LAPORAN KASUS Diare.docx
April 26, 2018 | Author: Ike Annisa Rachmawanti | Category: N/A
Short Description
Download LAPORAN KASUS Diare.docx...
Description
BAB I PENDAHULUAN
Sejak tahun 1992, secara umum, penyakit menular merupakan sebab dari 37,2% kematian, diantaranya 9,8% tuberkulosa, 9,2% infeksi saluran nafas dan 7,5% diare. Namun untuk kelompok usia 1
–
4 tahun, diare merupakan penyebab kematian
terbanyak ( 23,2% ) sedangkan urutan kedua (18,2%) penyebab kematian karena infeksi saluran nafas. Dari data-data di atas menunjukan bahwa diare pada anak masih merupakan masalah yang memerlukan penanganan yang komprehensif dan rasional. Terapi yang rasional diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal, oleh karena efektif, efisien dan biaya yang memadai. Yang dimaksud terapi rasional adalah terapi yang: 1) tepat indikasi, 2) tepat obat, 3) tepat dosis, 4) tepat penderita, dan 5) waspada terhadap efek samping obat. Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Beberapa cara penanganan dengan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit, pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap di beberapa penelitian.
1
Namun secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang menyangkut berbagai aspek didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal tersebut.
2
Namun secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang menyangkut berbagai aspek didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal tersebut.
2
BAB II LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
Pasien anak bernama Lutfi dengan jenis kelamin laki-laki lahir di Arjawinangun pada tanggal 25 Juli 2010. Saat ini anak berumur 1 tahun 3 bulan. Anak masuk rumah sakit pada tanggal 25 November 2011, terdaftar dengan nomor catatan medik 678845. Pasien adalah anak dari Tuan Hardi berumur 35 tahun. Pendidikan terakhir pada tingkat sekolah menengah atas. Bekerja sebagai perangkat desa di desa Tangkil, Susukan, kabupaten Cirebon. Ibu pasien bernama b ernama Nyonya Adiah berumur 30 tahun. Pendidikan terakhir di tingkat sekolah menengah atas. Ibu tidak bekerja.
II.
ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal 2 November 2011 1. Keluhan Utama
mencret sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien muntah-muntah. Muntah empat sampai lima kali dalam satu hari. Pasien muntah setelah makan atau minum. Menurut ibu pasien, jumlah muntah kurang lebih setengah gelas belimbing. Kemudian pasien dibawa berobat ke bidan
3
desa. Setelah mendapatkan pengobatan dari bidan, pasien mengalami perbaikan. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mencret-mencret. Buang air besar cair terjadi lebih kurang tujuh kali dalam satu hari, terdapat ampas berwarna kekuningan, terdapat lendir sedikit, tidak disertai darah, dan tidak berbau khas. Jumlah mencret tidak diketahui karena pasien menggunakan pampers. Menurut ibu pasien, perut pasien terlihat kembung. Selama mecret pasien selalu merasa haus. Ibu pasien merasa pasien sering menangis selama sakit. Kemudian pasien dibawa ke instalasi gawat darurat RSUD Arjawinangun. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan muntah-muntah sudah mengalami perbaikan. Namun pasien mengalami demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak mengalami kejang, keluahan batuk dan pilek tidak ada. Sejak sakit, ibu pasien mengatakan buang air kecil pasien sedikit. 3. Riwayat Penyakit Dahulu
sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini. 4. Riwayat Pribadi
Selama masa kehamilan, ibu pasien rutin memeriksakan kondisi kehamilan ke bidan. Kunjungan ke bidan selama kehamilan lebih dari lima kali. Persalinan secara spontan. Usia kehamilan saat itu Sembilan bulan, berat badan lahir 3000 gram, tetapi ibu tidak ingat berapa panjang
4
badan lahir. Pasca persalinan, bayi langsung menangis, tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia dan kelainan bawaan. 5. Riwayat Makanan
Menurut keterangan ibu, pada usia 0 sampai 6 bulan pasien
diberi
ASI
sesuai keinginan bayi. Setelah mencapai usia 6 sampai 10 bulan, ibu memberikan ASI ditambah bubur susu 1 kali mangkuk kecil, nasi tim 1 kali mangkuk kecil. Memasuki usia 10 sampai 12 bulan, ibu memberikan ASI ditambah PASI berupa SGM 2 kali sebanyak 200 cc, nasi tim tiga kali, dan buah satu kali. Setelah usia 1 tahun sampai sekarang, ibu sudah tidak memberikan ASI dan diganti dengan PASI berupa SGM 2 kali sebanyak 200cc, ditambah menu keluarga berupa nasi 3 kali sebanyak 1 piring kecil, ditambah sayur, lauk yang terdiri dari satu potong ikan, atau daging, atau telur, atau ayam, atau tempe dengan porsi makan ¼ - ½ piring. Kadang-kadang pasien mengkonsumsi jajanan warung sesuai keinginan anak.
6. Riwayat Perkembangan
Menurut keterangan ibu, pasien pada usia 3 bulan sudah mulai bisa mengoceh spontan dan mengangkat kepala. Pada usia 5 bulan pasien sudah dapat berbalik dari telungkup ke telentang tanpa bantuan. Pada usia 9 bulan pasien mulai merangkak dan belajar berdiri dengan cara berpegang pada kursi atau meja. Pada usia 12 bulan pasien dapat berjalan dengan bantuan.
5
7. Riwayat Imunisasi
Anak mulai mendapat vaksinasi BCG sehari setelah lahir. Pada saat pulang ke rumah pasien diberikan vaksinasi polio 1. Pada umur 2 bulan anak mendapat vaksinasi DPT 1 dan Polio 2. Pada umur 4 bulan anak mendapat DPT 2 dan Polio 3 dan pada umur 6 bulan anak mendapat vaksinasi DPT 3. Vaksinasi campak diberikan pada usia 9 bulan. Dari keterangan ibu pasien, anak mendapatkan vaksinasi lengkap.
III.
PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Umum
Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis, tanda vital pasien, nadi 134 x/menit, nadi teratur, dan isi 0
cukup, suhu 37,8 C, dan pernapasan 32 x / menit. Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan 8,9 kg dan tinggi badan 70 cm, badan terlihat kurus, tidak tampak edema. Berdasarkan kurva CDC BB/U: 8,9 / 10,9 x 100% = 81,6%, TB/U : 70 / 79,4 x 100% = 88,1%, BB/TB: 8,9 / 10,9 x 100% = 81,6%. Kesimpulan status gizi pasien ini adalah gizi kurang. 2. Pemeriksaan Khusus
Kulit pasien berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak tampak ikterus, dan tidak ada petechiae. Bentuk kepala normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, palpebra inferior tidak cekung, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3
6
mm, refleks cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan kiri, liang telinga luar lapang, dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada. Mulut bentuk tidak ada kelainan, bibir tampak kering, sianosis tidak ada, tidak ada tremor, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gusi tidak ada edema, insisivus I atas dan bawah sudah terlihat, tidak ada karies. Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan inspeksi bentuk dada normal, simetris keadaan statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi sela iga dan suprasternal. Pada palpasi krepitasi (-), fraktur (-), massa (-). Pada perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru. Sedangkan pada auskultasi suara napas terdengar vesikuler, tanpa ronki, tanpa mengi. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis. Pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Pada perkusi terdengar redup, sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I - II reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi simetris datar, tidak tampak gambaran vena kolateral. Pada palpasi teraba supel, tidak ditemukan nyeri tekan, tidak teraba adanya pembesaran hepar maupun lien. Pada perkusi terdengar timpani di seluruh lapang abdomen. Pada auskultasi terdengar bising usus dalam frekuensi normal. Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien lakilaki, tidak ditemukan eritema perianal. Sedangkan pada pemeriksaan
7
ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, capillary refill time < 2 detik.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 2 November 2011 didapatkan kadar Leukosit 16.500 μl, Limfosit 7.400 μl , Monosit 2.800 μl, Granulosit 6.400 μl,
6
Limfosit 44,6%, Monosit 16,7%, Granulosit 36,7%, Eritrosit 4.33 x 10
Haemoglobin 9,9 MCHC
3
g/dl, Hematokrit 30,2 %, MCV 69,7 μm
μl,
,MCH 22,9 pg,
3
32,8 g/dl, Trombosit 352 10 /μl. Pemeriksaan feses rutin ditemukan
warna kehijauan, konsistensi cair, lendir (-),darah (-), pus (-), amuba (-), telur cacing (-), leukosit (-), eritrosit (-).
V.
RESUME
Pasien anak laki-laki, usia 15 bulan, datang ke instalasi gawat darurat RSUD Arjawinangun pada tanggal 2 November 2011 dengan keluhan diare sejak dua hari yang lalu, perut tampak kembung, tampak haus, demam, tidak ada kejang, buang air kecil sedikit, riwayat muntah diakui. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 134 O
kali per menit, respirasi 32 kali per menit, suhu aksila 37,8 C. Berat badan 8,9 kg, panjang badan 70 cm. Pada pemeriksaan status gizi didapatkan kesan kurang. Pada pemeriksaan khusus ditemukan ubun-ubun besar tidak cekung, kelopak mata tidak cekung, bibir tampak kering, tidak ada nyeri tekan abdomen, bising usus positif normal, turgor kulit baik, Capillary Refill Time < 2 detik.
8
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, anemia mikrositik hipokrom. Pada pemeriksaaan feses rutin warna kehijauan, lendir dan darah negatif.
VI.
DIAGNOSIS KERJA
Diare akut et causa Suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan sedang VII. DIAGNOSIS BANDING
Diare akut et causa infeksi bakteri VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN 1. Rencana pemeriksaan
Rencana pemeriksaan yang dipilih untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding adalah pemeriksaan kultur feses. Pemeriksaan kadar elekrolit bertujuan untuk menilai apakah sudah terjadi gangguan elektrolit yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. 2. Rencana Terapi
Terapi non medikamentosa pada kasus ini adalah pemberian diet lunak 1090 kal, edukasi kebersihan makanan dan pola makan anak. Terapi medikamentosa yang dipilih pada kasus ini, yaitu penggantian dan pememenuhan kebutuhan cairan dengan pemberian Intravena berupa KAEN 3B sebanyak 1600 cc/ hari dengan 16 tetes per menit menggunakan tetesan makro. Antibiotik yang dipilih adalah Sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena. Analgetik dan antipiretik yang dipilih adalah
9
metamizole natrium 2 x 100 mg intravena. Pemberian Zinc 1 x 20 mg per hari. Selain itu pasien juga diberi probiotik L – Bio 2 x 1 bungkus sehari.
IX.
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini pada quo ad vitam adalah bonam, untuk quo ad fungsionam adalah bonam, dan untuk quo ad sanationam adalah bonam.
10
X.
PEMANTAUAN Tanggal 2 November 2011
Pasien masih mencret 3 kali dalam satu hari, keluhan demam juga masih dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan, nadi 130 kali per menit dengan pernapasan 28 kali per menit dan suhu o
aksila 37,8 C. pemeriksaan khusus didapatkan, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya petichiae, ikterik tidak ada. Bentuk kepala normosefal, ubun-ubun besar datar. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan kelopak mata tidak cekung. Kelenjar getah bening leher tidak membesar. Pemeriksaan paru-paru, inspeksi tampak bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi tidak ditemukan krepitasi, tidak teraba massa. Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki tidak ada, mengi tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis, pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Perkusi terdengar suara redup. Auskultasi bunyi jantung satu dan dua reguler, tidak terdengar suara murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen inspeksi simetris datar. palpasi teraba supel, tidak ada nyeri tekan. Perkusi terdengar suara timpani dan pada auskultasi terdengar bising usus normal. Genitalia eksterna lakilaki, tidak ada eritema perianal. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema. Diagnosis kerja diare akut et causa suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan sedang.
11
Pasien ini diberikan IVFD KAEN 1B 1600 cc/hari dengan jumlah tetesan 16 tetes per menit makro, antibiotik sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena, Metamizole natrium 2 x 100 mg intravena, Zink 1 x 20 mg, dan L-Bio 2 x 1 sachet.
Tanggal 3 November 2011
Pasien masih mencret 2 kali dalam satu hari, keluhan demam sudah tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan, nadi o
132 kali per menit dengan pernapasan 26 kali per menit dan suhu aksila 37,3 C. pemeriksaan khusus didapatkan, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya petichiae, ikterik tidak ada. Bentuk kepala normosefal, ubun-ubun besar datar. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan kelopak mata tidak cekung. Kelenjar getah bening leher tidak membesar. Pemeriksaan paru-paru, inspeksi tampak bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi tidak ditemukan krepitasi, tidak teraba massa. Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki tidak ada, mengi tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis, pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Perkusi terdengar suara redup. Auskultasi bunyi jantung satu dan dua reguler, tidak terdengar suara murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen inspeksi simetris datar. palpasi teraba supel, tidak ada nyeri tekan. Perkusi terdengar suara timpani dan pada auskultasi terdengar bising usus normal. Genitalia eksterna laki-laki, tidak ada eritema
12
perianal. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema. Diagnosis kerja diare akut et causa Suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan. Pasien ini diberikan IVFD KAEN 1B 1400 cc/hari dengan jumlah tetesan 14 tetes per menit makro, antibiotik sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena, Metamizole natrium 2 x 100 mg intravena, Zink 1 x 20 mg, dan L-Bio 2 x 1 bungkus.
Tanggal 4 November 2011
Pasien masih mencret 2 kali dalam satu hari, keluhan demam sudah tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan, nadi o
128 kali per menit dengan pernapasan 27 kali per menit dan suhu aksila 37 C. pemeriksaan khusus didapatkan, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya petichiae, ikterik tidak ada. Bentuk kepala normosefal, ubun-ubun besar datar. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan kelopak mata tidak cekung. Kelenjar getah bening leher tidak membesar. Pemeriksaan paru-paru, inspeksi tampak bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi tidak ditemukan krepitasi, tidak teraba massa. Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki tidak ada, mengi tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis, pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Perkusi terdengar suara redup. Auskultasi bunyi jantung satu dan dua reguler, tidak terdengar suara murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen inspeksi simetris datar. palpasi teraba
13
supel, tidak ada nyeri tekan. Perkusi terdengar suara timpani dan pada auskultasi terdengar bising usus normal. Genitalia eksterna laki-laki, tidak ada eritema perianal. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema. Diagnosis kerja diare akut et causa Suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan. Pasien ini diberikan IVFD KAEN 1B 1400 cc/hari dengan jumlah tetesan 14 tetes per menit makro, antibiotik sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena, Metamizole natrium 2 x 100 mg intravena, Zink 1 x 20 mg, dan L-Bio 2 x 1 bungkus.
14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
1, 6
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas / Balai pengobatan, diare hampir selalu termasuk dalam 3 penyebab utama bagi masyarakat berkunjung ke Puskesmas. Angka kesakitannya cukup tinggi setiap tahunnya. Prevalensi yang cukup tinggi dari penyakit yang dapat menular secara fekal - oral ini merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, tidak adanya sarana MCK, higene perorangan dan lingkungan yang buruk, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. Bila tidak ditangani dengan baik, diare memungkinkan penderita mengalami dehidrasi ringan sampai berat, akibat hilangnya cairan tubuh dan terganggunya keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
II.
DEFINISI
1, 4, 6, 7, 9
Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Pada neonatus disebut diare bila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali. Sedangkan pada bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak disebut menderita diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali. Penyakit diare bisa sembuh sendiri (self limiting disease) dan hanya 10% yang berlanjut sampai 14 hari.
15
Berdasarkan patofisiologinya, diare dibagi menjadi diare akut dan diare kronis. Diare akut didefinisikan secara konsepsional sebagai suatu keadaan serangan diare tiba-tiba yang segera berangsur-angsur menyembuh pada seseorang yang sebelumnya sehat dari beberapa jam sampai 14 hari. Sedangkan Diare kronis adalah merupakan suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit berat.
III.
EPIDEMIOLOGI
1, 5, 6
Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang, setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare didunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Di negara-negara berkembang diare masih merupakan penyebab penting kematian pada anak-anak. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Misnadiarly menyebutkan bahwa diare masih saja menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dapat terjadi pada anakanak, dewasa turis atau wisatawan asing maupun domestik. Diare pada turis dan anak sekolah tentunya sangat erat kaitannya dengan pencemaran air dan makanan di restoran, kantin, maupun makanan yang dijajakan dijalanan. Sampai dengan tahun 1985 penyakit diare masih menempati urutan pertama dari kematian di
16
Indonesia terutama pada golongan bayi dan balita bahkan mencapai sekitar 350 ribu anak per tahun. Pada tahun 1992 diare tidak lagi menempati urutan pertama dari penyebab kematian di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan kesehatan lingkungan serta perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan oralit dalam penanganan diare akut oleh masyarakat. Penyakit diare, baik di rumah sakit maupun di masyarakat pada saat ini sudah dianggap tidak merupakan masalah lagi. Anggapan di perkuat dengan kenyataan bahwa penderita diare yang dirawat di rumah sakit dari tahun ke tahun selalu menurun terus demikian pula halnya di masyarakat mortalitas diare yang pada awal tahun 1970-an masih sebesar 40-50% pada tahun 1992 menurun menjadi 8%, sedangkan morbiditas diare dimasyarakat yang pada tahun 1970-an sebesar 430 per 1000 penduduk, pada tahun 1992 menurun menjadi 195 per 1000 pendudu k. Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 – 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Di laboratorium ilmu kesehatan anak RSUD Dr.Soetomo pada tahun 1996 didapatkan 871 penderita diare yang dirawat dengan dehidrasi ringan 5%, dehidrasi sedang 7,1% dan dehidrasi berat 23%. Tahun 2000 terdapat 1160 penderita diare yang dirawat dengan 227 (19,56%) dehidrasi ringan, 668 (57,59%) dehidrasi sedang, 116 (10%), dehidrasi berat 35 (3,01%) penderita yang meninggal karena dehidrasi. Diare ISPA dan penyakit-penyakit yang dapat
17
dicegah dengan imunisasi merupakan tiga penyebab utama kematian pada golongan umur balita. Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar, sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori sehingga daya tahan tubuh menurun. Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare diantaranya adalah faktor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan, faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Semua faktor yang tersebut di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masingmasing keluarga.
IV.
ETIOLOGI
1, 6, 8, 10
Penyebab diare diantaranya adalah: 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :
18
i. Infeksi
bakteri:
Vibrio,
E.coli,
Salmonella,
Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. ii. Infeksi
virus:
Entero
virus
(Virus
ECHO,
Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. iii. Infestasi
parasit:
Cacing
(Ascaris,
Trichiuris,
Oxyuris,
Strongyloides), Protozoa ( Entamoeba histolycia, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. 2. Faktor malabsorbsi a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. b. Malabsorbsi lemak c. Malabsorbsi protein 3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan 4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
19
V.
PATOGENESIS
1, 8, 9
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah : 1. Diare Osmotik
Terjadi akibat peningkatan tekanan onkotik intraluminal yang diakibatkan oleh cairan yang tidak dapat diserap, sehingga terjadi peningkatan volume cairan dalam saluran pencernaan (usus halus); biasanya dapat dikurangi dengan berpuasa, perbedaan tekanan osmolar tinja > 40. Disebabkan oleh : defisiensi disakaridase, insufisiensi pankreas, pertumbuhan koloni bakteri yang meningkat pesat, intake laktulosa atau sorbitol dan tropical sprue. 2. Diare Sekretorik
Sekresi ion yang aktif menyebabkan hilangnya cairan obligat; diare yang terjadi biasanya memiliki ciri-ciri BAB yang cair, tidak terpengaruh dengan berpuasa, adanya peningkatan Na+ dan K+ dalam tinja. Disebabkan oleh infeksi virus (rotavirus), infeksi bakteri (kolera, Entamoeba
coli enterotoksigenik, Escherichia
coli,
Staphilococcus
aureus), protozoa (Giardia, Isospora, Cryptosporidium (kelainan yang berhubungan dengan AIDS (termasuk mikobakteri), obat-obatan (teofilin, kolkisin, prostaglandin, diurektik). 3. Diare Eksudatif
Inflamasi, nekrosis dan kerusakan mukosa dari koloni saluran pencernaan adalah akibat dari pelepasan prostoglandia oleh sel-sel inflamasi menyebabkan diare yang bersifat sekretorik. Tinja mengandung
20
sel PMN (Poli Morfonuklear) dan darah dalam jumlah yang banyak (Gross Blood ). Penyebab mekanisme ini yaitu : infeksi bakteri (Campilobakter, Salmonella, Shigella, Yersinia, E. coli) : parasit ( Entamoeba histolytica), penyakit crohn, iskemik intestinal. 4. Diare akibat Gangguan Motilitas Intestinal
Gangguan dari kontrol dan koordinasi intestinal untuk melakukan motilitas menyebabkan diare; dengan ciri-ciri BAB pada kasus diare ini memiliki rentang waktu yang teratur, atau disertai dengan konstipasi. Penyebabnya berupa penyakit Diabetes Melitus (DM), insufisiensi adrenal, hipertiroid, penyakit vaskular kolagen, antibiotik (eritromisin). 5. Diare akibat Berkurangnya Permukaan Absorpsi
Terjadi biasanya akibat tindakan manipulasi bedah (reseksi usus yang luas) sehingga menyebabkan kurangnya permukaan absorpsi untuk lemak dan karbohidrat, cairan dan elektrolit; dapat pula terjadi spontan karena fistula enteroenterik. Patogenesis diare akut 1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung 2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus 3. Oleh jasad renik, dikeluarkan toksin diaregenik 4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare
21
VI.
PATOFISIOLOGI
1, 8
Akibat dari terjadinya diare akut maupun kronik adalah : 1. Kehilangan cairan ( Dehidrasi ) Gejala dehidrasi akan terlihat jika tubuh kehilangan cairan sebanyak 45% berat badan. Tanda-tanda dehidrasi yaitu: rasa haus, menurunnya turgor kulit, mata cekung, pada bayi ubun-ubun besar (UUB) cekung, oliguria kemudian anuria, hipotensi, takikardi dan menurunnya kesadaran. Bila kekurangan cairan mencapai 10% atau lebih, penderita akan jatuh ke dalam dehidrasi berat dan bila berlanjut dapat terjadi s yok dan kematian. 2. Gangguan keseimbangan asam - basa (asidosis metabolik) Asidosis metabolik terjadi karena : a.
Hilangnya Natrium bikarbonat bersama tinja
b.
Terjadi penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan
c.
Adanya ketosis kelaparan. Karena metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh
d.
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouria/anuria)
e.
Pemindahan ion Natrium dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler
3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi karena penyimpanan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan absorbsi glukosa (jarang terjadi). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah turun hingga 40 mg% pada
22
anak-anak. Gejalanya dapat berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang, sampai koma. Hipoglikemia perlu dipikirkan apabila terjadi kejang secara tiba-tiba tanpa adanya demam atau penyakit penyerta yang lain. 4. Gangguan Gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. 5. Gangguan Sirkulasi Renjatan hipovolemik akibat gangguan sirkulasi darah, dapat terjadi akibat diare dengan/ tanpa muntah. Renjatan ini akan mengakibatkan perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, perdarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokoma) dan ini akan berakibat pada kematian jika penderita tidak segera ditolong.
VII. MANIFESTASI KLINIS
1, 4, 6, 7, 8
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet krena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat
23
gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik. Jumlah dan konsistensi feses berkaitan dengan prognosis episode diare. Frekuensi buang air besar yang lebih dari delapan kali per hari merupakan faktor risiko terjadinya dehidrasi. Muntah pada penderita diare bisa mendahului timbulnya diare sampai 48 jam, tetapi gejala muntah juga menghilang lebih cepat 12-48 jam setelah diare timbul. Muntah-muntah yang hebat dan berulang-ulang akan menyebabkan hilangnya H dan Cl yang manifestasi sebagai alkalosis metabolik yang dapat menyebabkan Cardiac arrest . Frekuensi muntah lebih dari dua kali per hari merupakan faktor risiko terjadinya dehidrasi. Patofisiologi Yang Mendasari Manifestasi Klinik Dehidrasi
Dehidrasi disebabkan : 1. Intake kurang a. Minuman kurang b. Anoreksia c. Hipodipsi karena fungsi hipotalamus terganggu 2. Pengeluaran meningkat a. Keringat banyak atau insensible loss meningkat (hiperventilasi, panas tinggi, kistik fibrosis) Osmotik diuresis renal loss, diabetes
24
b. Non osmotik : diabetes insipidus defisiensi ADH, penyakit ginjal kronis c. Kehilangan natrium : Na losing nephropathy, pemakaian diuretika d. Kehilangan melalui saluran pencernaan : diare, ileostomi, muntah, fistula Gejala dehidrasi : 1. Menurut kehilangan berat badan a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2.% b. Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2. - 5% c. Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5-10% d. Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10% 2. Menurut Skor Maurice King (1974) Bagian tubuh yang diperiksa Keadaan umum
Turgor kulit Mata Ubun-ubun Mulut Denyut nadi
Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 1 2 Sehat Gelisah, lekas marah, Mengigau, koma/ apatis, mengantuk syok (lungkai) Normal Sedikit kurang Sangat kurang Normal Sedikit kurang Sangat kurang Normal Sedikit kurang Sangat cekung Normal Kering Kering dan sianosis < 120 x/ menit 120-140 x/menit >140 x/menit
Catatan : a. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk selama 30-60 detik, kemudian di lepas. 1 detik
: turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
1-2 detik
: turgor kurang (dehidrasi sedang)
2 detik
: turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
b. Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya : Jika mendapat nilai 0-2
: dehidrasi ringan 25
Jika mendapati nilai 3-6 : dehidrasi sedang Jika mendapat nilai 7-12 : dehdirasi berat (nilai/gejala tersebut adalah gejala/nilai yang terlihat pada dehidrasi istotonik dan hipotonik dan keadaan dehidrasi yang paling banyak terdapat, masing-masing 77,8% dan 9,5%). c. Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing. 3. Menurut WHO Klasifikasi
Tanda-tanda atau gejala
Dehidrasi Berat
Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini: Letargis/ tidak sadar Mata cekung Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan kulit perut kembali sangat lambat Terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini: Rewel, gelisah Mata cekung Minum dengan lahap, haus Cubitan kulit kembali lambat Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat
Dehidrasi ringan/sedang
Tanpa dehidrasi
4.
Menurut tonisitas darah/banyak sedikitnya natrium yang hilang, dehidrasi dapat dibagi atas : a. Dehidrasi isotonik Bila kadar Na dalam plasma antara 131-150 mEq/L b. Dehidrasi hipotonik Bila kadar Na plasma < 131 mEq/L c. Dehidrasi hipertonik Bila kadar Na plasma > 150 mEq/L 26
Klinis Dehidrasi
Kehilangan cairan tubuh (air) (volume deficit ) 1. Kehilangan turgor kulit 2. Denyut nadi lemah/tiada 3. Tekanan darah rendah 4. Takikardia 5. Mata cekung 6. Ubun-ubun besar cekung 7. Suara parau 8. Kulit dingin 9. Sianosis (jari-jari) 10. Bibir, mulut, selaput lendir kering 11. Oliguri, anuria-uraemia 12. Haus 13. Air mata (-) 14. Kesadaran menurun Kehilangan elektrolit-elektrolit tubuh (electrolytes and other deficits) 1. Defisiensi bikarbonat/asidosis a. Muntah-muntah b. Pernafasan cepat dan dalam c. Cardiac reserve menurun d. Defisiensi kalium intrasel
27
2. Defisiensi Kalium a. Kelemahan otot-otot b. Ileus paralitik (distensi abdomen) c. Cardiac arrhytmia-cardiac arrest 3. Hipoglikemia (sering terjadi pada anak-anak malnourished dan bayi-bayi kecil) Simtomatik, gejala klinis dan sifat tinja penderita diare akut karena infeksi usus.
VIII. KOMPLIKASI
1, 2
Kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat mengakibatkan beberapa komplikasi diantaranya : 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik) 2. Renjatan hipovolemik 3. Hipokalemia,
dengan
gejala
meteorismus,
hipotoni
otot,
lemah,
bradikardia, perubahan pada ECG 4. Hipoglikemia 5. Intoleransi Laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim Laktase karena kekurangan vili mukosa usus halus kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan
28
IX.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1, 4, 8
Pemeriksaan laboratorium penting dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah: 1. Pemeriksaan tinja a. Makroskopis dan mikroskopis b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula c. Biakan kuman dan uji resistensi (bila perlu) d. Analisa telur, parasit dan Antigen Giardia
2. Pemeriksaan darah a. Darah lengkap b. pH, cadangan akali dan elektrolit untuk menentukan keseimbangan
asam basa (lebih tepat dengan ASTRUP) c. Kadar uerum-kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal
3. Duodenal intubation Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif (terutama pada diare kronik) 4. Lain-lain a. Rotavirus stool enzyme immunoassay test Pada sebagian besar kasus tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi ringan tidak diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada dehidrasi berat perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea, kadar gula
29
darah sewaktu dan AGD. Pemeriksaan virologik dan mikrobiologik perlu dilakukan hanya bila hasilnya dapat digunakan untuk mengganti tatalaksana. Diagnosis Intoleransi Glukosa 1. Pemeriksaan reducing substance Clinitest yang digunakan untuk pemeriksaan urin dapat dipakai juga untuk pemeriksaan adanya gula dalam tinja. Spesimen tinja yang berair harus secepatnya diperiksa. Dalam 24 gelas tabung Ames diteteskan 10 tetes air, kemudian 5 tetes cairan tinja. Tambahakan 1 tablet clinitest. Baca sesudah 60 detik dan cocokan dengan warna standar. Biru berarti gula negatif, kuning tua berarti positif sekali (++++ atau 2%). Antara biru dan kuning terdapat variasi warna hijau kekuning-kuningan yang menunjukkan + (1/2 %), ++ (3/4 %), +++ (1%). Lebih dari . % berarti abnormal. 2. Pemeriksaan pH tinja 3. Bila terdapat intoleransi gula, pH cairan tinja hampir selalu
View more...
Comments