LAPORAN HORTIKULTURA ACARA 1.docx

April 27, 2019 | Author: Heni Widyastutik | Category: N/A
Share Embed Donate


Short Description

Download LAPORAN HORTIKULTURA ACARA 1.docx...

Description

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI HORTIKULTURA ACARA I ANTI BR OWNI NG APEL F RE SH CUT

Disusun Oleh:

NURMAWATI H0915059 KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2017

ACARA I

UT ANTI BR OWNI NG APEL F R E S H C UT

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang Buah-buahan dan sayuran merupakan produk pertanian yang rentang akan kerusakan. Kesegaran pada buah dan sayur merupakan faktor penting yang berpengaruh pada kualitas produk. Konsumen mengingnkan buah dan sayur dalam keadaan yang masih segar.  Minimal  processing atau olah minimal merupakan salah satu alternatif cara yang dapat dilakukann ntuk mengolah buah dan sayur tanpa meninggalkan sifat segarnya. Komoditas sayur dan buah-buahan dapat mengalami reaksi pencoklatan yang menyebabkan warna menjadi coklat. Salah satu hal yang dapat menyebabkan reaksi ini antara lain adanya keberadaan enzim. Reaksi pencoklatan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu reaksi pencoklatan enzimatis dan reaksi pencoklatan non-enzimatis. Reaksi-reaksi pencoklatan dapat terjadi apabila tanaman terpotong, terkupas, dan karena kerusakan secara mekanis. Reaksi ini banyak terjadi  pada buah-buahan atau sayuran yang banyak mengandung substrat senyawa fenol, seperti catechin, dan turunannya yaitu tirosin, asam kafeat, asam klorogenat (Zulfahnur ( Zulfahnur dkk., 2009). Buah apel banyak mengandung zat yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain magnesium dan kalsium yang berkhasiat sebagai obat  penenang alami. Selain itu, buah apel juga mengandung vitamin C, seperti yang kita ketahui vitamin C memberikan manfaat bagi tubuh kita. Buah apel akan lebih bermanfaat jika dikonsumsi dalam bentuk segar, karena komposisi gizinya masih utuh, tidak mengalami perubahan karena  pemanasan maupun tambahan bahan pengawet (Handarini, 2013). Oleh sebab itu dibutuhkan teknologi olah minimal dalam pengolahan buah apel. Teknologi olah minimal pada prinsipnya, mengolah bahan

seminimal mungkin tanpa mengurangi nutrisi yang ada pada bahan tersebut. Salah satu teknologi olah minimal yaitu apple fresh cut . Penambahan anti browning telah dikenal lama, antara lain larutan garam, gula, asam sitrat, vanili, madu dan silisca gel  yang memiliki cara masingmasing untuk mencegah atau menghambat reaksi pencoklatan enzimatis. Efektivitas keenam bahan ini perlu dikaji lebih lanjut dalam kaitannya sebagai anti browning  pada produk apel fresh-cut. 2.

Perumusan Masalah Rumusan masalah dari praktikum Acara I Anti  Browning   Apel  Fresh Cut  adalah : a.

Bagaimana peristiwa pencoklatan pada buah apel ?

 b.

Bagaimana pengaruh berbagai penambahan bahan untuk mengurangi reaksi browning  pada buah apel ?

3.

Tujuan Tujuan dari praktikum Acara I Anti  Browning   Apel  Fresh Cut  adalah sebagai berikut : a.

Mahasiswa dapat mengetahui peristiwa pencoklatan pada buah apel.

 b.

Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh berbagai penambahan bahan untuk mengurangi reaksi browning  pada buah apel.

B.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah apel merupakan salah satu buah yang banyak dikonsumsi di Indonesia yang mengandung quercetin  dalam jumlah tinggi. Quercetin merupakan salah satu flavonoid yang penting bagi tubuh dan dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak.  Namun buah apel sangat rentan terhadap kerusakan karena polifenol oksidase sangat aktif (PPO; EC 1.10.3.1), yang dengan cepat mengoksidasi o-difenol menjadi o-kuinon sehingga akhirnya membentuk pigmen kecoklatan (Yi dan Yong, 2014). Reaksi

browning   merupakan

reaksi

pencoklatan

yang

dapat

menyebabkan perubahan warna coklat pada komoditas buah dan sayur seperti

apel, pir, kentang, dan buah salak. Reaksi pencoklatan adalah perubahan fisik menjadi kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi  pada bahan dan produk pangan, pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia. Pada umumnya proses  pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencoklatan enzimatik dan nonenzimatik. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik, seperti katekin dan turunannya serta leukoantosianin. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan  perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon (Winarno, 1984). Reaksi  browning dapat dicegah dengan menambahkan senyawa-senyawa anti  pencoklatan, antara lain senyawa-senyawa sulfit, asam-asam organik dan dengan blanching/blansir (Santoso, 2006). Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencoklatan yang enzimatis dan yang non enzimatis. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung senyawa fenolik. Ada banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Proses pencoklatan enzimatis memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Enzim -enzim yang dapat mengkatalisis oksidasi dalam proses pencoklatan dikenal dengan  berbagai nama yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase, atau  polifenolase. Sedangkan pencoklatan secara non-enzimatis disebabkan oleh karamelisasi, reaksi Maillard dan oksidasi vitamin C. Pemanasan secara langsung pada suhu 170 0C sampai 200 0C terhadap karbohidrat khususnya gula, menghasilkan suatu kompleks yang berasal dari proses karamelisasi (Chandra, 2013). Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai  penghambat

selektif

pada

mikroorganisme

pencemar

tertentu.

Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (a w) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang  bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, 1985). Garam merupakan bumbu yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, dan hampir semua masakan ditambahkan garam. Batas penggunaan garam yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 5 gram perhari (Purawisastra, 2010). Asam sitrat, yaitu asam yang terdapat secara alami dalam buah buahan seperti lemon dan limau. Asam sitrat digunakan dalam jus buah kaleng, keju, margarin, acar dan  salad dressing sebagai penyedap dan agen  pengasaman (Anand, 2013). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013, Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengatur Keasaman, batas maksimum penggunaan asam sitrat untuk kategori sari buah sebesar 3000 mg/kg. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dapat hal ini berberan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat  pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada asam sitrat sehingga enzim polifenol oksidase menjadi inaktif (Zulfahnur, 2009). Menurut Santoso (2006), senyawa-senyawa sulfit misalnya natrium  bisulfit, SO Natrium 21 sulfit dan lain-lain mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis maupun non enzimatis. Penghambatan

terhadap

browning

enzimatis

terutama

disebabkan

kemampuannya untuk mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim menjadi tidak aktif, sedangkan penghambatan reaksi browning non enzimatis disebabkan kemampuannya untuk bereaksi dengan gugus aktif gula  pereduksi, sehingga mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan asam amino. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-1994, madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai

sumber nectar. Nektar adalah semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nectar tumbuhan, kaya akan berbagai bentuk karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa, mengandung sedikit senyawa-senyawa  pengandung nitrogen, seperti asam-asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin-vitamin, senyawa aromatik dan juga mineral-mineral. Madu yang telah dimasak mengandung fruktosa 41.0%, glukosa 35.0%, sukrosa 1.9%, dekstrin 1.5%, mineral 0.2%, air 17% dan zat-zat lain diantaranya asam amino sebanyak 3,5%. Menurut Winarno (1984),

sejumlah mineral yang

terdapat dalam madu antara lain magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi

dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin, seperti

vitamin E dan vitamin C serta vitamin B1, B2 dan B6. Menurut Kusnandar (2010), madu mengandung inhibitor PPO, meskipun hal ini belum banyak digunakan. Madu dapat menghambat terjadinya reaksi enzimatis karena dapat memberikan lapisan atau mantel sehingga mencegah permukaan buah dapat kontak dengan oksigen. Semakin tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini disebabkan karena gula mempunyai sifat cooling effect. Vanili merupakan salah satu  flavoring agent   yang penggunaannya cukup luas di industri pangan, farmasi dan kosmetik. Vanili alami memiliki lebih dari 250 komponen organik, semua komponen tersebut memberikan flavor dan aroma khas yang berbeda dengan vanili sintetik lainnya. Vanili  juga mengandung zat antioksidan pada makanan yang banyak mengandung komponen tak jenuh. Sifat antioksidan ini dapat mencegah oksidasi komponen-komponen

fenolat

menjadi

quinon

yang

berwarna

gelap

(Setyaningsih, 2006). Silika gel adalah bentuk lain dari silikon dioksida yang dibuat secara sintetis ke dalam bentuk butiran. Strukturnya yang berongga besar menyebabkan silika gel memiliki permukaan yang sangat luas, sehingga silica gel sering digunakan sebagai bahan pengering atau desikator. Silika gel juga  banyak digunakan untuk mengurangi kadar uap air di udara dalam kemasan, terutama kemasan barang elektronik. Penggunaan silika gel pada umumnya

 bertujuan untuk meminimalisasi resiko kerusakan produk selama transportasi atau penyimpanan yang disebabkan oleh kondensasi uap air. Dengan menyerap molekul air, silika gel akan mengurangi kelembaban relatif (RH) di dalam kemasan pada tingkat dimana tidak akan terjadi kondensasi uap air (Kurniawan, 2008).

C.

METODE PENELITIAN

1.

Tempat dan Waktu Penelitian Praktikum Teknologi Hortikultura Acara I Anti  Browning   Apel  Fresh Cut   dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Oktober 2017 pukul 15.0017.00 WIB bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2.

Alat dan Bahan a.

 b.

Alat 1)

Desikator

2)

Gelas beker

3)

Piring kertas

4)

Pisau

5)

Plastik wrap

Bahan 1)

Apel

2)

Asam sitrat 0.1%, 0.2%, dan 0.5%

3)

Garam 1%, 2%, dan 3%

4)

Madu 5%, 10%, dan 20%

5)  Na Bisulfat 0.1%, 0.2%, dan 0.5% 6)

Silica gel

7)

Vanili 1%, 2%, dan 3%

3.

Cara Kerja Apel

Pemotongan menjadi 4 bagian, 1 sebagai kontrol Larutan garam/gula/madu/ asam sitrat /vanili /silica gel

Pemasukan dalam gelas ukur dengan masingmasing konsentrasi larutan, kecuali silica gel dimasukkan pada plate

Pemotongan 3 apel

Perendaman ke dalam masing-masing larutan selama 30 detik.

Pemasukan ke dalam desikator, plate terbuka,  plate tertutup, plate terbuka (kontrol)

Penirisan

Peletakkan pada piring kertas

Pengamatan setiap 10 menit selama 1 jam Gambar 1.1 Diagram

4.

Alir Proses Reaksi Browning Apel Fresh Cut

Rancangan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perbedaan jenis larutan perendam, konsentrasi larutan dan penggunaan  silica gel . Larutan yang digunakan yaitu larutan garam, Na bisulfat, asam sitrat, madu dan vanili. Konsentrasi larutan garam dan vanili sama yaitu 1%, 2% dan 3%. Konsentrasi asam sitrat dan Na bisulfat yang digunakan sama yaitu 0,1%, 0,2% dan 0,3%. Konsentrasi madu yang digunakan 5%, 10% dan 20%. Perbedaan penggunaan  silica gel   ialah pada desikator, plate terbuka dan  plate tertutup. Seluruh perlakuan memiliki sampel kontrol. Data yang

didapat berupa tingkat pencoklatan yang terjadi setiap 10 menit selama 1  jam.

D.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan Penambahan Bahan untuk Mengurangi Reaksi  Browning

Tabel 1.1

Shift

Kel

1

2

I

3

4

5

6

1

II

2

3

Perlakuan Kontrol Garam 1% Garam 2% Garam 3% Kontrol  Natrium bisulfit 0,1%  Natrium bisulfit 0,2%  Natrium bisulfit 0,5% Kontrol Asam sitrat 0,1% Asam sitrat 0,2% Asam sitrat 0,5% Kontrol Madu 5% Madu 10% Madu 20% Kontrol Vanili 1% Vanili 2% Vanili 3% Kontrol Silika gel terbuka Silika gel tertutup Silika gel desikator Kontrol Garam 1% Garam 2% Garam 3% Kontrol  Natrium bisulfit 0,1%  Natrium bisulfit 0,2%  Natrium bisulfit 0,5% Kontrol Asam sitrat 0,1% Asam sitrat 0,2%

0 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 3 2 1 1 3 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

10 2 2 1 1 3 2 1 1 3 2 2 1 3 2 1 1 3 2 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1 1 3 2 2

Menit ke20 30 40 3 3 4 2 2 2 1 1 1 1 1 1 4 5 5 2 3 1 2 2 2 1 1 1 3 4 6 2 3 3 2 3 3 1 2 2 4 5 6 3 4 5 1 2 3 1 1 2 4 5 6 3 4 5 2 2 3 2 2 2 3 4 5 1 2 3 1 2 2 1 1 2 3 4 5 2 2 3 1 1 1 1 1 1 5 6 7 2 2 3 1 1 1 1 1 1 5 6 6 3 4 4 3 4 4

50 5 3 2 1 6 4 2 1 7 4 4 3 7 6 3 2 7 6 4 3 7 4 3 2 5 3 1 1 8 3 1 1 6 4 4

60 6 3 2 1 7 5 3 1 8 5 5 4 8 7 4 3 7 6 4 3 8 6 4 2 6 4 2 1 8 3 1 1 6 4 4

4

5

6

Asam sitrat 0,5% Kontrol Madu 5% Madu 10% Madu 20% Kontrol Vanili 1% Vanili 2% Vanili 3% Kontrol Silika gel terbuka Silika gel tertutup Silika gel desikator

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2 3 2 2 1 4 3 2 2 1 1 1 2

3 4 2 2 1 5 3 2 2 1 1 2 3

4 4 3 3 2 5 3 2 2 1 1 2 3

5 4 3 3 2 6 4 3 2 2 2 2 4

5 4 3 3 2 7 6 4 3 2 2 2 4

5 5 3 3 2 7 6 4 3 3 2 2 5

Sumber : Laporan Sementara Keterangan: 1-10. Angka pada tabel menunjukan tingkat warna coklat akibat browning , semakin tinggi angka maka warna coklat semakin pekat.

Reaksi

browning   merupakan

reaksi

pencoklatan

yang

dapat

menyebabkan perubahan warna coklat pada komoditas buah dan sayur seperti apel, pir, kentang, dan buah salak. Reaksi pencoklatan adalah perubahan fisik menjadi kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi  pada bahan dan produk pangan, pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia. Pada umumnya proses  pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencoklatan enzimatik dan nonenzimatik. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik, seperti katekin dan turunannya serta leukoantosianin. Proses pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut. Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan  perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon (Winarno, 1984). Reaksi  browning dapat dicegah dengan menambahkan senyawa-senyawa anti  pencoklatan, antara lain senyawa-senyawa sulfit, asam-asam organik dan dengan blanching/blansir (Santoso, 2006). Pada umumnya proses pencoklatan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu proses pencoklatan yang enzimatis dan yang non enzimatis. Pencoklatan enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung senyawa

fenolik. Ada banyak sekali senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Proses pencoklatan enzimatis memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat terse but. Enzim-enzim yang dapat mengkatalisis oksidasi dalam proses pencoklatan dikenal dengan  berbagai nama yaitu fenol oksidase, polifenol oksidase, fenolase, atau  polifenolase. Sedangkan pencoklatan secara non-enzimatis disebabkan oleh karamelisasi, reaksi Maillard dan oksidasi vitamin C. Pemanasan secara langsung pada suhu 170 0C sampai 200 0C terhadap karbohidrat khususnya gula, menghasilkan suatu kompleks yang berasal dari proses karamelisasi (Chandra, 2013). Secara sederhana , browning   enzimatis dapat dihitung menggunakan indikator browning   melalui indeks biokimia , misalnya menggunakan aktivitas polifenol oksidase , atau indikator fisik, seperti warna permukaan  pada potongan buah (Quevedo et al , 2009). Reaksi pencoklatan enzimatis dalam buah-buahan terutama dikatalisasi oleh polifenol oksidase dengan adanya oksigen (Lu et al , 2007). Reaksi pencoklatan secara enzimatis dapat disebabkan karena adanya enzim tirosin yang berperan sebagai substrat. Reaksi pencoklatan pada buah apel merupakan reaksi pencoklatan secara enzimatis, hal ini dikarenakan buah apel memiliki senyawa fenolik yang dapat berperan sebagai substrat. Pencoklatan pada buah apel setelah dikupas disebabkan oleh aktifitas enzim polifenol oksidase yang dibantu oleh oksigen akan mengubah gugus momophenol menjadi O-hidroksil fenol yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang dapat membentuk warna coklat pada buah apel yang dikupas (Chandra, 2013). Faktor yang mempengaruhi reaksi pencoklatan yaitu adanya proses kimia

yang terjadi

dalam

buah

dan

sayur

karena

adanya

enzim

 polifenoloksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat tersebut,

sehingga

menghasilkan

pigmen

warna

coklat

(Lu et al , 2007). Pencoklatan enzimatis dapat terjadi karena adanya jaringan tanaman yang terluka, misalnya pemotongan, penyikatan, dan perlakuan lain

yang (Cheng

dapat dan

mengakibatkan Crisosto,

kerusakan

1995).

Perlakuan

integritas

jaringan

pemotongan

buah

tanaman dengan

menggunakan pisau karat dapat mempercepat reaksi pencoklatan karena terdapat senyawa logam Fe pada karat yang akan mengkatalisis reaksi dengan oksigen (Adiandri, 2012). Menurut Ioannou dan Mohamed (2013), adanya kerusakan jaringan seringkali mengakibatkan enzim kontak dengan substrat. Senyawa-senyawa yang berperan dalam reaksi pencoklatan enzimatis, yaitu  polifenol. Selama proses pengolahan dan penyimpanan makanan, banyak  polifenol yang tidak stabil karena reaksi kimia dan biokimia. Yang paling  penting adalah oksidasi enzimatis yang menyebabkan pencoklatan pada buah dan sayur. Reaksi ini sebagian besar terjadi setelah pemotongan atau  perlakuan mekanis produk karena rusaknya jaringan sel. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan reaksi  pencoklatan enzimatis yaitu blansir, pendinginan, pembekuan, mengubah pH, dehidrasi, iradiasi, HPP, penambahan inhibitor, ultrafiltrasi, dan juga ultrasonikasi. Untuk mencegah terjadinya reaksi pencoklatan pada suatu  produk pangan, sering dilakukan dengan penambahan zat antibrowning  seperti asam askorbat, asam asetat, asam sitrat, larutan natrium metabisulfit, dan larutan sirup gula. Larutan natrium bisulfit merupakan senyawa antibrowning   yang

sangat

bagus

karena

dapat

menghambat

proses

 pencoklatan yang paling lama dibandingkan dengan asam askorbat, asam asetat, asam sitrat, dan larutan sirup gula (Chandra, 2013). Selain itu juga dengan penambahan zat penghambat (pereduksi, pengkelat, asidulan,  penghambat enzim, dan agen pengkompleks). Kombinasi dari kedua cara tersebut dapat dilakukan untuk mendapatkan penghambatan yang lebih efektif. Penggunaan zat penghambat sebaiknya tidak mempengaruhi tekstur, rasa, dan aroma produk akhir (Hidayat, 2012). Buah apel merupakan salah satu buah yang banyak dikonsumsi di Indonesia yang mengandung quercetin  dalam jumlah tinggi. Quercetin merupakan salah satu flavonoid yang penting bagi tubuh dan dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis penyakit degeneratif dengan cara

mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak.  Namun buah apel sangat rentan terhadap kerusakan karena polifenol oksidase sangat aktif (PPO; EC 1.10.3.1), yang dengan cepat mengoksidasi o-difenol menjadi o-kuinon sehingga akhirnya membentuk pigmen kecoklatan (Yi dan Yong, 2014). Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Pertama-tama, garam akan berperan sebagai  penghambat

selektif

pada

mikroorganisme

pencemar

tertentu.

Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (a w) dari bahan, jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang  bebas dari pengaruh racunnya (Buckle, 1985). Garam merupakan bumbu yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, dan hampir semua masakan ditambahkan garam. Batas penggunaan garam yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 5 gram perhari (Purawisastra, 2010). Asam sitrat, yaitu asam yang terdapat secara alami dalam buah buahan seperti lemon dan limau. Asam sitrat digunakan dalam jus buah kaleng, keju, margarin, acar dan  salad dressing sebagai penyedap dan agen  pengasaman (Anand, 2013). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013, Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengatur Keasaman, batas maksimum penggunaan asam sitrat untuk kategori sari buah sebesar 3000 mg/kg. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dapat hal ini berberan s ebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat  pencoklatan dengan cara menurunkan pH seperti halnya pada asam sitrat sehingga enzim polifenol oksidase menjadi inaktif (Zulfahnur, 2009). Menurut Santoso (2006), senyawa-senyawa sulfit misalnya natrium  bisulfit, SO Natrium 21 sulfit dan lain-lain mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis maupun non enzimatis. Penghambatan

terhadap

browning

enzimatis

terutama

disebabkan

kemampuannya untuk mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim menjadi tidak aktif, sedangkan penghambatan reaksi browning non enzimatis disebabkan kemampuannya untuk bereaksi dengan gugus aktif gula  pereduksi, sehingga mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan asam amino. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-1994, madu adalah cairan manis yang dihasilkan oleh lebah madu berasal dari berbagai sumber nectar. Nektar adalah semacam cairan yang dihasilkan oleh kelenjar nectar tumbuhan, kaya akan berbagai bentuk karbohidrat (3-87%), seperti sukrosa, fruktosa dan glukosa, mengandung sedikit senyawa-senyawa  pengandung nitrogen, seperti asam-asam amino, amida-amida, asam-asam organik, vitamin-vitamin, senyawa aromatik dan juga mineral-mineral. Madu yang telah dimasak mengandung fruktosa 41.0%, glukosa 35.0%, sukrosa 1.9%, dekstrin 1.5%, mineral 0.2%, air 17% dan zat-zat lain diantaranya asam amino sebanyak 3,5%. Menurut Winarno (1984),

sejumlah mineral yang

terdapat dalam madu antara lain magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi

dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin, seperti

vitamin E dan vitamin C serta vitamin B1, B2 dan B6. Menurut Kusnandar (2010), madu mengandung inhibitor PPO, meskipun hal ini belum banyak digunakan. Madu dapat menghambat terjadinya reaksi enzimatis karena dapat memberikan lapisan atau mantel sehingga mencegah permukaan buah dapat kontak dengan oksigen. Semakin tinggi konsistensi pemanis dalam suatu larutan menyebabkan pH menurun, hal ini disebabkan karena gula mempunyai sifat cooling effect. Vanili merupakan salah satu  flavoring agent   yang penggunaannya cukup luas di industri pangan, farmasi dan kosmetik. Vanili alami memiliki lebih dari 250 komponen organik, semua komponen tersebut memberikan flavor dan aroma khas yang berbeda dengan vanili sintetik lainnya. Vanili  juga mengandung zat antioksidan pada makanan yang banyak mengandung komponen tak jenuh. Sifat antioksidan ini dapat mencegah oksidasi

komponen-komponen

fenolat

menjadi

quinon

yang

berwarna

gelap

(Setyaningsih, 2006). Silika gel adalah bentuk lain dari silikon dioksida yang dibuat secara sintetis ke dalam bentuk butiran. Strukturnya yang berongga besar menyebabkan silika gel memiliki permukaan yang sangat luas, sehingga si lica gel sering digunakan sebagai bahan pengering atau desikator. Silika gel juga  banyak digunakan untuk mengurangi kadar uap air di udara dalam kemasan, terutama kemasan barang elektronik. Penggunaan silika gel pada umumnya  bertujuan untuk meminimalisasi resiko kerusakan produk selama transportasi atau penyimpanan yang disebabkan oleh kondensasi uap air. Dengan menyerap molekul air, silika gel akan mengurangi kelembaban relatif (RH) di dalam kemasan pada tingkat dimana tidak akan terjadi kondensasi uap air (Kurniawan, 2008). Senyawa flavonoid   merupakan antioksidan alami yang terdapat dalam  buah apel. Oleh karena itu, dengan meningkatnya konsentrasi fenol maka kandungan flavonoid akan semakin tinggi sehingga aktivitas antioksidan semakin meningkat. Flavonoid  merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang dapat ditemukan di buah dan sayur dan merupakan bagian dari fitokimia. Kulit apel mengandung total senyawa fenol yang lebih kaya daripada daging buahnya.  Browning   enzimatis pada buah yang mengandung senyawa fenol dipengaruhi oleh enzim polypenol oksidase (PPO) dengan  bantuan oksigen akan mengubah fenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.). Proses potongan buah apel menjadi coklat merupakan proses alami, akibat dari teroksidasinya enzim polyphenol oxidase (PPO) yang terdapat dalam buah apel yang menjadi katalis terjadinya  polimerisasi yang membentuk secara cepat melanin, pigmen berwarna coklat yang membuat potongan apel tersebut berubah warna menjadi kecoklatan. Salah satu cara untuk mencegah perubahan warna ini adalah dengan melumuri atau mencelupkan potongan apel ini ke sari jeruk atau cairan asam

lainnya, sehingga kadar keasaman jadi tinggi dan menghalangi enzim PPO  bekerja (Winarno, 1984). Tabel 1.2  Hasil

Analisis Buah Apel Manalagi, Apel Romebeauty dan Apel

Anna

(Aprillia, 2014)

Pada

Tabel 1.1 menunjukan

hasil pengamatan penambahan beberapa

 bahan untuk mengurangi reaksi browning . Dalam praktikum kali ini menggunakan bahan tambahan antara lain garam, gula, asam sitrat, madu, vanilli, dan silica gel. Dilakukan pengujian terhadap tingkat pencoklatan pada  buah apel yang dipotong menjadi 4 bagian lalu direndam dengan menggunakan garam (1%, 2%, dan 3%) untuk shift 1 kelompok 1 dan shift 2 kelompok 1, Na bisulfit (0,1%, 0,2%, dan 0,5%) untuk shift 1 kelompok 2 dan shift 2 kelompok 2, asam sitrat (0,1%, 0,2%, dan 0,5%) untuk shift 1 kelompok 3 dan shift 2 kelompok 3, madu (5%, 10%, dan 20%) untuk shift 1 kelompok 4 dan shift 2 kelompok 4, vanili (1%, 2%, dan 3%) untuk shift 1 kelompok 5 dan shift 2 kelompok 5, dan untuk shift 1 kelompok 6 dan shift 2 kelompok 6 menggunakan silika gel (terbuka + silica, tertutup + silica, dan desikator). Pada setiap perlakuan, 1 potong apel dijadikan sebagai kontrol. Setelah itu, apel diamati tingkat pencoklatannya setiap 10 menit selama 1  jam. Perlakuan yang pertama adalah dengan merendam menggunakan garam (1%, 2%, dan 3%) untuk shift 1 kelompok 1 dan shift 2 kelompok 1 selama 30 detik dan diamati perubahan warna setiap 10 menit dalam 60 menit dan dimulai dari menit ke-0. Terdapat 3 sampel potongan buah apel yang direndam selama 30 detik pada larutan garam 1%; 2%; dan 3%, serta 1 sampel potongan buah apel sebagai kontrol. Hasil yang ditunjukan, potongan  buah apel kontrol lebih cepat mengalami reaksi pencoklatan, dibanding dengan potongan buah apel yang direndam dalam larutan garam. Dalam hasil

 pratikum, larutan garam 3% memiliki tingkat efektifitas paling tinggi dalam menghambat proses browning   dibanding dengan larutan garam 1% dan 2%. Hal tersebut sudah sesuai teori Koswara (2009), bahwa sesudah buah dikupas  buah akan mengalami reaksi pencoklatan atau browning , hal ini dapat diatasi dengan merendam pada air garam sehingga dapat mencegah reaksi browning . Garam efektif mencegah pencoklatan dengan menurunkah pH larutan menjadi rendah sehingga menghambat aktivitas phenonlase. Semakin tinggi konsentrasi garam, maka semakin efektif dalam mencegah reaksi browning . Perlakuan yang kedua yaitu, perendaman potongan buah apel pada larutan Natrium bisulfit (0,1%, 0,2%, dan 0,5%) untuk shift 1 kelompok 2 dan shift 2 kelompok 2 selama 30 detik dan diamati perubahan warna setiap 10 menit dalam 60 menit dan dimulai dari menit ke-0. Terdapat 3 sampel  potongan buah apel yang direndam selama 30 detik pada larutan asam sitrat 0,1%; 0,2%; dan 0,5%, serta 1 sampel potongan buah apel sebagai kontrol. Hasil menunjukan sampel kontrol lebih cepat mengalami reaksi pencoklatan,  jika dibandingkan dengan sampel yang direndam pada larutan Na bisulfit. Larutan Na bisulfit 0,5% menunjukan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan larutan Na bisulfit 0,1% dan larutan Na bisulfit 0,2%. Hal tersebut sudah sesuai teori Santoso (2006), senyawa-senyawa sulfit misalnya natrium  bisulfit mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis maupun non enzimatis. Penghambatan terhadap browning enzimatis terutama disebabkan kemampuannya untuk mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim menjadi tidak aktif, sedangkan  penghambatan reaksi browning non enzimatis disebabkan kemampuannya untuk bereaksi dengan gugus aktif gula pereduksi, sehingga mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan asam amino. Perlakuan yang ketiga yaitu, perendaman potongan buah apel pada larutan asam sitrat (0,1%, 0,2%, dan 0,5%) untuk shift 1 kelompok 3 dan shift 2 kelompok 3 selama 30 detik dan diamati perubahan warna setiap 10 menit dalam 60 menit dan dimulai dari menit ke-0. Terdapat 3 sampel potongan  buah apel yang direndam selama 30 detik pada larutan asam sitrat 0,1%;

0,2%; dan 0,5%, serta 1 sampel potongan buah apel sebagai kontrol. Hasil menunjukan sampel kontrol lebih cepat mengalami reaksi pencoklatan, jika dibandingkan dengan sampel yang direndam pada larutan asam sit rat. Larutan asam sitrat 0,5% menunjukan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan larutan asam sitrat 0,1% dan larutan asam sitrat 0,2%. Hal tersebut sudah sesuai teori Zulfahnur (2009), bahwa asidulan, seperti asam sitrat, asam oksalat, asam tartarat, asam malat, asam fosfat dan asam klorida, memperlambat pencoklatan dengan menurunkan pH dari produk untuk meminimalkan aktivitas PPO. Perlakuan yang keempat yaitu, perendaman potongan buah apel pada larutan madu (5%, 10%, dan 20%) untuk shift 1 kelompok 4 dan shift 2 kelompok 4 selama 30 detik dan diamati perubahan warna setiap 10 menit dalam 60 menit dan dimulai dari menit ke-0. Terdapat 3 sampel potongan  buah apel yang direndam selama 30 detik pada larutan madu 5%, 10%, dan 20%, serta 1 sampel potongan buah apel sebagai kontrol. Sampel yang digunakan sebagai kontrol menunjukan reaksi pencoklatan yang lebih cepat, dibandingkan dengan potongan buah apel yang direndam dalam larutan madu. Untuk sampel yang direndam dalam larutan madu 20%, dalam hasil  pratikum menunjukan tingkat yang lebih efektif jika dibandingkan dengan sampel yang direndam dalam larutan madu 5% dan 10%. Hal tersebut sudah sesuai teori menurut Zulfahnur (2009), bahwa baik gula maupun madu dapat menghambat reaksi pencoklatan, hal ini dikarenakan madu dapat memberikan lapisan atau mantel pada buah sehingga dapat mencegah perrmukaan buah kontak langsung dengan oksigen. Perlakuan yang kelima yaitu, perendaman potongan buah apel pada  bahan vanili (1%, 2%, dan 3%) untuk shift 1 kelompok 5 dan shift 2 kelompok 5 selama 30 detik dan diamati perubahan warna setiap 10 menit dalam 60 menit dan dimulai dari menit ke-0. Terdapat 3 sampel potongan  buah apel yang direndam selama 30 detik pada bahan vanili 1%, 2%, dan 3%, serta 1 sampel potongan buah apel sebagai kontrol. Dari perlakuan dengan  penambahan vanili, menunjukkan hasil yang terbaik yaitu pada penambahan

larutan vanili 3%. Semakin tinggi kadar vanili yang digunakan, semakin baik untuk mencegah browning  pada apel  fresh cut . Hal ini dikarenakan vanili mengandung senyawa vanillin yang memiliki zat antioksidan yang dapat menghambat terjadinya reaksi pencoklatan pada buah apel  fresh cut (Budimarwanti, 2007). Perlakuan yang keenam yaitu, potongan buah apel pada bahan silika gel (terbuka + silica, tertutup + silica, dan desikator) untuk shift 1 kelompok 6 dan shift 2 kelompok 6 selama 30 detik dan diamati perubahan warna setiap 10 menit dalam 60 menit dan dimulai dari menit ke-0. Terdapat 3 sampel  potongan buah apel yang direndam selama 30 detik pada bahan silika gel terbuka + silica, tertutup + silica, dan desikator, serta 1 sampel potongan buah apel sebagai kontrol. Pada menit ke-0 baik kontrol maupun perlakuan yang lain menunjukan angka 1 yaiitu buah apel masih dalam keadaan segar cukup segar. Namun setelah menit ke-10 sampai menit ke-60, terjadi peningkatan angka yang menunjukan semakin coklat pada buah apel. Menurut hasil  pratikum, perlakuan paling efektif untuk shift 1 adalah buah apel yang diletakkan pada desikator sedangkan pada shift 2 adalah buah apel yang diletakkan pada plate terbukda ditambahkan dengan silika gel dan plate tertutup ditambahkan dengan silika gel. Hal tersebut tidak sesuai teori Kurniati (2007), browning   dapat dicegah dengan beberapa perlakuan, salah satunya adalah dengan perlakuan gelap karena dengan meletakkan bahan  pada tempat gelap dapat mencegah aktivitas peroxidase sehingga dapat menghambat proses browning . Secara keseluruhan menurut hasil pengamatan, perlakuan yang efektif untuk mencegah terjadinya pencoklatan adalah larutan garam 3% dan larutan  Na bisulfit 0,5% dengan skor 1. Hal tersebut dibuktikan dengan tidak adanya  pencoklatan yang terjadi pada apel fresh cut . Sedangkan perlakuan yang tidak efektif dalam mencegah terjadinya pencoklatan adalah madu 5% dengan skor 7 dan vanili 1% dengan skor 6. Aplikasi reaksi enzimatis dalam bidang pangan yaitu jika dalam manisan : Caranya, setelah dikupas dan dipotong-potong, buah apel direndam

dalam air panas (suhu 82  –   93 derajat Celcius) atau dikenai uap air panas selama 3 menit. Selanjutnya, direndam dalam larutan jeruk lemon/asam sitrat/vitamin C. Maksudnya, untuk menonaktifkan enzim penyebab  pencoklatan itu. Adanya bahan pangan yang telah mengalami pengontrolan  pencoklatan enzimatis dapat terminimalisir dari pembentukan warna coklat yang berlebihan dan terjadi secara cepat pada bahan pangan yang mengalami kerusakan jaringan. Hal ini dapat berdampak pada penerimaan sensori dan cita rasa bahan pangan tersebut, baik di kalangan industri maupun masyarakat. Selain itu juga ada pemanggangan daging atau roti maupun  proses penggorengan ubi jalar, singkong (Muchtadi, 2010).

E.

KESIMPULAN DAN SARAN

1.

Kesimpulan Berdasarkan praktikum Teknologi Hortikultura Acara I Anti  Browning   Apel  Fresh Cut   yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: a.

Reaksi pencoklatan adalah perubahan fisik menjadi kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan yang terjadi pada bahan dan  produk pangan, pembentukan warna coklat tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia.

 b.

Perlakuan yang pertama adalah dengan merendam menggunakan garam (1%, 2%, dan 3%). Larutan garam 3% memiliki tingkat efektifitas paling tinggi dalam menghambat proses browning  dibanding dengan larutan garam 1% dan 2%.

c.

Perlakuan yang kedua yaitu, perendaman potongan buah apel pada larutan Natrium bisulfit (0,1%, 0,2%, dan 0,5%). Larutan Na bisulfit 0,5% menunjukan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan larutan Na bisulfit 0,1% dan larutan Na bisulfit 0,2%.

d.

Perlakuan yang ketiga yaitu, perendaman potongan buah apel pada larutan asam sitrat (0,1%, 0,2%, dan 0,5%). Larutan asam sitrat 0,5%

menunjukan hasil yang lebih efektif dibandingkan dengan larutan asam sitrat 0,1% dan larutan asam sitrat 0,2%. e.

Perlakuan yang keempat yaitu, perendaman potongan buah apel pada larutan madu (5%, 10%, dan 20%). Larutan madu 20%, dalam hasil  pratikum menunjukan tingkat yang lebih efektif jika dibandingkan dengan sampel yang direndam dalam larutan madu 5% dan 10%.

f.

Perlakuan yang kelima yaitu, perendaman potongan buah apel pada  bahan vanili (1%, 2%, dan 3%). Hasil yang terbaik yaitu pada  penambahan larutan vanili 3%.

g.

Perlakuan yang keenam yaitu, potongan buah apel pada bahan silika gel (terbuka + silica, tertutup + silica, dan desikator). Perlakuan  paling efektif untuk shift 1 adalah buah apel yang diletakkan pada desikator sedangkan pada shift 2 adalah buah apel yang diletakkan  pada plate terbukda ditambahkan dengan silika gel dan plate tertutup ditambahkan dengan silika gel.

h.

Secara keseluruhan menurut hasil pengamatan, perlakuan yang efektif untuk mencegah terjadinya pencoklatan adalah larutan garam 3% dan larutan Na bisulfit 0,5% dengan skor 1. Sedangkan  perlakuan yang tidak efektif dalam mencegah terjadinya pencoklatan adalah madu 5% dengan skor 7 dan vanili 1% dengan skor 6.

2.

Saran Rancangan percobaan pada praktikum ini sudah baik. Untuk  penelitian lebih lanjut maka perlu adanya perlakuan dengan berbagai variasi waktu serta suhu perendaman untuk mendapatkan kondisi  pengawetan yang optimum. Dengan perlakuan yang terbaik dari hasil  praktikum ini dapat pula dikombinasikan dengan perlakuan pengawetan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Adiandri, R. S., S. Nugraha, dan R. Rachmat. 2012.  Karakteristik Mutu  Fisikokimia Jamur Merang (Volvarella volvacea) Selama Penyimpanan dalam Berbagai Jenis Larutan dan Kemasan. Jurnal Pascapanen 9(2): 77  –  87. Anand, S.P., dan N. Sati. 2013.  Artificial Preservatives and Their Harmful  Effects: Looking Toward Nature for Safer Alternatives. International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 4(7): 2496-2501. Buckle, Edwards, Fleet, and Wootton. 1985 . Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Budimarwanti, C. 2007. Sintesis Senyawa Bibenzil dari Bahan Awal Vanilin  Melalui Reaksi Wittig dan Hidrogenasi Katalitik. Prosiding Seminar  Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta, 25 Agustus 2007. Chandra, Andy ST., MM. Dkk., 2013.  Pengaruh pH dan Jenis Pelarut pada  Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat . Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Universitas Katolik Parahyangan. Cheng GW, Crisosto CG. 1995.  Browning Potential, Phenolic Composition, and  Polyphenoloxidase Activity of Buffer Extracts of Peach and Nectarine Skin Tissue. J. Amer. Soc. Horts. Sct 120(5): 835-838. Handarini, Kejora. 2013. Vitamin C sebagai Pencegah Reaksi Pencoklatan dan Calsium Sebagai Penguat Tekstur Pada Irisan Buah Apel (Malus  Domestica) Segar Siap Santap. Jurnal REKA Agroindustri Vol. 1 No.1. Hidayat, T., Risfaheri, dan S. I. Kailaku. 2012.  Pengaruh Konsentrasi dan Waktu  Perendaman dalam Asam Sitrat Terhadap Mutu Lada Hijau Kering. Jurnal Pascapanen 9 (1): 45-53. Ioannou, Irina and Mohamed Ghoul. 2013.  Prevention of Enzymatic Browning In  Fruit and Vegetables. European Scientific Journal 9(30). Koswara, Ir. Sutrisno, MSi. 2009. Teknologi Pengolahan Sayuran dan Buah Buahan (Teori dan Praktek). eBookPangan.com diakses tanggal 21 Desember 2014 pukul 22.24. Kurniati, Eveline E., dkk. 2007.  Induksi Kalus dan Penghasilan Capsaicin pada Vaiasi kadar Nutrien MS dan Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh . Jurnal Fakultaas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Kurniawan, Arfandi. 2008.  Penggunaan Silika Gel dan Kalium Permanganat  sebagai Bahan Penyerap Etilen. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Kusnandar, Feri. 2010.  Reaksi Pencoklatan Enzimatis.  Departemen Ilmu Dan Teknologi Pangan. IPB. Lu, Shengmin., Yaguang Luo., Ellen Turner., and Hao Feng. 2007.  Efficacy of Sodium Chlorite as an Inhibitor of Enzymatic Browning in Apple Slices . International Journal of Food Chemistry Vol. 104. Muchtadi, Tien R. 2010.  Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Penerbit Alfabeta. Bandung. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia  Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengatur Keasaman. Batas Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Purawisastra, Suryana dan Heru Yuniati. 2010.  Kandungan Natrium Beberapa  Jenis Sambal Kemasan Serta Uji Tingkat Penerimaannya (The Sodium Content Of Some Chilli Sauces And Its Sensory Evaluation).  Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan Litbang Kesehatan, Kemenkes RI. Quevedo, Roberto., Marcela Jaramillo., Oscar Díaz., Franco Pedreschi., and José Miguel Aguilera. 2009. Quantification of Enzymatic Browning in Apple Slices Applying The Fractal Texture Fourier Image. International Journal of Food Engineering Vol. 95. Santoso, 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar .Laboratorium Kimia Pangan. Malang. Setyaningsih D, Reni Rahmawati Dan Sugiyono. 2006. Kajian Mikroenkapsulasi Ekstrak Vanili. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Vol. 19(2): 64-70. Winarno, F.G. 1984.  Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yi, Jianhua and Yong Ding. 2014.  Dual Effects of Whey Protein Isolates on the  Inhibition of Enzymatic Browning and Clarification of Apple Juice . Czech Journal of Food Science 32(6). Zulfahnur, R. R. Nurapriani, T. Tegar, D. Askanovi. 2009 . Mempelajari Pengarug  Reaksi Pencoklatan Enzimatis pada Buah dan Sayur. Program Kreativitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

View more...

Comments

Copyright ©2017 KUPDF Inc.
SUPPORT KUPDF