LAPORAN KASUS DHF

August 18, 2017 | Author: Niluh Tantri | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN KASUS DHF...

Description

LAPORAN KASUS SEORANG PRIA 15 TAHUN DENGAN PURPURA TROMBOSITOPENI IDIOPATIK AKUT PASKA INFEKSI DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh : Ni Luh Tantri

Pembimbing : Dr. Rina Yulimawati SpPD

Pendidikan Program Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang 2012

LATAR BELAKANG Demam berdarah dengue dan demam dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni dan diastesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tabah air. DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Trombositopeni pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (3 detik), kulit dingin dan lembab, serta gelisah.Pasien pada kondisi shock berisiko tinggi untuk meninggal bila tidak mendapat terapi yang tepat. Pasien dapat jatuh ke dalam kondisi shock berat dengan tensi dan nadi yang tak terukur. ( Demamberdarah Dengue Stage IV) Perbaikan klinis pada demam berdarah dengue ditandai oleh adanya diuresis dan meningkatnya nafsu makan, merupakan indikasi untuk menghentikan terapi cairan. Tanda klinis yang sering dijumpai meliputi sinus bradikardia atau aritmia dan adanya dengue confluent petechial rash. Fase perbaikan pada pasien tanpa shock biasanya berlangsung singkat tanpa tanda yang jelas. Bahkan pada kasus shock berat, bila kondisi shock diterapi secara benar, perbaikan pasien akan terlihat secara jelas dalam 2 – 3 hari. Tetapi pada pasien dengan prolonged shock dan multiorgan failure akan membutuhkan terapi spesifik dan fase perbaikan yang lebih lama. Angka kematian ada kelompok ini tetap tinggi walupun telahmendapat terapi yang tepat. Management demam berdarah dengue grade I dan II ( tanpa shock), pada dasarnya adalah pemberian cairan sejumlah 5% dari defisit selama 48 jam. Misalnya, seorang anak dengan berat 20%, dengan defisit 5% maka cairan yang dibutuhkan 50ml/kgx20 = 1000ml. Cairan maintenance sebesar 15000ml perhari, sehingga total M+5% adalah 2500ml adalah jumlah cairan yang harus diberikan dalam 48 jam pada pasien nonshock.

Kecepatan

tetesan disesuaikan dengan kecepatan plasam leakcage, dengan menilai kondisi klinis, tanda vital, produksi urine dan kadar hematokrit. Pada pasien ini, diberikan cairan RL 30 tetes/mnt, ekstra minum dan paracetamol jika panas.

Bila ada perdarahan, sumber perdarahan harus ditemukan dan dihentikan bila memungkinkan. Epistaksis misalnya, dapat diatasi dengan pemberian tampon hidung. Pemberian transfusi darah tidak harus menunggu hingga hematokrit turun, pemberian transfusi sesuai dengan jumlah darah yang hilang, bila tidak dapat dihitung maka diberikan 10ml/kg fresh whole blood atau 5ml/kg pack red cell. Pemberian H2 bloker pada perdarahan saluran cerna belum terbukti secara klinis, sedangkan pemberian komponen darah, seperti trombosit konsentrat ataupun fresh frozen plasma atau cryoprecipitate belum didukung oleh data klinis. Fase perbaikan ditandai dengan parameter klinik, seperti nafsu makan dan kedaan umum yang lebih baik. Kondisi hemodinamik yang lebih stabil dan perfusi jaringan juga mengalami perbaikan. Kadangkala dapat dilihat pula adanya penurunan hematokrit dibawah angka normal. Pada kondisi ini pemberian cairan intravena harus dihentikan. Pada pasien dengan effusi pleura masif dan ascites, dapat terjadi hipervolemia, dan furosemid dapat diberikan untuk mencegah terjadinya edema paru.Akibat stress dan diuresis dapat terjadi hipokalemia, untuk kasus ini dapat diberikan dengan pemberian cairan yang kaya akan kalium. Komplikasi kardiovaskular seperti bradikardia, heart bolck atau PVC, harus dilakukan pengawasan ketat. Pada 20-30% pasien dapat ditemukan convalescence rash. Berikut adalah tanda-tanda perbaikan klinis : 

Tekanan darah, nadi dan laju pernafasan yang stabil



Suhu tubuh normal



Tidak ada tanda perdarahan internal



Perbaikan nafsu makan



Produksi urine yang cukup



Kadar hematokrit yang menetap pada level normal



Convalescenet cunfluent petecehie rash atau gatal, pada ekstremitas

Pasien demam berdarah diperbolehkan pulang bila : 

Bebas demam minimal 24 jam tanpa obat antipiretik



Kembalinya nafsu makan



Perbaikan klinis yang jelas



Produksi urine yang cukup



Minimal 2 -3 hari setelah shock teratasi



Tidak ada tanda gangguan pernafasan akibat effusi pleura atau ascites.



Hitung trombosit >50.000/mm3,pada beberapa kasus yang simple, trombosit akan kembali normal dalam 3-5 hari.

Purpura trombositopenik idiopatik akut dapat berkembang setelah 7 hingga 10 hari setelah infeksi mononukleosis, mumps, rubela atau rubeola. Purpura trombositopenik idiopatik akut biasanya timbul pada saat virus telah hilang dari peredaran darah. Patogenesis trombositopenia pada PTIA, terjadi melalui tiga mekanisme: 1) Produksi trombosit yang spesfik autoantibodi secara tidak normal, terkait dengan proses imunitas akibat infeksi virus; 2) reaksi silang dengan antigen virus; 3) Terikatnya trombosit dengan imun kompleks. Asosiasi hematologi Amerika merekomendasikan biopsi sumsum tulang bagi pasien dengan PTIA yang berusia >60tahun, untuk menyingkirkan kemungkinan mielodisplasia. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya splenomegaly, maka pemeriksaan USG abdomen dianjurkan untuk dilakukan. Pada kasus dengan perdarahan membrana mukosa dan jumlah trombosit
View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF