Laporan Kasus - Abses Cerebri

July 6, 2022 | Author: Anonymous | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download Laporan Kasus - Abses Cerebri...

Description

 

 Laporan Kasus Kasus 

ABSES CEREBRI

Diajukan sebagai salah satu syarat kepaniteraan klinik di Departemen Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Disusun oleh: Nabilla Faradilla Aryadinata, S. Ked

Pembimbing dr. Andika Okparasta, Sp. S

DEPARTEMEN NEUROLOGI RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG 2018

 

HALAMAN PENGESAHAN

 Laporan Kasus Kasus

ABSES CEREBRI

Oleh: Nabilla Faradilla Aryadinata, S. Ked

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 17 September s.d. 22 Oktober 2018

Palembang, Oktober 2018

dr. Andika Okparasta, SpS

2

 

KATA PENGANTAR  

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas  berkah

dan

rahmat-Nya

sehingga

penulis

dapat

menyelesaikan

dapat

menyelesaikan laporan kasus yang berjudul  Abses Cerebri . Laporan kasus ini “ 



disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen  Neurologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Andika Okparasta, SpS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama  penulisan dan penyusunan penyusunan laporan kasus ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan demi perbaikan di masa yang akan datang. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberi manfaat dan pelajaran  bagi kita semua.

Palembang, Oktober 2018

Penulis

3

 

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ................... .......................................... .............................................. ..................................... ..............2 KATA PENGANTAR ........................................... ................................................................. ............................................ .......................... ....3 DAFTAR ISI ........................................... ................................................................. ............................................ ......................................... ...................4 BAB I PENDAHULUAN ......................................... ............................................................... ............................................. .......................5 BAB II STATUS PENDERITA .................................................. ......................................................................... .......................... ...6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................ .............................................................. ................................ ..........20 BAB IV ANALISA KASUS .......................................... ................................................................. ....................................... ................33  DAFTAR PUSTAKA ............................................ ..................................................................... ..............................................3 .....................35 5

4

 

BAB I PENDAHULUAN Abses otak adalah kumpulan pus pada intraparenkim. Insidensi abses otak adalah sebanyak 8% dari seluruh massa intracranial pada negara berkembang dan 1-2% pada negara barat.1  Kasus infeksi dari dari luar luar seperti fraktur fraktur pada tengkorak, operasi intracranial atau luka tembak hanya memiliki proporsi kecil (tepatnya 10  persen), abses cerebri selalu menjadi bakteremia sekunder dan focus bakterinya dapat berasal dari manapun dalam tubuh.2  Abses serebri berasal dari area terlokalisasi dari cerebritis pada parenkim dan berubah menjadi kumpulan pus yang terselimuti oleh kapsul yang tervaskularisasi baik. Perubahan dari epidemiologi dan spektrum klinis dari abses cerebri, factor predisposisi dan  prevalensi pathogen bakteri yang berkontribusi terhadap kematian sangat 1,3

 bervariasi di setiap daerah.   Abses serebri merupakan suatu penyakit multidisiplin yang melibatkan suatu tim. Tim yang terlibat terdiri dari dokter spesialis neurologi, bedah neurologi, penyakit infeksi, dan neuroradiologis. Pembentukan abses intracranial  berhubungan langsung terhadap virulensi mikroorganisme dan sistem imun  pasien. Penyakit ini adalah suatu penyakit serius, mengancam nyawa dan dapat menyebabkan disabilitas apabila salah diagnosis atau tatalaksana yang tidak tepat. Tatalaksana akan menghasilkan hasil terbaik ketika agen etiologic teridentifikasi dan mendapat terapi antimikroba yang tepat. Penyebab pathogen dari abses cerebri sangat bervariasi sesuai dengan lokasi geografi, usia, kondisi medis dan atau riwayat pembedahan dan jalur penyebaran infeksi. Selama 10 hingga 15 tahun terakhir, insidensi abses otogenik berkurang sedangkan abses cerebri akibat trauma dan operasi meningkat. Abses cerebri dapat terjadi tanpa gejala dan memiliki mortalitas tinggi. Meskipun telah berkembangnya ilmu neuroimaging, teknik bedah neurologi, neuoranesthesia, isolasi mikrobiologis dan terapi antibiotic, abses serebri bacterial tetaplah suatu penyakit yang membahayakan dengan tingkat kematian sekitar 1060%. Oleh karena itu, laporan kasus ini ditulis agar dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai kasus abses serebri. 5

 

BAB II STATUS PENDERITA I. 

IDENTIFIKASI

 Nama Umur

: Tn. HB : 69 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat

: Sungai Lilin, Banyuasin

Agama

: Islam

Tanggal MRS : 15 September 2018  No. RM

II. 

: 524269

ANAMNESIS (Autoanamnesis, 18 September 2018 2018 Pukul 14.30 14.30 WIB) 

Penderita dirawat di bagian neurologi RSMH karena mengalami kelemahan sesisi tubuh kiri secara perlahan-lahan. ± 4 bulan lalu pasien mengalami keluhan kelemahan sesisi tubuh kiri secara  perlahan-lahan. Kelemahan semakin lama semakin berat, mulut mengot ada,  bicara menjadi pelo, pasien merasakan nyeri kepala lama, nyeri seperti ditekan, muncul tiba-tiba, terkadang hilang dengan dengan minum obat. Penderita menyangkal adanya mual muntah muntah dan kejang. kejang. Demam terkadang muncul muncul dengan suhu yang yang tidak terlalu tinggi dan hilang timbul, sembuh setelah minum obat penurun panas. Gangguan sensibilitas berupa rasa baal dan kesemutan disangkal. Penurunan kesadaran tidak ada, Pasien mampu mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan baik secara lisan, tulisan dan isyarat. is yarat. Pasien mampu mengungkapkan isi pikirannya baik secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita memiliki riwayat sakit gigi sejak muda dan gusi gusi sering bengkak dan nyeri, namun tidak pernah ke dokter gigi. Riwayat demam lama dan sakit kepala lama ada. Riwayat keluar cairan dari telinga, seks bebas, memakai narkoba suntik dan memakai tato tidak ada. Riwayat benjolan ditubuh tidak ada, riwayat trauma kepala dan operasi kepala tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat hipertensi, DM, dan stroke tidak ada. Pasien sudah dirawat di RSUD Sekayu selama 13 hari, mendapat terapi ceftriaxone, metronidazole, dexamethasone, 6

 

omeprazole, merlopam. Pasien sudah melakukan pemeriksaan CT Scan di RSUD Sekayu dan dikatakan terdapat massa berisi cairan dan kemudian dirujuk ke RSMH Palembang. Penyakit seperti ini diderita untuk yang pertama kalinya.

III.  PEMERIKSA PEMERIKSAAN AN FISIK KeadaanUmum

Kesadaran

: GCS = 15(E4M6V5)

Tekanan Darah

: 150/90 mmHg

 Nadi

: 96kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Suhu Badan

: 36,8ºC

Pernapasan

: 22 kali/menit

BB

: 60 kg

TB

: 162 cm

IMT

: 22,86 kg/m2 (normal)

KeadaanSpesifik

Kepala

: Konjungtiva palpebra anemis (-/-),bibir kering (-)

Leher

: JVP 5-2 cmH2O, pembesaran KGB (-)

Thorax Cor

: I:Ictus kordis tidak terlihat. P: Ictus kordis tak teraba. P: Batas jantung atas ICS II linea mid klavikula, batas jantung kanan ICS IV linea para sternalis dextra, dextr a, batas jantung kiri ICS VI linea axilaris anterior sinistra. A: Bunyi jantung I-II (+) normal, HR= 90x/menit, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

: I :Statis dan dinamis simetris kiri = kanan P: Stem fremitus kiri = kanan P:Sonor A: Vesikuler (+) normal, wheezing (-), ronki (-)

Abdomen

: I : Datar

7

 

P: Lemas P: Timpani, hepar dan lien takteraba A: Bising usus (+) normal Ekstremitas

: Akral hangat (+/+), edema pretibial (-)

Kulit

: Turgor < 2” 2”  

Status Psikiatrikus

Sikap

: Kooperatif

Ekspresi Muka

: wajar

Perhatian

: adekuat

Kontak Psikis

: adekuat

Status Neurologikus Kepala

Bentuk

: normosefali

Deformitas

: tidak ada

Ukuran

: normal

Fraktur

: tidak ada 

Simetris

: simetris

Nyeri fraktur

: tidak ada

Hematom

: tidak ada

Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

Tumor

: tidak ada

Pulsasi

: tidak ada

Sikap

: lurus

Deformitas

: tidak ada

Torticolis

: tidak ada

Tumor

: tidak ada

Kaku kuduk

: tidak ada

Pembuluh darah : tidak ada pelebaran

Leher

Saraf  –  Saraf  Saraf Otak

 N. Olfaktorius

Kanan

Kiri

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Anosmia

Tidak ada

Tidak ada

Hiposmia

Tidak ada

Tidak ada

Parosmia

Tidak ada

Tidak ada

Penciuman

 N. Optikus Visus

Kanan

Kiri

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

8

 

Campus visi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Anopsia

Tidak ada

Tidak ada

Hemianopsia

Tidak ada

Tidak ada

Fundus Oculi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Papil edema

Tidak ada

Tidak ada

Papil atrofi

Tidak ada

Tidak ada

Perdarahan retina

Tidak ada

Tidak ada

 N. Occulomotorius, Trochlearis, &

Kanan

Kiri

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada

Tidak ada

-  Strabismus

Tidak ada

Tidak ada

-  Exophtalmus

Tidak ada

Tidak ada

-  Enophtalmus

Tidak ada

Tidak ada

-  Deviation conjugae

Tidak ada

Tidak ada

Ke segala arah

Ke segala arah

-  Bentuk

Bulat

Bulat

-  Diameter

3 mm

3 mm

-  Isokor/anisokor

Isokor

Isokor

-  Midriasis/miosis

Tidak ada

Tidak ada

  Langsung

Ada

Ada

  Konsensuil

Ada

Ada

  Akomodasi

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Abducens Diplopia Celah mata Ptosis Sikap bola mata

Gerakan bola mata

Pupil

-  Refleks cahaya 





-  Argyl Robertson

 N. Trigeminus

Kanan

Kiri

9

 

Motorik -  Menggigit

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

-  Dahi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-  Pipi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-  Dagu

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

-  Trismus -  Refleks kornea Sensorik

 N. Fasialis

Kanan

Kiri

simetris

simetris

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Sudut mulut tertinggal

Tidak ada kelainan

Datar

Tidak ada kelainan

Tidak Simetris

Simetris

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

  Salivasi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

  Lakrimasi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada

Tidak ada

Motorik -  Mengerutkan dahi -  Menutup mata -  Menunjukkan gigi -  Lipatan nasolabialis -  Bentuk muka Sensorik -  2/3 depan lidah -  Otonom 



  Chvostek’s sign  sign 



 N. Cochlearis

Kanan

Kiri

Suara bisikan

Tidak ada kelainan

Detik arloji

Tidak ada kelainan

Tes Weber

Tidak ada kelainan

Tes Rinne

Tidak ada kelainan

 N. Vestibularis  Nistagmus

Kanan

Kiri

Tidak ada

Tidak ada

10

 

Vertigo

Tidak ada

 N. Glossopharingeus dan N. Vagus Vagus

Tidak ada

Kanan

Kiri

Arcus pharingeus

Simetris

Uvula

di tengah

Gangguan menelan

Tidak ada

Suara serak/sengau

Tidak ada

Denyut jantung

 Normal

Refleks -  Muntah

Ada

-  Batuk

Ada

-  Okulokardiak

Ada

-  Sinus karotikus

Ada

Sensorik -  1/3 belakang lidah

 N. Accessorius

Tidak ada kelainan

Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

Tidak ada kelainan

Memutar kepala

Tidak ada kelainan

 N. Hypoglossus Menjulurkan lidah

Kanan

Kiri

Deviasi ke kanan

Fasikulasi

Tidak ada

Tidak ada

Atrofi papil

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Ada

Disatria

Motorik

Lengan

Kanan

Kiri

Gerakan

Kurang

Kurang

Kekuatan

4

2

Meningkat

Meningkat

Tonus Klonus

11

 

Refleks fisiologis -  Biceps

+++ (Meningkat)

+++ (Meningkat)

-  Triceps

+++ (Meningkat)

+++ (Meningkat)

-  Radius

+++ (Meningkat)

+++ (Meningkat)

-  Ulnaris

+++ (Meningkat)

+++ (Meningkat)

-  Hoffman Tromner

Tidak ada

Tidak ada

-  Leri

Tidak ada

Tidak ada

-  Meyer

Tidak ada

Tidak ada

TUNGKAI

Kanan

Kiri

Gerakan

Kurang

Kurang

Kekuatan

3

1

Meningkat

Meningkat

-  Paha

Tidak ada

Tidak ada

-  Kaki

Tidak ada

Tidak ada

-  KPR

+++ (Meningkat)

+++ (Meningkat)

-  APR

+++ (Meningkat)

+++ (Meningkat)

-  Babinsky

Tidak ada

Tidak ada

-  Chaddock

Tidak ada

Tidak ada

-  Oppenheim

Tidak ada

Tidak ada

-  Gordon

Tidak ada

Tidak ada

-  Schaeffer

Tidak ada

Tidak ada

-  Rossolimo

Tidak ada

Tidak ada

Refleks patologis

Tonus Klonus

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Refleks kulit perut -  Atas

Tidak ada kelainan

-  Tengah

Tidak ada kelainan

12

 

-  Bawah

Tidak ada kelainan

Refleks cremaster

Tidak ada kelainan

Trofik

Tidak ada kelainan

Sensorik  

: Kanan dan kiri sama

Fungsi Vegetatif

Miksi

: Terpasang kateter

Defekasi

: Tidak ada kelainan

Kolumna Vertebralis

Kyphosis

: Tidak ada

Lordosis

: Tidak ada

Gibbus

: Tidak ada

Deformitas

: Tidak ada

Tumor

: Tidak ada

Meningocele

: Tidak ada

Hematoma

: Tidak ada

 Nyeri ketok

: Tidak ada

13

 

Gejala Rangsang Meningeal

Kaku kuduk

: Tidak ada

Kerniq

: Tidak ada

Lasseque

: Tidak ada

Brudzinsky -   Neck

: Tidak ada

-  Cheek

: Tidak ada

-  Symphisis

: Tidak ada

-  Leg I

: Tidak ada

-  Leg II

: Tidak ada

Gait dan Keseimbangan Keseimbangan Keseimbangan dan Koordinasi 

Gait

Ataxia

: Belum dapat dinilai Romberg

: Belum dapat dinilai

Hemiplegic

: Belum dapat dinilai Dysmetri

: Belum dapat dinilai

Scissor

: Belum dapat dinilai Jari-jari

: Belum dapat dinilai

Propulsion

: Belum dapat dinilai Jari hidung

: Belum dapat dinilai

Histeric

: Belum dapat dinilai Tumit-tumit

: Belum dapat dinilai

Limping

: Belum dapat dinilai Reboundphenomen Reboundphenomen

: Belum dapat dinilai

Steppage

: Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesis

: Belum dapat dinilai

Astasia-Abasia: Belum dapat dinilai Trunk Ataxia Limb Ataxia

: Belum dapat dinilai

: Belum dapat dinilai

Gerakan Abnormal

Tremor

: Tidak ada

Rigiditas

: Tidak ada

Bradikinesia

: Tidak ada

Chorea

: Tidak ada

Athetosis

: Tidak ada

Ballismus

: Tidak ada

14

 

Dystoni

: Tidak ada

Myocloni

: Tidak ada

Refleks Primitif

Glabella

: Tidak ada

Palmomental

: Tidak ada

Fungsi Luhur

Afasia motorik

: Tidak ada

Afasia sensorik

: Tidak ada

Apraksia

: Tidak ada

Agrafia

: Tidak ada

Alexia

: Tidak ada

Afasia nominal

: Tidak ada

IV. 

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah (RSMH, 15 September 2018) Jenis Pemeriksaan Hematologi Rutin Hemoglobin (Hb) Eritrosit (RBC) Leukosit (WBC) Hematokrit Trombosit (PLT) Hitung Jenis Basofil Eosinofil  Neutrofil Limfosit Monosit Faal Hemostasis PT INR Kontrol Pasien INR APTT Kontrol Pasien Fibrinogen

Hasil

Rujukan

Satuan

13,5 4,21 17,6 38 315

12,6-17,4 4,40 –  4,40 –  6,30 4,73 –  4,73 –  10,89 41 41 –   –  51 170 –  170 –  396

g/dL 106/mm3  103/mm3  % 103/µL

0 0 89 7 4

0 –  1  1 1 –  6  6 50 50 –   –  70 20 20 –   –  40 2 –  8  8

% % % % %

12 12 –   –  18

Detik Detik

27 27 –   –  42

Detik Detik

13,40 13,6 1,01 31,4 26,5

15

 

Kontrol Pasien D-dimer Kimia Klinik Hati AST/SGOT ALT/SGPT Ginjal Ureum Kreatinin Elektrolit Calcium (Ca)  Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) Imunoserologi Hepatitis HBsAg Toxoplasma Ig G Toxoplasma Ig M

311,0 372,0 6,81

200 –  200 –  400 < 0,5

mg/dL mg/dL µg/mL

15 8

0 –  38 0 –  41

U/L U/L

28 0,54

16,6 –  16,6 –  48,5 0,50 –  0,50 –  0,90

mg/dL mg/dL

9.0 145 3.3 108

8.4 –  8.4 –  9.7 135 –  135 –  155 3.5 –  3.5 –  5.5 96 96 –   –  106

mg/dL mEq/L mEq/L mmol/L

Non Reaktif 0.10 0.03

Non Reaktif 6 Non Reaktif perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan  –   50 tahun, dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal).5 

3.3  Etiologi

Pembentukan abses cerebri dapat terjadi secara kontaminasi, hematogen atau metastasis. Sinus paranasal adalah sumber penyebaran pus yang paling sering, terutama pada infeksi sinus frontal menuju ke lobus frontalis, sinus

20

 

sphenoid menuju ke sinus cavernosus dan telinga tengah / mastoid menyebar ke lobus temporal dan cerebellum.1,2 Tabel 1. Sumber penyebaran Abses Cerebri6 

Mayoritas

organisme

penyebab

abses

cerebri

bacterial

adalah

streptococcus, dimana mereka adalah anaerobic atau microaerophilic. Infeksi  bacteroides, peptostreptokokus dan streptokokus adalah penyebab abses otak akibat penyebaran kontaminasi. Peptostreptokokus dan streptokokus (khususnya viridans dan microaerophilik) paling banyak ditemui pada pasien dengan sumber infeksi jantung (penyakit jantung sianotik) dan shunt dari kanan ke kiri. Infeksi  paru purulent (abses dan bronkiektasis) dan endocarditis bacterial adalah  penyebab tersering dari abses otak pada zaman modern. Pada pasien penyakit  jantung sianotik dapat mengurangi saturasi oksigen arteri dan meningkatkan viskositas darah dan menyebabkan iskemia fokal cerebri. Penyakit jantung sianotik adalah factor predisposisi pada anak-anak. Staphylococcus dan streptokokus banyak ditemui pada pasien yang mengalami prosedur bedah neurologis sedangkan pada pasien trauma terbuka pada regio kepala banyak ditemukan bakteri staphylococcus, streptococcus, clostridium dan entereobactericea. Akhir-akhir ini penyebaran secara hematogen atau metastasis lebih sering ditemui akibat meningkatnya jumlah pasien dengan imunosupresan, transplantasi organ, HIV dan penggunaan kemoterapi pada kanker. 1,2  Infeksi jamur, toxoplasma, staphylococcus, streptococcus dan pseudomonas ditemukan

pada

pasien

imunokompromais

seperti

pada

infeksi

HIV,

transplantasiorgan, kemoterapi atau penggunaan steroid. Hifa bercabang dari infeksi jamur dapat menutup pembuluh darah dan menyebabkan thrombosis arteri cerebri dan infark. Infark steril dapat menjadi infark septic yang berhubungan

21

 

dengan pembentukan abses cerebri. Tingkat mortalitas akibat abses jamur  bervariasi antara 75 hingga 100% meskipun telah terapi intensif dengan amfoterisin B. 1 Tabel 2 . Sumber infeksi dan jenis bakteri 6 

3.4  Patofisiologi

Abses dapat terjadi dalam empat tahapan antara lain cerebritis awal (1-4 hari), cerebritis lanjut (4-10 hari), pembentukan kapsul awal (11-14 hari) dan  pembentukan kapsul lanjut (> 14 hari). Penentuan stadium abses pada manusia didapatkan berdasar pemeriksaan CT scan atau MRI.

1,4 

22

 

1. Early Cerebritis Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymorphonuclear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai  pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat  pada tunika adventitia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivascular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema disekitar otak dan peningkatan efek masa karena  pembesaran abses. Gambaran CT Scan pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian gambaran seperti cincin. Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai dengan diameter cerebritisnya. Dapat mengelilingi  pusat nekrosis. 2. Late Cerebritis Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan “acellular debris” dan  pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enz enzim-enzim im dari sel radang. Ditepi  pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. Gambaran CT Scan tampak gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah  pemberian kontras perinfus. Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen menunjukkan adanya cerebritis. 3. Early capsule formation Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag-makrofag makrofag-makrofag menelan “acellular debris” dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Didaerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi didaerah substansi putih dibandingkan substansi abu.

Pembentukan

kapsul

yang

terlambat

di

permukaan

tengah

memungkinkan abses membesar kedalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek kedalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan

23

 

kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kollagen, reaksi astrosit disekitar otak mulai meningkat. Gambaran CT-Scan hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan kapsul terlihat lebih tebal. 4. Late capsule formation Terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai  berikut: bentuk pusat nekrosis diisi oleh “acellular debris” dan sel-sel sel -sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal. Lapisan neovascular sehubungan dengan cerebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis dan edema otak diluar kapsul. Gambaran CT-Scan gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak diisi oleh kontras. Aktivasi sel glial pada abses adalah melalui parenkima mikroglia dan astrosit. Aktivasi mikroglia memiliki potensi untuk memengaruhi tipe dan  perluasan antibiotic terhadap system imun melalui upregulasi dari MHC kelas II dan ekspresi molekul kostimulator. Pelepasan lebih lanjut dari mediator  proinflamasi dapat melukai jaringan otak sekitar.Sitokin IL-1 dan TNF-alfa memiliki peran penting terhadap efektivitas respon antibakteri pada parenkim SSP. Penelitian terbaru menunjukkan aktivasi system imun berhubungan dengan abses otak dengan peningkatan kadar IL-1, TNF-alfa dan MIP-2 yang dideteksi  pada hari ke 14  –   21. Hal ini menunjukkan intervensi dengan komponen antiinflamasi berhubungan dengan netralisasi bakteri dan mungkin dapat menjadi ssuatu strategi efektif untuk mengurangi kerusakan pada parenkima otak sekitar dan meningkatkan perbaikan keluaran kognitif dan neurologis.  1 Abses otogenik dan rhinogenik mencapai system saraf melalui perluasan langsung, dimana tulang dari telinga tengah atau sinus nasal menjadi osteomyelitis, dengan penetrasi dari dura dan leptomeningens, infeksi dapat menyebar melalui vena intracranial. Thromboflebitis dari vena piamater dan sinus duramater akibat jaringan otak yang infark menyebabkan otak lebih mudah untuk diinvasi bahan infeksius. Hubungan langsung dari sinus lateral (transversus) terhadap cerebellum menjelaskan seringnya infeksi otak apabila terjadi sinusitis melalui rute vena. 2 

24

 

Mayoritas abses otak saat ini adalah metastasis yaitu dari jalur hematogen. Hal ini ditemukan bahwa endocarditis bacterial atau focus primer pada pada paru atau  pleura adalah penyebabnya. Penyebab lain dapat berhubungan dari organ pelvis, kulit, tonsil, gigi, dan osteomyelitis tulang bukan tengkorak. Abses metastasis dari hematogen menyebar pada daerah arteri cerebri media. Harus diketahui bahwa secara klinis dan radiologis abses soliter dapat menyerupai tumor otak. Lesi cerebral dalam bentuk endocarditis disebabkan oleh oklusi emboli pada  pembuluhdarah oleh pecahnya vegetasi dan bakteri sehingga menyebabkan infark  jaringan otak dan respon inflamasi terbatas pada pembuluh darah otak sekitar dan menyebabkan cerebritis. Gejala stroke dapat merupakan manifestasi pertama pada  penyakit ini. Umumnya jarang terjadi abses bersamaan meningitis bacterial dan umumnya cairan serebrospinal bersifat steril.2 

3.5  Patologi

Inflamasi eksudat terlokalisasi, thrombosis septic pembuluh darah, dan  pengumpulan degenerasi leukosit menunjukkan reaksi awal dari invasi bakteri ke otak. Disekitar jaringan nekrotik adalah makrofag, astroglia, mikroglia, dan  banyak vena kecil, beberapa menunjukkan hyperplasia endotel, mengandung fibrin dan leukosit polimorfonuklear. Terdapat edema interstitial mengelilingi white matter.2  Dalam beberapa hari, intensitas dari reaksi mulai menurun dan infeksi cenderung mulai menghilang. Bagian tengah dari abses memiliki karakteristik  pus, pada bagian pinggirannya terjadi proliferasi fibroblast dari pembuluh darah  baru terbentuk dan membentuk jaringan granulasi. Saat abses menjadi lebih kronis, jaringan granulasi digantikan oleh jaringan ikat kolagen. Oleh karena itu tebal kapsul dari abses tidak sama antar individu. 2 

3.6  Manifestas Manifestasii klinis

Abses dapat menimbulkan empat dasar sindroma antara lain perluasan massa fokal, hipertensi intracranial, kerusakan diffuse, deficit neurologis fokal. Terdapat beberapa variasi pada manifestasi klinis yang terjadi antara lain :  1 

 



Sakit kepala

25

 

  Penurunan kesadaran



  Mual dan/atau muntah



  Demam, akan tetapi demam hanya menunjukkan karakteristik awal dari fase



invasive abses, temperature dapat kembali normal ketika abses telah membentuk kapsul, hal yang sama terjadi dengan leukosit   Kejang fokal atau umum



  Gangguan fokal motoris, sensoris atau bicara



Abses juga memiliki gejala penyebab seperti infeksi perikranial seperti sinusitis, mastoiditis, otitis media, endocarditis. Pasien tanpa focus infeksi jelas, sakit kepala atau gejala cerebral lain dapat disebabkan oleh gangguan jantung bawaan. Pada beberapa pasien, invasi bakteri ke otak dapat bersifat asimptomatik atau dapat hanya terlihat sebagai gangguan fokal neurologis sementara. Sindroma klinis ini diakibatkan suatu gaya yang terjadi akibat interaksi host dan bakteri,  jumlah, ukuran dan distribusi abses, struktur otak yang terlibat dan anatomi sekitar yang terlibat seperti cisterna dan ventrikel. Mayoritas abses terbentuk pada lobus frontal, temporal dan fossa posterior. 1

Tabel 3. Tanda dan Gejala Abses Cerebri 6 

26

 

3.7  Diagnosis Banding

Pemeriksaan radiologi sendiri tidaklah cukup untuk mendiagnosis banding abses dari penyebab bakteri, jamur, tuberculosis, granulmoma inflamasi (tuberculoma), neurosistiserkosis, toxoplasmosis, metastasis karsinoma, glioma, subdural hematoma, infark, perbaikan perdarahan cerebral, kista hydatid limfoma dan radionekrosis. Akan tetapi demam, rangsang meningeal, peningkatan LED, multilokuleritas,

penguatan

leptomeningeal

atau

ependymal,

pengurangan

 penguatan pada CT Scan yang telat adalah lesi yang mengarah ke diagnosis abses.   1,2

 

3.8  Diagnosis

Diagnosis pada pasien suspek abses otak bersifat multidisiplin meliputi dokter neurologi, neuroradiologist, bedah neurologi, dan spesialis penyakit infeksi. Diagnosis abses otak saat ini cenderung kepada CT Scan yang sangat baik untuk melihat parenkima dan sinus paranasal, mastoid, dan telinga tengah. 7  CT Scan dan MRI adalah dua alat diagnostic yang sangat penting. CT Scan digunakan untuk deteksi awal, menentukan lokasi, dan karakteristik yang akurat, menentukan  jumlah, ukuran dan stadium dari abses. CT Scan juga dapat mendeteksi hidrosefalus, peningkatan tekanan intracranial, edema dan infeksi yang  berhubungan seperti empyema subdural, ventriculitis dan menentukan rencana tatalaksana. Apabila lesi multiple, dan terletak di tengah daerah arteri cerebri  biasanya disebabkan penyebaran hematogen seperti endocarditis, shunt jantung atau malformasi vaskuler paru. Pada fase awal, CT scan tanpa kontras dapat menunjukkan abnormalitas dengan efek masa. Pada fase akhir, cincin kapsul  perifer yang sempurna dapat terlihat. ter lihat. Penguatan kontras kapsul dapat terlihat pada fase akhir abses. Pada fase awal kapsul sulit tervisualisasi dengan teknik konvensional, dan kontras CT ganda dapat membantu menemukan abses yang terenkapsulasi. 1  MRI dapat melihat abses piogenik secara akurat. Daerah tengah dengan liquefaksi dapat memberikan signal tinggi sedangkan jaringan otak yang edema sekitarnya memberikan sinyal rendah pada sekuens T1. Pada sekuens T2, pada daerah nekrosis menunjukkan sinyal lebih tinggi mirip dengan gray matter.

27

 

Maturitas dari abses diindikasikan oleh kapsulnya, dimana kapsul terbentuk akibat kolagen dan inflamasi akibat radikal bebas dan perdarahan mikro di dinding abses. Zona inflamasi cenderung lebih tebal pada trabekula. Temuan MRI tergantung dari stadium infeksi. Pada fase awal MRI akan ditemukan sinyal rendah pada T1WI dan sinyal kuat pada T2WI disertai penguatan. Pada fase lanjut, sinyal rendah pada T1W1 menjadi lebih jelas dengan sinyal tinggi T2 pada kavitas dan parenkima sekitar. Kavitas abses menunjukkan hiperintens pada T1WI dan hipointens pada T2WI. Sama seperti CT, MRI juga menunjukkan penguatan  berbentuk cincin pada jaringan sekitar abses. Akan tetapi penguatan berbentuk cincin tidaklah sepsifik dan harus dipastikan dengan klinis. Pada gambaran  penguatan ring berebentuk irregular, tebal dan nodular dapat menunjukkan kecenderungan pada tumor atau infeksi jamur. Diagnosis banding abses pada MRI adalah hematoma, metastase dan granuloma.  1

Gambar 1 MRI menunjukkan abses cerebri pada lobus frontal kanan dengan karakteristik penguatan berbentuk cincin.1 

Tepatnya sebesar 20% kultur mikrobiologis dari jaringan abses masih steril. Pemeriksaan PCR adalah suatu alternative baru, tetapi data melaporkan bahwa  penggunaan spesifik dengan PCR jarang dilakukan. PCR adalah alat untuk mendeteksi organism yang sulit dideteksi seperti spesies fusobacterium dan aspergillus. PCR adalah alat yang cepat dan sensitive terhadap pemeriksaan abses cerebri. 1 Pemeriksaan kultur darah dan rontgen dada tidak dapat dibedakan pada diagnosis abses, meskipun bahwa terkadang kultur darah dapat menemukan jenis infeksi.

28

 

3.9  Penatalaksanaan

Tidak terdapat aturan tertulis khusus terhadap tatalaksana abses cerebri dan setiap kasus harus disesuaikan dengan kondisi pasien. Terapi utama adalah  pemberian antibiotik dan pembedahan1

Farmakologi

Pada beberapa kasus abses cerebri derajat awal dapat disembuhkan dengan  pemberian antibiotic dosis tinggi.2  Pemberian terapi awal sebaiknya adalah  pemberian antibiotic anti biotic spektrum luas yang menembus blood brain barrier . Setelah  pus didrainase dan hasil sensitifitas antibiotic didapatkan, pemberian antibiotic spesifik haruslah diberi sesuai dengan organisme yang ditemukan. Apabila kultur menunjukkan tidak ada organisme, maka pemberian obat antibiotic spektrum luas harus dilanjutkan sesuai dengan kemungkinan penyebab dan lokasi anatomis abses. Kompleksitasi dari flora mikrobia pada abses otak dibutuhkan untuk terapi empiris melawan organisme aerobic dan anaerobic. Lebih dari sepertiga abses otogenik dan metastasis adalah polimikroba (aerobic dan atau anaerobic). Bakteroides, peptostreptococcus dan fusobacterium adalah penyebab anaerobic dan lebih sensitive terhadap metronidazole. Abses rhinogenik cenderung streptococcus. Staphylococcus adalah penyebab utama pada kasus postrauma dan  postoperative. Pada bayi dan neonates, abses post meningitis disebabkan oleh organisme gram negative. Obat sulfa adalah paling efektif pada nocardia dan vankomisin melawan staphylococcus. Biasanya antibiotic tiga macam dalam dosis tinggi intravena selama 2 minggu dilanjutkan 4 minggu oral antibiotic lebih direkomendasikan.

Biasanya

antibiotic

yg

diberikan

adalah

ceftriakson,

vancomisin dan metronidazole. 1,2  Organisme oportunistik yang tidak patogenik pada manusia dapat menimbulkan abses otak pada pasien imunokompromais. Antibiotik diberikan selama 3-12 bulan. Metronidazol dapat secara langsung mempenetrasi abses otak. Obat ini memiliki aktivitas bakterisidal yang efektif terhadap banyak organisme anaerob tetapi tidak aktif melawan organisme aerobic.  1  Pemberian steroid sebaiknya dihindari kecuali pasien memiliki tanda meningitis atau edema sitotoksik yang mengancam nyawa. Kortikosteroid

29

 

mengurangi penguatan dinding abses pada CT. Sehingga pengurangan penguatan sebaiknya tidak diinterpretasikan sebagai resolusi dari abses dan indikasi efektivitas terapi, akan tetapi perubahan volume abses lebih efektif mengevaluasi efektifitas terapi. 1 Peningkatan tekanan intracranial dan herniasi dapat ditatalaksana menggunakan mannitol intravena (atau cairan salin hipertonik) dan deksametason 6  –   12 mg per 6 jam. Apabila tidak terjadi perbaikan, maka aspirasi abses stereotaktikal

atau

pembuangannya

dengan

prosedur

terbuka

dapat

menghilangkan etiologic diagnosis.2  Terapi antikejang dapat diberikan selama 5 tahun pada seluruh pasien dengan abses serebral. Penghentian obat antiepilepsi dapat diberikan bila pasien sudah bebas kejang selama paling tidak 2 tahun setelah bedah atau EEG tidak menunjukkan aktivitas epileptic. 1 Tabel 4. Pilihan Tatalaksana Antibiotic Pada Abses Cerebri 6 

Pembedahan

Pada stase cerebritis dan pembentukan awal abses, operasi intracranial membawa perbaikan yang tidak terlalu baik dan akan menyebabkan kerusakan lebih parah dan pembengkakan jaringan otak dan kemungkinan infeksi lebih lanjut.

2

Mayoritas abses piogenik membutuhkan intervensi sedangkan abses

tuberkulosa diterapi secara konservatif. Terapi awal adalah dengan drainase abses melalui drill craniotomy, apabila pus tebal dan tidak adekuat untuk didrainase maka prosedur berikutnya adalah terapi drainase dengan burrhole. Drainase adekuat dari pus memberikan perbaikan secara langsung dan memperbaiki stabilitas hemodinamik. Indikasi dari kraniotomi adalah abses multiloculated dan  pus yang tebal. Pasien datang dengan deficit neurologis progresif akibat efek masa adalah kandidat yang sulit sulit untuk dekompresi urgent urgent oleh bedah neurologis 30

 

dan internist. Craniotomi sering dilakukan sebelum era CT scan dan saat ini  bukanlah tatalaksana lini pertama. Aspirasi berulang dengan drainase telah menggantikan eksisi total. Terapi bedah terbuka masih menjadi preferensi pada tatalaksana abses otak dengan kombinasi tatalaksana medis, ada tanda-tanda  peningkatan intracranial, kesulitan diagnosis, abses traumatic, dan lesi terletak  pada fossa posterior dan curiga infeksi dari jamur. Eksisi direkomendasikan pada abses multilokulated, posttrauma dan abses akibat komunikasi fistulosa.   1  Eksisi total direkomendasikan hanya pada abses soliter, superficial dan terkapsulasi dengan baik atau berhubungan dengan benda asing. Apabila abses terletak dalam maka aspirasi berulang adalah pilihan terapi. 2 

3.10  Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat abses cerebri adalah :4 

 



Robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau ke ruangan subarakhnoidal   Penyumbatan cairan serebrospinal sehingga terjadi hidrosefalus



  Edema otak



  Herniasi tentorial oleh masa abses otak



3.11  Prognosis

Pada zaman setelah ada CT scan, mortalitas abses berkurang dari 40-60  persen

menjadi

17-32%.

Prognosis

jelek

ditunjukkan

pada

pasien

imunokompromais, diabetes melitus, sirosis dan memiliki GCS rendah. Penelitian oleh Radoi dkk mendapatkan bahwa tingkat keberhasilan terapi tidak ditentukan oleh jenis tatalaksana dan pemilihan jenis operasi, akan tetapi tingkat kesadaran rendah, dan penurunan fungsi neurologis cepat dapat memberi prognosis lebih  jelek.

1,8

Penelitian oleh Bidzinski dan koszweski didapatkan sebanyak 63%

 pasien memiliki penyembuhan baik, 23% disabilitas sedang, 9% disabilitas berat dan 5% pasien meninggal.9  Chowdhury dkk juga menyebutkan bahwa pada  pengalaman pembedahan abses cerebri sebanyak 162 kasus,

mortalitas tidak

 berhubungan dengan jenis pembedahan tetapi pada GCS saat pasien datang  berobat.10  Lebih dari 50 persen pasien dengan penurunan kesadaran sebelum tatalaksana cenderung meninggal. Pasien dengan infeksi pada bagian dalam

31

 

seperti (ganglia basal atau thalamus) memiliki keluaran jelek. Pada 30-50 %  pasien mengalami kejang jangka panjang. Efek jangka panjang setelah resolusi abses meliputi kejang kehilangan kesehatan mental dan deficit neurologis akibat kehilangan neuron saat infeksi. Sebanyak 30 persen pasien selamat memiliki deficit neurologis. Cansever dkk melaporkan bahwa setelah operasi eksisi terdapat sebanyak 5,2% pasien deficit neurologis dan sebanyak 31,2-47,7% kejang. Kejadian epilepsy pasca abses cerebri adalah 5,2-25%. Rasio rekurensi diduga sebesar 10-50%. 1,2 

32

 

BAB IV ANALISIS KASUS  Penderita datang dengan keluhan utama mengalami kelemahan sesisi tubuh kiri secara perlahan-lahan. Keluhan ini dialami penderita sejak 4 bulan lalu. Kelemahan dirasakan semakin berat. Hal ini menandakan bahwa pasien mengalami hemiparesis sebelah kiri. Penyebab hemiparesis ini sangat banyak seperti stroke, tumor otak, atau abses cerebri. Tetapi keluhan hemiparesis ini dirasakan perlahan-lahan sehingga diagnosis banding stroke dapat disingkirkan. Pasien mengeluhkan nyeri kepala yang sudah lama dirasakan. Nyeri kepala seperti ditekan, muncul tiba-tiba, terkadang

hilang dengan minum obat. Penderita Penderita

menyangkal adanya adanya mual muntah dan kejang. Demam terkadang muncul muncul dengan suhu yang tidak terlalu tinggi dan hilang timbul, sembuh setelah minum obat  penurun panas. Hal ini menandakan adanya suatu sefalgia kronis, demam dan disertai defisit neurologis. Kemungkinan pasien ini memiliki suatu massa pada otak yang dapat menyebabkan keluhan tersebut, massa di otak antara lain dapat  berupa tumor atau abses. abses . Demam sendiri dapat lebih mengarahkan kepada adanya suatu abses cerebri. Penderita juga mengeluhkan bibir mengot ada dan bicara menjadi pelo, hal ini mengindikasikan adanya parese pada nervus kranialis ke VII dan XII. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lipatan nasolabialis kanan datar tetapi kedua dahi masih bisa mengkerut dan adanya deviasi lidah ke kanan. Hal ini menunjukkan

adanya parese N VII dan N XII kanan tipe sentral. Pada

 pemeriksaan neurologis ditemukan gerakan motorik kedua lengan dan tungkai  berkurang, kekuatan keduanya juga menurun, tonus dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kiri meningkat.  Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik di dapatkan beberapa diagnosis banding topik dan etiologi antara lain:  Gangguan Peningkatan

Cerebelum UMN

LMN

NMJ

Penderita

Ya/Tidak

Ya

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya/Tidak

Ya

Ya/Tidak

Tidak

Tonus Gangguan Gait

33

 

Hemiparese/plegi Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Gang.

Ya/Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Fungsi Tidak

Luhur Spastisitas

Ya/Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Distress napas Trismus

Tidak Tidak

Tidak Tidak

Potensial Tidak

Potensial Ya/Tidak

Tidak Tidak

Berdasarkan paparan di atas maka diagnosis topik pada pasien ini yaitu pada UMN.. Salah satu etiologi yang dapat menyebabkan gangguan UMN adalah abses UMN cerebri, tumor otak dan stroke. Penderita memiliki riwayat sakit gigi yang disertai gusi bengkak bengkak sejak muda namun tidak pernah ke dokter gigi. Hal ini adalah suatu faktor predisposisi terhadap kejadian abses cerebri dimana salah satu penyebaran dari abses cerebri dapat disebabkan dari infeksi gigi. Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah dan  pemeriksaan CT-Scan kepala. Pada pemeriksaan darah didapatkan leukositosis yang

diinterpretasikan

sebagai

proses

infeksi

dan

juga

menyingkirkan

kemungkinan focus infeksi lain seperti TB dan HIV. Pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan masa kistik berdinding tebal di lobus parietal kanan, lobus parietal kiri dan frontal kiri dengan perifokal edema sekitarnya dan herniasi subfalcine ke kiri yang mengarah ke abses cerebri. Tujuan terapi abses cerebri adalah pemberian antibiotik untuk menghilangkan  proses infeksi, tatalaksana edema otak, mengurangi gejala dan pembedahan. Pada  pasien ini diberikan obat ceftriakson 2 x 2 gr IV dan metronidazole 4 x 500 mg IV. Pemberian ceftriakson adalah karena antibiotic ini bersifat broad spectrum (gram positif dan negative) serta diberikan dalam dosis besar untuk menembus sawar darah otak. Pemberian metronidazole sendiri untuk tatalaksana bakteri anaerobik. Pemberian dexametason sendiri adalah untuk mengurangi edema otak. Untuk mengurangi gejala demam diberikan obat paracetamol dan untuk mengurangi mual muntah yang dapat disebabkan oleh peningkatan TIK diberikan omeprazole. Terapi definitif dari abses cerebri sendiri akan dikonsulkan kepada dokter bedah saraf untuk pemilihan jenis pembedahannya.

34

 

DAFTAR PUSTAKA 1.  Muzumdar D, Jahwar S, Goel A. Bran Abscess: An Overview.

International Journal of Surgery 9. 2011; 136-144.   2.  Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principle of

 Neurology 10th  Ed. : Infection of Nervous System, Brain Abscess. McGraw-Hill. 2014;714-7

3.  Ingham HR, Selkon JB & Roxby CM. Bacteriological study of otogenic cerebral abscess. British Med J. 1977 4.  Hakim, AA. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No4 : Abses Otak. Medan : Departemen Bedah Fakultas Kedokteran USU RSUP Adam Malik. 2005;324-7. 5.  Hakim AA. Pengamatan pengelolaan abses otak di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya : RSUD Dr. Soetomo. 1984-1986. 6.  Miranda HA, Leones SMC, Elzain MA, Salazar LRM. Brain Abscess: Current Management. Mexico : Journal of Neuroscience. 2013;1-16. 7.  Mustafa M, Iftikhar M, Latif MI, Munaidy RK. Brain Abscess: Pathogenesis,

Diagnosis

and

Management

Strategies.

IMPACT:

International Journa of Research in Applied. 2014;299-308. 8.  Radoi M, Ciubotaru V, Tataranu L. Brain Abscess: Clinical Experience and

Outcome

of

52

Consecutive

Cases.

Romania:

Chirurgia.

2013;108:215-225. 9.  Bidzinski J, Koszewski W. The value of different methods of treatment of  brain abscess in CT era. Acta Neurochir (wien). 1990;105 (3-4):117-20 (3-4):117-20 10. Chowdhury Fh, Haque MR, Sarkar MH, Chowdhury SM, Hossain Z, Ranjan

S.

Brain

Abscess:

Surgical

Experiences

of

162

Cases.

 Neuroimmunol Neuroinflamation. 2015;2(3):153-61. 2015;2(3):153-61.

35

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF