Laporan Isi - Kompromis Medis (No Edit)
January 21, 2018 | Author: Mila Aditya Zeni | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Isi - Kompromis Medis (No Edit)...
Description
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Keadaan sistemik pasien sebelum dilakukan perawatan gigi sangat penting untuk diperhatikan.S ebelum melakukan suatu perawatan gigi
pada pasien,
sebagai dokter gigi hendaknya memperhatikan keadaan kondisi tubuh pasien sebelum datang maupun pada saat datang dengan menganamnesa contohnya untuk mengetahui penyakit yang pernah dialami atau yang sedang dialami pasien. Dengan anamnesa, dokter gigi bisa waspada dan hati – hati saat perawatan gigi pasien serta dapat memikirkan tindakan yang cepat dan tepat bila kemungkinan terburuk yang terjadi disaat pertengahan perawatan gigi pasien. Untuk itu dokter gigi harus mengetahui dan memahami segala macam penyakit serta tindakan dokter gigi dari tiap – tiap penyakit yang ada.
1.2. Rumusan Masalah 1) Apa saja perawatan pada pasien compromise medis? 2) Apa saja macam-macam penyakit sistemik yang tergolong compromised medic dan bagaimana penatalaksanaannya di kedokteran gigi? 3) Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada kasus di skenario? 4) Apa rencana perawatan dan penatalaksanaan pada kasus di skenario?
1.3. Tujuan 1) Mengetahui perawatan pada pasien compromise medis 2) Mengetahui dan memahami macam-macam penyakit sistemik yang tergolong compromised medic dan penatalaksanaannya di kedokteran gigi 3) Mengetahui dan memahami pemeriksaan yang dilakukan pada kasus di skenario 4) Mengetahui dan memahami rencana perawatan dan penatalaksanaan pada kasus di skenario
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Medical Compromised adalah suatu keadaan pasien dengan kelainan fisik atau psikis sehingga dalam penanganan medis membutuhkan perhatian dan tindakan khusus agar tindakan yang dilakukan dalam kedokteran gigi tidak merugikan dan membahayakan pasien. Tujuan dilakukannya Medical Compromised antara lain: a.
Menstabilkan keadaan pasien
b.
Mengurangi rasa nyeri dan cemas serta ketidaknyamanan pasien
c.
Memberikan perawatan yang sesuai agar dokter gigi dapat lebih berhati-hati dengan adanya kondisi sistemik pasien
d.
Untuk dapat melanjutkan perawatan gigi yang dikeluhkan oleh pasien
e.
Mengantisipasi dan mengendalikan situasi saat pemeriksaan dan perawatan Penyakit dan kelainan yang berhubungan dengan Medical Compromised
yang memiliki peranan penting dalam mempertimbangkan rencana perawatan dalam Kedokteran Gigi, antara lain : kelainan perdarahan, kelainan ginjal, kelainan pernapasan, kelainan jantung, kelainan saraf, dan kelainan hormone.
A. Diabetes Mellitus Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relative. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimptomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit lain. Dapat pula gejala diabetes mellitusnya lebih nyata dan timbul mendadak serta dramatis sekali (Noer,Sjaifoellah,dkk.1996).
2
Klasifikasi Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu : 1. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. 2. Diabetes mellitus tipe 2, Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. 3. Diabetes mellitus type lain, biasanya diabetes tipe ini dikarrenakan beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lainlain. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik 4. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
Etiologi 1. Diabetes tipe I : o
Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
3
o
Faktor-faktor imunologi, adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
o
Faktor lingkungan, virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. DiabetestipeII. Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan
dalam
proses
terjadinya
resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko : o
Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
o
Obesitas
o
Riwayat keluarga
Patofisiologi Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan baker. Pengeluaran insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan transport
4
glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT 4).
Patofisiologi DM tipe 1 Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai proses ini pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi. Keempat, adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel asing terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.
Patofisiologi DM tipe 2 Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase normalitas. Pertama glukosa plasma tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin cenderung menurun sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk hiperglikemia. Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi jumlah reseptor pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi, terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor berikut ini turut berperan :
5
Obesitas terutama sentral.
Diet tinggi lemak rendah karbohidrat.
Tubuh yang kurang aktivitas.
Faktor keturunan.
Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine. Gejala Diabetes Mellitus Tiga serangkai gejala klasik diabetes meliitus (kencing manis) adalah: 1. polyuria (sering kencing) 2. polydipsia (rasa haus/dahaga) 3. polyphagia (rasa lapar meningkat)
Gejala lain yang juga sering terjadi adalah: 1. Mudah lelah/capek 2. Rasa mengantuk 3. Kaki terasa gatal-gatal 4. Kami gampang kesemutan 5. Mata agak rabun 6. Luka susah sembuh 7. Berat badan turun
B. Hepatitis Hepatitis virus merupakan penyakit sistemik yang terutama mengenai hati. Kebanyakan kasus hepatitis virus akut pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh salah satu dari antigen berikut : virus hepatitis A, agen penyebab hepatitis virus tipe A (hepatitis infeksius); virus hepatitis B, penyebab hepatitis virus B (hepatitis serum); virus hepatitis C, agen penyebab hepatitis C (penyebab sering hepatitis pascatransfusi); atau virus hepatitis E, agen hepatitis yang ditularkan secara enterik. Virus lain yang menjadi penyebab hepatitis yang tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan agen yang teslah diketahui dan penyakit yang terkait dinyatakan sebagai hepatitis non A-E. Dan ada juga hepatitis F dan
6
hepatitis G. Virus lain yang telah diketahui sifatnya dapat menyebabkan hepatitis sporadik, seperti virus demam kuning, sitomegalovirus, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks, virus rubela dan enterovirus. Virus hepatitis menyebabkan peradangan akut, memberikan gejala klinis penyakit berupa demam, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah serta ikterus.
Hepatitis A Seringkali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning dan hilangnya nafsu makan. Gejala hilang sama sekali setelah 6-12 minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik.Masa inkubasi 30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya makan buahbuahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum dengan es batu yang prosesnya terkontaminasi.Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A
Hepatitis B Gejala mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.Pengobatan
dengan
interferon
alfa-2b
dan
lamivudine,
serta
imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan.Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.Mengenai hepatitis C akan kita bahas pada kesempatan lain.
7
Hepatitis D Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang ringan (koinfeksi) atau amat progresif.
Hepatitis E Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.
Hepatitis F Baru ada sedikit kasus yang dilaporkan. Saat ini para pakar belum sepakat hepatitis F merupakan penyakit hepatitis yang terpisah.
Hepatitis G Gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi bersamaan dengan hepatitis B dan/atau C. Tidak menyebabkan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfusi darah jarum suntik.
Virus
Hepatitis A
Hepatitis B
Hepatitis C Hepatitis D
Hepatitis E
Famili
Picornaviridae
Hepadnaviridae
Flaviviridae
Tidak
Tidak
digolongkan digolongkan Genus
Hepatovirus
Orthohepadnavir Hepacivirus
Deltavirus
us
Seperti hepatitis E
Virion
Ikosahedral
Sferis
Sferis
Sferis
Ikosahedral
Selubu
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
ng ( Brooks, 2007 : 476 ) 8
C. Asma Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang mengalami sesak nafas. Penyakit Asma paling banyak ditemukan di negara maju, terutama yang tingkat polusi udaranya tinggi baik dari asap kendaraan maupun debu padang pasir.
D. Angina Pektoris Angina pektoris adalah nyeri dada yang ditimbukan karena iskemik miokard dan bersifat sementara atau reversibel. Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996)
Etiologi 1.
Ateriosklerosis
2.
Spasme arteri koroner
3.
Anemia berat
4.
Artritis
5.
Aorta Insufisiensi
Gambaran Klinis 1) Nyeri dada substernal ataru retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah inter skapula atau lengan kiri. 2) Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort). 3) Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit. 4) Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
9
5) Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi, dizzines. 6) Gambaran EKG : depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik. 7) Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
E. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan padat penduduk, di buktikan dengan penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas pada penderita TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding pyramid di mesir kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminology phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini. (Zulkifli amin, 2006) Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan: 1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara berkembang tapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju. 2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk duniadan perubahan struktur usia manusia yang hidup. 3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk golongan miskin. 4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB diantara para dokter. 5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat. 6. Adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia. (Zulkifli amin, 2006) Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Secara
10
epidemologi Mycobacterium tuberculosis complex dapat di golongkan menjadi: 1.Mycobacterium tuberculosae, 2. Varian asia, 3. Varian african I, 4. Varian african II, 5. M. Bovis. (Zulkifli amin, 2006) Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak(lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanna. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan fisis dan kimia. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan berthun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi penyakit tuberkulosis yang aktiv kembali. (Zulkifli amin, 2006) Dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit initraselular yakni dalam sitoplasma dari makrofag. Makrofag yang semula memfagosit malah sesuai sebagai tempat perkembangan karena sitoplasmanya banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian
apikal
ini
merupakan
tempat
predileksi
penyakit
tuberkulosis.
(Zulkifli amin, 2006)
Klasifikasi Tuberkulosis 1. Pembagian secara patologis: -
Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
-
Tubrrkulosis sekunder (adult tuberculosis)
2. Pembagian secara radiologis: -
Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu atau kedua paru, tetapi jumlahnya tidk melebihi satu lobus paru.
11
-
Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas yang tidak melebihi 4cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak melebihi dari satu bagian paru. Bila bayangan kasar tidak melebihi sepertiga bagian satu paru.
-
Far advanced tuberkulosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis.
3. Pembagian menurut WHO 1991, berdasarkan terapinya: Kategori I, dengan kasus sputum positif dan TB berat Kategori II, dengan kasus kambuhan dan kasus gagal dengan sputum BTA positif Kategori III, dengan kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yangdisebut dalam kategori I Kategori IV, untuk TB kronis. (Zulkifli amin, 2006)
Gejala Klinis a. Demam. Menyerupai demam influenza yang kambuhan b. Batuk/ batuk berdarah. Batuk yang terjadi merupakan suatu respon untuk mengeluarkan bahan-bahan peradangan. Batuk terjadi akibat iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk non-produktif hingga munculnya peradangan yang menjadi batuk produktif dengan sputum. Saat keadaan yang lanjut batuk darah dapat terjadi karena terbentuknya kavitas, kavitas yang terjadi akan merobek pembuluh darah. c. Sesak napas. Akan ditemukan saat infiltrasi pada setengah dari paru. d. Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan tapi dapat terjadi saat infiltrasi telah mencapai pleura dan terjadi pleuritis. Hal ini menyebabkan kedua pleura terjadi gesekan saat mengembang. e. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang ditemukan dapat berupa anoreksia, badan yang makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat saat malam. (Zulkifli amin, 2006)
12
F. Hemofilia Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh yang vital seperti perdarahan pada otak. Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu : - Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama : - Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah. - Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
- Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama : - Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada - Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
13
Hemofilia A atau B adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan. Hemofilia A terjadi sekurang - kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang. Hemofilia tidak mengenal ras, perbedaan warna kulit atau suku bangsa.Hemofilia paling banyak di derita hanya pada pria. Wanita akan benarbenar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi. (Lihat penurunan Hemofilia). Sebagai penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan, akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama kelahirannya. Tingkatan Hemofilia Hemofilia A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu : Klasifikasi
Kadar Faktor VII dan Faktor IX di dalam darah
Berat
Kurang dari 1% dari jumlah normalnya
Sedang
1% - 5% dari jumlah normalnya
Ringan
5% - 30% dari jumlah normalnya
Penderita hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
G. Leukemia Produksi sel darah yang tidak terkontrol disebabkan oleh mutasi yang bersifat kanker pada sel mielogen atau sel limfogen. Hal ini menyebabkan 14
leukemia, yang biasanya ditandai dengan sel darah putih abnormal yang sangat meningkat dalam sirkulasi darah. (Guyton & Hall, 2007)
Tipe Leukemia Leukemia dibagi menjadi dua tipe umum : Leukemia Limfosit dan Leukemia Mielogenosa. Leukemia limfositik disebabkan oleh produksi sel limfoid yang bersifat kanker, biasanya dimulai di nodus limfe atau jaringan limfositik lain dan menyebar ke daerah tubuh lainnya. Tipe leukemia yang kedua, leukemia mielogenosa, dimulai dari produksi sel mielogenosa muda yang bersifat kanker di sumsum tulang dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sel darah putih diproduksi di banyak organ ekstramedular-terutama di nodus limfe, limpa, dan hati. Pada leukemia mielogenosa, kadang-kadang proses yang bersifat kanker itu memproduksi sel yang berdiferensial sebagian, menghasilkan apa yang disebut dengan leukemia netrofilik, leukemia eosinofilik, leukemia basofilik, atau leukemia monositik. Namun yang lebih sering terjadi adalah sel leukemia dengan bentuk yang aneh dan tidak berdiferensiasi serta tidak identik dengan sel darah putih yang normal apapun. Biasanya semakin sel tidak berdiferensiasi, maka leukemia yang terjadi semakin akut, dan jika tidak diobati sering menyebabkan kematian dalam waktu beberapa bulan. Pada beberapa sel yang lebih berdiferensiasi, prosesnya dapat berlangsung kronik, kadang-kadang begitu lambatnya sampai lebih dari 10 hingga 20 tahun. Sel leukemia, khususnya sel yang sangat tidak berdiferensiasi, biasanya tidak berfungsi memberikan perlindungan normal terhadap infeksi. (Guyton & Hall, 2007)
Pengaruh Leukemia Terhadap Tubuh Efek pertama leukemia adalah pertumbuhan metastatik sel leukemik di tempat yang abnormal dari tubuh. Sel leukemik dari sumsum tulang dapat berkembang biak sedemikian hebatnya sehingga dapat menginvasi tulang di sekitarnya, menimbulkan rasa nyeri dan, pada akhirnya tulang cenderung mudah fraktur.
15
Hampir semua sel leukemia akan menyebar ke limpa, nadus limfe, hati, dan daerah pembuluh darah lainnya, tanpa menghiraukan leukemia itu berasal dari sumsum tulang atau nodus limfe. Efek umum dari leukemia adalah timbulnya infeksi, anemia berat, dan kecenderungan untuk berdarah karena terjadi trombositopenia (kekurangan trombosit). Berbagai pengaruh ini terutama diakibatkan oleh penggantian sel normal di sumsum tulang dan sel limfoid oleh sel leukemik yang tidak berfungsi. Akhirnya, pengaruh leukemia yang paling penting pada tubuh adalah penggunaan bahan metabolik yang berlebihan oleh sel kanker yang sedang tumbuh. Jaringan leukemik memproduksi kembali sel-sel abru dengan begitu cepat, sehingga timbul dengan kebutuhan makanan yang besar sekali dari cadangan tubuh, khususnya asam amino dan vitamin. Akibatnya, energi pasien jadi sangat berkurang, dan penggunaan asam amino yang berlebihan khususnya menyebabkan jaringan protein tubuh yang normal mengalami kemunduran yang cepat. Jadi, sewaktu jaringan leukemik tumbuh, jaringan lain akan melemah. Setelah mengalami kelaparan metabolik yang berkepanjangan, hal ini sudah cukup untuk menyebabkan kematian. (Guyton & Hall, 2007)
H. Anemia I. Anemia defisiensi hematin 1. Defisiensi besi Defisiensi besi adalah penyebab dasar pada 500 juta kasus anemia di seluruh dunia. Besi dari makanan diabsorbsi di usus halus bagian atas. Besi ditransportasikan dalam darah oleh transferin dan disimpan dalam bentuk terikat dengan feritin. Penyebab defisiensi besi adalah kehilangan darah dari slauran pencernaan atau saluran urogenital. Kebutuhan besi yang meningka pada kehamilan dapat menyebabkan defisiensi besi maternal. Defisiensi besi memiliki gambaran klinis penting yang berkaitan dengan anemia yaitu lelah, sesak napas, kaki dan pergelangan kaki bengkak, membran mukosa pucat dan yang lebih sering terjadi defisiensi dalam jaringan (stomatitis angularis, glositis).
16
Defisiensi besi dicurigai jika ditemukan anemia mikrositik(sel darah merah berukuran kecil) dan hipokrom( sel darah merah dengan kadar hemoglobin berkurang). Kadar besi dan feritin dalam serum rendah dan kapasitas ikat besi total (transferin)tinggi. Feritin merupakan protein fase akut yang kadarnya bisa normal atau meningkat pada pasien dengan inflamasi, keganasan, penyakit hati, walaupun terdapat defisiensi besi. Pemeriksaan yang yang lebih spesifik untuk memastikan defisiensi besi adalah kadar reseptor trasferin dalam serum yang meningkat pada defisiensi besi
2. Defisiensi vitamin B12 Penyebab defisiensi vitamin B12 di Inggris paling sering adalah anemia pernisiosa dan penyebab lainnya antara lain adalah malabsorbsi vit B12 pada ileum terminal. Dimana anemia jenis ini menyerang usia sekitar 60 tahun. Pada anemia pernisiosa terdapat antibodi antara lain :
Sel parietal lambung, sehingga mengakibatkan gastritis autoimun dan mengurangi sekresi faktor intrinsik
Faktor intrinsik, sehingga mencegah terjadinya pengikatan vitamin B12
Defisiensi vitamin B12 memilki gambaran klinis seperti gejala anemia pada umumnya yaitu ikterus ringan, glositis, dan penurunan berat badan. Anemia pernisiosa merupakan penyakit autoimun dan oleh karena penyakit autoimun lainnya seperti vitiligo serta gangguan neurologis. Sebagain besar pasien mengalami anemia makrositik dengan sumsum tulang megaloblastik (adanya hambatan pematangan prekursor sle darah merah), trombositopenia sedang/ringan dan leukopenia sering ditemukan. Pada defisiensi B12 ini ditemukan kadar vitamin B12 seru rendah dan ditemukan antibodi terhadap faktor intrinsik.
17
3. Defisiensi folat Defisiensi folat merupakan penyebab umum anemia makrositik. Folat terdapat dalam jumlah yang banyak pada sayur berwarna hijau dan diabsorbsi terutama pada usus halus bagian atas. Defisiensi folat dapat terjadi akibat :
Defisiensi dalam diet
Malabsorbsi, seperti pada penyakit seliaka
Kebutuhan yang meningkat drastis, misalnya pada anemia hemolitik
Kebutuhan yang meningkat, misalnya pada kehamilan
Obat antagonis folat, seperti metotreksat
Adanya anemia makrositik yang disertai rendahnya kadar folat dalam sel darah merah dan serum
menegakkan diagnosis
dan sumsung tulang terliat
megaloblastik.
II. Anemia hemolitik Pada anemia hemolitik, masa hidup sel darah merah lebih pendek daripada sel darah merah normal yang dapat hidup sampai 120 hari. Walaupun sumsung tulang dapat meningkatkan produksi sel darah merah sampai tujuh kali, namun jumlah ini tetap tidak mencukupi dan terjadilah anemia. Peningkatan sedemikian besarnya pada produksi sel darah merah meningkatkan kebutuhan folat yang jika tidak terpenuhi dapat memicu terjadinya defisiensi folat. Hemolisis dapat terjadi kongenital maupun didapat Gambaran klinis yang umum adalah pucat, ikterus, splenomegali yang bervariasi. Kelainan pemeriksaan laboratorium pada hemolisis menunjukkan tandatanda peningkatan jumlah sel darah merah yang dihancurkan :
Peningkatan jumlah bilirubin plasma yang tidak terkonjugasi
Peningkatan kadar laktat dehidrogenase plasma yang telah dilepaskan dari sel darah merah yang rusak
Kadar haptoglobin plasma yang rendah atau tidak ada sama sekali
1. Anemia hemolitik herediter, penyebabnya antara lain : Sferositosis herediter 18
Penyakit dominan autosomal ini menghasilkan membran sel darah merah yang abnormal dan biasanya timbul pada masa kanak-kanak dengan pucat dan seranga ikterus. Dan biasanya terdapat dalam riwayat keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan sferosit(sel darah merah yang berukuran kecil, sferis, berwarna gelap tanpa ada daerah pucat di tengah) tepatnya pada apus darah.
Defisiensi enzim sel darah merah Defisiensi dari hampir enzim apapun yang terlibat dalam metabolisme glukosa sel darah merah dapat mengakibatkan anemia hemolitik. Penyebab yang paling pentig adalah defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase dan defisiensi piruvat kinase. Sebagian orang dengan defisiensi G6PD ini biasanya asimptomatik sampai terjadi serangan hemolitik akut yang dipicu oleh infeksi dan jenis obat.
Defisiensi piruvat kinase Merupakan penyakit resesif autosomal yang jarang terjadi. Gambaran klinis dapat bervariasi namun kebanyakan timbul pada masa kanak-kanak dengan anemia dan ikterus. Splenomegali biasanya hanya ringan. Ditemukan anemia hemolitik ”prickle cells” yang aneh pada darah dan penurunan aktifitas PK yang signifikan pada sel darah merah. 2. Anemia hemolitik didapat, penyebabnya antara lain : Purpura trombositopenik trombotik (TTP) Ditandai dengan adanya fragmen sel darah merah pada apus darah, trombositopenia, kelainan neurologis, gangguan ginjal dan demam.Adanya kerusakan sel endotel dan agregasi trombosit merupakan patogenesis penyakit purpura trombositopenik trombotik.
Sindrom uremik hemolitik Ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia dan gangguan ginjal. Etioloinya sering tidak diketahui namun yang paling sering adalah E.coli.
19
Hemolisis kardiak Ini biasanya terjadi setelah penggunaan katup jantung prostetik dan disebabkan oleh kebocoran kecil di sekitar katup. Pasien mengalami anemia dan apus darah ditemukan fragmentasi sel darah II. Anemia hemolitik autoimun Anemia hemolitik autoimun dapat disebabkan oleh antibodi panas atau dingin. Gambaran klinisnya adalah kelelahan, letargi, kadang terjadi gagal jantung. Splenomegali sering ditemukan. Selain gambaran klinis hemolisis, pada apus darah ditemukan sferosit dan pada beberapa kasus ditemukan aglutinasi sel darah merah.
Hemolisis yang dimediasi antibodi panas Biasanya diakibatkan pengikatan sel darah merah oleh IgG yang menyebabkan fagositosis di limpa. Penyebabnya antara lain :
Idiopatik
Penyakit limfoproliferatif
Penyakit autoimun
Penyakit inflamasi usus
Obat-obatan
Hemolisis yang dimediasi antibodi dingin Biasanya IgM dapat bersifat poliklonal dan timbul sebagai kosekuensi dari infeksi atau bersifat monoklonal pada penyakit limfopriliferatif atau keadaan idiopatik-penyakit hemaglutinin dingin
Hemoglobinuria paroksismal dingin Kelainan yang jarang terjadi ini biasanya sembuh dengan sendirinya, paling sering ditemukan pada anak-anak dan sering didahului oleh riwayat penyakit akibat virus. Penyebabnya adala antibodi dingin IgG poliklonal. (Davey, 2005 :304-309)
20
I. AIDS Etiologi dan patogenesis Acquired Immunodeficiency Syndrome yang lebih dikenal dengan singkatannya : AIDS, adalah sindrom (kumpulan gejala) yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang didapat. Keadaan ini bukan suatu penyakit, melainkan kumpulan gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi berbagai macam mikroorganisme serta timbulnya keganasan akibat menurunnya daya tahan/kekebalan tubuh penderita (Kurniati,1993). Virus penyebab sindrom AIDS termasuk golongan retrovirus dengan genetik RNA, yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV) tipe 1 dan tipe 2 (HIV1 dan HIV2). HIV1 telah meluas ke seluruh dunia, sedangkan HIV2 terutama di jumpai di Afrika Barat. HIV adalah partikel ikosahedral bertutup (envelope) dengan Ukuran .100–140 nanometer, berisi sebuah inti padat elektron. Envelope terdiri atas membran luar yang berasal dari sel host yang terbentuk ketika virus bersemi pada sel-sel yang terinfeksi. Penonjolan membran adalah jonjot-jonjot glikoprotein (gp 120) yang dilekatkan ke partikel virus oleh glikoprotein transmembran (gp41). Protein (p18) menutupi seluruh permukaan internal (kurniati,1993). Membran. Protein inti (p 24) mengelilingi dua turunan rantai tunggal genome RNA dan beberapa turunan enzim reverse transcriptase. HIV menyerang tubuh dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan mengadakan aksi perlawanan, kemudian melumpuhkannya. Mula-mula virus masuk tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau berada dalam limfosit, virus lalu dikenal oleh sel-sel limfosit T jenis T-helper (T-4); selanjutnya terjadi 3 proses patologi : 1) Sel T-helper menempel pada benda asing (HIV), tetapi reseptor T-helper (CD4) dilumpuhkan, sehingga sebelum sel T4 dapat mengenal HIV dengan baik, virus telah melumpuhkannya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang memberi nama penyakit menjadi AIDS, atau "sindrom kegagalan kekebalan yang didapat". 2) Virus (HIV) membuat antigen proviral DNA yang diintegrasikan dengan DNA T-helper lalu ikut berkembang biak.
21
3) Virus (HIV) mengubah fungsi reseptor (CD4) di permukaan sel T4 sehingga reseptor menempel dan melebur ke sembarang tempat/sel yang lain, sekaligus memindahkan HIV. Akibatnya infeksi virus berlangsung terus tanpa diketahui tubuh.
Virus HIV berada dalam kadar mampu menginfeksi di dalam darah dan sekret genital, baik secara intrasel maupun ekstraselulero. Penularan secara pasti diketahui melalui cara-cara : 1) Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan heteroseksual) yang tidak aman, yaitu berganti-ganti pasangan, sepertipada promiskuitas. Penyebaran secara ini merupakan penyebab 90% infeksi baru di seluruh dunia. Penderita penyakit menular seksual terutama ulkus genital, menularkan HIV 30 kali lebih mudah dibandingkan orang yang tidak menderitanya. 2) Parenteral, yaitu melalui suntikan yang tidak steril. Misalnya pada pengguna narkotik suntik, pelayanan kesehatan yang tidak meinperhatikan sterilitas, mempergunakan produk darah yang tidak bebas HIV, serta petugas kesehatan yang merawat penderita HIV/AIDS secara kurang hati-hati. 3) Perinatal, yaitu dari ibu yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya. Transmisi HIV-I dari ibu ke janin dapat mencapai 30%, sedangkan HIV-2 hanya 10%. Janin perempuan lebih mudah terkena infeksi dibandingkan janin laki-laki. Penularan secara ini biasanya terjadi pada akhir kehamilan atau saat
22
persalinan. Bila antigen p24 ibu jumlahnya banyak, dan/ atau jumlah reseptor CD4 kurang dari 700/ml, maka penularan lebih mudah terjadi. Ternyata HIV masih mungkin ditularkan melalui air susu ibu.
Infeksi HIV primer Sebagian besar orang yang terkena infeksi HIV tidak menampakkan gejala klinis (asimtomatik). Dalam perkembangannya, 30% di antaranya akan menjadi AIDS` dan 40% lainnya berkembang menjadi AIDS-related complex (ARC). Sekitar 20% yang terinfeksi lainnya akan mengalami gejala. Infeksi primer, yaitu setelah melalui masa inkubasi selama 3–6 minggu. Timbul gejala akut yang menyerupai influensa, mononukleosis atau meningitis aseptik. Tanda-tanda berupa demam, rigor, kelemahan, kelelahan, nyeri tenggorokan dan otot serta persedian, nafsu makan berkurang, sakit kepala, kaku leher, fotofobia, mual, diare dan nyeri abdomen. Kelainan kulit tampak seperti gambar infeksi virus akut berupa urtikaria akut, eksantem- infeksiosa atau enantem. Eksantem timbul di palmar, plantar atau batang tubuh. Lesi individual dapat keratotik atau hemoragik. Di rongga mulut dapat terjadi erosi, ulkus palatum dan esofagus, glossitis, kandidosis orofarings, juga erosi genital. Kadang-kadang terjadi sindrom hipereosinofilik dengan gejala lesi-lesi papular, papulovesikular atau pustul yang gatal.
Perjalanan penyakit setelah infeksi HIV primer Penderita infeksi HIV primer simtomatik yang berlanjut sampai 14 hari atau lebih, prognosisnya akan lebih buruk dibandingkan infeksi asimtomatik atau infeksi primer ringan. Kemungkinan berkembang menjadi AIDS dalam 3 tahun sebesar 78%, sedangkan yang asimtomatik atau dengan gejala ringan kemungkinannya sebesar 10%. Setelah infeksi primer berlangsung, keadaan akan menjadi lanjut. Beberapa kasus berkembang menjadi persistent generalized lymphadenopathy (PGL) disertai gejala-gejala konstitusional. Keadaan PGL ditandai dengan pembesaran limpa, pembesaran kelenjar-kelerijar getah bening secara menyeluruh, infeksi-infeksi bakteri, jamur dan virus yang terutama
23
mengenai kulit, kuku, saluran cerna dan perianal, dan sering terjadi kerusakan susunan saraf pusat. Sejumlah 4–5% penderita PGL dapat berlanjut menjadi asimtomatik. Sebagian besar lainnya berkembang menjadi AIDS-related complex (ARC) atau ke arah fullblown AIDS. Untuk menjadi AIDS, perkembangan infeksi HIV melalui hubungan seksual lebih cepat terjadi dibandingkan yang ditularkan melalui transfusi darah.
AIDS-related complex (ARC) Kriteria diagnosis ARC ditandai dengan terdapatnya dua atau lebin gejala/tanda konstitusional yang menetap sekurangkurangnya 3 bulan, dan basil laboratorium abnormal minimal 2 macam, tanpa disertai gejala infeksi oportunistik. Tanda-tanda tersebut meliputi : • Suhu badan meningkat 38°C atau lebih, yang berlangsung secara kontinu atau intermitten • Penurunan berat badan 10% atau lebih • Kelelahan sampai membatasi aktivitas fisik • Banyak keringat pada malam hari.
Full-blown AIDS AIDS yang berkembang sempurna ditandai dengan gejala AIDS-related complex, infeksi oportunistik, sarkoma Kaposi, limfoma sel B, ensefalopati yang resisten terhadap terapi, lebih memperberat penyakit penderita. Dapat timbul pula kelainankelainan kulit dengan gambaran seperti infeksi HIV primer. Pada saat bersamaan, banyak pula orang yang mengalami keadaan PGL progresif, ARC dan/atau AIDS.
Manifestasi kulit infeksi Human Immunodeficiency Virus 1) Neoplasma Sarkoma Kaposi Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi keganasan yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS. Penyakit yang disebabkan oleh
24
Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul, berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita AIDS. 2) Infeksi virus sebagai komplikasi infeksi HIV Virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2, serta Cytomegalovirus merupakan infeksi yang tersering menumpangi imunodefisiensi yang disebabkan HIV. Virus lainnya adalah Varicellazoster virus, Epstein-Barr virus, Human papilloma virus, morbilli oleh karena vaksinasi. 3) Infeksi Bakteri Infeksi bakteri yang sering dijumpai berasal dari Stafilokokus aureus, angiomatosis basiler, mikobakteriosis serta sifilis. 4) Infeksi Jamur Candidiasis (Kandidosis) orofaring yang disebabkan oleh Candida albicans, adalah infeksi jamur yang tersering menumpangi infeksi HIV, yaitu sekitar 90%. Jamur lainnya berupa Pityrosporum, Dermatophytosis, Mikosis superfisialis lain (Trichosporosis, dan lain-lain), serta mikosis profunda terutama Cryptococcosis disseminata. 5) Infeksi Arthopoda Skabies yang berbentuk Norwegian scabies serta Demodicodosis, merupakan infestasi yang sering dijumpai pada penderita infeksi HIV. 6) Infeksi Protozoa Pneumonia Pneumocystis carinii merupakan infeksi oportunistik yang paling sering dijumpai pada penderita AIDS. Penyebabnya adalah Pneumocystis carinii, suatu mikroorganisme yang hidup di sekitar kita. Di ekstrapulmonar dapat timbul di telinga sebagai massa polipoid atau menyebabkan gangren pada
25
kaki. Infeksi protozoa lainnya adalah Leishamaniasis dan Toxoplasmosis pada kulit. 7) Erupsi Papuloskuamosa Penyakit papuloskuamosa yang banyak dijumpai pada penderita infeksi HIV berupa dermatitis seboreik dan psoriasis. 8) Erupsi Papular Keadaan yang sering dijumpai berupa erupsi papular AIDS dan folikulitis eosinofilik. 9) Penyakit Vaskular Purpura
trombositopenik,
vaskulitis,
granulomatosis
limfomatoid
dan
pseudotrombo-flebitis hiperalgesik, cukup banyak dijumpai pada penderita infeksi HIV. 10) Gangguan-gangguan lain Fenomena autoimun yang meningkat, perubahan-perubahan pada rambut dan kuku, kelainan dalam rongga mulut seperti oral hairy leukoplakia, peningkatan frekuensi reaksi alergi obat serta beberapa penyakit kulit lainnya lebih mudah terjadi pada penderita dengan infeksi
J.
Epilepsi Epilepsy adalah penyakit otak dimana kelompok-kelompok dari sel-sel
syaraf, atau neuron-neuron, dalam otak adakalanya memberi sinyal secara abnormal.
Neuron-neuron
normalnya
menghasilkan
impuls-impuls
electrochemical yang bekerja pada neuron-neuron, kelenjar-kelenjar, dan otot-otot lain untuk memproduksi pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan aksi-asi manusia. Pada epilepsy, pola yang normal dari aktivitas neuron menjadi terganggu, menyebabkan sensasi-sensasi, emosi-emosi, dan kelakuan-kelakuan yang aneh, atau adakalanya kekejangan-kekejangan, spasme-spasme otot, dan kehilangan kesadaran. Sewaktu seizure, neuron-neuron mungkin menembak sebanyak 500 kali per detik, jauh lebih cepat daripada normal. Pada beberapa orang-orang, ini terjadi hanya adakalanya; untuk yang lain-lain, ia mungkin terjadi sampai ratusan kali per hari.
26
Lebih dari 2 juta orang di Amerika -- kira-kira 1 dalam 100 -- telah mengalami seizure yang tak beralasan atau telah didiagnosa dengan epilepsy. Untuk kira-kira 80 persen dari mereka yang didiagnosa dengan epilepsy, seizureseizure dapat dikontrol dengan obat-obat modern dan teknik-teknik operasi. Bagaimanapun, kira-kira 25 sampai 30 persen dari orang-orang dengan epilepsy akan terus menerus mengalami seizure-seizure bahkan dengan perawatan terbaik yang tersedia. Dokter-dokter menyebut situasi ini epilepsy yang keras kepala. Mempunyai seizure tidak perlu berarti bahwa seseorang mempunyai epilepsy. Hanya ketika seseorang telah mempunyai dua atau lebih seizure-seizure ia dipertimbangkan mempunyai epilepsy. Epilepsy tidak menular dan tidak disebabkan oleh penyakit mental atau keterbelakangan mental. Beberapa orang-orang dengan keterbelakangan mental mungkin mengalami seizure-seizure, namun seizure-seizure tidak perlu berarti orang itu mempunyai atau akan mengembangkan gangguan mental. Banyak orang-orang dengan epilepsy mempunyai kecerdasan yang normal atau diatas rata-rata. Orang-orang terkenal yang diketahui atau didesas-desuskan telah mempunyai epilepsy termasuk penulis Rusia Dostoyevsky, philosopher Socrates, military general Napoleon, dan penemu dari dinamit, Alfred Nobel, yang menegakan Nobel Prize. Beberapa pemenang medali Olympic dan atlit-atlit lain juga telah mempunyai epilepsy. Seizure-seizure adakalanya menyebabkan kerusakan otak, terutama jika mereka parah. Bagaimanapun, kebanyakan seizureseizure kelihatannya tidak mempunyai efek yang merugikan pada otak. Segala perubahan-perubahan yang terjadi biasanya lembut/halus, dan ia seringkali tidak jelas apakah perubahan-perubahan ini disebabkan oleh seizure-seizure sendiri atau oleh persoalan yang mendasarinya yang menyebabkan seizure-seizure. Sementara epilepsy sekarang ini tidak dapat disembuhkan, untuk beberapa orang-orang ia akhirnya hilang. Satu studi menemukan bahwa anak-anak dengan idiopathic epilepsy, atau epilepsy dengan sebab yang tidak diketahui, mempunyai 68 sampai 92 persen kesempatan menjadi bebas seizure pada 20 tahun setelah diagnosis mereka. Keganjilan-keganjilan menjadi bebas dari seizure adalah tidak sebaik untuk kaum dewasa atau untuk anak-anak dengan sindrom-sindrom
27
epilepsy yang parah, namun meskipun demikian adalah mungkin bahwa seizureseizure mungkin berkurang atau bahkan berhenti melalui waktu. Ini lebih mungkin jika epilepsy telah terkontrol dengan baik dengan obat-obat atau jika orang itu telah mempunyai operasi epilepsy.
Penyebab Epilepsy Epilepsy adalah penyakit dengan banyak sebab-sebab yang mungkin. Apa saja yang mengganggu pola normal dari aktivitas neuron -- dari penyakit sampai kerusakan otak sampai perkembangan otak yang abnormal -- dapat menjurus pada seizure-seizure. Epilepsy mungkin berkembang karena kelainan pada pejaringan (wiring) otak, ketidakseimbangan dari kimia-kimia syaraf yang memberikan sinyal yang disebut neurotransmitters, atau beberapa kombinasi-kombinasi dari faktor-faktor ini. Peneliti-peneliti percaya bahwa beberapa orang-orang dengan epilepsy mempunyai tingkat yang tingginya abnormal dari excitatory neurotransmitters yang meningkatkan aktivitas neuron, sementara yang lain mempunyai tingkat yang rendahnya abnormal dari inhibitory neurotransmitters yang mengurangi aktivitas neuron dalam otak. Kedua situasi dapat berakibat pada terlalu banyak aktivitas neuron dan menyebabkan epilepsy. Salah satu dari neurotransmitters yang paling dipelajari yang memainkan peran pada epilepsy adalah GABA, atau gamma-aminobutyric acid, yang adalah inhibitory neurotransmitter. Penelitian pada GABA telah menjurus pada obat-obat yang merubah jumlah dari neurotransmitter ini dalam otak atau merubah bagaimana otak merespon padanya. Peneliti-peneliti juga sedang mempelajari excitatory neurotransmitters seperti glutamate.
28
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Diabetes Melitus Komplikasi oral yang paling telihat pada diabetes baik tipe 1 maupun 2 dapat diamati pada pasien diabetes tak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika hiperglikemia terkontrol baik, manifestasi oral minimal dan manifestasi tersebut bahkan tidak terlihat pada beberapa pasien. Penemuan intraoral antara lain penyakit periodontal yang prevalensinya lebih parah dan lebih tinggi terlihat dibandingkan dengan pada pasien non-diabetes, xerostomia, burning mouth syndrome (BMS), candidiasis, penyembuhan luka yang tertunda dan abnormal, pe ningkatan kecenderungan infeksi, penurunan aliran saliva dan pembesaran glandula saliva. Beberapa komplikasi ini dapat seara langsung berhubungan dengan peningkatan cairan yang berkaitan dengan urinasi berlebihan pada pasien diabetes tak terkontrol sedangkan lainnya, terutama zerostomia, dapat dipengaruhi atau secara langsung tergantung pada tipe medikasi yang diperoleh pasien. Xerostomia, yang merupakan konsekuensi menurunnya aliran saliva, dapat memacu burning mouth syndrome (BMS) dan karies, yang juga memfasilitasi menunjukkan
perkembangan peningkatan
candidiasis.
prevalensi
karies
Beberapa pada
pasien
penelitian diabetes
sedangkan penelitian lain menunjukkan kebalikannya. Perkembangan karies dapat dipengaruhi oleh kenaikan tingkat glukosa pada sekresi saliva, terutama pada pasien diabetes tak terkontrol, sedangkan pada pasien yang terkontrol hal tersebut dapat minimal karena
asupan
karbohidrat yang rendah. Secara statistik telah dibuktikan bahwa diabetes merupakan salah satu faktor predisposisi perkembangan penyakit periodontal. Inflamasi gingiva, meskipun dengan kadar plak yang rendah, lebih prevalen pada
29
pasien diabetes tak terkontrol daripada pasien non-diabetes. Penderita diabetes terkontrol mempunyai prevalensi gingivitis yang sama dengan pasien non- diabetes. Penderita diabetes dewasa muda dan remaja mempunyai prevalensi inflamasi gingiva hipertrofi yang lebih tinggi dan penyakit periodontal daripada pasien non-diabetes. Abses periodontal rekuren juga termasuk penemuan tipikal pasien diabetes. Manifestasi klinis panyakit periodontal pada pasien dewasa dan dewasa muda lebih parah daripada yang diamati pada populasi non diabetes. Penemuan ini telah didokumentasikan dengan baik pada populasi India Pima yang mempunyai prevalensi diabetes mellitus tipe 2 paling tinggi
diantara
kelompok
etnis
lainnya.
Pasien
dengan
diabetes
mempunyai prevalensu attachment loss dan bone loss paling tinggi dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Pasien diabetes juga mempunyai kemungkinan peningkatan kerusakan periodontal dengan subjek berusia 15 ± 34 tahun berisiko dua kali lebih besar mengalami kerusakan periodontal dibandingkan dengan subjek normal.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Diabetes Melitus 1.
Pasien diabetes tipe 1 dan 2 terkontrol biasanya dapat mene rima semua tindakan perawatan dental tanpa pencegahan tertentu.
2.
Dokter gigi harus mengetahui tipe dan dosis insulin, termasuk medikasi lainnya yang diminum pasien.
3.
Dokter gigi sebaiknya mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat serangan. hipoglikemik dan tanda dan gejala yang menyertai. Kemungkinan serangan hipoglikemik meningkat jika telah terjadi serangan sebelumnya (lihat tanda dan gelana hipoglikemia di bawah).
4.
Dalam
rangka
menghindari
episode
hipoglikemia
ketika
mendapatkan perawatan dental, dianjurkan untuk menjadwalkan pasien berdasarkan waktu aktivitas insulin tertinggi yang bervariasi
30
dari 30 menit hingga 8 jam setelah injeksi tergantung tipe insulinnya. Dengan demikian, kunjungan tidak haruse selalu di pagi hari. 5.
Pasien harus disarankan untuk tidak mengganti dosis dan waktu administrasi insulin, serta tidak mengganti dietnya.
6.
Disarankan untuk menyediakan jus jeruk di tempat praktik atau bentuk lain glukosa, yang diberikan pada pasien yang menunjukkan tanda-tanda awal hipoglikemia. Biasanya, dosis 6 oz semua jus buah atau minuman lain mengandung karbohidrat dapat membalik gejala hipoglikemi.
7.
Jika pasien menerapkan monitoring glukosa darah mandiri, ia dianjurkan untuk membawa glukometernya sendiri.
8.
Tekanan emosi dan fisik meningkatkan jumlah kortisol dan epinefrin yang
disekresikan
sehingga
menginduksi
hiperglikei.
Dengan
demikian, jika pasien terlihat gelisah, sedasi pratindakan dapat dipertimbangkan. 9.
Jika prosedur jangka panjang, terutama bedah, hendak dilakukan, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter pasien.
10.
Konsultasi dengan dokter pasien diwajibkan jika:
11.
Pasien mempunyai komplikasi sistemik diabetes seperti penyakit jantung atau ginjal.
12.
Pasien
kesulitan
untuk
mengontrol
diabetes
atau
sedang
mengonsumsi dosis besar insulin. 13.
Pasien mempunyai infeksi oral akut seperti abses periapikal atau absesperiodontal.
14.
Hospitalisasi mungkin diperlukan pada pasien poin 10a atau 10b di atas.
15.
Antibiotika sebaiknya diresepkan bagi pasien poin 10 di atas untuk mencegah infeksi sekunder atau komplikasi infeksi pra-eksis dan untuk mempercepat penyembuhan luka.
16.
Perawatan kasus-kasus parah penyakit periodontal pada pasien diabetes, bersamaan dengan prosedur bedah, mungkin m emerlukan
31
penggunaan tetrasiklin sistemik. Tetrasiklin dapat membantu tidak hanya
kondisi
periodontal,
tetapi
juga
dapat
mengontrol
hiperglikemia.
Kegawatdaruratan pada Pasien Diabetes Melitus Hipoglikemia 1) Jika pasien sadar, bujuklah agar minum-minuman yang mengandung gula. Pilihaan yang baik adalah sari buah jeruk dengan tambahan gula. 2) Jika pasien dengan cepat kehilangan kesadaran, berikan injeksi glukagon 1 mg IM ini akan menaikkan guladarah sampai batas normal dalam beberapa menit, dengan mengaktifkan glikogen hati. Sebaiknya sediakan satu ampul glukagon pada setiap praktek dokter gigi. 3) Segera setelah pemberian glukagon, mintalah bantuan medis.
Hiperglikemia 1) Hiperglikemia prakoma atau yang sebenarnya tidaklah merupakan keadaan yang sangat darurat, tidak seperti hipoglikemia. Jika ada keraguan akan bentuk diabetes yang diderita, berikan glukosa secara oral seperti telah diterangkan di atas, karena tidak akan menimbulkan gangguan pada diabetes hiperglikemia, namun bisa menyelamatkan pasien hipoglikemia dari kerusakan yang permanen. 2) Jika infeksi adalah faktor pencetus, pastikan bahwa infeksi ini dirawat dengan baik. 3) Rujuk segera pasien kedokter ahli melalui telepon.
3.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Hepatitis Yang menyulitkan adalah apabila penderita mengidap hepatitis b yang gejalanya tidak nyata. Untuk itu sebaiknya dokter gigi mengikuti patokan tatalaksana umum yang diterapkan pada setiap pasien yang datang ke klinik. Patokan sebagai berikut :
32
a. Riwayat perawatan Yang dimaksud dengan riwayat perawatan adalah semua
perawatan
kesehatan yang sudah pernah diperoleh atau yang sedang dilaksanakan. Sejumlah pertanyaan perlu diutarakan dalam hal ini seperti penyakit yang pernah diderita, pernah menderita hepatitis atau tidak, apakah ada penyakit lain yang sering kambuh, apakah mengalami penurunan berat badan drastis dan lain- lainnya. Sayangnya, meski pasien sudah menjawab sejumlah pertanyaan seringkali tetap saja keadaan penderita tidak diketahui seluruhnya. Keadaan ini menjadi lebih rumit apabila penderita hanya sebagai pembawa(carrier) atau yang menderita hepatitis kronis aktif. Pada penderita ini tidak tampak adanya gejala,bahkan tidak merasakan adanya kelaina, padahal produksi virus tetap berlanjut begitu juga dengan kerusakan hatinya.
b. Memakai bahan atau alat pelindung lengkap serta tindakan perlindungan 1. Sarung tangan Pemakaian sarung tangan akan melindungi tangan dokter gigi yang sedang luka dari kemungkinan terkontaminasi darah atau saliva penderita. Selain itu, sarung tangan juga melindungi tangan dari kemungkinan tertusuk atau teriris. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sarung tangan untuk semua pasien sebab sarung tangan mudah dibersihkan dan didesinfeksi sesudah dipakai. Tetapi sebetulnya yang paling baik adalah sarung tangan untuk setiap pasien, sebab bisa saja sesudah merawat seorang pasien sarung tangan itu mengalami bocor kecil.
2. Pakaian pelindung Pakaian pelindung dapat dipakai untuk menghindari kontak badan dengan cairan tubuh. Contoh dari pakaian pelindung seperti pakaian operasi, apron, jas klinik dan jas lab. Pakaian pelindung ini harus diganti saat terkena saliva atau darah. Pakaian ini juga selayaknya tidak dipakai diluar area kerja.
33
3. Masker dan pelindung mata Pemakaian Masker dan pelindung mata selain melindungi dokter dari percikan darah atau saliva pasien, juga melindungi pasien dari percikan saliva dokter yang merawatnya.
4. Penutup yang disposable Yang dimaksud penutup adalah penutup yang menutupi permukaan yang kemungkinan terkontaminasi seperti pemegang lampu unit, kepala alat roangent. Atau alat lain yang susah dicuci atau didesinfeksi. Dengan memakai penutup yang disposable ini maka penutup tersebut dapat dibuang setiap selesai perawatan pasien.
5. Hand piece atau contra angle Pada pemakaian alat dengan kecepatan tinggi akan menimbulkan bayak percikan darah atau saliva yang akan beterbangan di udara sehingga menimbulkan kontaminasi. Jika dapat bekerja dengan rubber dam tentu keadaan ini bisa teratasi.
6. Pencucian tangan Pencucian tangan ini harus betul- betul bersih sesudah melakukan perawatan pada penderita. Hal yang sama juga dilakukan sesudah terkontaminasi dan sebelum meninggalkan ruang praktek.
7. Pembersihan percikan darah Semua percikan darah yang mengenai dental unit, peralatan gigi dan alatalat yang dipakai harus dibersihkan, pembersihan ini mula- mula dapat dilakukan dengan air dan sabun kemudian dilakukan desinfeksi misalnya dengan larutan hipoklorida.
8. Hati- hati dengan alat tajam dan jarum suntik Semua alat tajam dan runcing yang kemungkinan bisa melukai tangan harus dipakai dengan hati- hati
34
Penyakit kronik seperti hepatitis dapat menyulitkan pencabutan gigi, karena dapat menghasilkan infeksi jaringan, penyembuhan yang tidak sempurna dan penyakit yang semakin memburuk.
3.3. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit AIDS Setelah gejala klinis dimulut diketahui, maka perlu diambil upaya pencegahan penyebaran penyakit ini melalui praktek dokter gigi, sebab ketakutan terkena infeksi AIDS telah melanda kalangan dokter gigi, pasien maupun perawat gigi. Sampai sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya.
35
Pada dasarnya tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting yaitu penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik. Penjaringan Pasien Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit infeksi dapat terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien tidak menjamin sepenuhnya pencegahan penularan penyakit. Konsep Universal precaution pertama kali dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada tahun 1987 yaitu mempermalukan semua pasien seolaholah mereka terinfeksi HIV. Perlindungan diri Perlindungan diri meliputi cuci tangan, pemakaian sarung tangan, cadar, kaca mata, dan mantel kerja. Prosedur cuci tangan dilakukan dengan sabun antiseptik di bawah air mengalir. Persyaratan yang harus dipenuhi sarung tangan adalah bdasar tidak mengiritasi tangan, tahan bocor, dan memberikan kepekaan yang tinggi bagi pemakainya. Cadar berfungsi untuk melindungi mukosa hidung dan kontaminasi percikan saliva dan darah pada mata karena conjunctiva mata merupakan salah satu port entry sebagian besar infeksi virus. Sedangkan mantel kerja dianjurkan digunakan sewaktu melayani pasien yang setiap saat terkancing baik. Dekontaminasi Peralatan Dekontaminasi adalah suatu istilah umum yang meliputi segala metode pembersihan, desenfeksi dan sterilisasi yang bertujuan untuk menghilangkan pencemaran mikroorganisme yang melekat pada peralatan medis sedemikian rupa sehingga tidak berbahaya. Metode dekontaminasi yang utama adalah penguapan dibawah tekana (autklav), pemanasan kering (oven udara panas), air mendidih dan desinfektan kimia dengan menggunakan hipoklorit atau glutaraldehid 2%. Desinfeksi permukaan lingkungan kerja Setiap permukaan yang dijamah oleh tangan operator harus disterilkan (misalnya instrumen) atau desinfeksi (misalnya meja kerja, kaca pengaduk,
36
tombol-tombol atau pegangan laci dan lampu). Meja kerja, tombol-tombol, selang as[pirator, tabung, botol material dan pegangan lampu unit harus diulas dengan klorheksidin 0,5% dalam alcohol atau hipoklorit 1000 bagian perjuta (bpj) dari klorida yang tersedia, dalam setiap sesi atau setiap pergantian pasien. Piston harus dicuci dan debris dari pelastik penyaring dibersihkan setiap selesai satu pasien. Selang aspirator sebaiknya memakai yang sekali pakai. Bila ada noda darah, cairan tubuh atau nanah, permukaan harus didesinfeksidengan larutan hipoklorit yang mengandung 10.000 bjp dari klorida yang tersedia dan kemudian dibersihkan dengan lap sekali pakai. Larutan harus dibiarkan pada permukaan yang akan dibersihkan minimal selama tiga menit, kemudian larutan tersebut dilap, serta permukaan permukaan tersebut dibilas dan dikeringkan. Posisi operator tertentu didalam melakukan tindakan perawatan gigi, juga mempunyai rwesiko kontaminasi dari mulut pasien ke operator. Penelitian di Universitas Bologna, Itali membuktikan bahwa resiko terbesar bagi operator bila ia bekerja pada posisi kanan penderita diposisi jam 9. Penanganan limbah klinik Yang dimaksud dengan limbah klinik adlah semua bahan yang menular atau kemungkinan besar menular atau zat-zat yang berbahaya yang berasal dari lingkungan kedokteran dan kedokteran gigi. Sampah ini dikumpulkan untuk dibakar, atau ditanam untuk jenis tertentiu. Limbah klinik seperti jarum dikumpulkan di dalam wadah plastik berwarna kuninguntuk dibakar dan jenis limbah tertentu dikumpulkan untuk ditanam. Sebaiknya jarum suntik disposible setelah dipakai langsung dibuang dalam wadah tanpa memasang kembali penutup jarum, hal ini untuk menghindari tertusuknya tangan oleh jarum tersebut. Limbah darah, adalah yang paling potensial mengandung HIV, maka bila ada limbah darah misalnya kapas dengan darah, ekstraksi jaringan atau gigi jatuh ke lantai ambillah limbah tersebut dengan mengggunakan sarung tangan, dibersihkan dengan lap atau tissue kertas kemudian lap atau tissuedan daerah tumpahan dituangkan larutan hipoklorit 10.000 bpj. Setelah
37
10 menit atau lebih, bilas tempat tersebut dengan lap lain, dan lap serta tissue dapat dibuang sesuai dengan tempatnya.
Prosedur perawatan yang berakibat terjadinya pendarahan adalah pencabutan gigi, pembedahan, perawatan periodontal, pembersihan karang gigi dan lain-lain. Pada dasarnya, instrumen yang menembus jaringan lunak atau yang akan menyebabkan pendarahan atau kontak dengan selaput lendir yang utuh seperti jarum suntik, jarum endodontik, tang ekstaksi merupakan instrumen yang tergolong beresiko tinggi. Penularan tidak hanya dari pasien ke dokter gigi, namun juga dapat dari dokter gigi ke pasien. Untuk itulah, seorang dokter gigi harus senantiasa waspada dan berhati-hati dalam merawat pasien, agar dokter gigi dan pasien bisa aman dari penularan. Sampai sekarang upaya pencegahan kontaminasi atau penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya pencegahan infeksi silang lainnya. Pada dasarnya tindakan pencegahan harus mencakup lima komponen penting yaitu; penjaringan pasien, perlindungan diri, dekontaminasi peralatan, desinfeksi permukaaan lingkaran kerja dan penanganan limbah kllinik.
3.4. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Pulmonal 3.4.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Asma Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas dengan sejumlah sel dan elemen sel yang berperan. Inflamasi kronik hipereaktivitas saluran napas meningkat episodik berulang : sesak napas, mengi, dada terasa berat dan batuk terutama pada malam atau dinihari. Gejala episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang difus dengan derajat bervariasi dan bersifat reversibel baik secara spontan atau dengan pengobatan. Strategi penatalaksanaan: - Pendidikan penderita - Identifikasi dan menghindari faktor pencetus - Obat-obatan untuk mengontrol asma - Penentuan klasifikasi asma
38
- Penatalaksanaan eksaserbasi akut yang adekuat - Pemantauan dan pengobatan asma jangka panjang - Latihan fisik atau kebugaran jasmani Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Asma 1) Posisikan pasien harus tenang dan rileks 2) Mempersiapkan bronkodilator pada penderita asma bronchial 3) Pada asma kardial dihindarkan penambahan vasokonstriktor
Kegawatdaruratan pada Pasien Asma 1) Mempersiapkan IDT (Inhaler Dosis Terukur) aerosol - IDT dikocok, tutup dibuka - Inhaler dipegang tegak, ekspirasi pelan-pelan - Inhaler di antara bibir yang rapat, inspirasi pelan-pelan, kanester ditekan tarik napas dalam-dalam - Tahan napas sampai 10 detik atau hitung 10x 2) Naikkan dosis inhaler 2 kali lipat saat kambuh Menempatkan pasien dalam posisi senyaman mungkin dengan menegakkan tubuh pasien dengan tangan terlentang.
3.4.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit TBC Tuberkulosis adalah penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosa tipe humanus (jarang tipe M. Bovinus). Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang samua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya di bagian tengah granuloma tuberkular mengalami nekrosis perkijuan.
Gambaran Klinis a. Demam. Menyerupai demam influenza yang kambuhan b. Batuk/ batuk berdarah. Batuk yang terjadi merupakan suatu respon untuk mengeluarkan bahan-bahan peradangan. Batuk terjadi akibat iritasi pada
39
bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk non-produktif hingga munculnya peradangan yang menjadi batuk produktif dengan sputum. Saat keadaan yang lanjut batuk darah dapat terjadi karena terbentuknya kavitas, kavitas yang terjadi akan merobek pembuluh darah. c. Sesak napas. Akan ditemukan saat infiltrasi pada setengah dari paru. d. Nyeri dada. Gejala ini jarang ditemukan tapi dapat terjadi saat infiltrasi telah mencapai pleura dan terjadi pleuritis. Hal ini menyebabkan kedua pleura terjadi gesekan saat mengembang. e. Malaise. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang ditemukan dapat berupa anoreksia, badan yang makin kurus, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat saat malam (Zulkifli amin, 2006).
Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata dan kulit yang pucat karena anemia,suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus – kasus dini atau sudah terinfiltrasi secara asimptotik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/ suara yang lebih dari 4cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada tuberkulosis paru yang lebih lanjut dengan fibrosis yang luas ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. 2. Pemeriksaan RO Gambaran radiologi paru-paru normal dan paru-paru terserang TBC
40
Gambar paru-paru normal
Gambar paru-paru terserang TBC, terbentuk sarang akibat proses fibrosis pada paru-paru
Awal penyakit saat lesi berupa sarang-sarang pneumonia, radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas disebut TUBERKULOMA.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding terlihat sklerotik dan terlihat menebal.
Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis
Pada kalsifikasi bayangannyan tampak bercak-bercak padat
Pada atelektasis (fibrosis yang luas) terjadi penciutan pada sbagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
41
Biasanya foto yang digunakan memakai foto lateral, obliq, top lordotik, tomografi, foto dengan proyeksi densitas keras.
Gambaran radiologis lain yang menyertai TBC paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru/ pleura (pneumotoraks)
3.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang – kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit mininggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :
Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer
Gama globulin meningkat
Kadar natrium darah menurun
Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak spesifik. Sputum Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah sehingga dapat dilaksanakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang – kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum. Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiam Hok yang merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinoyun dan Gabbet. 42
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus)
Pemeriksaan dengan biakan (kultur)
Pemeriksaan terhadap resistensi obat
Tes Tuberkulin Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin P.P.D (Purified Protein Derivative) intra kutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate strength). Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48 – 72 jam tuberkulin disuntikkan akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi selular dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes mantoux ini dibagi dalam : 1.
Indurasi 0-5 mm (diameternya) : Mantoux negatif = golongan no sensitivy. Disini peran antibodi humoral paling menonjol.
2.
Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan low grade sensivity. Disini peran antibodi humoral masih menonjol.
3.
Indurasi 10-15 mm : Mantoux positif = golongan normal sensivity. Disini peran kedua antibodi seimbang.
4.
Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity. Disini peran antibodi selular paling menonjol.
43
Manifestasi rongga mulut a.
Lidah:
-
Lesi sekunder
-
Ulcer TBC berupa fisur yang dalam
-
Bentuk: abses granuloma, plak, dan fissure
-
Lesi biasanya sakit, kuning keabu-abuan, keras, dan berbatas tegas
b.
Mukosa mulut:
-
Lesi ulseratif, dimulai dengan vesikel transparan/ nodul yang disebabkan nekrosis dengan perkejuan yang pecah jadi ulser
-
Tanda spesifik ulser TBC: tidak teratur, kasar, indurasi sering dasar granular kekuningan
-
Ulser di sekeliling mukosa mengalami inflamasi dan edema
c.
Gingiva
-
Berasal dari infeksi primer kemudian menjadi lesi granulasi yang banyak
-
TBC gingivitis biasanya tampak difus, hiperemi, nodular/proliferasi dari papila mukosa gingival
d.
Palatum
Penatalaksanaan Di Praktek Kedokteran Gigi Penatalaksanaan dapat dimanifestasikan sebagai tindakan proteksi dokter gigi terhadap dirinya sendiri dan pasien lain terhadap proses penularan. Proteksi terhadap diri sendiri dengan cara menggunakan handscoon dan menggunakan masker. Untuk memproteksi pasien lain dari penularan bakteri ini, setelah pemakaian alat-alat harus disterilisasi secara sempurna.
3.5.
Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Kardiovaskular
3.5.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Angina Pectoris Penyakit jantung aterosklerotik termasuk dalam golongan penyakit yang mengakibatkan kematian dan sering ditemukan pada pasien usia lanjut. Manifestasi dari ASHD (Aterosclerotic Heart Disease) adalah penyakit jantung iskemik, yang disebabkan oleh karena perfusi yang tidak mencukupi dari sebagian
44
miokardium. Penyakit jantung iskemik akan mengarah ke aritmia, gangguan konduksi, gagal jantung, angina pectoris, dan infark miokardial. Gejala subjektif yang paling nyata adalah angina pectoris, suatu paroksismal sakit retrosternum yang melilit, yang sering menyebar ke pundak kiri, lengan atau mandibula. Mungkin terjadi peningkatan tekanan darah dan denyut nadi sewaktu serangan. Pencegahan dilakukan dengan jalan mengurangi stress sebelum tindakan operatif dengan menggunakan sedative, pengontrol rasa sakit yang memadai dengan menggunakan anastesi lokal dan kadang-kadang dilakukan pemberian senyawa nitrat profilaktik [nitrogliserin 0,03 mg (1/200 gr) sublingual) 5-10 menit sebelum memulai tindakan bedah. Penatalaksanaan angina pektoris yang terjadi sewaktu dilakukan perawatan adalah menghentikan operasi, mengatur posisi pasien agak tegak atau sedikit condong, memberikan nitrogliserin sublingual (diulangi tiap 5 menit apabila tidak efektif), dan oksigen. Apabila rasa sakitnya tetap atau menghebat, maka harus diperkirakan terjadinya infark kardiak. Segera memberitahu dokter dan membawa pasien ke unit perawatan yang peralatannya memadai untuk kasus tersebut, merupakan keharusan. Pada kasus tersebut, resusitasi jantung-paru (CPR) harus dilakukan sesegera mungkin.
3.5.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Gagal Jantung Gagal
jantung
kongestif
disebabkan
oleh
proses
jantung
yang
menyimpang, dan oleh karena itu dipertimbangkan kemungkinannya pada semua pasien usia lanjut dan pasien yang mempunyai riwayat tanda-tanda penyakit jantung. Keadaan ini ditandai dengan adanya dispnea, napas pendek, ortopnea, batuk kronis, sianosis, edema dependen, dan kadang-kadang bronkospasme. Pasien ini juga bisa diidentifikasi berdasarkan pengobatan yang dialaminya yang biasanya berupa obat-obatan digitalis, atau diuretic. Demam dan infeksi, stress fifik dan mental akan mengakibatkan kekambuhan pada pasien tertentu, dan mengakibatkan iskemia. Untuk mengurangi aliran nalik vena, pasien yang menderita gagal atung kongestid harus diperlakukan dengan hati-hati yaitu dengan pemilihan sedative yang tepat (hindari barbiturate atau opium, karena dapat
45
mengakibatkan hipotensi ortostatik yang disebabkan oleh thiazides dan diuretic yang lain), dan pengaturan posisi yang baik yaitu duduk atau setengah berbaring
3.5.3. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Endokarditis Endokarditis bakterial merupakan penyakit infeksi pada katup jantung yang biasanya terjadi pada jantung yang telah mengalami kerusakan. Penyakit jantung yang mendahului endokarditis bisa berupa penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung yang didapat. Perjalanan endokarditis bisa hiperakut, akut, subakut atau kronik, bergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Sulit untuk menentukan faktor pencetus yang menyebabkan endokarditis bakterial, namun infeksi saluran nafas atas, trauma operasi dan pencabutan gigi sering dihubungkan dengan terjadinya penyakit ini. Prosedur perawatan gigi seperti pencabutan gigi, gingivektomi, kuretase, penyikatan gigi, prosedur endodontik merupakan penyebab tersering timbulnya endokarditis bakterial, karena prosedur-prosedur tersebut dapat menyebabkan penjalaran bakteri hingga sampai ke jantung. Lebih dari 1000 laporan kasus menghubungkan penyakit dan prosedur perawatan gigi dengan terjadinya endokarditis bakterial. Cawson memperkirakan sekitar 6-10% kasus endokarditis terjadi setelah prosedur perawatan gigi. Hilson memperkirakan bahwa 1 dari 3000 perawatan gigi beresiko terjadi endokarditis. Pogral dan Welsby juga mengindikasikan bahwa 1 dari 115.500 perawatan gigi beresiko mengalami endokarditis bakterial. Namun perlu ditegaskan bahwa tidak seluruh prosedur perawatan gigi menyebabkan endokarditis bakterial.
Etiologi Kasus-kasus endokarditis yang berasal dari gigi hampir selau disebabkan oleh bakteri dengan tingkat virulensi rendah yang menyerang endokardium yang telah mengalami kerusakan sebelumnya secara perlahan (subakut), sehingga mengakibatkan terjadinya endokarditis bakterial subakut. Endokarditis subakut merupakan sepertiga dari seluruh endokarditis bakterial, paling banyak
46
disebabkan oleh Streptococcus viridans. Mikroorganisme ini biasanya hidup dalam saluran nafas bagian atas. Sebelum ditemukan antibiiotik, 90-95% endokarditis bakterial subakut disebabkan oleh Stertococcus viridans, tapi sejak ditemukan antibiotik, maka S. Viridans menyebabkan 50% endokarditis subakut. Selain itu, bakteri yang dapat menyebabkan endokarditis bakterial antara lain : Stafilokokus aureus, Stafilokokus epidermis, Enterokokus , Neiseria gonorhoae. Faktor predisposisi dan faktor pencetus: 1)
Faktor Presdisposisi Endokarditis Bakterial Faktor presdisposisi bakterial dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelainan
jantung organik dan tanpa kelainan jantung. a.
Kelainan jantung organik, yaitu berupa penyakit jantung reumatik, penyakit jantung bawaan, katup janting prostetik (buatan), penyakit jantung sklerotik, prolaps katup mitral (disebut juga dengan clik-murmur syndrome), operasi jantung.
b.
Tanpa kelainan jantung organik, misal pada hemodialisis atau dialisis peritonial, sirosis hati, DM, penyakit obsrtuksi menahun, ginjal, lupus eritematus dan penyalahgunaan narkotik intra vena. Berdasarkan derajat resiko terkena endokarditis bakterial, pasien yang
memiliki lesi jantung, dapat dibagi mejadi empat kelompok: 1.
Kelompok pasien yang beresiko tinggi mendapat endokarditis yaitu :
a.
Pasien yang mempunyai riwayat pernah terkena endokarditis
b.
Pasien yang memakai katup jantung prostetik
2.
Kelompok pasien yang secara signifikan beresiko terkena endokarditis bakterial, yaitu :
a.
Pasien dengan penyakit jantung reumatik
b.
Pasien dengan penyakit jantung bawaan
c.
Pasien dengan protesa intravaskular
d.
Pasien dengan penyempitan pembuluh darah aorta
3.
Kelompok pasien beresiko minimal terkena endokarditis bakterial yaitu :
a.
Pasien yang memakai pacu jantung transvena
47
b.
Pasien dengan riwayat demam reumatik tapi memiliki penyakit jatung reumatik.
4.
Kelompok pasien yang beresiko minimal terkena endokarditis bakterial dan tidak membutuhkan profilaksis antibiotik, yaitu :
a.
Pasien tanpa murmur (bising diastolik)
b.
Pasien tanpa komplikasi atrial septal defect
c.
Pasien yang menjalani operasi cangkok pembuluh darah arteri koroner
2) Faktor pencetus endokarditis bakterial Yang menjadi faktor prncetus terjadinya endokarditis bakterial adalah pencabutan gigi, atau tindakan lain pada gigi dan mulut, kateterisasi saluran kemih, tindakan obstetrik, ginekologis dan radang saluran pernaasan. Disebut bahwa 10% dari kasus endokarditis bakteri dihubungkan dengan prosedur perawatan gigi. Instrumen dan prosedur perawatan gigi yang melibatkan mukosa atau jaringan yang terkontaminasi menyebabkan penjalaran bakteri. Namun jika telah melewati 10 menit pasca perawatan, penjalaran bakteri ini jarang terjadi.
Tanda dan Gejala Sering penderita tidak mengetahui dengan jelas. Sejak kapan penyakitnya mulai timbul , misalnya sesudah cabut gigi, mulai kapan demam, letih-lesu, keringat malam banyak, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, sakit sendi, sakit dada, sakit perut, hematuria, buta mendadak, sakit pada ekstremitas (jari tangan dan kaki), dan sakit pada kulit. 1.
Gejala umum
Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan pembesaran hati dan limpha. 2.
Gejala Emboli dan Vaskuler
Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan berubah menjadi
48
kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari tangan (splinter hemorrhagic). 3.
Gejala Jantung
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral, insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid serta penyakit jantung bawaan non valvular.
Penatalaksanaan Medis 1. Antibiotika Setelah pemeriksaan kultur darah, pemberian antibiotik bisa dimulai.Sebaiknya antibiotika diberikan sesuai dengan hasil test sensitivitas darimikroba yang ditemukan
pada
pemeriksaan
kultur
darah.Apabila
dicurigai
penyebab
endokarditis infektif adalah golonganstreptococcus maka bisa diberikan :
Benzyl penicillin 2 gr iv setiap 4 jam
Gentamycin 80 iv setiap 12 jam
Sedangkan apabila dicurigai golongan staphylococcus maka dapatdiberikan :
Flucloxacillin 3 gr setiap 6 jam
Gentamycin 80 mg setiap 12 jam
Pemberian obat-obatan di atas harus diberikan selama 4 minggu.Pada penderita yang sensitive terhadap penicillin bias diberikanVancomycin 1 gr iv 2x sehari atau Teicoplanin iv (400 mg 3x/sehari selam3 hari, kemudian 400 mg iv
49
setiap hari). Pemberian Gentamycin dan Vancomycin harus dimonitor secara seksamakarena adanya efek ototoxicity dan nephrotoxicity pada kedua obat. 2. P e n go b a t a n
bila terjadi gagal jantung bias diberikan obat-obatan
sepertidigitalis, diuretika, & vasodilator.Apabila terjadi komplikasi pada organ lain, bias diberikan obat-obatansesuai dengan komplikasi yang terjadi. 3. Pembedahan Tindakan pembedahan diperlukan pada keadaan tertentu.
Manipulasi Dental dan Prosedur Lain Di Mulut, Hidung, Dan Tenggorokan Profilaksis ditujukan melawan streptokokus viridans dan dianjurkan untuk semua prosedur yang kemungkinan menyebabkan perdarahan gusi dan untuk tonsilektomi serta bronkoskopi. Regimen yang dianjurkan oleh American Heart Association adalah penicilin V (2 g peroral 1 jam sebelum prosedur, lalu 1 g 6 jam kemudian). Untuk perlindungan yang maksimal (sebagai contohnya, untuk pasien dengan katup prostetik) regimen yang dianjurkan adalah 1 sampai 2 g ampicilin (intramuscular dan intravena) ditambah 1.5 mg/kg gentamicin (intramuscular dan intravena) 30 menit sebelum prosedur, diikuti oleh 1 g penicilin V peroral atau regimen parenteral 8 jam kemudian. Pada pasien yang alergi penicilin, 1 g erythromycin dapat diberikan peroral 1 jam sebelum prosedur dan 500 mg 6 jam kemudian. Untuk perlindungan maksimal pasien yang alergi penicilin, dianjurkan vancomycin (1 g intravena dimulai 1 jam sebelum prosedur dan diberikan selama 1 jam).
3.5.4. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Infark Miokard Penyakit
jantung
mempunyai
hubungan penting dengan praktek
kedokteran gigi karena banyak alasan, termasuk resiko bahwa pengobatan oral bisa mengakibatkan endokarditis bakterialis, penjalaran nyeri insufisiensi koroner ke wajah bagian bawah dan mandibulum, dan bahaya anestesi umum dan anestesi lokal dengan adrenalin pada pasien demikian. Infark miokardium adalah penyebab kedaruratan utama pada pembedahan gigi dan pengenalan awal oleh ahli bedah mulut mungkin bisa menyelamatkan jiwa seseorang.
50
Gejala Klinis Infark Miokard Kebanyakan pasien dengan infark miokard akut mencari pengobatan karena rasa sakit didada. Namun demikian ,gambaran klinis bisa bervariasi dari pasien yang datang untuk melakukan pemeriksaan rutin, sampai pada pasien yang merasa nyeri di substernal yang hebat dan secara cepat berkembang menjadi syok dan eadem pulmonal, dan ada pula pasien yang baru saja tampak sehat lalu tiba-tiba meninggal. Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina,tetapi tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan yang luar biasa pada dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah mendapat serangan angina ,maka ia tabu bahwa sesuatu yang berbeda dari serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat ,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Nitrogliserin tidaklah mengurangkan rasa sakitnya yang bisa kemudian menghilang berkurang dan bisa pula bertahan berjam-jam malahan berhari-hari. Nausea dan vomitus merupakan penyerta rasa sakit tsb dan bisa hebat, terlebih-lebih apabila diberikan martin untuk rasa sakitnya. Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik, mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis, cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut). Terdapat laporan adanya infark miokard tanpa rasa sakit. Namun hila pasienpasien ini ditanya secara cermat, mereka biasanya menerangkan adanya gangguan pencernaan atau rasa benjol didada yang samar-samar yang hanya sedikit menimbulkan rasa tidak enak/senang. Sekali-sekali pasien akan mengalami rasa napas yang pendek (seperti orang yang kelelahan) dan bukanya tekanan pada substernal.Sekali-sekali bisa pula terjadi cekukan/singultus akibat irritasi diapragma oleh infark dinding inferior. pasien biasanya tetap sadar ,tetapi bisa gelisah, cemas atau bingung. Syncope adalah jarang, ketidak sadaran akibat
51
iskemi serebral, sebab cardiac output yang berkurang bisa sekali-sekali terjadi.Bila pasien-pasien ditanyai secara cermat, mereka sering menyatakan bahwa untuk masa yang bervariasi sebelum serangan dari hari 1 hingga 2 minggu ) ,rasa sakit anginanya menjadi lebih parah serta tidak bereaksi baik tidak terhadap pemberian nitrogliserin atau mereka mulai merasa distres/rasa tidak enak substernal yang tersamar atau gangguan pencernaan (gejala -gejala permulaan /ancaman /pertanda). Bila serangan-serangan angina menghebat ini bisa merupakan petunjuk bahwa ada angina yang tidak stabil (unstable angina) dan bahwasanya dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif. Bila diperiksa, pasien sering memperlihatkan wajah pucat bagai abu dengan berkeringat , kulit yang dingin .walaupun bila tanda-tanda klinis dari syok tidak dijumpai. Nadi biasanya cepat, kecuali bila ada blok/hambatan AV yang komplit atau inkomplit. Dalam beberapa jam, kondisi klinis pasien mulai membaik, tetapi demam sering berkembang. Suhu meninggi untuk beberapa hari, sampai 102 derajat Fahrenheid atau lebih tinggi, dan kemudian perlahan-lahan turun ,kembali normal pada akhir dari minggu pertama.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Infark Miokard Dalam 6 bulan pertama Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi lokal relatif dikontraindikasikan. Dalam periode 6-12 bulan Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2% dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif dikontraindikasikan.
52
Periode > 1 tahun yang lalu Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu, walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan nongigi dibandingkan pasien-pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif, perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu parsial yang mudah dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal kompleks. Lagi,
pembatasan
vasokonstriktor
hingga
2
Carpule
anestesi
lokal
konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang sebanding masih direkomendasikan.
Kegawatdaruratan pada Pasien Infark Miokard 1) Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark miokard yang dialami pasien. 2) Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat nyeri dada substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap kemungkinan angina. Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan edema perifer bisa mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop harusnya mengesankan kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi. 3) Terkadang dibutuhkan diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru, EKG, dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki sebelum terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat. 4) Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah infark. Konsultasi dengan dokter disarankan.
53
5) Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-pasien ini. Namun, protokol
untuk
meminimalkan
penggunaan
vasokonstriktor
harus
dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.
3.5.5. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Hipertensi Gejala Klinis Hipertensi Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut: sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
Hal-hal
yang
Harus
Diperhatikan
dan
penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada Pasien Hipertensi 1) Peranan dokter gigi Sebagai seorang dokter gigi, kita haruslah lebih berhati hati dengan pasien jenis ini,oleh karena pasien ini cenderung mempunyai pendarahan yang berlebihan bila dilakukan pencabutan gigi misalnya. Pasien yang menkonsumsi obat hipertensi nampaknya mempunyai kepekaan yang lebih terhadap epinefrin yang
54
terkandung dalam larutan anestesia, dan nampaknya pasien ini juga membutuhkan bantuan untuk berdiri dari supine posisi di dental chair. 2) efek samping obat hipertensi Beberapa obat obatan juga menyebabkan dry mouth ( mulut kering ). Hal ini tidak menguntungkan karena saliva atau air liur berfungsi sebagai pembilas makanan, menetralkan asam dari bakteri, dan melumasi mulut. Bila saliva ini berkurang makan hal ini memicu terjadinya cavities ( lubang gigi ), gum disease ( penyakit gusi ) dan iritasi pada mulut. Dan juga kemungkinan penderita akan kesulitan untuk memakai denturenya karena support dari saliva ini yang tidak memadai. Beberapa obat hipertensi dapat mengakibatkan mulut kering atau mengganggu indera pengecap. Golongan kalsium antagonis, kadang dapat menyebabkan gusi membengkak dan menebal, hingga sulit mengunyah. Pada beberapa kasus, gingivektomi mungkin diperlukan. Perlu diperhatikan juga pada prosedur gigi yang membutuhkan anestesi, terutama jika obat anestesi mengandung epinefrin. Penggunaan epinefrin pada beberapa pasien hipertensi dapat menyebabkan perubahan kardiovaskular, angina, serangan jantung, dan aritmia. Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan golongan obat diuretik. - Resiko-resiko yang dapat terjadi pada pencabutan gigi penderita hipertensi, antara lain : Resiko akibat Anestesi lokal pada penderita hipertensi. Larutan anestesi lokal yang sering dipakai untuk pencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur dengan adrenalin dengan dosis 1:80.000 dalam setiap cc larutan. Konsentrasi adrenalin tersebut dapat dikatakan relatif rendah, bila dibandingkan dengan jumlah adrenalin endogen yang dihasilkan oleh tubuh saat terjadi stres atau timbul rasa nyeri akibat tindakan invasif. Tetapi bila terjadi injeksi intravaskular maka akan menimbulkan efek yang berbahaya karena dosis adrenalin tersebut menjadi relatif tinggi. Masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darah bisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat,
55
sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lain adalah terjadinya ischemia otot jantung yang menyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibat fatal yaitu infark myocardium. Adrenalin masih dapat digunakan pada penderita dengan hipertensi asal kandungannya tidak lebih atau sama dengan 1:200.000. Dapat juga digunakan obat anestesi lokal yang lain, yaitu Mepivacaine 3% karena dengan konsentrasi tersebut mepivacaine mempunyai efek vasokonstriksi ringan, sehingga tidak perlu diberikan campuran vasokonstriktor.
3.6. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Kelainan Neurologis 3.6.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Alergi Gejala Klinis Alergi (1) Gatal-gatal pada seluruh badan yang mendadak (2) Urtikaria yang mendadak (3) Merah pada seluruh badan (4) Kecemasan yang akut (5) Pernapasan yang berbunyi (6) Rasa tertekan pada dada dan sesak napas (7) Sakit pada perut, mual, dan muntah (8) Kelumpuhan/kolaps sirkulasi (9) Kematian
Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Alergi Syok anafilaksis dapat terjadi dalam beberapa menit akibat pasien sensitif terhadap obat-obatan tertentu dan dapat berkembang menjadi syok. Selalu tanyakan kepada pasien sebelum memberikan obat apapun, apakah ia alergi terhadap obat tertentu. Anafilaksis dapat terjadi tanpa riwayat alergi dan serangan tidak terjadi dengan segera. Keadaan ini dapat terjadi setelah pasien tidak lagi menerima obat itu.
56
Kegawatdaruratan pada Pasien Alergi 1) Baringkan pasien pada posisi horizontal 2) Berikan injeksi adrenalin 1:1000 dengan perlahan-lahan secara intramuskular untuk mencegah terjadinya syok dengan kecepatan 1 ml/menit. Jika diijeksikan secara subkutan dengan cepat pada pasien yang syok, maka tidak dapat diabsorbsi dengan sempurna karena adanya kegagalan sirkulasi perifer. Tidak ada resiko fibrilasi ventrikular asalkan injeksi intramuskular cukup dalam dan aspirasi sebelum injeksi menunjukkan bahwa pembuluh tidak rusak tanpa disengaja. Sebaiknya injeksi diberikan dalam selang waktu 15 menit sampai kelihatan hasilnya. 3) Berikan injeksi hidrokortison suksinat 200mg IV untuk menekan respon alergi yang berikutnya. 4) Berikan injeksi klorpeniramin maleat 10-20 mg IM untuk mengurangi pelepasan histamin yang lebih banyak 5) Berikan oksigen 6) Minta bantuan medis dan atau bantuan ambulan
3.6.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Epilepsi Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terdapat pada semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi terdapat pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala.Bangkitan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi.
57
Metode Pemeriksaan 1.
Pungsi Lumbar Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis.Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi. a.
Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
b.
Mengalami complex partial seizure
c.
Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
d.
Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
e.
Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.
f.
Kejang pertama setelah usia 3 tahun Pada anak dengan usia>18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan. 2.
EEG (electroencephalogram) EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.
58
3.
Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
4.
Neuroimaging Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya. a.
CT Scan, untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
b.
Magnetik resonance imaging (MRI)
c.
Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
5.
Pemeriksaan fisik Inspeksi
: membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi, purpura, memar, pembengkakan.
Palpasi
: pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.
6.
Perkusi
: perkusi pada bagian thorak dan abdomen.
Auskultasi
: bunyi jantung, suara napas, bising usus.
Pemeriksaan psikologis dan psikiatris Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah (retardasi mental), gangguan tingkah laku (bihaviour disorders), gangguan emosi, hiperaktif.Hal ini harus mendapat perhatian yang wajar, agar anak dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.Hubungan antara penderita dengan orang tuanya juga perlu mendapat perhatian, yaitu apakah tyerdapat proteksi berlebihan, rejeksi atau overanxiety.Bila perlu dapat diminta bantuan dari psikolog atau psikiater.
59
Penatalaksanaan 1.
Pembedahan Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali vaskuler
2.
Farmakoterapi Anti konvulsion untuk mengontrol kejang. Jenis obat yang sering digunakan : Dosis
Obat
mg/k
Bentuk Kejang
gbb/h ari
1 Fenobarbital
Semua bentuk kejang
3-8
2 Dilatin (difenilhidantoin)
Semua bentuk kejang kecuali 5-10 bangkitan petit mal, mioklonik atau akinetik.
3 Mysoline (primidon)
Semua bentuk kejang kecuali petit 12-25 mal
4 Zarotin (etosuksinit)
Petit mal
20-60
5 Diazepam
Semua bentuk kejang
0,20,5
6 Diamox (asetasolamid)
Semua bentuk kejang
10-90
7 Prednison
Spasme infantil
2-3
8 Dexametasone
Spasme infantil
0,20,3
9 Adrenokortikotropin
a.
Spasme infantil
2-4
Phenobarbital (luminal). Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.
b.
Primidone (mysolin) Di
hepar
primidone
di
ubah
menjadi
phenobarbital
dan
phenyletylmalonamid. 60
c.
Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin). Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.Tak berhasiat terhadap petit mal.Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan darah.
d.
Carbamazine (tegretol). Mempunyai
khasiat
psikotropik
yangmungkin
disebabkan
pengontrolan bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine
memang
mempunyaiefek
psikotropik.Sifat
ini
menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati. e.
Diazepam. Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status konvulsi.).Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
f.
Nitrazepam (Inogadon). Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.
g.
Ethosuximide (zarontine). Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
h.
Na-valproat (dopakene) Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.Efek samping mual, muntah, anorexia
i.
Acetazolamide (diamox). Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
61
Penatalaksanaan Epilepsi untuk Pasien Anak-anak 1. Penanganan saat kejang* Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV (Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,40,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian. a. Turunkan demam : Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari. Kompres ; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa. b. Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya. c. Penanganan sportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah. 2. Pencegahan Kejang* Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika pada saat anak menderita penyakit yang disertai demam. a. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.
Penatalaksanaan Epilepsi untuk Bumil Mengingat banyaknya efek samping obat anti epilepsi dan komplikasi pada kehamilan, maka penanganan kehamilan dengan epilepsi meliputi: a. Pemeriksaan kadar obat anti epilepsi. Kadar obat anti epilepsi dalam darah sebaiknya selalu dikontrol setiap bulan sebelum terjadinya kehamilan sehingga penyesuaian dosis pada saat kehamilan bisa dilakukan. Disini perlu kerjasama dengan ahli farmakologi klinik.
62
b. Penyuluhan pada wanita penyandang epilepsi usia remaja sebelum konsepsi mengenai: 1) Risiko akibat timbulnya serangan selama kehamilan seperti perdarahan, eklampsia dan prematuritas. 2) Risiko obat anti epilepsi pada janin, yaitu timbulnya malformasi dan gangguan perkembangan. 3) Risiko timbulnya serangan kejang pada anak (kejang neonatal, kejang tanpa demam dan epilepsi), termasuk adanya prediposisi genetik pada bayi bila orang tuanya menderita epilepsi. c. Masa Pra Konsepsi 1) Melakukan evaluasi terhadap kontrasepsi KB yang dipergunakan 2) Melakukan evaluasi terhadap obat anti epilepsi yang dipergunakan. 3) Melakukan evaluasi kembali mengenai diagnosis epilepsinya atau bukan epilepsi (kejang nonepilepsi, sinkop atau suatu sindroma lain). 4) Mencoba menghentikan obat anti epilepsi pada yang telah bebas kejang 23 tahun. 5) Berusaha menggunakan monoterapi dengan dosis terendah yang efektif, bila memungkinkan merubah dari politerapi ke monoterapi serta ditambah multivitamin dengan suplementasi asam folat. Asam folat harus diberikan minimal 4 minggu sebelum konsepsi. Bila terdapat riwayat neural tube defect dalam keluarga maka valproat dan karbamazepin sebaiknya dihindari. d. Masa Post Konsepsi 1) Berikan cukup perhatian terhadap semua keluhan dan anjurkan istirahat yang cukup, karena kedua faktor ini sering menimbulkan peningkatan atau kambuhnya serangan. Jangan menghentikan atau mengganti obat anti epilepsi tanpa sepengetahuan dokter. 2) Mengukur kadar obat anti epilepsi bebas setiap trimester untuk menyesuaikan dosis obat, terutama pada bulan terakhir dan menjelang persalinan untuk mencegah timbulnya kejang pada waktu bersalin. Selanjutnya pemeriksaan obat anti epilepsi ini harus diikuti sampai
63
minggu ke-8 postpartum karena kadarnya dapat meningkat dan menimbulkan toksisitas. 3) Pemeriksaan USG untuk deteksi adanya kelainan janin (spina bifida, defek jantung atau ekstremitas). 4) Vitamin K (20 mg/hari) harus diberikan 3 minggu sebelum masa persalinan sampai persalinan untuk mencegah perdarahan pada neonatal. e. Masa Post Partum 1) Dokter spesialis anak atau saraf anak yang mengobservasi harus waspada terhadap timbulnya perdarahan neonatus dan gejala drug withdrawal terutama pada ibu yang minum phenobarbital. Lalu dilakukan evaluasi terhadap kemungkinan adanya gangguan perkembangan, terutama pada anak yang ibunya menderita epilepsi yang sukar diatasi. 2) Pada umumnya ibu dapat menyusui bayinya namun bila terlihat efek sedasi, gangguan minum dan menurunnya berat badan bayi maka dianjurkan untuk memperpendek pemberian ASI tersebut. Penghentian obat
anti
epilepsi
jangan
berlangsung
mendadak
karena
dapat
menimbulkan kejang pada neonatal.
3.6.3. Kompromis Medis pada Penderita Syok Syok anafilaktik adalah adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis. Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Sebenarnya, pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.
64
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: 1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. 1. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
65
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2–4 ug/menit. 2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus. 3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel. 4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi
hipovolemia
akibat
kehilangan
cairan
ke
ruang
ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin. 5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. 6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam.
66
Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi ketat selama 24 jam, 6jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik. 7. Macam macam Medikamentosa Medikamentosa I Adrenalin 1:1000, 0,3 –0,5 ml SC/IM lengan atas , paha, sekitar lesi pada venom, Dapat diulang 2-3 x dengan selang waktu 15-30 menit, Pemberian IV pada stadium terminal /pemberian dengan dosis1 ml gagal , 1:1000 dilarutkan dalam 9 ml garam faali diberikan 1-2 ml selama 5-20 menit (anak 0,1 cc/kg BB)
Medikamentosa II Diphenhidramin IV pelan (+ 20 detik ) ,IM atau PO (1-2 mg/kg BB) sampai 50 mg dosis tunggal, PO dapat dilanjutkan tiap 6 jam selama 48 jam, bila tetap sesak + hipotensi segera rujuk, (anak :1-2 mg /kgBB/ IV) maximal 200mg IV
Medikamentosa III Aminophilin, bila ada spasme bronchus beri 4-6 mg/ kg BB dilarutkan dalam 10 ml garam faali atau D5, IV selama 20 menit dilanjutkan 0,2 –1,2 mg/kg/jam IV. Corticosteroid 5-20 mg/kg BB dilanjutkan 2-5 mg/kg selama 4-6 jam, pemberian selama 72 jam .Hidrocortison IV, beri cimetidin 300mg setelah 3-5 menit
3.7. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Kelainan Darah Metode pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi saat mengidentifikasi pasien dengan kelainan perdara han adalah membuat riwayat pen yakit secara lengkap, pemeriksaan fisik, skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas setelah tindakan pembedahan. Riwayat penyakit pasien harus dibuat selengkap mungkin. Pertanyaanpertanyaan hendaknya disusun
secara
berurutan dimulai dari
pengalaman-
pengalaman pasien terdahulu. Beberapa penyakit gangguan perdarahan dapat
67
diturunkan, sehingga pertanyaan juga perlu diarahkan ke anggota keluarga yang lain. Pengelompokan pertanyaan dilak ukan sesuai dengan jenis-jenis penyakit
gangguan
perdar ahan
yang
mungkin
dapat
terjadi.
Adapun
pertanyaan tersebut meliputi: apakah ada anggota keluarga yang mengalami gangguan perdarahan, apakah pernah mengalami perdarahan yang cukup lama setelah
dilakukan tindakan pembedahan seperti operasi dan cabut gigi,
apakah pernah terjadi perdarahan yang cukup lama setelah mengalami t rauma, apakah sedang meminum obat-obatan untuk pencegahan gangguan koagulasi atau sakit kronis, riwayat pen yakit terdahulu, dan apakah pernah mengalami perdarahan spontan.
Deteksi Pasien dengan Riwayat Perdarahan 1. Riwayat Penyakit Lengkap a. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan perdarahan b. Gangguan perdarahan setelah dilakukan operasi dan pencabutan gigi c. Gangguan perdarahan setelah mengalami trauma d. Konsumsi obat-obatan yang menimbulkan masala h perdarahan seper ti aspirin, antikoagulan, pemakaian antibiotika jangka panjang, dan obat-obat herbal e. Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gangguan perdarahan seperti
leukemia, penyakit liver, hemofilia, penyakit jantung bawaan,
penyakit ginjal f. Perdarahan spontan dari hidung, mulut, telinga, dan lain-lain 2. Pemeriksaan Fisik a. Jaundice dan pallor b. Spider angiomas c. Ecchymosis d. Ptechiae e. Oral ulcers f. Hyperplastic gingival tissues g. Hemarthrosis
68
3. Skrining laboratoris a. PT b. aPTT c. TT d. PFA-100 e. Jumlah Platelet 4. Tindakan pembedahan yang pernah dialami sehingga menimbulkan gangguan perdarahan. Skrining laboratoris perlu dilakukan terutama pemeriksaan PT, aPTT, TT, PFA-100 dan
platelet
count.
Jenis
peme riksaan
yang
dilakukan
disesuaikan dengan pengelompokan gangguan perdarahan. Beberapa macam penyakit hematologi antara lain adalah sebagai berikut:
3.7.1. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Hemofilia Gejala Klinis Hemofili Dalam anamnesa biasanya akan di dapatkan riwayat adanya salah seorang anggota keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan abnormal. Beratnya perdarahn bervariawsia akan tetapi biasanya beratnya perdarahan itu sama dalam satu keluarga. Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seseorang menderita hemofili. Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarhtros ( sebagai akibat jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi merupakan gejala yang paling sering dijumpai dari penderita hemofili ini.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Hemofili a.
Perawatan periodontal
Perawatan periodontal dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya perdarahan. Pemberian periodontal dressing dengan atau tanpa topical antifibriolytic agents dapat merupakan cara dalam menghentikan perdarahan. Pemakaian obat kumur yang mengandung chlorhexidine gluconate dapat menjaga kebersihan mulut. Pemberian penerangan secara lengkap bagi pasien sebelum tindakan merupakan
69
langkah awal yang baik, sehingga pasien akan mengerti kemungkinan komplikasikomplikasi yang akan terjadi. b.
Pemakaian geligi tiruan lepasan
Pasien dengan gangguan perdarahan dapat dianjurkan untuk menggunakan geligi tiruan lepasan selama geligi tiruan itu nyaman dipakai. Perawatan periodontal tetap perlu dilakukan untuk mempertahankan gigi yang masih ada. c.
Perawatan ortodonti
Pemakaian alat ortodonti lepasan dan cekat dapat dilakukan, namun tetap diperhatikan kekuatan tekan yang akan mengenai gusi agar perdarahan tidak terjadi. Menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan persyaratan utama agar perdarahan spontan tidak terjadi. d.
Penambalan
Pemakaian matrix dan wedges saat penambalan perlu diperhatikan dengan benar. Luka yang diakibatkan karena pemakaian yang salah dapat menjadi masalah saat melakukan penambalan. e.
Perawatan endodontik
Perawatan endodontik konvensional sangat dianjurkan bagi pasien dengan gangguan perdarahan, oleh karena pemakaian jarum endodontik yang melebihi apeks akan menyebabkan perdarahan terus-menerus sehingga sehingga akan mengendap di dalam saluran akar. f.
Anestesi dan penanggulangan rasa sakit
Rasa sakit pada gigi dapat ditanggulangi dengan memberikan parasetamol atau asetaminofen. Penggunaan aspirin harus dihindari oleh karena dapat menjadi menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Apabila akan memberikan NSAID hendaknya melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan ahli hematologi oleh karena golongan obat ini dapat menimbulkan penghambatan agregasi platelet. Anesthesi lokal dengan cara infiltrasi pada daerah bukal, intra papilary, dan intraligamen tidak memerlukan obat anti hemostatik namun anesthesi dengan cara blok mandibula dan infiltrasi lingual harus diberikan anti hemostatik.
70
Kegawatdaruratan pada Pasien Hemofili a.
Hentikan perawatan jika pasien terlihat lemas dan pucat.
b.
Mengonsumsi makanan atau minum secukupnya.
c.
Melakukan olahraga ringan.
d.
Hindari penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan.
3.7.2. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Anemia Gejala Klinis Anemia 1) Keletihan 2) Mudah lelah bila berolahraga 3) Sulit konsentrasi, atau mudah lupa 4) Warna kulit dan bagian putih kornea mata tampak kekuning-kuningan 5) Nyeri tulang
Hal-hal yang Harus Diperhatikan pada Pasien Anemia a.
Pada compromised medis ini hal hal yang perlu diperhatikan adalah gejala klinis yang tampak pada pasien sewaktu datang ke tempat praktek dokter gigi diantaranya pada penderita anemia ini terdapat cirri khusus yaitu wajah yang terlihat pucat, disertai dengan letih lemah dan lesu serta pada rongga mulut pasien terlihat mukosa yang pucat serta adanya kandida.
b.
Kekambuhan yang sewaktu waktu terjadi pada penderita anemia pada saat melakukan perawatan gigi yaitu apabila terjadi pingsan,mual dan muntah karena pada penderita anemia ini kurangnya nafsu makan sehingga proses pengkosongan lambung sangat cepat.
c.
Apabila terjadi demam tinggi pada saat ditengah tengah perawatan.
d.
Terjadi pendarahan apabila melakukan tindakan bedah.
Kegawatdaruratan pada Pasien Anemia a.
Apabila terjadi pingsan maka gunakan prinsip P,A,B,C,D yaitu position,aitway
dan
breathing,coreective
definitife,sebisa
mungkin
menjaga jalan nafas dan meletakkan pasien senyaman mungkin.
71
b.
Apabila pasien mengalami letih lemah dan lesu sebaiknya dihentikan perawatan dan diberi minum yang hangat seperti the hangat dll.
c.
Meminimalkan tindakan bedah karena apabila terjadi pendarahan maka kondisi pasien akan semakin buruk.
d.
Sediakan makan makanan yang bernutrisi tinggi sebagai asupan terhadap pasien anemia,misalnya: susu,roti dll.
3.7.3. Kompromis Medis pada Penderita Penyakit Leukemia Leukemia adalah suatu kejadian dimana produksi sel darah putih yag berlebihan dan merupakan gangguan pembentukan sel darah putih yang terjadi di sumsum tulang. Sel-sel tersebut tidak berkembang secara normal dan sebagian besar merupakan sel yang masih muda atau belum matang yang tidak jelas fungsinya. Pada pasien leukemia, terjadi pembentukan sel darah putih yang abnormal dan tidak berfungsi seperti sel darah putih yang normal. Sel leukemia yang tedapat dalam sumsum tulang akan terus membelah dan semakin mendesak sel normal, sehingga produksi sel darah normal akan mengalami penurunan. Sebagian besar leukemia dijumpai pada umur 50-60 tahun, tetapi pada anak-anak yang terbanyak terjadi ketika umur 2-4 tahun.
Tipe-tipe leukemia Leukemia yang digolongkan menurut cepatnya penyakit ini berkembang dan memburuk yaitu: Leukemia akut : Sel darah sangat tidak normal, tidak berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat. Leukemia kronik : Pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.
72
Leukemia yang digolongkan menurut jenis sel darah putih yang terkena yaitu: Leukemia Myeloid Kronis (Chronis Myeloid Leukemia, atau CML) Pada jenis ini merupakan leukemia yang sering terjadi pada orang dewasa (pada kelompok umur yang lebih muda). Gejala yang diperlihatkan biasanya disebabkan anemia atau pembesaran limpa yang mencolok, dengan nyeri serta distensi abdomen. Dan juga perdarahan dapat terjadi karena trombositopenia. Leukemia Limfositik Kronis (Chronic Lymphocytic Leukemia, atau CLL) Pada jenis ini merupakan leukemia yang terjadi pada usia lebih dari 55 tahun, dan jarang sekali terjadi pada anak-anak. Pada jenis ini ditandai dengan penimbunan secara progresif dari limfosit ganas di dalam sistem limfatik dan retikular dengan kenaikan limfosit di dalam darah dan sumsum tulang. Leukemia Myeloid Akut (Acute Myeloid Leukemia, atau AML) Pada jenis ini sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel darah normal, dan juga jumlahnya meningkat dengan cepat. Sel yang dominan adalah sel myeloid. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat dan dapat mengenai anak maupun orang dewasa. Leukemia Limfoblastik Akut (Acute Lymphoblastic Leukemia, atau ALL) Pada jenis ini terutama mengenai anak-anak, namun dapat juga mengenai orang dewasa. Leukemia jenis ini merupakan jenis leukemia terbanyak pada anak (sekitar 75-80% leukemia pada anak). Leukemia jenis lainnya Hairy Cell Leukemia, merupakan suatu jenis leukemia kronik yang jarang ditemukan.
73
Gambar 1. Histopatologi Acute myeloid Leukemia
Penyebab dan faktor resiko Leukemia Penyebab leukemia masih belum dapat diketahui secara pasti hingga kini. Namun menurut hasil penelitian, orang dengan faktor resiko tertentu lebih meningkatkan resiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor resiko tersebut adalah : Radiasi dosis tinggi Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom di jepang pada masa perang dunia, menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Pajanan terhadap zat kimia tertentu zat kimia tersebut seperti Benzene, formaldehida, dll. Sindrom Down Sindrom down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan resiko kanker. Human T-Cell Leukemia Virus (HTLV-1) Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline. Sindroma Mielodisplastik Sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (Hiposelularitas) pada sumsum tulang.
74
Penyakit ini sering didefenisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini beresiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia. Merokok Merokok memiliki resiko juga terhadap terjadinya penyakit ini.
Gejala umum dari Leukemia Gejala umum yang terdapat pada penderita leukemia adalah Demam atau berkeringat malam, sering mengalami infeksi, merasa lemah atau capek, pucat, sakit kepala, mudah berdarah atau memar (misal muda memar bila terbentur ringan), nyeri pada tulang atau sendi, pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut akibat pembesaran limpa, pembesaran kelenjar getah bening terutama di leher dan ketiak, penurunan berat badan.
Gejala pada stadium leukemia kronik Pada stadium ini sel leukemia dapat berfungsi hampir seperti sel normal. Mungkin tidak ada gejala yang dirasakan selama beberapa waktu. Diagnosis pada tahap ini dapat ditentukan saat pemeriksaan medical check up rutin. Jika muncul gejala umumnya ringan dan perlahan-lahan semakin memberat. Leukemia kronis tidak menampilkan gejala yang spesifik (khas) tetapi gejala yang dapat juga menjadi gejala penyakit lain seperti demam tidak tinggi, letih, keringat dingin, perut sering merasa tidak enak, dan adakalanya terdapat juga pembesaran limpa. Kadangkala juga terjadi kehilangan nafsu makan dan berat badan menurun. Biasanya gejalagejala ringan itu berlangsung selama 3-6 bulan. Terkadang leukemia kronis ini dapat dibilang memiliki perkembangan yang menyesatkan, hanya menunjukkan sedikit tanda klinis dan gejala hingga penyakit cukup lanjut. Manifestasi oral pada leukemia stadium ini ditemukan mukosa mulut yang pucat, perdarahan yang berkepanjangan setelah pencabutan gigi dan petekia pada mukosa, tampak ulserasi superfisial pada mukosa oral.
75
Gejala pada stadium akut Pada stadium ini gejala akan timbul dan memberat secara cepat dan lebih parah. Gejala leukemia akut lainnya yaitu muntah, penurunan konsentrasi, kehilangan kendali otot, dan kejang. Sel leukemia juga dapat berkumpul di buah zakar dan menyebabkan pembengkakan. Sering leukemia akut menyebabkan demam tinggi yang berkaitan dengan infeksi. Ada yang diikuti dengan perdarahan dan pada yang lebih parah, sel darah putih yang belum matang itu berkelompok membendung pembuluh darah yang menyebabkan sesak nafas dan stroke. Pada penderita stadium ini memiliki tanda-tanda oral yang mengarahkan pada diagnosis adalah sebanyak tanda-tanda ekstraoral. Tanda-tanda oral yang paling sering adalah limfadenopati pada daerah servikal dan submandibularis, ulserasi, pembesaran gingiva, perdarahn gigi secara spontan, petekia, dan ekimosis. Ulserasi yang terjadi lebih luas daripada ulserasi yang terjadi pada stadium kronis. Pembesaran gingiva pada leukemia akut dapat demikian nyata sehingga gigi hampir seluruhnya tertutup. Pembesaran gingiva karena leukemia ditandai dengan penampilan yang mengkilap, bersifat edema dan "Boggy".
Gambar 2. Pembesaran Gingiva pada Acute Myeloid Leukemia
Diagnosis Penyakit leukemia ini merupakan penyakit sistemik yang ditangani oleh dokter umum spesialistik, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi dokter gigi yang
76
menemukan lebih dini dari penderita. Karena manifestasi oral pada penyakit ini cukup mencolok, sehingga pada dokter gigi dapat dengan mudah dan awal mencurigai penyakit ini pada pasien. Selanjutnya dokter akan melakukan pemeriksaan darah. Jika hitung sel darah menunjukkan adanya tanda-tanda leukemia, pemeriksaan dilanjutkan dengan memeriksa sumsum tulang dengan biopsi. Pemeriksaan sumsum tulang ini sangat berguna karena dapat diperiksa langsung pada tempat sel darah putih itu dibuat. Jika perlu akan dilakukan pemeriksaan analisis sitogenetik untuk mengetahui apakah ada mutasi pada sel-sel tersebut yang menandai adanya leukemia. Dari pemeriksaan darah, ditemukan kadar sel darah putih yang meningkat atau berkurang dan adanya sel leukemia. Saat ini terdapat 2 jenis pengambilan sampel dari sumsum tulang, yaitu aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang.
Terapi Pengobatan leukemia tergantung kepada jenis leukemianya, dari hanya diobati secara simtomatik (mengurangi gejala-gejalanya) dan juga sampai ke penggantian sumsum tulang yang meskipun agresif sering dapat menyembuhkan beberapa jenis leukemia. Selain itu ada juga yang menggunakan obat yang diarahkan ke sel yang tumbuh secara tidak normal tersebut.
Leukemia akut diterapi dengan menggunakan obat khemoterapi dan penggantian sumsum tulang. Untuk CLL, adakalanya cukup dengan melakukan pengamatan selama beberapa waktu karena leukemia ini berkembang sangat lambat. Tetapi ketika pertumbuhannya menjadi buruk, CLL diobati dengan obat khemotrapi. Untuk pasien muda, transplantasi sumsum tulang juga dilakukan untuk menyembuhkan CML.
77
Pilihan terapi untuk leukemia adalah : Kemoterapi Kebanyakan pasien leukemia akan diberikan kemoterapi. Tujuannya adalah untuk memusnahkan sel leukemia. Regimen kemoterapi yang digunakan tergantung dari jenis leukemianya. Terapi biologi Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan ketahanan tubuh tehadap kanker. Terapi biologi diberikan melalui injeksi. Untuk beberapa pasien dengan leukemia limfositik kronik, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan berikatan dengan sel leukemia sehingga memungkinkan sel kekebalan tubuh membunuh sel leukemia tersebut. Untuk beberapa pasien dengan leukemia mieloid kronik, terapi biologi yang dapat digunakan adalah interferon Terapi Radiasi Terapi radiasi (radioterapi) menggunakan sinar X dosis tinggi untuk membunuh sel leukemia. Umumnya mesin radioterapi diarahkan ke limpa, otak, atau bagian tubuh lainnya di mana sel leukemia berkumpul. Transplantasi sel stem Transplantasi sel stem memungkinkan untuk dilakukan terapi dengan dosis obat, radiasi, atau keduanya yang tinggi. Terdapat beberapa macam transplantasi sel stem, yaitu transplantasi sumsum tulang, transplantasi sel stem perifer, dan transplantasi darah umbilikal.
Manajemen Dental pada penderita Leukemia Manajemen yang diberikan merupakan Causatif dan Suportif, dikarenakan untuk menghilangkan secara permanen manifestasi oral yaitu dengan memperbaiki keadaan umum terlebih dahulu. Pencabutan atau ekstraksi gigi tidak dianjurkan atau dihindari karena ditakutkan terjadi resiko infeksi berat, perdarahan, dan anemia. Bila terpaksa dilakukan ekstraksi, dpat dibantu dengan transfusi darah dan pemberian antibiotik. Berikut ini merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan dokter gigi terhadap penderita leukemia :
78
DHE (Dental Health Education) Yaitu memberitahukan kepada pasien untuk selalu menjaga kesehatan gigi dan mulutnya agar tidak menjadi fokal infeksi yang berhubungan dengan penyakit yang diderita. Seperti pemilihan sikat gigi dan cara menyikat gigi yang benar, waktu dan frekuensi menyikat gigi yang tepat, serta penggunaan sikat lidah. Pemberian obat kumur Penggunaan obat kumur dengan kandungan chlorhexidine 0,2%, dapat mengendalikan infeksi pada pembengkakan gingiva Terapi antibiotik spesifik Terapi ini diperlukan untuk ulserasi yang terjadi pada mukosa.
3.8. Keganasan Keganasan Rongga Mulut Kanker rongga mulut ialah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.
Batas-batas rongga mulut ialah :
Depan
: tepi vermilion bibir atas dan bibir bawah
Atas
: palatum durum dan molle
Lateral : bukal kanan dan kiri
Bawah
: dasar mulut dan lidah
Belakang
: arkus faringeus anterior kanan kiri dan uvula, arkus glossopalatinus kanan kiri, tepi lateral pangkal lidah, papilla sirkumvalata lidah.
Etiologi dan faktor resiko Etiologi kanker rongga mulut ialah paparan dengan karsinogen, yang banyak terdapat pada rokok atau tembakau. Risiko tinggi mendapat kanker rongga mulut terdapat pada orang yang perokok, nginang/susur, peminum alkohol, gigi karies, higiene mulut yang jelek
79
PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Klinis a. Anamnesa Anamnesa dengan cara kwesioner kepada penderita atau keluarganya. 1. Keluhan 2. Perjalanan penyakit 3. Faktor etiologi dan risiko 4. Pengobatan apa yang telah diberikan 5. Bagaimana hasil pengobatan 6. Berapa lama kelambatan
b. Pemeriksaan fisik 1) Status general Pemeriksaan umum dari kepala sampai kaki Tentukan tentang
: a. penampilan b. keadaan umum c. metastase jauh
2) Status lokal Dengan cara
:
Inspeksi dan Palpasi bimanual Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam mulut. Untuk menentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanuil. Satu atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inch dipegang dengan tangan kiri pemeriksa
80
dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri untuk melihat permukaan dorsal, ventral, dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring. Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa Tentukan dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm, berapa luas infiltrasinya, bagaimana operabilitasnya 3) Status regional Palpasi apakah ada pembesaran kelenjar getah bening leher leher ipsilateral dan kontralateral. Bila ada pembesaran tentukan lokasinya, jumlahnya, ukurannya ( yang terbesar ), dan mobilitasnya. 2. Pemeriksaan Radiografi a. X-foto polos o X-foto mandibula AP, lateral, Eisler, panoramik, oklusal, dikerjakan pada
tumor gingiva mandibula atau tumor
yang lekat
pada
mandibula o X-foto kepala lateral, Waters, oklusal, dikerjakan pada tumor gingiva, maksila atau tumor yang lekat pada maksila o X-foto Hap dikerjakan pada tumor palatum durum o X-foto thorax, untuk mengetahui adanya metastase paru b. Imaging ( dibuat hanya atas indikasi ) o USG hepar untuk melihat metastase di hepar o CT-scan atau MRI untuk menilai luas ekstensi tumor lokoregional o Scan tulang, kalau diduga ada metastase ke tulang 3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin, seperti: darah, urine, SGOT/SGPT, alkali fosfatase, BUN/kreatinin, albumin, globulin, serum elektrolit, faal hemostasis, untuk menilai keadaan umum dan persiapan operasi 4. Pemeriksaan Patologi Semua penderita kanker rongga mulut atau diduga kanker rongga mulut harus diperiksa patologis dengan teliti.
81
Spesimen diambil dari biopsi tumor Biopsi jarum halus (FNA) untuk pemeriksaan sitologis dapat dilakukan pada tumor primer atau pada metastase kelenjar getah bening leher. Biopsi eksisi : bila tumor kecil, 1 cm atau kurang eksisi yang dikerjakan ialah eksisi luas seperti tindakan operasi definitif ( 1 cm dari tepi tumor). Biopsi insisi atau biopsi cakot (punch biopsy) menggunakan tang aligator: bila tumor besar atau inoperabel Yang harus diperiksa dalam sediaan histopatologis ialah tipe, diferensiasi dan luas invasi dari tumor.
PROSEDUR TERAPI Penanganan
kanker
rongga
mulut
sebaiknya
dilakukan
secara
multidisipliner yang melibatkan beberapa bidang spesialis yaitu: -
oncologic surgeon
-
plastic & reconstructive surgeon
-
radiation oncologist
-
medical oncologist
-
dentists
-
rehabilitation specialists Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan kanker rongga
mulut ialah eradikasi dari tumor, pengembalian fungsi dari rongga mulut, serta aspek kosmetik /penampilan penderita. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan macam terapi ialah a) Umur penderita b) Keadaan umum penderita c) Fasilitas yang tersedia d) Kemampuan dokternya e) Pilihan penderita. Untuk lesi yang kecil (T1 dan T2), tindakan operasi atau radioterapi saja dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi, dengan catatan bahwa
82
radioterapi saja pada T2 memberikan angka kekambuhan yang lebih tinggi daripada tindakan operasi. Untuk T3 dan T4, terapi kombinasi operasi dan radioterapi memberikan hasil yang paling baik. Pemberian neo-adjuvant radioterapi dan atau kemoterapi sebelum tindakan operasi dapat diberikan pada kanker rongga locally advanced (T3,T4). Radioterapi dapat diberikan secara interstisial atau eksternal, tumor yang eksofitik dengan ukuran kecil akan lebih banyak berhasil daripada tumor yang endofitik dengan ukuran besar. Peran kemoterapi pada penanganan kanker rongga mulut masih belum banyak, dalam tahap penelitian kemoterapi hanya digunakan sebagai neo-adjuvant pre-operatif atau adjuvan post-operatif untuk sterilisasi kemungkinan adanya mikro metastasis. Sebagai pedoman terapi untuk kanker rongga mulut dianjurkan seperti tabel 9 berikut: Anjuran terapi untuk kanker rongga mulut ST
I
II
III
T.N.M.
T1.N0.M0
T2.N0.M0
T3.N0.M0
OPERA
RADIOTERA
KHEMOTERA
SI
PI
PI
Eksisi
ata
Kuratif, 50-70
Tidak
radikal
u
Gy
dianjurkan
Eksisi
ata
Kuratif, 50-70
Tidak
radikal
u
Gy
dianjurkan
Eksisi
dan Post op. 30-40 (dan CT
T1,2,3.N1.M0 radikal
IV
T4N0,1.M0
Eksisi
A
Tiap
radikal
Gy
)
dan Post.op 30-40 Gy
83
T.N2.M0 IV
Tiap
Post.op 30-40
B
T.N3.M0
Eksisi
-operabel
radikal
dan Gy
CT (dan
Paliatif, 50-70 ) Gy
-inoperabel IV
TiapT.tiapN.
C
M1
Residif lokal
Paliatif
Paliatif
Paliatif
Operasi
RT
untuk
residif post op
untuk dan
CT
residif post RT Metastase
Tidak
Tidak
CT
dianjurka
dianjurkan
n Karsinoma bibir T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: eksisi luas Bila
mengenai
komisura,
radioterapi
akan
memberikan
kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4
: eksisi luas + deseksi suprahioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma dasar mulut T1
: eksisi luas atau radioterapi
T2
: tidak lekat periosteum eksisi luas Lekat periosteum eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3,4
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Karsinoma lidah T1,2
: eksisi luas atau radioterapi
T3,4
: eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah 84
Karsinoma bukal T1,2
: eksisi luas Bila
mengenai
komisura
oris,
radioterapi
memberikan
kesembuhan dengan fungsi dan kosmetik yang lebih baik T3,4
: eksisi luas + deseksi supraomohioid + radioterapipasca bedah
Karsinoma ginggiva T1,2
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah T4 (infiltrasi tulang/cabut gigi setelah ada tumor) eksisi luas dengan mandibulektomi
: segmental + diseksi
supraomohioid + radioterapi pasca bedah Karsinoma palatum T1
: eksisi luas sampai dengan periost
T2
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya
T3
: eksisi luas sampai dengan tulang dibawahnya + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang) : Maksilektomi infrastruktural parsial / total tergantung luas lesi + diseksi supraomohiod +radioterapi pasca bedah Karsinoma trigonum retromolar T1,2
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal
T3
: eksisi luas dengan mandibulektomi marginal + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
T4 (infiltrasi tulang) : Eksisi luas dengan mandibulektomi segmental + diseksi supraomohioid + radioterapi pasca bedah
Untuk karsinoma rongga mulut T3 dan T4, penanganan N0 dapat dilakukan deseksi leher selektif atau radioterapi regional pasca bedah. Sedangkan N1 yang didapatkan pada setiap T harus dilakukan deseksi leher radikal. Bila
85
memungkinkan, eksisi luas tumor primer dan deseksi leher tersebut harus dilakukan secara en-block. Pemberian radioterapi regional pasca bedah tergantung hasil pemeriksaan patologis metastase kelenjar getah bening tersebut ( jumlah kelenjar getah bening yang positif metastase, penembusan kapsul kelenjar getah bening/ ektra kelenjar getah bening)
A. Terapi Kuratif Terapi kuratif untuk kanker rongga mulut diberikan pada kanker rongga mulut stadium I, II, dan III. 1. Terapi utama Terapi utama untuk stadium I dan II ialah operasi atau radioterapi yang masingmasing mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sedangkan untuk stadium III dan IV yang masih operabel ialah kombinasi operasi dan radioterapi pasca bedah Pada terapi kuratif haruslah diperhatikan: a) Menurut prosedur yang benar, karena kalau salah hasilnya tidak menjadi kuratif. b) Fungsi mulut untuk bicara, makan, minum, menelan, bernafas, tetap baik. c) Kosmetis cukup dapat diterima. a. Operasi Indikasi operasi: 1) Kasus operabel 2) Umur relatif muda 3) Keadaan umum baik 4) Tidak terdapat ko-morbiditas yang berat Prinsip dasar operasi kanker rongga mulut ialah : 1) Pembukaan harus cukup luas untuk dapat melihat seluruh tumor dengan ekstensinya 2) Eksplorasi tumor: untuk menentukan luas ekstensi tumor 3) Eksisi luas tumor
86
o Tumor tidak menginvasi tulang, eksisi luas 1-2 cm diluar tumor o Menginvasi tulang,eksisi luas disertai reseksi tulang yang terinvasi 4) Diseksi
KGB regional
(RND = Radical Neck Disection
atau
modifikasinya), kalau terdapat metastase KGB regional. Diseksi ini dikerjakan
secara
enblok
dengan tumor primer
bilamana
memungkinkan. 5) Tentukan radikalitas operasi durante operasi dari tepi sayatan pemeriksaan potong beku . Kalau tidak radikal buat garis
dengan
sayatan baru
yang lebih luas sampai bebas tumor. 6) Rekonstruksi defek yang terjadi. b. Radioterapi Indikasi radioterapi 1) Kasus inoperabel
2) T1,2 tempat tertentu (lihat diatas)
3) Kanker pangkal lidah
4) Umur relatif tua
5) Menolak operasi
6) Ada ko-morbiditas yang berat
Radioterapi dapat diberikan dengan cara: 1) Teleterapi memakai: ortovoltase, Cobalt 60, Linec dengan dosis 5000 - 7000 rads. 2) Brakiterapi: sebagai booster dengan implantasi intratumoral jarum Irridium 192 atau Radium 226 dengan dosis 2000-3000 rads.
2. Terapi tambahan a. Radioterapi Radioterapi tambahan diberikan pada kasus yang terapi utamanya operasi. (1) Radioterapi pasca-bedah Diberikan pada T3 dan T4a setelah operasi, kasus yang tidak dapat dikerjakan eksisi radikal, radikalitasnya diragukan, atau terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker. (2) Radioterapi pra-bedah Radioterapi pra-bedah diberikan pada kasus yang operabilitasnya diragukan atau yang inoperabel.
87
b. Operasi Operasi dikerjakan pada kasus yang terapi utamanya radioterapi yang setelah radioterapi menjadi operabel atau timbul residif setelah radioterapi. c. Kemoterapi Kemoterapi diberikan pada kasus yang terjadi kontaminasi lapangan operasi oleh sel kanker, kanker stadium III atau IV atau timbul residif setelah operasi dan atau radioterapi.
3. Terapi Komplikasi a. Terapi komplikasi penyakit Pada umumnya stadium I sampai II belum ada komplikasi penyakit, tetapi dapat terjadi komplikasi karena terapi. Terapinya tergantung dari komplikasi yang ada, misalnya: 1) Nyeri: analgetika
2) Infeksi: antibiotika
3) Anemia: hematinik
4) Dsb.
b. Terapi komplikasi terapi 1) Komplikasi operasi: menurut jenis komplikasinya 2) Komplikasi radioterapi: menurut jenis komplikasinya 3) Komplikasi kemoterapi: menurut jenis komplikasinya
4. Terapi bantuan Dapat diberikan nutrisi yang baik, vitamin, dsb.
5. Terapi sekunder Kalau ada penyakit sekunder diberi terapi sesuai dengan jenis penyakitnya.
B. Terapi Paliatif Terapi paliatif ialah untuk memperbaiki kwalitas hidup penderita dan mengurangi keluhannya terutama untuk penderita yang sudah tidak dapat disembuhkan lagi.
88
Terapi paliatif diberikan pada penderita kanker rongga mulut yang: 1. Stadium IV yang telah menunjukkan metastase jauh 2. Terdapat ko-morbiditas yang berat dengan harapan hidup yang pendek 3. Terapi kuratif gagal 4. Usia sangat lanjut Keluhan yang perlu dipaliasi antara lain: 1. Loko regional a) Ulkus di mulut/leher
b) Nyeri
c) Sukar makan, minum,menelan
d) Mulut berbau
e) Anoreksia
f) Fistula oro-kutan
2. Sistemik: a) Nyeri
b) Sesak nafas
c) Sukar bicara
d) Batuk-batuk
e) Badan mengurus
f) Badan lemah
(1) Terapi utama 1. Tanpa meta jauh: Radioterapi dengan dosis 5000-7000 rads. Kalau perlu kombinasikan dengan operasi 2. Ada metastase jauh: Kemoterapi Kemoterapi yang dapat dipakai antara lain: 1) Karsinoma epidermoid: Obat-obat yang dapat dipakai: Cisplatin, Methotrexate, Bleomycin, Cyclophosphamide, Adryamycin, dengan angka remisi 20 -40%. 2) Adeno karsinoma : Obat-obat
yang
Mithomycin-C,
dapat
Ciplatin,
dipakai Adyamycin,
antara dengan
lain:
Flourouracil,
angka
remisi
20-
30%. Misalnya: a) Obat tunggal
: Flourouracil: Dosis permulaan
: 500 mg/m2
Dosis pemeliharaan : 20 mg/m2 tiap 1-2 minggu b) Obat kombinasi: F = Flourouracil: 500 mg/m2, hl,8,14,28 A = Adryamycin: 50 mg/m2, hl,21
diulang tiap 6 minggu
89
M = Mithomycin-C: 10 mg/m2, h1
(2) Terapi tambahan Kalau perlu: Operasi, kemoterapi, atau radioterapi
(3) Terapi komplikasi
Nyeri: Analgetika sesuai dengan “step ladder WHO”
Sesak nafas: trakeostomi
Sukar makan: gastrostomi
Infeksi: antibiotika
5. Mulut berbau: obat kumur
6. Dsb.
(4) Terapi bantuan 1. Nutrisi yang baik 2. Vitamin (5) Terapi sekunder Bila ada penyakit sekunder, terapinya sesuai dengan penyakit yang bersangkutan.
90
BAB IV KESIMPULAN
91
DAFTAR PUSTAKA
Noer, Sjaifoellah, Waspadji, Sarwono, dkk. 1996. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM JILID I edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
http://www.scribd.com/doc/58782304/skripsi-revisi-3
http://www.researchgate.net/publication/42349555_Pencegahan_Infeksi_Silang_ Kepada_Dokter_Gigi_Dalam_Penatalaksanaan_Pasien_AIDS
Anton R. Pencegahan transmisi HIV dalam klinik perawatan gigi. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat 1994.
Rose, F. Louise; Kaye, Donald. 1996. Buku Ajar Penyakit Dalam Untuk Kedokteran Gigi Jilid 1 Edisi Dua. Jakarta : Binarupa Aksara
http://www.scribd.com/doc/60146460/Pet-Is
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1147/1/fkg-sondang2.pdf
Reksoprawiro, Sunarto. 2003 . Protokol Penatalaksanaan Kanker Rongga Mulut.
92
View more...
Comments