Laporan Kasus - Abses Cerebri
July 6, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Kasus - Abses Cerebri...
Description
Laporan Kasus Kasus
ABSES CEREBRI
Diajukan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik di Departemen Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Disusun oleh: Nabilla Faradilla Aryadinata, S. Ked
Pembimbing dr. Andika Okparasta, Sp. S
DEPARTEMEN NEUROLOGI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2018
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Kasus
ABSES CEREBRI
Oleh: Nabilla Faradilla Aryadinata, S. Ked
Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 17 September s.d. 22 Oktober 2018
Palembang, Oktober 2018
dr. Andika Okparasta, SpS
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah
dan
rahmat-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Abses Cerebri . Laporan kasus ini “
”
disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andika Okparasta, SpS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran bagi kita semua.
Palembang, Oktober 2018
Penulis
3
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ................... .......................................... .............................................. ..................................... ..............2 KATA PENGANTAR ........................................... ................................................................. ............................................ .......................... ....3 DAFTAR ISI ........................................... ................................................................. ............................................ ......................................... ...................4 BAB I PENDAHULUAN ......................................... ............................................................... ............................................. .......................5 BAB II STATUS PENDERITA .................................................. ......................................................................... .......................... ...6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................ .............................................................. ................................ ..........20 BAB IV ANALISA KASUS .......................................... ................................................................. ....................................... ................33 DAFTAR PUSTAKA ............................................ ..................................................................... ..............................................3 .....................35 5
4
BAB I PENDAHULUAN Abses otak adalah kumpulan pus pada intraparenkim. Insidensi abses otak adalah sebanyak 8% dari seluruh massa intracranial pada negara berkembang dan 1-2% pada negara barat.1 Kasus infeksi dari dari luar luar seperti fraktur fraktur pada tengkorak, operasi intracranial atau luka tembak hanya memiliki proporsi kecil (tepatnya 10 persen), abses cerebri selalu menjadi bakteremia sekunder dan focus bakterinya dapat berasal dari manapun dalam tubuh.2 Abses serebri berasal dari area terlokalisasi dari cerebritis pada parenkim dan berubah menjadi kumpulan pus yang terselimuti oleh kapsul yang tervaskularisasi baik. Perubahan dari epidemiologi dan spektrum klinis dari abses cerebri, factor predisposisi dan prevalensi pathogen bakteri yang berkontribusi terhadap kematian sangat 1,3
bervariasi di setiap daerah. Abses serebri merupakan suatu penyakit multidisiplin yang melibatkan suatu tim. Tim yang terlibat terdiri dari dokter spesialis neurologi, bedah neurologi, penyakit infeksi, dan neuroradiologis. Pembentukan abses intracranial berhubungan langsung terhadap virulensi mikroorganisme dan sistem imun pasien. Penyakit ini adalah suatu penyakit serius, mengancam nyawa dan dapat menyebabkan disabilitas apabila salah diagnosis atau tatalaksana yang tidak tepat. Tatalaksana akan menghasilkan hasil terbaik ketika agen etiologic teridentifikasi dan mendapat terapi antimikroba yang tepat. Penyebab pathogen dari abses cerebri sangat bervariasi sesuai dengan lokasi geografi, usia, kondisi medis dan atau riwayat pembedahan dan jalur penyebaran infeksi. Selama 10 hingga 15 tahun terakhir, insidensi abses otogenik berkurang sedangkan abses cerebri akibat trauma dan operasi meningkat. Abses cerebri dapat terjadi tanpa gejala dan memiliki mortalitas tinggi. Meskipun telah berkembangnya ilmu neuroimaging, teknik bedah neurologi, neuoranesthesia, isolasi mikrobiologis dan terapi antibiotic, abses serebri bacterial tetaplah suatu penyakit yang membahayakan dengan tingkat kematian sekitar 1060%. Oleh karena itu, laporan kasus ini ditulis agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai kasus abses serebri. 5
BAB II STATUS PENDERITA I.
IDENTIFIKASI
Nama Umur
: Tn. HB : 69 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat
: Sungai Lilin, Banyuasin
Agama
: Islam
Tanggal MRS : 15 September 2018 No. RM
II.
: 524269
ANAMNESIS (Autoanamnesis, 18 September 2018 2018 Pukul 14.30 14.30 WIB)
Penderita dirawat di bagian neurologi RSMH karena mengalami kelemahan sesisi tubuh kiri secara perlahan-lahan. ± 4 bulan lalu pasien mengalami keluhan kelemahan sesisi tubuh kiri secara perlahan-lahan. Kelemahan semakin lama semakin berat, mulut mengot ada, bicara menjadi pelo, pasien merasakan nyeri kepala lama, nyeri seperti ditekan, muncul tiba-tiba, terkadang hilang dengan dengan minum obat. Penderita menyangkal adanya mual muntah muntah dan kejang. kejang. Demam terkadang muncul muncul dengan suhu yang yang tidak terlalu tinggi dan hilang timbul, sembuh setelah minum obat penurun panas. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan disangkal. Penurunan kesadaran tidak ada, Pasien mampu mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan baik secara lisan, tulisan dan isyarat. is yarat. Pasien mampu mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita memiliki riwayat sakit gigi sejak muda dan gusi gusi sering bengkak dan nyeri, namun tidak pernah ke dokter gigi. Riwayat demam lama dan sakit kepala lama ada. Riwayat keluar cairan dari telinga, seks bebas, memakai narkoba suntik dan memakai tato tidak ada. Riwayat benjolan ditubuh tidak ada, riwayat trauma kepala dan operasi kepala tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat hipertensi, DM, dan stroke tidak ada. Pasien sudah dirawat di RSUD Sekayu selama 13 hari, mendapat terapi ceftriaxone, metronidazole, dexamethasone, 6
omeprazole, merlopam. Pasien sudah melakukan pemeriksaan CT Scan di RSUD Sekayu dan dikatakan terdapat massa berisi cairan dan kemudian dirujuk ke RSMH Palembang. Penyakit seperti ini diderita untuk yang pertama kalinya.
III. PEMERIKSA PEMERIKSAAN AN FISIK KeadaanUmum
Kesadaran
: GCS = 15(E4M6V5)
Tekanan Darah
: 150/90 mmHg
Nadi
: 96kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu Badan
: 36,8ºC
Pernapasan
: 22 kali/menit
BB
: 60 kg
TB
: 162 cm
IMT
: 22,86 kg/m2 (normal)
KeadaanSpesifik
Kepala
: Konjungtiva palpebra anemis (-/-),bibir kering (-)
Leher
: JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Thorax Cor
: I:Ictus kordis tidak terlihat. P: Ictus kordis tak teraba. P: Batas jantung atas ICS II linea mid klavikula, batas jantung kanan ICS IV linea para sternalis dextra, dextr a, batas jantung kiri ICS VI linea axilaris anterior sinistra. A: Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 90x/menit, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
: I :Statis dan dinamis simetris kiri = kanan P: Stem fremitus kiri = kanan P:Sonor A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen
: I : Datar
7
P: Lemas P: Timpani, hepar dan lien takteraba A: Bising usus (+) normal Ekstremitas
: Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)
Kulit
: Turgor < 2” 2”
Status Psikiatrikus
Sikap
: Kooperatif
Ekspresi Muka
: wajar
Perhatian
: adekuat
Kontak Psikis
: adekuat
Status Neurologikus Kepala
Bentuk
: normosefali
Deformitas
: tidak ada
Ukuran
: normal
Fraktur
: tidak ada
Simetris
: simetris
Nyeri fraktur
: tidak ada
Hematom
: tidak ada
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor
: tidak ada
Pulsasi
: tidak ada
Sikap
: lurus
Deformitas
: tidak ada
Torticolis
: tidak ada
Tumor
: tidak ada
Kaku kuduk
: tidak ada
Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Leher
Saraf – Saraf Saraf Otak
N. Olfaktorius
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Anosmia
Tidak ada
Tidak ada
Hiposmia
Tidak ada
Tidak ada
Parosmia
Tidak ada
Tidak ada
Penciuman
N. Optikus Visus
Kanan
Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
8
Campus visi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Anopsia
Tidak ada
Tidak ada
Hemianopsia
Tidak ada
Tidak ada
Fundus Oculi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Papil edema
Tidak ada
Tidak ada
Papil atrofi
Tidak ada
Tidak ada
Perdarahan retina
Tidak ada
Tidak ada
N. Occulomotorius, Trochlearis, &
Kanan
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
- Strabismus
Tidak ada
Tidak ada
- Exophtalmus
Tidak ada
Tidak ada
- Enophtalmus
Tidak ada
Tidak ada
- Deviation conjugae
Tidak ada
Tidak ada
Ke segala arah
Ke segala arah
- Bentuk
Bulat
Bulat
- Diameter
3 mm
3 mm
- Isokor/anisokor
Isokor
Isokor
- Midriasis/miosis
Tidak ada
Tidak ada
Langsung
Ada
Ada
Konsensuil
Ada
Ada
Akomodasi
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Abducens Diplopia Celah mata Ptosis Sikap bola mata
Gerakan bola mata
Pupil
- Refleks cahaya
- Argyl Robertson
N. Trigeminus
Kanan
Kiri
9
Motorik - Menggigit
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
- Dahi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Pipi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Dagu
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
- Trismus - Refleks kornea Sensorik
N. Fasialis
Kanan
Kiri
simetris
simetris
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Sudut mulut tertinggal
Tidak ada kelainan
Datar
Tidak ada kelainan
Tidak Simetris
Simetris
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Salivasi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Lakrimasi
Tidak ada kelainan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Motorik - Mengerutkan dahi - Menutup mata - Menunjukkan gigi - Lipatan nasolabialis - Bentuk muka Sensorik - 2/3 depan lidah - Otonom
Chvostek’s sign sign
N. Cochlearis
Kanan
Kiri
Suara bisikan
Tidak ada kelainan
Detik arloji
Tidak ada kelainan
Tes Weber
Tidak ada kelainan
Tes Rinne
Tidak ada kelainan
N. Vestibularis Nistagmus
Kanan
Kiri
Tidak ada
Tidak ada
10
Vertigo
Tidak ada
N. Glossopharingeus dan N. Vagus Vagus
Tidak ada
Kanan
Kiri
Arcus pharingeus
Simetris
Uvula
di tengah
Gangguan menelan
Tidak ada
Suara serak/sengau
Tidak ada
Denyut jantung
Normal
Refleks - Muntah
Ada
- Batuk
Ada
- Okulokardiak
Ada
- Sinus karotikus
Ada
Sensorik - 1/3 belakang lidah
N. Accessorius
Tidak ada kelainan
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
Tidak ada kelainan
Memutar kepala
Tidak ada kelainan
N. Hypoglossus Menjulurkan lidah
Kanan
Kiri
Deviasi ke kanan
Fasikulasi
Tidak ada
Tidak ada
Atrofi papil
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Disatria
Motorik
Lengan
Kanan
Kiri
Gerakan
Kurang
Kurang
Kekuatan
4
2
Meningkat
Meningkat
Tonus Klonus
11
Refleks fisiologis - Biceps
+++ (Meningkat)
+++ (Meningkat)
- Triceps
+++ (Meningkat)
+++ (Meningkat)
- Radius
+++ (Meningkat)
+++ (Meningkat)
- Ulnaris
+++ (Meningkat)
+++ (Meningkat)
- Hoffman Tromner
Tidak ada
Tidak ada
- Leri
Tidak ada
Tidak ada
- Meyer
Tidak ada
Tidak ada
TUNGKAI
Kanan
Kiri
Gerakan
Kurang
Kurang
Kekuatan
3
1
Meningkat
Meningkat
- Paha
Tidak ada
Tidak ada
- Kaki
Tidak ada
Tidak ada
- KPR
+++ (Meningkat)
+++ (Meningkat)
- APR
+++ (Meningkat)
+++ (Meningkat)
- Babinsky
Tidak ada
Tidak ada
- Chaddock
Tidak ada
Tidak ada
- Oppenheim
Tidak ada
Tidak ada
- Gordon
Tidak ada
Tidak ada
- Schaeffer
Tidak ada
Tidak ada
- Rossolimo
Tidak ada
Tidak ada
Refleks patologis
Tonus Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis
Refleks kulit perut - Atas
Tidak ada kelainan
- Tengah
Tidak ada kelainan
12
- Bawah
Tidak ada kelainan
Refleks cremaster
Tidak ada kelainan
Trofik
Tidak ada kelainan
Sensorik
: Kanan dan kiri sama
Fungsi Vegetatif
Miksi
: Terpasang kateter
Defekasi
: Tidak ada kelainan
Kolumna Vertebralis
Kyphosis
: Tidak ada
Lordosis
: Tidak ada
Gibbus
: Tidak ada
Deformitas
: Tidak ada
Tumor
: Tidak ada
Meningocele
: Tidak ada
Hematoma
: Tidak ada
Nyeri ketok
: Tidak ada
13
Gejala Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: Tidak ada
Kerniq
: Tidak ada
Lasseque
: Tidak ada
Brudzinsky - Neck
: Tidak ada
- Cheek
: Tidak ada
- Symphisis
: Tidak ada
- Leg I
: Tidak ada
- Leg II
: Tidak ada
Gait dan Keseimbangan Keseimbangan Keseimbangan dan Koordinasi
Gait
Ataxia
: Belum dapat dinilai Romberg
: Belum dapat dinilai
Hemiplegic
: Belum dapat dinilai Dysmetri
: Belum dapat dinilai
Scissor
: Belum dapat dinilai Jari-jari
: Belum dapat dinilai
Propulsion
: Belum dapat dinilai Jari hidung
: Belum dapat dinilai
Histeric
: Belum dapat dinilai Tumit-tumit
: Belum dapat dinilai
Limping
: Belum dapat dinilai Reboundphenomen Reboundphenomen
: Belum dapat dinilai
Steppage
: Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis
: Belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai Trunk Ataxia Limb Ataxia
: Belum dapat dinilai
: Belum dapat dinilai
Gerakan Abnormal
Tremor
: Tidak ada
Rigiditas
: Tidak ada
Bradikinesia
: Tidak ada
Chorea
: Tidak ada
Athetosis
: Tidak ada
Ballismus
: Tidak ada
14
Dystoni
: Tidak ada
Myocloni
: Tidak ada
Refleks Primitif
Glabella
: Tidak ada
Palmomental
: Tidak ada
Fungsi Luhur
Afasia motorik
: Tidak ada
Afasia sensorik
: Tidak ada
Apraksia
: Tidak ada
Agrafia
: Tidak ada
Alexia
: Tidak ada
Afasia nominal
: Tidak ada
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah (RSMH, 15 September 2018) Jenis Pemeriksaan Hematologi Rutin Hemoglobin (Hb) Eritrosit (RBC) Leukosit (WBC) Hematokrit Trombosit (PLT) Hitung Jenis Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit Faal Hemostasis PT INR Kontrol Pasien INR APTT Kontrol Pasien Fibrinogen
Hasil
Rujukan
Satuan
13,5 4,21 17,6 38 315
12,6-17,4 4,40 – 4,40 – 6,30 4,73 – 4,73 – 10,89 41 41 – – 51 170 – 170 – 396
g/dL 106/mm3 103/mm3 % 103/µL
0 0 89 7 4
0 – 1 1 1 – 6 6 50 50 – – 70 20 20 – – 40 2 – 8 8
% % % % %
12 12 – – 18
Detik Detik
27 27 – – 42
Detik Detik
13,40 13,6 1,01 31,4 26,5
15
Kontrol Pasien D-dimer Kimia Klinik Hati AST/SGOT ALT/SGPT Ginjal Ureum Kreatinin Elektrolit Calcium (Ca) Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) Imunoserologi Hepatitis HBsAg Toxoplasma Ig G Toxoplasma Ig M
311,0 372,0 6,81
200 – 200 – 400 < 0,5
mg/dL mg/dL µg/mL
15 8
0 – 38 0 – 41
U/L U/L
28 0,54
16,6 – 16,6 – 48,5 0,50 – 0,50 – 0,90
mg/dL mg/dL
9.0 145 3.3 108
8.4 – 8.4 – 9.7 135 – 135 – 155 3.5 – 3.5 – 5.5 96 96 – – 106
mg/dL mEq/L mEq/L mmol/L
Non Reaktif 0.10 0.03
Non Reaktif 6 Non Reaktif perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan – 50 tahun, dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).5
3.3 Etiologi
Pembentukan abses cerebri dapat terjadi secara kontaminasi, hematogen atau metastasis. Sinus paranasal adalah sumber penyebaran pus yang paling sering, terutama pada infeksi sinus frontal menuju ke lobus frontalis, sinus
20
sphenoid menuju ke sinus cavernosus dan telinga tengah / mastoid menyebar ke lobus temporal dan cerebellum.1,2 Tabel 1. Sumber penyebaran Abses Cerebri6
Mayoritas
organisme
penyebab
abses
cerebri
bacterial
adalah
streptococcus, dimana mereka adalah anaerobic atau microaerophilic. Infeksi bacteroides, peptostreptokokus dan streptokokus adalah penyebab abses otak akibat penyebaran kontaminasi. Peptostreptokokus dan streptokokus (khususnya viridans dan microaerophilik) paling banyak ditemui pada pasien dengan sumber infeksi jantung (penyakit jantung sianotik) dan shunt dari kanan ke kiri. Infeksi paru purulent (abses dan bronkiektasis) dan endocarditis bacterial adalah penyebab tersering dari abses otak pada zaman modern. Pada pasien penyakit jantung sianotik dapat mengurangi saturasi oksigen arteri dan meningkatkan viskositas darah dan menyebabkan iskemia fokal cerebri. Penyakit jantung sianotik adalah factor predisposisi pada anak-anak. Staphylococcus dan streptokokus banyak ditemui pada pasien yang mengalami prosedur bedah neurologis sedangkan pada pasien trauma terbuka pada regio kepala banyak ditemukan bakteri staphylococcus, streptococcus, clostridium dan entereobactericea. Akhir-akhir ini penyebaran secara hematogen atau metastasis lebih sering ditemui akibat meningkatnya jumlah pasien dengan imunosupresan, transplantasi organ, HIV dan penggunaan kemoterapi pada kanker. 1,2 Infeksi jamur, toxoplasma, staphylococcus, streptococcus dan pseudomonas ditemukan
pada
pasien
imunokompromais
seperti
pada
infeksi
HIV,
transplantasiorgan, kemoterapi atau penggunaan steroid. Hifa bercabang dari infeksi jamur dapat menutup pembuluh darah dan menyebabkan thrombosis arteri cerebri dan infark. Infark steril dapat menjadi infark septic yang berhubungan
21
dengan pembentukan abses cerebri. Tingkat mortalitas akibat abses jamur bervariasi antara 75 hingga 100% meskipun telah terapi intensif dengan amfoterisin B. 1 Tabel 2 . Sumber infeksi dan jenis bakteri 6
3.4 Patofisiologi
Abses dapat terjadi dalam empat tahapan antara lain cerebritis awal (1-4 hari), cerebritis lanjut (4-10 hari), pembentukan kapsul awal (11-14 hari) dan pembentukan kapsul lanjut (> 14 hari). Penentuan stadium abses pada manusia didapatkan berdasar pemeriksaan CT scan atau MRI.
1,4
22
1. Early Cerebritis Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventitia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivascular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek masa karena pembesaran abses. Gambaran CT Scan pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter cerebritisnya. Dapat mengelilingi pusat nekrosis. 2. Late Cerebritis Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enz enzim-enzim im dari sel radang. Ditepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT Scan tampak gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis. 3. Early capsule formation Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag makrofag-makrofag menelan “acellular debris” dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih dibandingkan substansi abu.
Pembentukan
kapsul
yang
terlambat
di
permukaan
tengah
memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan
23
kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat. Gambaran CT-Scan hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal. 4. Late capsule formation Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel sel -sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovascular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul. Gambaran CT-Scan gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras. Aktivasi sel glial pada abses adalah melalui parenkima mikroglia dan astrosit. Aktivasi mikroglia memiliki potensi untuk memengaruhi tipe dan perluasan antibiotic terhadap system imun melalui upregulasi dari MHC kelas II dan ekspresi molekul kostimulator. Pelepasan lebih lanjut dari mediator proinflamasi dapat melukai jaringan otak sekitar.Sitokin IL-1 dan TNF-alfa memiliki peran penting terhadap efektivitas respon antibakteri pada parenkim SSP. Penelitian terbaru menunjukkan aktivasi system imun berhubungan dengan abses otak dengan peningkatan kadar IL-1, TNF-alfa dan MIP-2 yang dideteksi pada hari ke 14 – 21. Hal ini menunjukkan intervensi dengan komponen antiinflamasi berhubungan dengan netralisasi bakteri dan mungkin dapat menjadi ssuatu strategi efektif untuk mengurangi kerusakan pada parenkima otak sekitar dan meningkatkan perbaikan keluaran kognitif dan neurologis. 1 Abses otogenik dan rhinogenik mencapai system saraf melalui perluasan langsung, dimana tulang dari telinga tengah atau sinus nasal menjadi osteomyelitis, dengan penetrasi dari dura dan leptomeningens, infeksi dapat menyebar melalui vena intracranial. Thromboflebitis dari vena piamater dan sinus duramater akibat jaringan otak yang infark menyebabkan otak lebih mudah untuk diinvasi bahan infeksius. Hubungan langsung dari sinus lateral (transversus) terhadap cerebellum menjelaskan seringnya infeksi otak apabila terjadi sinusitis melalui rute vena. 2
24
Mayoritas abses otak saat ini adalah metastasis yaitu dari jalur hematogen. Hal ini ditemukan bahwa endocarditis bacterial atau focus primer pada pada paru atau pleura adalah penyebabnya. Penyebab lain dapat berhubungan dari organ pelvis, kulit, tonsil, gigi, dan osteomyelitis tulang bukan tengkorak. Abses metastasis dari hematogen menyebar pada daerah arteri cerebri media. Harus diketahui bahwa secara klinis dan radiologis abses soliter dapat menyerupai tumor otak. Lesi cerebral dalam bentuk endocarditis disebabkan oleh oklusi emboli pada pembuluhdarah oleh pecahnya vegetasi dan bakteri sehingga menyebabkan infark jaringan otak dan respon inflamasi terbatas pada pembuluh darah otak sekitar dan menyebabkan cerebritis. Gejala stroke dapat merupakan manifestasi pertama pada penyakit ini. Umumnya jarang terjadi abses bersamaan meningitis bacterial dan umumnya cairan serebrospinal bersifat steril.2
3.5 Patologi
Inflamasi eksudat terlokalisasi, thrombosis septic pembuluh darah, dan pengumpulan degenerasi leukosit menunjukkan reaksi awal dari invasi bakteri ke otak. Disekitar jaringan nekrotik adalah makrofag, astroglia, mikroglia, dan banyak vena kecil, beberapa menunjukkan hyperplasia endotel, mengandung fibrin dan leukosit polimorfonuklear. Terdapat edema interstitial mengelilingi white matter.2 Dalam beberapa hari, intensitas dari reaksi mulai menurun dan infeksi cenderung mulai menghilang. Bagian tengah dari abses memiliki karakteristik pus, pada bagian pinggirannya terjadi proliferasi fibroblast dari pembuluh darah baru terbentuk dan membentuk jaringan granulasi. Saat abses menjadi lebih kronis, jaringan granulasi digantikan oleh jaringan ikat kolagen. Oleh karena itu tebal kapsul dari abses tidak sama antar individu. 2
3.6 Manifestas Manifestasii klinis
Abses dapat menimbulkan empat dasar sindroma antara lain perluasan massa fokal, hipertensi intracranial, kerusakan diffuse, deficit neurologis fokal. Terdapat beberapa variasi pada manifestasi klinis yang terjadi antara lain : 1
Sakit kepala
25
Penurunan kesadaran
Mual dan/atau muntah
Demam, akan tetapi demam hanya menunjukkan karakteristik awal dari fase
invasive abses, temperature dapat kembali normal ketika abses telah membentuk kapsul, hal yang sama terjadi dengan leukosit Kejang fokal atau umum
Gangguan fokal motoris, sensoris atau bicara
Abses juga memiliki gejala penyebab seperti infeksi perikranial seperti sinusitis, mastoiditis, otitis media, endocarditis. Pasien tanpa focus infeksi jelas, sakit kepala atau gejala cerebral lain dapat disebabkan oleh gangguan jantung bawaan. Pada beberapa pasien, invasi bakteri ke otak dapat bersifat asimptomatik atau dapat hanya terlihat sebagai gangguan fokal neurologis sementara. Sindroma klinis ini diakibatkan suatu gaya yang terjadi akibat interaksi host dan bakteri, jumlah, ukuran dan distribusi abses, struktur otak yang terlibat dan anatomi sekitar yang terlibat seperti cisterna dan ventrikel. Mayoritas abses terbentuk pada lobus frontal, temporal dan fossa posterior. 1
Tabel 3. Tanda dan Gejala Abses Cerebri 6
26
3.7 Diagnosis Banding
Pemeriksaan radiologi sendiri tidaklah cukup untuk mendiagnosis banding abses dari penyebab bakteri, jamur, tuberculosis, granulmoma inflamasi (tuberculoma), neurosistiserkosis, toxoplasmosis, metastasis karsinoma, glioma, subdural hematoma, infark, perbaikan perdarahan cerebral, kista hydatid limfoma dan radionekrosis. Akan tetapi demam, rangsang meningeal, peningkatan LED, multilokuleritas,
penguatan
leptomeningeal
atau
ependymal,
pengurangan
penguatan pada CT Scan yang telat adalah lesi yang mengarah ke diagnosis abses. 1,2
3.8 Diagnosis
Diagnosis pada pasien suspek abses otak bersifat multidisiplin meliputi dokter neurologi, neuroradiologist, bedah neurologi, dan spesialis penyakit infeksi. Diagnosis abses otak saat ini cenderung kepada CT Scan yang sangat baik untuk melihat parenkima dan sinus paranasal, mastoid, dan telinga tengah. 7 CT Scan dan MRI adalah dua alat diagnostic yang sangat penting. CT Scan digunakan untuk deteksi awal, menentukan lokasi, dan karakteristik yang akurat, menentukan jumlah, ukuran dan stadium dari abses. CT Scan juga dapat mendeteksi hidrosefalus, peningkatan tekanan intracranial, edema dan infeksi yang berhubungan seperti empyema subdural, ventriculitis dan menentukan rencana tatalaksana. Apabila lesi multiple, dan terletak di tengah daerah arteri cerebri biasanya disebabkan penyebaran hematogen seperti endocarditis, shunt jantung atau malformasi vaskuler paru. Pada fase awal, CT scan tanpa kontras dapat menunjukkan abnormalitas dengan efek masa. Pada fase akhir, cincin kapsul perifer yang sempurna dapat terlihat. ter lihat. Penguatan kontras kapsul dapat terlihat pada fase akhir abses. Pada fase awal kapsul sulit tervisualisasi dengan teknik konvensional, dan kontras CT ganda dapat membantu menemukan abses yang terenkapsulasi. 1 MRI dapat melihat abses piogenik secara akurat. Daerah tengah dengan liquefaksi dapat memberikan signal tinggi sedangkan jaringan otak yang edema sekitarnya memberikan sinyal rendah pada sekuens T1. Pada sekuens T2, pada daerah nekrosis menunjukkan sinyal lebih tinggi mirip dengan gray matter.
27
Maturitas dari abses diindikasikan oleh kapsulnya, dimana kapsul terbentuk akibat kolagen dan inflamasi akibat radikal bebas dan perdarahan mikro di dinding abses. Zona inflamasi cenderung lebih tebal pada trabekula. Temuan MRI tergantung dari stadium infeksi. Pada fase awal MRI akan ditemukan sinyal rendah pada T1WI dan sinyal kuat pada T2WI disertai penguatan. Pada fase lanjut, sinyal rendah pada T1W1 menjadi lebih jelas dengan sinyal tinggi T2 pada kavitas dan parenkima sekitar. Kavitas abses menunjukkan hiperintens pada T1WI dan hipointens pada T2WI. Sama seperti CT, MRI juga menunjukkan penguatan berbentuk cincin pada jaringan sekitar abses. Akan tetapi penguatan berbentuk cincin tidaklah sepsifik dan harus dipastikan dengan klinis. Pada gambaran penguatan ring berebentuk irregular, tebal dan nodular dapat menunjukkan kecenderungan pada tumor atau infeksi jamur. Diagnosis banding abses pada MRI adalah hematoma, metastase dan granuloma. 1
Gambar 1 MRI menunjukkan abses cerebri pada lobus frontal kanan dengan karakteristik penguatan berbentuk cincin.1
Tepatnya sebesar 20% kultur mikrobiologis dari jaringan abses masih steril. Pemeriksaan PCR adalah suatu alternative baru, tetapi data melaporkan bahwa penggunaan spesifik dengan PCR jarang dilakukan. PCR adalah alat untuk mendeteksi organism yang sulit dideteksi seperti spesies fusobacterium dan aspergillus. PCR adalah alat yang cepat dan sensitive terhadap pemeriksaan abses cerebri. 1 Pemeriksaan kultur darah dan rontgen dada tidak dapat dibedakan pada diagnosis abses, meskipun bahwa terkadang kultur darah dapat menemukan jenis infeksi.
28
3.9 Penatalaksanaan
Tidak terdapat aturan tertulis khusus terhadap tatalaksana abses cerebri dan setiap kasus harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Terapi utama adalah pemberian antibiotik dan pembedahan1
Farmakologi
Pada beberapa kasus abses cerebri derajat awal dapat disembuhkan dengan pemberian antibiotic dosis tinggi.2 Pemberian terapi awal sebaiknya adalah pemberian antibiotic anti biotic spektrum luas yang menembus blood brain barrier . Setelah pus didrainase dan hasil sensitifitas antibiotic didapatkan, pemberian antibiotic spesifik haruslah diberi sesuai dengan organisme yang ditemukan. Apabila kultur menunjukkan tidak ada organisme, maka pemberian obat antibiotic spektrum luas harus dilanjutkan sesuai dengan kemungkinan penyebab dan lokasi anatomis abses. Kompleksitasi dari flora mikrobia pada abses otak dibutuhkan untuk terapi empiris melawan organisme aerobic dan anaerobic. Lebih dari sepertiga abses otogenik dan metastasis adalah polimikroba (aerobic dan atau anaerobic). Bakteroides, peptostreptococcus dan fusobacterium adalah penyebab anaerobic dan lebih sensitive terhadap metronidazole. Abses rhinogenik cenderung streptococcus. Staphylococcus adalah penyebab utama pada kasus postrauma dan postoperative. Pada bayi dan neonates, abses post meningitis disebabkan oleh organisme gram negative. Obat sulfa adalah paling efektif pada nocardia dan vankomisin melawan staphylococcus. Biasanya antibiotic tiga macam dalam dosis tinggi intravena selama 2 minggu dilanjutkan 4 minggu oral antibiotic lebih direkomendasikan.
Biasanya
antibiotic
yg
diberikan
adalah
ceftriakson,
vancomisin dan metronidazole. 1,2 Organisme oportunistik yang tidak patogenik pada manusia dapat menimbulkan abses otak pada pasien imunokompromais. Antibiotik diberikan selama 3-12 bulan. Metronidazol dapat secara langsung mempenetrasi abses otak. Obat ini memiliki aktivitas bakterisidal yang efektif terhadap banyak organisme anaerob tetapi tidak aktif melawan organisme aerobic. 1 Pemberian steroid sebaiknya dihindari kecuali pasien memiliki tanda meningitis atau edema sitotoksik yang mengancam nyawa. Kortikosteroid
29
mengurangi penguatan dinding abses pada CT. Sehingga pengurangan penguatan sebaiknya tidak diinterpretasikan sebagai resolusi dari abses dan indikasi efektivitas terapi, akan tetapi perubahan volume abses lebih efektif mengevaluasi efektifitas terapi. 1 Peningkatan tekanan intracranial dan herniasi dapat ditatalaksana menggunakan mannitol intravena (atau cairan salin hipertonik) dan deksametason 6 – 12 mg per 6 jam. Apabila tidak terjadi perbaikan, maka aspirasi abses stereotaktikal
atau
pembuangannya
dengan
prosedur
terbuka
dapat
menghilangkan etiologic diagnosis.2 Terapi antikejang dapat diberikan selama 5 tahun pada seluruh pasien dengan abses serebral. Penghentian obat antiepilepsi dapat diberikan bila pasien sudah bebas kejang selama paling tidak 2 tahun setelah bedah atau EEG tidak menunjukkan aktivitas epileptic. 1 Tabel 4. Pilihan Tatalaksana Antibiotic Pada Abses Cerebri 6
Pembedahan
Pada stase cerebritis dan pembentukan awal abses, operasi intracranial membawa perbaikan yang tidak terlalu baik dan akan menyebabkan kerusakan lebih parah dan pembengkakan jaringan otak dan kemungkinan infeksi lebih lanjut.
2
Mayoritas abses piogenik membutuhkan intervensi sedangkan abses
tuberkulosa diterapi secara konservatif. Terapi awal adalah dengan drainase abses melalui drill craniotomy, apabila pus tebal dan tidak adekuat untuk didrainase maka prosedur berikutnya adalah terapi drainase dengan burrhole. Drainase adekuat dari pus memberikan perbaikan secara langsung dan memperbaiki stabilitas hemodinamik. Indikasi dari kraniotomi adalah abses multiloculated dan pus yang tebal. Pasien datang dengan deficit neurologis progresif akibat efek masa adalah kandidat yang sulit sulit untuk dekompresi urgent urgent oleh bedah neurologis 30
dan internist. Craniotomi sering dilakukan sebelum era CT scan dan saat ini bukanlah tatalaksana lini pertama. Aspirasi berulang dengan drainase telah menggantikan eksisi total. Terapi bedah terbuka masih menjadi preferensi pada tatalaksana abses otak dengan kombinasi tatalaksana medis, ada tanda-tanda peningkatan intracranial, kesulitan diagnosis, abses traumatic, dan lesi terletak pada fossa posterior dan curiga infeksi dari jamur. Eksisi direkomendasikan pada abses multilokulated, posttrauma dan abses akibat komunikasi fistulosa. 1 Eksisi total direkomendasikan hanya pada abses soliter, superficial dan terkapsulasi dengan baik atau berhubungan dengan benda asing. Apabila abses terletak dalam maka aspirasi berulang adalah pilihan terapi. 2
3.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat abses cerebri adalah :4
Robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau ke ruangan subarakhnoidal Penyumbatan cairan serebrospinal sehingga terjadi hidrosefalus
Edema otak
Herniasi tentorial oleh masa abses otak
3.11 Prognosis
Pada zaman setelah ada CT scan, mortalitas abses berkurang dari 40-60 persen
menjadi
17-32%.
Prognosis
jelek
ditunjukkan
pada
pasien
imunokompromais, diabetes melitus, sirosis dan memiliki GCS rendah. Penelitian oleh Radoi dkk mendapatkan bahwa tingkat keberhasilan terapi tidak ditentukan oleh jenis tatalaksana dan pemilihan jenis operasi, akan tetapi tingkat kesadaran rendah, dan penurunan fungsi neurologis cepat dapat memberi prognosis lebih jelek.
1,8
Penelitian oleh Bidzinski dan koszweski didapatkan sebanyak 63%
pasien memiliki penyembuhan baik, 23% disabilitas sedang, 9% disabilitas berat dan 5% pasien meninggal.9 Chowdhury dkk juga menyebutkan bahwa pada pengalaman pembedahan abses cerebri sebanyak 162 kasus,
mortalitas tidak
berhubungan dengan jenis pembedahan tetapi pada GCS saat pasien datang berobat.10 Lebih dari 50 persen pasien dengan penurunan kesadaran sebelum tatalaksana cenderung meninggal. Pasien dengan infeksi pada bagian dalam
31
seperti (ganglia basal atau thalamus) memiliki keluaran jelek. Pada 30-50 % pasien mengalami kejang jangka panjang. Efek jangka panjang setelah resolusi abses meliputi kejang kehilangan kesehatan mental dan deficit neurologis akibat kehilangan neuron saat infeksi. Sebanyak 30 persen pasien selamat memiliki deficit neurologis. Cansever dkk melaporkan bahwa setelah operasi eksisi terdapat sebanyak 5,2% pasien deficit neurologis dan sebanyak 31,2-47,7% kejang. Kejadian epilepsy pasca abses cerebri adalah 5,2-25%. Rasio rekurensi diduga sebesar 10-50%. 1,2
32
BAB IV ANALISIS KASUS Penderita datang dengan keluhan utama mengalami kelemahan sesisi tubuh kiri secara perlahan-lahan. Keluhan ini dialami penderita sejak 4 bulan lalu. Kelemahan dirasakan semakin berat. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami hemiparesis sebelah kiri. Penyebab hemiparesis ini sangat banyak seperti stroke, tumor otak, atau abses cerebri. Tetapi keluhan hemiparesis ini dirasakan perlahan-lahan sehingga diagnosis banding stroke dapat disingkirkan. Pasien mengeluhkan nyeri kepala yang sudah lama dirasakan. Nyeri kepala seperti ditekan, muncul tiba-tiba, terkadang
hilang dengan minum obat. Penderita Penderita
menyangkal adanya adanya mual muntah dan kejang. Demam terkadang muncul muncul dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dan hilang timbul, sembuh setelah minum obat penurun panas. Hal ini menandakan adanya suatu sefalgia kronis, demam dan disertai defisit neurologis. Kemungkinan pasien ini memiliki suatu massa pada otak yang dapat menyebabkan keluhan tersebut, massa di otak antara lain dapat berupa tumor atau abses. abses . Demam sendiri dapat lebih mengarahkan kepada adanya suatu abses cerebri. Penderita juga mengeluhkan bibir mengot ada dan bicara menjadi pelo, hal ini mengindikasikan adanya parese pada nervus kranialis ke VII dan XII. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lipatan nasolabialis kanan datar tetapi kedua dahi masih bisa mengkerut dan adanya deviasi lidah ke kanan. Hal ini menunjukkan
adanya parese N VII dan N XII kanan tipe sentral. Pada
pemeriksaan neurologis ditemukan gerakan motorik kedua lengan dan tungkai berkurang, kekuatan keduanya juga menurun, tonus dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kiri meningkat. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di dapatkan beberapa diagnosis banding topik dan etiologi antara lain: Gangguan Peningkatan
Cerebelum UMN
LMN
NMJ
Penderita
Ya/Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya/Tidak
Ya
Ya/Tidak
Tidak
Tonus Gangguan Gait
33
Hemiparese/plegi Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Gang.
Ya/Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Fungsi Tidak
Luhur Spastisitas
Ya/Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Distress napas Trismus
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Potensial Tidak
Potensial Ya/Tidak
Tidak Tidak
Berdasarkan paparan di atas maka diagnosis topik pada pasien ini yaitu pada UMN.. Salah satu etiologi yang dapat menyebabkan gangguan UMN adalah abses UMN cerebri, tumor otak dan stroke. Penderita memiliki riwayat sakit gigi yang disertai gusi bengkak bengkak sejak muda namun tidak pernah ke dokter gigi. Hal ini adalah suatu faktor predisposisi terhadap kejadian abses cerebri dimana salah satu penyebaran dari abses cerebri dapat disebabkan dari infeksi gigi. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah dan pemeriksaan CT-Scan kepala. Pada pemeriksaan darah didapatkan leukositosis yang
diinterpretasikan
sebagai
proses
infeksi
dan
juga
menyingkirkan
kemungkinan focus infeksi lain seperti TB dan HIV. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan masa kistik berdinding tebal di lobus parietal kanan, lobus parietal kiri dan frontal kiri dengan perifokal edema sekitarnya dan herniasi subfalcine ke kiri yang mengarah ke abses cerebri. Tujuan terapi abses cerebri adalah pemberian antibiotik untuk menghilangkan proses infeksi, tatalaksana edema otak, mengurangi gejala dan pembedahan. Pada pasien ini diberikan obat ceftriakson 2 x 2 gr IV dan metronidazole 4 x 500 mg IV. Pemberian ceftriakson adalah karena antibiotic ini bersifat broad spectrum (gram positif dan negative) serta diberikan dalam dosis besar untuk menembus sawar darah otak. Pemberian metronidazole sendiri untuk tatalaksana bakteri anaerobik. Pemberian dexametason sendiri adalah untuk mengurangi edema otak. Untuk mengurangi gejala demam diberikan obat paracetamol dan untuk mengurangi mual muntah yang dapat disebabkan oleh peningkatan TIK diberikan omeprazole. Terapi definitif dari abses cerebri sendiri akan dikonsulkan kepada dokter bedah saraf untuk pemilihan jenis pembedahannya.
34
DAFTAR PUSTAKA 1. Muzumdar D, Jahwar S, Goel A. Bran Abscess: An Overview.
International Journal of Surgery 9. 2011; 136-144. 2. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principle of
Neurology 10th Ed. : Infection of Nervous System, Brain Abscess. McGraw-Hill. 2014;714-7
3. Ingham HR, Selkon JB & Roxby CM. Bacteriological study of otogenic cerebral abscess. British Med J. 1977 4. Hakim, AA. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No4 : Abses Otak. Medan : Departemen Bedah Fakultas Kedokteran USU RSUP Adam Malik. 2005;324-7. 5. Hakim AA. Pengamatan pengelolaan abses otak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya : RSUD Dr. Soetomo. 1984-1986. 6. Miranda HA, Leones SMC, Elzain MA, Salazar LRM. Brain Abscess: Current Management. Mexico : Journal of Neuroscience. 2013;1-16. 7. Mustafa M, Iftikhar M, Latif MI, Munaidy RK. Brain Abscess: Pathogenesis,
Diagnosis
and
Management
Strategies.
IMPACT:
International Journa of Research in Applied. 2014;299-308. 8. Radoi M, Ciubotaru V, Tataranu L. Brain Abscess: Clinical Experience and
Outcome
of
52
Consecutive
Cases.
Romania:
Chirurgia.
2013;108:215-225. 9. Bidzinski J, Koszewski W. The value of different methods of treatment of brain abscess in CT era. Acta Neurochir (wien). 1990;105 (3-4):117-20 (3-4):117-20 10. Chowdhury Fh, Haque MR, Sarkar MH, Chowdhury SM, Hossain Z, Ranjan
S.
Brain
Abscess:
Surgical
Experiences
of
162
Cases.
Neuroimmunol Neuroinflamation. 2015;2(3):153-61. 2015;2(3):153-61.
35
View more...
Comments