Laporan Ihb Full (Bloat)

June 9, 2019 | Author: Marina Corselia | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

interna hewan bsar kasus bloat pada sapi...

Description

LAPORAN KEGIATAN PPDH ROTASI INTERNA HEWAN BESAR yang dilaksanakan di FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

B loat loat pada Sapi Peranakan Frisian-Holstein (PFH)

Oleh: MARINA CORSELIA SAVITRI, S.KH NIM. 170130100111032

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2018

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas ridho, limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan Kegiatan PPDH Rotasi Interna Hewan Besar yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya dengan lancar. Selama pelaksanaan koasistensi dan penyusunan laporan ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. drh. Analis Wisnu Wardhana, M. Biomed selaku koordinator PPDH rotasi interna hewan besar yang senantiasa memberikan arahan selama rotasi. 2. drh. Ribut Hartono dan drh. Deddy F Kurniawan selaku dosen pembimbing lapang atas bimbingan, kesabaran, motivasi, fasilitas, dan waktu yang telah diberikan. 3. Prof. Dr. Aulanni’am , drh., DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan UB atas pengarahan serta dukungan yang selalu diberikan kepada mahasiswa. 4. Keluarga besar penulis Bunda dan adik tersayang yang senantiasa ikhlas memberikan dorongan, semangat, dan doa yang tiada henti kepada penulis. 5. Teman-teman Kelompok 3 PPDH UB Gelombang 9 yang telah berjuang  bersama memberikan semangat, dukungan, dan keceriaan. 6. Kolega PPDH UB Gelombang 9 yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam  pelaksanaan dan penyusunan laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi  penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga Laporan Kegiatan PPDH ini dapat memberikan manfaat serta dapat menambah pengetahuan tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pembaca.

Malang, Desember 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ KATA PENGANTAR .................................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 1.3 Tujuan ................................................................................................. 1.4 Manfaat ...............................................................................................

i ii iii iv v vi 1 1 2 2 2

BAB II TINJAUAN KASUS ......................................................................... 2.1 Hasil Pemeriksaan ............................................................................... 2.1.1 Signalement ................................................................................... 2.1.2 Anamnesa ...................................................................................... 2.1.3 Gejala Klinis .................................................................................. 2.1.4 Pemeriksaan Klinis ........................................................................ 2.1.5 Diagnosa ........................................................................................ 2.1.6 Pengobatan.....................................................................................

3 3 3 3 4 4 4 4

BAB III PEMBAHASAN ..............................................................................

5

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 18 4.1 Kesimpulan ......................................................................................... 18 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Sapi penderita ...................................................................................... 3 2.2 Pembesaran abdomen .......................................................................... 4 3.1 Tingkatan bloat pada ruminansia ........................................................ 6 3.2 Patomekanisme bloat .......................................................................... 7 3.3 Konten dalam rumen normal .............................................................. 8 3.4 Proses trokarisasi sapi pasien .............................................................. 11 3.5 Posisi trokarisasi (cannulation) pada sapi ........................................... 11 3.6 Pengobatan injeksi intramuskular dengan analgesik dan antibiotic .... 12 3.7 Stomach tube ...................................................................................... 16

v

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1 Obat-Obatan Untuk Penanganan Bloat pada Sapi ............................... 15

vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan produksi ternak sebagai sumber protein hewani adalah suatu strategi nasional dalam rangka peningkatan ketahanan pangan yang sangat diperlukan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan  pertumbuhan ekonomi Indonesia. Usaha peternakan di Indonesia memiliki  potensi yang besar untuk maju dan berkembang. Dengan potensi pasar yang masih besar, sudah seharusnya para pelaku usaha di bidang peternakan dapat  berupaya untuk meningkatkan produktivitasnya yaitu peningkatan populasi ternak dan peningkatan produk hasil ternak yang diikuti peningkatan kualitasnya. Tingginya permintaan konsumen terhadap kebutuhan susu dan daging asal sapi menigkatkan keuntungan bagi peternak. Namun dalam mengusahakan ternaknya seringkali terkendala oleh adanya penyakit, salah satunya adalah penyakit kembung (bloat ). Kasus kejadian kembung relatif tinggi dan sering menyebabkan kerugian  peternak. Meskipun terlihat sepele, sebaiknya peternak selalu waspada, karena  pada kasus yang berat dapat berakibat fatal dan kematian pada ternak. Bloat merupakan bentuk penyakit pencernaan yang disertai penimbunan gas di dalam rumen ternak (Subronto, 2008). Percernaan bahan pakan ternak secara alamiah dibantu oleh mikroorganisme yang ada di dalam perut dan bertugas melakukan pencernaan awal terhadap bahan makanan terutama protein. Proses tersebut menghasilkan berbagai enzim dan asam amino yang dapat diserap oleh dinding usus ternak namun di samping itu juga mengekskresikan gas yang sebagian besar adalah karbondioksida (CO 2) dan metana (CH4) (Majak et al ., 2008). Kejadian bloat pada ruminansia cukup tinggi, dampak dari bloat dapat ditekan jika diagnosa dan pengobatan dilakukan sedini mungkin, secara cepat dan tepat (Hayati dan Sudrajat, 2013). Maka pelaksanaan pendidikan profesi dokter hewan (PPDH) dilakukan agar mahasiswa calon dokter hewan mampu menentukan diagnosa suatu penyakit serta penanganan terkait kasus bloat yang akan diberikan.

1

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tahapan-tahapan diagnosa penyakit interna hewan besar? 2. Bagaimana pengobatan yang diberikan pada kasus Bloat yang didapat?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan diagnosa penyakit interna hewan besar 2. Untuk mengetahui pengobatan yang diberikan pada kasus  Bloat yang didapat.

1.4 Manfaat

Manfaat kegiatan Pendidikan Dokter Hewan (PPDH) Rotasi Interna Hewan Besar yaitu sebagai calon dokter hewan dapat mengetahui tahapantahapan diagnosa penyakit interna hewan besar dan pengobatan yang diberikan  pada setiap kasus yang didapat di lapangan.

2

BAB II TINJAUAN KASUS

2.1 Hasil Pemeriksaan 2.1.1 Signalement

Jenis hewan

: sapi

 Breed

: PFH

Jenis kelamin

: jantan

Umur

: ±6 bulan

Berat badan

: 100-120 kg

Respiration rate : 22 kali/menit (24-42 kali/menit) Heart rate

: 75 kali/menit (60-70 kali/menit)

Suhu

: 38,4 oC

Warna rambut : hitam putih Lokasi kandang : Desa Punten, Batu

Gambar 2.1 Sapi penderita (Dokumentasi Pribadi).

2.1.2 Anamnesa

Menurut pemilik, sapi tidak mau makan, lemas, dan bagian perut sebelah kiri mengalami pembesaran. Sehari-hari s api diberikan pakan berupa hijauan (jenisnya berbeda-beda setiap harinya) dan pakan konsentrat.

3

2.1.3 Gejala Klinis

Gejala klinis yang tampak pada sapi tersebut yaitu lemas, terlihat gelisah atau tidak tenang dan abdomen sebelah kiri tampak membesar. Pernafasan bersifat dangkal, frekuen, dan bersifat torakal. Nafsu makan hilang sama sekali. 2.1.4 Pemeriksaan Klinis

Pada pemeriksaan fisik suhu tubuh sapi yaitu 38,4 °C. Sapi tampak gelisah, mukosa membran tampak pucat. Pemeriksaan sistem pernafasan yaitu tipe pernafasan torakal. Inspeksi pada bagian abdomen menunjukkan adanya pembesaran salah satu bagian abdomen, yaitu abdomen bagian sinister, pemeriksaan palpasi dengan menekan fossa paralumbalis tidak ada  peristaltik usus. Perkusi pada daerah fossa paralumbalis terdengar suara timpanis seperti suara drum ( ping ).

Gambar 2.2 Pembesaran abdomen (Dokumentasi Pribadi). 2.1.5 Diagnosa

Berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan klinis, sapi didiagnosa mengalami bloat (kembung). 2.1.6 Pengobatan

Terapi yang diberikan, yaitu tindakan trokarisasi, untuk obat yang diberikan merupakan kombinasi antara injeksi antibiotik sebanyak 5 mL (VetSrep®) secara intramuskular, injeksi analgesik sebanyak 5 mL (Benedon®) secara intramuskular dan vitamin sebanyak 10 mL (vitamin B12®) secara intramuskular.

4

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan Kasus

Pada kasus ini didapatkan sebuah kasus pada pedet yang dipelihara salah seorang warga Desa Punten, Batu. Pedet berumur kurang lebih 6 bulan berjenis kelamin jantan dengan breed  peranakan FH. Menurut keterangan pemilik, sapi tidak mau makan sejak sehari sebelumnya. Sehari-hari sapi diberikan pakan  berupa hijauan (jenisnya tidak sejenis tiap harinya) dan pakan konsentrat,  peternak juga menambahkan bahwa pada bagian perut sebelah kiri mengalami  pembesaran. Pada pemeriksaan fisik sapi tampak lemas, gelisah dan membaringkan tubuhnya di lantai, suhu tubuh sapi yaitu 38,4 °C, mukosa membran pucat dan CRT >2 detik. Pemeriksaan sistem pernafasan tipe  pernafasan torakal. Pernapasan dangkal dan cepat karena banyaknya gas yang terdapat di dalam rumen, volume rumen juga akan meningkat, kemudian terjadi desakan rumen kearah toraks. Desakan tersebut menyebabkan sapi mengalami kesulitan bernafas, sehingga pernafasannya menjadi dangkal dan c epat (Duke, 2003). Inspeksi pada abdomen menunjukkan adanya pembesaran abdomen di  bagian sinister, pemeriksaan palpasi dengan menekan fossa paralumbalis tidak ada peristaltik usus dan perkusi pada daerah fossa paralumbalis terdengar suara timpanis seperti suara drum ( ping ). Hasil palpasi yaitu rumen saat dipegang terasa keras dan terjadi penurunan gerak peristaltik rumen. Rumen yang keras  pada sapi dikarenakan akumulasi gas dalam rumen yang tidak dapat dikeluarkan. Sebagai reaksi tubuh untuk membebaskan gas yang tertimbun di dalam rumen, rumen akan berkontraksi lebih kuat atau lebih sering dari normalnya, jika usaha pembebasan gas tidak segera berhasil maka kekuatan kontraksi rumen akan menurun dan kelamaan akan hilang. Sehingga hasil  perkusi dan auskultasi seperti bunyi drum dan tidak terdengar kontraksi rumen (Duke, 2003). Berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan klinis, diagnosa  penyakit pada sapi tersebut yaitu bloat (kembung).  Bloat   atau tympani merupakan penyakit pada saluran pencernaan khususnya lambung yang

5

ditandai dengan penimbunan gas dalam lambung akibat proses fermentasi yang  berjalan cepat. Bloat terjadi akibat ternak mengkonsumsi pakan yang mudah menimbulkan gas di dalam rumen. Kondisi rumen yang terlalu penuh dan padat yang berujung menurunkan gerakan rumen dan menurunkan derajat keasaman dari rumen. Pakan hijauan yang masih muda dapat memicu timbulnya bloat, selain itu tanaman kacang-kacangan juga memicu timbulnya bloat   (Blowey, 2004). Bloat merupakan bentuk indigesti akut yang disertai dengan penimbunan gas di dalam rumen maupun retikulum. Gas dapat terpisah dengan isi lambung atau terperangkap diantara ingesta di dalam rumen maupun retikulum dalam gelembung-gelembung kecil. Bloat yang berhasil didiagnosa te rmasuk free gas bloat . Bloat pada sapi tersebut diduga karena sumbatan plastik yang pernah termakan oleh sapi sehingga termasuk bloat sekunder. Bloat pada ternak ruminansia dibagi dalam 3 kategori, yaitu ringan, sedang dan berat Gambar 3.1). Bloat yang dialami oleh sapi termasuk ke dalam tingkatan bloat sedang

karena distensi terlihat pada abdomen sinister dan sedikit pada abdomen dexter. Biasanya hewan bernafas menggunakan mulut dan menjulurkan lidah serta hewan tampak tidak nyaman.

Gambar 3.1 Tingkatan bloat pada ruminansia A (ringan), B (sedang), dan C (berat) (Sumber : Hayati dan Sudrajad, 2013)

Ruminansia yang menderita bloat   menyebabkan motilitas rumen dan tonus rumen mengalami penurunan. Pemeriksaan secara perkusi dilakukan  pemukulan dengan alat atau tangan kosong diatas daerah rumen akan ditemukan suara timpanis (Subronto, 2008). Perkusi pada daerah abdomen menunjukkan adanya suara timpanis, seperti suara drum ( ping ). Suara  ping  pada saat perkusi daerah abdomen disebabkan karena gas bebas yang tertimbun

6

di dalam rumen akan menimbulkan resonansi timpani dengan menghasilkan suara  ping  bernada tinggi (Muda, 2013). Pada kasus kali ini diduga sapi mengalami bloat   akibat adanya kesalahan menejemen pakan yang kurang tepat. Sapi diberikan pakan sehari-hari berupa hijauan dan konsentrat. Namun  jenis hijauan

yang diberikan berubah-ubah jenisnya setiap harinya.

Kemungkinan juga jumlah proporsi pemberian hijauan dan konsentrasi yang kurang tepat juga dapat menjadi faktor terjadinya bloat . Bloat terjadi ketika mekanisme eruktasi dihambat oleh peningkatan  produksi gas. Pada bloat akibat  feedlot dan legume, mekanisme eruktasi  biasanya dihambat oleh isi rumen yang bersifat busa. Gas terperangkap di cairan rumen, membentuk emulsi gelembung-gelembung kecil dengan diameter kira-kira 1 mm. Isi rumen yang berbusa tersebut menyebar dan memenuhi cavum rumen dan menghambat nervus yang mengontrol membukanya esofagus. Keadaan tersebut disebut dengan  frothy bloat. Sedangkan free gas bloat biasanya disebabkan karena pemberian pakan yang tidak teratur, adanya hambatan nervus yang mengontrol kontraksi dinding rumen, dan adanya obstruksi fisik pada esofagus (Majak et al., 2008). - Feedlot - Pakan legume

BLOAT

- Irregular feeding - Obstruksi esofagus - Paralisis nervus vagus

Alfalfa, semanggi, kacangkacangan (segar) merupakan  foaming agent 

Bacterial blooms di rumen, membentuk gas dan lendir

Produksi air liur mengandung mucin (anti- foaming agent ) menurun

- Gerakan rumen terhambat karena grain overload  - Eruktasi terhambat akibat adanya benda asing di esofagus - Nervus vagus tidak merespon rangsangan eruktasi

Akumulasi gas di rumen

Viskositas cairan rumen meningkat, terbentuk busa stabil di antara ingesta

FREE GAS BLOAT FROTHY BLOAT

Gambar 3.2 Patomekanisme bloat (Dokumentasi Pribadi).

7

Bloat merupakan overdistensi dari rumenoreticulum disertai gas dari hasil fermentasi, baik yang membentuk busa (bercampur dengan ingesta) yang disebut bloat primer ( frothy bloat ), maupun yang membentuk gas bebas yang terpisah dengan ingesta yang disebut bloat skeunder ( free gas bloat ). Kejadian kembung rumen pada sapi yang bersifat primer kebanyakan terdapat pada sapi sapi yang digembalakan di padangan yang ditanami leguminosa. Pada umumnya konsumsi leguminosa akan terbentuk kembung rumen yang disert ai oleh pembentukan busa, tanpa disertai oleh gejala hilangnya tonus rumen. Pada sapi-sapi yang dipelihara di kandang, kembung primer yang terjadi biasanya disebabkan oleh gangguan eruktasi, hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya gangguan dalam kerongkongan. Kejadian tersebut biasanya disertai dengan hilangnya tonus rumen (atonia rumen). Gas yang tertimbun di dalam rumen akan berusaha dibebaskan, sehingga rumen akan bekerja lebih keras dengan meningkatkan kontraksi. Pembentukan gas yang cepat dan tidak disertai peningkatan usaha pembebasan maka akan menyebabkan kekuatan kontraksi rumen menurun bahkan lama-kelamaan akan hilang. Kenaikan frekuensi pembentukan gas akan mempercepat proses  pencampuran gas dengan ingesta

dalam rumen, hingga akhirnya gas

terperangkap dalam rumen. Dengan makin banyaknya gas yang terbentuk, volume rumen juga akan meningkat (Subronto, 2008).

Gambar 3.3 Konten dalam rumen normal ((Majak et al., 2008).

Sapi yang dibiarkan merumput bebas memiliki peluang untuk terkena  bloat, karena sapi dapat memakan tumbuhan leguminosa seperti alfalfa, semanggi, kale, dan kacang-kacangan yang merupakan penyebab bloat. Tumbuhan tersebut mengandung protein yang tinggi dan dapat dicerna dengan

8

cepat yang kemudian dapat membentuk lapisan monomolekul di sekitar gelembung gas. Hal tersebut menyebabkan gas hasil fermentasi makanan akan terperangkap dan membentuk busa yang stabil. Partikel kloroplas yang kecil dari tumbuhan tersebut dapat menyebabkan gelembung gas terperangkap dan mencegah penggabungan gelembung menjadi lebih besar. Gelembung  berukuran kecil tidak dapat merangsang nervus vagus untuk memperantarai terjadinya eruktasi. Eruktasi merupakan kegiatan yang dilakukan secara normal oleh ternak untuk mengatasi kelebihan gas pada rumen setelah makan. Normalnya eruktasi terjadi setiap satu menit dan terselesaikan dalam waktu 10 detik. Eruktasi terjadi jika reseptor pada esofagus tersensitisasi oleh adanya  free gas, kemudian esofagus akan mengalami relaksasi. Ternak akan mengambil nafas dalam, gas dari rumen akan dibawa menuju esofagus dengan bantuan kontraksi rumen. Sebanyak 60% gas akan masuk ke paru-paru dan sisanya dikeluarkan lewat mulut. Karena sebagian besar gas masuk ke paru-paru maka kejadian eruktasi biasanya tidak begitu kentara kecuali ji ka gas yang dieruktasikan lewat mulut banyak dan menimbulkan bau. Agar eruktasi dapat terjadi, reseptor dekat esofagus harus terekspos udara (gelembung besar), pada  frothy bloat yang terperangkap adalah gelembung-gelembung kecil sehingga tidak dikenali oleh reseptor tersebut sebagai udara (Majak et al., 2008). Pemberian pakan hijauan yang tidak mengalami proses pelayuan akan  banyak mengandung air sehingga dapat mempermudah proses fermentasi di dalam rumen. Peningkatan proses fermentasi juga dapat meningkatkan gas yang merupakan hasil samping dalam proses fermentasi yaitu berupa gas karbondioksida (CO 2) dan metana (CH 4). Peningkatan fermentasi oleh bakteri Gram positif ataupun negatif, seperti species Streptococcuus dan Lactobacillus  juga dapat meningkatkan pembentukan gas yang dapat menyebabkan bloat (Duke, 2003). Selain gas, bakteri juga menghasilkna lendir yang dapat menyebabkan gelembung gas terperangkap. Lendir dihasilkan dari polisakarida sel bakteri yang ruptur. Hal tersebut menyebabkan peningkatan viskositas cairan rumen, gas akan terperangkap dan terjadi peningkatan tekanan intrarumen sehingga

9

eruktasi tidak terjadi. Menurut Syafrial dan Bustami (2007), perbandingan  pemberian pakan hijauan dan konsentrat yaitu hijauan 10-12% dari berat badan dan konsentrat 1-2% dari berat badan atau 60:40, sehingga nutrisi yang dibutuhkan oleh sapi dapat tercukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produktivitas. Selain itu, komposisi pakan hijauan dan konsentrat yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan kondisi bloat. Pemberian pakan hijauan dan konsentrat harus disesuaikan dengan komposisi yang disarankan, yaitu komposisi pakan dan prosentase pakan hijauan dan konsentrat, yaitu 60:40. Pemberian konsentrat yang berlebihan dapat mengurangi serat kasar dan mengurangi ruminasi, sehingga produksi saliva dan mucin yang dihasilkan  berkurang. Penguraian protein mucin yang mungkin terjadi karena aktivitas  bakteri menimbulkan terbentuknya busa dalam rumen. Berkurangnya saliva dan mucin  dalam rumen mengakibatkan pH rumen turun dan meningkatkan asam laktat dalam rumen.  Mucin merupakan protein yang berfungsi sebagai  penyangga dan mampu mempertahankan pH rumen serta mencegah membusanya saliva. Tingginya asam laktat menyebabkan motalitas rumen  berkurang dan tidak terjadi eruktasi, sehingga gas tidak dapat dikeluarkan dengan sempurna dan terjadi penimbunan gas dalam rumen. Penimbunan gas dalam rumen menyebabkan pembesaran abdomen bagian kiri. Secara anatomi, rumen terletak pada rongga abdomen sebelah sinister. Hewan tampak tidak tenang disebabkan karena adanya gangguan dalam pengeluaran gas (eructation) (Subronto, 2008). Penanganan yang diberikan pada kasus kali ini yaitu trokarisasi pada  bagian abdomen yang mengalami pembesaran. Prinsip pengobatan bloat pada dasarnya adalah mengeluarkan gas yang ada di dalam rumen dan mencegah munculnya gas kembali. Trokarisasi sebenarnya merupakan cara terakhir yang dilakukan apabila metode pengobatan yang lain tidak berhasil mengobati bloat . Pemilihan tindakan trokarisasi dalam penanganan bloat erat kaitannya dengan masalah efektifitas dan efisiensi pengobatan. Trokarisasi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengeluarkan gas dengan cara menusukkan cannula trokar pada abdomen (pada kasus ini ini dilakukan di sisi sinister). Pengeluaran

10

gas akibat bloat dengan menggunakan canulla trokar dirasa lebih efektif dan efisien dalam mengeluarkan gas lebih cepat, dibandingkan dengan pengobatan dengan teknik lain, misalnya penggunakan obat tradisional atau kimiawi.

Gambar 3.4 Proses trokarisasi sapi pasien (Dokumentasi Pribadi).

Menurut Blowey (2004), posisi trokar yang tepat dapat dilakukan dengan  penandaan terlebih dahulu dengan menggunakan gambar segitiga yang menghubungkan titik tulang pelvis, titik terakhir costae  dan titik  processus transversus, kemudian tusukkan trokar pada titik tengah segitiga kedalam rumen, pengeluaran gas dilakukan secara perlahan dengan menarik pelan trokar agar isi rumen tidak ikut keluar dan menyumbat trokar ( Gambar 3.5).

Gambar 3.5 Posisi trokarisasi (cannulation) pada sapi.

Pengobatan lain yang dilakukan selain tindakan trokarisasi, yaitu injeksi antibiotik sebanyak 5 mL (VetSrep ®) secara intramuskular, injeksi analgesik sebanyak 5 mL (Benedon ®) secara intramuskular dan vitamin sebanyak 10 mL

11

(vitamin B12®) secara intramuskular. Pemberian antibiotik (VetSrep®)  bertujuan untuk menghambat dan mengurangi perkembangan bakteri yang tumbuh

dalam

rumen

dan

kontaminasi

akibat

tindakan

trokarisasi.

Streptomycin merupakan antibiotik yang bersifat bakterisidal dan bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri. Streptomycin aktif terhadap  bakteri Gram negatif dan beberapa Gram positif patogen yang resisten terhadap aminoglikosida. Dosis streptomycin untuk sapi, yaitu 25 mg/kg BB (Ramsey, 2008).

Gambar 3.6 Pengobatan injeksi intramuskular dengan analgesik dan antibiotik (Dokumentasi Pribadi). Pemberian analgesik bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri akibat bloat.

Analgesik Benedon® yang diberikan merupakan gabungan dari methampyrone, aminopyrine dan lidocaine HCl. Methampyrone merupakan obat anti-inflamasi yang bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandin di daerah yang mengalami inflamasi.  Methampyrone  juga berperan sebagai antipiretik dan analgesik yang menghambat sintesis pirogen endogen (prostaglandin D dan E). Dosis methampyrone untuk sapi, yaitu 50 mg/kg BB. Aminopyrine merupakan salah satu contoh analgesik non narkotik dan antipiretik.  Aminopyrine bekerja dengan menghambat transmisi nyeri. Aminopyrine menyebabkan hypothermia tanpa merubah termoregulasi. Dosis aminopyrine  berkisar antara 11,3-35,3 mg/kg BB.  Lidocaine HCl merupakan obat anestesi lokal yang bekerja dengan  blokade kanal ion Na +. Lidocaine HCl berperan untuk membantu mengurangi

12

rasa nyeri. Dosis Lidocaine HCl untuk hewan besar, seperti kuda, yaitu 0,250,5 mg/kg BB (Plumb, 2008). Vitamin B12 ® (cyanocobalamin) merupakan kofaktor esensial untuk enzim yang berperan dalam sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA) dan metabolisme karbohidrat (Ramsey, 2008). Dosis vitamin B12 (cyanocobalamin) pada sapi, yaitu 100 mcg (Plumb, 2008). Hewan dengan bloat ringan dapat diobati secara oral dengan preparat anti-bloat. Setelah pengobatan, hewan dapat dilepas kandangkan untuk exercise  agar bahan-bahan di dalam lambung dapat tercerna dengan baik. Ternak dengan bloat sedang biasanya menunjukkan kondisi depresi. Stomach tube dapat digunakan untuk mengeluarkan gas. Anti foaming agent juga dapat diberikan intra rumen melalui tube. Membiarkan ternak untuk tetap bergerak adalah penting agar pencernaannya kembali lancar. Sedangkan untuk kasus bloat parah, trokarisasi merupakan cara yang dapat dipilih yaitu dengan menusukkannya pada bagian yang paling menggembung. Setelah gas maupun froth telah dikeluarkan, maka ternak dapat diberikan obat anti-bloat yang diberikan langsung melalui cannula ke dalam rumen untuk membantu memecah busa yang masih tertinggal. Pada banyak kasus frothy bloat , penggunaan trokar kurang berpengaruh untuk mengurangi tekanan. Maka pada kasus tersebut dapat dilakukan incisi 10-20 cm menggunakan pisau steril. Kemudian dapat dilakukan pengambilan ingesta dengan menggunakan tangan. Pemberian antibiotik sangat diperlukan pada kasus tersebut serta pencucian luka dan jahitan yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi (Bailey, 2014). Pengobatan secara tradisional juga dapat dilakukan yaitu dengan  pemberian minyak goreng sebanyak 100-200 mL, minyak kayu putih atau minyak atsiri lainnya dan dicampur dengan air hangat. Pengobatan secara tradisional dapat pula menggunakan campuran 5 buah asam jawa, gula merah dan 3 buah kunyit. Tumbukan daun sembukan yang dicampur dengan minyak kelapa dapat digosokkan pada bagian perut dan larutan gula merah yang diminumkan pada ternak (Anna, 2001). Pemberian obat sediaan silicon dapat digunakan untuk meningkatkan tegangan permukaan. Penggunaan anti- bloat

13

yaitu dimethicone  atau  simethicone  dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga gelembung gas terurai sehingga dapat dikeluarkan dari saluran  pencernaan (Blowey, 2004). Minyak dan detergen merupakan bahan yang cukup efektif dalam mencegah dan mengobati pasture bloat  karena bahan tersebut dapat memecah  busa dalam konten rumen. Minyak sayur kebanyakan cukup efektif, namun untuk detergen hanya beberapa saja yang kerjanya dapat melaw an busa rumen. Detergen yang efektif contohnya yaitu Bloat Guard yang mengandung anti foaming detergent  poloxalene. Dosis harian yang diberikan yaitu 4-8 g per 100 kg berat badan dua kali sehari. Agen ini biasanya dicampur dengan suplemen  pakan. Agen ini cocok diberikan pada ternak yang dibiarkan merumput pada lokasi yang ditumbuhi leguminosa kurang lebih sebanyak 15%. Kejadian bloat tidak mungkin terjadi tanpa adanya populasi bakteri, fungi, dan protozoa rumen yang banyak dan aktif. Mikroorganisme tersebut dapat memecah ingesta dan memfermentasinya. Ketika antibiotik diberikan, maka obat tersebut dapat mengontrol bloat yaitu menggunakan prinsip  penurunan aktivitas mikrobial. Penicillin merupakan antibiotik pertama yang digunakan untuk menangani bloat, namun penggunaannya mulai ditinggalkan karena cepatnya pembentukan resistensi bakteri terhadap obat. Maka monensin (Rumensin) dan lasalocid (Bovatec) digunakan untuk pencegahan bloat. Antibiotik ionophore tersebut dapat mengubah permeabilitas membran sel  bakteri, meningkatkan ion transport, dan mengubah populasi bakteri dalam rumen (Majak et al., 2008). Monensin dapat mengubah rasio asam lemak volatil yang diproduksi di rumen. Monensin biasanya digunakan untuk meningkatkan efisiensi pakan. Selain itu monensin juga dapat menurunkan produksi gas methana serta mengurangi jumlah busa yang terbentuk selama fermentasi sehingga dapat digunakan untuk mencegah terjadinya bloat (Bailey, 2014). Terapi obat yang dapat digunakan untuk menangani bloat tercantum pada Tabel 4.1.

14

Tabel 3.1 Obat-Obatan yang Biasa Digunakan Untuk Penanganan Bloat pada Sapi (Bailey, 2014). Produk Bloat-Drench oral bloat control

Bloataway preventative bloat drench Tympanyl TM

Bloat-rid Nutrimol® Bloat MasterTM water-soluble bloat treatment and preventative No-Bloat

Bloatenz Oral

Coopers® Teric bloat liquid** Elanco Rumensin® Capsule** Moneco® 100; Moneco® 200

Deskripsi Alcohol ethoxylate drench. Ditambahkan  pada air minum atau molasses. Alcohol ethoxylate

Dosis 21-42 ml/ekor Dua kali sehari untuk  pencegahan

20-40 mL/ekor/hari untuk pencegahan 350 mL sebagai terapi  bloat

Mengandung emulsifier, surfaktan, dan ekstrak oil-plant  Mengandung animal, 60-113 mL/ekor mineral dan vegetable oil  Aliphalic alcohol 25 mL dicampur 100-300  propoxylate ethoxylate mL air hangat  polyether. Dapat ditambahkan pada air maupun pakan. Suspensi topikal yang Aplikasikan pada flank mengandung mineral dan 60 g dua kali sehari animal oil. Dapat diaplikasikan pada flank Alcohol ethoxylate 7-25 mL/ekor untuk drench  pencegahan Dapat ditambahkan pada air minum. Alcohol ethoxylate teric 20-40 mL/ekor/hari untuk pencegahan Kapsul rumen. 1 kapsul / ekor Menurunkan produksi Diberikan 7 hari sebelum gas methana pada rumen sapi dibiarkan merumput Sebagai feed additive Sebagai pencegah bloat. 25-33 mg/kg pakan (sapi  pedaging) 11-18 mg/kg pakan (sapi  perah)

Pemasangan stomach tube (Gambar 3.7) juga dapat digunakan untuk mengeluarkan gas dan menurunkan tekanan dari rumen karena lebih aman dan trauma yang ditinggalkan pada hewan relatif kecil. Stomach tube (ukuran standart diameter dalam 1.5-2.0 cm) dimasukkan melalui mulut dengan bantuan spekulum logam untuk mencegah hewan mengunyah tubenya. Kerja dari stomach tube ini relatif cepat yaitu sekitar 1 menit.

15

A

B

Gambar 3.7 (A)  Frick speculum, digunakan untuk memasukkan selang ke cavum oral, alat ini mencegah hewan mengunyah selang. (B) Ukuran standar stomach tube (d=1,5-2 cm x 2 m) (Majak et al., 2008). Kejadian frothy bloat dan bloat kronis yang berulang dapat ditangani

dengan tindakan operatif yaitu rumenotomy. Tindakan tersebut dapat berhasil  jika dilakukan dengan prosedur yang aman dan mempertimbangkan komplikasi yang minimal. Rumenotomy merupakan operasi pembukaan cavum rumen untuk berbagai indikasi seperti traumatic reticuloperitonitis, adanya benda asing pada rumen dan retikulum, vagal indigestion, grain overload, free gas bloat, frothy bloat dan cronic reoccuring bloat . Adanya akses pada rumen dengan tindakan rumenotomy  maka dapat dilakukan  pengeluaran isi rumen dalam kasus frothy bloat. Sedangkan untuk kasus bloat kronis berulang dapat dilakukan rumenostomy. Rumenotomi dilakukan dengan membuka dan menutup rumen selama satu kali tindakan operasi, rumen akan ditutup kembali jika tujuan operasi telah terlaksana. Sedangkan rumenostomi merupakan prosedur dimana rumen dibuka dan dibiarkan sebuah lubang terbuka antara rumen dan kulit. Namun belum diketahui berapa lama seharusnya stoma dapat dibiarkan terbuka (Niehaus, 2008). Rumenotomi diawali dengan mempersiapkan sapi untuk operasi dengan mecukur rambut fossa paralumbar kiri dan membersihkannya dengan larutan iodin. Sapi ditahan pada halter tanpa pengekangan lain, operasi dilakukan dalam posisi berdiri. Prokain 4% (10-20 mL/ ekor) diinjeksikan secara intradermal di sepanjang garis insisi dan buat injeksi yang lebih dalam ke  peritoneum. Prokain lebih sering digunakan untuk operasi ini karena anestesi yang lebih cepat dan lebih lama (Nelson, 1945).

16

Kemudian dibuat sayatan kulit tegak lurus dengan panjang 10 inci antara tulang rusuk terakhir dan tuber coxae dan 2 inci ventral ke arah vertebrae lumbar (flank laparotomy). Hemostat ditempatkan di tepi kulit dan dipegang secara lateral oleh asisten, preparir masing-masing otot eksternal oblique, internal oblique, dan transversal. Setiap sayatan diperpanjang dengan  scalpel blade (Nelson, 1945). Panjangnya incisi pada kulit harus memungkinkan lengan operator untuk masuk. Cavum abdomen harus mudah dieksplorasi untuk memeriksa adanya keadaan patologis pada dinding diafragma, dinding luar reticulum, limpa dan hepar. Jika rumen dalam keadaan distensi, maka dapat dilakukan aspirasi dengan jarum 16G pada bagian dorsal. Berikut merupakan tahapan rumenotomi: 1. Rumen difiksasi dengan membuat empat atau lebih stay suture. 2. Rumen diincisi longitudinal pada bagian dorsal. 3. Setelah terbuka, ingesta dapat dikeluarkan secara manual, maksimal isi rumen yang dikeluarkan yaitu 80%. 4. Eksplorasi cavum rumen dapat dilakukan untuk mencari adanya benda asing. Magnet juga dapat digunakan sepanjang rumen dan retikulum untuk menangkap adanya benda metal. 5. Setelah hal yang diperlukan dilakukan, dilakukan penutupan jahitan dobel dengan tipe jahitan continuous inverting menggunakan catgut kromik no. 2 atau 3 6. Area jahitan diirigasi dengan cairan polyionic dan antis eptik. 7. Lepas stay suture dan semua instrumen yang digunakan. 8. Incisi flank laparotomy ditutup dengan 4 lapis jahitan, M. transversal abdominis dan peritoneum dijahit dengan pola simple continuous. Lapisan kedua yaitu dua lapis musculus obliqus dijahit bersama dengan catgut nomor dua. Jahitan subkutan untuk lapisan ketiga dijahit untuk mengatasi dead space serta untuk lebih mendekatkan lapisan kulit. Kemudian lapis keempat yaitu kulit dijahit dengan pola terputus sederhana. 9. Luka jahitan ditutup dengan kasa atau bandage. 10. Jahitan kulit dapat dilepas pada hari ke-8 sampai ke-10.

17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada kasus ini sapi PFH berumur ± 6 bulan memiliki keluhan tidak mau makan dan adanya perbesaran pada bagian abdomen sebelah kiri. Pada pemeriksaan fisik sapi tampak lemas, gelisah,suhu tubuh sapi yaitu 38,4 °C, mukosa membran pucat, CRT >2 detik, tipe pernafasan abdominal. Pemeriksaan abdomen ditemukan pembesaran abdomen di  bagian sinister dan pemeriksaan palpasi dengan menekan fossa  paralumbalis tidak ada peristaltik usus dan terdengar suara seperti suara drum ( ping) saat perkusi pada daerah fossa paralumbalis. Berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan klinis, diagnosa penyakit pada sapi tersebut yaitu bloat (kembung).  Bloat   yang terjadi diduga karena kesalahan dalam manajemen pemberian pakan oleh peternak. Penanganan yang dilakukan, yaitu tindakan trokarisasi dan pemberian campuran injeksi antibiotik, analgesik dan vitamin.

18

DAFTAR PUSTAKA

Anna, S. K. 2001. Pengobatan tradisional pada ternak kambing.  Lembar Informasi  Pertanian BPTP Karangploso No. 02/2001. Bailey, Graham. 2014. Bloat in Cattle and Sheep. Department of Primary Industries, NSW Goverment Blowey, R. W. 2004.  Digestive Disorders of Calves, Andrews AH, Editor: Bovine  Medicine Diseases and Husbandry of Cattle Second Edition. State Avenue: Blackwell Publishing Company. Duke, M. 2003.  Bloat in Cattle. Agriculture and Rural Development Albert. Canada. Hayati, R.N. dan P. Sudrajad. 2013.  Penyakit Kembung pada Ternak dan Cara  Mengatasinya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Majak, W., T.A. McAllister, D. McCartney, K. Stanford and K.J. Cheng. 2008.  Bloat  in Cattle. Alberta Agriculture and Rural Development Edmonton Alberta. Canada. Muda, I. 2013. Penelitian Kasus Terkini pada Sapi Peternakan Rakyat . Balai Besar Pelatihan Peternakan Batu Jawa Timur. Departemen Pertanian.  Nelson, Jack. 1945. Rumenotomy. Iowa State University Veterinarian Vol. 8 Issue 2, Article 10,  Niehaus, A. 2008. Rumetomy and Rumenostomy: Indications and Outcomes. Ohio State University Plumb, D.C. 2008.  Plumb’s Veterinary Drug Handbook. Blackwell Publishing. Iowa USA. Ramsey, I. 2008.  BSAVA Small Animal Formulary. British Small Animal Veterinary Association. England. Subronto. 2008. Ilmu Penyakit Ternak 1-a [Mammalia]. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Syafrial, E.S. dan Bustami. 2007.  Manajemen Pengelolaan Penggemukan Sapi  Potong . Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jambi.

19

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF