Laporan Indikator Korosi
March 17, 2018 | Author: winardi | Category: N/A
Short Description
indikator korosi...
Description
LABORATORIUM PENGENDALIAN KOROSI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016
PRAKTIKUM PENGENDALIAN KOROSI MODUL
: Indikator Korosi
PEMBIMBING
: Ir. Yunus Tonapa Sarungu, MT
Praktikum : 28 September 2016 Penyerahan: 4 Oktober 2016 (Laporan) Oleh : Kelompok
: VIII
Nama
: 1. Sunarti
Kelas
141411058
2. Taofik Tri Sudrajat
141411059
3. Ufia Farhah
141411060
4. Winardi Ginanjar
141411061
: 3B
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 2016
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Penggunaan indikator dilakukan untuk menerangkan daerah-daerah logam yang bersifat anodik dan katodik, serta untuk melihat suatu keberhasilan mengurangi laju korosi dengan proteksi katodik. Elektrolit agar-agar digunakan supaya laju perpindahan produk reaksi yang terbentuk pada permukaan logam dapat dihambat. Percobaan ini dilakukan untuk menambah penjelasan tentang mekanisme korosi galvanik dan mekanisme terbentuknya sel elektrokimia logam homogen.
2
Tujuan Setelah mempelajari dan melakukan praktikumini diharapkan mahasiswa mampu : 1
Mengidentifikasi korosi logam berdasarkan indikator dengan menunjukkan daerah yang bersifat anodik dan katodik pada logam yang homogen,
2
Melakukan reaksi anodik dan katodiknya.
BAB II DASAR TEORI 2.1
Korosi pada Berbagai Logam Korosi adalah suatu proses elektrokimia dimana atom-atom akan bereaksi dengan zat
asam dan membentuk ion-ion positif (kation). Hal ini akan menyebabkan timbulnya aliranaliran elektron dari suatu tempat ke tempat yang lain pada permukaan logam. Korosi dapat terjadi pada semua logam namun dengan laju korosi yang berbeda-beda. Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan terhadap waktu. Laju korosi dipengaruhi oleh potensial logam dan juga nilai rapat arus dari lingkungan atau logam itu sendiri. Salah satu logam yang dapat terkorosi dengan cepat adalah Zn karena Zn memiliki nilai potensial yang lebih kecil dibandingkan dengan logam Fe atau tembaga. Zn adalah logam yang putih kebiruan, cukup mudah untuk ditempa. Zn melebur pada suhu 410 oC. Dan mendidih pada 906oC. Logam murninya melarut lambat sekali dalam asam dan dalam alkali. Adanya zat-zat pencemar atau kontak dengan Pt atau Cu yang dihasilkan oleh penambahan beberapa tetes larutan garam dari logam-logam ini akan mempercepat reaksi. Ini menjelaskan larutnya Zn-Zn komersial (Svehla, 1990). Fe yang murni adalah logam yang berwarna putih perak yang kukuh dan liat. Ia melebur pada suhu 1535oC. Jarang terdapat Fe komersial yang murni, biasanya Fe mengandung sejumlah kecil karbida, silsida, fosfida, dan sulfida dari Fe, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur Fe. Berbeda dengan tembaga, tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Melebur pada 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif, ia tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya oksigen ia bisa larut sedikit (Svehla, 1990). 2.2
Indikator Fenolftalein Fenolftalein adalah senyawa kimia dengan rumus C20H14O4 dan sering ditulis sebagai
"HIn" atau "phph" dalam notasi steno. Sering digunakan dalam titrasi, tidak berwarna dalam larutan asam dan merah muda di larutan basa. Jika konsentrasi indikator sangat kuat, dapat berwarna ungu. Dalam larutan basa kuat, warna merah muda fenolftalein ini mengalami
reaksi yang lambat memudar dan menjadi tidak berwarna lagi. Molekul ini memiliki empat bentuk:
Fenolftalein tidak larut dalam air dan biasanya dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam eksperimen. Fenolftalein sendiri merupakan asam lemah, yang dapat kehilangan ion H+ dalam larutan. Molekul fenolftalein tidak berwarna. Namun, ion fenolftalein adalah merah muda. Ketika basa ditambahkan ke fenolftalein, kesetimbangan molekul ⇌ ion bergeser ke kanan, menyebabkan ionisasi lebih sebagai ion H + yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan prinsip Le Chatelier. 2.3 Prinsip kerja Fenolftalein Fenolftalein adalah indikator titrasi yang sering digunakan, dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.
Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya – mengubah indikator menjadi merah muda. Setengah tingkat terjadi pada pH 9.3. Karena pencampuran warna merah muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit untuk mendeteksinya dengan akurat.Pada titrasi asidimetri antara asam - basa kuat, warna yang paling sering
muncul adalah dari tak berwarna hingga rosa kemudian menjadi ungu kompleks. Ternyata PP sendiri memiliki warna yang berbeda pada pH < 0 atau pH > 12. Rentang pH fenolftalein:
2.4 Sintesis Fenolftalein Indikator ini dapat disintesis dengan cara mereaksikan 2 mol fenol dengan 1 mol anhidrida ftalat dengan katalis asam sulfat pekat pada suhu tinggi. Sintesis ini ditemukan oleh Adolf von Baeyer pada tahun 1871.
Cara pembuatan larutan fenolftalein adalah dengan melarutkan padatan PP pada alkohol 96%. PP lebih mudah larut dalam alkohol dibandingkan dengan air. Kita hanya memerlukan sedikit bubuk PP saja dalam pelarutan ini (konsentrasi kecil). 2.5 Penggunaan Indikator Fenolftalein Untuk Studi Korosi Logam Indikator
penolphtalein akan mengindikasikan pembentukkan OH- pada katoda
dengan warna merah muda, sedangkan Ferrocyanida menunjukkan pembebasan Fe 2+ di anoda dengan warna biru. Logam baja karbon rendah yang mengalami perlakuan mekanik akan
terjadi dua fungsi yaitu sebagai anoda di daerah Fe yang berwarna biru tua, dan sebagai katoda pada daerah Fe yang berwarna merah muda. Daerah yang berwarna biru sebagai anoda terjadi reaksi oksidasi menurut: Fe → Fe2+ + 2e- (oksidasi) Sedangkan pada daerah yang berwarna merah muda sebagai katoda akan terjadi pembentukkan OH- (reduksi air) menurut reaksi : H2O + O2 + 4e-
→ 4OH- (reduksi)
Jadi reaksi keseluruhan yang berlangsung pada hasil percobaan sebagai berikut : 3Fe + K4[Fe(CN)6] → 3Fe2[Fe(CN)6] + 4K (warna biru tua) Indikasi pada dua logam yang berbeda potensial sebagai contoh baja karbon rendah dengan Zn. Jika kedua logam tersebut dihubungkan dengan kawat tembaga dan ditempatkan dalam cawan petri yang berisi larutan yang akan dijelaskan pada bahan dan alat maka terlihat indikasi-indikasi sebagai berikut :
Pada logam baja karbon rendah terbentuk warna merah muda sehingga pada baja karbon rendah terjadi reaksi pembentukkan OH-. Menurut reaksi : 2H2O + O2 + 4e-
→
4OH- (reduksi)
Sedangkan pada logam Zeng terbentuk warna putih, artinya terjadi reaksi oksidasi: Zn
→ Zn2+ + 2e- (oksidasi)
Reaksi keseluruhan yang terjadi pada hasil percobaan adalah : 2Zn + K2[Fe(CN)6] → Zn2[Fe(CN)6] + 2K (warna putih)
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1
Alat yang digunakan 1 2 3 4
2
5 6 7
1 buah pelat Cu Termometer Batang pengaduk
Bahan yang digunakan 1 2 3 4 5
3
1 buah Cawan Petri Hot plate Gelas kimia 250 ml 1 buah pelat Fe
4 gram agar – agar 0,06 gram Kalium Ferricyanida 0,06 gram Kalium Ferrocyanida 0,1 gram garam NaCl 3 cc Phenolpthalein
Prosedur Kerja 1
Persiapan Spesimen
Amplas spesimen yang akan digunakan (Fe dan Cu) sampai halus
Keringkan spesimen
Hubungkan spesimen yang akan diuji anoda korban dengan kabel
2
Persiapan Larutan 0,06 kalium Letakan benda kerja pada langkah pada cawan petri kering 4 gram agarferricyanida agar Larutkan dalam 250 ml aquades 0,06 kalium 0,1 gram NaCl ferrocyanida
3
Pelaksanaan Proses Indikator
Panaskan larutan sampai temperatur mendidih dan bening,aduk
Dinginkan sampai 60oC
Indikator pp 3 cc
Tuangkan larutan dalam cawan petri sehingga logam tergenang
Diamkan larutan hingga membeku,tutup cawan petri. Amati selama 4 hari
BAB IV DATA PENGAMATAN Hari ke0 (kondisi awal)
Gambar Pengamatan
Keterangan
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Oleh Shafira Damayanti (131411051) Pada praktikum ini dilakukan identifikasi korosi logam berdasarkan indikator dengan menunjukan daerah yang bersifat anodik dan katodik pada logam yang homogen. Logam yang digunakan pada praktikum ini adalah logam Fe (besi) dan Cu (tembaga). Hal yang pertama dilakukan adalah membuat larutan untuk media. Media yang digunakan adalah larutan campuran antara agar-agar 4 gram, 0.06 gram Kalium Ferricyanida, 0.06 gram Kalium Ferrocyanida, 0.1 gram NaCl dan 3 mL indikator Phenolptalein. Penggunaan agar-agar sebagai media indikator adalah sebagai larutan kontrol, yaitu larutan yang akan menghalangi kontak antara logam dengan lingkungan di luar agar-agar, sehingga proses korosi yang terjadi memang merupakan proses yang dipengaruhi oleh lingkungan didalam agar-agar saja. Selain itu sifat agar-agar yang transparan juga akan memberikan kemudahan saat dilakukan pengamatan. Penambahan NaCl bertujuan sebagai jembatan garam sehingga mobilitas elektron akan
makin meningkat dan korosi berjalan makin cepat.
Penambahan K3Fe(CN)6 bertujuan untuk menunjukan bagian logam yang teroksidasi yang ditandai dengan adanya warna biru. Sedangkan Penambahan PP bertujuan untuk menunjukan bagian logam yang reduksi ditandai dengan adanya warna pink. Kemudian larutan yang telah dibuat, dimasukan ke dalam cawan petri yang berisi logam Fe dan Cu yang telah disambungkan dengan kabel. Pengamatan dilakukan selama 3 hari, pada hari pertama logam Fe baru sedikit terkorosi di bagian samping-samping logam. pada hari kedua logam Fe yang terkorosi semakin banyak, dan hari ketiga logam Fe hampir semua tertutupi dengan warna biru tua yang artinya korosi semakin meningkat. Warna biru tua pada besi menunjukkan bahwa besi teroksidasi yaitu terjadi pembebasan Fe2+ sehingga daerah tersebut dapat dinyatakan sebagai daerah anoda. Reaksinya : Fe(s) Fe2+ + 2e-. Secara keseluruhan reaksi ini menghasilkan senyawa Fe2[Fe(CN)6]. Senyawa inilah yang memberikan warna biru pada media indikator (agar-agar). Namun dalam pengamatan yang kami lakukan, tidak ada perubahan warna pada logam Cu. Hal ini karena kesalahan pada penyambungan logam. Kabel yang dihubungkan pada logam seharusnya diisolasi atau ditutup, karena kabel tersebut mengandung tembaga, sehingga tembaga pada kabel yang bereaksi dengan logam Cu, bukan dengan logam yang
satunya (Fe). Sehingga logam Fe tidak tereduksi. Yang seharusnya agar-agar di sekitar larutan Cu menjadi warna pink, karena Pada logam Cu terjadi reaksi reduksi air yang akan menghasilkan ion OH-. Reaksi nya : H2O + O2 + 4e- →
4OH-. Ion OH- inilah yang
menyebabkan perubahan warna menjadi warna pink. Reaksi Keseluruhan Anoda
: Fe(s) Fe2+ + 2e-
Katoda `: H2O + O2 + 4e- → 4OHReaksi
: 2Fe + H2O + O2Fe2+ + 4OH-
Eo sel
= Eo katoda –Eo anoda
= 0,34 – (- 0,44) = 0,78 volt (Reaksi berlangsung spontan) Sehingga logam Cu lebih cepat mereduksi logam Fe. Karena dapat dilihat pula dari harga potensialnya yang lebih positif. Semakin negatif nilai potensial, maka logam akan cepat terkorosi oleh logam yang memiliki potensial yang lebih positif. Hanya kesalahan pada praktikum ini adalah Cu yang bereaksi dengan logam Fe adalah Cu pada kabel bukan dengan logam Cu yang dihubungkan.
5.2 Oleh Sidna Kosim Amrulah (131411052) Indikator korosi merupakan salah satu metode untuk menerangkan bagian-bagian logam yang bersifat anodik dan katodik ketika logam tersebut aktif terkorosi. Logam yang digunakan adalah besi (Fe) dengan tembaga (Cu). Kedua logam tersebut disambungkan dengan kabel yang bertujuan untuk melihat mana logam yang lebih anodik dan lebih katodik dari kedua logam tersebut. Media yang digunakan adalah larutan campuran antara agar-agar 4 gram, 0.06 gram Kalium Ferricyanida, 0.06 gram Kalium Ferrocyanida, 0.1 gram NaCl dan 3 mL indikator PhenolPtalein. Penggunaan agar-agar sebagai media indikator adalah sebagai larutan kontrol, maksudnya adalah sebagai larutan yang akan menghalangi kontak antara logam dengan lingkungan di luar agar-agar, sehingga proses korosi yang terjadi memang merupakan proses yang dipengaruhi oleh lingkungan didalam agar-agar saja. Selain itu sifat agar-agar yang transparan juga akan memberikan kemudahan saat dilakukan pengamatan.
NaCl yang ditambahkan berfungsi sebagai jembatan garam yang akan memudahkan pergerakan elektron dalam agar-agar. Penambahan K3Fe(CN)6 bertujuan untuk menunjukkan tempat dimana Fe teroksidasi yang ditandai dengan adanya warna biru. Penambahan Indikator PP akan menyebabkan adanya warna merah muda karena terbentuknya ion OH(basa) pada permukaan logam, warna merah muda menunjukkan tempat dimana reaksi reduksi berlangsung. Larutan dipanaskan untuk melarutkan agar-agar dan bahan-bahan lainnya. Indikator pp dimasukkan pada saat suhu larutan sekitar 60oC untuk menghindari rusaknya struktur dari senyawa pemebentuk indikator PP. Logam dimasukkan kedalam cawan bersama dengan larutan tersebut. Larutan akan membentuk agar-agar padat seiring dengan menurunnya suhu larutan. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 4 hari. Pada logam sambungan antara Fe dan Cu, setelah dilakukan pengamatan selama 4 hari terjadi perubahan warna Fe saja. Logam besi menjadi warna biru tua dan Cu tetap berwarna cokelat. Warna biru tua pada besi menunjukkan bahwa besi teroksidasi membentuk ion Fe2+. Reaksinya : Fe(s) Fe2+ + 2e-. Secara keseluruhan reaksi ini menghasilkan senyawa Fe2[Fe(CN)6]. Oleh karena ituSenyawa inilah yang memberikan warna biru pada media indikator. Pada logam Cu terjadi reaksi reduksi air yang akan menghasilkan ion OH -. Reaksi nya : H2O + O2 + 4e-
→
4OH-. Ion OH- inilah yang menyebabkan perubahan warna menjadi
warna pink. Nilai potensial sel kedua logam ini adalah : Eosel = Eo katoda – Eo anoda = 0,34 – (- 0,44) = 0,78 volt . Nil ai potensial ini bernilai positif yang artinya proses korosi ini berlangsung secara spontan.Laju korosi untuk logam Fe adalah sebesar 2,006425 mpy lebih besar dibandingkan dengan laju korosi tembaga sebesar 1,783612 mpy. Ini menunjukkan bahwa Fe dengan potensial yang lebih rendah akan terkorosi terlebih dahulu dan logam Cu terlindungi oleh elektron yang dihasilkan dari reaksi oksidasi Fe (terjadi proses perlindungan katodik).
5.3 Oleh Tasya Diah Rachmadiani (131411053) Praktikum ini bertujuan melakukan pengamatan korosi terhadap logam dengan menggunakan indikator. Indikator akan menunjukkan apakah logam terkorosi atau tidak. Indikator juga akan menunjukkan daerah mana yang menunjukan logam bersifat anodik atau katodik.
Digunakan logam Fe dan Cu sebagai objek yang diamati. Indikator yang digunakan adalah phenolphtalein, kalium ferrocyanida, dan kalium ferricyanida. Penggunaan indikator phenophtalein akan mengidentifikasi pembentukan OH- pada katodik dengan warna pink, sedangkan ferrocyanida dan ferricyanida menunjukan pembebebasan Fe 2+dan Fe3+di anodik dengan warna biru tua. Logam Cu dan Fe dihubungkan dengan kawat dan ditempatkan dalam cawan petri berisi larutan. Larutan tersebut terdiri dari indikator, elektrolit agar-agar, dan NaCl. Indikator digunakan untuk mengetahui logam mana yang terlebih dahulu terkorosi. Penambahan elektrolit agar-agar bertujuan untuk menghindari terjadinya perpindahan ion secara bebas. Penambahan NaCl bertujuan untuk mempercepat terjadinya korosi agar pengamatan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat. NaCl dapat mempercepat terjadinya korosi karena Cl memiliki sifat autokatalitik (menggantikan OH-). Setelah dilakukan pengamatan selama 3 hari, di sekitar logam Fe muncul warna biru tua. Hal ini menunjukkan bahwa logam mengalami reaksi oksidasi dan bersifat anodik. Sedangkan pada logam Cu, seharusnya disekitar logam Cu muncul warna pink yang berarti bahwa pada logam Cu terjadi reaksi reduksi yaitu terjadi pembentukan OH - dan bersifat katodik. Namun pada praktikum kali ini Cu tidak menunjukan perubahan warna sama sekali. Hal ini dapat dikarenakan yang mengalami reduksi pada katodik adalah Cu bukan H 2O. Hal lain yang dapat menyebabkan tidak adanya perubahan warna tersebut adalah dikarenakan praktikan kurang menambahkan Indikator Phenopthalein atau dapat juga dikarenan Indikator Phenopthalein yang belum homogen ketika dicampurkan kedalam larutan sehingga Indikator Phenopthalein tidak berfungsi optimum. Karena jika pada daerah yang berwarna pink sebagai katoda terjadi pembentukan OH-(reduksi air), reaksi yang seharusnya terjadi adalah : H2O + O2 + 4e
4OH- (reduksi)
Dari pengamatan dapat diketahui bahwa logam Fe mengalami korosi terlebih dahulu dibanding logam Cu. Hal ini dapat dikarenakan logam Cu melindungi dirinya sendiri kemudian melinungi Fe. Potensial sel Cu pun lebih positif dibandingkan dengan Fe. Karena berdasarkan literature semakin positif Potensial Sel nya, maka semakin besar kecenderungan zat untuk tereduksi. Maka, Cu tidak bisa digunakan sebagai pelindung Fe pada pencegahan korosi proteksi anodik karena Cu mempercepat laju korosi Fe. Reaksi yang terbentuk :
Anodik: Fe Fe2+ + 2eKatodik
: Cu2+ + 2e- Cu
Reaksisel
: Fe + Cu2+ Fe2+ + Cu
View more...
Comments