
27/3/2013
Perawatan Hari IX
T : 110/70 mmhg N : 80x /i P: 20 x /i S : 36,9 C
S: Demam (-) menggigil (-) Batuk (-), lendir (+) putih berkurang Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura (+) perdarahan lain (-) BAK : . kesan lancar, kuning BAB : Biasa, kuning
Connecta
Sistenol 500 mg tablet K.p
Omeprazole 40 mg/ 12 j / iv
Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h.7)
Metal prednisolon 4-0-4 (h.9)
Hp Pro 3x1
O: SS/GC/CM kontrol SGOT, SGPT, ureum , kreatinin Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis (-), DVS : R-2cm H2O Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan 18
kaki (+) Pitting edema (-/-) A: DIC - susp. TTP - hematuri asimptomatik - peningkatan enzim transeminase
28/3/ 2013 T : 110/80 N : 80 x /i P : 24x /i S ; 36,9 C
Perawatan Hari X S: Demam (-) menggigil (-) Batuk (-), lendir (-) Mual (-) muntah, NUH (-). Manifestasi perdarahan (+) purpura (+) perdarahan lain (-) BAK : . kesan lancar, kuning BAB : Biasa, kuning
Connecta
Sistenol 500 mg tablet K.p
Omeprazole 40 mg/ 12 j / iv
Ceftazidime 1 gr / 8j / IV (h.8)
Metal prednisolon 4-0-4 (h.10)
Hp Pro 3x1
O: SS/GC/CM kontrol SGOT, SGPT, ureum , kreatinin Kep: Anemis (-), ikterus (-),sianosis (-), DVS : R-2cm H2O Thorax: Rh (-/-), Wh (-/-) Cor: BJ I/II murni reguler Abd: peristaltic (+) Normal H/L TTB, NT (-) Ext: Purpura pada ekstrimitas tangan dan kaki (+) Pitting edema (-/-) A: DIC - susp. TTP - hematuri asimptomatik - peningkatan enzim transeminase
19
RESUME: Seorang laki - laki, 18 tahun, masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan bercak kemerahan pada kulit, awalnya hanya bercak kebiruan pada daerah kaki yang didahului dengan keramkeram, lalu keesokan harinya bercak semakin bertambah banyak dan menyebar ke daerah tangan dengan ukuran dan bercak yang bervariasi. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya, tidak ada epistaksis, tidakada perdarahan gusi, tidak ada sariawan. Demam (+) dialami sejak 3 hari sebelum masuk RS, pola demam tidak menentu, setelah demam turun, osi menggigil dan berkeringat. Mual muntah (+) frekuensi 2 x isi makanan dan air. BAB : encer , kuning BAK: kesan lancar , kuning Riwayat menderita penyakit yang sama sebelumnya (-), riwayat bepergian ke daerah endemic (-), riwayat demam berdarah (-) Dari pemeriksaan fisis didapatkan gambaran umum: Sakit sedang/ gizi cukup/ Composmentis. Tanda vital: TD = 130/80 mmHg; N = 84 x/i; P = 20 x/i; S = 37,8oC. Tidak ada anemia, sianosis, dan ikterus. Dari pemeriksaan leher didapatkan DVS: R-2 cm H2O. Thorax, COR dan abdomen dalam batas normal. Ditemukan bercak purpura, ekimosis jumlah > 5, berbatas tegas, ukuran bervariasi, pada regio pedis, cruris bilateral, antebrachium bilateral Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukosit 33,68 x 103/uL, eritrosit
4,59 x
106/uL, HB 13.2 g/dL, HCT 39.6 %, PLT 38 x 103/uL, dari pemeriksaan laboratorium ditemukan GDS : 98 mg/dL, SGOT : 165 U/L, SGPT: 59 U/L, ureum : 46 mg/dl, kreatinin : 1,7 mg/dl, albumin 3.3. Dari pemeriksaan elektrolit : Na : 143, K: 4,4 Cl: 108, dari pemeriksaan waktu perdarahan : PT : 22,4 kontrol 11,8, APTT : 52,8 kontrol 25,9 , INR : 1,85, waktu bekuan : 10 menit, waktu perdarahan 4 menit, D- Dimer 1,6 ul/. Dari pemeriksaan analisa darah tepi di dapatkan leukositosis dengan tanda- tanda infeksi trombositopenia. Dari pemeriksaan HBsAg/Anti HCV/ IgG/IgM : non reactive, /negative. Antileptospira : negative 20
Dari pemeriksaan urin rutin : warna : kuning keruh, Ph : 5, Bj : 1020, Protein : 500 /++++, blood : 250/+++++, glukosa negative,bilirubin negative, keton : negative, leukosit negative, sedimen eritrosit : penuh , sedimen epitel sel 2-4 , bakteri +2, Kristal urat amorf +2 Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya, maka pasien didiagnosis dengan suspek DIC (disseminated intravascular coagulation), Aki pre renal , ISK asimptomatik, Hematuri Asimptomatik , proteinuria ec?
21
DISKUSI Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau Koagulasi intravascular diseminata (KID) merupakan suatu keadaan dimana system koagulasi dan atau fibrinolitik teraktivasi secara sistematik, menyebabkan koagulasi intravascular luas dan melebihi mekanisme antikoagulan alamiah. DIC merupakan kelainan trombohemoragik akut, subakut atau kronik, yang terjadi sebagai komplikasi sekunder berbagai penyakit. Karakteristik DIC ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolisis
(koagulopati konsumtif) dan melebihi kemampuan tubuh untuk
mensintesis factor tersebut. 1 Manifestasi klinis DIC bervariasi. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan. Kebanyakan pasien mengalami perdarahan yang luas pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan yang tejadi dapat berupa peteki, purpura, ekimosis, atau hematoma. Dapat pula terjadi akrosianosis perifer, trombosis, dan pregangren sampai gangren pada jari-jari, genitalia, dan hidung yang disebabkan penurunan suplai darah akibat vasospasme atau mikrotrombi.2 Pada kasus ini pasien masuk dengan keluhan bercak kemerahan pada kulit yang dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya hanya berupa bercak kebiruan yang didahului dengan keram-keram, lalu keesokan harinya bercak semakin bertambah banyak dan meyebar ke daerah tangan dengan ukuran bercak yang bervariasi. demam (+) diaalami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pola demam tidak menentu. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien dicurigai menderita suspek DIC dikarenakan manifestasi klinis yang terdapat pasien berupa peteki dan ekimosis di daerah antebrachium bilateral, cruris bilateral dan pedís, ukuran bervariasi dengan jumlah ekimosis lebih dari 5 sesuai dengan manifestasi klinis yang terdapat pada DIC. Selain itu hasil laboratorium pada pasien ini
22
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis metabolik yang berlangsung kronik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya. Diagnosis DM ditegakkan atas dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polidipsia, polifagia) dan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara : 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. 4. A1C ≥ 6,5 % 1,2,3.
Pada pasien ini, kita dapat mendiagnosis sebagai DM karena terdapat gejala klasik berupa pasien cepat lapar, cepat haus, dan sering terbangun tengah malam untuk buang air kecil. Dari hasil laboratoium didapatkan glukosa plasma sewaktu adalah 365 mg/dL, glukosa plasma puasa adalah 145 mg/dL, dan HbA1c : 13,8 mg/dL. Hasil foto pedis : tanda-tanda osteomyelitis pedis dextra, OA pedis dextra, osteoporosis. Pasien DM cenderung untuk mendapatkan komplikasi infeksi, sehingga membuat pasien DM dirawat di Rumah Sakit. Pada negara berkembang seperti indonesia kaki diabetes karena infeksi merupakan salah satu sebab utama rawat inap pasien DM di rumah sakit. Dari makassar di laporkan sekitar 20,61% pasien yang dirawat dibeberapa ruamah sakit Makassar disebabkan oleh kaki diabetes infeksi (KDI). Kaki diabetes seringkali berakhir dengan kecacatan dan kematian.1,4. Pada pasien ini komplikasi dari Diabete Melitus Tipe 2 yang diderita adalah Kaki Diabetik Dextra W.III. PATOFISIOLOGI KAKI DIABETIK
23
Penyebab kaki diabetes adalah iskemik, neuropati dan juga traumatik dimana banyak faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya Kaki diabetes, yaitu : kendali glikemik buruk, lamanya menderita diabetes, umur pasien, merokok, keadaan kebersihan pasien, keterlambatan mencari pertolongan dokter dan sebagainya4. Neuropati sensorik perifer menyebabkan pasien sering menderita trauma minor berulang tanpa disadari oleh pasien tersebut. Gangguan proprioseptik menyebabkan abnormalitas sistem penahan beban tubuh saat berjalan dan dapat menyebabkan terbentunya kalus atau ulserasi. Neuropati motorik dan sensorik menyebabkan perubahan struktur otot dan kulit pada kaki. Neuropati autonomik yang terjadi juga berperan dalam meyebabkan anhidrosis dan perubahan aliran darah superfisial di kaki yang pada akhirnya menyebkan kematian sel dan celah tempat masuknya berbagai agen infeksius. 1,5,6. Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan pembuluh darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut,terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis ,metatarsalis, serta arteri digitalis. Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis meliputi kelainan metabolisme lipoprotein, hipertensi, merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya trombosit.7
24
Gambar diatas menunjukkan beberapa proses patologis yang terjadi pada penderita DM yang meyebabkan munculnya kaki diabetes
Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil,arteriola, kapiler dan venula. Kondisi ini merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik
glukosa
kedalam
membrana
basalis.
Penebalan
membrana
basalis
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. 7
KLASIFIKASI KAKI DIABETES Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti klasifikasi Edmonds dari king collage hospital London, klasifikasi Liverpool yang sedikit lebih ruwet, 25
sampai klasifikasi Wagner yang lebih terkait dengan pengelolaan kaki diabetes, dan klasifikasi texas yang lebih kompleks. Yang paling sering dipakai dalam mengklasifikasikan dan pengelolaan kaki diabetes adalah klasifikasi Wagner, yaitu1 : Tingkat 0
: Tidak ada ulserasi tetapi beresiko tinggi untuk menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini perlu mendapat perhatian khusus. Pengamatan berkala dan perawatan kaki yang baik serta penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi.
Tingkat 1
: Ulkus superfisial tanpa infeksi disebut juga ulkus Neuropatik. Oleh karena itu lebih sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan berat badan yaitu didaerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adalnya kallus.
Tingkat 2
: Ulkus dalam disertai sellulitis tanpa absess atau kelainan tulang. Adanya ulkus dalam sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.
Tingkat 3
: Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luar yang dalam
Tingkat 4
: Gangren terbatas. Yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit. Penyebab utama adalah iskemik. Oleh karena itu, ulkus iskemi terbatas pada daerah tertentu.
Tingkat 5
: Gangren seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar tetapi juga ada kelainan neuropati dan infeksi.
Pasien kaki diabetes mungkin memiliki kaki yang tidak sensitiv dan sering merasakan gejala nyeri. Gejala nyeri dirasakan pada 33% penderita ulkus kaki diabetes. Nyeri dan gangguan sensorik tidak selalu muncul bersamaan, tetapi nyeri yang dirasakan secara tiba-tiba pada pasien kaki diabetes yang sudah terbentuk ulkus mengindikasikan adanya infeksi yang memburuk8. Klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan kaki diabetes adalah yang berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-2005) : Stadium 1
: Kaki Normal 26
Stadium 2
: Kaki beresiko tinggi
Stadium 3
: Kaki dengan ulkus
Stadium 4
: Kaki dengan manifestasi infeksi
Stadium 5
: Kaki yang telah mengalami nekrosis
Stadium 6
: Unsolvable Foot
Pada pasien ini berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan luka pada kaki kanan pasien didaerah tumit yaitu di regio talocruralis uk. 8 x 6 cm, ada nanah, bau, granulasi, dan darah. Sedangkan dari hasil foto pedis didapatkan tanda-tanda osteomyelitis pedis dextra, sehingga dari pemeriksaan fisis dan hasil foto pedis ini kaki diabetik pada pasien dapat dikategorikan sebagai Wagner III.
PENGELOLAAN KAKI DIABETES Tujuan utama dari penatalaksanaan kaki diabetes adalah penutupan luka secepat mungkin, menghilangkan ulkus, mengurangi kemungkinan rekurensi dan menurunkan kemungkinan amputasi pada pasien DM. Prinsip perawatan kaki diabetes meliputi beberapa hal, yaitu : 1. Kontrol Metabolik Pengendalian keadaan metabolik sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid dan sebagainya. Seperti halnya penatalaksanaan DM, kontrol glukosa harian (GDS premeal dan GDP) sangat penting untuk mengamati efektifitas terapi yang diberikan. American diabetes association membuat guideline tentang algoritma terapi pasien DM sebagai berikut :1,2,9.
27
Pada pasien kaki diabetik umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah, dimulai dari dosis kecil dan perlahan-lahan dinaikkan hingga mencapai kadar glukosa darah yang disarankan. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki, oleh karena asupan nutrisi yang adekuat dapat mempercepat proses penyembuhan luka1. Lembaga studi diabetes eropa “The Diabetes Education Study Group of the European Association for the Study of Diabetes” juga memberikan pedoman dalam pemilihan dan tatalaksana penggunaan obat hiperglikemi oral untuk perbaikan kadar glukosa plasma penderita DM sebagai berikut :10
28
Mengenai pengelolaan lipid pada penyandang diabetes juga harus diperhatikan secara intensif. Sasaran pengelolaan lipid untuk pasien DM harus lebih rendah dibandingkan orang normal (konsentrasi LDL kurang dari 100 mg/dL), dianjurkan untuk menurunkan konsentrasi LDL sampai 70 mg/dL pada pasien berbagai komponen sindrom metabolik lain seperti 29
konsentrasi kolesterol HDL yang rendah dan adanya konsentrasi trigliserida yang tinggi. Demikian juga dengan adanya faktro risiko lain yang kuat seperti merokok dan kurang olaghraga1,11. Berikut ini parameter pengendalian DM yang perlu diperhatikan dalam merawat pasien dengan kaki diabetes2 :
2. Kontrol Vaskular Keadaan vaskular yang buruk tentu menghambat kesembuhan luka. Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan pasien juga sesuai kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah1.
3. Kontrol Infeksi dan Inflamasi Pada luka yang kronik, inflamasi yang menetep terjadi karena trauma jaringan dan adanya kontaminasi agen infeksi dari luar yang terus menerus. Oleh karena itu sangat penting mengambil spesimen jaringan nekrotik untuk dikultur guna memberikan antimikroba yang tepat dan efektif. Pada biakan bakteri ulkus kaki dibatetik umumnya ditemukan pola kuman yang polimikrobal, campuran gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. 30
Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan
dengan
obat
bermanfaat
untuk
kuman
anaerob
(seperti
misalnya
metronidazol)1,5.
4. Kontrol Luka Perawatan luka merupakan komponen yang paling penting dalam perjalanan penyakit kaki diabetes dan harus dilakukan sejak awal pasien datang ke pusat layanan kesehatan. Debridement dapat mencegah pertumbuhan kuman pada luka terbuka, mengangkat jaringan nekrotik dan kallus, mengurangi beban pada jaringan kaki, serta untuk mengevaluasi perkembangan perawatan luka. Debridement tidak dianjurkan pada ulkus arteri. Debridement yang adekuat harus dikombinasikan dengan pemberian obat luka topikal (seperti cairan salin, yodin encer), dressing dengan senyawa silver dan prosedur penutupan luka. Pemberian Topically applied antibacterial agents seperti silver sulfadiazine 1%, polymixin B dengan bacitracin dan neomycin serta gentamicin sulfate memberikan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan antibiotik topikal1, 5,11. Terobosan terbaru dalam 50 tahun terakhir dalam hal perawatan luka kaki diabetik adalah dengan menjaga keseimbangan kelembaban luka Lingkungan dengan kelembaban optimal membantu dalam menangani masalah disfusngsi sel yang terluka , menjaga keseimbangan aktivitas biokimia pada luka, serta merangsang granulasi dan proses autolitik yang berujung pada percepatan penyembuhan luka1,5.
5. Pressure control Tekanan yang berulang dapat menyebabkan ulkus baru pada daerah penopang tubuh, sehingga harus dihindari. Hal ini sangat penting dilakukan pada ulkus karena neuropati DM, dan diperlukan pembuangan kalus dan memakai sepatu yang pas yang berfungsi menghurangi tekanan.
31
6. Kontrol Edukasi Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli gizi, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Setiap kali kunjungan diingatkan kembali untuk selalu perilaku sehat. Perilaku yang diharapkan adalah2 :
Mengikuti pola makan sehat.
Meningkatkan kegiatan jasmani.
Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur.
Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan data yang ada.
Melakukan perawatan kaki secara berkala.
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat
Mengetahui keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada2.
Penanganan yang diberikan pada pasien ini dengan cara mengontrol gula darah setiap hari, baik gula darah sewaktu (GDS premeal) sebanyak 3 kali sehari maupun gula darah puasa (GDP) yang diperiksa setiap pagi. Pasien juga diberikan disuntikan insulin. Insulin yang diberikan ada dua macam, yang pertama insulin propandial yaitu Novorapid, dan yang kedua insulin basal yaitu Lantus. Dosis Novorapid awalnya disuntikan sebanyak 6 unit sebanyak 3 kali sehari, tetapi karena gula darah sewaktu (GDS premeal) yang diperiksa masih tinggi, maka dosis Novorapid ditingkatkan menjadi 8 unit sebanyak 3 kali sehari. Sedangkan, dosis Lantus awalnya disuntikkan sebanyak 10 unit setiap malam, tetapi karena gula darah puasa (GDP) yang diperiksa masih tinggi, maka dosis Lantus yang disuntikkan ditingkatkan menjadi 14 unit setiap malam.
32
Penanganan diet untuk penyakit pasien ini adalah diet DM 1323 kal/hari. Dengan perhitungan sebagai berikut : -
Berat bada ideal =90% x (TB-100) x 1 kg = 90% x (156-100) x 1 kg = 50,4 kg
-
Kebutuhan kalori =
(25 kal/kgBB x BBI) – (15% x (25 kal/kgBB x BBI)) + ` (10% x (25 kal/kgBB x BBI)) + (10% x (25 kal/kgBB x BBI)) = (25x50,4) – (15% x (25x50,4)) + (10% x (25x50,4)) + (10% x (25x50,4)) = 1260 – (15% x 1260) + (10% x 1260) + (10+% x 1260) = 1260 – 189 + 126 + 126 = 1323 kal/ hari
Penanganan lainnya untuk luka di kaki diberikan antibiotik berupa ciprofloxacin (golongan quinolon : untuk bakteri gram negatif), ceftriaxone (golongan sefalosprorin : untuk bakteri gram positif dan negatif), dan metronidazole (obat untuk kuman anaerob). Obat lain yang diberikan adalah pletaal dan amlodipine. Pletaal diberikan untuk menghilangkan berbagai macam gejala iskemik seperti ulkus, nyeri dan rasa dingin akibat penyakit arterial oklusif kronis. Amlodipin diberikan sebagai antihipertensi, karena pasien ini memiliki tekanan darah tinggi. Penanganan luka lainnya adalah merawat luka dengan cara mengganti verban dua kali sehari, pada pagi dan sore hari. Pasien juga diberikan edukasi untuk mengontrol makanan yang dimakan sehingga gula darah dapat terkontrol dengan baik, edukasi mengenai latihan fisik ringan untuk pasien, edukasi tentang perawatan luka yang berkala, dan edukasi mengenai pemantauan gula darah secara mandiri.
HUBUNGAN DIABETES MELITUS DENGAN HIPERTENSI
Pada orang dengan diabetes melitus, hipertensi berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif
33
kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II. Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas pada endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada individu dengan diabetes mellitus. Hiperglikemia menghambat produksi endothelium, mesintesis aktivasi dan meningkatkan produksi superoksid anion yaitu sebuah spesies oksigen reaktif yang merusak formasi nitrit oksida. Produksi nitrit oksida dihambat lebih lanjut oleh resistensi insulin, yang menyebabkan pelepasan asam lemak berlebih dari jaringan adipose. Asam lemak bebas, aktivasi protein kinase C, menghambat phosphatidylinositol-3 dan meningkatkan produksi spesies oksigen reaktif. Semua mekanisme ini secara langsung mengurangi bioavailabilitas.12 Pada pasien ini terapi antihipertensi yang diberikan adalah Amlodipine yang merupakan obat antihipertensi golongan Calcium Channel Blocker (CCB). Indikasi pemberian CCB adalah pasien dengan umur > 55 tahun, sedangkan pasien ini berumur 60 tahun. CCB merupakan salah satu pilihan obat untuk pasien hipertensi dengan DM tanpa adanya gangguan ginjal, pasien ini tidak diberikan terapi kombinasi karena hipertensi yang diderita masih Hipertensi Gr. 1.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoya AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V Jilid III hal. 1961-1070. InternaPublishing 2009. 2. Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI). Konsensus Pengendalian dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI. 2011. 3. American Diabetes Association. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care, Volume 34, Supplement 1.2011. 4. Hasan, H. et al. Clinical and Laboratory Aspects of Diabetic Foot Infection. The Indonesian Journal of Medical Science Volume 2 No. 1. 2009. 5. Robert G, et al. Diabetic Foot Disorders : A Clinical Practice Guideline. The Journal of Foot & Ankle Surgery Volume 45, Number 5. 2006. 6. Kasper, DL. Harrison Principles of Internal Medicine 16th Edition Page. 2168-2170. McGraw-Hill. 2005. 7. Author: Burke A Cunha, MD, Professor of Medicine, State University of New York School of Medicine at Stony Brook; Chief, Infectious Disease Division, Winthrop-University Hospital http://emedicine.medscape.com/article/237378-overview. Diabetic Ulcers. 8. Samson O, et al. A Comparison of two Diabetic Foot Ulcer Classification Systems. American Diabetes Association. Diabetes Care 24:84-88. 2001. 9. American Diabetes Association-Self Assessment Program. Basic Principles of Management of Type 2 Diabetes. American Diabetes Association. 2007. 10. Fsadni D. The use of oral hypoglycemic agents. DESG Teaching Letter. 2007. 11. Tatti P and Berber A. Nutritional Treatment of Diabetic Foot Ulcers – A Key to Success. Global Perspective on Diabetic Foot Ulcerations. 2011. 12. Roadbard HW, Blonde L, Braithwaite SS, et al. 2007. American Association of Clinical Endocrinologists medical guidelines for clinical practice for the management of diabetes mellitus. United States : Pub Med, US National Library Of Medicine.
35
View more...
Comments