Laporan Kasus Abses Paru

July 8, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus Abses Paru...

Description

 

LAPORAN KASUS Abses Paru Dextra + Bronkiektasis + PPOK + Faktor Resiko Hipertensi

Pembimbing :

dr. Omar Akbar  Kolonel Kes. dr. Keman Turnip

Disusun oleh :

dr. Adhiyasa Primagupita

 

PROGRAM DOKTER INTERNSIP RS TNI AU DR. M SALAMUN KOTA BANDUNG 2020

 

BAB I PENDAHULUAN

Abses paru adalah nekrosis jaringan jaringan paru dan pembentukan pembentukan rongga yang berisi sebukan sebukan nekrotik atau cairan yang disebabkan oleh infeksi mikroba. Bila diameterkavitas < 2 cm dan  jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan d inamakan “necrotising pneumonia”. pneu monia”. Abses besar  atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi,  penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus abses abs es paru paru ini berhub berhubunga ungan n dengan dengan karies karies gigi, gigi, epilep epilepsi si tak ter terkont kontrol rol,, kerusa kerusakan kan paru paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari pasca obstruksi. Pada  beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupun anaerob dari koloni oropharing sering menjadi penyebab abses paru. Kesalahan dalam diagnosis dan pengobatan abses paru-paru akan memperburuk kondisi klinis. Penelitian pada penderita Abses paru nosokomial ditemukan kuman aerobseperti aerobs eperti golongan enterobacter enterobacteriaceae iaceae yang terbanyak. terbanyak. Sedangkan Sedangkan penelitian penelitian dengan teknik  teknik   biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. Abses Abs es paru paru dapat dapat diseba disebabka bkan n karena karena penyaki penyakitt Bronki Bronkiekt ektasi asiss yaitu yaitu kelain kelainan an bronku bronkuss dimana terjadi pelebaran atau dilatasi bronkus dan bersifat permanen karena kerusakan struktur  dinding. Bronkiektasis merupakan kelainan saluran pernafasan yang sering kali tidak berdiri sendiri, akan tetapi bagian dari suatu sindrom atau sebagai akibat dari penyulit dari kelianan paru yang lain misalnya PPOK. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular  yang yang menj menjad adii mesa mesala lah h kese keseha hata tan n masy masyar arak akat at di In Indo done nesi sia. a. Pe Peny nyeb ebab abny nyaa anta antara ra la lain in meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor   penjamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya banyakn ya jumlah perokok  khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar  ruangan dan di tempat kerja (PDPI, 2011). Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive  Lung Disease (GOLD), Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas

 

yang tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan  berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas yang  berbahaya. PPOK PPO K merupa merupakan kan salah salah satu satu penyeba penyebab b ganggua gangguan n pernaf pernafasa asan n yang semaki semakin n sering sering dijumpai. Salah satu dampak negatif PPOK adalah penurunan kualitas hidup pasiennya. Hal ini dikarenakan PPOK penyakit paru kronik, progresif yang tidak sepenuhnya reversible. reversible. Salah satu gejalaa PPOK yaitu sesak nafas, akibat sesak nafas yang sering terjadi penderita gejal penderita menjadi menjadi panik, cemas dan frustasi sehingga penderita mengurangi aktifitas untuk menghindari sesak nafas yang menyebabkan penderita tidak aktif. Penderita akan jatuh dalam dekondisi fisik yaitu keadaan merugi mer ugikan kan akibat akibat aktifi aktifitas tas yang rendah rendah dan dapat dapat mempeng mempengaru aruhi hi si siste stem m muskul muskulosk osklet letal, al, respirasi, kardiovaskular dan lainnya. Kemampuan penderita untuk aktivitas fisik juga menurun. Keadaan ini menyebabkan kapasitas fungsional menurun sehingga kualitas hidup juga menurun.

 

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama

: Bp. S

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 54 tahun

Pekerjaan

: Buruh

Suku

: Sunda

Agama

: Islam

Tang Ta ngga gall Pe Peme meri riks ksaa aan n

: 19 Janua anuarri 2020 2020

PRIMARY SURVEY

1. Airway : Pasien tampak sesak  2. Brea eatthing : Laju napas : 28 x/menit Pasien tampak menggunakan otot-otot bantu pernapasan 3. Ci Circ rcul ulat atio ion n: Laju nadi : 104 x/menit Suhu : 36,7 0C 4. Di Disa sabi billity : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5) 5. Exposure : Pasien menggunakan pakaian sesuai usia.

 

ANAMNESIS : Keluhan Utama

Sesak Nafas

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan sesak nafas kurang lebih 1 minggu SMRS dan memberat hari ini.

Keluhan Kel uhan sesak sesak dirasa dirasakan kan sepanj sepanjang ang hari, hari, keluha keluhan n juga juga disert disertai ai dengan dengan batuk batuk dengan dengan lendir  lendir   produktif berwarna kuning dan sempat terdapat gumpalam darah sejak 3 hari. Batuk dirasakan sudah sejak 3 minggu minggu lalu. Keluhan demam naik turun dirasakan sejak 1 minggu lalu, keringat malam kadang dirasakan, penurunan BB yang drastis disangkal dan tidak ada riwayat nyeri dada kiri.

Riwayat Penyakit Dahulu -

Riwayat Nephrotomi Dextra 3 tahun lalu

-

Riwayat PPOK dan dirawat di RS. Salamun 3 bulan lalu.

-

Hipertensi ( Minum obat Candesartan 1x5mg )

Riwayat Penyakit Keluarga -

Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien.

-

Riwayat alergi (-)

-

Riwayat asma (-)

-

Riwayat kelianan ginjal (-)

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak rutin kontrol untuk penyakitnya.

Riwayat Lifestyle

Pasien merokok 1 bungkus lebih per hari.

 

PEMERIKSAAN FISIK  Status Generalis : CM / E4V5M6 Tanda Vital :



TD

: 160/100 mmHg

• •

Nadi Pernafasan

: 104 x / menit, reguler, kuat, isi cukup : 28x / menit,



Suhu

: 36,7 oC



Saturasi

: 88%  96% dengan nasal canul 3L



BB/TB

: 40 kg / 165 cm

Status Lokalis



Kepala

: Normocephal



Teling Telingaa

: Normot Normotia, ia, nyeri nyeri tekan tekan (-/-), (-/-), serume serumen n (-/ (-/-), -), pendeng pendengara aran n baik  baik 



Mata

: Pupil bulat isokor, isokor, Konjungtiva Konjungtiva anemis (-/-), (-/-), Sklera ikterik ikterik (-/-), (-/-),



Mulut

: Bibir kering ((-), stomatitis (-), faring hi hiperemis ((--), T1/T1



Leher

: Benjolan (-)



Jantun Jantung g

: Bunyi Bunyi jantun jantung g s1 – s2 murni murni regule reguler, r, murmur murmur (-) (-),, gallop gallop (-)



Paru

: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-)



Abdomen

: Supel, BU(+) normal, NT (-)



Ekstr Ekstremi emitas tas

: Akral Akral hangat hangat,, crt < 2 detik, detik, edema edema -/-



Kulit

: dbn



Genitalia

: dbn

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi Rutin Leukosit Hematokrit Trombosit Hemoglobin Jumlah Eritros osiit MCV MCH

14.700 /mm3 41 % 331.000 /mm3 13,2 g/dL 4, 4,2 2 jut utaa/mm3 100,4 30,9

GDS Ureum

109 mg/dL 28

 

Kreatinin SGOT SGPT

0,94 19 50

Rontgen Thorax :

Gambaran : -

Cor : Dalam batas normal Pulmo : Hilus kanan berbercak dan melebar, corakan bertam bertambah bah + bayangan masa bulat, dinding tebal + bayangan air fluid level di 2/3 bawah.

Kesan : Abses paru kanan + susp KP kanan

EKG :

 

DIAGNOSIS AWAL -

Abses Paru Kanan + PPOK + Hipertensi

TATALAKSANA -

Konsul dr. Budi, Sp. PD, advis :  

IVFD Asering 20 tpm

 

Levofloxacin 1 x 75mg IV

 

Metronidazol 3 x 500mg IV

 

Omeprazole Inj 2 x 1 IV

 

PCT tab 3 x 500mg PO

 

 Nebulizer Combivent 1 amp tiap 8 jam

 

Amlodipin 1 x 10mg PO

 

Rencana USG Upper Abdomen

PROGNOSIS

Ad vitam

: ad bonam

Ad fungsionam

: ad bonam

Ad sanationam

: ad bonam

 

FOLLOW UP RUANGAN

Tanggal 20 Januari 2020

S O

Sesak masi asih terasa, batuk masi asih ad adaa, demam masih. KU: CM TD : 130/80  N : 115x/menit R : 21x/m S: 38.3 oC

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Kesan USG Upper Abdomen :

A P

-

Hepar : Echogenitas parenkim normal, tekstur halus homogen, tidak tampak massa.

-

Empedu : Dinding tidak menebal, tidak tampak batu.

-

Limpa : Tidak membesar, V. Lienalis tidak melebar.

Pancreas : Normal, tidak tampak kalsifikasi/massa, ductus tak melebar. Abses Paru aru Kanan + Sus Susp TB Paru + HT + Riway ayaat PPOK  - IVFD Asering 20 tpm - Levofloxacin 1 x 75mg IV - Metronidazol 3 x 500mg IV - Omeprazole Inj 2 x 1 IV - PCT tab 3 x 500mg PO -  Nebulizer Combivent 1 amp tiap 8 jam - Amlodipin 1 x 10mg PO - Cek LED - Cek BTA Sputum

Tanggal 21 Januari 2020

S O

Sesak sud udaah be berrkur uraang, d deemam (-), batuk masih ad ada. KU: CM TD : 120/70  N : 67x/menit R : 20x/m

 

S: 36.3 oC

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Hasil LED : 37 mm/jam BTA Sputum Pagi : Negatif  A P

BTA Sputum Sewaktu : Negatif  Abses Paru Kanan + PPOK + HT - IVFD Asering 20 tpm - Levofloxacin 1 x 75mg IV - Metronidazol 3 x 500mg IV - Omeprazole Inj 2 x 1 IV - PCT tab 3 x 500mg jika perlu -  Nebulizer Combivent 1 amp tiap 8 jam - Amlodipin 1 x 10mg PO - Foto Thorax ulang

Tanggal 22 Januari 2020

S O

Sesak sud udaah be berrkur uraang, d deemam (-), batuk masih ad ada. KU: CM TD : 130/90  N : 90x/menit R : 24x/m S: 36.1 oC

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-)

Foto Thorax ulang : Cor : Tidak membesar, sinus kanan tumpul dan diafragma normal. Pulmo : Hilus normal. Corakan paru dikanan bawah bertambah retikuler 

 

menyerupai sarang tawon. Tampak rongga berdinding tebal dengan air fluid level disertai sedikit bercak lunak disekitarnya di infrahiler kanan. A P

Kesan : Abses paru kanan disertai bronkhiektasi Abses Paru Kanan + Bronkiektasis + PPOK + HT - IVFD Asering 20 tpm - Levofloxacin stop - Cefixime 2 x 200mg - Metronidazol 3 x 500mg IV - Omeprazole Inj 2 x 1 IV - PCT tab 3 x 500mg jika perlu -  Nebulizer Combivent 1 amp jika perlu - Amlodipin 1 x 10mg PO - Codein 3 x 10mg

Tanggal 23 Januari 2020

S O

Sesak seri ering mun unccul llaagi, de demam ((+ +), ba batuk ma masih ad ada. KU: CM TD : 110/70  N : 102x/menit R : 26x/m S: 38 oC SpO2 : 92 % dengan O2 4L

A P

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-) Abses Kanan + Bronkiektasis + PPOK + HT - IVFD Asering 20 tpm - Cefixime 2 x 200mg - Metronidazol 3 x 500mg IV - Omeprazole Inj 2 x 1 IV - PCT tab 3 x 500mg PO -  Nebulizer Combivent 1 amp dilanjutkan - Amlodipin 1 x 10mg PO - Codein 3 x 10mg

Tanggal 24 Januari 2020

S

Sesak nafas (+) , demam (-), batuk masih ada.

O

KU: CM

 

TD : 110/60  N : 92x/menit R : 24x/m S: 36.1 oC SpO2 : 94% dengan O2 4L

A P

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-) Abses Paru Kanan + Bronkiektasis + PPOK + HT - IVFD Asering 20 tpm - Cefixime 2 x 200mg - Metronidazol 3 x 500mg IV - Omeprazole Inj 2 x 1 IV - PCT tab 3 x 500mg PO -  Nebulizer Combivent 1 amp dilanjutkan - Amlodipin 1 x 10mg PO - Codein 3 x 10mg

Tanggal 25 Januari 2020

S O

Sesak nafas (+) , demam (-), batuk masih ada. KU: CM TD : 120/70  N : 92x/menit R : 22x/m S: 36.8 oC SpO2 : 92

A P

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/+), wheezing (-/-) Abses Paru Kanan + Bronkiektasis + PPOK + HT - IVFD Asering 20 tpm - Cefixime 2 x 200mg - Metronidazol 3 x 500mg IV - Omeprazole Inj 2 x 1 IV - PCT tab 3 x 500mg PO -  Nebulizer Combivent 1 amp dilanjutkan

 

-

Amlodipin 1 x 10mg PO Codein 3 x 10mg

Tanggal 26 Januari 2020

S

Sesak nafas be berrkur uraang , demam ((-), bat atu uk ma masih ada.

O

KU: CM TD : 120/80  N : 84x/menit R : 22x/m S: 36.5 oC SpO2 : 96%

A P

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/-), wheezing (-/-) Abses Paru Kanan + Bronkiektasis + PPOK + HT -

IVFD Asering 20 tpm Cefixime 2 x 200mg Metronidazol 3 x 500mg IV Omeprazole Inj 2 x 1 IV PCT tab 3 x 500mg PO  Nebulizer Combivent 1 amp dilanjutkan Amlodipin 1 x 10mg PO Codein 3 x 10mg

Tanggal 27 Januari 2020

S

Sesak nafas be berrkur uraang , demam ((-), bat atu uk ma masih ada.

O

KU: CM TD : 120/80  N : 82x/menit R : 24x/m S: 36.6 oC SpO2 : 96%

A P

Thorax: VBS ka menurun – ki (+) , rhonki (+/-), wheezing (-/-) Abses Paru Kanan + Bronkiektasis + PPOK + HT - BLPL - Kontrol Poli Poli Penyakit Dalam / Paru - Metronidazole 500mg 3 x 1 PO

 

-

Cefixime 200mg 2 x 1 PO Omeprazole Cap 2 x 1 PO Amlodipin tab 10mg 1 x 1 PO Codein 10mg 3 x 1 PO

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSES PARU

I.

PENDAHULUAN

Abses Abs es paru adalah adalah suatu suatu kavitas kavitas

dalam dalam jaringan jaringan paru yang berisi berisi materi material al

 purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi . Bi Bila la di diam amet eter er ka kavi vita tass < 2 cm da dan n juml jumlah ahnya nya ba bany nyak ak (mul (multi tipl plee smal smalll ab absc sces esse ses) s) di dina nama maka kan n “n “nec ecro roti tisi sing ng pn pneu eumo moni nia” a”.. Abse Absess besar besar at atau au abses abses ke keci cill memp mempun unyai yai manifesta manife stasi si klinik klinik berbed berbedaa namun namun mempun mempunyai yai predis predispos posisi isi yang sama sama dan prinsi prinsip p diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya sebelu mnya dan penyalahgunaan penyalahgunaan

alkohol. alkohol. Pada negara-negara negara-negara maju maju jarang dijumpai dijumpai

kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru. Penelit Pene litian ian pada pada penderi penderita ta Abses Abses paru paru nosoko nosokonia niall dit ditemu emukan kan kuman kuman aerob aerob sepert sepertii golongan enterobacteriaceae enterobacteriaceae yang  yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi  perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. Pada umumnya umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik antibiotik sebagai sebagai terapi terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih mas ih efekti efektif, f, terapi terapi kombin kombinasi asi masih masih member memberika ikan n bebera beberapa pa permas permasala alahan han sebaga sebagaii  berikut: 1. Waktu Waktu perawa perawatan tan di RS yang yang lama lama 2. Potens Potensii reaks reaksii kerac keracunan unan obat obat tingg tinggii

 

3. Mendorong Mendorong terjadinya terjadinya resistensi resistensi antibiotik antibiotika. a. 4. Adanya super super infeksi infeksi bakteri bakteri yang mengaki mengakibatkan batkan Nosokoni Nosokonial al Pneumoni. Pneumoni. Te Tera rapi pi ideal ideal ha haru russ berda berdasa sark rkan an penem penemua uan n ku kuma man n penye penyebab babny nyaa se seca cara ra kultu kulturr da dan n sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan  prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada.

II.

EPIDEMIOLOGI Mortalitas/Morbiditas

Kebanyakan pasien dengan abses paru primer dapat sembuh dengan antibiotik, dengan tingkat kesembuhan rata-rata sebanyak 90-95%. Faktor Fakt or host host yang menyeb menyebabka abkan n prognos prognosis is membur memburuk uk antara antara lai lain n usia usia lanjut lanjut,, ke kekur kuran angan gan tena tenaga ga,, maln malnut utri risi si,, infe infeks ksii HI HIV V at atau au be bent ntuk uk la lain in im imuno unosu supr pres esi, i, keganasan, dan durasi gejala lebih dari 8 minggu. Tingkat kematian untuk pasien dengan status imunokompromis mendasar atau obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai 75%. Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat menghasilkan  prognosa yang buruk. Sebuah Sebua h studi retrospektif melaporkan tingkat kematian abses  paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%. Seks

Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan. Umur

Abse Ab sess paru paru pada pada umum umumny nyaa terj terjad adii pa pada da pa pasi sien en us usia ia la lanj njut ut di dika kare rena naka kan n mening men ingkat katnya nya penyaki penyakitt period periodont ontal al dan peningk peningkatk atkan an preval prevalens ensii disfag disfagii dan aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal di pusat  perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia rata-rata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun.2 Orang-orang Orangorang tua, orang-orang orang-orang dengan immunocompromise immunocompromise,, malnutrisi, debilitated dan khusus khususnya nya orangorang-ora orang ng yang yang tidak tidak pernah pernah mendapa mendapatka tkan n antibi antibioti otik k adalah adalah orang-orang yang paling rentan dan memiliki prognosis yang paling buruk.

 

  III.

ANATOMI

Paru-p Par u-paru aru memil memiliki iki area area permuk permukaan aan alveol alveolar ar kurang kurang lebih lebih seluas seluas 40 m 2  untuk   pertukaran udara. Tiap paru memiliki bentuk yang menyerupai kerucut, memiliki puncak  yang tumpul yang berbatasan bagian bawah dari kosta pertama, memiliki dasar cekung yang mengikuti bentuk otot diafragma, memiliki permukaan kostovertebra yang luas dan mengik men gikuti uti bentuk bentuk dari dari dindin dinding g thorak thoraks, s, serta serta permuk permukaan aan medias mediastin tinal al cekung cekung yang menyokong perikardium. Terdapat suatu struktur berupa membran pembungkus yang mengelilingi paru-paru disebut pleura. Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Pleura viseralis melekat pada paru sedangkan pleura parietalis membatasi aspek terdalam dalam dinding dada, diafragma, serta sisi perikardium dan mediastinum. Di antara kedua membran ini terdapat rongga yang disebut sebagai kavum pleura yang berisi cairan  pleura. Cairan pleura berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antara kedua  pleura.

 

Gambar 1. Struktur sistem respirasi Paru-paru kanan berukuran sedikit lebih besar dari paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi menjadi 3 lobus –atas, tengah, dan bawah, oleh fisura oblikus dan fisura horizontal

 

. Sedangkan paru-paru kiri hanya memiliki fisura oblikus yang membagi paru menjadi 2 lobus, atas dan bawah.

lobus atas fisura horisontalis

lobus atas fisura horisontalis

lobus tengah fisura  horisontalis

lobus bawah

lobus bawah

Gambar 2. Lobus paru dilihat dari depan

Bronki dan jaringan parenkim paru-paru mendapat pasokan darah dari a.bronkialis  –cabang-cabang dari aorta torakalis desendens. v. bronkialis yang juga berhubungan dengan deng an v. pulmon pulmonali alis, s, mengal mengalir irkan kan darah darah ke v. azigos azigos dan v. hemiaz hemiazigo igos. s. Alveol Alveolii mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a. pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v. pulmonalis. Dua v. pulmonalis mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung. Aliran limfe dari paru-paru mengalir kembali dar perifer menuju kelompok kelenjar  getah bening trakeobronkial hilar dan dari sini menuju trunkus limfatikus mediastinal. Pleksus pulmonalis berasal dari serabut saraf simpatis (dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari N. vagus). Aliran eferen mempersarafi muskulus bronchial dan menerima aliran aferen dari membran mukosa bronkiolus dan da n alveolus.   IV.

ETIOLOGI

Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu : a. Kelompok Kelompok bakteri bakteri anaerob, biasanya biasanya diakibatkan diakibatkan oleh pneumonia pneumonia aspirasi aspirasi

-  Bacteriodes melaninogenus -  Bacteriodes fragilis

 

-  Peptostreptococcus species -  Bacillus intermedius -  Fusobacterium nucleatum -  Microaerophilic streptococcus Bakteri anaerobik meliputi 89% penyebab abses paru dan 85%-100% dari spesimen yang didapat melalui aspirasi transtrakheal.  b. Kelompok bakteri aerob Gram positif: sekunder oleh sebab selain aspirasi

- Staphillococcus aureus - Streptococcus micraerophilic - Streptococcus pyogenes - Streptococcus pneumoniae Abses sekunder adalah abses yang terjadi sebagai akibat dari kondisi lain. Seperti co cont ntoh oh:: Obstr Obstruks uksii br bronk onkia iall

(kar (karsi sinom nomaa br bron onkog kogen enik ik); ); pe penye nyeba bara ran n he hema mato togen gen

(endokarditis bakterial, IVDU); penyebaran infeksi dari daerah sekitar (mediastinum, subphrenic). Gram negatif : biasanya merupakan sebab nosokomial

-  Klebsiella pneumoniae -  Pseudomonas aeroginosa -  Escherichia coli -  Actinomyces species -  Nocardia species - Gram negatif bacilli c. Kelo Kelomp mpok ok jam jamur ur ((mucoraceae, mucoraceae, aspergillus species), species), parasit, amuba, mikobakterium

Prevalensi Preval ensi tertinggi tertinggi berasal dari infeksi infeksi saluran saluran pernapasan pernapasan dengan mikroorgan mikroorganisme isme  penyebab umumnya berupa campuran dari bermacam-macam kuman yang berasal dari flora mulut, hidung, dan tenggorokan. Faktor predisposisi terjadinya abses paru seorang pasien: 1. Ada sumber sumber infeksi infeksi salura saluran n pernafasan. pernafasan.

 

Infeksi mulut, tumor laring yang terinfeksi, bronkitis, bronkiektasis dan kanker k anker paru yang terinfeksi. 2. Daya tahan tahan saluran saluran pernafas pernafasan an yang tergang terganggu gu Pada paralisa laring, aspirasi cairan lambung karena tidak sadar, kanker esofagus, gangguan ekspektorasi, dan gangguan gerakan sillia. 3. Obstruksi Obstruksi mekanik mekanik saluran pernafasan pernafasan karena aspiras aspirasii bekuan darah, pus, bagian gigi yang menyumbat, makanan dan tumor bronkus. Lokalisasi abses tergantung  pada posisi tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju lobus medius atau segmen  posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superior atau segmen superior lobus interior paru kanan, hanya kadang-kadang aspirasi dapat mengalir ke paru kiri.

V.

PATOFISIOLOGI

Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru bronkogenik yang termasuk  akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor, dan struktur bronkial. Keadaan ini meny me nyeba ebabk bkan an ob obst stru ruks ksii br bron onkus kus da dan n terb terbaw awan anya ya or orga gani nism smee vi viru rule len n ya yang ng ak akan an menyebabkan infeksi pada daerah distal obstruksi tersebut. Dalam keadaan tegak, bahan aspirasi akan mengalir menuju ke lobus medius atau segmen posterior lobus inferior paru kanan, tetapi dalam keadaan berbaring aspirat akan menuju ke segmen apikal lobus superi sup erior or atau atau segmen segmen superi superior or lobus lobus inferi inferior or paru paru kanan, kanan, hanya hanya kadang-k kadang-kada adang ng saja saja aspirat dapat mengalir ke paru kiri. Kebanyakan abses paru muncul sebagai komplikasi komplikasi dari pneumonia aspirasi akibat  bakteri anaerob di mulut. Penderita abses paru biasanya memiliki masalah periodontal (jaringan di sekitar gigi). Sejumlah bakteri yang berasal dari celah gigi yang sampai ke saluran pernapasan bawah akan menimbulkan infeksi. Tubuh memiliki sistem pertahanan terhadap infeksi semacam ini, sehingga infeksi hanya terjadi jika sistem pertahanan tubuh sedang menurun, seperti yang ditemukan pada seseorang yang tidak sadar atau sangat mengantuk karena pengaruh obat penenang, obat bius,   atau penyalahgunaa penyalahgunaan n alkohol. alkohol. Selain itu dapat pula terjadi pada penderita gangguan sistem saraf.

 

Jika bateri tersebut tidak dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh, makaa akan mak akan terjad terjadii pneumo pneumonia nia aspira aspirasi si dan dalam dalam waktu waktu 7-14 7-14 hari hari kemudi kemudian an akan akan  berkembang menjadi nekrosis yang berakhir dengan pembentukan abses. Secara hematogen yang paling banyak terjadi adalah akibat septikemi atau sebagai fenomena septik emboli, sekunder dari fokus infeksi pada bagian lain tubuhnya seperti tricuspid valve endocarditis. endocarditis. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh stafilokokus. Abses hepar bakterial atau amubik bisa mengalami menga lami ruptur dan menembus diafragma yang akan menyebabkan abses paru pada lobus bawah paru kanan dan rongga pleura. Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia yang terjadi  pada orang normal, sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sebelu mnya sudah mempunyai kondisi seperti seperti obstruksi, obstruksi, bronkiektasis bronkiektasis dan gangguan imunitas Diameter abses bervariasi dari beberapa milimeter sampai kavitas besar dengan ukuran 5-6 cm. Lokalisasi dan jumlah abses bergantung pada bentuk perkembangannya. Abses paru yang diakibatkan oleh aspirasi lebih banyak terjadi pada paru kanan (lebih vertikal) daripada paru kiri, serta lebih banyak berupa kavitas tunggal. Abses yang terjadi  bersamaan dengan adanya pneumonia atau bronkiektasis umumnya bersifat multipel, terlet terletak ak di basal basal dan terseb tersebar ar luas. luas. Septik Septik emboli emboli dan abses abses yang yang diakib diakibatk atkan an oleh oleh  penyebaran hematogen umumnya bersifat mulitipel dan dapat menyerang bagian paru manapun. Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektoransikan ke luar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara. Kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema yang diikuti dengan terbentuknya fistula bronkopleura.   VI.

DIAGNOSIS

Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan  pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses paru.

 

1. Kelu Keluha han n pe pend nder erit itaa ya yang ng kh khas as se seper perti ti mala malais ise, e, de dema mam m ri ringa ngan n sa samp mpai ai de dema mam m tinggi, batuk purulen dengan bau amis dan penurunan berat badan. 2. Riwaya Riwayatt penyaki penyakitt sebelu sebelumny mnyaa sepert sepertii infeks infeksii salura saluran n nafas nafas atas, infeksi infeksi gigi, serangan epilepsi, dan penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi. 3. Pemeriksaan Pemeriksaan laborato laboratorium. rium. Peningka Peningkatan tan jumlah jumlah leukosit leukosit yang umumnya umumnya mencapai mencapai 10.000-30.000/mm3. Anemia dapat ditemukan pada abses lama. 4. Br Bron onkos koskop kopi. i. Untu Untuk k meng menget etah ahui ui ad adany anyaa ob obst stru ruks ksii pa pada da br bronk onkus us.. Obstr Obstruk uksi si  bronkial skunder biasanya disebabkan oleh karsinoma. 5. Aspi Aspira rasi si Ja Jaru rum m Pe Perk rkut utan an.. Meri Meripa pakan kan cara cara denga dengan n ak akur uras asii ya yang ng ti ting nggi gi un untu tuk  k  melakukan diagnosis bakteriologis.   VII. VI I. GAMB GAMBAR ARAN AN KLIN KLINIS IS

Gejala penyakit biasanya berupa: a.

Malaise Malaise merupakan gejala awal disertai tidak nafsu makan yang lama kelamaan menyebabkan penurunan berat badan.

 b.

Demam Demam berupa demam intermitten bisa disertai menggigil bahkan ‘rigor’ dengan suhu tubuh mencapai 39.40C atau lebih. Tidak ada demam tidak menyingkirkan adanya abses paru

c.

Batuk   Batuk pada pasiean abses paru merupakan batuk berdahak yang setelah beberapa dapat berubah menjadi purulen dan bisa mengandung darah. Sputum yang berbau amis am is dan dan berw berwar arna na anchovy anchovy   menunj menunjukk ukkan an penyeba penyebabny bnyaa bakteri bakteri anaera anaeraob ob dan disebut dengan putrid dengan putrid abscesses, tetap tetapii tidak didapatkannya didapatkannya sputum dengan ciri di atas tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi anaerob. Batuk dara bisa dijumpai,  biasanya ringan tetapi ada yang masif.

d.

Nyeri pleuritik    Nyeri pleuritik atau nyeri yang dirasakan dalam dada menunjukkan adanya keterlibatan pleura.

e.

Sesak  

 

Sesak disebabkan oleh adanya pus yang menumpuk menutupi jalan napas f.

Anemia Anem An emia ia ya yang ng terj terjad adii da dapat pat be beru rupa pa an anem emia ia de defi fisi sien ensi si ya yang ng di dise sebab babka kan n ol oleh eh kurangnya asupan akibat penurunan nafsu makan, namun lebih sering disebabkan oleh perdarahan pada saluran nafas khususnya pada hemoptisis masif. Pada pemeri pemeriksa ksaan an fisis fisis dapat dapat ditemu ditemukan kan nyeri nyeri tekan tekan lokal. lokal. Pada daerah daerah terbat terbatas as perkus perkusii terden terdengar gar redup redup dengan dengan suara suara napas napas bronki bronkial, al, biasan biasanya ya akan terden terdengar gar suara suara ronki. ronki. Pada Pada abses abses paru paru juga juga dij dijump umpai ai jar jarii tabuh, tabuh, yang proses proses terjadinya berlangsung cepat.

VIII. LABORATORI LABORATORIUM UM

Hitung leukosit umumnya tinggi berkisar 10.000-30.000/mm 3  dengan hitung jenis  bergeser ke kiri dan sel polimorfinuklear yang banyak terutama neutrofilyang immatur. Pada abses lama dapat ditemukan anemia. Dapat dilakukan pemeriksaan dahak untuk  mengetahui miukroorganisme penyebab, namun dahak sebaiknya diaperoleh dari aspirasi transtrakh trans trakheal, eal, transtorak transtorakal al atau bilasan/si bilasan/sikatan katan bronkus bronkus untukmenghin untukmenghindari dari kontaminasi kontaminasi dari organisme anaerobik normal pada mulut dan saluran napas atas.

IX.. IX

GAMB GAMBAR ARAN AN RADI RADIOL OLOG OGIS IS a.

Foto Thorax

Pada gambaran radiologik dapat ditemukan gambaran satu atau lebih kavitas ya yang ng di dise sert rtai ai denga dengan n ad adany anyaa air air flui fluid d le leve vel. l. Khas Khas pa pada da ab abse sess pa paru ru anaer anaerobi obik  k  kavita kav itasny snyaa singel singel (soli (soliter ter)) yang yang biasan biasanya ya ditemu ditemukan kan pada pada infeks infeksii paru paru primer primer,, sedang sed angkan kan abses abses paru paru sekund sekunder er (aerob (aerobik, ik, nos nososk oskomi omial al atau atau hemato hematogen) gen) lesiny lesinyaa  biasanya multipel.

 

  Gambar 4. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto X-ray posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah. Ukuran dari abses bervariasi namun secara umum memiliki bentuk yang bulat. Dinding abses umumnya tebal dan permukaan dalamnya irreguler. Dinding irreguler. Pembuluh Pembuluh darah  bronkus dan bronkus sendiri dapat menjadi dinding dari abses. Abses dapat berisi cairan saja maupun cairan yang bercampur dengan udara sehingga memberikan gambaran air-fluid level. Bila abses mengalami ruptur akan te terj rjad adii drai draina nase se ab abse sess yang yang tida tidak k se semp mpur urna na ke da dala lam m br bron onku kus, s, ya yang ng ak akan an memberikan gambaran kavitas dengan batas udara dan cairan di dalamnya (air fluid level). level ). Secara umum terdapat terdapat persel perselubungan ubungan di sekitar sekitar kavitas, kavitas, meskipun begitu begitu  pada terapi kavitas akan menetap lebih lama dibanding perselubungan di sekitarnya.

  Gambar 5. Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid level pada lapangan paru kiri atas.

 

b.

CT-Scan

CT-Scan CT-Sc an adalah modalitas modalitas pencit pencitraan raan yang paling sensitif sensitif dalam menegakkan menegakkan diagnosis diagno sis abses paru. Kontras Kontras yang diberikan diberikan adalah kontras yang dapat bercampur  dengan perselubungan disekitar lesi sehingga batas margin dapat diidentifikasi. Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi dens bundar dengn kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak.

  Gambar 6.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan kavitasi pada lobus atas paru kiri dengan jelas (kiri). Gambaran abses paru dengan pemeriksaan CT kontras (kanan) c.

Ultrasound

Ultrasound tidak memiliki peran yang signifikan dalam menegakkan diagnosis ab abse sess pa paru ru di dika kare rena naka kan n ba banya nyak k da daer erah ah da dari ri pa paru ru yang yang be beri risi si udara udara ya yang ng akan akan menghalangi visualisasi menggunakan ultrasound. Meskipun begitu, tepi abses yang  berbatasan dengan pleura atau berbatasan dengan daerah paru yang mengalami  penekanan ataupun perselubungan dapat tervisualisasi. Hal ini harus dibedakan dengan empiema.

X.

DI DIAG AGNO NOSI SIS S BAN BANDING DING RAD RADIO IOLO LOG GIS a.

Tuberkulosis

Gambaran Gambar an radiologis radiologis pada tuberkulosi tuberkulosiss aktif diantaranya diantaranya terdapat terdapat kavitas, kavitas,  bisa tunggal atau multipel. Selain itu terdapat bayangan berawan atau bercak  dengan batas yang tidak tegas. Pada tuberkulosis lama baik aktif maupun tenang

 

terdapat kalsifikasi dan serat-serat fibrosis. Lesi pada tuberkulosis terutama terdapat  pada lapangan paru atas. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA.

Gambar 7. Gambaran tuberculosis, terlihat proses terbentuknya kavitas. Kavitas  pada tuberculosis umumnya terletak di lapangan paru atas.

Gambar 8. Kavitas pada tuberculosis tanpa disertai air fluid level Secara umum, kavitas yang terdapat pada abses paru dan tuberculosis adalah hampir sama. Oleh karena tuberculosis lebih sering terjadi di lapangan paru atas, maka kavitas pada tuberculosis juga sering terdapat pada lapangan paru atas. Lain halnya dengan kavitas pada abses paru yang dapat terjadi di seluruh lapangan paru. Selain itu, air-fluid level lebih sering terdapat pada kavitas yang terjadi oleh abses  paru sedangkan air-fluid level dilaporkan terjadi hanya pada 9%-21% dari kavitas  pada TB.

 

b.

Tumor Paru

Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa lobus paru kanan bawah dengan kavitas. Bayangan nodul pada paru berukuran beberapa milimeter sampai 4 cm atau lebih dan tidak mengandung kalsifikasi harus diutamakan pada kecurigaan sebagai karsinoma bronkogen terutama usia diatas 40 tahun. Karsinoma bronkus primer  merupakan penyebab yang paling sering berupa kavitas soliter yang merupakan deposit sekunder. Kavitas yang jinak berlokasi di sentral dan memiliki dinding yang regular. Sedangkan kavitas soliter yang ganas memiliki kavitas eksentrik dengan dinding irreguler.

c.

Empiema Empiema yang terlokalisir dan disertai dengan fistula bronkopleura akan sulit

dibeda dib edakan kan dengan dengan abses abses paru. paru. Gambar Gambaran an empiem empiemaa karakt karakteri eristi stik, k, yaitu yaitu tampak  tampak   pemisahan pleura viseral dan parietal ( pleura split ) dan kompresi paru. CT scan dapa patt

menunjukkan

lokasi

abses

membedakannya dengan empiema.

berada

da dallam

parenkim

pa parru

yang

 

Gambar 10. Potongan coronal dada pada gambar CT menunjukkan adanya lesi pada lobus atas kanan dengan internal air-filled cavity, dinding tebal tidak beraturan (panah warna hijau) hijau) dan lesi lesi lain di sebelah bawah paru kiri dengan internal fluid, dinding tipis (panah warna kuning) kompresi pada lapangan paru (panah kuning dan kotak). Lesi pada bagian atas paru kanan adalah abses paru dan pada bagian  bawah paru kiri adalah empiema. XI.. XI

PENA PENAT TALAK ALAKSA SANA NAA AN a.

Terapi an antibiotik  

Penisil Peni silin in merupak merupakan an piliha pilihan n dengan dengan dosis dosis satu satu juta juta unit, unit, 2-3 kali kali sehari sehari intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat ditambahkan kloramfeni klora mfenikol kol 500 mg empat kali sehari. sehari. Respons terapi terapi yang baik akan terjadi dalam dal am 2-4 minggu, minggu, dan selanj selanjutn utnya ya bisa bisa dil dilanj anjutk utkan an dengan dengan ter terapi api antibi antibioti otik  k   peroral. Pada terapi peroral diberikan: Penisilin oral 750 mg empat kali sehari. Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan: Klindamisin 600 mg tiap 8 jam, Metronidazol 4x500 mg, atau Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari. b.

Drainase postural

Selal Sel alu u di dila laku kuka kan n bersa bersama ma de deng ngan an pe pemb mber eria ian n te tera rapi pi an anti tibi biot otik ik.. Tubu Tubuh h di dipo posi sisi sika kan n se sede demi miki kian an rupa rupa se sehi hing ngga ga dr drai aina nase se pu pun n menj menjad adii la lanca ncar. r. Pa Pada da kebanya keba nyakan kan pasien pasien,, draina drainase se sponta spontan n ter terjad jadii melalu melaluii cabang cabang bronkus bronkus,, dengan dengan  produksi sputum purulen. c.

Bronkoskopi

Penting Pent ing untuk untuk member membersih sihkan kan jalan jalan napas napas sehing sehingga ga draina drainase se pun menjad menjadii lancar.  Di sa samp mpin ing g itu, itu, de denga ngan n br bron onko kosk skop opii da dapat pat di dila lakuk kukan an as aspi pira rasi si da dan n

 

 pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang adekuat, serta dapat diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi abses. d.

Bedah

Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila : -

Abse Absess menja enjadi di mena menahu hun n

-

Kavita Kavitas, s, produks produksii dahak, dahak, dan gejala gejala klinik klinik masih masih tetap tetap ada setela setelah h terapi terapi intens intensif  if  selama 6 minggu, atau

-

Abses Abses yang yang sudah sudah sembuh sembuh tapi tapi mening meninggal galkan kan sisa sisa jaring jaringan an parut parut yang yang cukup luas luas dan mengganggu faal paru. Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi segmental  biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paruyang refrakter terhadap penanganan dengan obat-obatan.

XII. XI I. KOMP KOMPLI LIKA KASI SI

Komplikasi abses paru meliputipenyebaran infeksi melalui aspirasi lewat bronkus atau ata u penyeba penyebaran ran langsu langsung ng melalu melaluii jarina jarinag g sekita sekitarny rnya. a. Abses Abses paru paru yang yang draina drainasen senya ya kurang kur ang baik, baik, bisa bisa mengal mengalami ami ruptur ruptur ke segmen segmen lai lain n dengan dengan kecende kecenderun rungan gan infeks infeksii  staphylococcus,, dan apabil  staphylococcus apabilaa ruptur ruptur ke rongga rongga pleura pleura menjad menjadii piotor piotoraks aks (empie (empiema) ma).. Komplikasi sering lainnya berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi piopneumotoraks dan bronkopleura. Abses paru resisten (kronik), yaitu yang resisten denagn pengobatan selama 6 mi mingg nggu, u, akan akan menye menyeba babk bkan an ke keru rusa saka kan n paru paru yang yang pe perm rmane anen. n. Dan Dan mung mungki kin n ak akan an menyisakan menyis akan suatu bronkiektasis, bronkiektasis, kor pulmonal pulmonal dan amiloidosi amiloidosis. s. Abses paru kronik juga dapat mengakibatkan anemia, malnutrisi, kakesia, gangguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada manula.   XIII.. PROGNO XIII PROGNOSIS SIS

Bila tidak terlambat ditangani prognosisnya baik.   Lebih dari 90% dari abses paru paru sembuh dengan manajemen medis saja, kecuali disebabkan oleh obstruksi bronkial b ronkial sekunder untuk karsinoma. Angka kematian yang disebabkan oleh abses paru terjadi

 

 penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika dan sampai 15 – 20 % pada era sekarang. Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosis yang lebih jelek dibandingkan dibandingkan dengan penderita penderita dengan satu faktor predisposis predisposisi. i. Beberapa Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : 1. Anemia Anemia dan dan Hipoalbumine Hipoalbuminemia mia 2. Abses Abses yang yang besar besar (φ > 5-6 5-6 cm) cm) 3. Lesi Lesi obstru obstruksi ksi 4. Bakt Bakter erii aerob aerob 5. Immunoc Immunocomp omprom romise ised d 6. Usia Usia tua 7. Ganggua Gangguan n inteleg intelegens ensia ia 8. Perawa Perawatan tan yang yang terlamb terlambat at

 

BRONKIEKTASIS

I.

DEFINISI

Bronkiektasis adalah kelainan kronik yang ditandai dengan dilatasi bronkus secara permanen, disertai proses inflamasi pada dinding bronkus dan parenkim paru sekitarnya. Manifestasi klinis  primer bronkiektasis adalah terjadinya infeksi yang berulang, kronis, atau refrakter, dengan gejala gej ala sisa sisa yang terjad terjadii adalah adalah batuk batuk darah, darah, obstru obstruksi ksi salura saluran n napas napas kronis kronis,, dan ganggua gangguan n  bernapas secara progresif. Pr Prev eval alens ensii br bron onki kiek ekta tasi siss di dila lapo pork rkan an se sema maki kin n meni mening ngka katt di Amer Amerik ikaa Serik Serikat at.. Se Seit itzz dk dkk  k  melapo mel aporka rkan n preval prevalens ensii bronki bronkiekt ektasi asiss mening meningkat kat setiap setiap tahun tahun mulai mulai dari dari tahun tahun 2000 sampai sampai dengan tahun 2007 dengan kenaikan sebesar 8,74%, dengan puncaknya usia 80-84 tahun, lebih  banyak dijumpai pada wanita, dan ras asia. Penurunan angka FEV skor gejala sesak lanjut, hasil kulturr positif kultu positif  Pseudomonas  Pseudomonas,, indeks metabolisme basal yang rendah, laki-laki, usia lanjut, dan PPOK telah diidentifi diidentifikasi kasi sebagai faktor faktor risiko untuk mortalita mortalitas. s. Dalam tinjauan tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai aspek bronkiektasis meliputi etiologi, patogenesis, penegakan diagnosis, dan penatalaksanaannya.

II.

KLASIFIKASI

Secara morfologis bronkiektasis dibagi 3 tipe : 1. Bronkiektasi Bronkiektasiss silindris silindris atau atau tubular, tubular, ditandai ditandai dengan dengan dilatasi dilatasi saluran saluran napas. napas. 2. Br Bronk onkie iekt ktas asis is va vari riko kosa sa (din (dinam amai ai demik demikia ian n ka kare rena na gamba gambara rann nnya ya mi miri rip p denga dengan n ve vena na varikosa), varik osa), ditandai ditandai dengan area konstriktif konstriktif fokal disertai disertai dengan dilatasi dilatasi saluran napas sebagai akibat dari defek pada dinding bronkial. 3. Bronkiektasi Bronkiektasiss kistik kistik atau sakular, sakular, ditandai ditandai dengan dilatas dilatasii progresif progresif saluran saluran napas yang yang  berakhir pada kista ukuran besar, sakula, atau gambaran grape-like gambaran  grape-like clusters (gambaran clusters (gambaran ini adalah gambaran bronkiektasis yang paling berat)

 

III. III.

HIPO HIPOT TESIS ESIS VICI VICIOU OUS S CIRCL IRCLE E

Model yang secara luas diterima dalam menjelaskan evolusi bronkiektasis adalah model Cole’s vicious vicio us circle. circle.   Model Model ini menjel menjelask askan an indivi individu du yang memil memiliki iki predis predispos posisi isi ter terjad jadii respons respons inflam inf lamasi asi hebat hebat terhad terhadap ap infeks infeksii paru paru atau atau jejas jejas ter terhada hadap p jar jaring ingan. an. Inflam Inflamasi asi yang ter terjad jadii sebagian bertanggungjawab terhadap kerusakan struktural saluran napas. Abnormalitas struktural yang terjadi menyebabkan stasis dari mukus yang semakin memperberat infeksi kronis dan li lingka ngkaran ran setan setan infeks infeksii (vicio vicious us circle circle) terus berlangsung. berlangsung. Pada bronkiektasi bronkiektasiss sering sering terjadi terjadi retensi sputum, mucous plug, obstruksi saluran napas, obliterasi dan kerusakan dinding bronchial lebih lanjut

IV.

ETIOLOGI

Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyebab yang paling umum dari bronkiektasis adalah infeksi namun penelitian yang dilakukan oleh Pasteur dkk di Inggris pada tahun 2000 mendapatkan mendap atkan data dari 150 kasus bronkiektasi bronkiektasis, s, 53% kasus tidak dapat diidentifi diidentifikasi kasi kausa spesifiknya. Pada Tabel 1 menunjukkan beberapa kondisi yang berhubungan dengan bronkiektasis.

V.

INFEKSI

Mekanisme Mekani sme yang mungkin mungkin mendasari mendasari bronkiektasi bronkiektasiss pascainfeksi pascainfeksi adalah adanya infeksi  pada saat awal kehidupan yang menyebabkan kerusakan struktural pada saluran napas yang masih mas ih dalam dalam tahan tahan pengemb pengembang angan, an,seh sehing ingga ga mengaki mengakibat batkan kan salura saluran n napas napas rentan rentan ter terhad hadap ap infeks inf eksii berula berulang, ng, dan dengan dengan berjal berjalann annya ya waktu, waktu, infeks infeksii persi persiste sten n ter terseb sebut ut mengak mengakiba ibatka tkan n  bronkiektasis. Beberapa infeksi saluran napas yang dapat menyebabkan bronkiektasis termasuk:  pertusis, bakteri gram negatif ( Pseudomonas aeruginosa, aeruginosa, Haemophilus  Haemophilus influenzae), influenzae), virus ( HIV,  HIV,  Paramyxovirus, adenovirus, dan influenza influenza), ),  Mycobacterium tuberculosis, tuberculosis, dan atypical  mycobacteria.. mycobacteria

 

VI.

KEADAAN KLINIS Asma

Pr Pros oses es air airway way remode remodelli lling ng yang terjadi pada pasien asma dapat bervariasi, mulai dari  penebalan dinding saluran nafas yang ringan sampai dengan bronkiektasis yang jelas. Penelitian Kohort yang dilakukan Grenier dkk mendapatkan data bahwa 40% penderita asma mengalami  bronkiektasis. Penelitian tersebut juga mendapatkan data hasil pemeriksaan HRCT pasien asma didapatkan penebalan dinding bronkus pada 82% pasien, tingginya angka tersebut menunjukkan tingginya risiko terjadinya bronkiektasis pada pasien asma.

PPOK 

Pada beberapa kasus, bronkiektasis adalah diagnosis primer yang disertai dengan PPOK. Suatu Sua tu peneli penelitia tian n mengem mengemukak ukakan an pada pada penderi penderita ta PPOK PPOK sed sedang ang dan berat berat ter terdap dapat at preval prevalens ens  bronkiektasis sebesar 50%.

Penderita PPOK dengan bronkiektasis cenderung menderita

eksaserbasi yang lebih berat dan peningkatan kadar marker inflamasi pada sputum.1 Bakteri  patogen seperti  Pseudomonas aeruginosa dan dan Haemophilus  Haemophilus influenza  influenza  teridentifikasi pada 42%  penderita dan mungkin berperan penting dalam perkembangan bronkiektasis melalui mekanisme vicious circle. circle.

Defisiensi α-1 antitrypsin

Defisiensi Defis iensi α-1 antitryps antitrypsin in  pertama kali dijelaskan oleh Laurell dan Eriksson pada tahun 1963.

Keadaan

ini

terutama

dijumpai

pada

ras

kulit

kutih

dan

sering

tidak 

terdiagnosa.1Defisiensi α-1 α-1 antitrypsin sering dihubungkan dengan kondisi emfisema pada lobus  bawah. Bronkiektasis juga sering dihubungkan dengan defisiensi enzim ini, walaupun masih  belum jelas merupakan sebab langsung atau sebagai akibat sekunder dari obstruksi saluran napas terkait emfisema. Penelitian Parr dkk mendapatkan data bahwa mayoritas penderita defisiensi αα1 antitr antitryps ypsin in   ber berat at (yai (yaitu tu 70 dari dari 74 su subj bjek ek pe pene neli liti tian) an) di dida dapa patk tkan an br bron onki kiek ekta tasi siss pada pada  pemeriksaan HRCT.  pemeriksaan  HRCT.

Primary Ciliary Dyskinesia

 

 Primary Ciliary Dyskinesia ada adalah lah suatu suatu kondisi kondisi di mana mana sil silia ia tidak tidak dapat dapat berfun berfungsi gsi dengan baik sehingga sehingga menyebabkan menyebabkan retensi sekresi dan infeksi infeksi berulang yang padaakhirnya padaakhirnya  berkembang menjadi bronkiektasis.  Primary  Primary   Cili Ciliar aryy Dysk Dyskin ines esia ia ad adal alah ah su suat atu u si sindr ndrom omaa autoso aut osomal mal resesi resesiff yang dituru diturunka nkan n dengan dengan perkir perkiraan aan frekuen frekuensi si 1 di antara antara 15.000–4 15.000–40.00 0.000 0 kelahiran. Defek silier utama pada pasien ini adalah tidak adanya atau pendeknya lengan dynein yang bertanggungjawab pada koordinasi gerakan axon. Kurang lebih separuh penderita  Primary Ciliary Dyskinesia  Dyskinesia  adalah penderit penderitaa  Kartagener’s syndrome (bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus). Motilitas silia ditentukan oleh ekspresi gen suatu peptida yang akhir-akhir ini telah teridentif teri dentifikasi ikasi.. Mutasi Mutasi pada sekuens sekuens DNA yang mengode ax axon on dynein dynein yaitu pada kromoson 5p15–p14 dan DNA H5 yang mengode heavy chain pada chain pada lengan dynein.

Imunodefisiensi Humoral

Penderita dengan sindroma imunodefisiensi humoral termasuk defisiensi IgG, IgM dan IgA memiliki memi liki risiko terkena infeksi  sinopulmonary supuratif berulang dan bronkiektasis. Defisiensi IgG, terutama IgG2, telah diasosiasikan dengan kejadian bronkiektasis, terutama pada anak. Insidensi Insi densi defisiensi defisiensi IgG pada penderita penderita bronkiektasi bronkiektasiss dilaporkan dilaporkan bervariasi bervariasi dari 4% sampai dengan 48%. Defisiensi IgG2 sering dihubungkan dengan penurunan respons antibodi terhadap S. Pneumo Pneumoni niae ae atau  H. Influenzae. Influenzae. Terapi im immu mune ne gl glob obul ulin in dihar diharapkan apkan dapat menurunkan menurunkan frekuensi episode infeksi dan mencegah destruksi saluran napas.

Cystic Fibrosis

Cystic Fibrosis dipre dipresentas sentasikan ikan sebagai sebagai infeksi infeksi saluran saluran napas berulang dengan onset saat dewasa yang tidak disertai disertai dengan insufisiensi insufisiensi eksokrin eksokrin pankreas. pankreas. Infiltrasi Infiltrasi lobus atas pada  pemeriksaan foto toraks dan pertumbuhan S. Aureus Aureus   at atau  Pseudomonas aeruginosa  pada  pemeriksaan kultur adalah petunjuk bahwa Cystic Fibrosis kemungkinan menjadi penyakit dasar. Peningkatan kadar natirum dan klorida pada tes keringat dapat mendukung diagnostic kondisi ini. Pada Cystic Fibrosis pada Fibrosis pada umumnya didapatkan mutasi pada cystic fibrosis transmembrane conductance regulator, namun mutasi yang lain juga dapat ditemukan dekat lokus tersebut.

Rheumatoid Arthritis

 

Bronki Bro nkiekt ektasi asiss sering sering dihubu dihubungka ngkan n dengan dengan rheuma rheumatoid toid arthritis arthritis,, di mana bronkiektasis dapat mendahului kejadian  kejadian rheumatoid arthritis atau bronkektasis berkembang selama perjalanan rheumatoid arthritis. arthritis. Bronkiektasis terjadi pada 1-3% penderita rheumatoid rheumatoid arthritis arthritis.. Penggunaan Penggunaan  HRCT dapat meningkatkan temuan diagnosis  bronkiektasis sampai  sampai  deng dengan an 30 30%. %. Swin Swinso son n dkk7 dkk7 mela melaku kuka kan n  follow up se sela lama ma 5 ta tahu hun n mendapatkan data bahwa pasien bronkiektasis  bronkiektasis dan rheumatoid arthritis memiliki angka kematian 5 kali lebih sering dibandingkan dibandingkan pasien rheum rheumatoid atoid arthritis arthritis saja, dengan penyebab kematian  paling sering berhubungan dengan komplikasi respiratori.

Inflammatory Bowel Disease

Infeks Inf eksii salura saluran n napas napas berula berulang ng dan bronki bronkiekt ektasi asiss sering sering dij dijump umpai ai pada pada pasien pasien dengan dengan inflammatory bowel   dis diseas easee teruta terutama ma pada pada pasien pasien chronic ulcerative colitis. colitis. Pada kondisi ini diduga terjadi infiltrasi sel-sel efektor imun pada saluran napas, peningkatan aktivitas autoimun sebagai bagian dari penyakit dasarnya, atau komplikasi dari terapi yang memengaruhi sistem imun. Tindakan reseksi saluran cerna tidak memperbaiki gejala respiratori dan bahkan dapat memperparah gejala bonkiektasis.

VII.

PATOGENESIS

Ada beberapa jalur yang menerangkan terjadinya bronkiektasis. Secara luas, bronkiektasis dapat dap at terjad terjadii sehubun sehubungan gan dengan dengan kejadi kejadian an atau atau episod episodee incide incidenta ntall yang yang tidak tidak berhubu berhubunga ngan n dengan kondisi dasar intrinsi intrinsicc pertahanan pertahanan tubuh penderita, penderita, dapat pula berkaitan dengan kondisi kondisi dasar konstitusional konstitusional genetik penderita. penderita. Perbedaan dua mekanisme mekanisme diatas diatas merupakan merupakan elemen elemen  penting yang menentukan prognosis dan penatalaksanaan penderita. Hal dasar yang perlu dipahami dalam pathogenesis bronkiektasis adalah apakah infeksi yang bersangkutan adalah suatu penyebab bronkiektasis atau infeksi pada penderita tersebut  berhubungan dengan kondisi predisposisi yang mendasar. Udara inspirasi sering terkontaminasi dengan gas toksik, partikel, dan mikroba. Lini pertama pertahanan paru dibentuk oleh bentuk  kompleks saluran napas atas dan bawah yang sedemikian sehingga membentuk aliran udara dengan turbulensi tinggi. Bentuk saluran napas yang khas tersebut memungkinkan impaksi, sedimentasi, dan deposisi partikel dan mikroorganisme ke mukosa saluran napas. Partikel dan mikroorganisme yang terdeposisi pada mukosa selanjutnya akan dibuang melalui mekanisme

 

gerakan mukosilier atau langsung keluarkan dari saluran napas melalui mekanisme bersin, batuk, atau penelanan. Saluran napas dilapisi atas epitel bersilia, di mana stuktur d dan an fungsi dari silia ini telah banyak dipelajari. Fungsi silia dan gerakan mukosilier juga bergantung pada viskositas yang rendah dari lapisan cairan perisilier, lapisan cairan yang terhidrasi cukup memungkinkan separasi yang baik  antara epitel dan lapisan viscous-mucous yang melapisi silia. Apabila lapisan perisilier tidak merata (seperti pada fibrosis kistik), lapisan perisilier yang tipiss dapat menyebabkan silia terjerat pada lapisan tipi lapisan mukus, sehingga menyebabkan menyebabkan gerakan gerakan mendorong mukus terganggu. Patogenesis yang terjadi berkaitan kombinasi inflamasi berulang dinding bronkus dan fibrosis parenkim, menghasilkan dinding bronkus yang lemah dan berlanjut menjadi dilatasi yang irreversibel . Tipe sel inflamasi yang banyak ditemukan pada bronkiektasis adalah neutrofil pada lumen saluran napas yang menyebabkan purulensi sputum, dan makrofag, sel dendritik, serta limfosit pada dinding saluran napas. Sel makrofag, sel dendritik, dan limfosit khas terlihat pada pasien dengan tubuler bronkiektasis dan menjadi penyebab utama obstruksi  pada saluran napas kecil. Peran neutrofil dan elastase neutrofil sangat menonjol dalam patogenesis bronkiektasis. Terlep Ter lepas as dari dari penyeba penyebab b utama utama dari dari bronki bronkiekt ektasi asis, s, “vicio vicious us circle circle” bronkiektas bronkiektasis is didominasi didominasi dengan masuknya neutrofil yang dirangsang oleh pelepasan kemokin seperti interleukin-8 (IL-8) dan leukotrien B4 (LTB4) yang diproduksi oleh makrofag, dan IL-17 yang diproduksi oleh sel Th17. Th1 7. Migras Migrasii sel-se sel-sell terseb tersebut ut dari dari aliran aliran darah darah ke dalam dalam salura saluran n napas napas difasi difasili litas tasii oleh oleh  peningkatan ekspresi E-selectin ekspresi  E-selectin dan intercellular adhesion molecule-1 sel molecule-1 sel endotel, yang masingmasing terikat pada L-selectin pada L-selectin dan CD11 CD11 pada  pada neutrofil. Neutrofil kemudian memasuki saluran napas melalui celah diantara sel epitel. Neutrofil memiliki jangka hidup yang relatif singkat serta meng me ngal alam amii ap apop opto tosi siss dan dan nekr nekros osis is..  Protease PMN seperti elastase elastase,, cathepsin cathepsin,, ma matr trik ikss metaloproteinase,, dan proteinase-3 metaloproteinase dan  proteinase-3 dapat menyebabkan kerusakan sel epitel dan menginduksi inflamasi lebih lanjut. Selain kerusakan jaringan, elastase dapat merangsang hipersekresi mukus, menghambat fungsi silia, dan menghambat efferocytosis (yaitu, fagositosis neutrofil yang telah mengalami mengal ami apoptosis) apoptosis) oleh  phosphatidylserine (PS ) pada permukaan sel apoptosis, mencegah  pengikatan reseptor PS (PSRs) pada permukaan makrofag. Elastase juga menghambat bacterial  killi killing ng dengan menghambat opsonisasi bakteri melalui degradasi opsonins immunoglobulin G

 

(IgG (IgG), ), kompl komplem emen en ko komp mpon onen en iC iC3b 3b se sert rtaa pe pemb mbel elah ahan an re rese sept ptor or Fcγ (F (Fcγ cγRs Rs)) da dan n re rese sept ptor  or  komplemen (CR) 1.

VIII VI II..

GAMB GAMBAR ARAN AN KLIN KLINIS IS BRON BRONKI KIEK EKTA TASI SIS S

Gambaran Gambar an klinis klinis bronkiektas bronkiektasis is sangat bervariasi, bervariasi, beberapa beberapa pasien pasien tidak menunjukkan gejala sama sekali atau gejala hanya dirasakan saat eksaserbasi, dan beberapa pasien mengalami gejala setiap hari. Bronkiektasis harus dicurigai pada setiap pasien dengan batuk kronis dengan  produksi sputum atau infeksi saluran napas berulang. Hemoptisis, nyeri dada, penurunan berat  badan, bronkospasme, sesak napas dan penurunan kemampuan fisik juga didapatkan pada pasien  bronkiektasis. Sputum dapat bervariasi mulai dari mukoid, mukoid, mukopurulen, mukopurulen, kental, dan liat. liat. Gambaran Gambaran sputum 3 lapis yang meliputi lapisan atas yang berbusa, lapusan tengah mukus, dan lapisan  bawah purulen merupakan gambaran patognomonik, namun tidak selalu dapat dijumpai. Batuk  dengan bercak darah dapat disebabkan erosi saluran napas terkait infeksi akut. Nyeri dada  pleuritik ditemukan pada beberapa pasien dan menunjukkan proses peregangan saluran napas  perifer atau pneumonitis distal yang berdekatan dengan pleura viseral. Dimasa lampau, jari tabuh merupa mer upakan kan tanda tanda klinis klinis yang yang sering sering dihubu dihubungka ngkan n dengan dengan bronki bronkiekt ektasi asis, s, namun namun peneli penelitia tian n menunj men unjukka ukkan n preval prevalens ensnya nya hanya hanya 3%. Sesak Sesak napas napas dan whe wheezi ezing ng temukan pada 75% pasien sehingga sering rancu dengan gejala klinis PPOK. Eksaserbasi terjadi bila didapatkan 4 atau lebih gejala berikut: Batuk dengan peningkatan dahak, dah ak, sesak sesak bertam bertambah bah,, peningka peningkatan tan suhu suhu badan badan > 38˚C, 38˚C, pen pening ingkat katan an wheezing , penurunan kemampuan fisik, fatigue fisik, fatigue,, penurunan fungsi paru, dan terdapat tanda-tanda infeksi akut secara radiologis. Aspek diagnostik lain yang perlu diperhatikan adalah gejala dan tanda klinis penyakit yang mendasarinya seperti fibrosis kistik, defisiensi imun, atau penyakit jaringan ikat.

IX.

PEMERIKSAAN Pemeriksaan Darah

Pemeri Pem eriksa ksaan an darah darah rutin, rutin, walaupu walaupun n tidak tidak spesif spesifik, ik, sangat sangat pentin penting g untuk untuk memoni memonitor  tor  masing mas ing-ma -masi sing ng indivi individu. du. Kadar Kadar hemogl hemoglobi obin n dapat dapat rendah rendah sehubun sehubungan gan dengan dengan anemia anemia pada  penyakit kronik, dapat pula terjadi polisitemia sebagai akibat dari hipoksia kronik. Peningkatan sel darah putih mengindikasikan keberadaan infeksi akut. Keadaan limfopenia merupakan awal

 

kecurigaan untuk pemeriksaan defisiensi imun. Eosinofilia dapat ditemukan pada (walaupun ti tidak dak spesif spesifik) ik) allergic bronchopulmonary  bronchopulmonary  aspergillosis aspergillosis.. CRP adalah protein fase akut yang sering diperiksakan pada penderita penyakit saluran napas yang mengalami eksaserbasi akut untuk menentukan ada tidaknya respons inflamasi sistemik. Pada pasien bronkiektasis stabil didapatkan kadar CRP diatas nilai normal. Pada beberapa penelitian kadar CRP berhubungan dengan penurunan fungsi paru dan tingkat keparahan penyakit.

Pemeriksaan Radiologis

Diagnosis Diagno sis bronkiektasis bronkiektasis dapat ditegakkan ditegakkan dengan pemeriksaan pemeriksaan radiologis, radiologis, dengan  gold   standard men menggu ggunaka nakan n  HRCT . Pada foto toraks bronkiektasis dapat terlihat dengan adanya ga gamb mbar aran an tram track , densit densitas as garis garis parale paralel, l, densit densitas as berbent berbentuk uk ring , dan gambaran struktur  tubule tub uler; r; gambar gambaranan-gam gambar baran an terseb tersebut ut mencer mencermin minkan kan dindin dinding g bronki bronkial al yang yang mengal mengalami ami  penebalan dan dilatasi abnormal. Gambaran ring shadow dapat samar-samar berukuran 5 mm sampai dengan bentukan cysts yang jelas. Gamb Ga mbar aran an opasi opasita tass tubu tubule lerr ya yang ng memb membent entuk uk pe perc rcab aban angan gan se sesu suai ai denga dengan n be bent ntuk  uk   percabangan bronkial dapat terlihat sebagai akibat dari bronkus yang terisi cairan mucous. Gambaran vaskuler dapat kurang terlihat sebagai akibat terjadinya fibrosis peribronkial. Tandatanda eksaserbasi/ko eksaserbasi/komplik mplikasi asi seperti seperti bercak densitas terkait impaksi mucoid   dan konsolidasi, vo volu lume me loss loss terkait obstruksi bronkus oleh sekret atau sikatrisasi kronik juga sering terlihat. Semakin difus gambaran bronkiektasis akan tampak gambaran hiperinflasi dan oligemia sejalan dengan obstruksi saluran napas kecil yang berat. Foto Foto to tora raks ks berp berper eran an dala dalam m kecu kecuri riga gaan an awal awal br bron onki kiek ekta tasi siss , follow up dalam  penatalaksanaan bronkiektasis, dan penanganan pada saat eksaserbasi. Dilatasi bronkus, yang merupakan tanda cardinal bronkiektasis, pada HRCT dapat diidentifikasi dengan adanya rasio  bronkoarterial > 1 (BAR > 1), kurangnya bro bronchi nchial al taperi tapering, ng, dan terlihatnya saluran napas samp sampai ai de deng ngan an 1 cm da dari ri permu permuka kaan an pl pleu eura ra atau atau berde berdekat katan an denga dengan n pe perm rmuk ukaan aan pl pleur euraa mediastinal. Rasio bronkoarterial adalah perbandingan antara diameter bronkial dengan diameter  arteri yang berdampingan, rasio > 1 adalah abnormal dan dikenal dengan istilah signet istilah signet ring sign. sign. Kurangnya bronchial tapering atau tram like like appearance adalah gambaran bronkiektasis yang yan g sering sering dijump dijumpai ai pada pada  lap lapanga angan n tengah tengah paru. paru. Ter Terlih lihatn atnya ya salura saluran n napas napas perif perifer er juga juga merupakan tanda langsung adanya bronkiektasis bronkiektasis   pada penderita. Teknik HRCT terkini dapat

 

memberikan visualisasi saluran napas sampai dengan diameter 2 mm dan ketebalan dinding saluran napas hingga 0,2 mm. Penelitian yang dilakukan Kim dkk10 menunjukkan data bahwa  bronkus normal tidak tervisualisasi pada jarak 1 cm dari dari   permukaan permukaan pleura costal, namun terlihat  pada jarak 1 cm  cm  dari pleura mediastinal. Tanda-tanda lain yang ditemukan ditemukan   pada bronkiektasi termasuk penebalan dinding bronkial,  bronkial,  imp impaks aksii mukoid mukoid,, dan air trapping .  Minor volume loss dapat   terl dapat terlihat ihat pada fase awal bronkiektas bronkiektasis, is, sedang area kolaps  kolaps   yang lebih besar sebagai akibat dari dari muc mucous ous pluggi plugging ng  pada penyakit yang lebih lanjut. Bercak konsolidasi  konsolidasi  kadang ditemukan ditemukan  pada infeksi sekunder. Penebalan  Penebalan   dindi dinding ng bronkus bronkus dapat disebabkan oleh inflamasi inflamasi saluran napas, hipertrofi otot polos, dan proliferasi fibroblastic.   Penebalan bronkus minor juga dapat ditemui pada individu normal, asma, perokok, dan infeksi saluran napas  napas  bawah. bawah.

Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan spirometri dapat memperlihatkan gambaran keterbatasan aliran napas dengan  penurunan FEV1 dan penurunan rasio FEV1/FVC, namun pada beberapa pasien dapat da pat ditemukan gambaran spirometri normal. FVC dapat normal atau sedikit menurun mengindikasikan suatu im impa paks ksii

mukus mukus..

Hi Hipe pere reak akti tivit vitas as

br bron onkus kus juga juga di dila lapo pork rkan an

di dida dapat patka kan n

pa pada da

pende penderi rita ta

 bronkiektasis. FEV1 memiliki korelasi terhadap keparahan abnormalitas pada HRCT. Penurunan volume  paru mengindikasikan penyakit paru interstitial sebagai penyakit dasarnya, sedangkan  peningkatan volume paru mengindikasikan suatu air trapping trapping atau impaksi mukus pada saluran napas kecil. kecil. Pemeriksaan Pemeriksaan 6 minute minute walking walking test dilakukan untuk melihat kapasitas fungsional  paru dan dapat diterapkan pada bronkiektasis. Penurunan kapasitas latihan berkorelasi dengan tingkat keparahan pada HRCT.

Pemeriksaan Mikrobiologi

Pemeri Pem eriksa ksaan an mikrob mikrobiol iologi ogi sputum sputum adalah adalah pemeri pemeriksa ksaan an yang sangat sangat pentin penting g dalam dalam  penanganan bronkiektasis. Penelitian yang dilakukan di 4 pusat kesehatan dengan spesialisasi  bronkiektasis (di Hongkong; Tyler, Texas, Barcelona, Spanyol; dan Cambridge, Inggris) mendapatkan data bahwa H bahwa H influenzae adalah patogen yang paling sering terisolasi (yaitu 29% sampaii dengan 42% kasus). sampa kasus). Patogen Patogen lain yang sering sering teridentif teridentifikasi ikasi antara lain Staphylococcus aureus aur eus,, Moraxe Moraxella lla catarr catarrhal halis is,,dan  Pseudomonas

aeruginosa. aeruginosa.

Pa Pato toge genn-pa pato togen gen te ters rseb ebut ut

 

mempuny mem punyai ai kemamp kemampuan uan mengha menghamba mbatt bersi bersihan han mukosi mukosili lier, er, merusa merusak k epitel epitel respir respirasi asi,, dan membentuk membe ntuk biofilm biofilm yang dapat mempermudah mempermudah infeksi infeksi persisten persisten melalui melalui mekanisme mekanisme inhibisi inhibisi imunitas innate serta meningkatkan resistensi antibiotik.

Pemeriksaan Spesifik 

Pemeri Pem eriksa ksaan an spesif spesifik ik dilakuk dilakukan an untuk untuk mendia mendiagno gnosis sis kelain kelainan an spesi spesifik fik ter terten tentu tu sesuai sesuai dengan gambaran klinis yang mendukung. Beberapa pemeriksaan tersebut antara lain: (1) Pada kecurigaan fibrosis kistik dilakukan pemeriksaan kadar konsentrasi ion klorida (Cl-) dengan menggunakan pilocarpine ionthophoresis. Kadar ion klorida > 60 mM menegakkan diagnosis fibr fibros osis is ki kist stik ik.. (2) (2) Pe Pende nderi rita ta de denga ngan n ke kela lain inan an im imuni unita tass hu humo mora rall da dapat pat di diper perik iksa sa ka kada dar  r  Imunogl Imu noglobul obulin in dalam dalam darah, darah, melipu meliputi ti IgM, IgM, IgG, IgG, dan IgA. IgA. (3) Diagnos Diagnosis is Primar Primary y cil ciliar iary y diskinesia (PCD) berdasarkan pada kadar nitric oxide udara ekshalasi dan pemeriksaan spesimen  biopsi nasal dengan menggunakan mikroskop elektron. Kadar nitric oxide yang rendah memiliki nilai diagnostik untuk PCD, dan diagnosis ditegakkan dengan terlihatnya defek pada dynein arms silia pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (5) Kadar IgE melebihi 1000 IU adalah suatu markerr yang spesifik marke spesifik untuk Allergic Allergic bronchopumona bronchopumonary ry aspergillo aspergillosis. sis. (6) Pemeriksaan Pemeriksaan kadar  serum α1-antitrypsin α1-antitrypsin dan  dan pemeriksaan genetik untuk mendiagnosis bronkiektasis defisiensi α12antitrypsin.

X.

PENA PENATA TALA LAKS KSAN ANAA AAN N BRON BRONKI KIEK EKTA TASI SIS S

Penatalaks Penatal aksanaa anaan n bronki bronkiekt ektasi asiss melipu meliputi: ti: identi identifik fikasi asi keadaan keadaan eksase eksaserba rbasi si akut akut dan  penggunaan antibiotik, mengendalikan pertumbuhan mikroba, terapi terhadap kondisi yang mendasarinya, mengurangi respons inflamasi yang berlebihan, peningkatan higienitas bronkial, mengontrol perdarahan bronkial, terapi bedah untuk menghilangkan segmen paru atau lobus paru yang mengalami kerusakan hebat yang dapat menjadi sumber infeksi atau perdarahan.

Antibiotik 

Antibiotik memiliki peranan krusial dalam penatalaksanaan bronkiektasis, antibiotik dapat mengha men ghambat mbat proses proses lingka lingkaran ran setan setan infeks infeksi, i, inflam inflamasi asi,, dan kerusa kerusakan kan epitel epitel salura saluran n napas. napas.

 

Penggunaan Penggun aan antibiotik antibiotik diperlukan sebagai terapi saat eksaserbasi eksaserbasi maupun sebagai terapi jangka  panjang. Penggunaan antibiotik lebih awal pada eksaserbasi dapat membatasi ‘vicious ‘vicious circle’. circle’. Antibioti Anti biotik k dilaporkan dilaporkan dapat menurunkan menurunkan kadar CRP , sel inflamasi pada sputum, volume sputum spu tum,, purule purulensi nsi sputum sputum dan densita densitass bakter bakteri. i. Pender Penderita ita dengan dengan sputum sputum purule purulen n setela setelah h  pemberian antibiotik lebih pendek waktu eksaserbasi berikutnya dibandingkan dengan penderita dengan sputum mukoid. Data klinis menunjukkan pemberian pemberian antibioti antibiotik k dosis tinggi dan jangka waktu yang lebih lama memberikan hasil yang lebih baik, hal tersebut disebabkan sulitnya mencapai konsentrasi antibiotik yang cukup ke dalam lumen yang bronkiektasis, bakteri yang sering resisten, serta adanya biofilm yang ‘melindungi’ bakteri. Lama pemberian terapi antibiotik  sampai saat ini masih menjadi perdebatan, namun demikian British demikian  British Thoracic Society guideline  for non-CF Bronchiectasis 2010 menyebutkan menyebutkan pada kondisi kondisi eksaserbasi eksaserbasi antibiotik antibiotik diberikan diberikan selama 14 hari. Pada saat saat eksase eksaserba rbasi, si, antibi antibioti otik k dapat dapat diberi diberikan kan secara secara oral oral maupun maupun intrav intravena ena sesuai sesuai dengan derajat klinis penderita. Antibiotik oral yang digunakan, bila memungkinkan, sebaiknya  berdasarkan hasil pemeriksaan kultur sputum. Menurut  British Thoracic Society guideline  guideline  for  non-CF non -CF Bronch Bronchiec iectas tasis is 2010, apabila tidak terda terdapat pat data bakteriologis, bakteriologis, maka antibiotik antibiotik lini  pertama yang dapat digunakan adalah amoksisilin 500 mg tiga kali sehari atau klaritromisin 500 mg dua kali sehari (untuk penderita alergi penisilin) selama 14 hari. Regimen dosis tinggi (misalnya amoksisilin 1 gram tiga kali sehari, atau amoksisilin 3 gram dua kali sehari) mungkin diperl dip erlukan ukan pada pender penderita ita dengan dengan bronki bronkiekt ektasi asiss berat berat yang yang tel telah ah ter terjad jadii koloni kolonisas sasii kronis kronis  Haemophilus influenzae. influenzae. Ci Cipr prof oflo loxac xacin in dapa dapatt diberi diberikan kan pada pada penderi penderita ta dengan dengan koloni kolonisas sasii  Pseudomonas aeruginosa  Pseudomonas  aeruginosa,, dimana penggunaannya harus hati-hati pada orangtua. Anti An tibi biot otik ik ko komb mbin inas asii tida tidak k dipe diperl rluk ukan an pada pada pa pasi sien en de deng ngan an in infe feks ksii  Haemophilus influe influenza nzae, e,

Moraxel Moraxella la   cat catarr arrhal halis, is,

Staphyl Staphylococ ococcus cus

aureus aureus

(methi (methicil cillin lin-se -sensi nsitiv tive) e)   dan

Streptococcus pneumoniae. pneumoniae. Apabila Apabila didapatkan didapatkan lebih dari satu patogen, patogen, dapat dipilih dipilih antibiotik  antibiotik  yang mencakup kedua patogen. Kombinasi dapat dilakukan jika didapatkan pola resistensi yang ti tidak dak memungk memungkink inkan an dilakuk dilakukan an terapi terapi tungga tunggal. l. Pada Pada penderi penderita ta dengan dengan kultur kultur  Pseudomonas aeru aerugi gino nossa sen sensit sitif if terhad terhadap ap ciprof ciproflox loxaci acin, n, monote monoterap rapii dengan dengan ciprof ciproflox loxaci acin n oral oral dapat dapat digunakan diguna kan sebagai sebagai terapi terapi lini pertama. pertama. Antibiotik Antibiotik kombinasi kombinasi harus digunakan untuk infeksi infeksi  Pseudomonas aeruginosa yang resisten. MRSA harus diterapi dengan dua antibiotik oral atau

 

satu agen intravena. Hasil pemeriksaan bakteriologi terdahulu dapat digunakan sebagai dasar   pemberian antibiotik.

Higienitas Bronkopulmoner

Penatalaksanaan bronkiektasis juga melibatkan usaha-usaha untuk menghilangkan sekret saluran napas. Usaha yang dapat dilakukan antara lain latihan batuk efektif, postural drainase, fis fisiot iotera erapi pi dada, dada, mengenc mengencerk erkan an sekret sekret salura saluran n napas, napas, serta serta pember pemberian ian bronkod bronkodila ilator tor dan kortikosteroid inhalasi pada saat eksaserbasi akut.

Penatalaksanaan Bedah

Rese Re seks ksii bedah bedah pa pada da br bronk onkie iekt ktas asis is hanya hanya di dila laku kuka kan n de denga ngan n perti pertimb mbang angan an kh khus usus us,, dianta dia ntaran ranya ya pada pasien pasien dengan dengan kelain kelainan an terlok terlokali alisas sasii yang yang gagal gagal dengan dengan ter terapi api medis medis dan menderita gejala klinis yang memperburuk kualitas hidup pasien. Konsep dasar tindakan bedah  pada bronkiektasis adalah menghilangkan area parenkim paru yang rusak yang menyebabkan  penetrasi antibiotik tidak dapat berjalan dengan baik. Jaringan paru yang rusak menjadi area reservoir bakteri reservoir  bakteri yang menyebabkan infeksi berulang. Beberapa hal yang memengaruhi suksesnya tindakan bedah antara lain: reseksi komplit area yang terlibat, intervensi awal untuk mencegah terjadinya perkembangan mikroba resisten dan penyebaran ke segmen paru yang berdekatan, terapi antibiotik preoperasi sesuai dengan kultur dan sensitivitas, terapi antibiotik tetap dilanjutkan setelah operasi, perbaikan suplementasi nutrisi preoperasi sesuai indikasi, antisipasi terhadap komplikasi yang mungkin terjadi.

 

PPOK 

I.

DEFINISI

Penyaki Pen yakitt paru paru obstru obstrukti ktiff kronik kronik (PPOK) (PPOK) adalah adalah penyaki penyakitt paru paru kronik kronik dengan dengan karakteri karakt eristi stik k adanya adanya hambat hambatan an aliran aliran udara udara di salura saluran n napas napas yang bersif bersifat at progre progresif  sif  nonreve nonr eversi rsibel bel atau atau revers reversibe ibell parsia parsial, l, serta serta ada adanya nya respon responss inflam inflamasi asi paru paru ter terhada hadap p  partikel atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemu ditemukan kan bersam bersama, a, meskip meskipun un keduanya keduanya memili memiliki ki proses proses yang yang berbed berbeda. a. Akan Akan tet tetapi api menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan merupakan diagnosis diagnosis klinis, sedangkan sedangkan emfisema emfisema merupakan merupakan diagnosis patologi. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh  pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar.

II.

EPIDEMIOLOGI

Preval Pre valens ensii PPOK PPOK berdas berdasark arkan an Survei Survei Keseha Kesehatan tan Rumah Rumah Tangga Tangga tahun tahun 1995 adalah 13 per 1000 penduduk, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 1. Penderita PPOK umumnya berusia minimal 40 tahun, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan PPOK terjadi pada usia kurang dari 40 tahun. tahun. Menurut hasil  penelitian Setiyanto dkk. di ruang rawat inap RS. RS . Persahabatan Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir semua pasien adalah  bekas perokok yaitu 109 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.  Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak  ditemu ditemukan kan perokok perokok pada pada laki-l laki-laki aki diband dibanding ingkan kan pada wanita wanita.. Hasil Hasil Susena Susenass (Surve (Surveii Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk  laki-l lak i-laki aki merupa merupakan kan perokok perokok dan hanya hanya 1,3% peremp perempuan uan yang merokok merokok.. Sebanya Sebanyak  k  92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.

 

Menuru Men urutt Ilhamd Ilhamd (2000) (2000) dalam dalam Parhus Parhusip ip (2008) (2008),, pender penderit itaa PPOK PPOK mendud menduduki uki  proporsi terbesar yaitu 31,5% dari seluruh penderita penyakit paru yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Januari hingga Desember 1999 dari keseluruhan penyakit paru yang ada.

III.

ETIOLOGI

Berb Be rbed edaa deng dengan an as asma ma,,

peny penyak akit it PPOK PPOK me meny nyeb ebab abka kan n

ob obst stru ruks ksii sa salu lura ran n

 pernapasan yang bersifat ireversibel atau reversible parsial. Gejala yang ditimbulkan pada PPOK biasanya terjadi bersama-sama dengan gejala primer dari penyebab penyakit ini. Etiolo Eti ologi gi PPOK PPOK yang utama utama adalah adalah emfis emfisema ema,, bronki bronkitis tis kronik kronik,, dan perokok perokok berat. berat. Karakteris Karakt eristik tik dari bronkitis bronkitis kronik adalah adanya penyempitan penyempitan dari dinding dinding bronkus bronkus (diagnosis (diagn osis fungsional fungsional), ), sedangkan sedangkan dari emfisema emfisema adalah diagnosis diagnosis histopatol histopatologinya, oginya, sementara itu pada perokok berat adalah diagnosis kebiasaan merokoknya (habit).

IV. FAKT FAKTOR OR RESI RESIKO KO

 Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok  Pada perokok perokok berat berat kemungk kemungkina inan n untuk untuk mendapa mendapatka tkan n PPOK PPOK menjad menjadii lebih lebih tinggi. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema diakib dia kibatk atkan an oleh oleh rokok. rokok. Perokok Perokok lebih beresik beresiko o 45%

untuk untuk terkena terkena PPOK 

dibanding yang bukan perokok. Secara umum telah diket diketahui ahui bahwa merokok merokok dapat menyebabkan menyebabkan gangguan gangguan  pernapasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, sa sala lah h sa satu tu efek efek da dari ri pe pengg nggun unaan aan ni niko koti tin n ak akan an menye menyeba babk bkan an ko kons nstr trik iksi si  bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar keluar paru. paru. Kedua, Kedua, efek efek iritas iritasii asap asap rokok rokok menyeb menyebabka abkan n pening peningkat katan an sekresi cairan ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel epi tel.. Ketiga Ketiga,, nikoti nikotin n dapat dapat melump melumpuhka uhkan n sil silia ia pada permuk permukaan aan sel epitel epitel  pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya lebih banyak debris  berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin

 

 bertambah. Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan adanya tahanan pernapasan dan kualitas hidup berkurang. B. Pekerjaan Pekerja yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena PPOK. Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernapasan dipengaruhi oleh uk ukur uran an pa part rtik ikel el ters terseb ebut ut.. Parti Partike kell ya yang ng be beru ruku kura ran n 5 μm at atau au le lebi bih h akan akan mengendap mengen dap di hidung, hidung, nasofaring, nasofaring, trakea dan percabangan bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 μm akan berhenti di bronkiolus respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 μm biasanya tidak sampai mengen men gendap dap di salura saluran n pernap pernapasa asan n akan akan tet tetapi api akan akan dikelu dikeluark arkan an lagi lagi (Amin, (Amin, 1996). Apabila terdapat debu yang masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ad adaa di di dind ndin ing g alveo alveolu luss akan akan memf memfag agos osit itos osis is de debu bu te ters rsebu ebut. t. Akan Akan te teta tapi pi kemamp kem ampuan uan fagosi fagositik tik makrof makrofag ag terbat terbatas, as, sehing sehingga ga tidak tidak semua semua debu debu dapat dapat difagositosis. Debu yang ada di dalam makrofag sebagian akan di bawa ke bulu getar yang selanjutnya akan dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di interstisium bersama debu yang tidak sempat di fagositosis. Debu organik dapat meni me nimb mbul ulkan kan fibr fibros osis is se seda dangk ngkan an debu debu mi mine nera rall (i (ino norg rgan anik ik)) ti tida dak k se sela lalu lu menimbulkan menim bulkan akibat fibrosis fibrosis jaringan. Reaksi tersebut tersebut dipengaruhi dipengaruhi juga oleh  jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu untuk menghadapi rangsangan yang diterima.

C. Berbagai faktor lain, yakni : 1. Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. Ini dikarenakan  perokok pria lebih banyak 2 kali lipat daripada wanita. 2. Usi Usia, a, di mana mana ini berhubu berhubunga ngan n dengan dengan lamanya lamanya seseor seseorang ang meroko merokok, k, berapa berapa  banyak  bungkus rokok yang telah dihabiskan. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin banyak rokok yang telah dihisap. 3. In Infe feks ksii sa salu lura ran n pern pernap apas asan an ad adal alah ah fa fakt ktor or re resi siko ko ya yang ng be berp rpot oten ensi si untu untuk  k   perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. dewa sa. Infeksi saluran pernapasan  pada

anak-anak

juga

dipercaya

berpotensi

sebagai

faktor

predisposisi

 

 perkembangan PPOK. Walaupun infeksi saluran pernapasan adalah salah satu  penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan infeksi saluran  pernapasan dewasa dan anak-anak dengan perkembangan p erkembangan PPOK masih belum bisa dibuktikan 4. Hiperresponsif saluran pernapasan. Ini bisa menjurus kepada remodelling saluran  pernapasan yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK.

V.

KLASIFIKASI

Berdas Ber dasark arkan an Global Initiative Initiative for Chronic Chronic Obstructi Obstructive ve Lung Disease Disease   (GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut: 1.

Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal

2.

Derajat I (PPOK ringan) Gejalaa klinis Gejal klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum.Sesak  sputum.Sesak  napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1 Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%

3.

Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak  napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80% 8 0%

4.

Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 dan 4. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% 5 0%

5.

Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik. Disertai komplikasi kor   pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.

 

VI.

PATOFIS ISIO IOL LOGI

Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian proksimal,  perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik kro nik dan peruba perubahan han str strukt uktura urall pada paru. paru. Terjad Terjadiny inyaa pening peningkat katan an penebal penebalan an pada pada saluran salur an nafas kecil dengan pening peningkatan katan formasi folikel limfoid limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen salura sal uran n nafas nafas kecil kecil berkur berkurang ang akibat akibat penebal penebalan an mukosa mukosa yang mengand mengandung ung eksuda eksudatt inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. Dalam Dal am keadaan keadaan normal normal radika radikall bebas bebas dan antiok antioksid sidan an berada berada dalam dalam keadaa keadaan n seimbang. Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar  dari berbagai macam penyakit paru. Pengar Pen garuh uh gas poluta polutan n dapat dapat menyeba menyebabkan bkan str stress ess oksida oksidan, n, selanj selanjutn utnya ya akan akan meny me nyeba ebabk bkan an

terj terjad adin inya ya

pe pero roks ksid idas asii

lipi lipid. d.

Pe Pero roks ksid idas asii

li lipi pid d

se sela lanj njut utnya nya

ak akan an

menimb men imbulk ulkan an kerusa kerusakan kan sel daninf daninflam lamasi asi.. Proses Proses inflam inflamasi asi akan mengakt mengaktifk ifkan an sel makrof mak rofag ag alveol alveolar, ar, aktiva aktivasi si sel terseb tersebut ut akan akan menyeb menyebabka abkan n dilepa dilepaska skanny nnyaa faktor  faktor  kemota kem otatak taktik tik neutrof neutrofil il sepert sepertii interl interleuki eukin n 8 dan leukot leukotri rienB4 enB4,, tumor tumor necros necrosis is factor  factor  (TNF), (TN F), monocyt monocytee chemota chemotacti cticc peptid peptide(M e(MCP) CP)-1 -1 dan reacti reactive ve oxygen oxygen specie speciess (ROS). (ROS). FaktorFakt or-fak faktor tor terseb tersebut ut akan merang merangsan sang g neutrof neutrofil il melepa melepaska skan n protea protease se yang akan akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8,, selanj CD8 selanjutn utnya ya terjad terjadii kerusa kerusakan kan sepert sepertii proses proses inflam inflamasi asi.. Pada keadaa keadaan n normal normal terd terdap apat at kesei keseimb mbang angan an an anta tara ra ok oksi sida dan n dan an anti tiok oksi sidan dan.. Enzi Enzim m NADP NADPH H yang yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadii anion superoksidadenga menjad superoksidadengan n bantuan enzim superoksid superoksid dismutase. dismutase. Zat hidrogen hidrogen  peroksida (H2O2) yang toksik akandiubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida (HOCl).

 

Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat menginduksi batuk  kronis kro nisseh sehing ingga ga percab percabanga angan n bronku bronkuss lebih lebih mudah mudah ter terinf infeks eksi.P i.Penu enurun runan an fungsi fungsi paru paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran napas. Kerusakan struktur berupa destru des truksi ksi alveol alveol yangmen yangmenuju uju ke arah arah emfis emfisema ema karena karena produk produksi si radika radikall bebas bebas yang yang  berlebihan oleh leukosit dan polusi dan asap rokok. VII.

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariaso, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi  paru. Diagnosis PPOK ditegakkan berdasarkan : A.

Gambaran Klinis

1. Anam Anamne nessis -

Ri Riwa waya yatt mer merok okok ok atau atau beka bekass per perok okok ok deng dengan an at atau au tan anpa pa gej gejal alaa  pernafasan -

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

-

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

-

Terdap Terdapat at factor factor predisposi predisposisi si pada masa bayi/anak, bayi/anak, misalnya misalnya berat badan lahir lah ir rendah rendah (BBLR) (BBLR),, infeks infeksii salura saluran n nafas nafas berula berulang, ng, li lingku ngkungan ngan asap asap rokok dan polusi udara

-

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak 

-

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksaan Fisik PPOK dini umumnya tidak ada kelainan -

Purs Pursed ed-l -lip ipss brea breath thin ing g (mul (mulut ut set seten enga gah h terk terkat atup up men mencu cucu cu))

-

Barr Barrel el ches chestt ((di diam amet eter er an ante tero ro-po -post ster erio iorr dan dan tra trans nsve vers rsal al se seba band ndin ing) g)

-

Penggunaan otot bantu nafas

-

Hipertrofi otot bantu nafas

-

Pelebaran sela iga

 

-

Bi Billa tel telah terj terjad adii gaga gagall jant antung ung kana kanan n ter erllihat hat deny denyut ut vena vena jugu jugullar ariis di leher dan edema pada tungkai

-

Pena Penam mpil pilan pink pink puff puffer er atau atau blue blue bl bloa oatter 

-

Pada Pada emfi emfise sema ma,, ffre remi mitu tuss mel melem emah ah,, ssel elaa ig igaa mele meleba bar  r 

-

Pada Pada emfi emfissema, ema, sua suara ra perk perkus usii hi hipe pers rson onor or dan dan bat batas jant jantun ung g menge engeci cill, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.

-

Suar Suaraa nafa nafass vesi vesiku kule lerr norm normal al atau atau mel elem emah ah

-

Terdap apaat ron onk ki dan atau mengi pada wak akttu be berrnaf afaas bias asaa atau pad adaa ekspirasi paksa

-

Ekspirasi memanjang

-

Bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer adalah gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kul it kemera kemerahan han dan pernaf pernafasa asan n pursed pursed-li -lips ps breath breathing ing.. Blue Blue bloate bloaterr adalah adalah gambaran yang khas pada bronchitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema ede ma tungka tungkaii dan ronki ronki basah basah di basal basal paru, paru, sianos sianosis is sentr sentral al dan perif perifer. er. Pursed Pur sed-li -lips ps breath breathing ing adalah adalah sikap sikap seseor seseorang ang yang bernaf bernafas as dengan dengan mulut mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik.

B.

Pemeriksaan Pe Penunjang a. Pemeriksaan Rutin

1.

Faal Paru • Spirometri (VE (VEP1, P1, VEP1 prediksi, prediksi, KVP, VEP1/KVP) -

Obs bsttruksi di ditentukan ole oleh nil nilai VE VEP1 pre predi dik ksi (% (%) da dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi: % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75%

 

-

VEP1 me merup upaakan par paraameter ya yang paling umum dipak akaai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan  penyakit.

-

Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakuk dilakukan, an, APE meter meter walaup walaupun un kurang kurang tepat, tepat, dapat dapat dipakai sebagai alternative dengan memantau variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

• Uji Uji Bron Bronko kodi dila lato tor  r  -

Dilakuka kan n den dengan men menggu gun nakan spi spirometri, bil bila tid tidak  ada

gunakan

APE

meter.

Setelah

pemberian

 bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudi kem udian an di dili lihat hat peruba perubaha han n ni nila laii VEP1 VEP1 at atau au APE, APE,  perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan 20% dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

5.

Analisis gas darah

6.

Radiologi

7. 8.

Elektrokardiografi Ekokardiografi

9.

Bakteriologi

10.

Kadar al alfa-1 an antitripsin

VIII VI II.. DIAG DIAGNO NOSI SIS S BAN BANDI DING NG



Asma



SOPT SOPT (Sindro (Sindroma ma Obstru Obstruksi ksi Pasca Pascatub tuberk erkulo ulosi sis) s) adalah adalah penyak penyakit it obstru obstruksi ksi salu saluran ran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal

 



Pneumotoraks



Gagal jantung kr kronik 



Peny Penyak akit it par paru deng dengan an obst obstrruks uksi sal salur uran an napa napass lai ain, n, misa misall : br bron onki kiek ekttas asiis, destroyed lung.

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indo Indone nesi sia, a, ka kare rena na itu itu di diag agnos nosis is ya yang ng tepat tepat ha haru russ di dite tega gakk kkan an ka kare rena na te tera rapi pi dan  prognosisnya berbeda.

IX.. IX

PENA PENAT TALAK ALAKSA SANA NAA AN A. Penatalaksanaan PPOK PPOK stabil

Sebelu Seb elum m melaku melakukan kan penata penatalak laksan sanaan aan ter terhad hadap ap PPOK, PPOK, seoran seorang g dokter  dokter  harus dapat membedakan keadaan pasien. Apakah pasien tersebut mengalami seranga ser angan n (eksas (eksaserb erbasi asi)) atau atau dalam dalam keadaan keadaan stabil stabil.. Hal ini dikare dikarenak nakan an  pentalaksanaan dari kedua jenis ini berbeda. Tujuan Tujua n penatalaksa penatalaksanaan naan pada keadaan stabil antara lain mempertahankan mempertahankan fungsi paru, meningkatkan kualitas hidup dan terakhir mencegah eksaserbasi. Penatal Pena talaks aksana anaan an PPOK PPOK stabil stabil dil dilaks aksana anakan kan di Polikl Poliklini inikkli kklinik nik sebaga sebagaii evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi pemberian obat-obatan, edukasi, nutri nut risi si,, reha rehabi bili lita tasi si da dan n ruju rujuka kan n ke sp spes esia iali liss pa paru ru/r /rum umah ah sa saki kit. t. Dala Dalam m  penatalaksanaan PPOK yang stabil termasuk disini melanjutkan pengobatan  pemeliharaan dari rumah sakit atau dokter spesialis paru baik setelah meng me ngal alam amii se sera rang ngan an be bera ratt atau atau ev eval alua uasi si sp spes esia iali list stik ik la lain innya nya,, se sepe pert rtii  pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah, kardiologi dll. Obat-obatan dibe diberi rika kan n

deng dengan an

tujua ujuan n

mengu engurrangi angi

la lajju

bera berattnya nya

peny penyak akit it

dan dan

mempertahankan keadaan stabil yang telah tercapai dengan mempertahankan  bronkodilatasi dan penekanan inflamasi. Obat-obatan yang digunakan antara lain: 1. Br Bron onko kodi dillator  ator 

 

Diberikan dalam bentuk oral, kombinasi golongan beta 2 agonis dengan golong gol ongan an xantin xantin.. Masing Masing-ma -masin sing g dalam dalam dosis dosis subobt subobtima imal, l, sesuai sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit sebagai dosis pemeliharaa pemeliharaan. n. Contohnya aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinsi dengan salbutamol 1 mg atau terbutalin 1 mg. 2. Kort Kortik ikos oste tero roid id Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk  oral, setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama  bagi penderita dengan uji steroid positif. 3. Eks Ekspekt pektor oran an Gunakan obat batuk hitam (OBH) 4. Mukolitik Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mucoid 5. Antitusif Kodein hanya diberikan bila batuk kering dan sangat mengganggu.

 

Manf Ma nfaat aatka kan n obatobat-oba obata tan n ya yang ng te ters rsed edia ia se sesu suai ai denga dengan n pe perk rkir iraa aan n  patogenesis yang terjadi pada keluhan klinis. Perhatikan dosis dan waktu pemberian untuk menghindari efek samping obat. Tabel 1. Terapi berdasarkan stage dari PPOK  Sumber: Gl Globa oball in init itia iati tive ve for chron chronic ic ob obst stru ruct ctiv ivee lu lung ng di disea sease se (GOLD) B. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut

Prinsip Prins ip penatalaksan penatalaksanaan aan PPOK eksaserbasi eksaserbasi akut adalah mengatasi mengatasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya kematian. Risiko kematian dari eksaserbasi sangat berhubungan dengan terjadinya asidosis respiratorik, adanya komorbid, dan kebutuhan akan alat ventilasi. Penanga Pena nganan nan eksase eksaserba rbasi si akut dapat dapat dilaks dilaksana anakan kan di rumah rumah (untuk  (untuk  eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan

 berat). Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara

 

rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU. 1. Bron Bronko kodi dila lato torr

Bronkodilat Bronko dilator or yang lebih dipilih dipilih pada terapi terapi eksaserbasi eksaserbasi PPOK adalah  short-acting  inhaled   inhaled B2-agonists. Jika respon segera dari obat ini belum tercapai, direkomendasikan menambahkan antikolinergik, walaupun bukti ilmi ilmiah ah

efek efekti tivi vita tass

komb kombin inas asii

in inii

masi masih h

kont kontro rove vers rsia ial. l.

Wala Walaup upun un

 penggunaan klinisnya yang luas, peranan metilxantin dalam terapi ek eksa sase serb rbas asii

masi masih h

ko kont ntro rover versi sial al..

Se Seka kara rang ng

meti metilx lxant antin in

(t (teo eofi fili lin, n,

aminofilin) dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua, ketika tidak ada respon res pon yang adekuat adekuat dari penggunaan penggunaan  short-acting inhaled B2-agonists. B2-agonists. Tidak Tid ak ada peneli penelitia tian n klinis klinis yang mengev mengevalu aluasi asi pengguna penggunaan an long-acting  inhale inh aled d B2-agonis B2-agonists ts dengan/tanpa dengan/tanpa inhalasi inhalasi glukokorti glukokortikoster kosteroid oid selama selama eksaserbasi. Bilaa rawat Bil rawat jalan jalan B2-agon B2-agonis is dan antiko antikolin linergi ergik k harus harus diberi diberikan kan dengan dengan  peningkatan dosis. Inhaler masih cukup cu kup efektif bila digunakan dengan cara yang tepat, nebulizer nebulizer dapat digunakan agar bronkodilat bronkodilator or lebih efektif. efektif. Hati-hati dengan penggunaan nebulizer yang memakai oksigen sebagai kompresor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk menghasilkan uap da dapat pat meny menyeb ebabk abkan an rete retens nsii CO2. CO2. Golo Golong ngan an xa xant ntin in da dapa patt di diber berik ikan an  bersama-sama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek  mempe emperk rkua uatt otot otot diaf diafrragma agma.. Dal Dalam pera perawa wattan di ru ruma mah h sa saki kitt,  bronkodilator diberikan secara intravena dan nebulizer, dengan de ngan pemberian p emberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap timbulnya palpitasi sebagai efek  samping bronkodilator. 2. Kor orti tiko kost ster eroi oid d

Kortikosteroid oral/intravena direkomendasikan sebagai tambahan terapi  pada penanganan eksaserbasi PPOK. Dosis pasti yang direkomendasikan tida tidak k di dike keta tahu hui, i, teta tetapi pi do dosi siss ti ting nggi gi be berh rhub ubung ungan an de deng ngan an ri risi siko ko ef efek  ek  samping yang bermakna. Dosis prednisolon oral sebesar 30-40 mg/hari se sela lama ma 77-10 10 ha hari ri adal adalah ah efek efekti tiff da dan n aman. aman. Menu Menuru rutt PDPI PDPI (2 (2003 003), ),

 

kortikosteroid tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Padaa eksase Pad eksaserba rbasi si deraja derajatt sedang sedang dapat dapat diberi diberikan kan predni prednison son 30 mg/har mg/harii se sela lama ma 11-2 2 mi ming nggu gu,, pa pada da de dera raja jatt be bera ratt di diber berik ikan an se seca cara ra in intr trave avena na.. Pemberian lebih dari dua minggu tidak memberikan manfaat yang lebih  baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping. 3. Ant ntiibio biotik  tik  Antibiotik harus diberikan kepada : a. Pasi Pasien en ek eksa sase serb rbas asii yang yang memp mempun unya yaii ti tiga ga ge geja jala la ka kard rdin inal al,, ya yait itu u  peningkatan volume sputum, sputum menjadi semakin purulen, dan  peningkatan sesak.  b. Pasien eksaserbasi yang mempunyai dua gejala kardinal, jika  peningkatan purulensi merupakan salah satu dari dua gejala tersebut. c. Pasien Pasien eksaser eksaserbasi basi yang memerlukan memerlukan ventilasi ventilasi mekanik. mekanik. Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan komposisi kompos isi kombinasi kombinasi antibioti antibiotik k yang mutakhir. mutakhir. Pemberian Pemberian antibiotik  antibiotik  di rumah sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk  rawat jalan bila eksaserbasi eksaserbasi sedang sebaiknya diberikan kombinasi dengan makrolid, makrolid, dan bila ringan dapat diberikan diberikan tunggal. Antibiotik  Antibiotik  yang yang dapa dapatt dibe diberi rika kan n di Pusk Puskes esma mass ya yait itu u li lini ni I: Ampi Ampisi sili lin, n, Kotr Ko trim imok oksa saso sol, l, Er Erit itro romi misi sin, n, da dan n li lini ni II II:: Kl Klor oram amfe feni niko kol, l,

Er Erit itro romi misi sin, n,

kombi kombina nasi si

Ampi Ampisi sili lin n

ko komb mbin inas asii

Kl Klor oram amfe feni niko koll

de deng ngan an

Kotrimaksasol ditambah dengan Eritromisin sebagai Makrolid. 4. Tera Terapi pi Oks ksig igen en Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Tingkat oksigenasi yang adekuat (PaO2>8,0 kPa, 60 mmHg atau SaO2>90%) mudah tercapai pada pasien PPOK yang tidak ada komplikasi, tetapi retensi CO2 dapat terjadi secara perlahan-lahan dengan  perubahan gejala yang sedikit sehingga perlu evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury mask)

 

24%, 28% atau 32%. Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar PaCO2 dan PaO2. Bila terapi oksigen tidak  dapat dap at mencap mencapai ai kondis kondisii oksige oksigenas nasii adekuat adekuat,, harus harus diguna digunakan kan ventila ventilasi si mekanik.

5. Vent Ventil ilas asii Meka Mekani nik  k 

Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat adalah mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta memperbaiki gejala. Ventilasi mekanik terdiri dari ventilasi intermiten non invasif (NIV), baik  yang menggunakan tekanan negatif ataupun positif (NIPPV), dan ventilasi mekani mek anik k invasi invasiff dengan dengan oro oro-tr -trache acheal al tube tube atau trakeostomi. Dahulukan  penggunaan NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik  de denga ngan n intu intubas basi. i. Pe Pengg nggun unaan aan NI NIV V te tela lah h di dipe pela laja jari ri da dala lam m beber beberapa apa  Randomized Controlled Trials pada Trials pada kasus gagal napas akut, yang secara konsisten menunjukkan hasil positif dengan angka keberhasilan 80-85%. Hasi Ha sill

in inii

menu menunj njuk ukka kan n

bu bukt ktii

ba bahw hwaa

NI NIV V

memp memper erba baik ikii

as asid idos osis is

respiratorik, menurunkan frekuensi pernapasan, derajat keparahan sesak, dan lamanya rawat inap.

X.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas kronik, gagal napas akut  pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan kor pulmonale. Gagal napas kronik  ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO250 mmHg, serta pH dapat normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sianos is, volume sputum berta bertambah mbah dan purulen, purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada  pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50 %, dan dapat disertai gagal jantung kanan.

 

XI.. XI

Penc Penceg egah ahan an dan dan Edu Eduka kasi si PPO PPOK  K  A.

Pencegahan PPOK

1.

Penc Penceg egah ahan an Pri Primord mordiial Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan pada orang-orang yang  belum ada faktor resiko PPOK, meliputi: menciptakan lingkungan yang  bersih dan berperilaku hidup sehat seperti tidak merokok.

2.

Pe Pence ncega gaha han n Pri Prime merr (P (Pri rima mary ry Pr Prev even enti tion on)) a.

Kebi Kebias asaa aan n mer merok okok ok har harus us di dihe hent ntik ikan an

 b.

Memakai alat pelindung seperti masker di tempat kerja (pabrik) yang terdapat asap mesin, debu

3.

c.

Membua Membuatt coron corong g asap asap di rumah rumah maupu maupun n di tempat tempat kerja kerja (pabri (pabrik) k)

d.

Pendidi Pendidikan kan tentan tentang gb baha ahaya-b ya-baha ahaya ya yang ditimb ditimbulk ulkan an PPOK PPOK

Pe Pence ncega gaha han n Seku Sekunde nderr (Se (Seco conda ndary ry Pre Preven venti tion) on) Pencega Penc egahan han sekunde sekunderr merupa merupakan kan upaya upaya untuk untuk mencega mencegah h orang orang yang telah sakit agar sembuh, sembuh, menghambat menghambat progresifi progresifitas tas penyakit penyakit dan menghindari menghi ndari komplikasi komplikasi.. Tujuan

pencegahan pencegahan sekunder sekunder adalah untuk 

mengob men gobati ati pender penderita ita dan mengur mengurang angii akibat akibat-aki -akibat bat

yang

lebih lebih

se seri rius us dari dari peny penyak akit it yait yaitu u mela melalu luii di diag agno nosi siss di dini ni da dan n pe pemb mber eria ian n  pengobatan. 4.

Pe Pence ncega gaha han n Tert Tertie ierr ((Te Tert rtia iary ry Pre Preve vent ntio ion) n) Tujuan pencegahan tertier adalah untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Pencegahan tertier meliputi: a. Rehabilitasi Ps Psikis Rehabilitasi psikis bertujuan memberikan motivasi pada penderita untuk dapat menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak dapat di dise semb mbuh uhka kan n bahka bahkan n ak akan an meng mengal alam amii ke kecem cemas asan an,, ta takut kut dan depresi terutama saat eksaserbasi. Rehabilitasi psikis juga bertujuan mengurangi bahkan menghilangkan perasaaan tersebut.  b.

Rehabilitasi Pekerjaan Rehabilita Rehabi litasi si pekerjaan pekerjaan dilakukan dilakukan untuk menyelarask menyelaraskan an pekerjaan pekerjaan yang dapat dilakukan penderita sesuai dengan gejala dan fungsi

 

 paru penderita. Diusahakan menghindari pekerjaan yang memiliki risiko terjadi perburukan penyakit. c.

Rehabilitasi Fisik Penderita PPOK akan mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik serta diikuti oleh gangguan pergerakan yang mengakibatkan kondisi inaktif dan berakhir dengan keadaan yang tidak terkondisi. Tujuan Tuj uan rehabi rehabili litas tasii fisik fisik yang utama utama adalah adalah memutu memutuska skan n rantai rantai tersebut sehingga penderita tetap aktif.

B.

Edukasi PPOK 

Hal lain yang harus diberikan adalah pendidikan atau edukasi, karena keterb ket erbata atasan san obat-o obat-obat batan an yang yang tersed tersedia ia dan masala masalah h sosiok sosiokult ultura urall lai lainnya nnya,, seperti keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk, keterbatasan ekonomi dan sarana kesehatan, edukasi di Puskesmas ditujukan untuk mencegah  bertambah beratnya penyakit dengan cara menggunakan obat yang tersedia dengan tepat, tepat, menyesuaikan menyesuaikan keterbatas keterbatasan an aktivitas aktivitas serta mencegah mencegah eksaserbasi eksaserbasi.. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat juga harus dijaga. Asupan nutrisi nutrisi diberikan diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. sering. Kekurangan Kekurangan kalori dapat menyebabkan meningkatnya derajat sesak. Pemberian karbohidrat yang  berlebihan menghasilkan CO2 yang berlebihan. Dan yang terakhir adalah ad alah tahap rehabiltasi dimana pasien harus diberikan latihan pernapasan dengan pursed-lips, latihan ekspektorasi dan latihan otot pernapasan dan d an ekttremitas. XII. XI I. PROG PROGNO NOSI SIS S

Beberapa pasien mungkin hidup lebih lama dengan eksaserbasi, namun tetap dengan  bantuan dari ventilasi mekanik sebelum meninggal akibat penyakit ini. Banyak kematian dari PPOK disebabkan oleh komplikasi sistem pernapasan, berhubungan dengan kondisi lain lain ya yang ng se seben benar arnya nya memi memili liki ki angka angka ke kema mati tian an ya yang ng re renda ndah h ap apab abil ilaa ti tida dak k te terj rjadi adi  bersamaan dengan PPOK.

 

DAFTAR PUSTAKA

1.

Rasyid Rasyid,, Ahmad. Ahmad. Abse Absess Paru. Paru. Dala Dalam: m: Buku Buku Ajar Ajar Ilmu Ilmu Penya Penyakit kit Dalam. Dalam. Jil Jilid id III. III. Edis Edisii V. Jakarta : Interna Publishing. 2009. Hal 2323-8 2323 -8

2.

Alsa Alsaga gaff ff,, Hodd Hodd.. Mukt Mukty, y, H. Abdu Abdul( l(ed ed). ). Dasa Dasarr-da dasa sarr il ilmu mu pe peny nyak akit it pa paru ru.. Sura Suraba baya ya:: Airlangga University Press. 2005. Hal 136-40

3.

Kumar umar,, Vi Vina nay. y. Abba Abbas, s, Abul Abul.. Robb Robbiins Bas Basic Path Pathol olog ogy, y, 8 th  editi edition. on. Philadelphi Philadelphia: a: Saunders. 2007. Hal 515

4.

Muller Muller,, Nestor Nestor.. Franqu Franquet, et, Thom Thomas. as. Soo Soo Lee, Lee, Kyung. Kyung. Imagin Imaging g of Pulm Pulmonol onolgy gy Infec Infecti tion, on, 1st edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007. Chapter 1

5.

Fa Faiz iz,, Omar. Omar. Moffa Moffat, t, David David.. At a Glance Glance Serie Seriess Anatom Anatomi. i. Jakar Jakarta ta:: Penerb Penerbit it Erla Erlang ngga. ga. 2002. Hal 12-3

6.

Eng, Eng, Phili Philip. p. Cheah, Cheah, Foong Foong Koon Koon.. Inte Interp rpre reti ting ng Chest Chest XX-Ra Rays ys.. Cambri Cambridg dge: e: Cambr Cambrid idge ge University Press. 2005. Hal 101, 199

7.

Budj Budjan ang g N. Rada Radang ng.. Rada Radang ng Paru Paru Yang Yang Tidak Tidak Spesi Spesifi fik. k. Dalam Dalam:: Ekay Ekayud udaa I, edito editor. r. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2005. 200 5. Hal. 100-5

8.

Casaburi R, R , Zu Z uWallack R .  Pulmonary rehabilitation for management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Disease. N Engl J med 2009: 360:1329- 35.

9.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global Strategy for  The Diagnos Diagnosis, is, Managem Management ent,, and Preven Preventio tion n of Chroni Chronicc Obstru Obstructi ctive ve Pulmona Pulmonary ry  Disease.. 2011  Disease

10.

Guyt Guyton on AC, AC, Hall Hall JE JE.. 2006. 2006. Vent Ventil ilas asii  Paru dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. 11. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 495-506.

11. 11.

Khair hairan anii F. F.,, 2013 2013.. Penyakit Paru Obstruktif Kronik . Universitas Diponegoro

12.

Oemiati, R. R., 20 2013.  Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). (PPOK) . Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

13.

Perhim Perhimpun punan an Dokter Dokter Paru Indonesi Indonesiaa (PDPI). (PDPI). Penyakit Penyakit Paru Paru Obstrukt Obstruktif if Kronik Kronik (PPOK): (PPOK):  Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2011. 2011.

14.

World Health Organization (WHO). Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD.) 2015 Available from : http://www.who.int/respiratory/copd/en/

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF