Laporan Kasus DHF

July 28, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus DHF...

Description

 

LAPORAN KASUS “DEMAM BERDARAH DENGUE" DENGUE" 

NI MADE MANIK TRISNAWATI 

PERIODE FEBRUARI 2018

– FEBRUARI 2019

 

 

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE Definisi Demam dengue (DD) dan

demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit

demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus lagi dengan genus Flavivirus dikenal dengan nama Virus dengue. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan cairan di rongga tubuh .Penyakit ini ditemukan manusia oleh nyamuk Aedes Aegypti (Bruce R,2010) 

Epidemiologi

Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan global . Kejadian luar biasa  penyakit sering dilaporkan dari berbagai negara.  56 S u m  b e r  :   D a t a  

 

 

Etiologi

Penyebab DD atau DBD adalah virus dengue yang merupakan anggota genus Falvivirus dan terdiri dari 4 serotipe, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3 merupakan serotype terbanyak di Indonesia. Virus tersebut ditularkan oleh gigitan vector nyamuk Aedes nyamuk  Aedes aegypti dan aegypti dan Aedes  Aedes albopictus ke albopictus  ke tubuh manusia dengan masa inkubasi 410 hari. Tempat berkembangnya vector ini adalah air, terutama pada penampungan seperti ember, ban bekas, bak mandi, dan sebagainya. Biasanya nyamuk ini menggigit  pada siang hari.

Patogenesis

Berhubungan dengan 1.  Faktor Virus, yaitu serotype, jumlah, virulensi. 2.  Faktor Pejamu, genetic, usia, status gizi, penyakit komorbid, dan interaksi antara virus pejamu.

 

 

3.  Faktor lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk, mobiitas penduduk, dan kesehatan lingkungan. Imunopatogenesis Secara umum pathogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi  berbagai komplemen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi adalah sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel, dan trombosit. Akibat interaksi tersebut akan dikeluarkan  berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi sistem komplemen, serta aktivasi limfosit T. produksi berlebih dari zat-zat tersebut akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk tanda dan gejala infeksi virus dengue (Bruce R,2010). Respon imun humoral Diperankan oleh sel limfosit B yang menghasilkan antibody spesifik terhadap virus dengue. Antibodi yang dihasilkan dapat menguntungkan, artinya melindungi dari terjadinya penyakit, namun sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi yang  berat melalui mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE). Antibodi anti dengue yang dibentuk umumnya berupa immunoglobulin IgG dengan aktivitas yang berbeda. Antibodi terhadap NS1 berperan dalam menhancurkan (lisis) sel yang terinfeksi melalui  bantuan komplemen. Kompleks imun juga akan mengaktifkan sistem kaskade komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a yang mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan permeabilitas vascular (Bruce R,2010). Respon imun selular Diperankan oleh sel limfosit T (sel T). Sama dengan respons imun humoral, respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat menguntungkan sehingga tidak menimbulkan penyakit, atau hanya berupa infeksi ringan, namun dapat merugikan bagi sel pejamu. Sel T spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan menimbulkan respon beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin.

 

 

Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotype yang berbeda, ternyata sel T memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotype virus yang baru. Fenomena ini disebut sebagai original antigenic sin. Dengan demikian, fungsi lisis terhadap virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T pada umumumnya berperan dalam memacu respon inflamasi dan meningkatkan permeabilitas sel endotel vascular (Prasittisuk C,2011).

Mekanisme Autoimun Antibodi terhadap protein NS1 dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit, sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut, serta menimbulkan respon inflamasi. Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen yang di maksud mengakibatkan sel yang mengandung molekul hasil ikatan keduanya akan dihancurkan oleh makrofag atau mengalami kerusakan . Akibatnya, pada trombosit terjadi penghancuran sehingga menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotel terjadi  peningkatan perembesan plasma.

Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi lain Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat  penyakit. Infeksi yang berat dalam hal ini (DBD atau SSD), ditandai dengan peningkatan  jenis dan jumlah sitokin yang sering di sebut dengan badai sitokin. Sitokin yang paling  banyak ditemukan adalah TNF-alfa, IL-1B, IL-6, IL-8, dan IFN-Gamma.

Peran sistem komplemen Sistem komplemen diketahui ikut berperan dalam pathogenesis infeksi virus dengue. Pada pasien DBD atau SSD ditemukan penurunan kadar komplemen, sehingga diduga bahwa aktivasi sistem penurunan kadar komplemen ko mplemen melalui jalur klasik.

Faktor pejamu Beberapa faktor pejamu yang dilaporkan dapat menjadi faktor resiko unyuk terkena infesi virus dengue yang berat, antara lain status gizi, faktor genetic, dan penyakit tertentu khususnya yang berkaitan dengan sistem imun. Obesitas merupakan salah satu  

 

faktor resiko yang pernah dilaporkan. Faktor genetic berhubungan denga HLA (human leucocyte antigen).  antigen).  Manifestasi Klinis dan Perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue I. 

Manifestasi klinis dan perjalanan Penyakit Infeksi Virus Dengue Infeksi Virus Dengue.

Infeksi Virus Dengue

asimtomatik

Demam tidak khas ( sindrom virus )

simtomatik

Demam berdarah dengue

Demam dengue

Expanded dengue syndrome/organop ati

Tanpa pendarahan

DBD nonsyok

Dengan pendarahan

DBD dengan syok

Sindrom virus

Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukkan manifestasi klinis berupa demam sederhana tidak khas, yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus lain.Ruam makulopapular dapat menyertai demam atau pada saat penyembuhan. Gejala gangguan saluran napas atau gangguan pecernaan dapat ditemukan (Bruce R,2010).  

 

 

Demam Dengue

Sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan dewasa. Setelah melalui masa inkubasi rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala berupa demam, myalgia, sakit punggung, dan gejala konstitusional lain yang tidak spesifik, seperti rasa lemah (malaise), nyeri retroorbita saat mata digerakkan atau ditekan, anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam mendadak, tinggi (39 C- 40 C), terus menerus, bifasik, berlangsung 2-7 hari, gejala lain dapat berupa gangguan pencernaan, nyeri perut, sakit tenggorok, depresi (Bruce R,2010).  Manifestasi perdarahan pada umumnya sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif atau beberapa petekie spotan. Pada beberapa demam dengue terdapat  pendarahan masif. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit yang normal, meningkat pada fase awal dan menurun selama fase demam. Jumlah trombosit dapat normal/ menurun (100.000/ul-150.000/ul) sangat jarang ditemukan kurang dari 50.000/ul. Peningkatan hematokrist sampai 10% mungkin ditemukan karena dehidrasi akibat demam tinggi, mufoto dada posisi tah, atau karena asupan cairan (Prasittisuk C,2011) Demam berdarah dengue

Manifestasi dimulai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari, terus-menerus,  bifasik. Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dengue seperti muka kemerahan, anoreksia, myalgia dan arthralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal injection dan ciliary injection) dapat diketemukan pada pemeriksaan fisis. Demam dapat mencapai suhu 40 C dan dapat disertai kejang demam. Manifestasi perdarahan dapat  berupa uji tourniquet yang positif, petekie spontan yang dapat diketemukan didaerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole. Hepatomegali ditemukan sejak fase demam, dengan pembesaran yang bervariasi antara 2-4 cm bawah arkus kosta. Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinisberbentuk efuest pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen foto dada posisi lateral decubitus kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan yang sering  

 

dijumpai. Peningkatan nilai hematocrit (> 20% dari data dasar) dan penurunana kadar  protein plasma terutama albumin serum (> 0,5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya volume intravascular yang akan menyebabkan syok hipovolemi yang dikenal sebagai sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk prognosis (Prasittisuk C,2011)  II. 

Perjalanan penyakit Demam Berdarah Dengue

Manisfestasi klinis DBD terdiri atas 3 fase yaitu fase demam, kritis serta konvalesens , setiap fase perlu pemantauan yang cermat, karena setiap fase mempunyai resiko yang dapat memperberat keadaan sakit (Bruce R,2010). Fase Demam

Pada kasus ringan semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai dengan  berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah (Bruce R,2010). R,2010 ). Fase Kritis (fase syok)

Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence), pada saat ini terjadi puncak keboran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi. Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk awal perembesan  plasma dan bertambah hebat saat pasien masuk keadaan syok. Kelemahan, pusing atau hipotensi postural dapat terjadi selama syok. Perdarahan mukoa spontan atau perdarahan ditempat pengambilan darah merupakan manisfestasi perdarahan penting. Umumnya lebih lambat.hematocrit diatas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma, dan  pada umumnya didahului oleh leukopenia (< 5.000 sel/mm3 ). Peningkatan hematocrit mendahului perubahan tekanan darah serta volume nadi, oleh karena itu pengukuran hematocrit berkala sangat penting, apabila makin meningkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempetahankan volume intravascular bertambah (Prasittisuk C,2011).

 

 

Beberapa pasien masuk ke fase kritis perembesan plasma dan kemudian mengalami syok sebelum

demam

turun,

pada

pasien

tersebut

peningkatan

hematocrit

serta

trombositopenia terjadi sangat cepat. Selain itu pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefalitis, miokarditis, dan/atau perdarahan hebat, yang dikenal sebagai expanded dengue syndrome (Bruce R,2010). Fase penyembuhan (fase konvalesens)

Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular kedalam ruang intra vascular yang  berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabildan diuresis menyusul kemudian. Jumlah lekosit mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih lambat (Prasittisuk C,2011). Sindrom syok dengue

Sindrom syok dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada DBD, yang diakibatkan penigkatan permeabilitas kapier yang disertai perembesan plasma (Bruce R,2010).  1.  Syok terkompensasi

Sistem kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui peningkatan isis sekuncup, laju jantung dan vasokontriksi perifer. Sistem pernapasan melakukan kompensasi berupa quite tachypnea. Pemberian cairan yang adekuat pada umumnya akan memberikan prognosis baik. Bila keadaan kritis luput dari  pengalaman sehingga pengobatan tidak diberikan dengan cepat dan tepat, maka  pasien akan jatuh kedalam syok terdekompensasi. 2.  Syok dekompensasi

Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk mempertahankan sistem kardiovaskular telah gagal, pada keadaan ini tekanan sistolik dan diastolic telah menurun, disebut syok hipotensif. Slah satu tanda perburukan klinis utama adalah  

 

 perubahan kondisi menta karena penurunan perfusi otak. o tak. Pasien menjadi gelisah,  bingung letargi. I. 

Diagnosis laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:   1.  Pemeriksaan darah  Leukopenia pada hari ke 2 dan ke 3 pada DD. Sedangkan pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi yang terlihatbermakna pada fase kritis. k ritis.

2.  Deteksi antigen virus dengue

Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah  pemeriksaan NS1 antigen virus dengue, d engue, yaitu suatu glikoprotein yang diproduksi di produksi oleh semua flavivirus dan penting bagi suatu kehidupan dan replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari pertama demam menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari demam dan kemudian makin menurun setelahnya.

3.  Deteksi respon imun serum/ uji serologi serum imun

Imunoglobulin M anti dengue umumnya dapat terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah sembilan  puluh hari. Pada infeksi dengue primer, igG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan dengan igM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG anti dengue bertahan lama dalam serum (Prasittisuk C,2011).

 

 

IgM

IgG

Interpretasi

(+)

(-)

Infeksi primer

(+)

(+)

Infeksi sekunder

(-)

(+)

Pernah terinfeksi*

(-)

(-)

Tidak ada infeksi

Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue Diagnosis klinis demam dengue:  

  Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik,



  Manifestasi perdarahan baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis,



epistaksis, pendarahan gusi, hematemesis, dan atau melena, maupun berupa uji tourniquet positif.

   Nyeri kepala, myalgia, arthralgia, nyeri retroorbital.



  Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar rumah



  Leukopenia 2 detik



  Kulit dingin



  Produksi urin menurun, < 1 ml/kgBB/jam



 



Gelisah  

 

Syok dekompensasi

  Takikardia



  Hipotensi ( sistolik dan diastolic turun)



   Nadi cepat dan kecil



  Pernapasan Kusmaull atau hiperpne   Sianosis





  Kulit lembab dan dingin



  Profound shock, nadi tidak teraba tekanan darah tidak terukur 



  Kriteria Diagnosis Laboratoris

Kriteria diagnosis laboratoris diperlukan untuk survailans epidemiologi terdiri atas:

  Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan



serologi anti-dengue

  Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome



virus Dengue pada pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan serokonversi  pemeriksaan IgG dan IgM (dari negative menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.

 

 

 

 

 

 

Edukasi pasien rawat jalan 

1.  Cukup minum selain air putih dapat diberikan susu, jus, buah, cairan, elektrolit, air tajin. Cukup minum ditandai dengan frekuensi buang air kecil setiap 4 –  4 –  6  6 jam. 2.  Paracetamol 10 mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu > 38 °C dengan interval 4 –  4  –  6   6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/Ibuprofen. Berikan kompres hangat. 3.  Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari dan dinilai oleh petugas kesehatan sampai melewati fase kritis, mengenai : pola demam, jumlah cairan yang masuk dan keluar (misalnya muntah, buang air kecil), tanda-tanda perembesan plasma dan  perdarahan, serta pemeriksaan darah perifer lengkap. 4.  Pasien harus segera dibawa ke rumah sakit jika ditemukan satu atau lebih keadaan  berikut: pada saat suhu turun keadaan anak memburuk, nyeri perut hebat, muntah terusmenerus, tangan dan kaki dingin dan lembab, letargi atau gelisah/rewel, anak tampak lemas, perdarahan (misalnya BAB berwarna hitam atau muntah hitam), sesak napas, tidak  buang air kecil lebih dari 4 –  4 –  6  6 jam, atau kejang. Tata Laksana Pasien Rawat Inap Penggantian cairan

  Jenis cairan



Cairan yang menjadi pilihan utama untuk pasien DBD adalah Cairan Kristaloid. Jenis cairan koloid hanya diberikan pada perembesan plasma massif yang ditunjukkan dengan nilai hematokrit yang makin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid yang adekuat, atau pada keadaan syok yang tidak teratasi dengan  pemberian bolus cairan kristaloid yang kedua. 

  Jumlah cairan



Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis dan temuan laboratorium. Untuk pasien dengan berat bada kurang maupun lebih,  penghitungan cairan harus sesuai dengan berat badan ideal.   Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum (intake baik) dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 liter/hari, Jenis minuman yang diberikan berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian  

 

cairan intra-vena (infus) jika; (1) terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi, dehidrasi, (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.  

Antipiretika

Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali apabila suhu > 38°C dengan interval 4 –  4 –  6  6 jam. 1

Pemantauan 

  Selama perawatan pantau keadaan umum pasien, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan



tanda peringatan.

  Perfusi perifer, harus sering diulang untuk mendeteksi awal gejala syok. s yok.



  Tanda-tanda vital seperti suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah harus



dilakukan setiap 2 –  2 –  4  4 jam sekali.

  Pemeriksaan hematokrit awal dilakukan sebelum resusitasi atau pemberian cairan



intravena (sebagai data dasar), diupayakan dilakukan setiap 4 –  4 –  6  6 jam sekali.

  Volume urin perlu ditampung minimal 8 –  8  –  12  12 jam.



  Diupayakan jumlah urin ≥ 1.0 mL/kgBB/jam m L/kgBB/jam (berat badan diukur dari berat badan ideal).  ideal). 



  Pada pasien dengan resiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu hamil, komorbid (diabetes



mellitus, hipertensi, thalassemia, sindrom nefrotik dll) diperlukan pemeriksaan laboratorium atas indikasi.

  Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi untuk mendeteksi adanya efusi pleura,



 pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada dengan posisi lateral kanan decubitus (right lateral decubitus).   Periksa golongan darah.



  Pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya ultrasonografi abdomen, EKG dan lainnya. lainn ya.



Tatalaksana sindrom syok dengue 

  Berikan terapi oksigen 2-4 l/menit



  Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonic intravena dengan jumlah cairan



10-20 ml/kgBB dalam waktu satu jam. Periksa hematokrit

  Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 ml/kgBB/jam selama 1-2 jam.



 

 

  Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7,5,



5, 3, 1,5 ml/kgBB/jam. Pada umumnya setelah 24-48 jam pasca resusitasi, cairan intravena sudah tidak dibutuhkan.

  Bila syok tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium, dan gula darah



untuk menilai adanya A-B-C-S (Asidosis-Bleeding-Calcium-Sugar) yang memperberat syok hipovolemik.apabila salah satu atau beberapa kelainan tersebut ditemukan, segera lakukan koreksi.

Kriteria Pulang Rawat 

  Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik  



   Nafsu makan membaik  



  Perbaikan klinis yang jelas  



  Jumlah urin cukup 



2 –  3  3 hari setelah syok teratasi     Minimal 2 – 



  Tidak tampak distress pernapasan yang disebabkan efusi pleura 



  Jumlah trombosit > 50.000/mm3. Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien



 boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas ak tivitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1  –   2 minggu (sampai trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain yang menyertai (misalnya idiopatik trombositopeniapurpura = ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3 –  3 –  5  5 hari.

 

 

BAB II LAPORAN KASUS DATA SUBJEKTIF I.

II. 

Identitas Pasien (No. RM 78605)

 Nama

: I Nyoman Winada

Umur

: 54 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Hindu

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: PNS

Alamat

: Br.Babahan Kawan, Ds.Babahan, Penebel

Anamnesis 

Keluhan utama

: Demam

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak ± 1 minggu yang lalu. Demam yang dirasakan naik turun dan tinggi saat malam hari. Pasien mengaku sudah minum obat  paracetamol 3 hari yang lalu tiga kali sehari, setelah minum obat sempat turun, tapi setelahnya demam lagi. Demam tidak sampai menggigil. Selain itu, pasien juga mengeluh  pusing dan mengalami pegal-pegal pada kaki dan tangan, mual (+), muntah (-). Mimisan(-), gusi berdarah(-), bintik-bintik merah(-), sesak(-) dan nyeri perut disangkal. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Satu bulan terakhir ini pasien tidak ada riwayat  berpergian ke luar kota daerah endemis malaria. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku belum pernah mengalami hal ini sebelumnya. Tidak ada riwayat rawat inap karena sakit berat ataupun kecelakaan. k ecelakaan. Hipertensi (-), diabetes melitus(-), asma(-)

 

 

Riwayat Penyakit Keluarga

Anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan  pasien. Riwayat Kebiasaan Pasien

Pasien tidak merokok, minum –  minum –  minuman  minuman beralkohol. Pasien juga mengaku  jarang berolah raga. Di lingkungan sekitar tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

II. 

PEMERIKSAAN FISIK (28 Maret 2018)

  Keadaan umum

: Tampak sakit sedang (sadar, sianosis (-), sesak nafas (-))

  Kesadaran

: Composmentis

  Tekanan darah

: 120/80 mmHg

  Denyut Nadi

: 74 x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)

  Frekuensi Pernafasan

: 18 x/menit (regular, retraksi -)

  Suhu tubuh

: 36.4 oC (aksila)













  Data Antropometri



- Berat Badan

: 50 kg

- Tinggi Badan

: 160 cm

Pemeriksaan Fisik

  Kepala

: Normocepahli

  Mata

: Konjungtiva tidak pucat, kelopak mata cekung -/-,





sklera ikterik -/-, pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, oedem palpebra -/-

  Telinga

: Normotia, liang telinga lapang, serumen +/+, sekret -/-

  Hidung

: Cavum nasi lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),





 pernafasan cuping hidung (-)

  Bibir

: Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)

  Gigi geligi

: Tidak ada kelainan





 

 

  Lidah

: Coated tongue (-) tongue (-)

  Tonsil

: T1 –  T1 –  T1, hiperemis (-)

  Faring

: Hiperemis (-)

  Leher

: Kelenjar getah bening tidak teraba membesar









Paru - Paru 

  Inspeksi



: Pergerakan dinding dada kanan dan kiri simetris Retraksi (-)

  Palpasi

: Vokal fremitus kanan dan kiri sama

  Perkusi

: Perkusi perbandingan kanan dan kiri sonor - sonor

  Auskultasi

: Bunyi napas dasar vesikuler







Ronki -/-, Wheezing -/Jantung 

  Inspeksi   Palpasi

: Ictus cordis teraba di IC V lateral midclavicula sinistra

  Perkusi

: Batas jantung dalam batas normal

  Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)









: Ictus cordis tidak terlihat

Abdomen 

  Inspeksi

: Perut tampak datar (lingkar perut = 63 cm)

  Auskultasi

: Bising usus (+) 3 x/menit

  Palpasi

: Supel, nyeri tekan + (regio epigastrica), hepatosplenomegali (-)

  Perkusi

: Thympani, nyeri ketuk (-)









Kulit 

: Warna sawo matang, ikterik (-), petechie spontan (-), rumple leed (-)

Ekstremitas

: Deformitas (-), akral hangat, sianosis (-), CRT < 2”/
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF