Laporan Hidrologi
April 18, 2019 | Author: Jose Pollard | Category: N/A
Short Description
a...
Description
HIDROLOGI TL-2204 ANALISA HIDROLOGI
Nama/NIM
: Ivy Febrianti Putri(15312019) Silvany Dewita(15312025) Achilles Petrus H(15312027) Tania Alpiani(15312030)
Asisten
: Made Sandhyana Angga
Tanggal Pengumpulan
: Sabtu, 25 April 2013
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN
Adapun tujuan dari disusunnya laporan ini adalah:
Melengkapi data curah hujan sehingga diperoleh seri data curah hujan dari tahun 1987 hingga tahun 2008 pada delapan stasiun pengamat hujan
Melakukan uji konsistensi data curah hujan
Melakukan uji homogenitas data curah hujan
Melakukan analisis curah hujan harian maksimum
Melakukan perhitungan hujan wilayah dengan menggunakan metode aritmatik sederhana dan metode Thiessen
Melakukan uji kecocokan
Melakukan analisis intensitas hujan
1.2 UMUM Perencanaan sistem drainase suatu daerah sangat terkait dengan kondisi hidrologi daerah tersebut. Kondisi hidrologi seperti curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran matahari, matahar i, kecepatan angin, debit sungai, tinggi muka air selalu berubah menurut waktu. Untuk keperluan tertentu, data – data data ini dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan, dan ditafsirkan dengan menggunakan metode tertentu. Analisis data curah hujan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu analisis data curah hujan, analisis curah hujan harian maksimum, dan analisis intensitas hujan.Keseluruhan analisis curah hujan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang sedekat-dekatnya, sebab proses hujan merupakan proses stokastik yang acak. Resiko dalam desain diminimalisir dengan perhitungan yang teliti dan pengambilan keputusan yang matematis. Interpretasi yang tepat dari data hujan diperlukan untuk menghindari kesimpulan yang keliru. Adapun dalam melakukan analisis terhadap curah hujan dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut,
Flow Chart 1.2.1 Langkah-Langkah AnalisA Hidrologi
BAB II ANALISA HIDROLOGI
2.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Data curah hujan yang digunakan dalam laporan ini adalah kejadian hujan pada 8 Stasiun Pengamat Hujan di sekitar wilayah perencanaan selama 30 tahun (dari tahun 19802009) sehingga dapat dianggap representatif. Apabila terdapat kekosongan data maka diperlukan nilai pendekatan untuk stasiun tersebut. Perkiraan data curah hujan yang kosong memerlukan data-data curah hujan minimal dari dua stasiun hujan terdekat pada tahun yang sama, sebagai data pembanding (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998).
Pelengkapan data
curah hujan dapat dilakukan 2 metode berikut: 1.
Metode Aljabar
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data kurang dari 10% (Moduto. Drainase Perkotaan . 1998).
(2.1)
2.
Metode Perbandingan Normal
Metode ini digunakan jika perbedaan curah hujan tahunan normal antara stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data lebih dari 10% (Subarkah. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. 1980):
(2.2)
Keterangan: n
: jumlah stasiun pembanding
rx
: tinggi curah hujan yang dicari
rn
: tinggi curah hujan pada tahan yang sama dengan rx pada setiap stasiun pembanding
Rx
: harga rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengukur yang salah satu curah
hujannya sedang dicari Rn
: harga rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pembanding selama kurun
waktu yang sama
Perhitungan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang kehilangan data dilakukan dengan persamaan:
(2.3) Keterangan:
∆
: Persen perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun yang
kehilangan data Ri
: Nilai rata-rata curah hujan selama pengamatan tiap stasiun
R
: Rata-rata curah hujan dari n jumlah stasiun pengamat
n
: jumlah stasiun pengamat
Contoh perhitungan,
Tabel 2.1.1 Data Curah Hujan yang belum dilengkapi P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
Sukawana
Ujg.Berung
Cicalengka
Paseh
Chinchona
Cisondari
Montaya
Saguling
1980
80
93
96
58
70
149
56
90
1981
96
80
99
92
50
90
64
85
Tahun
1982
68
83
48
65
35
126
1983
70
105
83
90
30
127
65
93
1984
75
85
64
67
25
185
68
75
1985
92
75
57
60
30
76
79
40
1986
88
54
100
101
25
69
115
1987
83
58
66
49
20
74
63
1988
136
290
81
115
64
64
151
1989
60
91
90
72
65
118
1990
80
80
98
44
90
89
1991
55
52
64
75
27
87
75
1992
93
77
80
90
29
58
88
1993
65
51
110
60
17
70
57
1994
88
81
28
65
40
57
40
79
106 48
1995 1996
115
1997
155
1998
50
74
85
82
89
56
72
55
64
71
66
46
68
1999
74
45
69
2000
80
48
104
2001
90
50
60
2002
68,5
44
62,5
93
2003
86
98
92
21
89
2004
57
95
64,5
53
65
2005
55
59
68
64,5
2006
89
69,2
58
49,5
2007
79
72
81
80
78,5
2008
77
90
105
60
62,5
2009
85
70
87
108
97
73
79
Perhitungan untuk mengisi tabel data di atas adalah sebagai berikut, 1)
Menentukan perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dan stasiun
yang kehilangan data dilakukan dengan persamaan 2.3 sebagai berikut:
∆ = ∆ =
= 18,36665931%
Perbedaan curah hujan antara stasiun pembanding dengan stasiun yang kehilangan data bernilai lebih dari 10%, maka metode pelengkapan data curah hujan
yang akan
digunakan adalah Metode Perbandingan Normal.
2)
Melengkapi data curah hujan dengan menggunakan Metode Perbandingan
Normal dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.2 sebagai berikut:
Contoh perhitungan curah hujan stasiun Sukawana pada tahun 1989,
[ ] Untuk perhitungan nilai-nilai curah hujan yang kosong digunakan cara yang sama. Setelah dilakukan perhitungan dan pelengkapan data curah hujan didapat hasil sebagai berikut:
Tabel 2.1.2 Pelengkapan Data Curah Hujan
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
Sukawana
Ujg.Berung
Cicalengka
Paseh
Chinchona
Cisondari
Montaya
Saguling
1980
80
93
96
58
70
149
56
90
1981
96
80
99
92
50
90
64
85
Tahun
1982
68
83
48
65
35
126
74,3
70,9
1983
70
105
83
90
30
127
65
93
1984
75
85
64
67
25
185
68
75
1985
92
75
57
60
30
76
79
40
1986
88
54
100
101
25
69
115
77,5
1987
83
58
66
49
20
74
63
57,6
1988
136
290
81
115
64
64
151
127,2
1989
99,3
60
91
90
72
65
118
88,9
1990
91,9
80
80
98
44
90
89
82,2
1991
55
52
64
75
27
87
75
61,8
1992
93
77
80
90
29
58
88
72,7
1993
65
51
110
60
17
70
57
60,0
1994
88
69,0
81
61,9
28
65
40
61,3
1995
84,3
84,9
57
76,2
40
79
106
75,4
1996
115
74
85
82
89
56
48
73
1997
155
100,0
72
55
64
71
93,1
88,8
1998
50
93
66
70,1
46
68
72,7
79
1999
80,8
81,4
74
73,0
45
69
75,8
72,3
2000
97,0
97,8
80
87,7
48
104
91,1
86,9
2001
86,8
87,5
90
78,5
50
60
81,5
77,7
2002
75,9
76,4
68,5
68,6
44
62,5
71,2
67,9
2003
86
98
92
75,6
21
89
78,4
74,8
2004
57
95
64,5
71,4
53
65
74,2
70,7
2005
65,2
55
59
68
32,6
64,5
61,2
58,4
2006
69,8
89
69,2
58
34,9
49,5
65,5
62,5
2007
79
72
81
80
40,8
78,5
76,7
73,2
2008
77
90
105
60
41,1
62,5
77,3
73,7
2009
85
70
87
108
46,9
97
88,1
84,0
2.2 Uji Konsistensi Adapun tujuan dilakukannya uji konsistensi adalah sebagai berikut,
Menguji kebaran data curah hujan yang didapat.
Mengidentifikasi apakah data curah hujan yang didapat memenuhi syarat dan layak digunakan.
Pengamatan curah hujan dapat mengalami perubahan akibat perubahan dalam lokasi pengukuran, pemaparan, instrumentasi, perubahan lingkungan yang mendadak, maupun cara pengamatannya. Penelitian yang dilakukan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir menunjukan bahwa sekitar 15% dari data yang tersedia menunjukan gejala ketidakpanggahan (inconsistency), sehingga tes konsistensi perlu dilakukan. Data hujan disebut konsisten apabila data yang terukur dan dihitung adalah teliti dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi. Data tidak konsisten, disebabkan: 1.
Penggantian jenis dan spesifikasi alat
2.
Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan
3.
Pemindahan lokasi pos hujan
Dalam menganalisa kebenaran atau kekonsistenan suatu data curah hujan, dapat dilakukan beberapa metoda antara lain : 1.
Observasi lapangaan.
2.
Observasi ke kantor pengolahan data
3.
Membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama
4.
Analisis kurva massa ganda
5.
Analisis statistik
Namun pada kenyatanan uji konsistensi lebih banyak menggunakan metoda analisis kurva massa ganda (double-mass curve) dengan membandingkan nilai akumulasi hujan tahunan pada pos yang bersangkutan dengan nilai akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan stasiun di sekitarnya.
Analisis kurva massa ganda ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa setiap pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten, sedangkan yang
tidak sekandung tidak konsisten dan akan terjadi penyimpangan. Apabila terdapat perubahan dalam trend data, maka perubahan tersebut perlu dikoreksi agar tetap konsisten.
Tahapan tes konsistensi adalah sebagai berikut: 1. Sejumlah stasiun dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagaistasiun dasar (pembanding). Rerata aritmatika dari semua stasiun dasar dihitung untuk setiap tahun yang sama. Rerata tersebut kemudian ditambahkan mulai dari tahun awal pengamatan (akumulasi). Demikianpula curah hujan pada stasiun hujan yang akan dianalisis trendnya. Kemudian titik-titik akumulasi curah hujan stasiun dasar dan stasiun utama diplot pada kurva massa ganda. 2. Pada kurva massa ganda, titik-titik yang tergambar akan berdeviasi disekitar garis trend. Jika ada data yang terlalu jauh menyimpang maka dikatakan data tersebut tidak mengikuti trend sehingga data tersebut perlu dikoreksi. Pengoreksian data tersebut dilakukan dengan persamaan berikut:
(Nemec. Engineering Hydrology. 1973) (2.4) keterangan: Hz : Curah hujan yang diperkirakan H0 : Curah hujan hasil pengamatan A : Slope sebelum perubahan A : Slope sesudah perubahan fk : Faktor koreksi
(2.5)
(2.6)
Berdasarkan data curah hujan yang didapat pada pengelolaan data yang sudah dilakukan sebelumnya, maka akan dilakukan tahapan perhitungan uji konsistensi untuk stasiun Sukawarna :
1. Menghitung rerata aritmatika pembanding dari semua stasiun dasar tiap tahunnya ( stasiun Ujg.Berung – stasiun Saguling ). Contoh perhitungan pada tahun 1980:
Ulangi untuk semua tahun.
2. Mengakumulasi rerata aritmatika tersebut dan curah hujan pada stasiun utama. Contoh perhitungan:
Akumulasi Stasiun Utama ( diakumulasi dari bawah ke atas )
Tahun 2009 = 77 Tahun 2008 = 77+ 79 = 156 Dan seterusnya hingga ke atas.
Akumulasi Stasiun Pembanding ( diakumulasi dari bawah ke atas )
Tahun 2009= 83 Tahun 2008 = 83+ 72.8= 155.8 Dan seterusnya hingga ke atas.
3. Memplot grafik dengan sumbu X adalah akumulasi stasiun dasar dan sumbu Y adalah akumulasi stasiun utama. Membuat trend dari grafik tersebut sehingga diketahui datadata yang tidak mengikuti trend yang perlu dikoreksi.
Grafik 2.2.1. Uji Konsistensi pada Stasiun P1 Sukawana
P1 Sukawana 3000.0 y = 1.1909x - 42.845 R² = 0.9984
2500.0 1 P 2000.0 i s a l u 1500.0 m u k 1000.0 A
Series1 Linear (Series1)
500.0 0.0 0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
Akumulasi Pembanding
4. Mengecek data-data yang tidak mengikuti trend. Pada kurva yang didapat oleh kelompok kami tidak terdapat data yang tidak mengikuti trend, semua data konsisten. 5. Tan a0, didapat dari persamaan y= 1.190x - 42.84 6. Karena data yang didapat konsisten maka Tan a0 = Tan a 7. Nilai k didapat dari : (tan a/tan a0), sehingga nilai k = 1 8. Nilai chhm didapat dari : P1 x nilai k ( per tahunnya ) = 85
Tabel 2.2.1 Hasil Uji Konsistensi untuk stasiun P1 Sukawana P1 Sukawarna Tahun 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989
P1
Ppembanding
Akumulasi P1
Akumulasi Pembanding
80
87.4
2545.1
2222.2
1.1909
1.1909
k (tan a/tan a0) 1
96
80.0
2460.1
2134.7
1.1909
1.1909
1
80
68
71.7
2380.1
2054.7
1.1909
1.1909
1
96
70
84.7
2284.1
1983.0
1.1909
1.1909
1
68
75
81.3
2216.1
1898.3
1.1909
1.1909
1
70
92
59.6
2146.1
1817.0
1.1909
1.1909
1
75
88
77.4
2071.1
1757.4
1.1909
1.1909
1
92
83
55.4
1979.1
1680.1
1.1909
1.1909
1
88
136
127.5
1891.1
1624.7
1.1909
1.1909
1
83
99,3
83.6
1808.1
1497.2
1.1909
1.1909
1
136
Tan a0
Tan a
chhm
85
1990
91,9
80.5
1672.1
1413.7
1.1909
1.1909
1
99.3
55
63.1
1572.8
1333.2
1.1909
1.1909
1
91.9
93
70.7
1480.9
1270.1
1.1909
1.1909
1
55
65
60.7
1425.9
1199.4
1.1909
1.1909
1
93
88
58.0
1332.9
1138.7
1.1909
1.1909
1
65
84,3
74.1
1267.9
1080.7
1.1909
1.1909
1
88
115
72.4
1179.9
1006.6
1.1909
1.1909
1
84.3
155
77.7
1095.6
934.2
1.1909
1.1909
1
115
50
70.7
980.6
856.5
1.1909
1.1909
1
155
1999
80,8
70.1
825.6
785.8
1.1909
1.1909
1
50
2000
97,0
84.2
775.6
715.7
1.1909
1.1909
1
80.8
2001
86,8
74.2
694.8
631.6
1.1909
1.1909
1
97
2002
75,9
65.6
597.8
557.4
1.1909
1.1909
1
86.8
86
75.5
511.0
491.8
1.1909
1.1909
1
75.9
57
70.5
435.1
416.3
1.1909
1.1909
1
86
2005
65,2
57.0
349.1
345.7
1.1909
1.1909
1
57
2006
69,8
61.2
292.1
288.8
1.1909
1.1909
1
65.8
79
71.7
226.3
227.5
1.1909
1.1909
1
70.3
77
72.8
156.0
155.8
1.1909
1.1909
1
79
85
83.0
77.0
83.0
1.1909
1.1909
1
77
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
2003 2004
2007 2008 2009
Untuk data tidak konsisten dilakukan perhitungan sebagai be rikut, Pengolahan data pada stasiun Cicalengka : 1. Menghitung rerata aritmatika pembanding dari semua stasiun dasar tiap t ahunnya Contoh perhitungan pada tahun 1980:
Lakukan perhitungan untuk semua tahun.
2. Mengakumulasi rerata aritmatika tersebut dan curah hujan pada stasiun utama. Contoh perhitungan:
Akumulasi Stasiun Utama( diakumulasi dari bawah ke atas )
Tahun 2009 = 87 Tahun 2008 = 87+ 105 = 192 Dan seterusnya hingga ke atas.
Akumulasi Stasiun Pembanding ( diakumulasi dari bawah ke atas )
Tahun 2009 = 82.7 Tahun 2008 = 82.7 + 68.8 = 151.5 Dan seterusnya hingga ke atas.
3. Memplot grafik dengan sumbu X adalah akumulasi stasiun dasar dan sumbu Y adalah akumulasi stasiun utama. Membuat trend dari grafik tersebut sehingga diketahui datadata yang tidak mengikuti trend yang perlu dikoreksi.
Grafik 2.2.2 Uji Konsistensi stasiun P3 Cicalengka
P3 Cicalengka 2500 y = 1.0309x + 51.387 R² = 0.9985
2000
y = 1.0365x + 89.02 R² = 0.9996
3 P i 1500 s a l u m u1000 k A
Series1 inkonsisten Linear (Series1) Linear (inkonsisten)
500 0 0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
Akumulasi Pembanding
4. Mengecek data-data yang tidak mengikuti trend. Pada kurva terdapat data-data yang tidak mengikuti tren dari tahun 1889-1893 5. Didapat 2 nilai Tan a0, a) untuk data konsisten didapat dari persamaan y = 1.030x – 51.38 b) untuk data tidak konsisten y = 1.036x – 89.02 6. Karena data yang didapat konsisten dan inkonsisten maka a) Tan a0 = Tan a = 1.030 ( konsisten ) b) Tan a= 1.036 ( inkonsisten ) 7. Nilai k didapat dari : (tan a/tan a0), a) nilai k = 1 ( konsisten ) b) nilai k = 1.005432 ( inkonsisten ) 8. Nilai chhm didapat dari : P1 x nilai k ( per tahunnya ) = 85
Tabel 2.2.2 Hasil Uji Konsistensi untuk Stasiun P3 Cicalengka P3 Cicalengka Tahun
P3
Ppembanding
Akumulasi P3
Akumulasi Pembanding
1980
96
85.1
2350.2
2250.0
1.0309
1.0309
1
96
1981
99
79.6
2254.2
2164.9
1.0309
1.0309
1
99
1982
48
74.6
2155.2
2085.3
1.0309
1.0309
1
48
1983
83
82.9
2107.2
2010.7
1.0309
1.0309
1
83
1984
64
82.9
2024.2
1927.8
1.0309
1.0309
1
64
1985
57
64.6
1960.2
1845.0
1.0309
1.0309
1
57
1986
100
75.6
1903.2
1780.4
1.0309
1.0309
1
100
1987
66
57.8
1803.2
1704.8
1.0309
1.0309
1
66
1988
81
135.3
1737.2
1646.9
1.0309
1.0309
1
81
1989
91
84.7
1656.2
1511.6
1.0309
1.0365
1.005432
91.49433
1990
80
82.2
1565.2
1426.9
1.0309
1.0365
1.005432
80.43457
1991
64
61.8
1485.2
1344.7
1.0309
1.0365
1.005432
64.34766
1992
80
72.5
1421.2
1282.9
1.0309
1.0365
1.005432
80.43457
1993
110
54.3
1341.2
1210.4
1.0309
1.0365
1.005432
110.5975
1994
81
59.0
1231.2
1156.1
1.0309
1.0309
1
81
1995
57
78.0
1150.2
1097.1
1.0309
1.0309
1
57
1996
85
76.7
1093.2
1019.1
1.0309
1.0309
1
85
1997
72
89.5
1008.2
942.4
1.0309
1.0309
1
72
1998
66
68.4
936.2
852.8
1.0309
1.0309
1
66
1999
74
71.0
870.2
784.4
1.0309
1.0309
1
74
2000
80
86.6
796.2
713.4
1.0309
1.0309
1
80
2001
90
73.7
716.2
626.8
1.0309
1.0309
1
90
2002
68.5
66.6
626.2
553.1
1.0309
1.0309
1
68.5
2003
92
74.7
557.7
486.4
1.0309
1.0309
1
92
2004
64.5
69.5
465.7
411.7
1.0309
1.0309
1
64.5
2005
59
57.9
401.2
342.3
1.0309
1.0309
1
59
2006
69.2
61.4
342.2
284.3
1.0309
1.0309
1
69.2
2007
81
71.4
273
223.0
1.0309
1.0309
1
81
2008
105
68.8
192
151.5
1.0309
1.0309
1
105
2009
87
82.7
87
82.7
1.0309
1.0309
1
87
Tan a0
Tan a
k (tana/tana0)
chhm
2.3 Uji Homogenitas Adapun tujuan dilakukannya uji homogenitas adalah sebagai berikut,
Agar data yang diperoleh dalam melakukan pengamatan unsur iklim atau cuaca menjadi bermanfaat.
Agar data yang diperoleh memiliki akurasi yang tinggi
Pemahaman tentang perlunya dilakukan analisis homogenitas merupakan suatu langkah awal untuk membenahi data sekaligus menerapkan pengawasan kualitas (quality control ) terhadap asset data iklim yang ada di BMG. Selanjutnya perlu disadari bahwa merupakan suatu kewajiban ilmiah untuk memberikan keterangan apakah suatu seri data telah teruji homogenitasnya atau belum. Secara rinci keterangan tentang homogenitas data meliputi: 1. Jenis parameter 2. Periode pengamatan data 3. Basis skala waktu (bulanan, mingguan, tahunan, dsb) 4. Jenis teknik (test) yang dipakai dalam uji homogenitas serta penjelasannya 5. Jumlah seri data yang homogen/ tidak homogen pada suatu stasiun (berapa seri data yang ditemukan homogen/ tidak homogen) 6. Jumlah kasus, panjangnya periode dan variasi tahunan kasus tidak homogeny (jumlah kasus setiap bulannya) dalam satu seri data. 7. Ukuran penyimpangan dan faktor koreksi yang digunakan untuk memperbaiki ( mengadjust ) ketidak homogenan seri tersebut. 8. Faktor non-klimat yang diidentifikasi telah mengakibatkan ketidak homogenan dalam suatu seri data (pemindahan instrumen, pergantian waktu pengamatan, pergantian pengamat, kecenderungan/ trend memanas/ mendingin secara perlahan-lahan misalnya karena dampak perkotaan dan dampak perubahan tata guna lahan).
Tes homogenitas biasanya dilakukan bila data-data pokok untuk studi diperoleh dari sekitar lebih dari sepuluh stasiun pengamat hujan (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998). Namun untuk menyempurnakan perhitungan dan untuk mengikuti prosedur yang berlaku, maka tes homogenitas perlu dilakukan. Tes homogenitas ini dilakukan pada kurva tes homogenitas dengan mengeplotkan data-data curah hujan terpilih. Apabila titik tersebut berada pada corong kurva, maka data tersebut bersifat homogen. Apabila tidak homogen,
dapat dipilih sebagian dari data-data yang ada dan dihitung kembali kehomogenitasannya sedemikian rupa sehingga array baru yang terpilih bersifat homogen. Tes ini menggunakan kertas grafik dari US Geological Survey dengan memplot titiktitik yang mempunyai koordinat H (N, TR). N merupakan jumlah data curah hujan dan harga TR ditentukan dengan rumus:
(2.7) keterangan: TR : occurence interval atau PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata (tahun) Tr : PUH untuk curah hujan tahunan rata-rata R 10 : curah hujan tahunan dengan PUH 10 tahun (mm/hari) R : curah hujan rata-rata (mm/hari)
Untuk mendapatkan R 10 dan Tr yang diinginkan, dapat diterapkan beberapa metode, diantaranya persamaan modifikasi Gumbel yang diturunkan dengan cara sebagai berikut:
(2.7) Dengan mensubstitusi, diperoleh persamaan Gumbel:
(2.8) Atau rumus lain:
Tr 0.45 R Tr 1
RT R 0.78 ln ln
(2.9) keterangan: Yt : reduced variate Y N : reduced mean HR : standar deviasi data hujan H N : reduced standar deviation
Berikut diberikan contoh hasil perhitungan uji homogenitas. a) Trial 1 (n=10)
1. Menentukan nilai tinggi hujan pada PUH 2.33 dan 10 tahun di stasiun utama.
10 0.45 x21.44 112.822 10 1
RT 84.84 0.78 ln ln
2. Untuk PUH 2.33 tahun, maka nilai R 2.33 = R rata-rata = 112.822. Maka nilai T R dicari:
T R
112.822 84.84
x2.33 3.098605
3. Periode ulang Ti terhadap Ni (jumlah data = 30) diplot pada kurva uji homogenitas yang berupa corong.
Tabel 2.3.1. Perhitungan Uji Homogenitas Trial 1 (n=30)
Tahun
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
Sukawarna
Ujg.Berung
Cicalengka
Paseh
Chinchona
Cisondari
Montaya
Saguling
1980
80
93.00
96.00
58.00
70.00
149.00
56.00
90.00
1981
96
80.00
99.00
92.00
50.00
90.00
64.00
85.00
1982
68
83.00
48.00
65.00
35.00
126.00
74.30
70.91
1983
70
105.00
83.00
90.00
30.00
127.00
65.00
93.00
1984
75
85.00
64.00
67.00
25.00
185.00
68.00
75.00
1985
92
75.00
57.00
60.00
30.00
76.00
79.00
40.00
1986
88
54.00
100.00
101.00
25.00
69.00
115.00
77.55
1987
83
58.00
66.00
49.00
20.00
74.00
63.00
57.62
1988
136
290.00
81.00
115.00
64.00
64.00
151.00
127.20
1989
99,3
60.00
91.49
90.00
72.00
65.00
118.00
88.85
1990
91,9
80.00
80.43
98.00
44.00
90.00
89.00
82.24
1991
55
52.00
64.35
75.00
27.00
87.00
75.00
61.83
1992
93
77.00
80.43
90.00
29.00
58.00
88.00
72.65
1993
65
51.00
110.60
60.00
17.00
70.00
57.00
60.00
1994
88
69.00
81.00
61.90
28.00
65.00
40.00
61.29
1995
84,3
84.90
57.00
76.20
40.00
79.00
106.00
75.43
1996
115
74.00
85.00
82.00
89.00
56.00
48.00
73.00
1997
155
99.90
72.00
55.00
64.00
71.00
93.10
88.81
1998
50
93.00
66.00
70.00
46.00
68.00
72.70
79.00
1999
80,8
81.40
74.00
73.00
45.00
69.00
75.80
72.30
2000
97,0
91.80
80.00
87.70
48.00
104.00
91.00
86.87
2001
86,8
81.50
90.00
78.50
50.00
60.00
81.50
77.70
2002
75,9
76.40
68.50
68.50
44.00
62.50
71.20
67.90
2003
86
98.00
92.00
75.60
21.00
89.00
78.40
74.81
2004
57
95.00
64.50
71.40
53.00
65.00
74.20
70.73
2005
65,2
55.00
59.00
68.00
32.60
64.50
61.23
58.40
2006
69,8
89.00
69.20
58.00
34.80
49.50
65.51
62.48
2007
79
72.00
81.00
80.00
40.80
78.50
76.69
73.15
2008
77
90.00
105.00
60.00
41.10
62.50
77.31
73.74
2009
70.00
87.00
108.00
46.90
97.00
88.08
84.02
R
85 84.84
Ơ
85.46
78.42
76.13
42.07
82.35
78.77
75.38
21.44
40.69111
15.24321
16.1937
16.73748
29.40327
21.84218
14.95439
R10
112.822
138.5769
98.31371
97.26409
63.92054
120.7297
107.2775
94.90294
TR
3.098605
3.778043
2.921191
2.976951
3.539887
3.41591
3.173358
2.933331
30
30
30
30
30
30
30
30
N
Grafik 2.3.1. Corong Uji Homogenitas Trial 1
4.
Nilai (30 ; 3.098605) ternyata tidak berada dalam corong homogenitas, maka jumlah
data harus dikurangi, hanya diambil 20 tahun terakhir saja agar kemungkinan data tersebut menjadi homogen lebih besar.
b) Trial 2 (n=20)
1. Menentukan nilai tinggi hujan pada PUH 2.33 dan 10 tahun di stasiun utama.
10 0.45 x22.73 113.27 10 1
RT 83.61 0.78 ln ln
2. Untuk PUH 2.33 tahun, maka nilai R 2.33 = R rata-rata = 113.27. Maka nilai T R dicari:
T R
113.27 83.61
x2.33 3.156695
3. Periode ulang Ti terhadap Ni (jumlah data = 20) diplot pada kurva uji coba homogenitas yang berupa corong.
Tabel 2.3.2. Perhitungan Uji Homogenitas Trial 2
Tahun
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
Sukawana
Ujg.Berung
Cicalengka
Paseh
Chinchona
Cisondari
Montaya
Saguling
1990
99.30
80.00
80.43
98.00
44.00
90.00
89.00
82.24
1991
91.90
52.00
64.35
75.00
27.00
87.00
75.00
61.83
1992
55.00
77.00
80.43
90.00
29.00
58.00
88.00
72.65
1993
93.00
51.00
110.60
60.00
17.00
70.00
57.00
60.00
1994
65.00
69.00
81.00
61.90
28.00
65.00
40.00
61.29
1995
88.00
84.90
57.00
76.20
40.00
79.00
106.00
75.43
1996
84.30
74.00
85.00
82.00
89.00
56.00
48.00
73.00
1997
115.00
99.90
72.00
55.00
64.00
71.00
93.10
88.81
1998
155.00
93.00
66.00
70.00
46.00
68.00
72.70
79.00
1999
50.00
81.40
74.00
73.00
45.00
69.00
75.80
72.30
2000
80.80
91.80
80.00
87.70
48.00
104.00
91.00
86.87
2001
97.00
81.50
90.00
78.50
50.00
60.00
81.50
77.70
2002
86.80
76.40
68.50
68.50
44.00
62.50
71.20
67.90
2003
75.90
98.00
92.00
75.60
21.00
89.00
78.40
74.81
2004
86.00
95.00
64.50
71.40
53.00
65.00
74.20
70.73
2005
57.00
55.00
59.00
68.00
32.60
64.50
61.23
58.40
2006
65.80
89.00
69.20
58.00
34.80
49.50
65.51
62.48
2007
70.30
72.00
81.00
80.00
40.80
78.50
76.69
73.15
2008
79.00
90.00
105.00
60.00
41.10
62.50
77.31
73.74
2009
77.00
70.00
87.00
108.00
46.90
97.00
88.08
84.02
R
83.61
79.05
78.35
74.84
42.06
72.28
75.49
72.82
Ơ
22.73
14.21
13.83
13.30
15.45
14.22
15.36
8.67
113.27
97.59
96.41
92.20
62.23
90.84
95.53
84.13
3.156695
2.876653
2.866971
2.870316
3.447097
2.928343
2.948747
2.69202
20
20
20
20
20
20
20
20
R10 TR N
Grafik 2.3.2. Corong Uji Homogenitas Trial 2
4. Nilai (20 ; 3.156695 ) ternyata berada dalam corong homogenitas, se hingga dapat dikatakan maka jumlah data harus dikurangi menjadi 20 tahun terakhir saja agar kemungkinan data tersebut menjadi homogen lebih besar.
2.4 Analisis Curah Hujan Harian Maksimum Adapun tujuan dilakukannya analisis terhadap curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut,
Menentukan data curah hujan harian maksimum yang digunakan berdasarkan Metode Gumbel, Metode Distribusi Normal, dan Metode Log Pearson, di wilayah DAS Citarum hulu
Menentukan nilai curah hujan wilayah dengan menggunakan metoda aritmatik sederhana dan metoda thiessen Sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa,
seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik
dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang sangat ekstrim kejadiannya sangat langka (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004). Tujuan analisis frekuensi data hidrologi berkaitan dengan besaran peristiw-aperistiwa ekstrim yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent), terdistribusi secara acak, dan bersifat stokastik. Frekuensi hujan adalah besaran kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Sebaliknya, periode ulang adalah waktu hipotetik dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan di masa akan datang akan masih sama dengan sifat statistic kejadian hujan masa lalu. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi. Metode yang dipakai dalam analisis frekuensi data curah hujan harian maksimum adalah sebagai berikut:
1. Metode Gumbel 2. Metode Log Pearson Tipe III 3. Metode Distribusi Normal
a)
Metode Gumbel
Menurut Gumbel, curah hujan untuk periode ulang hujan (PUH) te rtentu (Tr) dihitung berdasarkan persamaan berikut (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004):
X Tr
YTr
X
S (
Y n
YTr
Ln( Ln(
S n T r T r
)
))
1
1/ 2
n 2 ( ) R R i n 1 S 1 n
(2.10) Keterangan :
YTr
: reduced variate
Yn
:reduced mean
S
: standar deviasi data hujan
Sn
: reduced standar deviation
Tabel 2.4.1 Nilai Reduced M ean
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
Tabel 2.4.2 Reduce Standar d D eviati on
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
b)
Metode Log Pearson Tipe III
Metode ini telah mengembangkan serangkaian fungsi probabilitas yang dapat dipakai untuk hampir semua distribusi probabilitas empiris. Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004):
Harga rata-rata ( R )
Simpangan baku (S)
Koefisien kemencengan (G) Jika G = 0 maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal. Berikut langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Tipe III (Suripin. Sistem
Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004): 1.
Ubah data ke dalam bentuk logaritmis
(2.11) 2.
Hitung harga rata-rata
̅ (2.12) 3.
Hitung harga simpangan baku 1/ 2
n 2 (Log Ri Log R) S i 1 n 1
(2.13) 4.
Hitung koefisien kemencengan n
n G
(Log R Log R) i
i 1
(n 1)(n 2) S 3
3
(2.14) 5.
Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T dengan rumus
Log RT = Log R KS (2.15) K 6.
: variabel standar untuk R yang besarnya tergantung nilai G
Menghitung curah hujan dengan menghitung antilog dari Log R T Tabel 2.4.3 Nilai K untuk Distribusi Log
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
Tabel 2.4.4 Koefisien G untuk beberapa Periode Ulang
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
Setelah dilakukan perhitungan dengan Metode Log Pearson Tipe III, maka diperoleh curah hujan harian maksimum untuk berbagai PUH.
c)
Metode Distribusi Normal
Distribusi normal disebut juga distribusi Gauss. Dalam pemakaian praktis umumnya digunakan persamaan (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004): X T X KT S K T
X T X S
(2.16) Keterangan : XT
: Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
X
:Nilai rata-rata hitung variat
S
: Standar deviasi nilai variat
K T
: Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis peluang
Tabel 2.4.5 Nilai Variabel Reduksi Gauss
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
Ada 3 metode yang dapat digunakan untuk menghitung hujan wilayah yaitu metode polygon Thiessen, Isohyet, dan rerata aritmatik. 1. Metode Rerata Aritmatik
Metode ini yang paling sederhana dalam perhitungan curah hujan daerah. Metode ini cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, alat penakar tersebar merata/hampir merata, dan cocok untuk kawasan dengan topografi rata atau datar, dan harga individual curah hujan tidak terlalu jauh dari harga rata-ratanya. Hujan daerah diperoleh dari persamaan berikut (Suripin, 2004:27) :
(2.17) Dengan P1, P2, Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2,…..n dan n adalah banyaknya pos penakar hujan.
2. Metode Garis-garis I sohyet
Metode ini memperhitungkan secara aktual pengaruh tiap-tiap pos penakar hujan. Metode ini cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km 2. Hujan rerata daerah dihitung dengan persamaan berikut (Suripin, 2003:30)
(2.18)
Penjelasan garis-garis isohyet : Gambar 2.4.1 Garis Isohyet
3. Metode Poli gon Thi essen
Metode ini memberikan proporsi luasan daerah pengaruh pos penakar hujan untuk mengakomodasi ketidakseragaman jarak. Meskipun belum dapat memberikan bobot yang tepat sebagai sumbangan satu stasiun hujan untuk hujan daerah, metode ini telah memberikan bobot tertentu kepada masing-masing stasiun sebagai fungsi jarak stasiun hujan. Metode ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500 – 5000 km 2. Hujan rerata daerah untuk metode Poligon Thiessen dihitung dengan persamaan berikut. (Suripin, 2004:27).
(2.19)
Dengan P1, P2, ….Pn adalah curah hujan yang tercatat di pos penakar hujan 1, 2, ….n. A1, A2, ….An adalah luas polygon 1, 2, ….n. Sedangkan n adalah banyaknya pos penakar hujan. Penjelasan metode Poligon Thiessen ini dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.4.2 Pembagian daerah dengan metode Poligon Thiessen
Penentuan atau pemilihan metode curah hujan daerah dapat dihitung dengan parameter luas daerah tinjauan sebagai berikut (Sosrodarsono, 2003: 51): 1. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 ha dengan variasi topografi kecil diwakili oleh sebuah stasiun pengamatan. 2. Untuk daerah tinjauan dengan luas 250 – 50.000 ha yang memiliki 2 atau 3 stasiun pengamatan dapat menggunakan metode rata-rata aljabar. 3. Untuk daerah tinjauan dengan luas 120.000 – 500.000 ha yang memiliki beberapa stasiun pengamatan tersebar cukup merata dan dimana curah hujannya tidak terlalu dipengaruhi oleh kondisi topografi dapat menggunakan metode rata-rata aljabar, tetapi jika stasiun pengamatan tersebar tidak merata dapat menggunakan metode Thiessen. 4. Untuk daerah tinjauan dengan luas lebih dari 500.000 ha menggunakan metode Isohiet atau metode potongan antara.
Pada perhitungan ini, hasil yang dijadikan dasar untuk perhitungan pada metode gumbel, log normal dan pearson adalah data yang sebelumnya telah dihitung melalui metode Thiessen.
Tabel 2.4.6 Hasil Pengolahan Data dengan metode Thiessen P1
Tahun 1990.0
P3
P4
Sukawana Ujg.Berung Cicalengka
91.9
P5
Paseh
P6
Chinchona Cisondari
P7
P8
Montaya
Saguling
80.0
80.0
98.0
44.0
90.0
89.0
82.2
1991.0
55.0
52.0
64.0
75.0
27.0
87.0
75.0
61.8
1992.0
93.0
77.0
80.0
90.0
29.0
58.0
88.0
72.5
1993.0
65.0
51.0
110.0
60.0
17.0
70.0
57.0
59.9
1994.0
88.0
68.8
81.0
61.7
28.0
65.0
40.0
61.1
57.0
75.5
40.0
79.0
106.0
75.4
1995.0
85.1
84.2
1996.0
115.0
74.0
1997.0
a)
P2
155.0
98.9
85.0
82.0
89.0
56.0
48.0
73.0
72.0
55.0
64.0
71.0
92.9
88.6
66.0
69.3
46.0
68.0
93.9
79.0
74.0
72.3
45.0
69.0
73.3
72.9
97.5
80.0
86.9
48.0
104.0
76.5
87.6
87.7
87.2
90.0
77.7
50.0
60.0
91.9
78.4
2002.0
76.6
76.2
68.5
67.9
44.0
62.5
82.2
68.5
2003.0
86.0
98.0
92.0
74.7
21.0
89.0
71.9
75.4
2004.0
57.0
95.0
64.5
70.7
53.0
65.0
79.1
71.3
1998.0
50.0
93.0
1999.0
81.6
81.2
2000.0
98.0
2001.0
2005.0
66.2
55.0
59.0
68.0
32.8
64.5
74.8
59.2
2006.0
70.8
89.0
69.2
58.0
35.0
49.5
62.1
63.3
2007.0
79.0
72.0
81.0
80.0
41.0
78.5
66.4
74.0
2008.0
77.0
90.0
105.0
60.0
41.3
62.5
77.6
74.5
2009.0
85.0
70.0
87.0
108.0
47.1
97.0
78.2
85.0
Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Gumbel Contoh perhitungan : PUH 2 tahun
Dengan melakukan perhitungan yang sama, maka didapatkan komponen nilai yang dibutuhkan pada PUH 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun, yaitu :
Tabel 2.4.6 Hasil Perhitungan Metode Gumbel PUH (tahun) Tr
b)
| X
YTr
Yn
Sn
S
XTr
2
71.4
0.3665
0.5236
1.0628
8.5018
70.1434
5
71.4
1.4999
0.5236
1.0628
8.5018
79.2102
10
71.4
2.2504
0.5236
1.0628
8.5018
85.2132
25
71.4
3.1985
0.5236
1.0628
8.5018
92.7980
50
71.4
3.9019
0.5236
1.0628
8.5018
98.4248
100
71.4
4.6001
0.5236
1.0628
8.5018
104.0101
Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Distribusi Normal Contoh Perhitungan : PUH 2 tahun Diketahui :
Standar deviasi (S)
= 8.502
Rata-rata
= 71.4
Untuk PUH 2 tahun, diketahui nilai K = 0
⁄ Dengan melakukan perhitungan yang sama, maka didapatkan komponen nilai yang dibutuhkan pada PUH 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun, yaitu :
Tabel 2.4.7 Hasil Perhitungan Distribusi Normal Metode Distribusi Normal
c)
PUH
K T
S
2
0
8.502
71.4
71
5
0.84
8.502
71.4
79
10
1.28
8.502
71.4
82
25
1.708
8.502
71.4
86
50
2.05
8.502
71.4
89
100
2.33
8.502
71.4
91
| X
XT
Perhitungan Dengan Menggunakan Metode Log Pearson Tipe III
Contoh Perhitungan : Variasi tahun 1990 Diketahui : R = 81.5
1.91112443
Diketahui jumlah semua curah hujan tiap tahun = 1429
Rata-rata = (1429)/30 = 47.63
Diketahui jumlah semua curah hujan tiap tahun dari
=
Diketahui jumlah semua curah hujan tiap tahun dari ( Ri R) = 0.000217895 3
Dengan melakukan perhitungan yang sama, maka didapatkan tabel perhitungan dari metode Log Pearson Tipe III dari tahun 1977 hingga tahun 2006 dengan jumlah 30 data yaitu :
Tabel 2.4.8 Hasil Perhitungan Metode Log Pearson Type III Tahun
R
R=log R
(Ri-Rx)^2
(Ri-Rx)^3
1990
81.5
1.91112443
0.00362102
0.000217895
1991
62.6
1.79629385
0.00298724
-0.00016327
1992
69.8
1.84404126
4.7724E-05
-3.29687E-07
1993
59.8
1.77664807
0.0055207
-0.000410196
1994
61.7
1.79019199
0.00369147
-0.000224285
1995
74.2
1.870395
0.00037813
7.35289E-06
1996
76.2
1.88206806
0.00096836
3.01341E-05
1997
84.8
1.92823387
0.00597287
0.00046161
1998
68.7
1.83684268
0.000199
-2.80729E-06
1999
70.6
1.84871574
4.9897E-06
-1.11457E-08
2000
87.5
1.94221757
0.00832986
0.00076025
2001
74.1
1.87003245
0.00036416
6.94923E-06
2002
65.9
1.81912394
0.00101287
-3.2235E-05
2003
77.3
1.88818995
0.00138685
5.16469E-05
2004
69.5
1.84176252
8.4401E-05
-7.75387E-07
2005
57.4
1.75913313
0.00843025
-0.000774035
2006
61.4
1.78820994
0.00393625
-0.000246959
2007
71.9
1.85649437
3.0746E-05
1.70481E-07
2008
71.7
1.8555254
2.0939E-05
9.58146E-08
2009
82.0
1.91374572
0.00394337
0.000247628
Jumlah
1429
37
0.05093121
-7.11692E-05
(Rx)
71.4
1.8509495
S
0.0518
G
-0.02998819
Rata-Rata
Tabel Perhitungan nilai Koreksi Koefisien G PUH Koef. G
2
5
10
25
50
100
Persentase Peluang Terlampaui 50
20
10
4
2
1
0
0
0.842
1.282
1.751
2.054
2.326
-0.1
0.017
0.846
1.27
1.716
2
2.252
0.84316
1.27852
1.74085
2.03834
2.30454
K 0.00493
Contoh Perhitungan : PUH 2 tahun Berdasarkan perhitungan sebelumnya didapatkan nilai K = 0.00493, dan Sd = 0.052226 maka :
Dengan menggunakan perhitungan yang sama maka didapatkan nilai dari ke-empat komponen di atas pada PUH 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun, yaitu : Tabel 2.4.9 Hasil Perhitungan Metode Log Pearson type III
Perhitungan Log Pearson III PUH
K
S
log R=Rx
log R T
R T
2
0.00493
0.052226
1.855957528
1.856215
71.8150
5
0.84316
0.052226
1.855957528
1.8999924
79.45477
10
1.27852
0.052226
1.855957528
1.9227296
83.62709
25
1.74085
0.052226
1.855957528
1.9468752
88.25391
50
2.03834
0.052226
1.855957528
1.9624119
91.34651
100
2.30454
0.052226
1.855957528
1.9763145
94.17963
2.5 Menentukan curah hujan wilayah Tabel 2.5.1 Data curah wilayah setelah dilakukan uji homogenitas 1990
91.80
80.00
80.00
102.55
44.00
90.00
88.92
82.20
1991
55.00
52.00
64.00
75.00
27.00
87.00
74.93
61.80
1992
93.00
77.00
80.00
90.00
29.00
58.00
87.92
72.60
1993
65.00
51.00
110.00
60.12
17.00
70.00
56.95
60.00
1994
88.00
69.00
81.00
62.02
28.00
65.00
39.96
61.30
1995
84.30
84.90
57.00
76.35
40.00
79.00
105.90
75.40
1996
115.00
74.00
85.00
82.16
89.00
56.00
47.96
73.00
1997
155.00
99.90
72.00
55.11
64.00
71.00
93.10
88.80
1998
50.00
93.00
66.00
70.00
46.00
68.00
72.70
79.00
1999
80.70
81.40
74.00
73.00
45.00
69.00
75.80
72.30
2000
97.00
97.80
80.00
87.70
48.00
104.00
91.00
86.80
2001
86.80
87.50
90.00
78.50
50.00
60.00
81.40
77.70
2002
75.80
76.40
68.50
68.60
44.00
62.50
71.10
67.90
2003
86.00
98.00
92.00
75.50
21.00
89.00
78.40
74.80
2004
57.00
95.00
64.50
71.40
53.00
65.00
74.10
70.70
2005
65.20
55.00
59.00
68.00
32.60
64.50
61.20
58.40
2006
69.80
89.00
69.20
58.00
34.80
49.50
65.50
62.40
2007
79.00
72.00
81.00
80.00
40.80
78.50
76.70
73.10
2008
77.00
90.00
105.00
60.00
41.10
62.50
77.30
73.70
2009
85.00
70.00
87.00
108.00
46.80
97.00
82.54
84.00
rata2
82.82
79.65
78.26
75.10
42.06
72.28
75.17
72.80
Stdev
21.93945348
14.28371
13.44404
13.37376
15.0751
13.87656
14.8062
8.455118
R10
111.4572728
98.28933
95.80833
92.55701
61.73232
90.38789
94.49521
83.83135
Tr
25.96954456
22.90141
22.32334
21.56578
14.38363
21.06038
22.01738
19.5327
1.
Metoda aritmatik
R=(91.80+80.00+80.00+102.55+44.00 R=(91.80+80.00+80.00+102.55+44.00+90.00+88.92+82.2 +90.00+88.92+82.20)/8=82.43 0)/8=82.43 Perhitungan yang sama dilakukan untuk data berikutnya 2.
Metode Poligon Thiessen
Diketahui: Gambar 2.5.1 Pembagian Luas Daerah dengan Metode Poligon Thiessen
Stasiun Sukawana
Luas daerah asli (km2) 354.7356146
Ujg.Berung 129.9271599 Cicalengka
268.3942253
Paseh
318.2692366
Chinchona
345.5520611
Cisondari
466.7261684
Montaya
206.4567728
Saguling
192.9387614 2283
Tabel 2.5.2 Perhitungan curah hujan untuk metoda Thiessen Tahun
A1*P1
A2*P2
A3*P3
A4*P4
A5*P5
A6*P6
A7*P7
A8*P8
total
1990
32564.73
10394.17
21471.54
32637.52
15204.29
42005.36
18357.65
15859.57
188494.8
1991
19510.46
6756.212
17177.23
23870.19
9329.906
40605.18
15469.93
11923.62
144642.7
1992
32990.41
10004.39
21471.54
28644.23
10021.01
27070.12
18151.39
14007.35
162360.4
1993
23057.81
6626.285
29523.36
19133.86
5874.385
32670.83
11757.15
11576.33
140220
1994
31216.73
8964.974
21739.93
19739.76
9675.458
30337.2
8250.631
11827.15
141751.8
1995
29904.21
11030.82
15298.47
24300
13822.08
36871.37
21864.17
14547.58
167638.7
1996
40794.6
9614.61
22813.51
26149.6
30754.13
26136.67
9900.758
14084.53
180248.4
1997
54984.02
12979.72
19324.38
17539.37
22115.33
33137.56
19221.13
17132.96
196434.5
1998
17736.78
12083.23
17714.02
22278.85
15895.39
31737.38
15009.41
15242.16
147697.2
1999
28627.16
10576.07
19861.17
23233.65
15549.84
32204.11
15649.42
13949.47
159650.9
2000
34409.35
12706.88
21471.54
27912.21
16586.5
48539.52
18787.57
16747.08
197160.7
2001
30791.05
11368.63
24155.48
24984.14
17277.6
28003.57
16805.58
14991.34
168377.4
2002
26888.96
9926.435
18385
21833.27
15204.29
29170.39
14679.08
13100.54
149188
2003
30507.26
12732.86
24692.27
24029.33
7256.593
41538.63
16186.21
14431.82
171375
2004
20219.93
12343.08
17311.43
22724.42
18314.26
30337.2
15298.45
13640.77
150189.5
2005
23128.76
7145.994
15835.26
21642.31
11265
30103.84
12635.15
11267.62
133023.9
2006
24760.55
11563.52
18572.88
18459.62
12025.21
23102.95
13522.92
12039.38
134047
2007
28024.11
9354.756
21739.93
25461.54
14098.52
36638
15835.23
14103.82
165255.9
2008
27314.64
11693.44
28181.39
19096.15
14202.19
29170.39
15959.11
14219.59
159836.9
2009
30152.53
9094.901
23350.3
34373.08
16171.84
45272.44
17041.53
16206.86
191663.5
R=(32564.72942+10394.17279+21 R=(32564.72942+10394.17279+21471.53802+326 471.53802+32637.52053+1520 37.52053+15204.29069 4.29069 +42005.35516+18357.65495+1 +42005.35516+18357.65495+15859.56619)/ 5859.56619)/ 2283= 82.56453 Perhitungan yang sama dilakukan untuk data pada tahun berikutnya
Tabel 2.5.3 hasil curah hujan wilayah dengan metode aritmatik dan Thiessen
TAHUN
ARITMATIK
THIESSEN
1990
82.43
82.56453
1991
62.09
63.35643
1992
73.44
71.11715
1993
61.26
61.41919
1994
61.79
62.09016
1995
75.36
73.42913
1996
77.76
78.95243
1997
87.36
86.04226
1998
68.09
64.69436
1999
71.40
69.93031
2000
86.54
86.36034
2001
76.49
73.75269
2002
66.85
65.34733
2003
76.84
75.06569
2004
68.84
65.78604
2005
57.99
58.26716
2006
62.28
58.71529
2007
72.64
72.38543
2008
73.33
70.01178
2009
82.54
83.95246
Stdev
8.64
8.891248
Dengan kedua cara, aritmatik dan thiessen diperoleh perhitungan standar deviasi metoda aritmatik adalah lebih kecil sehingga data dari perhitungan ini yang digunakan pada perhitungan selanjutnya
2.6 Uji Kecocokan Adapun tujuan dilakukannya uji kecocokan adalah sebagai berikut:
Menentukan data curah hujan harian maksimum yang digunakan berdasarkan Metode Gumbel, Metode Distribusi Normal, dan Metode Log Pearson, di wilayah DAS Citarum hulu
Menentukan set data yang cocok yang akan digunakan untuk analisis intensitas curah hujan, melalui Metode Chi Kuadrat dengan derajat kepercayaan tertentu Uji kecocokan diperlukan untuk mengetes kecocokan distribusi frekuensi sampel data
terhadap fungsi distribusi peluang, yang diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian yang sering dipakain adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat bertujuan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang terpilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan parameter X2 yang dapat dihitung dengan persamaan berikut (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004):
X 2 h
G
(Oi E i )2
i 1
E i
(2.6.1) 2
X h
: Parameter Chi Kuadrat terhitung
G
: Jumlah sub kelompok
Oi
: Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok i
E i
: Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok i
Parameter
2
X h
merupakan variabel acak. Peluang untuk mencapai nilai
besar dari nilai Chi Kuadrat sebenarnya ( X 2 )
2
X h
sama atau lebih
Tabel 2.6.1 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi Kuadrat
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
Tabel 2.6.2 Derajat Kepercayaan
(sumber: Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004)
Prosedur Uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut : 1. Mengurutkan data pengamatan dari paling tinggi hingga paling rendah.
2. Mengelompokkan data menjadi G subgrup yang masing-masing beranggotakan minimal 4 data pengamatan 3. Menjumlahkan data pengamatan sebesar
Oi
tiap-tiap subgroup
4. Menjumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar 5. Menjumlahkan nilai
(Oi E i )2 E i
E i
dari seluruh G subgrup untuk menentukan nilai Chi
Kuadrat hitung 6. Menentukan derajat kebebasan dK (dK = G-R-1) R = 2 untuk distribusi normal dan binomial
Interpretasi hasil Uji Chi Kuadrat adalah sebagai berikut : 1. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi yang digunakan dapat diterima 2. Apabila peluang kurang dari 1%, maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima 3. Apabila nilai peluang diantara 1% - 5%, maka tidak mungkin diambil keputusan, diperlukan data tambahan.
Dengan menggunakan nilai dari keseluruhan perhitungan yang sudah dilakukan sebelumnya, maka didapatkan tabel curah hujan untuk metode Gumbel dan metode Normal, dan metode Log Pearson Tipe III yang sudah disusun berdasarkan nilai curah hujan yang paling tinggi hingga curah hujan yang paling rendah, yaitu :
Tabel 2.6.3 Pengurutan Data (besar ke kecil) Peringkat R log R 11 87,561 8 84,776 20 82,428 1 81,013 14 77,310 7 76,206 6 74,187 12 74,136 18 71,867 19 71,712 10 70,592 3 69,841 15 69,475 9 68,694 13 65,953 2 62,567 5 61,677 17 61,422 4 59,784 16 57,433
1,9423 1,9283 1,9161 1,9086 1,8882 1,8820 1,8703 1,8700 1,8565 1,8556 1,8488 1,8441 1,8418 1,8369 1,8192 1,7963 1,7901 1,7883 1,7766 1,7592
Digunakan 4 jenis range peluang yaitu 0.8; 0.6; 0.4; 0.2, diketahui K untuk 4 jenis range peluang sesuai urutan yaitu, -0.84, -0.25, 0.25, dan 0.84. Maka dapat dicari nilai X untuk ke tiga metode yaitu :
Metode Gumbel dan Distribusi Normal.
Digunakan contoh perhitungan dengan range peluang 0.8, dan nilai K = -0.84
( )
Metode Log Pearson Tipe III :
Digunakan contoh perhitungan dengan range peluang 0.8, dan nilai K = -0.84
( ) Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama maka didapatkan :
Tabel 2.6.4 Range Peluang k -0,84 -0,25 0,25 0,84
Xt 64,47028 69,3598 73,50346 78,39298
Xt (dari log) Range 1,80857723 0,8 1,83834941 0,6 1,86358007 0,4 1,89335225 0,2
a) Uji Kecocokan Metode Gumbel Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat dibuat nilai batas subgrup untuk data pada metode Gumbel, yaitu : Tabel 2.6.5 Nilai Batas Subgrup untuk Metode Gumbel Uji Kecocokan Metode Gumbel No 1
Nilai Batas subgrup x
<
64,47
2
64,47
<
x
<
69,36
3
69,36
<
x
<
73,50
4
73,50
<
x
<
78,39
5
78,39
<
x Jumlah
Berdasarkan urutan pada tabel curah hujan, maka didapatkan jumlah dat untuk masing-masing subgrup (Oi), yaitu : Tabel 2.6.6 Jumlah data untuk masing-masing Subgrup Uji Kecocokan Metode Gumbel No 1
Nilai Batas subgrup x
<
64,47
Jumlah Data (Oi) 5
2
64,47
<
x
<
69,36
2
3
69,36
<
x
<
73,50
5
4
73,50
<
x
<
78,39
4
5
78,39
<
x
4 Jumlah
Diketahui nilai jumlah teoritis (Ei) = J umlah data/Jumlah subgrup = 20/5 = 4
20
Didapatkan : Tabel 2.6.7 Pengolahan Chi Kuadrat
Ei 4
Oi-Ei 1
(OiEi)^2/Ei 0,25
4
-2
1
4
1
0,25
4
0
0
4
0
0
Jumlah
1,5
Dicari nilai parameter Chi Kuadrat terhitung yaitu :
∑ b) Uji Kecocokan Metode Normal Dengan menggunakan cara yang serupa dengan uji kecocokan metode Gumbel, maka didapatkan tabel :
No
Nilai Batas subgrup x <
1
64,47
Jumlah Data (Oi) 5
Ei 4
Oi-Ei 1
(Oi-Ei)^2/Ei 0,25
2
64,47
<
x
<
69,36
2
4
-2
1
3
69,36
<
x
<
73,50
5
4
1
0,25
4
73,50
<
x
<
78,39
4
4
0
0
5
78,39
<
x
4
4
0
0
Jumlah
1,5
Jumlah
Nilai parameter Chi Kuadrat :
=
c) Uji Kecocokan Metode Log Pearson Tipe III Dengan menggunakan cara yang serupa dengan uji kecocokan metode Gumbel dan metode Normal, maka didapatkan tabel :
Tabel 2.6.8 Nilai Batas Subgrup dan Hasil untuk Metode Log Pearson Type III Uji Kecocokan Metode Log Pearson III No 1
Nilai Batas subgrup x
<
1,8086
Jumlah Data (Oi) 5
Ei 4
Oi-Ei 1
(Oi-Ei)^2/Ei 0,25
2
1,8086
<
x
<
1,8383
2
4
-2
1
3
1,8383
<
x
<
1,8636
5
4
1
0,25
4
1,8636
<
x
<
1,8934
4
4
0
0
5
1,8934
<
x
4
4
0
0
Jumlah
1,5
Jumlah
Nilai parameter Chi Kuadrat :
2.7 Analisis Intensitas Hujan Adapun tujuan dalam melakukan analisis terhadap intensitas hujan adalah sebagai berikut:
Menentukan metode analisis intensitas hujan dengan substitusi tiga metode Van Breen, Hasper dan Der Weduwen, dan Bell Tanimoto, ke dalam persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro.
Memilih metode analisis intensitas hujan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil.
Menentukan Kurva IDF untuk Daerah Aliran Sungai Cit arum Hulu. Analisa intensitas hujan digunakan untuk menentukan tinggi atau kedalaman air hujan
per satu satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung, maka makin besar pula intensitasnya dan semakin besar periode ulangnya, maka makin tinggi pula intensitas hujan yang terjadi (Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. 2004). Analisis tahap ini dimulai dari data curah hujan harian maksimum yang kemudian diubah ke dalam bentuk intensitas hujan. Pengolahan data dilakukan dengan metoda statistik yang umum digunakan dalam aplikasi hidrologi. Data yang digunakan sebaiknya adalah data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan jam-jaman. Bila tidak diketahui data untuk durasi hujan maka diperlukan pendekatan empiris dengan berpedoman pada durasi enam puluh menit dan pada curah hujan harian maksimum yang terjadi pada setiap tahun. Cara lain yang lazim digunakan adalah mengambil pola intensitas
hujan dari kota lain yang mempunyai kondisi yang hampir sama (Wurjanto, A. dan Diding S. Hidrologi dan Hidrolika). Metoda-metoda yang dapat digunakan untuk menganalisis intensitas hujan adalah : 1.) Metoda Van Breen 2.) Metoda Bell dan Tanimoto 3.) Metoda Hasper dan Der Weduwen
1. Metode Van Breen Berdasarkan penelitian Ir. Van Breen di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, hujan harian terkonsentrasi selama 4 jam dengan jumlah hujan sebesar 90% dari jumlah hujan selama 24 jam (Anonim. Penggunaan Data Curah Hujan untuk Analisa Hidrologi. 1987). Intensitas hujan dihitung dengan persamaan berikut : I r
90% X r 4 25.4
(inch / jam)
(2.20) Keterangan : Ir : Intensitas hujan (inch/jam) Xr : Curah hujan (mm/24 jam)
Dalam pengembangan kurva pola hujan Van Breen, besarnya intensitas hujan di kota lain di Indonesia dapat didekati dengan persamaan (Moduto. Drainase Perkotaan. 1998) :
I T
54 RT 0.07 RT 2 tc 0.3RT (2.21)
IT : Intensitas hujan pada PUH T tahun dan tc>te (mm/jam)
R T : Tinggi hujan pada PUH T tahun (mm/hari) Apabila tc lebih kecil sama dengan t e, maka tc dibuat sama dengan t e.
2. Metode Bell Tanimoto Data hujan dalam selang waktu yang panjang (paling sedikit 20 tahun) diperlukan dalam analisis data frekuensi hujan. Bila data ini tidak tersedia dan besarnya curah hujan selama enam puluh menit dengan periode ulang 10 tahun diketahui sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang disusun oleh Bell dapat digunakan untuk menentukan curah hujan dengan durasi 5 – 120 menit dan periode ulang 2-100 tahun. Rumus Bell dapat dinyatakan dalam persamaan (Subarkah. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air . 1980): 60 menit RTt (0.21LnT 0.52)(0.54t 0.25 0.5) R10 tahun 60 R10
X 10 R1 R2 ( ) Xt 2
(2.22)
Keterangan : R : Curah hujan (mm) T : Periode ulang (tahun) t
: Durasi hujan (menit)
R 1 : Besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 1 R 2 : Besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 2 Data curah hujan maksimum untuk PUH sepuluh tahun dalam penggunaannya untuk Metoda Bell di atas, digunakan harga rata-rata distribusi hujan dua jam pertama. Intensitas hujan (mm/jam) menurut Bell dihitung dengan persamaan berikut : ITt
60 t
RT t
(2.23)
3.Metode Hasper dan Der Weduwen Rumus ini berasal dari kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan memiliki distribusi yang simetris dengan durasi hujan lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan dari 1 sampai 24 jam. Ri X t (
1218t 54
) X t (1 t ) 1272t
(2.24) t
: Durasi curah hujan dalam satuan jam
Xt
: Curah hujan maksimum yang dipilih
I
R T
(2.25)
Untuk nilai t antara 1 hingga 24 jam,
R
11300t X i [ ] t 3.12 100 (2.26)
Untuk 0
View more...
Comments