LAPORAN IUT

October 5, 2017 | Author: Ade Ryan Raharjo | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN IUT...

Description

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Ilmu ukur tanah (Plane Surveying) adalah ilmu yang mempelajari tentang pengukuran-pengukuran pada sebagian permukaan bumi guna pembuatan peta serta memasang kembali titik-titik dari peta ke lapangan (unitzet) untuk maksud-maksud tertentu. Pengukuran yang dimaksud diperlukan untuk menentukan letak relatif titik-titik di permukaan bumi dengan cara pengukuran mendatar untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di permukaan bumi dan pengukuran-pengukuran tegak untuk mendapatkan hubungan tegak antara titiktitik yang diukur. Dari hasil pengukuran di lapangan kemudian data ini diselesaikan secara matematis untuk meratakan kesalahan (koreksi), kemudian digambar di atas kertas dalam bentuk peta. Ilmu ukur tanah merupakan bagian dari ilmu Geodesi. Dalam ukur tanah tidak diperhatikan adanya kelengkungan bumi dan sinar, hanya dihindari agar kelengkungan bumi dan sinar tersebut tidak berpengaruh terhadap hasil ukuran.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 1

1.2. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum ilmu ukur tanah I ini adalah sebagai berikut : a.

Agar mampu melakukan pengukuran dengan alat penyipat datar secara terampil dan benar.

b.

Untuk mengetahui jarak dan beda tinggi titik-titik di atas permukaan bumi.

c.

Agar mahasiswa mampu mempraktekkan penyipat datar memanjang di lapangan dengan alat penyipat datar dan perlengkapannya serta menuliskan data pembacaan rambu ukur pada tabel pengukuran secara benar.

1.3. Volume Pekerjaan Volume pekerjaan adalah urutan kegiatan saat praktikum dilaksanakan. Berikut adalah hal-hal yang akan dilakukan selama praktikum di laksanakan : a. b.

Persiapan perlengkapan alat ukur.

Persiapan pengukuran. c.

Pengukuran sipat datar memanjang.

d.

Pengukuran sipat datar profil melintang.

e.

Perhitungan kesalahan (koreksi) dari data pengukuran.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 2

1.4. Waktu dan Pelaksanaan Praktek pengukuran dilapangan dilakukan di kompleks kampus Universitas Palangkaraya, di jalur depan perpustakaan sampai depan kampus ekonomi. Pengukuran dilakukan pada tanggal 12 dan 13 Oktober 2010 dimulai sekitar pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 17.00 WIB.

1.5. Metode Penulisan Pencatatan data hasil pengukuran lapangan dan penyusunan laporan praktikum ilmu ukur tanah I ini menggunakan metode penulisan berdasarkan studi lapangan dan studi literatur.

1.5.1. Studi Lapangan Metode penulisan yang digunakan untuk pengisian data pada tabel hasil pengamatan praktikum ilmu ukur tanah ini adalah dengan studi lapangan atau pengamatan langsung di lapangan praktek.

1.5.2. Studi Literatur Metode penulisan yang digunakan untuk menghitung data hasil pengamatan lapangan serta penyusunan laporan adalah dengan metode literatur

Laporan pratikum IUT 2011

Page 3

atau berdasarkan rumusan-rumusan yang didapat dari berbagai macam sumber buku yang berhubungan dengan ilmu ukur tanah.

BAB II DASAR TEORI 2.1.

Orientasi Lapangan Praktikum ilmu ukur tanah ini dilaksanakan di sekitar kampus UNPAR.

Dan dimulai dari depan perpustakaan - Gedung Rektorat – Kampus Bahasa Inggris – Kampus Pertanian – Kampus Teknik sampai di depan Kampus ekonomi. Cuaca saat pengukuran cerah pada pukul 08.00 – 17.00 WIB.

2.2.

Pengenalan Alat Ukur Perlengkapan yang digunakan untuk melakukan pengukuran adalah alat

penyipat datar (waterpass), rambu ukur, statip, pita ukur 50 m, payung, tabel pengukuran, serta alat tulis dan kalkulator. Berikut adalah penjelasan mengenai alat ukur serta bagian-bagiannya. a. Waterpass Bagian-bagian penting dari alat Waterpass : -

Teropong jurusan Teropong jurusan terbuat dari pipa logam, di dalamnya terdapat susunan

lensa-lensa yang terdiri dari lensa objektif, lensa okuler, dan lensa penyetel pusat.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 4

Di dalam teropong terdapat pula pelat kaca yang dibalur dengan bingkai dari logam (diafragma), sedang pada pelat kaca terdapat goresan benang silang.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 5

Niveau Niveau adalah suatu alat yang digunakan sebagai sarana untuk membuat arah-arah horizontal dan vertikal. Menurut bentuknya niveau dibagi menjadi dua macam yaitu niveau kotak dan niveau tabung. Pada waterpass yang digunakan adalah niveau kotak. Niveau kotak, terdiri atas kotak dari gelas yang dimasukkan dalam montur dari logam sedemikian hingga bagian atas tidak tertutup. Kotak tersebut diisi dengan cairan atsiri (ether atau alkohol), bidang atas dari gelas diberi bentuk bidang lengkung dengan jari-jari besar. Bagian kecil kotak itu tidak berisi zat cair, sehingga bagian ini dari atas terlihat sebagai gelembung. Titik teratas ditandai dengan lingkaran yang digambar di atas gelas. Garis singgung pada titik tertinggi (tengah lingkaran) disebut garis arah niveau. Niveau kotak dikatakan seimbang jika gelembung berada di tengahtengah. Cara mengaturnya dengan memutar tiga sekrup penyetel. Sekrup-sekrup pada waterpass dan fungsinya: -

Sekrup koreksi niveau, mengatur agar garis arah niveau

berubah dari keadaan semula terhadap garis bidik teropong dan sumbu tegak -

Sekrup koreksi diafragma, mengatur kedudukan garis

bidik teropong agar berubah terhadap garis arah niveau dan sumbu tegak. -

Sekrup penyetel, mengatur kedudukan bagian atas

seluruhnya berubah terhadap bagian bawah.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 6

-

Sekrup helling, mengatur kedudukan garis bidik dan

garis arah niveau bersama-sama berubah terhadap sumbu tegak.

Niveau Kotak

Waterpass yang digunakan saat praktikum

Waterpass Modern

b. Mistar / Rambu Ukur Umumnya terbuat dari kayu atau besi, panjangnya antara 3-4 meter, bahkan ada yang 5 meter. Karena panjangnya, untuk pengangkutannya, maka mistar ini dapat dilipat menjadi 1,5 m atau 2 meter. Skala mistar dibuat dengan cm; tiap-tiap cm adaah blok merah, putih atau hitam. Tiap-tiap meter diberi warna yang berlainan, merah-putih dan hitam-putih untuk memudahkan pembacaan meter.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 7

Rambu Ukur Praktikum

Rambu Ukur

c. Statip Statip adalah salah satu perlengkapan pengukuran yang berfungsi sebagai kaki untuk meletakkan waterpass. Statip mempunyai 3 kaki yang berfungsi untuk menyeimbangkan berdirinya statip. Saat mendirikan statip, meja statip harus rata karena dapat mempengaruhi seimbangnya gelembung pada niveau.

Statip saat Praktikum

Laporan pratikum IUT 2011

Statip Modern

Page 8

d. Pita Ukur Pita ukur terbuat dari kain diberi benang dari tembaga dimasukkan dalam minyak cat yang masak. Panjang pita ukur ada yang 10, 15, 20, 30, sampai 50 meter. Pita ukur ini di gulung dalam kotak bulat yang disebut rol.

Pita Ukur

e. Payung Dalam pengukuran di lapangan, payung juga memiliki peran penting, yaitu sebagai pelindung waterpass dari sinar matahari agar cairan niveau tidak menguap.

payung

Laporan pratikum IUT 2011

Page 9

f.

Tabel Pengukuran Data hasil pembacaan benang dimasukkan ke dalam tabel pengukuran

untuk memudahkan analisa data. g.

Alat tulis dan Kalkulator Alat tulis dan kalkulator, untuk mencatat data dan menghitung koreksi

kesalahan pembacaan benang.

Tabel Pengukuran Alat Tulis & Hitung

h. Patok kayu dan paku Berfungsi

sebagai

penandaan

awal

pengukuran

dan

hasil

pengukuran, dimana pada jarak tertentu setelah pengukuran dilakukan penandaan dengan menggunakan patok/paku.

Patok Paku

Laporan pratikum IUT 2011

Page 10

2.3.

Pengukuran Sipat Datar Memanjang Pengukuran menyipat datar dimaksudkan untuk menentukan beda tinggi

antara dua titik. Bila dua titik tentu itu terletak jauh dengan jarak yang lazimnya dibuat kira-kira 2 km, maka beda tinggi antara dua titik itu ditentukan dengan mengukur beda tinggi titik-titik penolong yang dibuat antara dua titik yang tentu itu. Salah satu cara yang digunakan pada pengukuran sipat datar memanjang adalah cara menyipat datar dari tengah-tengah. Maksudnya adalah, alat ukur penyipat datar ditempatkan antara titik A dan B, sedang di titik A dan B ditempatkan dua mistar. Jarak antara alat penyipat datar dan kedua mistar kirakira diambil jarak yang sama. Cara ini memberi hasil paling teliti, karena kesalahan yang mungkin masih ada pada pengukuran dapat saling memperkecil. Dengan cara ini dapat disimpulkan bahwa beda antara pembacaan mistar belakang dan mistar muka akan menjadi beda tinggi.

2.4.

Pengukuran Sipat Datar Profil Melintang Profil melintang adalah irisan tegak lurus pada sumbu proyek dan pada

tempat-tempat penting yang didapatkan dari jarak dan beda tinggi titik-titik di atas permukaan bumi. Jarak antara profil melintang pada graris proyek melengkung dibuat lebih kecil dari garis proyek yang lurus. Profil melintang harus pula dibuat di titik-titik permulaan dan titik akhir garis proyek melengkung. Profil melintang dibuat dengan lebar 50 m-100 m kiri kanan garis proyek.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 11

Pengukuran profil melintang adalah untuk menghitung banyaknya tanah, baik yang digali maupun untuk menimbuni. Cara pengukuran profil melintang sama dengan cara pengukuran profil memanjang, hanya jarak-jarak adalah pendek bila dibandingkan dengan jarak-jarak pada profil memanjang. Untuk menghitung penggalian tanah atau penimbunan tanah, cukup diambil jumlah rata-rata penggalian tanah atau penimbunan tanah yang didapat dari dua profil melintang yang berdekatan diperbanyak jarak antara dua profil melintang itu.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 12

.

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1.

Persiapan

Sebelum pelaksanaan praktikum dimulai, perlu dilakukan persiapan. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan antara lain : Pemeriksaan dan Koreksi Alat Penyipat Datar. Syarat utama alat penyipat datar adalah garis bidik penyipat datar, yaitu garis yang melalui titik potong benang silang dan berimpit dengan sumbu optis teropong, harus mendatar. Untuk mengetahui apakah penyipat datar yang akan digunakan telah memenuhi syarat tersebut, maka harus diperiksa dahulu. Apabila belum memenuhinya, alat tersebut harus dikoreksi. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan dua macam pemeriksaan, yaitu : a. Pemeriksaan alat penyipat datar. Berikut langkah-langkah pemeriksaan alat penyipat datar : a. Dirikan rambu ukur di titik A dan B, serta pasang alat penyipat datar pada statip yang didirikan di tengah-tengah A dan B. b. Setelah nivo disetimbangkan, arahkan teropong ke rambu A, lalu bacalah harga benang tengahnya, misalnya a meter. c. Arahkan teropong ke rambu B, bacalah benang tengahnya, misalnya b meter. d. Hitung beda tinggi AB dengan rumus : HAB = a – b meter

Laporan pratikum IUT 2011

Page 13

e. Pindahkan penyipat datar ke C yang berjarak 50 m dari B, kemudian setimbangkan kembali nivo. f. Arahkan teropong ke rambu A dan B, lalu pada masing-masing rambu baca harga benang tengahnya, misalnya berturut-turut adalah c dan d meter. g. Hitung kembali beda tinggi A dan B dengan rumus : HAB = c – d meter. Apabila harga beda tinggi pada langkah h = pada langkah e, maka alat penyipat datar tersebut telah memenuhi syarat. Namun, bila berbeda jauh, berarti alat tersebut harus dikoreksi. b. Koreksi alat penyipat datar. Berikut langkah-langkah untuk mengoreksi alat sipat datar : a. Hitung harga x dan y dengan rumus : x = ½ (a – b – c + 3d) ; y = ½ (3a – 3b – c + 3d) b. Arahkan garis bidik ke angka y pada rambu A, dengan memutar sekrup koreksi benang silang. c. Untuk pemeriksaan, arahkan garis bidik ke rambu B maka garis tersebut harus mengarah ke angka x. d. Hitung HAB = (y – x) m. Jika hasilnya sama dengan (a - b)m atau berselisih maksimal 2 mm, berarti alat tersebut telah siap dipakai. Jika lebih, alat tersebut harus dikoreksi kembali dengan cara seperti di atas.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 14

B.

Persiapan Tabel Pengukuran Penyipat Datar dan Penampang Ada bermacam-macam bentuk tabel pengukuran penyipat datar dan penampang, namun pada dasarnya tabel tersebut dibuat secara sistematis untuk memudahkan para juru ukur memasukkan data. Data yang perlu dicantumkan dalam tabel pengukuran penyipat datar antara lain : a.

Nama juru ukur

g.

Kondisi cuaca

b.

Nama alat

h.

Nomor patok

c.

Nomor seri alat

i.

Benang atas

d.

Lokasi pengukuran

j.

Benang tengah

e.

Nomor jalur

k.

Benang bawah

f.

Tanggal Sedangkan data yang perlu dicantumkan dalam tabel pengukuran

penampang sebagai berikut :

Laporan pratikum IUT 2011

Page 15

a.

Nama juru ukur

l.

Benang atas

b.

Nama alat

m. Benang tengah

c.

Nomor seri alat

n.

Benang bawah

d.

Lokasi pengukuran

o.

Tinggi garis bidik

e.

Nomor halaman

p.

Tinggi titik

f.

Nomor jalur

q.

Tinggi tanah

g.

Tanggal

r.

Jarak optis

h.

Kondisi cuaca

s.

Jarak antar rambu

i.

Nomor patok

t.

Jarak stasion

j.

Tinggi patok

u.

Sketsa

k.

Tinggi alat

3.1 Pelaksanaan Pengukuran Sipat Datar Memanjang Misalnya pengukuran dimulai dari titik tetap atau ”bench mark” P dan berakhir di titik tetap Q yang masing-masing diketahui ketinggiannya, melalui titik A, B, C, dan D yang akan di ukur ketinggiannya.

P1

P2

P3

P5 P4

P6

B BM P

A

D

BM Q

C Laporan pratikum IUT 2011

Page 16

Gambar 1. pengukuran penyipat datar memanjang a.

Setelah dikoreksi, penyipat datar dipasang pada statip

yang didirikan di antara BM P dan titik A, lalu diseimbangkan. b.

Rambu ukur P1 didirikan tegak di atas titik BM P dan

rambu P2 di atas titik A. c.

Teropong diarahkan ke rambu P1 di BM P, lalu baca

benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb). Periksa selalu semua data tersebut dengan rumus : bt = (ba + bb)/2 Data pengukuran dimasukkan ke dalam tabel. BM P pada kolom ”NOMOR TITIK”, dan data pembacaan rambu pada kolom ”KEDUDUKAN I”. d.

Putarlah teropong sehingga menghadap ke rambu P2

pada titik A, baca benangnya, kemudian masukkan datanya pada kolom ”KEDUDUKAN I”. e.

Hitung beda tinggi BM P dan titik A dengan rumus :

h = btbelakang - btmuka f. Tulis hasil hitungan tersebut pada kolom ”h1”, dan jangan lupa menulis tandanya, positif atau negatif. g. Geser statip kemudian penyipat datar diseimbangkan lagi, ulangi langkah c dan d, dan masukkan data hasil pembacaan benang pada kolom ”KEDUDUKAN II”.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 17

Pengukuran penyipat datar dengan mengubah kedudukan seperti ini disebut pengukuran ”Double Stand”. h.

Hitung beda tinggi BM P dan titik A dengan rumus pada langkah e, dan

tuliskan hasilnya pada kolom ”h2”. Selisih h1 dan h2 tidak boleh lebih dari 5 mm. Jika melebihi, pengukuran seksi tersebut harus diulang. i.

Pindahkan statip dan waterpass pada titik antara titik A dan B. Ulangi

langkah-langkah seperti di atas. j.

Lakukan langkah-langkah tersebut sampai salah satu rambu didirikan di

titik terakhir BM Q. -

Seringkali pengukuran penyipat datar harus dilakukan ”pulang-

pergi” untuk memperoleh data yang teliti. -

Bilamana tidak terdapat minimal dua buah titik BM, pengukuran

harus dengan ”kring tertutup”, yaitu pengukuran melingkar kembali ke titik awal.

3.2 Pelaksanaan Pengukuran Sipat Datar Profil Melintang Setelah perlengkapan praktikum telah siap, dan alat penyipat datar telah di koreksi, selanjutnya dapat dilakukan pengukuran sipat datar profil melintang. P1

A

P2

B

P3

a1

a2

a3

b1

b2

b3

c1

c2

c3

d2

d3

Laporan pratikum IUT 2011 d1 P1

A

P2

B

P3

Page 18

Gambar 2. pengukuran penampang melintang (dilihat dari atas) Berikut adalah tata cara pengukuran melintang : a. Penyipat datar didirikan di titik A yang berada di antara titik P1 dan P2, lalu setimbangkan nivo. Ukur tinggi alat (TA), catat data tersebut pada tabel pengukuran. b. Rambu ukur didirikan di titik P1. Arahkan teropong pada rambu P1. Catat data benang atas (ba), benang tengah (bt), benang bawah (bb). Periksa setiap data dengan rumus : bt = (ba + bb)/2 c. Pindahkan rambu ke kiri dan kanan patok P1 tegak lurus sumbu proyek di beberapa titik di tanah yang mewakili penampang tanah. d. Lakukan hal yang sama di setiap titik perpindahan sejauh 200 m, dengan memindahkan waterpass dan rambu ukur ke titik berikutnya, sampai seluruh titik detail melintang sumbu proyek tiap 200 m di ukur. Dan masukkan tiap hasil pembacaan data pada tabel pengukuran serta periksa setiap data dengan rumus pada langkah b.

Laporan pratikum IUT 2011

Page 19

BAB IV PENGOLAHAN DATA Saat melakukan pengukuran di lapangan proyek, setiap data hasil pembacaan benang harus dimasukkan ke dalam tabel pengukuran. Beda tinggi antara pembacaan benang muka dan belakang tidak boleh lebih dari 5 mm. Untuk itu setiap kali pembacaan benang dan memasukkan data ke tabel pengukuran, ada baiknya untuk selalu menghitungnya kembali dengan kalkulator, agar jika terjadi kesalahan pembacaan benang, pengukuran dapat segera diulang. Setelah pengukuran selesai dilaksanakan, hasil pengukuran tersebut akan dianalisa untuk mengetahui tinggi tanah di sekitar lapangan proyek, untuk selanjutnya dapat digambarkan ke dalam peta.

4.1. Perhitungan Data Pengukuran Sipat Datar Memanjang Setelah proses pengukuran tanah telah selesai dilakukan dan semua data hasil pembacaan telah dimasukkan ke dalam tabel hasil pengukuran, selanjutnya data tersebut akan dianalisis. Berikut adalah tata cara perhitungan penyipat datar : a. Hitung beda tinggi rata-rata kedudukan I dan II. Cantumkan hasilnya pada kolom hrata2 di baris yang sesuai. b. Hitung jarak optis dengan rumus : Doptis = (ba - bb) x 100. Cantumkan hasilnya pada kolom Doptis di baris yang sesuai. c. Jumlahkan seluruh beda tinggi, lalu hitung selisih tinggi BM Q (Hq) dan BM P (Hp). Syarat matematisnya adalah : ∆h = Hq – Hp

Karena dalam setiap pengukuran selalu terjadi kesalahan (galat) maka syarat tersebut tidak akan terpenuhi, dan harga kesalahan dapat dihitung dengan rumus : Hq – Hp - ∆h d. Hitung batas toleransi pengukuran tersebut dengan rumus : Toleransi = ± (12 √Dkm) mm. e. Kesalahan yang masih dalam batas toleransi harus dikoreksi agar memenuhi syarat matematis (c). Besar koreksi (k) diberikan menurut perbandingan jarak (d), dengan rumus : k = - (d/dtotal) x kesalahan i = nomor titik Cantumkan besar koreksi tersebut tepat di bawah masing-masing beda tinggi yang sesuai. f. hitung tinggi titik-titik lainnya dengan rumus : H2 = H1 + ∆h12 Dengan : H2 = tinggi titik yang akan ditentukan H1

= tinggi titik yang sudah diketahui

∆h12 = beda tinggi antara kedua titik Cantumkan harga tinggi ini pada kolom ”TINGGI H” pada baris yang sesuai. Dengan demikian harga tinggi seluruh titik tersebut dapat diketahui.

4.2.

Perhitungan Data Pengukuran Profil Melintang Setelah proses pengukuran detail melintang lapangan telah selesai

dilakukan dan semua data hasil pembacaan telah dimasukkan ke dalam tabel hasil

pengukuran, selanjutnya data tersebut akan dianalisis. Berikut adalah tata cara perhitungan profil melintang : a. Dalam perhitungan penampang melintang, salah satu atau beberapa titik harus diketahui tingginya. Misalnya tinggi titik P1 = x m. b. Hitung tinggi garis bidik (TGB) dengan rumus : TGB = tinggi BM + benang tengah. c. Hitung tinggi tanah dengan rumus : Tinggi tanah = tinggi titik – tinggi patok. d. Hitung jarak optis dengan rumus : Jarak optis = 100 x (ba – bb). e. Hitung tinggi titik detail dan titik patok dengan rumus : Tinggi titik = TGB – benang tengah f. Hitung tinggi titik A dengan rumus : Tinggi titik berdiri alat – TGB – tinggi alat. g. Hitung jarak optis dengan rumus : Doptis = (ba – bb) x 100. Jarak optis ini harus diubah menjadi jarak antar rambu. h. Hitung jarak stasion dengan rumus : Jarak sta = sta belakang + jarak antar titik. h. Untuk seksi berikutnya, hitung garis bidik dengan mengacu pada tinggi titik P2. i. Hitung tinggi titik detail penampang melintang, serta hitung jarak antar titik.

j. Lakukan perhitungan seperti di atas untuk seksi-seksi berikutnya sampai seluruh titik yang diperlukan dapat diketahui tinggi dan jaraknya. BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN Makalah ini berusaha untuk menjelaskan sejelas-jelasnya tentang alat ukur tanah yang digunakan dalam pengukuran daerah-daerah tertentu di permukaan bumi, baik itu untuk pengukuran jarak, pengukuran beda tinggi dan pengukuran sudut. Dan menjelaskan bagian-bagian dari alat-alat ukur tersebut. Dalam penggunaan alat ukur jarak, beda tinggi, sudut kita harus mengetahui fungsifungsi dari bagian alat ukur tersebut agar tidak terjadi kesalahan pengukuran dilapangan.

5.2. SARAN Sebelum menggunakan alat ukur sebaiknya mengetahui dulu fungsi bagian-bagian alat ukur tersebut dengan sebaik-baiknya.

Daftar Pustaka Sinaga, Indra. 1999. Pengukuran Dan Pemetaan Pekerjaan Konstruksi. Jakarta : Erlangga. Wongsotjitro, Seotomo. 2000. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Kanisius. Briker, Russell C. 2000. Dasar-Dasar Pengukuran Tanah. Jakarta: Erlangga. Ruiter, ing D. de. 1980. Mengukur dan Menentukan Titit-Titik di Lapangan. Jakarta: Erlangga. Web-web Internet

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF