Laporan Kasus Autisme.pdf
April 8, 2019 | Author: Jennifer Finnalia | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus Autisme.pdf...
Description
Laporan Kasus
Autisme
Oleh: Fidella Ayu Aldora, S.Ked
04084821820022
Jennifer Finnalia Husin, S.Ked
04084821820023
Pembimbing:
dr. Yenny Fitrizar
DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Autisme
Oleh: Fidella Ayu Aldora, S.Ked
04084821820022
Jennifer Finnalia Husin, S.Ked 04084821820023
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior di Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 30 April-15 Mei 2018
Palembang, Mei 2018
dr. Yenny Fitrizar
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Autisme, merupakan salah satu gangguan perkembangan yang semakin meningkat saat ini, menimbulkan kecemasan yang dalam bagi para orangtua. Hingga saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan dan penanganan yang tepat. Pada awalnya autisme dipandang dipandang sebagai gangguan gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis yaitu pola pengasuhan orangtua yang tidak hangat secara emosional, tetapi barulah sekitar tahun 1960 dimulai penelitian neurologis yang membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak (Yeni, Murni, & Oktora, 2009). Autisme dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya, miskin, di desa di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Jumlah anak yang terkena t erkena autisme semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia, kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi waswas sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang dirasa kurang normal selalu dikaitkan dengan gangguan autisme. Di California pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autisme per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autisme terjadi pada 15.000-60.000 anak dibawah 15 tahun. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penderita, namun diperkirakan jumlah anak autisme dapat mencapai 150200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat (Yeni, Murni, & Oktora, 2009). Autisme termasuk kasus yang jarang, biasanya identifikasinya melalui pemeriksaan yang teliti di rumah sakit, dokter atau sekolah khusus. Dewasa ini terdapat kecenderungan peningkatan kasus-kasus autisme pada anak (autisme infantil) yang datang pada praktek neurologi dan praktek dokter lainnya.
Umumnya keluhan utama yang disampaikan oleh orang tua adalah keterlambatan bicara, perilaku aneh dan acuh tak acuh, atau cemas apakah anaknya tuli (Yeni, Murni, & Oktora, 2009). Terapi anak autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang intensif, lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, dan peran serta orang tua sehingga melibatkan banyak bidang, baik bidang kedokteran, pendidikan, psikologi maupun bidang sosial. Dalam bidang kedokteran, untuk menangani masalah autisme dengan pengobatan khususnya medika mentosa, di bidang pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan latihan pada orang tua penderita. Terapi perkembangan perilaku dapat dilakukan dalam bidang psikologi, sedangkan mendirikan yayasan autisme sebagai lembaga yang mampu secara profesional menangani masalah autisme adalah salah satu contoh yang dilakukan dalam bidang sosial (Yeni, Murni, & Oktora, 2009). Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi. Sejauh ini masih belum terdapat kejelasan secara pasti mengenai penyebab dan faktor risikonya sehingga strategi pencegahan yang dilakukan masih belum optimal. Saat ini tujuan pencegahan mungkin hanya ha nya sebatas untuk mencegah agar gangguan yang terjadi te rjadi tidak lebih berat lagi, bukan untuk menghindari kejadian autisme (Yeni, Murni, & Oktora, 2009).
BAB II LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
Alamat
: Jalan Radial Blok 45 Lt 3
Agama
Pekerjaan
: Belum Bekerja
Status perkawinan : Belum Kawin
Tanggal pemeriksaan : 08-05-2018
Dokter muda
: Islam
: Jennifer dan Fidella
I. ANAMNESIS 1. KELUHAN UTAMA
Anak belum dapat berbicara dengan jelas pada usia saat ini (3 tahun) 2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien dibawa ke poli Rehabilitasi Medik RSMH dengan keluhan anak belum dapat berbicara dengan jelas pada saat usia saat ini. Hal ini dirasakan oleh ibu sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Ibu menyadari jika anaknya tidak sama dengan anak lainnya yang seusia pasien saat ini. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya belum bisa berbicara, hanya bicara (mengoceh) tanpa arti. Ibu pasien juga mengatakan, anaknya belum bisa mengucapkan “papa-mama” secara spesifik, bahasa yang diucapkan tidak bisa dimengerti, dipanggil tidak menoleh, diberi perintah tidak dilakukan, serta bila menginginkan sesuatu tidak meminta dengan mengucapkan namun dengan menarik tangan ibunya. Ibu pasien juga mengaku anaknya sangat senang berlari dan melompat, cenderung suka main sendiri dan sangat aktif serta tidak dapat fokus pada satu hal dan cenderung asik dengan dunianya sendiri. Saat ini anak baru bisa mengoceh tanpa arti dan belum bisa membentuk kalimat.
3. RIWAYAT PENYAKIT / OPERASI DAHULU •
Anak tidak bisa duduk diam dirumah, keluhan ini dirasakan ibu sejak anak mulai bisa berjalan dan berlari. Pasien sulit untuk diperintahkan duduk diam sebentar, atau beristirahat
•
Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka berlari dan melompat, susah bila diajak bermain dengan orang lain.
•
Anak sering mengoceh sendiri, dengan kata kata yang tidak bisa dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa sendiri bila memandangi sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah patah kata, tidak pernah bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa mengerti perintah jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain.
•
Tidak terdapat riwayat kejang maupun ikterik ketika masih bayi.
PEMERIKSAAN FISIK
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
4. RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA
-
Riwayat penyakit sama
: tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
5. RIWAYAT PEKERJAAN
-
6. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI Sosial ekonomi orang tua pasien menengah ke atas
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PEMERIKSAAN FISIK
II. PEMERIKSAAN FISIK
A.
Pemeriksaan Umum Keadaan umum
: baik
Kesadaran
: E4V5M6 (GCS 15)
Tinggi Badan/ Berat Badan : Cara berjalan/Gait
- Antalgik gait
: tidak ada
- Hemiparesegait
: tidak ada
- Steppage gait
: tidak ada
- Parkinson gait
: tidak ada
- Tredelenburg gait
: tidak ada
- Waddle gait
: tidak ada
- Lain-lain
: tidak ada
Bahasa/ bicara
Komunikasi verbal
: buruk
Komunikasi non verbal
: buruk
Tanda vital
Tekanan Darah
: 90/60 mm/Hg
Nadi
: 100x/menit, isi cukup irama teratur
Pernafasan
: 30 x/menit
Suhu
: 36,5oC
Kulit
: normal
Status Psikis
Sikap
: tidak kooperatif
Orientasi
: normal
Ekspresi wajah
: baik
Perhatian
: buruk
B. Saraf - saraf otak
Nervus
C.
Kanan
Kiri
I.
N. Olfaktorius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
II.
N. Opticus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
III. N. Occulomotorius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
IV. N. Trochlearis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
V.
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VI. N. Abducens
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VII. N. Fasialis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
VIII. N. Vestibulocochlearis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
IX. N. Glossopharyngeus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
X.
N. Vagus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
XI. N. Accesorius
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
XII. N. Hypoglossus
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. Trigeminus
Kepala Bentuk
: normal
Ukuran
: normo cephali
Posisi - Mata
: normal
- Hidung
: normal, simetris
- Telinga
: normal, simetris
- Mulut
: simetris
- Wajah
: simetris
gerakan abnormal : tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
D.
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
Leher Inspeksi
: statis, simetris, struma (-), trakea di tengah
Palpasi
: tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (-), tumor (-), JVP 5-2cmH2O
Luas Gerak Sendi Ante /retrofleksi(n 65/50)
:65/50
Laterofleksi (D/S)(n 40/40)
:40/40
Rotasi (D/S) (n 45/45)
: 45/45
Tes Provokasi
E.
Lhermitte test/ Spurling
: tidak dilakukan Test Valsava: tidak dilakukan
Distraksi test
: tidak dilakukan Test Nafziger: tidak dilakukan
Thorax Bentuk
: simetris
Pemeriksaan Ekspansi Thoraks
: Eks. & Ins. Maksimum (tidak dilakukan)
Paru-paru
- Inspeksi
: statis dan dinamis simetris, retraksi (-)
- Palpasi
: stem fremitus kanan=kiri, pelebaran sela iga (-)
- Perkusi
: sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi
: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
- Palpasi
: iktus kordis tidak teraba
- Perkusi
: batas-batas jantung normal
- Auskultasi
: BJ I & II (+) normal, HR 84x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
F. Abdomen - Inspeksi
: datar
- Palpasi
: lemas, nyeri tekan (-), hepar & lien tidak teraba
- Perkusi
: timpani, shifting dullness (-)
- Auskultasi
: bising usus (+) normal
G. Trunkus Inspeksi - Simetris
: simetris
- Deformitas
: tidak ada
- Lordosis
: tidak ada
- Scoliosis
: tidak ada
- Gibbus
: tidak ada
- Hairy spot
: tidak ada
- Pelvic tilt
: tidak ada
Palpasi - Spasme otot-otot para vertebrae: tidak ada
- Nyeri tekan (lokasi)
: tidak ada
Luas gerak sendi lumbosakral - Ante/retro fleksi (95/35)
: 95/35
- Laterofleksi (D/S) (40/40)
: 40/40
- Rotasi (D/S) (35/35)
: 35/35
H. Test provokasi
:
-
Valsava test
: tidak dilakukan
-
Tes Laseque
: tidak dilakukan
-
Baragard dan Sicard : tidak dilakukan
- Niffziger test
: tidak dilakukan
-
Test SLR
: tidak dilakukan
-
Test: O’Connell
: tidak dilakukan
-
FNST
: tidak dilakukan
-
Test Patrick
: tidak dilakukan
-
Test Kontra Patrick
: tidak dilakukan
-
Tes gaernslen
: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN FISIK
I.
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
- Test Kontra Patrick
: -/-
- Tes gaernslen
: tidak dilakukan
- Test Thomas
: tidak dilakukan
- Test Ober’s
: tidak dilakukan
- Nachalasknee flexion test
: tidak dilakukan
- Yeoman’s hyprextension
: tidak dilakukan
- Mc.Bride sitting test
: tidak dilakukan
- Mc. Bridge toe to mouth sitting test
: tidak dilakukan
- Test schober
: tidak dilakukan
Anggota Gerak Atas Inspeksi
kanan
kiri
- Deformitas
:
tidak ada
tidak ada
- Edema
:
tidak ada
tidak ada
- Tremor
:
tidak ada
tidak ada
- Nodus herbenden
:
tidak ada
tidak ada
Palpasi
:-
PEMERIKSAAN FISIK / NEUROLOGI
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
Neurologi
Motorik Gerakan Kekuatan Abduksi lengan Fleksi siku Ekstensi siku Ekstensi wrist Fleksi jari-jari tangan Abduksi jari tangan Tonus Tropi Refleks Fisiologis Refleks tendon biseps Refleks tendon triseps Refleks Patologis Hoffman Tromner Sensorik Protopatik Proprioseptik Vegetatif
Dextra
Sinistra
Luas
Luas
5 5 5 5 5 5 Eutoni Eutropi
5 5 5 5 5 5 Eutoni Eutropi
Normal Normal
Normal Normal
Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Normal Normal Tidak ada kelainan
Penilaian fungsi tangan
Kanan
Kiri
-
Anatomical
normal
normal
-
Grips
normal
normal
-
Spread
normal
normal
-
Palmar abduct
normal
normal
-
Pinch
normal
normal
-
Lumbrical
normal
normal
PEMERIKSAAN FISIK / LGS
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
Luas Gerak Sendi
Aktif
Aktif
Pasif
Pasif
Dextra
Sinistra
Dextra
Sinistra
Abduksi Bahu
0-180
0-180
0-180
0-180
Adduksi Bahu
180-0
180-0
180-0
180-0
Fleksi bahu
0-180
0-180
0-180
0-180
Extensi bahu
0-60
0-60
0-60
0-60
Endorotasi bahu (f0)
90-0
90-0
90-0
90-0
Eksorotasi bahu (f0)
0-90
0-90
0-90
0-90
Endorotasi bahu (f90)
90-0
90-0
90-0
90-0
Eksorotasi bahu (f90)
0-90
0-90
0-90
0-90
Fleksi siku
0-150
0-150
0-150
0-150
Ekstensi siku
150-0
150-0
150-0
150-0
Ekstensi pergelangan tangan
0-70
0-70
0-70
0-70
Fleksi pergelangan tangan
0-80
0-80
0-80
0-80
Supinasi
0-90
0-90
0-90
0-90
Pronasi
0-90
0-90
0-90
0-90
Fleksi jari-jari tangan
0-90
0-90
0-90
0-90
Test Provokasi
kanan
kiri
- Yergason test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Apley scratch test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Moseley test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Adson maneuver
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Tinel test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Phalen test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Prayer test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Finkelstein
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
- Promet test
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
PEMERIKSAAN FISIK
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
I. Anggota Gerak Bawah Inspeksi
kanan
kiri
- Deformitas
:
tidak ada
tidak ada
- Edema
:
tidak ada
tidak ada
- Tremor
:
tidak ada
tidak ada
- Nyeri tekan (lokasi)
:
tidak ada
tidak ada
- Diskrepansi
:
tidak ada
tidak ada
Palpasi
Neurologi
Motorik Gerakan
Kanan
Kiri
luas
Luas
Kekuatan Fleksi paha
5
5
Ekstensi paha
5
5
Ekstensi lutut
5
5
Fleksi lutut
5
5
Dorsofleksi pergelangan kaki
5
5
Kanan
Kiri
Dorsofleksi ibu jari kaki
5
5
Plantar fleksi pergelangan kaki
5
5
Tonus
Eutoni
Eutoni
Tropi
Eutropi
Eutropi
Refleks tendo patella
Normal
Normal
Refleks tendo Achilles
Normal
Normal
Motorik
Refleks Fisiologis
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : L
PEMERIKSAAN FISIK
Refleks Patologis Babinsky
Tidak ada
Tidak ada
Chaddock
Tidak ada
Tidak ada
Sensorik Protopatik
Normal
Proprioseptik
Normal
Vegetatif
Tidak ada Kelainan
Luas Gerak Sendi Aktif Dextra 0- 30
Aktif Sinistra 0-45
Pasif Dextra 0-45
Pasif Sinistra 0-45
Ekstensi paha
0-30
0-30
0-30
0-30
Endorotasi paha
0-35
0-35
0-35
0-35
Adduksi paha
0-15
0-15
0-15
0-15
Abduksi paha
0-45
0-45
0-45
0-45
Fleksi lutut
0-110
0-110
0-110
0-110
Ekstensi lutut
0-100
0-120
0-120
0-120
Dorsofleksi pergelangan kaki
0-20
0-20
0-20
0-20
Plantar fleksi pergelangan kaki
0-50
0-50
0-50
0-50
Inversi kaki
0-35
0-35
0-35
0-35
Eversi kaki
0-20
0-20
0-20
0-20
Luas Gerak Sendi
Fleksi paha
Tes Provokasi Sendi Lutut
kanan
kiri
Stes test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Drawer’s test
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Test tunel pada sendi lutut
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Test homan
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Test lain-lain
tidak dilakukan
tidak dilakukan
PEMERIKSAAN FISIK
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
III. Pemeriksaan Pemeriksaan lainnya Pemeriksaan refleks – refleks primitive pada anak – anak dengan gangguan SSP Righting reaction
: tidak dilakukan
Reaksi keseimbangan
: tidak dilakukan
Pemeriksaan lainnya
: tidak dilakukan
Bowel test / Bladder test -
Sensorik peri anal
: tidak dilakukan
-
Motorik sphincter ani eksternus
: tidak dilakukan
-
BCR
: tidak dilakukan
( Bulbocavernosis Refleks
Fungsi luhur -
Afasia
: tidak ada
-
Apraksia
: tidak ada
-
Agrafia
: belum dapat dinilai
-
Alexia
: belum dapat dinilai
IV. Pemeriksaan Penunjang
A.
Radiologis
: tidak dilakukan
B.
Laboratorium
: tidak dilakukan
C.
Lain-lain CT-Scan/ MRI
: tidak dilakukan
RESUME
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
V. RESUME
Pasien dibawa ke poli Rehabilitasi Medik RSMH dengan keluhan anak belum dapat berbicara dengan jelas pada saat usia saat ini. Hal ini dirasakan oleh ibu sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Ibu menyadari jika anaknya tidak sama dengan anak lainnya yang seusia pasien saat ini. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya belum bisa berbicara, hanya bicara (mengoceh) tanpa arti. Ibu pasien juga mengatakan, anaknya belum bisa mengucapkan “papa -mama” secara spesifik, bahasa yang diucapkan tidak bisa dimengerti, dipanggil tidak menoleh, diberi perintah tidak dilakukan, serta bila menginginkan sesuatu tidak meminta dengan mengucapkan namun dengan menarik tangan ibunya. Ibu pasien juga mengaku anaknya sangat senang berlari dan melompat, cenderung suka main sendiri dan sangat aktif serta tidak dapat fokus pada satu hal dan cenderung asik dengan dunianya sendiri. Saat ini anak baru bisa mengoceh tanpa arti dan belum bisa membentuk kalimat. Pasien sulit untuk tidur malam, tidur malam selalu diatas jam 22.00. Pasien juga sulit untuk tidur siang, sangat jarang sekali tidur siang. Hal ini semakin lama semakin sulit bagi anak untuk dapat diam ketika anak mulai dapat aktif bermain sendiri dan bertambah parah pada satu tahun ini. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka berlari tanpa tujuan dan melompat kesana sini, serta susah bila diajak bermain dengan orang lain. Anak sering mengoceh sendiri, dengan kata kata yang tidak bisa dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa sendiri bila memandangi sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah patah kata, tidak pernah bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa mengerti perintah jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain, Nafsu makan pasien berubah-ubah seringkali baik, namun kadang buruk dan hanya mau minum susu melalui dot saja. Tidak ada keluhan lain yang diderita anak, tidak ada muntah, Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pasien tidak kooperatif dan perhatiannya buruk. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis autisme
EVALUASI / DIAGNOSIS
VI. EVALUASI
DIAGNOSIS KLINIS
Diagnosis: Autisme
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
PROGRAM REHABILITASI
VII. PROGRAM REHABILITASI MEDIK
Fisioterapi
Terapi Panas
: tidak dilakukan
Terapi Dingin
: tidak dilakukan
Stimulasi Listrik
: tidak dilakukan
Terapi Latihan
: Tidak dilakukan
Okupasi Terapi ROM Exercise ADL Exercise Ortotik Prostetik Ortotic Prostetik Alat bantu ambulansi Terapi Wicara Afasia Disartria Disfagia Social Medik
: Tidak ada : Dilakukan : Tidak ada : Tidak Ada : Tidak ada : Dilakukan : Tidak Dilakukan : Tidak Dilakukan : Memberikan support mental dan memberikan terapi kepada pasien
Edukasi
:
❖
Konsul ke dokter spesialis kejiwaan, untuk pertimbangan penggunaan terapi medikamentosa
❖
Konsul ke bagian rehabilitasi medik untuk dilakukan terapi wicara dan okupasi
TERAPI PROGNOSA / FOLLOW UP
Ruang : POLIKLINIK
No.Rek.Med : 1045276
Nama : ARKAN PUTERA. C
Umur / Jenis : 3 TAHUN/ L
VIII. TERAPI MEDIKAMENTOSA
-
IX
Risperidon 0,1 mg + Vitamin B kompleks 1⁄2 tablet dalam sediaan pulveres. Diminum 2x1 hari.
. PROGNOSA
- Medik
: Bonam
- Fungsional
: Dubia ad bonam
X . FOLLOW UP Tanggal
: 8 Mei 2018
Keluhan
: Anak belum dapat berbicara dengan jelas pada usia saat ini (3 tahun)
Pemeriksaan Umum
: Tekanan Darah Nadi
Pernafasan Suhu VAS Score Keadaan khusus
: tidak dilakukan
: 90/60 mm/Hg : 100x/menit, isi cukup irama teratur : 30x/menit : 36,5oC :1
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi Autisme
Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autism berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri. Autisme merupakan salah satu kelompok gangguan pada anak yang ditandai dengan munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi sosial, dan perilakunya (Sadock, 2007).
B.
Epidemiologi
Penyandang autisme pada anak ( autisme infantile) dalam kurun waktu 10 sampai 20 tahun terakhir semakin meningkat di dunia. Prevalensi anak autis di dunia pada tahun 1987 diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1 berbanding 500 kelahiran. Sedangkan, pada tahun 2000 prevalensi anak autisme meningkat menjadi 1 banding 150 kelahiran dan tahun 2001 perbandingannya
berubah
menjadi
1:100
kelahiran.
Secara
global
prevalensinya berkisar 4 per 10.000 penduduk, dan pengidap autisme lakilaki lebih banyak dibandingkan wanita (lebih kurang 4 kalinya). Sedangkan penyandang autis di Indonesia diperkirakan lebih dari 400.000 anak (Lubis, 2009). Penelitian yang dilakukan di Brick Township, New Jersey (Bertrand, 2001) melaporkan angka prevalensi autis yaitu 40 per 10.000 untuk anak 310 tahun dengan autisme dan 67 per 10.000 untuk seluruh spektrum autisme pada anak-anak. Penelitian terbaru di Canada menyatakan bahwa prevalensi
autisme mencapai 0,6 sampai 0,7% atau satu berbanding 150 kelahiran (Fombonne, 2009).
C.
Etiologi
Etiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang menjelaskan tentang aurisme infantil yaitu: 1. Teori psikoanalitik Teori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967) menyatakan bahwa autisme terjadi karena penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan persaan negatif mereka. Anak
tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki dampak
apapun pada dunia sehingga menciptakan “benteng kekosongan” untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan (Lubis, 2009). 2. Genetik Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali beresiko lebih tinggi dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara kandung yang juga autis sekitar 3% (Kasran, 2003). Kelainan dari gen pembentuk
metalotianin
juga
berpengaruh
pada
kejadian
autis.
Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme kontrol tubuh terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat, pematangan saluran cerna,
dan
penguat
sistem
imun.
Disfungsi
metalotianin
akan
menyebabkan penurunan produksi asam lambung, ketidakmampuan tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sisten imun yang sering ditemukan pada orang autis. Teori ini juga dapat menerangkan penyebab lebih berisikonya laki-laki dibanding perempuan. Hal ini disebabkan karena sintesis metalotianin ditingkatkan oleh estrogen dan progesteron (Kasran, 2003). 3. Studi biokimia dan riset neurologis Pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik yang kurang
berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar. Penelitian ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di serebelum. Dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada individu autistik secara nyata lebih kecil dari pada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab atas perhatian. Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita penderita autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan serebrospinal dibandingkan dengan orang normal (Kasran,2003).
D.
Patogenesis Autisme
Penyebab terjadinya autisme sangat beraneka ragam dan tidak ada satupun yang spesifik sebagai penyebab utama dari autisme. Ada indikasi bahwa faktor genetik berperan dalam kejadian autisme. Dalam suatu studi yang melibatkan anak kembar terlihat bahwa dua kembar monozygot (kembar identik) kemungkinan 90% akan sama-sama mengalami autisme; kemungkinan pada dua kembar dizygot (kembar fraternal) hanya sekitar 510% saja (Kasran, 2003). Sampai sejauh ini tidak adagen spesifik autisme yang teridentifikasi meskipun baru-baru ini telah dikemukakan terdapat keterkaitan antaragen serotonin-transporter. Selain itu adanya teori opioid yang mengemukakan bahwa autisme timbul dari beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat oleh opioid pada saat usia dini. Opioid kemungkinan besar adalah eksogen dan opioid merupakan perombakan yang tidak lengkap dari gluten dan casein makanan. Meskipun kebenarannya diragukan, teori ini menarik banyak perhatian. Pada dasarnya, teori ini mengemukakan adanya barrier yang defisien di dalam mukosa usus, di darah-otak( blood-brain) atau oleh karena adanya kegagalan peptida usus dan peptida yang beredar dalam darah untuk mengubah opioid menjadi metabolit yang tidak bersifat racun dan menimbulkan penyakit (Kasran, 2003). Barrier yang defektif ini mungkin
diwarisi(inherited ) atau sekunder karena suatu kelainan. Berbagai uraian tentang abnormalitas neural pada autisme telah menimbulkan banyak spekulasi mengenai penyakit ini. Namun, hingga saat ini tidak ada satupun, baik teori anatomis yang sesuai maupun teori patofisiologi autisme atau tes diagnostik biologik yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang sebab utama autisme. Beberapa peneliti telah mengamati beberapa abnormalitas jaringan otak pada individu yang mengalami autisme, tetapi sebab dari abnormalitas ini belum diketahui, demikian juga pengaruhnya terhadap perilaku (Kasran, 2003). Kelainan yang dapat dilihat terbagi menjadi dua tipe, disfungsi dalam stuktur neural dari jaringan otak dan abnormalitas biokimia jaringan otak. Dalam kaitannya dengan struktur otak, pemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistik menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbik yang kurang berkembang yaitu amygdala dan hippocampus. Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input , dan belajar. Peneliti ini juga menemukan adanya defisiensi sel Purkinye di serebelum. Dengan menggunakan magnetic resonance imaging, telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobulus VI dan VII, yang pada individu autistik secara nyata lebih kecil daripada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagai pusat yang bertanggung jawab atas perhatian. Didukung oleh studi empiris neurofarmakologis dan neurokimia pada autisme, perhatian banyak dipusatkan pada neurotransmitter dan neuromodulator, pertama sistem dopamine mesolimbik, kemudian sistem opioid endogen danoksitosin, selanjutnya pada serotonin, dan ditemukan adanya hubungan antara autisme dengan kelainan-kelainan pada sistem tersebut (Kasran, 2003). Sedangkan dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita autistik menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan serebrospinal dibandingkan dengan orang normal. Perlu disinggung bahwa abnormalitas serotonin ini juga tampak pada penderita down syndrome, kelainan hiperaktivirtas, dan depresi unipoler. Juga terbukti bahwa pada individu autistik terdapat kenaikan dari beta-endorphins, suatu substansi di
dalam badan yang mirip opiat. Diperkirakan adanya ketidakpekaan individu autistik terhadap rasa sakit disebabkan oleh karena peningkatan kadar betaendorphins ini (Kasran, 2003).
E.
Karakteristik, Gambaran Klinis, Kriteria Diagnosis, dan Diagnosis Banding Autisme Infantil 1. Karakteristik
a. Kecenderungannya untuk melengkungkan punggungya ke belakang menjauhi pengasuhnya atau yang merawatnya, untuk menghindari kontak fisik. Mereka umumnya digambarkan sebagai bayi-bayi yang pasif atau kelewat gaduh (overlay agitated ). Bayi yang pasif adalah mereka yang kebanyakan diam sepanjang waktu dan tidak banyak tuntutan pada orangtuanya. Sedangkan bayi yang gaduh adalah yang hampir selalu menangis tidak ada hentinya pada waktu terjaga (Rapin, 1997). Kira-kira
separuh
dari
anak-anak
autistik
menunjukkan
perkembangan yang normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian gejala-gejala autisme mulai timbul. Individu demikian ini sering disebut sebagai menderita autisme “regresif”. Dibandingkan temanteman sebayanya, anak-anak autistik seringkali ketinggalan dalam hal komunikasi, ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping itu, perilaku disfungsional mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan perilaku
yang
tidak
bertujuan
(non-goal
directed
behavior )
(mengayun-ayunkan badan tiada hentinya, melipatlipat tangan), mencederai diri sendiri, bermasalah dalam makan dan tidur, tidak peka terhadap rasa sakit. Perilaku mencederai diri sendiri seperti menggigit diri sendiri dan membenturkan kepala mungkin merupakan bentuk stereotipi yang berat dan menurut teori yang baru disebabkan oleh peningkatan endorphin (Rapin, 1997). b. Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik adalah perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk
melakukan atau berada dalam keadaan yang sama terus-menerus. Apabila seseorang berusaha untuk mengubah aktivitasnya, meskipun kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu perilaku ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum).Sebagian dari individu yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang terjadi; masalah gangguan perilaku biasa menjadi lebih sering dan lebih berat pada periode ini. Namun demikian, masih banyak juga anak-anak autistik yang melewati masa pubertasnya dengan tenang. Umumnya gejala autisme berupa suatu gangguan sosiabilitasnya, kelainan komunikasi timbal-balik verbal dan nonverbal serta defisit minat dan aktivitas anak. Meskipun kurangnya dorongan untuk berkomunikasi atau menahan bicara memegang peranan pada semua anak
yang
pendiam,
anak-anak
dengan
autisme
benar-benar
mengalami gangguan berbahasa. Pemahaman dan penggunaan bahasa untuk komunikasi serta gerak tubuh( gesture) benar-benar defisien. Ketidakmampuan
untuk
menerjemahkan
stimuli
akustik
menyebabkan anak-anak autistik mengalami agnosia auditorik verbal; mereka tidak mengerti bahasa atau hanya mengerti sedikit sehingga tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi nonverbal (Rapin, 1997). c. Anak-anak dengan autisme yang tidak begitu berat, dengan kelainan reseptif-ekspresif, menunjukkan daya pengertian ( comprehension) yang lebih baik dari pada kemampuannya untuk berekspresi sehingga pada mereka itu tampak artikulasinya buruk dan mereka tidak memiliki kepandaian gramatis. Kelompok anak-anak autistik lain yang kepandaian bicaranya terlambat, mungkin dapat berkembang cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan kalimatkalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung repetitif, non-komunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia yang berkelebihan (Rapin, 1997).
d. Sekitar
75%
penderita
autisme
adalah
mereka
dengan
keterbelakangan mental (mentally retarded ). Derajat kognitif individu ini secara bermakna berkaitan dengan beratnya gejala autisme. Tes IQ pra-sekolah tidak dapat meramalkan hasil yang dapat diandalkan karena beberapa anak dengan program perawatan yang efektif menunjukkan perbaikan yang nyata. Hasil dari uji neuropsikologis secara khas menunjukkan suatu profil kognitif yang tidak merata, di mana keterampilan nonverbal umumnya lebih tinggi dari pada keterampilan verbal (kecuali pada sindrom asperger di mana pola yang sebaliknya terlihat). Pemahaman yang buruk dari apa yang orang lain pikirkan, menetap sepanjang hidup dan kreativitas mereka biasanya terbatas. Anak-anak autistik dapat menunjukan reaksi yang paradoksikal
terhadap
suatu
stimuli
sensori;
kadang-kadang
hipersensitif dan kadang-kadang tidak menghiraukan suara atau bunyi tertentu, stimuli taktil atau rasa sakit. Persepsi visual biasanya jauh lebih baik dari pada persepsi auditorik (Rapin, 1997). 2. Gambaran Klinis
Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak. Usia anak dimana sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci untuk segera melakukan intervensi berupa pelatihan dan pendidikan dini. National Academy of Science USA menganjurkan bahwa pendidikan dini
merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak dengan sindroma autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa sindroma autisme merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam bidang sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan sebelum lahir) sangat penting untuk upaya penanggulangan. Gejala autisme infantil dapat timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Hal yang sangat
menonjol adalah tidak ada kontak mata dan kurang minat untuk berinteraksi dengan orang lain. Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup dalam autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu: a.
Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak social ke dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. Gangguan dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri. b. Kelemahan kognitif
Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental (IQ < 70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal yang berkaitan dengan kemampuan sensori montor. Terapi yang dijalankan anak autis meningkatkan hubungan social mereka tapi tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan pengaruh penarikan diri dari lingkungan social. c.
Kekurangan dalam bahasa
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti terlambat bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara, yang
lainnya
hanya
mengoceh,
merengek,
menjerit,
atau
menunjukkan ekolali, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain. Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV, atau potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya
anak autism tidak dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak dapat terlibat dalam pembicaraan normal. d. Tingkah laku stereotip
Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya perlaku yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton. Anak autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus menerus tanpa tujuan yang jelas. Sering berputar-putar, berjingkat jingkat, dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menariknarik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya pada roda mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan lingkungan dan kebiasaan yang monoton. 3. Kriteria Diagnosis Gangguan Autisme
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan autisme adalah: A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari 1 dan satu masing-masing dari 2 dan 3: 1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut: a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap rutinitas dalam interaksi sosial. b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai tingkat perkembangannya.
c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat atau
pencapaian
akan
orang
lain,
seperti
kurang
memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek yang menarik. d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil. 2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai menifestasi paling sedikit satu dari yang berikut: a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara (tidak
menyertai
usaha
mengimbangi
cara
komunikasi
alternatif seperti gerak isyarat atau gerak meniru-niru) b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau meneruskan pembicaraan orang lain. c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata aneh. d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau pura-pura bermain seuai tingkat perkembangan. 3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut: a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau kelainan dalam intensitas maupun focus perhatian akan sesuatu yang terbatas. b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau ritual pun tidak fungsional. c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar arah jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh tubuhnya. d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip. B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang berikut ini dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun : 1. Interaksi sosial 2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
3. Permainan simbol atau imaginatif. C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan disintegrasi masa anak. Autisme infantil berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara lain: a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun. b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini berbentuk tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio emosional yang tampak bagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social dan lemah dalam integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurangnya respon timbal balik sosial emosional. c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial; buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan modulasi
komunikatif;
dan
kurangnya
isyarat
tubuh
untuk
menekankan atau mengartikan komunikasi lisan. d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak, terdapat kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang
sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik dengan perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam rumah). e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas seperti ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat (terpertantrum) dan agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika terkait dengan retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autis kurang dalam spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan baik). Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun untuk dapat menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis pada semua usia. 4. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding autisme infantil, antara lain: a. Gangguan perkembangan pervasif yang lainnya Beberapa kelainan yang dimasukkan dalam kelompok ini adalah anak-anak yang mempunyai ciri-ciri autisme, yaitu gangguan perkembangan sosial, bahasa, dan perilaku, namun cirri lainnya berbeda dengan autism infantil. Gangguan ini adalah sebagai berikut: 1) Sindroma Rett Sindroma Rett adalah penyakit otak yang progresif tapi khusus mengenai anak perempuan. Perkembangan anak sampai usia 5 bulan normal, namun setelah itu mundur. Umumnya
kemunduran yang terjadi sangat parah meliputi perkembangan bahasa, interaksi social maupun motoriknya. 2) Sindroma Asperger Pada sindroma Asperger mempunyai ketiga ciri autism namun masih memiliki intelegensia yang baik dan kemampuan bahasanya juga hanya terganggu dalam derajat ringan. Oleh karena itu, sindroma Asperger sering disebut sebagai “high functioning autism”. Gangguan Asperger berbeda berbeda dengan autism infantil. Onset usia autisme infantile terjadi lebih awal dan tingkat keparahannya lebih parah dibandingkan gangguan Asperger. Pasien
autisme
infantil
menunjukkan
penundaan
dan
penyimpangan dalam kemahiran berbahasa serta adanya gangguan kognitif. Oral vocabulary test menunjukkan keadaan yang lebih baik pada gangguan Asperger. Defisit sosial dan komunikasi lebih berat pada autisme. Selain itu ditemukan adanya manerisme motorik sedangkan pada gangguan Asperger yang menonjol adalah perhatian terbatas dan motorik yang canggung, serta gagal mengerti isyarat nonverbal. Lebih sulit membedakan gangguan Asperger
dengan
autisme
infantil
tanpa
retardasi
mental.
Gangguan Asperger biasanya memperlihatkan gambaran IQ yang lebih baik daripada autisme infantil, kecuali autisme infantil high functioning. Batas antara gangguan Asperger dan high functioning autism untuk gangguan berbahasa dan gangguan belajar sangat
kabur. Gangguan Asperger mempunyai verbal intelligence yang normal sedangkan autisme infantil mempunyai verbal intelligence yang kurang. Gangguan Asperger mempunyai empati yang lebih baik dibandingkan dengan autisme infantil, sekalipun keduanya mengalami kesulitan berempati 3) Sindroma Disintegratif
Sindroma ini ditandai dengan kemunduran dari apa yang telah dicapai setelah umur 2 tahun, paling sering sekitar umur 3-4 tahun. Gangguan ini sangat jarang terjadi dan paling sering mengenai anak laki-laki dibanding perempuan. b. Gangguan perkembangan bahasa (disfasia) Disfasia terjadi karena gangguan perkembangan otak hemisfer kiri, sebagai daerah pusat berbahasa. Ada beberapa subtipe gangguan ini yang menyerupai dengan autism infantil khususnya ditinjau dari perkembangan bahasa wicaranya. Bedanya pada disfasia tidak terdapat perilaku repetitive maupun obsesif. Kriteria
Autisme Infantil
Disfasia
Insidensi
2-5 dalam 10.000
5 dalam 10.000
Ratio jenis kelamin
3-4 : 1
sama
(Laki-laki:Perempuan) Riwayat keluarga adanya
atau
hampir
sama 25 % kasus
25 % kasus
Ketulian yang berhubungan
sangat jarang
tidak jarang
Komunikasi nonverbal
tidak ada/rudimenter
Ada
Kelainan bahasa (misalnya
lebih sering
lebih jarang
Gangguan artikulasi
lebih jarang
lebih sering
Tingkat intelegensia
sering terganggu parah
walaupun mungkin
keterlambatan bicara / gangguan bahasa
ekolalia, frasa stereotipik di luar konteks)
terganggu, seringkali kurang parah Pola test IQ
tidak rata, rendah pada
lebih rata, walaupun
skor verbal, rendah
IQ verbal lebih rendah
pada sub test
dari IQ kinerja
pemahaman Perilaku autistik, gangguan
lebih sering dan lebih
kehuidupan sosial, aktivitas parah
tidak ada atau jika ada, kurang parah
stereotipik dan ritualistic Permainan imaginative
tidak ada/rudimenter
biasanya ada
c. Skizofrenia dengan onset masa anak-anak Skizofrenia jarang pada anak-anak di bawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autistik. Kriteria
Autisme Infantil
Skizofrenia dengan onset masa anak-anak
Usia onset
5 tahun
Insidensi
2-5 dalam 10.000
Tidak diketahui, kemungkinan sama atau bahkan lebih jarang
Rasio jenis kelamin
3-4:1
1,67:1
(Laki-laki:Perempuan) Status sosioekonomi
Penyulit prenatal dan
Lebih
sering
pada
Lebih
sering
pada
sosioekonomi tinggi
sosioekonomi rendah
Lebih sering pada
Lebih jarang pada
perinatal dan disfungsi otak gangguan
skizofrenia
autistik Karakteristik perilaku
Gagal untuk
Halusinasi dan
mengembangkan
waham, gangguan
hubungan : tidak ada
pikiran
bicara (ekolalia); frasa stereotipik; tidak ada atau buruknya pemahaman bahasa; kegigihan atas kesamaan dan stereotipik. Fungsi adaptif
Biasanya
selalu
Pemburukan fungsi
terganggu Tingkat inteligensi
Pada sebagian besar
Dalam rentang normal
kasus subnormal,
sering
terganggu parah (70%) Kejang grand mal
4-32%
Tidak ada atau insidensi rendah
d. Retardasi Mental (RM) Hal yang tidak mudah untuk membedakan autisme infantil dengan retardasi mental, sebab autisme juga sering disertai retardasi mental. Kira-kira 40% anak autistik adalah teretardasi sedang, berat atau sangat berat, dan anak yang teretardasi mungkin memiliki gejala perilaku yang termasuk ciri autistik. Pada retardasi mental tidak terdapat 3 ciri pokok autism secara lengkap. Retardasi mental adalah gangguan intelegensi, biasanya diketahui setelah anak sekolah karena ketidaksanggupan anak mengikuti
pelajaran formal. Pembagian
retardasi mental mental dilihat dari kemampuan Intelligent Quetient (IQ), retardasi mental ringan IQ 55-70, RM sedang IQ 40-55, RM
berat 25-40, RM sangat berat IQ < 25. Ciri utama yang membedakan antara gangguan autistik dan retardasi mental adalah: 1) Anak teretardasi mental biasanya berhubungan dengan orang tua atau anak-anak lain dengan cara yang sesuai dengan umur mentalnya. 2) Mereka menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. 3) Mereka memilki sifat gangguan yang relatif tetap tanpa pembelahan fungsi e.
Afasia didapat dengan kejang
Afasia didapat dengan kejang adalah kondisi yang jarang yang kadang sulit dibedakan dari gangguan autistik dan gangguan disintegratif masa anak-anak. Anak-anak dengan kondisi ini normal untuk beberapa tahun sebelum kehilangan bahasa reseptif dan
ekspresifnya selama periode beberapa minggu atau beberapa bulan. Sebagian akan mengalami kejang dan kelainan EEG menyeluruh pada saat onset, tetapi tanda tersebut biasanya tidak menetap. Suatu gangguan yang jelas dalam pemahaman bahasa yang terjadi kemudian, ditandai oleh pola berbicara yang menyimpang dan gangguan bicara. Beberapa anak pulih tetapi dengan gangguan bahasa residual yang cukup besar f.
Ketulian kongenital atau gangguan pendengaraan parah
Anak-anak autistik sering kali dianggap tuli oleh karena anakanak tersebut sering membisu atau menunjukkan tidak adanya minat secara selektif terhadap bahasa ucapan. Ciri-ciri yang membedakan yaitu bayi autistik mungkin jarang berceloteh sedangkan bayi yang tuli memiliki riwayat celoteh yang relatif normal dan selanjutnya secara bertahap menghilang dan berhenti pada usia 6 bulan-1 tahun. Anak yang tuli berespon hanya terhadap suara yang keras, sedangkan anak autistik mungkin mengabaikan suara keras atau normal dan berespon hanya terhadap suara lunak atau lemah. Hal yang
terpenting,
audiogram
atau
potensial
cetusan
auditorik
menyatakan kehilangan yang bermakna pada anak yang tuli. Tidak seperti anak-anak autistik, anak-anak tuli biasanya dekat dengan orang tuanya, mencari kasih sayang orang tua dan sebagai bayi senang digendong. g. Pemutusan psikososial
Gangguan parah dalam lingkungan fisik dan emosional (seperti pemisahan dari ibu, kekerdilan psikososial, perawatan di rumah sakit, dan gagal tumbuh) dapat menyebabkan anak tampak apatis, menarik diri, dan terasing. Keterampilan bahasa dan motorik dapat terlambat. Anak-anak dengan tanda tersebut hamper selalu membaik dengan cepat
jika
ditempatkan
dalam
lingkungan
psikososial
yang
menyenangkan dan diperkaya, yang tidak terjadi pada anak autistik.
F.
Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri Autisme Infantil 1. Anamnesis
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat sejak lahir. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia: a.
Usia 0-6 bulan 1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis) 2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik 3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi 4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu 5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan 6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b.
Usia 6-12 bulan 1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis) 2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik 3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan 4) Sulit bila digendong 5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan 6) Tidak ditemukan senyum sosial 7) Tidak ada kontak mata 8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c.
Usia 1-2 tahun 1) Kaku bila digendong 2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da) 3) Tidak mengeluarkan kata 4) Tidak tertarik pada boneka 5) Memperhatikan tangannya sendiri 6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus 7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d.
Usia 2-3 tahun
1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain 2) Melihat orang sebagai “benda” 3) Kontak mata terbatas 4) Tertarik pada benda tertentu 5) Kaku bila digendong e.
Usia 4-5 tahun 1) Sering didapatkan ekolalia (membeo) 2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar) 3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah 4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala) 5) Temperamen tantrum atau agresif Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak
semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu (Sartika, Dinda. 2011): a.
Interaksi sosial 1) tidak tertarik bermain bersama teman 2) lebih suka menyendiri 3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan 4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan
b.
Komunikasi 1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada 2) senang meniru atau membeo (ekolali) 3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna 4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti orang lain 5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut tanpa mengerti artinya
6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit bicara (kurang verbal) sampai usia dewasa c.
Pola bermain 1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya 2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, gasing. 3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau rodanya diputar-putar. 4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana.
d.
Gangguan sensoris 1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga 2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda. 3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit.
e.
Perkembangan terlambat atau tidak normal 1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya dalam keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi. 2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya, kemusian menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat bicara kemudian hilang.
f.
Penampakan gejala 1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil. Biasanya sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada. 2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak berkurang. Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :
a.
Perilaku
1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyanggoyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan gerakan yang diulang-ulang. 2) tidak suka pada perubahan 3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong b.
Emosi 1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan. 2) kadang suka menyerang dan merusak. 3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri 4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
2. Pemeriksaan Psikiatri
a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa b. Kesadaran : compos mentis c. Sikap : hipoaktif d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi e. Orientasi : baik/buruk f. Bentuk pikir : autistik g. Isi pikir : waham bizarre h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi i.
Roman muka : sedikit mimik
j.
Afek : inappropiate
k. Persepsi : halusinasi (+) l.
Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum
m. Hubungan jiwa : sulit n. Insigth : buruk
G. Penatalaksanaan Autisme
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat menyembuhkan autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang
bersifat seratogenik dapat mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan perubahan-perubahan iklim
perasaan,
tetapi
masih
diperlukan
suatu
penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini (Kasran, 2003). Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang paling penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode Lovaas adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui
program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu: 1.
Kemampuan memperhatikan Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau objek yang ada disekelilingnya.
2.
Kemampuan menirukan Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian.
3.
Bahasa reseptif Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
4.
Bahasa ekspresif Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi dengan
ekspresi
wajah,
gerakan
tubuh
dan
akhirnya
dengan
menggunakan kata-kata atau berkomunikasi verbal. 5.
Kemampuan praakademis Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan
yang
mengajarkan
anak
tentang
emosi,
hubungan
ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus di lingkungannya seperti bunyi-
bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di sekitarnya. 6.
Kemampuan mengurus diri sendiri Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang disebut toilet traning. Kemudian tahap selanjutnya melatih mengenakan pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.
H. Prognosis
Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1.
Berat ringannya gejala atau kelainan otak.
2.
Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
3.
Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
4.
Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang berbeda-beda.
5.
Terapi yang intensif dan terpadu. Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu
komunikasi
dengan
anak.
Penanganan
anak
autisme
memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik. Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan
komunikasi
bahasa
mempunyai
prognosis
yang
baik.
Berdasarkan gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi.
BAB IV ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa Arkan Putera. C, 3 tahun dibawa ibunya ke poliklinik rehabilitasi medik RSMH dengan keluhan belum bisa berbicara. Ibu Arkan mengaku sejak 3 bulan lalu, menyadari jika anaknya tidak sama dengan anak lainnya yang seusia pasien saat ini. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya belum bisa berbicara, hanya bicara (mengoceh) tanpa arti. Ibu pasien juga mengatakan, anaknya belum bisa mengucapkan “papa-mama” secara spesifik, bahasa yang diucapkan tidak bisa dimengerti, dipanggil tidak menoleh, diberi perintah tidak dilakukan, serta bila menginginkan sesuatu tidak meminta dengan mengucapkan namun dengan menarik tangan ibunya. Ibu pasien juga mengaku anaknya sangat senang berlari dan melompat, cenderung suka main sendiri dan sangat aktif serta tidak dapat fokus pada satu hal dan cenderung asik dengan dunianya sendiri. Saat ini anak baru bisa mengoceh tanpa arti dan belum bisa membentuk kalimat. Pasien sulit untuk tidur malam, tidur malam selalu diatas jam 22.00. Pasien juga sulit untuk tidur siang, sangat jarang sekali tidur siang. Hal ini semakin lama semakin sulit bagi anak untuk dapat diam ketika anak mulai dapat aktif bermain sendiri dan bertambah parah pada satu tahun ini. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan, sangat suka berlari tanpa tujuan dan melompat kesana sini, serta susah bila diajak bermain dengan orang lain. Anak sering mengoceh sendiri, dengan kata kata yang tidak bisa dimengerti orang lain, suka tersenyum dan tertawa sendiri bila memandangi sesuatu. Pasien hanya bisa membentuk sepatah patah kata, tidak pernah bisa membentuk sebuah kata lengkap atau kalimat. Tidak bisa mengerti perintah jelas dari orang lain. Sulit diajak komunikasi dengan orang lain, Nafsu makan pasien berubah-ubah seringkali baik, namun kadang buruk dan hanya mau minum susu melalui dot saja. Tidak ada keluhan lain yang diderita anak, tidak ada muntah.
Pada pemeriksaan keadaan umum didapatkan hasil dalam batas normal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan sensorium compos mentis dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Pasien tidak kooperatif dan perhatiannya buruk. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis autisme.
View more...
Comments