Laporan Kadar Abu
April 29, 2017 | Author: Arif Aulia Rachman | Category: N/A
Short Description
Hasil laporan kadar abu berbagai jenis sampel, GM IPB...
Description
PENDAHULUAN
Latar Belakang Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik (Sudarmadji 2003). Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada jenis bahan dan cara pengabuannya. Bahan pangan yang terdapat di alam mengandung mineral yang berupa abu. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis (Sediaoetomo 2000). Penentuan kadar mineral dalam bentuk asli sulit dilakukan, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisasia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan (Sediaoetomo 2000). Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur (Khopkar 2003). Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah). Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500-6000C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Sedangkan prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan (Apriantono & Fardian 1989). Oleh karena itu sangat penting bagi seorang calon ahli gizi untuk mengetahui metode yang dapat mengukur mentapkan kadar abu suatu
bahan pangan menggunakan metode AOAC (2005).
Tujuan Tujuan praktikum penetapan kadar abu (AOAC 2005) adalah melakukan analisis proksimat yaitu penetapan kadar abu dalam berbagai sampel.
TINJAUAN PUSTAKA Kadar Abu Abu adalah zat anorganik dari sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Kadar abu ditentukan berdasarkan kehilangan berat setelah pembakaran dengan syarat titik akhir pembakaran dihentikan sebelum terjadi dekomposisi dari abu tersebut (Sudarmadji 2003). Pengarangan merupakan salah satu tahapan dalam analisis kadar abu. Pengarangan dilakukan sebelum bahan uji diabukan. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api. Hal ini dilakukan untuk menguapkan zat organik dalam bahan pangan (Khopkar 2003). Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar pada suhu sekitar 500800°C. dalam hal ini metode pengabuan dengan metode tanur adalah dengan cara membakar bahan hingga mencapai suhu 600750 oC hingga bahan berwarna abu-abu. Semua bahan organik akan terbakar sempurna
menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidannya. Dengan mengetahui berat cawan ketika mulamula kosong, dapat dihitung berat abu yang telah terjadi. Bila berat dinyatakan dalam persen berat asal sampel pada permulaan pengabuan, terdapatlah kadar berat abu dalam persen. Pengerjaan penimbangan harus dilakukan cepat, karena abu yang kering ini umumnya bersifat higroskopik, sehingga bila pengerjaan dilakukan lambat, abu akan bertambah berat karena mengisap uap air dari udara (Sediaoetomo 2000).
Kadar Mineral Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik. Garam organik terdiri dari garam-garam asam malat, oksalat, asetat, dan pektat, sedangkan garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat ,klorida, sulfat, nitrat. Mineral juga biasanya berbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit, oleh karenanya biasanya dilakukan dengan menentukan sisa-sia pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan(Sediaoetomo 2000). Pengabuan adalah tahapan utama dalam proses analisis kadar abu suatu bahan. Pada tahap ini menggunakan tanur. Terdapat 3 jenis pengabuan, yaitu pembakaran dalam tanur, pembakaran api terbuka, dan wet combustion. Pada analisis kadar abu dan serat seringkali digunakan jenis pengabuan dalam tanur. Pengabuan sering memerlukan waktu yang lama untuk mempercepat proses pengabuan dapat dilakukan beberapa cara yaitu menambah bahan dengan kwarsa murni sebelum pengabuan untuk memperluas permukaan dan menambah porositas, menambahkan gliserol-alkohol sehingga akan terbentuk kerak yang porosus dan proses oksidasi semakin cepat, dan menambahkan
hydrogen peroksida untuk oksidasi (Khopkar 2003).
mempercepat
Prinsip dan Metode Kadar Abu Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah). Prinsip pengabuan cara langsung yaitu semua zat organik dioksidasi pada suhu tinggi, sekitar 500-6000C, kemudian zat yang tertinggal setelah proses pembakaran ditimbang. Mekanisme pengabuan cara langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap, yaitu pemanasan pada suhu 3000C agar kandungan bahan volatil dan lemak terlindungi hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan hingga asam habis. Selanjutnya, pemanasan pada suhu bertahap hingga 6000C agar perubahan suhu secara tiba-tiba tidak menyebabkan cawan pecah (Apriantono & Fardian 1989). Prinsip pengabuan cara tidak langsung yaitu bahan ditambahkan reagen kimia tertentu sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik yang selanjutnya dipanaskan dalam suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan memperbesar oksidasi. Pemanasan pada pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas sehingga proses pengabuan semakin cepat (Apriantono & Fardian 1989). Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji dimasukan sebanyak 5 gram ke dalam cawan, ditimbang
dan dicatat sebagai berat b gram. Gliserol alkohol ditambahkan dalam cawan sebanyak 5 ml dan dimasukan dalam tanur pengabuan hingga putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan dalam muffle selama 1 hari. Cawan porselen dioven terlebih dahulu untuk mengeringkan air yang mungkin terserap saat disimpan dalam muffle lalu dimasukan ke desikator. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan (Apriantono & Fardian 1989).
Prosedur Kerja Prinsip penetapan kadar abu (AOAC 2005) adalah apabila suatu bahan makanan dipanaskan pada suhu 600oC maka semua zatzat organiknya akan teroksidasi menjadi CO2, H2O, dan gas lain-lain. Hasil yang tertinggal (tersisa) adalah zat-zat anorganiknya (mineral/abu). Prosedur penetapan kadar abu (AOAC 2005) adalah sebagai berikut. Cawan porselen dimasukan ke dalam oven selama 35 menit Cawan kosong ditimbang Sampel dimasukkan sebanyak 0,5-1 gram Diarangkan sampai asap putih hilang
SNI Kadar Abu MP-ASI
Diabukan selama 12 jam
Kadar abu suatu bahan pangan mempunyai hubungan dengan kadar mineral. Dalam SNI 01-7111.4-2005, kadar abu disyaratkan tidak lebih dari 3,5 g per 100 gram produk MP-ASI (Leilya 2011).
Cawan dan sampel (abu) ditimbang Gambar 1 Prosedur kerja penetapan kadar abu (AOAC 2005)
METODOLOGI HASIL DAN PEMBAHASAN Waktu dan Tempat Praktikum penetapan kadar abu (AOAC 2005) dilakukan pada tanggal 24 Mei 2013 pada pukul 13.15-16.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Analisis Zat Gizi Makro, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah silica disk, timbangan analitik listrik, desikator, dan tang penjepit. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah sampel yang akan ditetapkan kadar abunya yaitu bubur bayi instan berbagai merk.
Kadar abu pada bahan pangan menggambarkan kandungan mineral dari sampel bahan makanan. Kadar abu ialah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan dibakar. Semua bahan organik akan terbakar sempurna menjadi air dan CO2 serta NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidannya. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam satu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu garam organik dan garam anorganik (Sediaoetomo 2000). Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara basah). Mekanisme pengabuan cara tidak langsung yaitu cawan porselen dioven terlebih dahulu selama 1 jam
kemudian diangkat dan didinginkan selama 30 menit dalam desikator, hal ini dilakukan agar berat cawan stabil. Cawan kosong ditimbang sebagai berat a gram. Setelah itu, bahan uji yaitu SUN Pisang dimasukan sebanyak 0.6452 gram ke dalam cawan, ditimbang dan dicatat sebagai berat b gram. Cawan dan sampel dimasukan dalam tanur pengabuan 600o C selama 12 jam atau kurang hingga berwarna putih keabu-abuan. Abu yang terbentuk dibiarkan diluar tanur sehingga suhunya menurun menjadi 120o C, lalu dimasukan kedalam desikator hingga dingin. Suhu sebelumnya harus turun terlebih dahulu sebelum dimasukan desikator karena agar proses pendinginan lebih cepat dan desikator hanya menurunkan suhu sampai sampel stabil dengan suhu ruang. Penimbangan cawan setelah pengabuan dicatat sebagi berat c gram. Suhu yang tinggi menyebabkan elemen abu yang volatil, seperti Na, S, Cl, K dan P menguap. Pengabuan juga menyebabkan dekomposisi tertentu, seperti K2CO3 dan CaCO3. Pengeringan dengan metode ini bertujuan mendapatkan berat konstan (Apriantono & Fardian 1989). Setelah dilakukan penimbangan, diperoleh data berat cawan kosong, berat cawan ditambah sampel (sebelum diabukan), dan cawan ditambah sampel (setelah diabukan), serta berat sampel. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui % kadar abu yang terkandung dalam sampel. Berikut % kadar abu setiap bahan pangan yang diuji. Tabel 1 Kadar abu Sampel % Kadar abu SUN Pisang 372.4 SUN Pisang 28.1 Promina 39.5 Promina 637.6 Cerelac 481.3 Cerelac 362.8 Berdasarkan spesifikasi teknis yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan, makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) bubuk instan yang sesuai dengan SNI adalah yang terbuat dari campuran beras dan atau beras merah, kacang hijau dan atau kedelai, susu, gula, minyak nabati, dan diperkaya
dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). Kadar abu suatu bahan pangan mempunyai hubungan dengan kadar mineral. Dalam SNI 01-7111.4-2005, kadar abu disyaratkan tidak lebih dari 3,5 g per 100 gram produk MP-ASI (Leilya 2011). Berdasarkan tabel 1, persentase kadar abu paling tinggi dari berbagai jenis MP-ASI tersebut adalah Promina sebesar 637,6% dan yang memiliki persentase kadar abu paling rendah adalah SUN Pisang sebesar 28,1%. Sebenarnya data hasil praktikum ini tidak sesuai karena beberapa persentase kadar abu nilainya sangat besar melebihi batas maksimal persentase yaitu diatas 100%. Hal ini diduga adanya kesalahan memasukan data. Berat cawan ditambah sampel yang telah diabukan tidak sesuai dengan berat cawan dan sampel sebelum diabukan. Kesalahan data ini berpengaruh pada persentase kadar abu sampel yang dihitung sehingga nilainya ada yang besar bahkan ada yang negatif. Kesalahan diduga hanya saat memasukan data cawan ditambah sampel yang telah diabukan, selain daripada data tersebut, data lain sudah sesuai. Penggunaan label atau tanda yang jelas sangat penting agar data tidak tertukar. Hasil pengamatan di laboratorium tersebut dibandingan dengan standar MP-ASI yang dikeluarkan oleh SNI 01-7111.4-2005 yang mensyaratkan bahwa kadar abu tidak lebih dari 3,5 g per 100 gram produk MP-ASI (Leilya 2011) atau sekitar 3,5% saja. Berikut adalah tabel perbandingan antara hasil yang didapat di laboratorium dengan ketentuan yang distandarkan SNI. Tabel 2 Kadar abu sampel dan ketentuan SNI Sampel % Kadar abu % Ketentuan sampel SNI SUN Pisang 372.4 3,5 Terlihat perbedaan yang sangat signifikan antara adar abu sampel yang diuji dengan standar. Kadar abu sampel memiliki nilai lebih dari 100 kali lipat dibanding standar. Hal yang sama diakibatkan oleh kesalahan perhitungan seperti yang terjadi pada kelompok lainnya. Sehingga kadar abu sampel yang didapat berdasarkan hasil uji ini belum bisa dinyatakan valid atau digunakan sebagai acuan.
Fakultas Kedokteran. Diponegoro Semarang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Universitas
Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.
Simpulan Kadar abu sampel yang didapat dari hasil praktikum secara umum sangat jauh dari standar yang berlaku. Persentase kadar abu paling tinggi dari berbagai jenis MP-ASI tersebut adalah Promina sebesar 637,6% dan yang memiliki persentase kadar abu paling rendah adalah SUN Pisang sebesar 28,1%. Umumnya tiap kelompok mendapatkan hasil kadar abu sampel yang lebih dari 100% akibat kesalahan perhitungan yang membuat data tersebut tidak valid dan tidak bisa dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
Saran Secara teknis, praktikum berjalan lancar dan hati-hati, namun yang perlu diperhatikan adalah rumus perhitungan dan ketelitian dalam perhitungan agar tidak terjadi kembali kesalahan dalam penyajian data hasil praktikum.
DAFTAR PUSTAKA Achmad DS. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat. Apriantono A, Fardian D. 1989. Analisa Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Khopkar. 2003. Konsep Dasar Analitik. Jakarta : UI – Press.
Kimia
Leilya E. 2011. Kontribusi MP-ASI Bubur Bayi Instan dengan Substitusi Tepung Ikan Patin dan Tepung Labu Kuning Terhadap Kecukupan Protein dan Vitamin A Pada Bayi. Artikel penelitian. Program Studi Ilmu Gizi
LAMPIRAN
Tabel hasil pengamatan Tabel 3 Berat sampel, cawan, dan kadar abu N Samp Bera Berat Berat % o. el t cawa cawan+sa kad sam n mpel ar pel koson abu g 1 SUN 0.64 24.02 26.4271 372 Pisan 52 46 .4 g 2 SUN 0.65 25.71 25.5293 28. Pisan 19 25 1 g 3 Promi 1.02 26.35 25.7611 39. na 1 83 5 4 Promi 0.54 24.33 27.8219 637 na 64 79 .6 5 Cerel 0.60 23.81 26.7217 481 ac 32 84 .3 6 Cerel 0.67 27.57 25.1197 362 ac 68 50 .8
Pembagian kerja Nama Regi Meiliani Dora Andriani Ajeng Agustianty Sakinah Nur’Afifah
Pembagian kerja Pendahuluan dan metodologi Tinjauan pustaka Pembahasan 1 Pembahasan 2 Editor
View more...
Comments