Laporan Hasil Pemeriksaan Psikologi
December 18, 2016 | Author: botarx | Category: N/A
Short Description
Download Laporan Hasil Pemeriksaan Psikologi...
Description
RAHASIA
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN PSIKOLOGI PRAKTEK KERJA MAJORING KLINIS KASUS II I. IDENTITAS 1. Identitas Subjek Nama : RM Jenis Kelamin : Perempuan Tempat/Tgl. Lahir : Sumedang / 27 Maret 1979 (31 tahun) Suku Bangsa : Sunda Agama : Islam Anak ke : 3 dari 5 bersaudara Status Perkawinan : Kawin Pendidikan : SMEA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. S S II rt 05/10 Kota B 2. Identitas Ayah Nama Ayah : Suku Bangsa : Agama : Pekerjaan : Alamat :
DK (alm) Sunda Islam -
3. Identitas Ibu Nama Ibu Suku Bangsa Agama Pekerjaan Alamat
AR Sunda Islam Ibu Rumah Tangga Sumedang
: : : : :
4. Identitas Pemeriksa Nama Pemeriksa : Junaidi NPM : 190420080022 Tujuan Pemeriksaan: Konsultasi Psikologi Tempat Pemeriksaan : RS. Hasan Sadikin Bandung Pembimbing : Dr. Ratna Hartanto, M.Si
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 1
RAHASIA
Pemeriksaan yang dilakukan: No. 1.
Tanggal Pemeriksaan 02 Februari 2010
2.
03 Februari 2010
3.
17 Februari 2010
4.
02 Maret 2010
5.
22 Maret 2010
Kegiatan Pertemuan I • Menyampaikan keluhan • RH Pertemuan II • Anamnesa • WZT dan Grafis Pertemuan III • Anamnesa • WB Pertemuan IV • SSCT • Anamnesa Pertemuan V • Rorschach • Anamnesa
II. KELUHAN Pada saat pertama sekali datang kepoli psikologi S memiliki beberapa keluhan yaitu : (1) Merasa memiliki sakit kepala yang selalu muncul setiap pagi dan tidak pernah sembuh ; (2) S juga merasakan akhir-akhir ini hubungan dengan suaminya semakin memburuk. III. RIWAYAT KELUHAN S datang ke poli Psikologi RSHS atas saran dokter dibagian syaraf, menurut diagnosa dokter saat ini ia mengalami gangguan depresi. Setelah bertemu dengan pemeriksa S mulai menceritakan keluhan yang ia alami kemudian S juga menerangkan bahwasanya ia sudah beberapa kali memeriksakan diri ke dokter umum dibeberapa tempat namun dokter umum hanya memberikan obat untuk menghilangkan rasa sakit dikepalanya saja dan bila obatnya habis maka ia selalu rutin kedokter untuk memeriksakan kembali. S menyatakan bahwa ia juga Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 2
RAHASIA
pernah periksa ke dokter spesialis mata di Cicendo, karena dia pikir kemungkinan ada pengaruh dari penglihatannya yang terkadang suka kabur. Hasil pemriksaan dari RS mata di cicendo menyatakan bahwa matanya baik-baik saja. Akhirnya karena tidak ada kemajuan ia memeriksakan diri kebagian spesialis syaraf di RSHS dengan keluhan yang sama yaitu sakit dibagian kepala, karena menurutnya ia merasa yakin pasti ada gangguan dibagian kepalanya sehingga tidak kunjung sembuh. Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter dan hasil rontgen tidak ditemukan adanya gangguan syaraf dibagian kepala S namun menurut diagnosa dokter saat ini S sedang mengalami gangguan depresi. Menurut S sakit dikepalanya sudah ada sejak tahun 2008 namun S merasa sakit dikepalanya semakin parah sejak tanggal 14 januari kemaren, setiap pagi S merasakan sakit kepala yang selalu datang tiba-tiba tanpa ada yang dia pikirkan, hal tersebut dia rasakan dari pukul 8 hingga pukul 12 siang. Sakit yang ia rasakan menurutnya seperti kepalanya serasa mau pecah. Bila sedang menyerang maka ia hanya bisa tiduran saja dirumah sambil segera minum obat yang diberikan dokter dan berangsur-angsur sakitnya akan menghilang. S juga menceritakan bahwa hubungan dengan suaminya akhirakhir ini tidak baik. Hal tersebut diawali setelah tahun baru disumedang, ditempat orang tua dan keluarga besarnya berada. Disana S bertengkar dengan kakaknya, namun melihat hal tersebut suaminya justru tidak acuh padanya malah justru ikut menyalahkan S. Hubungan
dengan
suaminya
kurang
harmonis,
menurut
S
suaminya kurang memberikan rasa sayang. Suaminya sehari-hari hanya memperlakukan ia seperti pembantu rumah tangga saja yang hanya dicukupkan dengan materi berupa uang sementara S masih membutuhkan hal yang lain seperti perhatian dan kasih sayang. Seperti yang baru terjadi, S mengungkapkan dipertemuan pertama bahwa ia baru bertengkar dengan suaminya. Disamping itu, bila ia sedang menghadapi masalah S sangat berharap suaminya mau
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 3
RAHASIA
membantu memecahkan masalahnya, bukan ikut-ikutan menyalahkan dirinya seperti yang dilakukan oleh keluarganya saat ini. IV. STATUS PRAESENS 1. Status Fisik S adalah seorang perempuan berperawakan kurus dan tinggi dimana diperkirakan tinggi badan sekitar 154 cm dan berat badan sekitar 45 kg. Pada pertemuan pertama S berpenampilan cukup rapi dengan menggunakan kemeja bunga-bunga merah dipadu dengan tas hitam ditangan, celana jeans serta menggunakan sandal kulit. Pertemuan kedua ia mengenakan pakaian yang serasi dengan baju warna kuning dan coklat, celana jeans biru muda, sepatu putih, jam tangan dipergelangan kiri serta rambut dibiarkan tergerai tidak diikat. Pertemuan selanjutnya yaitu yang ketiga, ia berpakaian tangan panjang berwarna hijau kotak-kotak, celana jeans dan jaket coklat. Memang pada saat pemeriksaan ketiga sedang turun hujan dan cuaca cukup dingin. Ia memakai make up tipis dan ramput diikat dengan aksesoris yang cukup menarik yaitu motif bunga. Pertemuan keempat, S mengenakan pakaian berwarna biru muda dan bermotif bunga serta celana kain dasar warna abu-abu. Dan pada pertemuan kelima, S mengenakan baju warna coklat muda dan celana kain dasar warna gelap. S memiliki warna kulit sawo matang dan rambut panjang se dada. Secara keseluruhan, penampilan S cukup bersih dan rapi. 2. Status Psikis Pertama kali bertemu dengan pemeriksa, S terkesan malu dan kurang bersemangat, genggaman tangannya lemah dan dingin. Selain itu ketika berjalan memasuki ruangan pandangannya tertunduk ke bawah
dan
langkah
kakinya
cukup
pelan,
namun
ketika
S
memperkenalkan dirinya, pemeriksa mampu mendengar dengan jelas nama yang disebutkannya. Terlihat diwajahnya yang murung dan matanya yang sembab seperti baru habis menangis. Pada pertemuan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 4
RAHASIA
ketiga begitu juga wajah S terlihat sedih, setelah ditanyakan ternyata S dua hari yang lalu baru bertengkar dengan suaminya. Disetiap pemeriksaan S sering kali menangis terutama bila menceritakan keadaan diri dan hubungan dengan suaminya. Ia kurang mampu menjaga
kontak
mata
dengan
pemeriksa
selama
pemeriksaan
berlangsung, sesekali ia melihat ke arah lain atau ke orang lain yang sedang ada di dalam ruangan pemeriksaan atau bila menangis ia tertunduk sambil menyeka air mata dengan sapu tangannya. Status kesadarannya compos mentis. Secara keseluruhan, S cukup kooperatif dalam melakukan pemeriksaan psikologi. V. OBSERVASI 1. Observasi Umum Selama
pemeriksaan berlangsung, S jarang mampu
untuk
menjaga kontak mata dengan pemeriksa, ia hanya sesekali untuk melihat ke arah pemeriksa. Selain itu, terkadang suaranya terdengar jelas dan tiba-tiba suaranya menjadi lebih kecil sehingga pemeriksa meminta S untuk kembali mengulang apa yang telah dikatakannya. Ketika S menceritakan tentang dirinya, hubungannya dengan suami, dan kedua orangtuanya maka ia akan menangis dengan suaranya bergetar. Sering menyeka air mata dengan sapu tangannya. Selain itu, saat mengerjakan tes, ia cukup kooperatif dimana S mampu memahami dan menjawab pertanyaan, dan sering kali mengulang kata-kata pertanyaan yang diucapkan oleh pemeriksa. Ketika ia tidak mengetahui jawabannya, ia akan menggelengkan kepala sambil mengatakan, “gak tahu”. S juga terkadang berada pada posisi duduk menyandar ke kursi dan juga terkadang agak condong mendekati meja. 2. Observasi Khusus a. Lembar Riwayat Hidup
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 5
RAHASIA
S
mengisi
lembar
riwayat
hidup
sambil
dibimbing
oleh
pemeriksa. Ia sesekali mengangguk-anggukkan kepala sebagai pertanda bahwa ia mengerti apa yang harus dilakukannya. S mengingat dengan jelas tahun kelulusannya sehingga ia lancar menuliskannya.
S
tidak
mengisi
kolom
kursus
karena
ia
mengatakan bahwa tidak pernah mengikuti kursus-kursus. Begitu pula pada kolom pengalaman kerja, berorganisasi, olahraga, kesenian dan hobby. Pada kolom cita cita, ia mengisi dengan keinginan untuk kursus salon namun ia mengatakan hal itu tidak pernah tercapai sampai saat ini. Kemudian S menceritakan kejadian saat ia sakit tipes pada tahun 1991 disaat dia masih sekolah dan begitu pula saat mengalami kecelakaann motor namun ia tidak sampai dirawat di rumah sakit. Tetapi menurutnya itu hanyalah kecelakaan biasa, karena hasil pemeriksaan dokter mengatakan bahwa ia baik-baik saja walaupun badannya sedikit mengalami luka-luka. Secara keseluruhan, S mampu menyelesaikan lembar pengisian riwayat hidup dengan baik. b. Anamnesa Pemeriksa menjelaskan kepada S bahwa nantinya akan ada beberapa
pertanyaan
mengenai
kehidupan
pribadi
S
dan
diharapkan S mampu menjawab dan menceritakannya. Mendengar penjelasan dari pemeriksa, S menganggukkan kepala dan posisi duduk menyandar ke kursi. Setiap akan menjawab, S nampak terdiam dan terkadang menangis, kemudian ia bercerita dengan suara yang cukup kecil sehingga terkadang pemeriksa meminta S untuk mengulang kata-katanya. S menceritakan kehidupan pribadinya dengan cukup detail dan runtun, namun ia tidak menjaga kontak mata dengan pemeriksa. Matanya menatap ke depan tetapi hanya sesekali melihat ke arah
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 6
RAHASIA
pemeriksa. Selain itu, ia kelihatan sedih dan sampai menagis ketika membicarakan ibunya dan menceritakan bahwa hubungan dalam keluarga mereka kurang harmonis. Ketika S menceritakan tentang hubungannya dengan suaminya, raut wajahnya juga kelihatan sedih, sampai beberapa kali ia menangis. Secara keseluruhan, S mudah untuk menceritakan kehidupan pribadinya dan mudah tergugah secara emosi jika menceritakan kondisi keluarga dan kehidupan pribadinya, raut wajahnya menunjukkan kesedihan jika isi ceritanya mengandung makna sedih, dan ia akan tersenyum bahkan tertawa jika isi cerita menarik bagi dirinya. c. Grafis WZT (8 menit) Ketika S diminta untuk menggambar, ia kelihatan bingung, dan mengatakan bahwa ia tidak bisa menggambar, namun ia tetap mengerjakan tes ini. S menyelesaikan gambar tidak berurutan dan terkesan
sangat
sederhana
gambar
yang
dibuatnya.
S
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan stimulus 7 dan stimulus 3 dibandingkan stimulus lainnya. S kelihatan
kebingungan
ingin
menggambar
apa
sehingga
ia
memandang ke arah lain kemudian kembali ke kertas untuk menggambar. DAP (06 menit 09 detik) Pemeriksa
meletakkan
kertas
kosong
dihadapan
S
dan
memintanya untuk menggambar orang. Pemeriksa menjelaskan bahwa gambar S tidak akan dinilai bagus atau buruknya. Gambar orang yang pertama kali digambar adalah wanita. S mulai menggambar dari bagian kepala, wajah, rambut, kuping, badan, dan tangan. S melakukan pengulangan garis hampir di seluruh
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 7
RAHASIA
bagian gambar orang tersebut. S kemudian menggambar bagian bawah dan bagian kaki. Pemeriksa kemudian memberikan kertas kosong baru dan meminta S menggambar orang dengan jenis kelamin yang berbeda dengan gambar orang sebelumnya. S kemudian mencoba menggambar dimulai dari bagian kepala, rambut, wajah, badan, tangan, dan bagian bawah gambar orang tersebut. S tidak membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan gambar yang berjenis kelamin laki laki dibandingkan gambar yang berjenis kelamin perempuan. BAUM (03 menit 02 detik) Pemeriksa memberikan kertas kosong kehadapan S dan memintanya untuk menggambar pohon. S menggambar pohon dimulai dari bagian batang, kemudian secara bergantian menggambar daun sebelah kiri dan sebelah kanan. S kemudian menambahkan garis-garis pada batang, serta menambahkan batang disebelah kanan pohon yang memiliki buah. Setelah gambar itu selesai.
d. WB (1 jam 45 menit) Information S memahami instruksi dan hanya mampu untuk menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan. Jika ia tidak mengetahui jawabannya, ia akan mengatakan gak tau sambil menggelengkan kepala. Comprehension
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 8
RAHASIA
Pada sub tes ini, S mampu menjawab pertanyaan dengan cukup jelas. Selain itu, jika ia kurang memahami soal yang diberikan, ia akan meminta pemeriksa untuk mengulangnya. Digit Span Pemeriksa menjelaskan tentang sub tes ini dan diperhatikan dengan seksama oleh S. Saat mendengarkan deret angka yang disebutkan oleh pemeriksa dan mengulangi deret angka tersebut, ia akan memejamkan matanya. S hanya sesekali membuka matanya. Arithmetic S kurang mampu menjawab soal-soal hitungan ini dengan cepat. Ketika menjawab, S nampak berpikir sambil sesekali menutup matanya. S menjawab salah untuk soal nomor 3, 4, 5, 7 dan 10, walaupun pemeriksa masih memberikannya kesempatan untuk memperbaiki jawaban, akan tetapi S tetap memberikan jawaban yang salah. Similiarities Pemeriksa
menjelaskan
tentang
sub
tes
similiarities
dan
nampaknya S memahami apa yang harus dilakukannya. Pada soal nomor 1 dan 8, S menjawab menggunakan kata kata “sama sama” namun selanjutnya S langsung menyebutkan persamaannya saja. Bila ia tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut maka S akan mengatakan “gak tau” sambil menggelengkan kepalanya. Vocabulary S memberikan jawaban-jawaban yang singkat dan jelas. Terkadang ia meminta soal yang disebutkan oleh pemeriksa diulangi, dan terkadang pula ia cukup lama dalam memberikan jawaban yang ia kurang mengerti namun ia berusaha untuk tetap memberikan jawaban. Digit Symbol
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 9
RAHASIA
S memperhatikan dengan seksama instruksi yang diberikan oleh pemeriksa untuk mengerjakan sub tes ini. Dalam mengerjakan tugas ini, S sering kali melihat ke contoh tanda sehingga ia lamban dalam menyelesaikan tugas ini. Picture Arrangement S mampu mengerjakan sub tes ini dengan cepat, akan tetapi setelah
menyusun
urutan
gambar,
ia
terkadang
mengubah
susunan gambarnya, sehingga waktu yang digunakan bertambah lama. S menceritakan apa yang dilihatnya pada urutan gambar itu. Picture Completion Dalam menjawab sub tes ini, S membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengamati bagian penting yang hilang dalam gambar. Pada nomor 9 ia mengatakan “gak tau” dan pada nomor 13 dan 14 ia mengatakan dengan jawaban yang salah. Block Design S mengerjakan tugas ini membutuhkan waktu yang tidak terlalu lama kecuali pada nomor ke 6 hingga waktu berakhir ia tetap tidak bisa menyusun bentuk yang dicontohkan. Dalam pengerjaannya S memulai secara tidak beraturan, bahkan terkadang membolakbalik balok secara berulang kali namun tidak menemukan sisi yang pas untuk digunakan. Ia mengerjakannya secara trial error. Object Assembly Pada sub tes ini, S tidak nampak kesulitan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. Kepingan pertama diselesaikannya dengan baik, begitupula untuk kepingan 2 dan 3. e. SSCT Sebelum mengerjakan tes ini, pemeriksa menjelaskan bahwa S cukup menjawab pernyataan-pernyataan yang tercantum sesuai dengan pikiran yang pertama kali muncul ketika melihat pernyataan tersebut. S mengerjakan dengan berurutan, jika ia
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 10
RAHASIA
kesulitan untuk menyelesaikan suatu pernyataan maka ia akan beralih ke pernyataan berikutnya. S kembali mengecek jawabannya dan mengisi jawaban pernyataan yang masih kosong f. Rorschach (1 jam 24 menit) Tes ini dilakukan pada pertemuan kelima, dan pemeriksa memberikan prolog lengkap mengenai tes ini. S menganggukanggukkan kepalanya dan berkata “iya”, sebagai tanda bahwa ia mengerti apa yang harus dilakukannya. S memegang kartu dan sering memutar-mutar kartu lalu memberikan respon. Setelah respon pertama disebutkan, ia kembali memutar-mutar kartu sambil mengamati kartu tersebut. S cukup lama untuk meletakkan kembali kartu dan mengatakan “sudah, ga ada lagi yang bisa saya liat” sehingga waktu yang digunakan untuk melihat satu kartu cukup lama. S memberikan respon hanya 1 untuk tiap kartunya, kecuali untuk kartu nomor 3 dan 6, ia memberikan 2 respon. Sedangkan kartu 4 dan 9, ia menolaknya dengan mengatakan “saya tidak bisa melihat apa-apa disitu” Pemeriksa memberikan testing the limit untuk mengetahui apakah S dapat melihat warna dan bentuk yaitu kupu-kupu berwarna merah pada kartu III, namun S mengatakan bahwa ia tidak melihatnya. S menjawab bahwa ia melihat daerah merah itu seperti jantung, karena jantung berwarna merah. Kemudian pemeriksa memberikan testing the limit pada kartu VI untuk memunculkan shading, yaitu kulit binatang yang dibentangkan, namun S juga tidak mampu melihat bentuk itu. S mengatakan bahwa mungkin orang lain dapat melihat sebagai kulit binatang, tetapi dirinya tidak melihat itu sebagai kulit binatang. Secara keseluruhan, S cukup kooperatif dalam memberikan respon pada performance proper dan pada saat inquiry, hanya saja dalam memberikan respon, S menggunakan waktu yang cukup lama.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 11
RAHASIA
VI.
ANAMNESA
1. Latar Belakang Keluarga S adalah anak ketiga dari lima bersaudara dengan urutan sebagai berikut: 1. Rk, 37 tahun, perempuan, ibu rumah tangga, menikah. 2. Rj, 35 tahun, laki-laki, wiraswasta, menikah. 3. Subjek, 30 tahun, perempuan, ibu rumah tangga,menikah 4. Rn, 24 tahun, perempuan, ibu rumah tangga, menikah 5. Rp, 17 tahun, laki laki, pelajar, belum menikah Kedua orangtua S berasal dari salah satu desa di Sumedang dan suku bangsa sunda. S berasal dari keadaan ekonomi keluarga menengah, ayahnya (alm) seorang pegawai di perusahaan negara dan ibunya bekerja sebagai ibu rumah tangga. S menceritakan bahwa ia kurang dekat dengan ayahnya, karena ayahnya sibuk bekerja. Dan bila liburpun ayah lebih senang pergi dengan ibunya, sehingga ia kurang mendapat perhatian dari ayahnya. Ayah dianggap sebagai sosok yang kurang memberikan perhatian kepada anak anak, kurang hangat dan jarang berkomunikasi. Ayahnya kurang memberikan nilai-nilai keagamaan dan norma-norma sosial. S mengatakan bahwa ayahnya jarang memperhatikan dirinya, sekolah ataupun tugas-tugas dari sekolah tidak diperdulikan oleh ayahnya. Namun menurutnya dibandingkan dengan anak anak yang lain ayah masih lebih memperhatikan adiknya yang bungsu. Ia sangat sedih bila merasakan hal itu dimana ayah kurang memberi perhatian padanya, kalau sudah seperti itu biasanya S akan diam saja dan memendam perasaannya. Hubungan S dengan ibunya juga kurang terjalin dengan baik. Ibu terlihat
sama
dengan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
ayah
yang
lebih
memperhatikan
adik
Page 12
RAHASIA
bungsunya, apa yang diminta pasti dituruti karena kalau tidak adiknya akan marah. Misalnya sewaktu kecil adik meminta dibelikan es krim maka ibu akan menyuruh ayah mencarikannya. Menurut s didalam keluarga ibu lebih dominan dibandingkan ayah. Keputusan didalam keluarga lebih banyak ibu yang memutuskan dibandingkan ayah. Jika liburan ibunya menyenangi olahraga voli dan ayah pasti akan lebih memilih menemani ibu hingga keluar kota hanya untuk bermain voli saja tanpa mengajak anak anaknya. Disamping adiknya yang bungsu, ibu juga terlihat lebih sayang dengan kakaknya yang pertama, sebab bila dimarahi ibu biasanya kakak tersebut akan pingsan. Sehingga menurutnya kakak dan adiknya lebih disayang dibandingkan dirinya, begitupula dengan saudara saudara lainnya. Ia merasa sedih karena ia dibedakan dibandingkan dengan yang lain. Pernah sewaktu masih kecil semua saudara saudaranya dibelikan pakaian baru bahkan saudara sepupunya kebagian dibelikan juga, sementara dirinya tidak dibelikan, ia menanyakan kepada ibu namun ibunya menjawab “ibu bingung dengan selera kamu, nanti saja..” namun hingga sekarang ibu tidak pernah membelikannya. Kemudian sewaktu ia pertama sekali mendapat haid, ia merasa seharusnya mendapat penjelasan dari ibu sebagai orang tuanya tapi begitu ia menanyakan tentang hal itu ia malah justru kena marah, begitupula saat ia meminta untuk dibelikan pembalut tetap tidak mendapat perhatian dari ibu sehingga ia memakai kain yang disobek sobek sebagai pengganti pembalut. Padahal pekerjaan rumah banyak yang dilimpahkan kepadanya dibandingkan dengan saudara saudara yang lain. S sangat kecewa sekali
dengan
perlakuan
ibunya,
sehingga
pernah
ia
berpikir
“sebenarnya dia itu anak mereka bukan…?”. Bila sudah seperti itu biasanya S hanya menangis dikamar sambil merenungi kenapa nasibnya bisa seperti ini. Sewaktu ia masih kecil, s merasa bahwa kedua orang tuanya hanya mementingkan dan memuaskan diri mereka sendiri dan tidak
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 13
RAHASIA
memperhatikan anak anaknya terutama dirinya, semua tingkah laku maupun kerjaan yang dilakukannya salah dimata orang tuanya. Terkadang S bingung “kenapa saya selalu disalahkan”, Ia merasa sedih dan kecewa atas sikap ibunya yang selalu menyalahkannya. Palagi bila ia benar-benar melakukan kesalahan seperti misalnya bila ia membersihkan rumah
dan pada saat itu pernah ia memecahkan
gayung mandi maka iapun mendapat marah berupa omelan dari ibunya. Kalau sudah dimarahi ibu, S akan berlari masuk kekamarnya dan menangis. Hubungan kekerabatan antara S dengan saudara kurang begitu dekat, mereka jarang bermain bersama. Ia lebih memilih bermain sendiri dibandingkan dengan saudara saudaranya. Sebab mereka justru sering menyalahkan dirinya. S terkadang heran “kenapa kakakkakaknya juga suka menyalahkan dirinya dan tidak mau bermain bersamanya”.
Mereka
juga
sering
bertengkar
misalnya
dalam
memperebutkan mainan atau remote tv. Ia sering bertengkar dengan kakaknya yang kedua yaitu RJ. Sebab kakaknya tersebut paling sering menyalahkan dirinya sehingga membuat ia marah dan selalu melawan kakaknya RJ itu. Dirumah ia menempati kamar bersama saudaranya Rn yang perempuan padahal menurutnya ia sangat ingin memiliki kamar sendiri karena baginya ia merasa tidak nyaman bila bersama orang lain. Dibandingkan pada waktu SMP ia tinggal dirumah nenek dan memiliki kamar sendiri. Pada waktu ia berusia 7 tahun ia tinggal bersama neneknya dikosambi dan iapun memasuki sekolah dasar. Nenek lebih banyak menanamkan kedisiplinan, nilai nilai agama dan sosial, namun ia tidak lama tinggal dengan nenek. Ketika S naik kelas 2 iapun kembali tinggal dengan kedua orang tuanya. Pada saat itu menurutnya ia sedih kenapa harus kembali kerumah orang tuanya, tapi karena ia tidak berdaya untuk menolak maka ia menurut saja untuk kembali tinggal
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 14
RAHASIA
dirumah
bersama
keluarganya.
Kemudian
memasuki
sekolah
menengah pertama iapun tinggal kembali dengan neneknya hingga ia duduk dikelas 3. Baginya ia merasa lebih enak dan nyaman tinggal dirumah nenek dibandingkan tinggal dengan kedua orang tuanya. Nenek lebih sayang padanya. Ia sering mendapat uang jajan dan perhatian yang lebih dari neneknya. Apapun yang diinginkannya pasti selalu dipenuhi oleh nenek dan kakeknya. Sewaktu kelas 1 SMK ia pernah berkelahi secara fisik dengan kakaknya yang kedua, gara gara ia ketauan merokok dan kakaknya tersebut menampar wajahnya, dan iapun tidak terima perlakuan tersebut. Kemudian ia kembali memukul kakaknya Rj dan merekapun bertengkar fisik. Pada saat itu kedua orang tuanya tidak ada dirumah, mereka sedang pergi keluar kota untuk bermain voli. Baginya perlakuan kakaknya sangat berlebihan karena ia merasa “kakaknya sendiri saja perilakunya tidak benar, ngapain mengurusi dirinya”. Pada tahun 1997, saat S duduk dikelas II SMK ia pernah dirawat di rumah sakit karena sakit typus, pada waktu itu ia merasakan keluarganya benar-benar tidak begitu peduli pada dirinya, ia dirawat selama 20 hari di RS, keluarganya hanya sesekali menjenguk dan melihatnya. S sangat kecewa atas perlakuan keluarganya itu tapi ia tidak dapat mengungkapkan pada mereka, ia hanya bisa mengeluh pada pacarnya yang saat ini telah menjadi suaminya. Menurutnya ia masih beruntung sebab walaupun keluarga tidak memperhatikan dirinya, ia masih memiliki pasangan yang pada saat itu begitu sayang padanya dan mau berkorban untuk dirinya. Selama sekolah di SMK ia menyatakan bahwa sering tidak masuk sekolah dengan alasan sakit apalagi setelah dirawat di RS itu, ia terkadang tidak masuk hanya gara-gara kepalanya sakit, demam, dan merasa kurang sehat badannya. Dirumah menurutnya ia suka merasa tidak nyaman, sehingga ia lebih memilih bermain keluar bersama teman-temannya. Terkadang ia
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 15
RAHASIA
membohongi kedua orang tuanya bahwa ada kegiatan ekstrakurikuler namun ia pergi jalan-jalan dengan temannya. Pada tahun 2000 S menikah diusia 28 tahun. S sangat senang sekali bisa menikah dengan orang yang selama ini menyayanginya. Begitu dilamar oleh pasangannya pada waktu itu ia segera menyetujui karena
ia
berpikir
nantinya
ada
seseorang
yang
akan
lebih
memperhatikan dia daripada saat ini berada dikeluarganya. Ia mengenal calon suaminya selama lima tahun dan kemudian mereka memutuskan untuk menikah. S memiliki 3 orang anak laki-laki. S menceritakan bahwa ia dulunya sangat senang berada dalam keluarganya. Suaminya adalah seorang pegawai negri di instansi pemerintah propinsi. Namun setelah menginjak dua tahun perkawinan ia berpikir kenapa suaminya sekarang sangat berbeda dengan dulu sewaktu pacaran yang lebih memperhatikan dirinya. Ia merasa sekarang suaminya lebih sibuk mengurusi pekerjaannya dikantor. Bila pulang dari kantor suaminya terlihat sering marah-marah, terkadang hanya persoalan sepele seperti masakan yang dimasak S kurang cocok dengan selera suami, rumah sedikit berantakan, maka suaminya akan mudah sekali menyalahkannya dan pertengkaran diantara mereka pun akan terjadi. Ia sangat sedih dan kecewa sekali dengan perilaku suami yang mulai berubah dan tidak seperti dulu lagi. Kalau sudah bertengkar dengan suaminya biasanya S hanya bisa menangis. Semakin hari hubungan dengan suaminya semakin kurang harmonis, suaminya kurang memberikan rasa sayang. Suaminya sehari-hari hanya memperlakukan ia seperti pembantu rumah tangga saja yang hanya dicukupkan dengan materi berupa uang sementara ia masih membutuhkan hal yang lain seperti perhatian dan kasih sayang itu. S juga menyampaikan bahwa akhir-akhir ini ia merasa kehilangan gairah
hubungan
seksual
dengan
suaminya.
Bila
suaminya
mengajaknya untuk berhubungan, ia akan mencoba beberapa kali untuk menolak atau dengan cara pura pura tidur. Bila pun terpaksa ia
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 16
RAHASIA
akan melakukannya tanpa ada rasa gairah. Disamping itu bila ia sedang menghadapi masalah S sangat berharap suaminya mau membantu memecahkan masalahnya, bukan ikut menyalahkan dirinya seperti yang dilakukan oleh keluarganya saat ini. Saat ini bila ia sedang mengalami masalah dengan keluarganya seharusnya suami melindungi dan peduli padanya tapi yang ia dapat justru suami malah ikut mempersalahkan dirinya juga. Seperti kejadian sewaktu tahun baru kemarin disumedang, ditempat orang tua dan keluarga besarnya berada. Disana diadakan acara keluarga dimana semua keluarga berkumpul sampai menyewa organ. Pada saat itu adiknya yang perempuan hingga larut malam belum juga pulang kerumah. Ia sangat mengkhawatirkan keadaannya dan merasa was was akan keberadaan adiknya itu. Namun hal itu justru dinilai salah oleh keluarganya terutama kakaknya yang laki laki nomor dua. Kakaknya bilang “sudahlah ina kan sudah besar ngapain dikhawatirkan seperti itu, kamu ini berlebihan sekali, lagian dia jugakan punya suami, suaminya biasa aja, kog kamu yang sibuk” hal tersebut justru membuat S heran “apa salah ia mencemaskan adiknya, bagaimana kalo ada yang mencelakakan ina diluar” Kejadian itu menjadi ia bersitegang dengan kakaknya, melihat hal tersebut suaminya justru tidak acuh padanya malah justru ikut menyalahkan dia yang seperti itu. Bila sudah seperti itu ia hanya diam saja dan merasa tidak berdaya. Pada tahun 2008 yang lalu, S menyatakan bahwa ia sering mengalami sakit kepala yang berkepanjangan sehingga mendatangi beberapa dokter. Ia sudah beberapa kali diperiksa oleh dokter yang berbeda mulai dari dokter umum, dokter mata dan dokter syaraf. Namun ia merasa penyakit yang dideritanya tidak kunjung sembuh tapi akhir-akhir ini malah justru semakin parah. Diagnosa dokter syaraf di RSHS menyatakan bahwa ia menderita depresi, sehingga akhirnya
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 17
RAHASIA
ia memutuskan untuk mendatangi psikolog untuk memeriksaan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. 2. Riwayat Pendidikan Sekolah Dasar dilalui S dibeberapa tempat berbeda. Menurutnya hal itu disebabkan S harus menemani neneknya sehingga iapun sekolah yang dekat dengan tempat tinggal nenek. Kelas 1 ia menempuh pendidikan di SD Cipaera Kosambi. Naik kelas 2 ia pindah ke SD Cikadut, ia disana sampai kelas 3. Hal ini disebabkan karena orangtuanya menghendaki S untuk kembali kerumah orang tua kelas 4 S pindah sekolah ke SDN 5 antapani hingga ia menamatkan sekolah dasarnya disana. Selama di sekolah dasar, S belajar selalu sendiri, orang tua tidak pernah mendisiplinkan tentang waktu belajar. Rangking disekolahnya juga menurutnya biasa-biasa saja yaitu selalu berada ditengah antara sepuluh dan duapuluh. Namun menurutnya saat lulus dari sekolah dasar ia memperoleh NEM yang cukup baik sehingga pada saat itu orangtuanya memuji atas prestasi yang diperolehnya. Sewaktu sekolah dasar S sangat menyenangi pelajaran ketrampilan karena pelajarannya santai dan sambil bisa berkreasi, sedangkan pelajaran yang tidak disukainya adalah matematika sebab pelajaran itu baginya sangat sulit dan susah dimengerti. Sekolah menengah pertama ditempuhnya di SMPN 6 Bandung. Prestasi yang diperolehnya pun selama di SMP biasa-biasa saja. Kelas 1 ia bisa berusaha sampai rangking 9, namun begitu naik kelas 2 dan 3 prestasinya menurun. Ia hanya bisa berada dirangking kelas berkisar sepuluh hingga duapuluh. Menurutnya prestasi yang diperolehnya tidak bisa membanggakan karena didalam belajar selama di SMP hanya dilakukan pada saat mau ujian saja. Pelajaran yang S senangi juga hanya bahasa inggris dan olahraga volley. Menurutnya, ia bisa bermain volley karena sering melihat ibunya bermain. Sedangkan pelajaran yang tidak senanginya adalah matematika. Ketika lulus SMP ia memperoleh NEM yang rendah, baginya hal itu wajar karena ia
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 18
RAHASIA
memang jarang belajar. Namun dampak yang ia rasakan adalah S sulit untuk melanjutkan ke SMA di Sumedang. Akhirnya atas saran dari kakaknya RJ, S melanjutkan ke SMEA di bandung. Alasan kakaknya itu agar setelah lulus sekolah, ia nanti dapat mudah mencari pekerjaan minimal menjadi SPG di toko-toko atau mall. Atas saran kakaknya itu S pun melanjutkan ke SMEA Pasundan I di Bandung. Selama sekolah, S jarang belajar. Ia hanya belajar pada saatsaat mau ujian saja. Sehingga prestasinya juga tidak begitu baik selama pendidikan disekolah itu. Pelajaran yang disenanginya adalah pemasaran dan bahasa inggris karena baginya kedua pelajaran tersebut mudah dimengertinya, sedangkan pelajaran yang tidak disenanginya adalah perpajakan sebab mata pelajaran tersebut selalu menggunakan hitung-hitungan. 3. Emosi dan Dorongan S mengungkapkan bahwa ia adalah sosok yang tertutup untuk menceritakan masalah pribadinya. Ia sulit untuk menyampaikan halhal yang berkaitan dengan perasaannya kepada orang lain. Misalnya ia kecewa atau marah karena ada sikap seseorang yang kurang berkenan, ia tidak mampu untuk menyampaikan hal itu kepada orang yang bersangkutan karena tidak ingin menyinggung perasaan orang tersebut. Ia menganggap dirinya kurang hangat terhadap orang lain namun ia mudah tergugah secara emosional. Ketika ia bercerita tentang perlakuan orangtua terhadap dirinya, kehidupan rumah tangganya, matanya berkaca-kaca disertai dengan intonasi suara yang bergetar. Hal itu juga terjadi ketika ia bercerita tentang masalah yang muncul antara S dengan saudaranya terutama mereka yang suka menyalahkan dirinya. S mengatakan bahwa ia ingin bisa terbuka terhadap orang lain, tetapi ia sulit untuk melakukan hal itu dikarenakan ia jarang mendapatkan pengalaman dimana ia mampu berkomunikasi dan melibatkan emosi dengan orang lain.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 19
RAHASIA
Berkaitan dengan dorongan yang dimiliki, S mengungkapkan bahwa ia akan menerima apa adanya dan bila keinginannya tidak terpenuhi maka iapun akan diam saja dan merenungi dirinya sendiri sambil berkata dalam hari “kenapa aku harus mengalami seperti ini”. 4. Relasi Sosial dan Heteroseksual S menganggap dirinya mudah untuk berinteraksi dengan orang lain. Ia merasa bisa berteman dengan siapa saja seperti dengan teman teman adiknya atau kakaknya RJ. Hanya saja ia selalu menjaga jarak dengan orang lain karena takut menyinggung perasaan mereka. S mengatakan bahwa ia senang berbicara dengan orang-orang yang memiliki pemahaman yang sama dengan dirinya karena lebih mudah mengerti apa yang dibicarakan. Kalau tidak sepaham dengan dirinya bahkan orang itu sering menceritakan kejelekan orang lain, S tidak akan mau untuk berbicara lebih banyak lagi dengan orang tersebut. S juga jarang untuk menceritakan masalah pribadinya ke orang lain, ia cenderung memilih diam. Pada waktu sekolah menengah pertama ia memiliki teman dekat, s merasa bisa bercerita apapun padanya, mereka bisa saling cerita karena temannya tersebut memiliki permasalahan keluarga yang sama dengan dirinya. Mereka merasa sebagai anak yang tidak diistimewakan oleh keluarganya dan kurang diberikan kasih sayang sehingga menurut S mereka berperilaku sebagai anak yang nakal seperti merokok dan terkadang minum alkohol, namun begitu mereka minum tidak sampai mabuk hanya sekedar minum saja. Hal itu dilakukan saat duduk dikelas 3 SMP dan keluarga mereka tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Ia berhenti minum setelah duduk dikelas 3 SMK. Hubungan dengan sahabatnya itu dilakukan sampai sekarang dan mereka masih sering cerita tentang keadaan keluarga masing masing.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 20
RAHASIA
Ia mulai berpacaran dengan suaminya tersebut sejak duduk dikelas 3 SMP. Pacarnya pada saat itu suka membatasi dirinya untuk berteman dengan yang lain. Bila pulang sekolah selalu ditemani. Pada saat itu mereka berpacaran masih sembunyi sembunyi dari orang tuanya. Karena suka dibatasi berteman oleh pacarnya tersebut ia merasa pada saat itu ia kurang memiliki teman, apalagi pacarnya seorang pencemburu. VII.
KESIMPULAN SEMENTARA S adalah perempuan berusia 31 tahun, anak ketiga dari lima
bersaudara yang memiliki pola kepribadian neglected yaitu dimana ia kurang
mendapatkan
perhatian/afeksi
dari
kedua
orangtuanya
sehingga ia tumbuh menjadi orang yang kurang percaya diri. Sewaktu masih kanak-kanak, S dibesarkan oleh orangtua yang kurang
memberikan
afeksi
padanya.
Ayah
lebih
banyak
memperhatikan ibu dibandingkan dirinya dan saudara-saudaranya. Begitu juga ibu, yang sangat cerewet dan sering memarahi S, terutama dalam hal kegiatan sehari hari seperti membersihkan rumah. Ibupun kurang memberikan perhatian dan kasih sayang padanya. Saat S memasuki masa remaja, S mulai tertarik dengan lawan jenis dan mencoba untuk menjalin relasi yang lebih mendalam (berpacaran). Pacaran ini dilakukan S untuk mendapatkan perhatian dan tempat bergantung, sebagai pengganti dari perhatian orangtua yang mulai berkurang kepadanya. Oleh pacarnya itu yang sekarang menjadi suaminya. S banyak memperoleh apa yang diinginkannya yang selama ini tidak didapat dari kedua orangtuanya. Seperti dalam hal materi, pacarnya yang sudah bekerja dapat memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah S. Begitu juga dalam hal kasih sayang dan perhatian. Pacarnya akan slalu berada disampingnya, mau mengantar dan menjemputnya kesekolah.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 21
RAHASIA
Memasuki masa dewasa awal, S mulai menikah dengan pacarnya selama ini. Namun apa yang didapat saat mereka berpacaran seperti perhatian dan kasih sayang, sekarang didalam rumah tangga sudah tidak ditemukannya lagi. Lama-kelamaan perhatian dan kasih sayang dari suami mulai berkurang. Suami hanya memenuhi kebutuhan materinya saja. Sehingga S beranggapan bahwa ia hanya sebagai seorang pembantu dirumahnya. Pada saat mereka beberapakali berselisih paham dimana S yang memiliki sifat yang keras dan tidak mau mengalah maka ia akan memaksakan keinginannya pada suami. Misalnya saja pada saat ingin membeli suatu barang. Mereka akan berselisih-paham,
sebab
keinginan
dirinya
dan
suaminya
pasti
berbeda. Kalau sudah seperti itu biasanya terjadi pertengkaran. Dan bila ia selalu disalahkan maka akan timbullah sakit dikepalanya. Saat ini s diperlakukan oleh suaminya sebagai seorang wanita dewasa yang tidak memperoleh perhatian dan kasih sayang, sehingga kemungkinan ia datang kepsikolog untuk mencari atensi
dan butuh pengarahan
tentang apa yang sebaiknya ia lakukan Sebenarnya, S cukup peka dan relasi sosialnya juga cukup baik dengan orang lain, S juga cukup terbuka dan bisa menyatakan perasaannya pada orang lain namun penempatan dirinya dengan orang lain itu yang kurang baik. Hal ini kemungkinan karena ibu dan kakaknya sering menyalahkan S. Bila S sudah merasa terluka, maka akan
menurunkan
kemampuan
kognisinya.
Hal
inilah
yang
menyebabkan S memilih solusi dengan cara melawan dan berargumen kepada mereka, namun bila sudah seperti itu maka sakit kepalanya akan menyerang. Proses yang dilakukan S dengan mendatangi beberapa dokter untuk memeriksakan sakit dikepala, sebenarnya hanya untuk mencari pengakuan dari orang profesional atas apa yang sedang dialaminya sehingga nantinya ia memperoleh perhatian dari keluarga bahwa saat ini ia sedang sakit.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 22
RAHASIA
VIII. RENCANA ALAT TES YANG DIGUNAKAN 1. GRAFIS DAN WZT 2.
WB
3. SSCT 4. RORSCHACH IX. TINJAUAN TEORITIS 1. Somatoform Pada tahun 1859 seorang dokter berkebangsaan Francis Pierre Briquet menggambarkan suatu sindrom yang pada awalnya diberi nama sesuai dengan namanya, sindrom Briquet, dan kini dalam DSMIV-TR disebut gangguan somatisasi. Kata somatoform diambil dari bahasa Yunani yaitu soma yang berarti tubuh. Dalam gangguan somatoform (somatoform disorder), orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas fisik yang dapat ditemukan sebagai penyebab. Somatoform disorder adalah suatu kelompok gangguan yang ditandai dengan keluhan tentang masalah atau simtom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab gangguan
fisik secara medis
(misalnya nyeri, mual, dan pening/sakit kepala). Berbagai simtom dan keluhan
somatik
tersebut
serius,
sehingga
menyebabkan
stres
emosional dan gangguan untuk dapat berfungsi dalam kehidupan sosial dan pekerjaan. Keluhan somatik yang berulang dan banyak yang memerlukan perhatian medis, namun tidak memiliki sebab fisik yang jelas merupakan dasar gangguan ini. Untuk memenuhi kriteria diagnostik, yang bersangkutan harus mengalami keempat hal di bawah ini: 1. empat simtom rasa sakit di bagian yang berbeda (seperti kepala, punggung, sendi); 2. dua simtom gastrointestinal (seperti: diare, mual);
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 23
RAHASIA
3. satu simtom seksual selain rasa sakit (seperti tidak berminat pada hubungan seksual, disfungsi ereksi); 4. satu simtom pseudoneurologis (seperti : seperti yang terjadi dalam gangguan konversi). Diagnosis gangguan somatoform ini diberikan apabila diketahui bahwa faktor psikologis memegang peranan penting dalam memicu dan mempengaruhi tingkat keparahan serta lamanya gangguan dialami (Kaplan, Sandock, & Grebb, 1994).
Simtom-simtom yang
ditunjukkan merupakan refleksi dari konflik psikologi dalam diri orang yang mengalami gangguan somatoform. Misalnya beberapa orang mengeluhkan masalah dalam bernafas, menelan, atau seperti ada sesuatu yang menekan dalam tenggorokan. Masalah-masalah seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf otonomik yang dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Simtom-simtom tersebut, yang lebih pervasif dibanding keluhan hipokondriasis, biasanya menyebabkan hendaya, terutama dalam pekerjaan.
DSM-IV-TR
mencatat
bahwa
simtom-simtom
spesifik
gangguan ini dapat bervariasi antarbudaya. Sebagai contoh, tangan terbakar atau seperti ada semut-semut yang berjalan di bawah kulit sering terjadi di Asia dan Afrika dibanding di Amerika Utara. Terlebih lagi, gangguan tersebut dinilai lebih sering terjadi pada budaya yang tidak mendorong ekspresi emosi secara terbuka (Ford, 1995). Gangguan somatisasi dan gangguan konversi memiliki banyak persamaan simtom, dan keduanya dapat ditegakkan pada pasien yang sama (a.l., Ford & Folks, 1985). Kunjungan ke dokter, kadangkala ke banyak dokter pada waktu yang bersamaan, sering kali dilakukan, juga penggunaan obat-obatan. Perawatan di rumah sakit dan bahkan operasi menjadi hal umum (Guze, 1967). Masalah menstruasi dan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 24
RAHASIA
hambatan seksual sering terjadi (Swartz dkk., 1986). Para pasien umumnya menyampaikan keluhan mereka secara histrionik dan berlebih-lebihan atau sebagai bagian riwayat kesehatan yang panjang dan penuh komplikasi. Banyak yang meyakini bahwa mereka telah mengalami
sakit
sepanjang
hidup.
Komorbiditas
tinggi
dengan
gangguan anxietas, gangguan mood, penyalahgunaan zat, dan sejumlah gangguan kepribadian (Golding, Smith, & Kashner, 1991; Kirmayer, Robbins, & Paris, 1994) Prevalensi sepanjang hidup gangguan somatisasi diperkirakan kurang dari 0.5 persen dari populasi AS; lebih sering terjadi pada perempuan, terutama keturunan Afrika Amerika dan Hispanik (Escobar dkk., 1987), dan di kalangan pasien dalam perawatan medis. Prevalensi lebih tinggi di beberapa negara Amerika Selatan dan Puerto Rico (Tomasson, Kent, & Coryell, 1991). Berbagai perbedaan budaya tersebut tidak dapat langsung diinterpretasi begitu saja (Kirmayer & Young, 1998). Berdasarkan perspektif Eropa Barat, contohnya, kadangkala muncul pendapat bahwa perwujudan fisik masalah psikologis dalam satu atau lain hal merupakan sesuatu
yang primitif
atau
tidak
canggih.
Namun,
perbedaan dualistik antara fisik dan psikologis mencerminkan tradisi medis yang tidak diterima secara universal (contohnya, dalam ilmu pengobatan Cina). Jauh lebih beralasan untuk memandang budaya seseorang sebagai sesuatu yang memberikan konsep mengenai distress dan bagaimana cara mengomunikasikan distress itu. Gangguan somatisasi umumnya bermula pada masa dewasa awal (Cloninger dkk., 1986). Walaupun mungkin tidak sestabil seperti yang disebutkan dalam DSM karena dalam satu studi mutakhir hanya sepertiga dari pasien yang menderita gangguan somatisasi masih memenuhi kriteria diagnostik ketika diukur kembali 12 bulan kemudian (Simon & Gureje, 1999). Kecemasan dan depresi sering kali dilaporkan, juga sejumlah masalah perilaku dan interpersonal, seperti membolos
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 25
RAHASIA
kerja, catatan kerja yang jelek, dan masalah perkawinan. Gangguan somatisasi tampaknya juga terjadi dalam keluarga; gangguan ini terjadi pada sekitar 20 persen kerabat tingkat pertama kasus indeks, yaitu individu yang didiagnosis menderita gangguan somatisasi (Guze, 1993). Beberapa kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan somatisasi : •
Terdapat riwayat banyak keluhan fisik selama beberapa tahun yaitu ada empat simtom : 1. rasa sakit dikepala; 2. gastrointestinal; 3. seksual, dan 4 pseudoneurologis
•
Simtom-simtom tidak disebabkan oleh kondisi medis atau berlebihan bila ditilik kondisi medis yang mungkin dialami orang yang bersangkutan
Etiologi Gangguan Somatoform Sebagian besar teori mengenai gangguan somatoform hanya diarahkan pada pemahaman histeria sebagaimana dikonseptualisasi oleh Freud. Konsekuensinya, teori ini memfokuskan pada penjelasan gangguan konversi. Pada akhir bagian ini, kami mengkaji pandangan psikoanalisis mengenai gangguan konversi kemudian membahas penjelasan para teoris, behavioral, kognitif, dan biologis. Pertama, kami membahas secara singkat berbagai pemikiran tentang etiologi gangguan somatisasi. Etiologi Gangguan Somatisasi. Pendapat mengatakan bahwa para pasien penderita gangguan somatisasi lebih sensitif terhadap sensasi fisik, memberikan perhatian berlebihan terhadap sensasi tersebut, atau menginterpretasinya sebagai sesuatu yang membahayakan (Kirmayer dkk., 1994; Rief dkk., 1998). Kemungkinan lain adalah mereka memiliki sensasi fisik yang lebih kuat dibanding orang lain (Rief & Auer, 2001). Sebuah pandangan perilaku mengenai gangguan somatisasi menyatakan bahwa berbagai macam rasa sakit dan nyeri,
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 26
RAHASIA
rasa tidak nyaman, dan disfungsi raerupakan manifestasi kecemasan yang tidak realistis dalam sistem-sistem tubuh. Sejalan dengan pemikiran bahwa terdapat faktor kecemasan yang tinggi, pasien penderita gangguan somatisasi memiliki level kortisol tinggi, suatu indikasi bahwa mereka berada di bawah tekanan (Rief dkk., 1998). Mungkin ketegangan ekstrem yang dialami individu terpusat pada otot-otot
perut,
mengakibatkan
rasa
mual
atau
muntah.
Bila
keberfungsian normal terganggu, pola maladaptif akan menguat karena
menghasilkan
perhatian
dan
alasan
untuk
menghindari
sesuatu. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering, dimana pasien
berpura-pura
mendapatkan
hasil
mengalami yang
jelas
simtom seperti
dengan
tujuan
menghindari
untuk
pekerjaan.
Gangguan tersebut juga berbeda dengan factitious disorder, yang bentuk paling umumnya adalah munchausen syndrome. Munchausen adalah suatu bentuk penyakit yang dibuat-buat dimana orang tersebut berpura-pura sakit atau membuat dirinya sendiri sakit seperti dengan cara
memasukkan
zat
beracun.
Sejumlah
pasien
munchausen
menjalani operasi bedah yang tidak perlu meski mereka tahu tidak ada yang salah dengan diri mereka. Simtom pada factitious disorder, tidak terhubung dengan hasil yang jelas. Gangguan ini memungkinkan adanya suatu kebutuhan psikologis. Dengan menampilkan peran sakit dalam lingkungan rumah sakit yang terlindungi memberikan suatu rasa aman yang kurang di dapat pada masa kecil. Somatoform & Pain Disorder Mengalami beberapa gejala sakit fisik yang subyektif tanpa sebab
Psychosomatic Disorder
Malingering
Factitious Disorder
Mengalami sakit fisik yang nyata, faktor psikologis ikut ber-kontribusi pada sakitnya
Sengaja menipu sakit secara fisik untuk menghindari situasi tidak
Sengaja menipu sakit secara fisik untuk menarik perhatian
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 27
RAHASIA
organis (pengalaman sakit termasuk kedalam pain disorder)
menyenangkan, secara medis seperti tugas kemiliteran
Disini kita membahas beberapa tipe utama dari gangguan somatoform seperti gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi. A.
Klasifikasi Terdapat beberapa tipe utama dari gangguan somatoform:
gangguan konversi, hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi. Dalam DSM IV-TR, yang termasuk dalam Somatoform Disorder sebagai berikut : 300.81 300.82 300.11 300.xx 300.80 300.89
Somatization Disorder Undifferentiated Somatoform Disorder Conversion Disorder Pain Disorder Associated With Psychological Factors Associated With Both Psychological Factors and a General Mediacal Condition 300.7 Hypochondriasis 300.7 Body Dismorphic Disorder 300.82 Somatoform Disorder NOS Namun disini hanya akan membahas beberapa tipe utama dari
gangguan
somatoform,
yaitu
:
gangguan
konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, gangguan somatisasi dan gangguan nyeri. 1. Gangguan Konversi a.
Definisi Gangguan konversi dicirikan oleh suatu perubahan besar
dalam fungsi fisik atau hilangnya fungsi fisik, meski tidak ada temuan medis yang dapat ditemukan sebagai penyebab simtom Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 28
RAHASIA
atau
kemunduran
fisik
tersebut.
Simtom-simtom
tersebut
tidaklah dibuat secara sengaja. Orang tersebut tidak melakukan malingering. Simtom fisik itu biasanya timbul tiba-tiba dalam situasi yang penuh tekanan. Gangguan konversi dinamakan demikian karena adanya keyakinan
psikodinamika
bahwa
gangguan
tersebut
mencerminkan penyaluran, atau konversi, dari energi seksual atau agresif yang direpresikan ke simtom fisik. Gangguan konversi sebelumnya disebut neurosis histerikal atau histeria. Menurut
DSM,
simtom
konversi
menyerupai
kondisi
neurologis atau medis umum yang melibatkan masalah dengan fungsi motorik (gerakan) yang volunter atau fungsi sensoris. Beberapa pola simtom yang ‘klasik’ melibatkan kelumpuhan, epilepsi, masalah dalam koordinasi, kebutaan dan tunnel vision (hanya bisa melihat apa yang berada tepat di depan mata), kehilangan indera pendengaran dan penciuman, atau kehilangan rasa pada anggota badan (anestesi). Simtom-simtom tubuh yang ditemukan dalam gangguan konversi seringkali tidak sesuai dengan kondisi medis yang mengacu. Misalnya, orang yang menjadi ‘tidak mampu’ berdiri atau berjalan dilain pihak dapat melakukan gerakan kaki lainnya secara normal. Beberapa orang dengan gangguan konversi menunjukkan ketidakpedulian yang mengejutan terhadap simtom-simtom yang muncul, suatu fenomena yang diistilahkan sebagai la belle indifference (ketidakpedulian yang indah). b. Treatment Pemberian treatmen dengan menggunakan pendekatan psikoanalisa untuk pasien konversi adalah berfokus pada pengekspresian emosi dan ingatan yang menyakitkan dan insight bahwa gangguan berkaitan dengan simtom konversi (Gavin, 1995). Gangguan konversi yang kronis lebih sulit untuk
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 29
RAHASIA
ditangani. Ketika simtom muncul lebih dari satu bulan, riwayat pasien sering mirip gangguan somatisasi dan diperlakukan seperti itu. Sementara
treatmen
dengan
pendekatan
behavioral
berfokus pada mengurangi kecemasan pasien yang berasal dari trauma yang menyebabkan simtom konversi. Terapi behavioral bisa dilakukan dengan metode systematic desensitization dan vivo exposure therapy. 2. Hipokondriasis a. Definisi Ciri utama dari hipokondriasis adalah fokus atau ketakutan bahwa simtom fisik yang dialami seseorang merupakan akibat dari suatu penyakit serius yang mendasarinya, seperti kanker atau masalah jantung. Rasa sakit tetap ada meskipun telah diyakinkan secara medis bahwa ketakutan itu tidak mendasar. Orang dengan hipokondriasis tidak secara sadar berpurapura akan simtom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan
fisik,
sering
kali
melibatkan
sistem
pencernaan atau campuran antara rasa sakit dan nyeri. Orang yang mengembangkan hipokondriasis sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli, terhadap simtom dan hal-hal yang mungkin
mewakili
apa yang ia
takutkan.
Orang dengan
hipokondriasis menjadi sangat sensitif terhadap perubahan ringan dalam sensasi fisik, seperti sedikit perubahan dalam detak jantung dan sedikit rasa sakit serta nyeri (Barsky dkk., 2001).
Padahal
menimbulkan
kecemasan
sensasi
fisik
akan
simtom
tersendiri,
fisik
misalnya
dapat keringat
berlebihan dan pusing, bahkan pingsan. Dengan demikian, sebuah lingkaran setan (vicious cycle) akan muncul. Orang dengan
hipokondriasis
mengatakan
betapa
Kasus II JUNAIDI 190420080022
dapat
menjadi
ketakutan
marah
mereka
saat
sendirilah
dokter yang Page 30
RAHASIA
menyebabkan simtom-simtom fisik tersebut. Mereka sering ‘belanja dokter’ dengan harapan bahwa seorang dokter yang kompeten dan simpatik akan memperhatikan mereka sebelum terlambat. b. Treatment Untuk penanganan pasien dengan hipokondria dengan pendekatan psikoanalisa. Pasien diajak untuk mengidentifikasi perasaan dan pikiran dibalik simtom yang muncul dan mencari cara melakukan coping yang adaptif. Selain itu, penanganan hipokondria dengan pendekatan kognitif, pasien dibantu untuk belajar menginterpretasikan simtom-simtom fisik dan menghindari bencana simtom fisik. 3. Gangguan Dismorfik Tubuh a. Definisi Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak nyata, misalnya seseorang yang merasa hidungnya kurang mancung, atau keluhan yang berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil (Kaplan, Sandock, & Grebb, 1994). Orang dengan gangguan dismorfik tubuh terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka (APA, 2004). Beberapa pasien cenderung menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengamati kekurangan mereka di cermin. Bahkan agar tidak
mengingatnya,
cermin
atau
terkadang
menggunakan
mereka
kamuflase,
menyembunyikan misalnya
dengan
menggunakan pakaian yang sangat longgar atau tindakan paling ekstrim menjalani operasi plasti yang tidak dibutuhkan. Orang dengan Body Dysmorphic Disorder percaya bahwa orang lain memandang diri mereka jelek atau berubah bentuk menjadi rusak dan bahwa penampilan fisik mereka yang tidak menarik mendorong orang lain untuk berpikir negatif tentang Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 31
RAHASIA
karakter atau harga diri mereka sebagai manusia (Rosen, 1996). Mereka sering menunjukkan pola berdandan atau mencuci atau menata rambut secara kompulsif dalam rangka mengoreksi kerusakan yang dipersepsikan. Pada gangguan ini faktor subyektif berperan penting. Gangguan ini lebih banyak berpengaruh pada perempuan dibanding laki-laki, dan onset biasanya muncul sekitar usia 1520 tahun (Kaplan, Sandock, & Grebb, 1994). b. Treatment Terapi psikoanalisa berfokus pada tujuan insight sebagai kekhawatiran yang direpres mengarah pada simtom. Sementara terapi behavioral berfokus pada menghadapkan pasien pada situasi yang ditakuti pasien tentang kekhawatiran tentang tubuh mereka, menghilangkan kekhawatiran mereka tentang bagian tubuh mereka dan mencegah respon yang kompulsif terhadap bagian tubuh tertentu. Meningkatkan seretonin dalam otak bisa menghilangkan obsesi-kompulsif pada bagian tubuh. 4. Gangguan Somatisasi a. Definisi Gangguan
somatisasi
adalah
gangguan
dengan
karakteristik sebagai keluhan atau gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat dengan menggunakan hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Perbedaan antara gangguan somatisasi dengan gangguan somatoform lainnya adalah banyaknya keluhan dan banyaknya sistem tubuh yang terpengaruh. Gangguan ini sifatnya kronis muncul selama beberapa tahun dan terjadi sebelum usia 30 tahun, dan berhubungan dengan stres psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan sosial dan pekerjaan, serta perilaku mencari pertolongan medis yang berlebihan (Kaplan, Sandock, & Grebb, 1994). Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 32
RAHASIA
sistem-sistem organ yang berbeda (Spitzer, dkk, 1989). Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali kenjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat sering memanfaatkan pelayanan medis (G.R. Smith, 1994). Gangguan somatisasi biasanya bermula pada masa remaja atau dewasa muda dan tampaknya merupakan gangguan yang kronis
atau
bahkan
yang
berlangsung
sepanjang
hidup
(Kirmayer, Robbins & Paris, 1994; Smith, 1994). Gangguan ini biasanya muncul dalam konteks gangguan psikologis lain, terutama gangguan kecemasan dan gangguan depresi (Swartz dkk, 1991). Meskipun tidak banyak diketahui tentang latar belakang masa kecil dari orang dengan gangguan somatisasi, suatu penelitian melaporkan bahwa wanita dengan gangguan ini lebih mungkin untuk melaporkan penganiayaan seksual di masa kecil daripada kelompok wanita pembanding yang mengalami gangguan mood (Morrison, 1989). Orang dengan gangguan somatisasi
terganggu
dengan
simtomnya
sendiri.
Namun
gangguan ini tetap controversial. Banyak pasien, terutama pasien wanita, salah didiagnosis dengan gangguan psikologis, termasuk
gangguan
somatisasi,
karena
kegagalan
dari
kedokteran modern untuk mengidentifikasi dasar medis dari keluhan fisik mereka (Klonoff & Landrine, 1997). b. Treatment Penanganan
gangguan
somatisasi
sama
dengan
penanganan pada hipokondria. Pada penanganan treatment dengan
pendekatan
psikoanalisa,
pasien
diajak
untuk
mengidentifikasi perasaan dan pikiran dibalik simtom yang muncul dan mencari cara melakukan coping yang adaptif. Selain itu, pendekatan kognitif pasien dengan gangguan somatisasi ditangani dengan cara membantu pasien belajar
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 33
RAHASIA
menginterpretasikan
simtom-simtom
fisik
dan
menghindari
bencana simtom fisik. 5. Gangguan Nyeri a.
Definisi Pada gangguan ini individu mengalami gejala sakit atau
nyeri pada satu tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis (non-psikiatris) maupun neurologis. Simtom ini menimbulkan stres emosional atau gangguan fungsional. Gangguan ini dianggap memiliki hubungan sebab akibat dengan faktor psikologis. Keluhan yang dirasakan pasien berfluktuatif intensitasnya dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognitif, atensi dan situasi (Kaplan, Sandock, & Grebb, 1994). Dengan kata lain, faktor psikologis mempengaruhi kemunculan, bertahannya dan tingkat
keparahan
gangguan
(Davidson
&
Neale,
2001).
Prevalensi gangguan nyeri pada perempuan dua kali lebih banyak dibandingkan laki-laki, dan puncak onsetnya terjadi sekitar usia 40-50 tahun, mungkin karena pada usia tersebut toleransi terhadap rasa sakit sudah berkurang (Kaplan, Sandock, & Grebb, 1994). b. Treatment Treatment
untuk
gangguan
nyeri
sama
dengan
penanganan pada pasien dengan gangguan somatisasi. Melalui pendekatan psikoanalisa, pasien diajak untuk mengidentifikasi perasaan dan pikiran dibalik simtom yang muncul dan mencari cara melakukan coping yang adaptif. Pada pendekatan kognitif, pasien dengan gangguan nyeri ditangani
dengan
menginterpretasikan
cara
membantu
simtom-simtom
fisik
pasien dan
belajar
menghindari
bencana simtom fisik.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 34
RAHASIA
Somatoform Somatoform Disorder memiliki karakteristik gejala fisik atau keluhan yang muncul karena sebab psikologis Disorder Kunci Gejala Conversion Disorder Kehilangan fungsi pada bagian tubuh dengan alas an psikologis daripada alasan fisik. Somatization Riwayat keluhan tentang gejala fisik, Disorder mempengaruhi beberapa area tubuh yang berbeda agar mendapat perhatian secara medis namun tidak memiliki sebab fisik Pain Disorder Riwayat keluhan tentang nyeri untuk mendapat perhatian secara medis tetapi tidak ada penyebab fisik Hypochondriasis Kekhawatiran kronis tentang suatu penyakit fisik namun tidak ada bukti satupun, secara berulang mencari perhatian medis. Body Dysmorphic Senang berlebihan dengan satu bagian tubuh Disorder yang diyakininya sangat kurang/tidak sempurna
B.Dinamika Gangguan Gangguan
konversi
atau
‘histeria
diperkenalkan
oleh
Hippocrates, yang mengatribusikan simtom tubuh yang aneh pada ‘berjalan-jalannya rahim’ yang menimbulkan kekacauan internal. Istilah hysterical (histerikal) diambil dari bahasa Yunani hystera yang berarti ‘rahim’. Hippocrates menemukan bahwa keluhan ini lebih jarang terjadi pada wanita yang menikah daripada yang tidak menikah. Teori modern yang membahas gangguan somatoform hampir selalu berasal dari teori psikoanalisa dan teori belajar. Meski tidak banyak yang diketahui mengenai dasar biologis dari gangguan somatoform, bukti mengindikasikan bahwa gangguan somatisasi cenderung diwariskan dalam keluarga terutama antara anggota
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 35
RAHASIA
keluarga yang perempuan (Guze, 1993). Hubungan genetis ini masih berupa dugaan, meski kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
bahwa
pengaruh
keluarga
berperan
dalam
menjelaskan hubungan kekeluargaan ini.
C. 1.
Teori Psikodinamika Gangguan histerikal merupakan arena debat antara teori
psikologi dan biologi di abad ke-19. Pengurangan --meskipun sering hanya sementara – dari simtom-simtom histerikal melalui hipnosis oleh Charcot, Breuer, dan Freud memberikan kontribusi pada keyakinan bahwa penyebab histeria bersifat psikologis dan bukan fisik dan mendorong Freud untuk mengembangkan teori pikiran yang tidak disadari. Freud meyakini bahwa ego berfungsi untuk mengontrol impuls seksual dan agresif yang mengancam atau tidak dapat diterima yang timbul dari id melalui mekanisme pertahanan diri seperti represi. Menurut teori psikodinamika, simtom histerikal memiliki fungsi : memberikan orang tersebut keuntungan primer dan sekunder. Keuntungan
primer
(primary
gains)
yang
didapat
adalah
memungkinkan individu untuk mempertahankan konflik internal direpresi. Orang tersebut sadar akan simtom fisik yang muncul namun bukan konflik yang diwakilinya. Dalam kasus-kasus seperti itu, “simtom” merupakan simbol dari, dan memberikan orang tersebut “pemecahan sebagian” untuk, konflik yang mendasarinya. Misalnya,
kelumpuhan
histerikal
dari
sebuah
lengan
dapat
menyimbolkan dan juga mencegah individu untuk mengekspresikan impuls
seksual
(contoh,
masturbasi)
atau
agresif
(contoh,
membunuh) yang tidak dapat diterima dan telah direpresi. Represi timbul secara otomatis, sehingga individu tetap tidak sadar akan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 36
RAHASIA
konflik
yang
mendasarinya.
Dari
pandangan
psikodinamika,
gangguan konvers memiliki suatu tujuan. Keuntungan sekunder (secondary gains) dapat memungkinkan individu untuk menghindari tanggung jawab yang membebani dan untuk mendapatkan dukungan – dan bukan celaan – dari orangorang di sekitar mereka. Misalnya, tentara terkadang mengalami “kelumpuhan” yang tiba-tiba pada tangan mereka, yang mencegah mereka untuk menembakkan senapannya dalam pertempuran. Mereka kemudian dapat dikirim untuk dirawat di rumah sakit dan bukan menghadapi tembakan musuh.
C. 2.
Teori Belajar Teori Psikodinamika dan teori belajar sepakat bahwa simtom-
simtom dalam gangguan konversi dapat mengatasi kecemasan. Teoretikus psikodinamika mencari penyebab kecemasan dalam konflik-konflik yang tidak disadari. Sedangkan teoretikus belajar berfokus pada hal-hal yang secara langsung menguatkan simtom dan peran sekundernya dalam membantu individu menghindari atau melarikan
diri
dari
situasi
tidak
nyaman
atau
situasi
yang
membangkitkan kecemasan. Dalam pandangan teori belajar, simtom dari gangguan konversi
dan
gangguan
somatoform
lain
juga
membawa
keuntungan, atau hal-hal yang me-reinforcing, pada “peran sakit”. Orang dengan gangguan konversi dapat terbebaskan dari tugas atau tanggung jawab seperti pergi kerja atau melakukan tugas rumah
tangga
menimbulkan
(Miller,
simpati
1987). dan
Menjadi
dukungan.
sakit
Orang
biasanya yang
juga
menerima
penguatan semacam ini saat sakit di masa lalu cenderung belajar untuk mengadopsi peran sakit bahkan saat ia sedang tidak sakit (Kendell, 1983).
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 37
RAHASIA
Perbedaan dalam pengalaman belajar dapat menjelaskan mengapa secara historis, gangguan konversi lebih sering dilaporkan oleh wanita daripada pria. Hal ini mungkin karena wanita dalam budaya Barat lebih cenderung untuk disosialisasikan cara mengatasi stres melalui menampilkan peran sakit dibandingkan kaum pria (Miller, 1987). Sejumlah teoretikus belajar menghubungkan hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh dengan gangguan obsesif kompulsif. Pada hipokondriasis, orang terganggu oleh pikiran-pikiran yang obsesif dan menimbulkan kecemasan mengenai kesehatan mereka. Pergi dari satu dokter ke dokter lain dapat merupakan suatu dari perilaku kompulasif yang diperkuat oleh hilangnya kecemasan yang dialami secara temporer saat mereka diyakinkan kembali oleh dokternya bahwa ketakutan mereka tidak terbukti. Namun pikiranpikiran yang mengganggu kembali muncul, mendorong mereka melakukan konsultasi yang berulang. Lingkaran tersebut kemudian berulang. Seperti itu juga, dengan gangguan dismorfik tubuh, berdandan dan memotong yang terus-menerus dalam usaha untuk “memperbaiki”
kekurangan
fisik
yang
dipersepsikan
dapat
memberikan kebebasan secara parsial dari kecemasan, namun “perbaikan”
yang
dilakukan tidak
pernah
cukup
baik
untuk
menghilangkan kekhawatirkan yang mendasari secara sepenuhnya. Satu kemungkinan adalah bahwa hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh berada pada spektrum gangguan tipe OCD. C. 3 Teori Kognitif Teoretikus kognitif telah berspekulatif bahwa beberapa kasus hipokondriasis dapat mewakili sebuah tipe dari strategi selfhandicapping, suatu cara menyalahkan kinerja yang rendah pada kesehatan yang buruk (Smith, Snyder, & Perkins, 1983). Pada kasuskasus lain, mengalihkan perhatian pada keluhan fisik dapat menjadi
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 38
RAHASIA
suatu cara untuk menghidari berpikir tentang masalah kehidupan yang lain. Penjelasan kognitif lain berfokus pada peran dari pikiran yang terdistorsi.
Orang
yang
menderita
hipokodriasis
memiliki
kecenderungan untuk “membuat gunung dari kerikil” dengan cara membesar-besarkan signifikansi dari keluhan fisik yang minor (Barsky dkk., 2001). Mereka salah menginterpretasikan simtomsimtom ringan yang muncul sebagai tanda dari sakit yang serius, yang
menimbulkan
kecemasan
yang membawa
mereka
dari
kunjungan satu dokter ke kunjungan dokter lain dalam usaha untuk menemukan penyakit mengancam yang takutnya mereka miliki. Kecemasan itu sendiri dapat menghasilkan simtom fisik yang tidak menyenangkan, yang nantinya justru semakin dianggap penting, menyebabkan kognisi yang semakin mengkhawatirkan. Teoretikus kognitif berspekulasi bahwa hipokondriasis dan gangguan panik, yang sering kali terjadi secara bersamaan, dapat memiliki penyebab yang sama: cara berpikir yang terdistorsi yang membuat orang tersebut salah mengartikan perubahan kecil dalam sensasi tubuh sebagai tanda dari bencana yang akan terjadi (Salkovskis & Clark, 1993). Perbedaan antara kedua gangguan itu terletak pada apakah interpretasi yang salah dari tanda-tanda tubuh membawa sebuah persepsi tentang ancaman yang akan segera terwujud
dan
lalu
menyebabkan
terjadinya
kecemasan
yang
berputar cepat (gangguan panik) ataukah tentang ancaman dengan kisaran yang lebih panjang dalam bentuk proses penyakit yang mendasarinya (hipokondriasis). Penelitian mengenai proses kognitif yang muncul dalam hipokondriasis membutuhkan studi lebih lanjut. Meski ada hubungan yang mungkin terjadi antara hipokondriasis dan gangguan kecemasan seperti gangguan panik dan OCD, tetap tidak jelas apakah hipokondriasis harus diklasifikasikan sebagai
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 39
RAHASIA
suatu gangguan somatoform atau gangguan kecemasan (Barsky dkk., 1992). Kriteria gangguan somatoform dalam PPDGJ III (Maslim, 2001) Menurut PPDGJ III, ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah beberapa kali terbukti hasilnya negatif dan sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Gangguan somatoform yang diderita oleh S adalah jenis Gangguan Hipokindrik F45.2 yang diagnostiknya adalah, harus memiliki dua diagnostik yang harus ada yaitu : • Keyakinan
yang
menetap
adanya
sekurang-kurangnya
satu
penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham) • Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari
beberapa
dokter
bahwa
tidak
ditemukan
penyakit
atau
abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya ← 2. GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK Sebuah pola yang menetap dari emosionalitas dan pencarian perhatian yang berlebihan, dimulai dari awal masa dewasa dan timbul dalam konteks yang bervariasi, seperti yang diindikasikan oleh lima (atau lebih) dari hal-hal berikut ini: 1. tidak nyaman dalam situasi dimana ia tidak menjadi pusat perhatian.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 40
RAHASIA
2. interaksi dengan orang lain sering dikarakterisasikan oleh tingkah laku provokatif atau menggoda secara seksual yang tidak selayaknya. 3. menampilkan ekspresi emosi yang dangkal dan cepat berubahubah. 4. secara konsisten menggunakan penampilan fisik untuk menarik perhatian pada dirinya. 5. memiliki
gaya
bicara
yang
sangat
mengagumkan
dengan
berlebihan dan kurang dalam detil. 6. menunjukkan dramatisasi diri (self-dramatization), ekspresi emosi yang teatrikal dan berlebihan. 7. mudah dipengaruhi, contohnya, gampang dipengaruhi oleh orang lain/situasi. 8. menganggap
suatu
hubungan
lebih
intim
daripada
yang
sebenarnya. Etiologi Gangguan Kepribadian Histrionik Millon dkk. dialami
(2004)
menyebutkan
dinamika etiologi yang
oieh seseorang sehingga ia memiliki gangguan kepribadian
histrionik: 1. Genetik 2.
Jenis kelamin wanita, pria identik dengan antisocial personality disorders.
3. Trauma masa kanak-kanak, dibentuk melalui relasi antara jenis kelamin orang tua yang berlawanan, pengalaman masa kanakkanak dan konsekuensi perkembangan terhadap perkembangan psikoseksual dan pembentukan karakter yang ada sekarang. 4. Rendahnya fungsi mental yang berada pada tahap oral, dari tingginya fungsi mental pada tahap perkembangan oedipal, dimana pertumbuhan rasa keinginan seksual merupakan suatu ketidaksadaran terhadap orang tua yang berlawanan jenis.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 41
RAHASIA
5. Bermasalah pada objek relasi. 6. Tidak terbentuknya super ego yang kuat. 7. Terkadang perilaku yang sama diberi hadiah, terkadang pula tidak (tidak konsisten sehingga anak mendapatkan pengalaman frustrasi guna mendapatkan perhatian orang tua mereka dan melebih-lebihkan perilaku untuk memperoleh perlindungan, pujian, afeksi). 8. Hambatan dalam perkembangan identitas. 9. Kognisi dan sistem defence mechanism digabungkan untuk melindungi diri. 10.Menolak
situasi
yang
seharusnya
dapat
memberikan
pengetahuan bagi dirinya sehingga membatasi kesempatan mereka untuk menghadapi tantangan intelektualitas. 11. Adanya modelling dari anggota keluarga DARI NORMALITAS KE ABNORMALITAS Kepribadian histrionik 1990)
jenis
dramatis
(Oldham
&
Morris,
menekan perasaan, warna, dan perhatian. Individu seperti ini
memproses dunianya secara efektif, menghargai efek dari emosi, dan menunjukkan emosi mereka dengan mudah dan terbuka. Mereka mengalami hidup melalui sensasi dan romansa, dengan sengaja membuat mereka menarik secara fisik, secara sadar berpakaian dengan memikirkan lawan jenis dan menjadi menarik, menawan, atau bahkan menggoda. Banyak yang sangat intuitif dengan cepat merasakan apa yang harus dibicarakan dan bagaimana orang lain ingin diperlakukan. Sebagian besar mempercayai orang lain dengan mudah dan siap sedia ur melibatkan diri mereka dalam suatu hubungan. Jenis ramah (ougtoing) (Millon et al., 1994) lebih berfokus pada keramahan daripada "tampil". Memiliki kepercayaan diri yang besar dalam hal pengaruh dan daya tariknya, individu jenis ini pergi keluar
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 42
RAHASIA
untuk menjadi populer dan secara alamiah tahu bagaimana membuat orang lain menyukainya. Biasanya mereka digambarkan sebagai individu yang hangat, hidup, dramatis, bersemangat, atau provokatif. Sebagian besar melihat diri mereka sendiri sebagai individu yang ceria dan optimis. Kegembiraan mereka dalam hidup menular, menggugah orang lain untuk sama gembiranya. Banyak yang bertindak dan berpikir seperti remaja, bahkan pada usia yang lebih tua. Sebagian besar terbuka pada kemungkinan baru dan menemukan kesenangan yang luar biasa ketika menemui pengalaman baru. Sperry (1995) menyatakan bahwa Individu dengan gangguan kepribadian histrionik biasanya menjadi marah, tertekan, atau iri ketika tidak menjadi pusat perhatian, sementara individu dengan jenis ramah menikmati pujian dan sanjungan tanpa bergantung pada tersebut.
la
juga
menikmati
menghibur
orang
lain,
tapi
bisa
menyerahkan panggung menjadi bagian dari penonton. Secara interpersonal, individu histrionik bergantung pada selimut pesona seksual. Hal ini berbeda dengan jenis ramah, yang mempesona, menarik, dan halus dengan lebih pantas. Secara emosional individu histrionik sering berubah-ubah dengan mood mereka yang dengan cepat berganti. Di sisi lain, jenis ramah memiliki kendali emosi yang lebih tepat. Daya tarik fisik melalui gaya dandan, pakaian, dan aksesoris karya desainer merupakan hal yang paling penting bagi histrionik. Jenis ramah juga memiliki ketertarikan seperti itu meskipun mereka tidak sampai pada gangguan obsesif. Individu dengan gangguan secara kognitif global, tercampur-baur, dan impressionistic (memberikan ide umum daripada fakta spesifik atau informasi detil), sementara jenis normal lebih konstruktif dalam penilaian detil dan memenuhi syarat, karena keaslian emosinya (Kernberg, 1992). Berkebalikan dengan individu terganggu, yang secara terus menerus terlibat dalam ekspresi teatrikal dan dramatis, jenis normal tidak terlalu berlebihan tanpa keinginan untuk mengambil
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 43
RAHASIA
peran utama. Sementara individu yang terganggu dengan mudah tergoyahkan oleh pengaruh orang lain, jenis normal mampu membuat keputusannya sendiri, bahkan dengan resiko kehilangan perhatian dan persetujuan. hubungan
Terakhir,
lebih
akrab
individu atau
dengan
intim
gangguan
daripada
yang
menganggap sebenarnya,
sementara jenis normal tertambat pada diri yang lebih utuh, sehingga memberikan kesempatan bagi rasa keberlangsungan yang lebih besar dan pencerahan diri yang lebih ke dalam sifat dari hubungan personal. VARIASI DARI KEPRIBADIAN HISTRIONIK Theatrical Histrionic Sangat dramatis, romantis, dan mencari perhatian, theatrical histrionic merupakan ringkasan dari pola histrionik dasar. Dijelaskan oleh "orientasi pemasaran" Fromm, individu seperti ini pada dasarnya hidup sebagai komoditi, memasarkan dirinya sebagai bunglon pada tuntutan sosial, dan mengubah karakteristik yang ditampilkannva agar sesuai dengan penonton dan keadaan. Bagi mereka, tidak ada yang intrinsik. Sebaliknya, diri berada di bawah persyaratan ekonomi sosial -diubah, disintesis, dibuat, dan dikemas untuk mengoptimalkan daya tarik mereka dalam segmen pasar yang diberikan. Gaya tidak hanya dihargai melebihi barang tapi juga dihargai sebagai pengecualian dari barang. Sebagai hasilnya, histrionik teatrikal ada sebagian besar tanpa kedalaman, karena dengan memiliki identitas dalam diri akan membatasi manuver potensial. Malah, membaca motif orang lain dan merefleksikannya
kembali
pada
dirinya
apa
yang
menarik,
menyenangkan, dan menggoda merupakan usaha mereka yang paling penting. Infantile Histrionic . Infantile histrionic (histrionik yang kekanak-kanakan), serupa dengan kepribadian infantil dari campuran
antara
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Kernberg
kepribadian
(1967),
mewakili
sebuah
histrionik dan borderline. Seperti
Page 44
RAHASIA
yang dinyatakan sebelumnya, banyak individu histrionik yang memiliki masalah
ketergantungan
yang
kuat.
Dengan
menseksualisasi
hubungan secara prematur dan menarik orang lain yang kuat ke dalam orbit mereka, individu histrionik mengalami pemanjaan yang lebih banyak dan frustasi yang lebih sedikit. Oleh karena itu, mereka tidak butuh untuk mengembangkan rasa identitas yang utuh yang bentuknya dimulai dengan apa yang disebut oleh analis sebagai prinsip kenyataan, kesadaran bahwa hidup secara intrinsik sangat membuat frustasi sehingga beberapa piranti fisik umum, yaitu ego, akan dibutuhkan untuk menghadapinya. Dengan demikian, kehidupan individu histrionik terus menerus didominasi oleh kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian, pencarian sensasi yang terus menerus, dan regresi primitif ke dalam fantasi, yang kesemuanya sesuai dengan prinsip kesenangan. Pada histrionik infantil yang terorganisasi secara lebih primitif, ekspresi
dari karakteristik tersebut bahkan lebih parah.
Karena
kurangnya pembentukan identitas keterikatan mereka pada significant other sangatlah bergantung dan menuntut. Sebagian besar secara konstan mencari jaminan untuk mempertahankan stabilitasnya dan bimbang antara terlalu menurut dengan depresi yang mendalam ketika persetujuan tidak datang. Tanpa kesadaran akan diri untuk menahan atau mengatur dorongan mereka yang paling dasar, emosi mereka berubah dengan cepat, gampang, dan tidak bisa diprediksi, berubah drastis bersalah,
dari
sangat cinta
ke
sangat
marah
ke sangat
semuanya mungkin diekspresikan secara simultan. Pada
situasi yang lebih menyenangkan, mereka mungkin bertingkah laku menyenangkan atau menawan yang kekanak-kanakan tapi menjadi pemurung atau cemberut di saat berikutnya. Banyak yang mengeluh bahwa mereka entah tidak dicintai atau diperlakukan dengan tidak adil, sikap yang dengan cepat meningkat menjadi tantrum ketika siapapun tidak setuju dengan mereka.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 45
RAHASIA
Vivacious Histrionic Vivacious histrionic (histrionik yang riang) mensintesis daya pikat histrionik
dengan
tingkat
energi
tipe
hipomania.
Hasilnya
memancarkan daya tarik, pesona, kejenakaan, semangat tinggi, dan intensitas. Lebih dari sekedar ramah dan penuh semangat, vivacious histrionic secara interpersonal periang, optimistis, spontan, dan secara impulsif berekspresi, serta tanpa pertimbangan akan konsekuensinya di masa depan. Didorong oleh suatu kebutuhan untuk merasakan kegembiraan dan ketergugahan, banyak yang dengan mudah tergilagila mengikatkan diri mereka pada seseorang dan kemudian berpindah pada orang lain dalam rangkaian yang singkat. Secara tingkah laku, pergerakan mereka cepat dan hidup. Mendatang dan pergi dengan menarik
perhatian.
Meskipun
mereka
hanyalah
pemikir
yang
superfisial, ide-ide mereka sering kali mengalir dengan sangat cepat dan
mudah
kegembiraan
sehingga
orang
mereka.
Mereka
lain
menjadi
yang
lebih
terpengaruh normal
oleh
berkeliling,
menyelesaikan masalah, memulai proyek, dan membujuk orang lain untuk bergabung dengan energi dan keramahan seperti yang dimiliki oleh penjual alamiah. Namun sebagian yang lain mengejar keinginan sementara tanpa menyelesaikan apapun, meninggalkan janji yang tidak ditepati, dompet yang kosong, dan rekan yang kecewa. Tidak mengherankan, banyak vivacious histrionic yang juga memiliki sifat narsistik.
Appeasing Histrionic Subtipe
appeasing
(memuaskan)
mengkombinasikan
ciri
histrionik, dependen, dan kompulsif. Persetujuan merupakan misi utama mereka dalam hidup: Kau harus menyukai mereka; kau harus menjadi teman mereka. Untuk mencapai tujuan ini, mereka secara terus menerus memuji, menyanjung, menyenangkan, menyetujui, dan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 46
RAHASIA
membuatmu merasa bahwa mereka akan melakukan apapun demi dirimu: "Kau sangat cerdik! Kau telah melakukan pekerjaan yang sempurna! Kau terlihat sangat cantik! Apa yang bisa ku bantu?" Kapanpun mereka merasakan ketidakacuhan, mereka dengan cepat menambah tindakannya, memposisikan penilaian mereka kembali ke arah yang positif. Sebagai akibatnya, mereka menampilkan gambaran akan
niat
penghargaan
baik
yang
adalah
absolut,
kepentingan
seseorang moral.
yang
Ketika
menganggap
ketidakcocokan
terjadi, mereka dengan cepat mulai melancarkan masalah kembali, bahkan ketika mereka harus berkorban, mengkompromikan keinginan mereka sendiri, atau menyetujui poin yang penting. Daripada menyerang mereka yang tidak bisa didamaikan, mereka memilih untuk merasakan luka, menggambarkan diri mereka sebagai korban yang tidak bersalah yang terjebak di dunia yang kejam, martir yang menderita tombak dan panah nasib yang keterlaluan, selalu merasa layak untuk mendapatkan simpati dan rasa iba. Implikasi dari gaya hidup mendamaikan seperti ini merupakan kompensasi bagi kekosongan yang substansial. Di balik senyuman mereka yang ramah terdapat kekosongan dari histrionik, rasa bersalah dari kompulsif, dan inferioritas dan ketidakberdayaan dari dependen. Sebagian besar merasa bahwa mereka merupakan individu yang bermasalah yang tidak dicintai dan tidak mampu. Oleh karena itu, mereka menjadi sangat ingin menyenangkan orang lain, selalu waspada terhadap gejala yang paling halus sekalipun kapan dan dimana penghargaan dan persetujuan mungkin didapatkan. Secara perkembangan lebih maju daripada histrionik dasar, individu-individu ini telah menginternalisasi suara orang tua yang menghukum yang jatuh dengan kritikan dan teguran. Seperti compulsives hyperconform (secara kompulsif selalu berusaha patuh), individu ini memuaskan penyiksanya, secara sadar mengantisipasi kebutuhan mereka, dan menawarkan hanya niat dan isyarat baik sebagai balasan dari
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 47
RAHASIA
kemarahan dan permusuhan. Intinya, mereka menjadi sangat baik dan manis sehingga mereka bisa membuat bahkan superego dari orang yang sadis merasa bersalah. Tempestuous Histrionic Varian kepribadian
tempestuous
(bergolak)
mengkombinasikan
ciri
histrionik negativistik. Individu semacam ini paling tepat
digambarkan sebagai sangat mood secara emosional berubah-ubah. Selama periode yang lebih baik, mereka memerankan hanya ciri histrionik, menampilkan muka menarik, secara superficial menjadi ramal suka bergaul, mengajak bicara orang lain, dan sebagai balasannya menambahkan ekspresi emosi bebas mereka sendiri. Seperti teatrikal histrionik, mereka dengan cepat merasa bosan, dramatis berlebihan, hipereaktif terhadap rangsangan dari luar, dan pencari sensasi yang impulsif. Ketika dikombinasikan dengan ciri borderline, hasilnya adalah emosional overdrive (aktivitas emosional yang berlebihan). Seperti individu borderline, tempestuous histrionic hipersensitif terhadap kritikan, tidak toleran terhadap frustasi, dan secara sosial tidak dewasa -karakteristik yang hampir memastikan bahwa saat yang menyenangkan akan berlangsung lama. Sebagian besar bergantian antara periode kesenangan emosi yang ekstrim dan bertindak impulsif, diikuti oleh serangan kemarahan yang berubah menjadi simptom kelelahan seperti depresif dan perubahan pola makan dan tidur. Jika
individu
normal
mengembangkan
rasa
identitas-diri
yang kuat yang membungkus dan menyembunyikan dorongan dasar dan mengatur emosi, tempestuous histrionic tidak hanya terlapis dengan lebih tipis daripada pola histrionik dasar tapi entah bagaimana terpecah seperti borderline. Akibatnya, mereka lebih rentan terhadap pertunjukkan yang tidak diatur dari emosi yang mentah dan dengan cepat berubah. Ketika tersinggung, mereka lepas kendaili, bereaksi seperti badai dan rusuh bahkan terhadap provokasi kecil. Kekurangan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 48
RAHASIA
perhatian, mereka mungkin mencari persetujuan dengan kalut menjadi senang berdebat, murung, atau putus asa ketika persetujuan tidak segera datang. Seiring dengan berjalannya waktu, individu-individu ini sedikit demi sedikit mungkin menjadi kurang histrionik dan menjadi lebih
marah
dan
mengkritik
orang
lain,
merasa
terhadap
keberuntungan orang lain. Mereka juga mungkin mengembangkan preokupasi terhadap fungsi tubuh dan kesehatan, dan secara dramatis mempertunjukkan penyakit mereka atau mengeluh tanpa akhir mengenai penyakit untuk mendapatkan kembali perhatian dan dukungan yang hilang. Disingenuous Histrionic Subtipe disingenuous (tidak tulus) mensintesiskan ciri histrionik dan antisosial. Gambar yang agak berbeda diciptakan, bergantung pada pengaruh relatif dari sifat histrionik dan antisosial. Pada awalnya, mereka membuat kesan pertama yang baik dan tampak muda bergaul dan tulus, menampilkan kespontanan dan pesona sehingga orang lain dengan cepat memperlemah pertahanannya. Namun kombinasi ciri histrionik
dan
antisosial
membui
subtipe
disingenuous
lebih
manipulatif daripada pola histrionik dasar dan untuk tujuan selain perhatian dan persetujuan. Bagi beberapa, sifat histrionik mereka hanya
berfungsi
sebagai
suatu
metode
yang
berguna
untuk
berkenalan dan membuka pintu tapi melapisi dan secara sementara menyembunyikan
karakteristik
dasar
dari
antisosial,
termasuk
kemauan untuk melanggar konvensi sosial, mengingkari janji dan menghancurkan kesetiaan, bertindak secara tidak bertanggung jawab, dan terkadang meledak dengan kemarahan dan konfrontasi fisik. Bagi beberapa, pengaruh antisosial berhenti di sini dengan sifat yang dianggap sebagai akibat dari kenakalan biasa. Namun beberapa yang lain mengkombinasikan histrionik dan karakteristik
yang
lebih
psikopatik.
Individu
ini
mensinergikan
keahlian, pesona, dan kemampuan sosial histrionik yang lebih adaptif
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 49
RAHASIA
untuk membaca motif dan keinginan orang lain dengan maksud jahat yang telah diperhitungkan. Jelas, varian ini lebih egosentris, sengaja tidak tulus, dan mungkin lebih sadar akan manipulasi mereka daripada pola histrionik dasar. Mereka sering tampak menikmati konflik, mendapatkan
suatu
tingkat
kepuasan
atau
kessnangan
dari
ketegangan dan tekanan yang dihasilkan. Karena individu antisosial biasanya mengartikan kebaikan sebagai kelemahan, sifat histrionik mereka yang ramah kadang-kadang membuat mereka takut kalau orang lain akan datang untuk melihat mereka dengan cara yang persis sama. Jika mereka merasa hal tersebut benar, mereka mungkin akan membalas impresi yang salah tersebut dengan menjadi predator (orang yang mengeksploitasi orang lain). Kriteria Gangguan Kepribadian Histrionik PPDGJ III (Maslim, 2001) Gangguan kepribadian histrionik ialah gangguan kepribadian dengan ciri-ciri; 1. Ekspresi emosi yang dibuat-buat, seperti bersandiwara, yang dibesar-besarkan. 2. Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang lain atau keadaan. 3. Keadaan afektif yang dangkal dan labil. 4. Terus-menerus mencari kegairahan, penghargaan dari orang lain, dan aktivitas dimana ia menjadi pusat perhatian. 5. Penampilan atau perilaku "merangsang" yang tidak memadai. 6. Terlalu peduli dengan daya tarik fisik. Untuk diagnosa paling sedikit dibutuhkan 3 ciri-ciri diatas. X. INTERPRETASI FRAGMENTAL DAN PARADIGMA PSIKOPATOLOGI (Terlampir) XI. DINAMIKA KEPRIBADIAN
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 50
RAHASIA
Ayah S kurang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada S, karena ayahnya lebih disibukkan oleh bekerja dan bila memiliki waktu luang ayah hanya lebih mementingkan perhatian ke ibu. Hal ini mengakibatkan S kurang mendapatkan pemahaman tentang figur ayah, sehingga ia kurang memiliki kedekatan dengan ayah yang pada dasarnya merupakan kebutuhan S untuk mandapatkan perhatian dari ayah. Begitu juga ibu, ibu lebih mementingkan diri sendiri dengan aktivitas yang menyenangkan dirinya sendiri daripada memberi perhatian keanak-anaknya terutama S sebagai seorang wanita yang membutuhkan figur ibu yang pada dasarnya merupakan kebutuhan S untuk penguatan identitas terhadap tanggung jawab yang harus dilakukannya sesuai dengan jenis kelamin yang dimilikinya Orang tua S tidak memberikan pemahaman mengenai aturanaturan yang berlaku di lingkungan masyarakat, begitu juga dengan nilai-nilai keagamaan. Ia lebih banyak mendapatkan dari nenek, itupun juga sangat terbatas. Ayah S kurang memberikan kasih sayang kepada S, sehingga pola itu yang kemudian diserap oleh S dalam berperilaku. Orang tuanya lebih mengembangkan sikap acuh tak acuh padanya tentang bagaimana hidup yang baik. Sehingga ia tumbuh menjadi orang yang kurang percaya diri. Pada
dasarnya
S
memiliki
taraf
kecerdasan
average
jika
dibandingkan dengan kelompok usianya. Kelebihan S terletak pada daya abstraksi yang memungkinkan S dapat menggunakan ide-ide abstrak dalam pemecahan masalahnya namun pada kenyataaannya S lebih
menggunakan
hal
yang
bersifat
konkrit
praktis
dalam
penyelesaian masalahnya. Hal ini didukung oleh kepribadiannya yang masih kurang matang sehingga memilih cara-cara yang praktis dalam memecahkan masalah dan mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun memiliki potensi yang membuatnya mudah melakukan analisa sintesa dalam melihat suatu hal untuk kemudian melakukan problem solving. Namun kekurang mampuan untuk melakukan
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 51
RAHASIA
regulasi dan mengintegerasikan aspek kognisi, emosi pada
tingkah
laku
yang
lebih
mengikuti
mengarah S
dorongan
dalam
menyelesaikan permasalahan tanpa memperhatikan hal-hal yang substansial. Masalah-masalah emosional dibiarkan tanpa penyelesaian dan tidak diselesaikan secara efektif sehingga ia lebih banyak terjebak oleh pikirannya sendiri. Kekurang mampuannya dalam membedakan hal yang penting dan tidak penting disertai kurangnya stimulasi dari lingkungan juga membuat ia kurang bisa melihat inti dari masalah yang sedang dihadapinya. Didalam lingkungan sosial ia bisa bergaul dan berelasi sosial dengan baik, cukup terbuka, namun ia kurang dapat menempatkan diri dilingkungan sosialnya. XII.
KESIMPULAN S adalah adalah orang yang memiliki kebutuhan kasih sayang
yang sangat besar. Sebab hal tersebut tidak didapatnya dari kedua orang tuanya semasa ia masih kecil. Kedua orangtuanya sibuk dengan dirinya masing masing sehingga S merasa diacuhkan oleh mereka. Kakak-kakaknya yang selalu memperlakukan dirinya dengan keras dan suka menyalahkan membuat S tumbuh dan berkembang menjadi seorang yang kurang percaya diri. Begitu pula hingga saat ini, pada saat
keluarga
menyalahkan
dirinya,
S
sangat
mengharapkan
keberadaan suami untuk melindungi dan membelanya, namun hal itu tidak didapatnya. Tingkah laku yang ditunjukkan S seperti sakit kepala dan mual merupakan bentuk cara penyelesaian masalahnya. Sebab dengan pola tersebut saat ini ia mendapatkan perhatian dari mereka. Walaupun ia telah berusaha untuk berobat kedokter namun tidak ditemukan gangguan pada fisiknya. Disamping itu apa yang didiagnosa oleh dokter bahwa S sedang depresi disini dapat ditolak sebab berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi ternyata S mengalami gangguan hipokondrik.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 52
RAHASIA
XIII. DIAGNOSA Berdasarkan
simptom-simptom
yang
muncul
serta
hasil
pemeriksaan psikologi pada S, maka diagnosa yang dapat ditegakkan adalah: Axis Axis Axis Axis Axis
I : II : III : IV : V :
F45.4 Gangguan Hipokondrik Masalah dengan primary support group (keluarga) 75 (ada gejala sementara, masih dapat diatasi, disabilitas ringan dalam lingkungan sosial)
XIV. PROGNOSIS Berdasarkan hasil diagnosa psikologi, S memiliki prognosis yang cukup baik. S memiliki kemampuan kognitif yang cukup baik, dimana ia mampu mempertimbangkan segala sesuatunya secara rasional jika akan bertindak serta masih dapat menjalin relasi sosial yang baik dengan orang lain. Namun, S memerlukan pemahaman yang lebih baik tentang pola berpikirnya yang cenderung kaku dan memiliki pikiran negatif dan rasa tidak berdaya sehingga S memiliki kepercayaan diri yang lebih baik dibanding sebelumnya. XV.
RANCANGAN INTERVENSI Berdasarkan analisis gangguan yang dimiliki S, maka intervensi
yang tepat diberikan pada S adalah Cognitive-behavior therapy, dimana tujuan dari terapi ini terapis memberikan pemahaman tentang bagaimana pikiran dan perasaan dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku. Diharapkan terapi ini dapat mengubah pikiran negatif S yang menyebabkan terjadi kecemasan menjadi pikiran positif,
dan
S
memiliki
keterampilan
yang
lebih
baik
untuk
menyelesaikan masalahnya. Bandung,
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Mei 2010
Page 53
RAHASIA
JUNAIDI 190420080022
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 54
RAHASIA
LAMPIRAN LAPORAN KASUS R.M
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 55
RAHASIA
RINGKASAN PERISTIWA-PERISTIWA YANG DIALAMI OLEH S MASA/USIA Masa Kecil (termasuk Sekolah Dasar)
PERISTIWA KEHIDUPAN - Ayah selalu sibuk dengan pekerjaan sehingga kurang dekat padanya
- Ibu sibuk urusannya (main voli)
dengan sendiri
- Semua pekerjaan dirumah selalu salah dimata ibunya sehingga sering dimarahi/ diomeli - Saudarasaudaranya jarang bermain dengannya
Kasus II JUNAIDI 190420080022
PIKIRAN
PERASAAN
- Ayah kurang perhatian - Ayah kurang hangat - Ayah jarang komunikasi
- Sedih karena tidak ada perhatian dari orangtua - Cemburu karena ayah lebih memperhatikan adiknya yang bungsu
- Ibu perhatian - Ibu egois
kurang
- Bingung kenapa ibu selalu menyalahkannya
- Heran prilaku
dengan saudaranya
- Sedih atas perlakuan ibu padanya yg tidak memperhatikan dirinya - Kecewa dengan perlakuan ibu yg membedakan dirinya dengan saudara2nya sehingga dia berpikir “sebenarnya dia itu anak mereka bukan” - Kecewa dan sedih atas perlakuan ibu padanya
Page 56
PERILAKU - Diam saja - Diam saja
- Menangis dikamar - Merenungi kenapa nasibnya seperti ini
- Menangis dikamar
- Diam saja - Bertengkar dengan kakaknya RJ yang paling sering menyalahkan
RAHASIA
yang selalu menyalahkan dirinya - Tinggal dengan nenek dan kakek pada saat kelas 1 dan SMP (kelas 1 s/d 3)
- Kelas 2 hingga lulus SD tinggal dengan ortu lagi
Masa Remaja (termasuk sekolah SMP dan SMEA)
- Nenek dan Kakek lebih menyayangi dirinya dibandingkan kedua orangtuanya - Kenapa harus kembali kerumah orangtuanya
- Melanjutkan sekolah ke SMEA atas saran kakak
- Merupakan penting hidupnya
- Ketauan merokok dan ditampar oleh kakak
- Perlakuan kakaknya itu sudah berlebihan dan dia pikir “kakaknya sendiri saja prilakunya gak bener, ngapain ngurusi dirinya”
- Kelas II SMEA sakit
Kasus II JUNAIDI 190420080022
pilihan dalam
- Sedih dengan perlakuan saudaranya - Marah apabila selalu disalahkan
dirinya - Senang dan jarang bersedih bersama nenek dan kakek, apapun yang diinginkan selalu dipenuhi. - Diam dan menurut saja
- Senang dan merasa lebih nyaman tinggal bersama nenek dan kakek
- Sedih karena harus kembali kerumah ortu - Tidak berdaya untuk menolak
- Diam dan menurut saja apa yang kakaknya sarankan
- Tidak terima dan Marah atas apa yang dilakukan kakaknya
- Kembali memukul kakaknya dan merekapun bertengkar
- Sedih dan kecewa karena ortu dan
- Mengeluh pacarnya
Page 57
pada yang
RAHASIA
typus dirawat di RS selama 20 hari dan keluarga tidak peduli padanya Masa sekarang (2008 – saat ini)
- Kenapa keluarga dan orangtuanya jarang menjenguk dan melihatnya selama dirawat diRS
saudaranya tidak peduli padanya
dengan
- Dengan segera menikah tentunya akan ada yang lebih menyayangi dan memper-hatikannya
- Senang dapat menikah dengan orang yang selama ini bisa menyayanginya
- Mau segera menikah, saat pacarnya melamar utk menjadi pendamping hidup nya
- Berjalan dua tahun perkawinan prilaku suami mulai berubah, suami mulai sibuk dengan kerjaan kantor
- Kenapa prilaku suaminya saat ini berubah, sudah tidak menyayangi dan memperhatikannya lagi malah sibuk dengan pekerjaan - Menganggap dirinya hanya sebagai pembantu yang hanya dicukupkan materi saja
- Sedih dan kecewa terhadap prilaku suami yang mulai berubah - Mulai tidak nyaman dengan prilaku suami yang tidak sayang lagi padanya - Kecewa karena suami mulai tidak melindungi bila saudara2 nya mulai menyalahkan dirinya
- Menangis - Mencoba menolak ber-hubungan seksual dengan suami dengan cara pura2 tidur
- Menikah pacarnya
- Acara tahun baru dengan keluarga disumedang, S kawatir ttg keberadaan adiknya tapi malah disalahkan oleh keluarga dan tidak
Kasus II JUNAIDI 190420080022
- Bingung kenapa mengkhawatirkan adiknya malah dinilai salah oleh ibu dan kakaknya RJ
- Sedih karena justru disalahkan
Page 58
sekarang suaminya
jadi
- Melawan dan bertengkar dengan kakak
RAHASIA
dibela oleh suami - Bingung kenapa suami tidak membela dirinya saat dia disalahkan keluarganya malah justru ikut menyalahkannya
- Kecewa atas sikap suami yang mengacuhkan disaat dia membutuhkan suami utk membelanya
- Diam saja dan tidak berdaya atas prilaku suaminya
Interpretasi fragmental per alat tes Alat
Aspek Kognitif
Aspek Motivasi
Aspek Emosi
Aspek Relasi Sosial
S kurang sistematis dlm menceritakan riwayat hidupnya. Karena ia lebih banyak menceritakan keluhannya. S tergolong individu yang biasa-biasa saja disekolahnya, dan ia lebih menyukai pelajaran
S kurang memiliki dorongan yang cukup besar untuk mencapai prestasinya disekolah. Ia lebih banyak menerima apa adanya atas keinginannya itu dan bila tidak terpenuhi maka iapun akan diam saja.
S kurang mampu mengekspresikan perasaannya terhadap orang lain. Jika ia merasa senang, kecewa atau marah, ia hanya menampilkan dalam bentuk perilaku yang sewajarnya yang menurutnya dapat diterima oleh lingkungan. Ia memilih untuk
S mampu menjalin dan membina hubungan baik dengan orang lain dalam lingkungan sosial. Walaupun pada awalnya ia terkesan menjaga jarak, namun jika sudah mengenal dengan baik orang
Tes Anamn esa
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 59
RAHASIA
olahraga volley.
WB
Rorsch ach
terutama
bola
S memiliki kecerdasan yang berfungsi saat ini pada taraf rata-rata (IQ: 101) dimana potensi kecerdasannya berada pada taraf (OIQ: 97). Hal ini mengindikasikan S memiliki potensi kecerdasan yang sudah dioptimalkan secara keseluruhan. Karena S memiliki kemampuan berpikir abstrak yang sangat baik (sim:+), dimana S mampu memahami instruksi dengan baik. S memliki kapasitas intelektual yang berada pada taraf diatas rata-rata (intelectual capacity: high average). Namun S kurang memiliki kreativitas dalam berpikir (sucession:rigid; P:5), sehingga ia kurang memiliki berbagai alternatif
Kasus II JUNAIDI 190420080022
memendam perasaan sedih atau kecewa yang dialaminya dibanding ia harus mengungkapkannya.
memiliki kecemasan yang dicapainya melalui fantasi dengan cara menarik diri ketika ia tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan. Digit span (0ka) > arithmetic (-)
S kurang memiliki konsentrasi yang cukup baik untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (arithmetic: 0ki)
S
S memiliki dorongan yg kurang teregulasi dgn baik (M:FM = 2:3) terlalu mempertimbangkan nilainilai yang berlaku di masyarakat jika ingin menampilkan dorongan tersebut.
Kurang peka dan kurang mampu bereaksi secara emosional dilingkungannya (FC : (CF+C) = 1 : 0, Sum C = 0.5, Respons kartu VII+IX+X = 20%, dan Perbedaan rata-rata RT achromatic : chromatic = 43,8 dtk : 26,4 dtk).
Page 60
tersebut, ia akan berusaha untuk menjaga hubungan baik tersebut. Namun penempatan dirinya dilingkungan sosial ia kurang baik. S mampu berelasi dan mengenal situasi lingkungan sosial dengan baik (pic.arrangement:0ka, compre:0ka). Akan tetapi, ia kurang mampu untuk menangkap situasi dengan cepat dan tepat (object assembly:0ki), sehingga S cenderung kaku berelasi dalam lingkungan sosial.
Dalam lingkungan sosial, S mampu berinteraksi dengan orang lain dan cukup ramah di lingkungan, dan dapat mengontrol prilakunya dilingkungan namun kurang dekat secara personal dengan orang lain (F% = 30% = F% =
RAHASIA
20%-50% , FK + F + Fc < 75% = 30%)
penyelesaian masalah. SSCT
S memiliki potensi kecerdasan yang cukup bak, yang dapat dimanfaatkannya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
WZT
S mampu mengenali stimulus yang dihadapinya, namun diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana (R:6). Kreativitas berpikir S kurang berkembang secara optimal. (gambar kosong), sehingga ia hanya terpaku pada satu pola penyelesaian masalah saja (R:4) S ingin tampil menonjol dengan potensi yang dimilikinya, namun ia kurang mampu mengarahkan potensinya kearah yang tepat.
DAP
Kasus II JUNAIDI 190420080022
S memiliki keinginan untuk bisa memiliki keluarga yang bahagia dan harmonis. Dalam mengatasi masalah ia memiliki keinginan untuk bisa mengatasinya dengan baik dan mengharapkan masa depan yang cerah bagi dirinya dan keluarganya. S kurang memiliki motivasi atau keinginan untuk mendapatkan sesuatu (R3:inadekuat), dan juga kurang mampu menyalurkan energi yang dimilikinya sehingga keinginannya kurang mampu ia dapatkan dengan maksimal (R5:inadekuat)
Dalam bereaksi secara emosional, S selalu mempertimbangkan banyak hal. Karena ia selalu menghargai dan menghormati orang lain.
S berusaha untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain, karena S beranggapan bahwa temannya pun harus bisa mengerti orang lain
Kemampuan S untuk mengekspresikan emosional sangat terbatas (R:1,2,7,8). S hanya mampu bereaksi secara formal, dan kurang mampu melibatkan emosi secara mendalam.
S memiliki dorongan yang cukup besar untuk menampilkan dirinya, namun ia merasa tidak cukup kompeten (gambar tidak proporsional, kaki kecil)
S adalah sosok yang tertutup secara emosional (mata tertutup). Dalam bersikap, S selalu mempertimbangkan banyak hal, terutama kehidupan masa lalunya (garis berulang). S kurang hangat dengan orang lain dan kurang
Pada dasarnya S mengenali tuntutan lingkungan sosial disekitarnya, namun ia kurang mampu menempatkan diri sesuai dengan kepribadian yang dimilikinya (R:1,8). S cenderung kaku dalam berinteraksi dan kurang mampu menjalin relasi lebih dalam dengan orang lain. S kurang mampu berelasi secara mendalam dengan orang lain(mata tertutup), dan kurang percaya diri (garis berulang-ulang).
Page 61
RAHASIA
BAUM
S memiliki konsep nalar yang cukup baik, namun ia kurang mampu mengorganisirnya dalam kehidupan sehari-hari .
Kasus II JUNAIDI 190420080022
S memiliki dorongan yang cukup besar, namun kurang dibarengi dengan usaha dan arah yang jelas untuk pencapaian tujuan yang diinginkan (batang besar). S mengalami kecemasan jika ingin berusaha untuk meraih apa yang diinginkannya.
bisa memberikan perhatian (badan kaku) S kurang mampu mengekspresikan diri dengan melibatkan emosi (gambar pohon sederhana).
Page 62
S cenderung kurang percaya diri jika berelasi dalam lingkungan sosial (daun tertutup dan garis berulang-ulang). Ia berusaha untuk tampil sempurna dihadapan orang lain (jumlah daun sama kirikanan).
RAHASIA
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 63
RAHASIA
LEMBAR JAWABAN RORSCHACH
CARD I
NO
POSITIO
RES 1
N
V > Λ
Kelinci
Karena bentuknya menyerupai kelinci
RT=6”
yang sedang loncat (loncat) iya..disini ada
TT=57”
dua kelinci yang sedang loncat saling
III
SCORING
1
RT=35”
Λ V
Serangga
V
menepuk kedua tangannya ini loh.. Disini aja, ada tangan, mulut, mata dan ini ada badannya. Dari matanya mirip
TT=78”
banget dengan serangga (mata) iya ini 2
Λ>< Λ
Manusia
matanya hitam. Ada dua orang yang sedang tarik menarik dan posisi badan mereka membungkuk (tarik menarik) eh bukan tapi seperti sedang mengangkat sesuatu. Dan orangnya ini seperti ada kepala, badan
IV TT=
1
VΛ>Λ VV Λ <
Kepala ular
V 2
>V >Λ <
Mulut serangga
V
” 1
Λ V
Bentuknya seperti kepala ular (kepala mulutnya sedang terbuka Bentuknya runcing kayak antena dan ini
P
A
1,0
D3
FM
-
Ad
1
D4
F
-
Ad
1
W
M
-
H
1,5
D1
FM
P
A
1,5
-
-
-
-
-
W
FC
-
F
1,5
kayak mulutnya panjang Orang sedang terbang
Iya ini dan juga kayak loncat-loncat, ini
RT=86”
tangannya sedang terentang dan
TT=108
kesannya rambut orangnya terangkat.
” VIII
F
ular) dari atas tuh terlihat ada mulut,
”
VII
W
dan ini sayapnya
RT=101 TT=199
Semuanya ini kepala, ada antena, ini ekor
1
V ΛV>Λ
RT=59”
Hewan ...sedang
Ini ada kakinya empat buah dan ini
melangkah
mukanya seperti sedang mencari sesuatu
TT=104
makanan
” IX
1
ΛV>
TT=69” X
1
VΛV> ΛV
(Tidak ada apa apa) Bunga ya..
Ini semua bunga...yang bawah ada
RT=32”
seperti mangkok, bunganya berwarna
TT=76”
warni ada kelopaknya dan warnanya macam-macam ada warna biru, kuning, hijau, merah, orange.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 65
RAHASIA
ANALISIS KUALITATIF RORSCHACH KARTU I: Penyesuaian pada situasi baru RT : 8” TT : 21” Respon: 1. V>Λ D FM P A 1,5 Kartu ini adalah kartu yang menawarkan agresi. S mampu menampilan reaksi agresi dalam lingkungannya, namun hal itu kurang disalurkan dan dirasionalisasikan, sehingga S cenderung untuk menutupi perasaan agresi atau dendam terhadap orang lain (dari konten kalimat pada PP). KARTU III: Human Card RT : 1’12” TT : 3’36” Respon: 1. @ > D FC’ A 1,5 Dari kartu III, dapat dilihat bagaimana relasi antara S dengan orang lain. Berdasarkan respon yang ditampilkan, S cukup lama untuk melakukan penyesuaian dengan orang baru (RT lama). Munculnya respon FC’ dengan conten A, menunjukkan bahwa S kurang mampu melakukan penyesuaian diri dalam relasi sosial yang melibatkan kehidupan afeksi dan emosi terhadap orang lain. 2. @ Λ D M P H, Obj 1,5 Respon kedua kemudian muncul figur manusia yang melakukan aktivitas, diartikan bahwa S cukup sulit untuk berelasi secara mendalam dengan orang lain, karena tuntutan untuk menampilkan figur manusia muncul pada respon kedua. Saat berelasi dengan orang lain, S mengartikan sebagai hubungan saling menolong satu sama lain.
KARTU IV: Figure otority, Father Card Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 66
RAHASIA
RT : 60” (S tidak bisa melihat apapun dikartu ini) Respon yang dikeluarkan pada kartu ini akan menunjukkan bagaimana S memandang figur otoritas dalam kehidupannya. Kartu ini disebut juga father card. Figur otoritas dalam kehidupan S kurang berperan penting, terlihat disini ada problem dengan figur otoritasnya yaitu ayahnya. KARTU V: Reality testing RT : 24” TT : 61” Respon: 1. Λ W F P A 1,0 Respon yang dikeluarkan pada kartu ini adalah reaksi yang lazim dikeluarkan oleh orang-orang pada umumnya. Dengan kata lain, reality testing S masih tergolong baik. S dapat memaknakan realitas sesuai dengan lingkungan yang ada. KARTU VI: Sex Card RT : 101” TT : 199” Respon: 1. Λ>V Λ < V D FM Ad 1,0 S memiliki hambatan untuk menyalurkan dorongan seksualnya (shading tidak muncul, RT lama), namun pada dasarnya S memiliki kebutuhan seksual yang normal. 2. >V >Λ < V D F Memiliki kebutuhan seksual yang normal .
Ad
1,0
KARTU VII: Figure affective, Mother card RT : 86” TT : 108” Respon: 1. Λ V W M H 1,5 S melihat figur otoritas ibu sebagai sosok yang kurang mampu memenuhi kebutuhan afeksi (tidak ada shading). Berkaitan dengan lawan jenis, S membutuhkan wanita yang mampu memenuhi kebutuhan afeksinya serta mampu diajak kerja sama dalam menjalani kehidupannya.
KARTU VIII: Pure Colour
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 67
RAHASIA
RT : 20” TT : 4’16” Respon: 1. VΛV>V D FM P A 1,5 S cukup baik dalam menjalin relasi dengan orang lain (FM), namun kurang melibatkan afeksi dan mengontrol diri untuk bereaksi secara emosional. S kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan orang lain yang berkaitan dengan pemenuhan afeksi dan reaksi emosional. KARTU IX: Intelligence card & Social Adjustment RT : 69” (tidak ada apa-apa) S memiliki hambatan untuk melihat secara gestalt hal-hal yang terdiferensiasi dan memiliki kesulitan untuk menjalin hubungan yang lebih dalam dengan orang lain. Selain itu, manifestasi kehidupan afeksi dan emosi kurang dimilikinya, sehingga ia bereaksi secara datar tanpa melibatkan afeksi dan emosi. (ada gangguan secara emosional) KARTU X: Social adjustment RT : 32” TT : 76” Respon: 1. VΛ W FC Fl 1,5 S cenderung pasif jika terlibat dalam relasi sosial dengan orang lain, walaupun ada keinginan untuk menampilkan reaksi emosional yang positif (bunga warna-warni). Kurangnya respon pada kartu ini, menunjukkan bahwa S kurang spontan dan cenderung kaku dalam lingkungan sosial.
PICTURE ARRANGEMENT Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 68
RAHASIA
1. PAT
10” Membuat pondasi atap rumah setelah selesai baru mengecat rumahnya
2. ABCD
16” Ada orang merampok tertangkap polisi kemudian ia disidangkan dan dihukum penjara
3. LMNO
66” Lift naik lalu pintunya terbuka dan keluarlah tiga orang
dari
dalam
lift
(hehehe….gambarnya
membingungkan) 4. JANET
65” Sebuah kendaraan sedang berjalan melihat seorang perempuan dipinggir jalan, lalu seseorang didalam mobil
memberhentikan
mobilnya
karena
melihat
wanita itu kemudian mobilnya berhenti dan orang itu keluar yang menghampiri gadis itu. 5. EFGHIJ 79” Seseorang
sedang
memancing
menunggu
ikan
ternyata kemudian ia mendapatkan satu ekor ikan, sesudah itu ia memancing lagi dan mendapatkan ikan yang kedua lebih besar dari yang sebelumnya setelah selesai memancing ia berteriak dan memberitahukan bahwa ia sudah selesai memancing dan keluarlah seseorang dari dalam laut. 6. ALMEUS 142” Seseorang
laki-laki
memberhentikan
kendaraan,
dengan membawa patung perempuan ia masuk kedalam kendaraan itu, didalam kendaraan ia terlihat berbicara dengan patung perempuan itu seolaholah patung itu hidup. Terlihat dia memeluk patung itu sambil menoleh kearah belakang kendaraan setelah itu dia menangis dan dia berjalan lagi membawa patung perempuan itu.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 69
RAHASIA
EVALUASI SSCT Nama
: RM
Tgl. Lahir
: 27 Maret 1979 (31 thn)
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tgl. Pemeriksaan : 17 Februari 2010 I. SIKAP TERHADAP KELUARGA A. Sikap Terhadap Ayah 1.
Saya
rasa
bahwa
ayahku
Score Skor : 2
jarang S memiliki pandangan yang
merhatikan aku.
negatif
tentang
16. sekiranya ayahku hanya seorang yang dimana memberikan nafkah untuk istrinya. 31. Saya
ingin
ayahku
bahwa
ia
ayahnya,
menganggap
ayahnya
seorang
melindungi, yang kurang memberikan
membela saya
perhatian padanya namun
46. Saya rasa, bahwa ayahku orang yang hanya sangat bijaksana
lebih
keibunya.
merhatikan
Tapi
baginya
ayah adalah seorang yang B. Sikap Terhadap Ibu
bijaksana Skor : 2
14. Ibuku tidak bijaksana.
S
29. Ibuku dan saya tidak dekat.
hubungan
kurang
44. Saya kira, kebanyakan ibu bijaksana antara penuh kasih sayang.
ia
menyenangi yang
terjalin
dan
ibunya.
Menurut S ibunya seorang
59. Saya suka kepada ibuku, tetapi
saya yang
kurang
bijaksana
tidak menyukai karena beliau tidak sehingga ia kurang dekat bijaksana.
dengannya,
padahal
membayangkan
ia
seorang
ibu adalah bijaksana dan penuh kasih sayang Skor : 2
C. Sikap Terhadap Keluarga 12. Dibandingkan keluarga,
dengan
kebanyakan
keluargaku
mementingkan orang lain.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
kepuasannya
S memiliki pandangan yang
selalu negatif dan keluarganya, mengalami
tentang karena masa
ia kecil
Page 70
RAHASIA
27. Keluargaku memperlakukan saya sebagai dimana keluarganya tidak orang
yang
selalu
melakukan peduli
kesalahan.
padanya
menganggap
42. Kebanyakan keluarga yang saya kenal orang
ia
dan sebagai
yang
banyak
selalu pusing dengan urusan orang melakukan kesalahan. lain. 57. Waktu
saya
masih
seorang
anak,
keluargaku tidak ada untuk saya. II. PENYESUAIAN DALAM BIDANG SEX A. Sikap Terhadap Wanita
Skor: 0
10. Seorang wanita yang sempurna saya
S memiliki pemahaman nilai
gambarkan sebagai ibu saya
Score
tentang wanita yang cukup
25. Saya kira kebanyakan gadis ingin selalu positif. dimanja dan dilindungi. 40. Saya
percaya
Ia
bahwa
kebanyakan
wanita
lembut.
wanita
memiliki seperti
menganggap sebaiknya
kelembutan
dan
seorang ibu yang
55. Tentang soal wanita saya sama sekali
sempurna.
tidak menyukai wanita yang angkuh.
mempunyai untuk
Ia
juga keinginan
selalu
dilindungi
dimanja,
dan
tidak
menyukai seorang wanita B. Sikap Terhadap hubungan heterosex
yang angkuh. Skor : 2
11. Bila saya melihat seorang perempuan
S
bersama seorang laki-laki biasa saja. 26. Mengenai
kehidupan
perkawinan
menganggap
hubungan jenis
bahwa
antara
biasa
lawan
saja
dan
perasaan saya adalah merasa tidak kehidupan seksualnya tidak dianggap sebagai seorang istri.
ada masalah namun saat ini
41. Umpamakan saya mempunyai hubungan seksuil,
seperti
kebanyakan
ia merasa tidak dianggap
orang sebagai istri.
cerita seorang laki laki yang perkasa. 56. Kehidupan
seksuil
saya,
untuk
sekarang normal saja. III. PENYESUAIAN DALAM HUMAN RELATIONSHIP A. Sikap Terhadap Teman Kasus II JUNAIDI 190420080022
Score Skor : 0 Page 71
RAHASIA
8. Seorang teman sejati, saya rasa selalu S saling ngerti.
hubungan
23. Saya tidak senang terhadap orang yang sombong. 38. Orang-orang
mampu
sangat
saya
baik
dengan
orang lain. Ia menginginkan teman
yang
menjalin
yang
bisa
saling
sukai mengerti diantara mereka
teman teman.
dan tidak sombong, namun
53. Bila saya tidak ada, teman-teman saya apabila merasa kesepian.
tidak
berada
dengan nya maka temantemannya
akan
merasa
berpendapat
bahwa
B. Sikap Terhadap Atasan
kesepian. Skor : 0
6. Atasan saya baik.
S
21. Di sekolah, guru-guru saya baik baik
atasan adalah orang yang
36. Bila
baik.
saya
melihat
pimpinan
(atasan
langsung) saya datang tidak ada. 51. Mereka yang saya anggap sebagai atasan saya tidak ada. C. Sikap Terhadap Bawahan 4.
Andaikata
saya
Skor : 0
ditugaskan
untuk
mengerjakannya dengan baik.
S mengungkapkan
bahwa
ia mampu untuk bekerja
19. Bila ada orang bekerja untuk saya akan dengan baik. Selain itu, bila saya kasih upah.
ia meminta bantuan orang
34. Orang-orang yang bekerja untuk saya tidak ada.
lain
maka
halus
dan
orang lain saya melihat sikapnya dan perasaan selalu menjaga perasaan orang lain, tidak gimana cara menyampaikannya. D. Sikap Terhadap Sejawat tempat
akan
meminta dengan cara yang
48. Pada waktu memberi perintah kepada
13. Di
dia
kerja,
saya
paling
menjaga
oranglain
lupa
serta
memberinya
upah. Skor : 1 cocok
dengan teman.
S
merasa
dengan
cocok
bekerja
temannya
yang
28. Teman sekerja saya adalah sasa.
bernama sasa karena ia
43. Saya senang bekerja dengan orang yang
mengerti keadaannya.
mengerti dengan keadaan kita.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 72
RAHASIA
58. Orang-orang
yang
bekerja
dengan
saya biasanya tidak ada. IV. PENYESUAIAN DALAM BIDANG
Score
KONSEP DIRI A. Sikap Terhadap Ketakutan
Skor : 2
7.
Saya insyaf, bahwa hal tersebut adalah
S
janggal
ketakutan-ketakutan dalam
tetapi
saya
takut
akan
kesalahan.
banyak
hidupnya
22. Kebanyakan
teman-teman
mengetahui
bahwa
saya
takut
ingin
yang
tidak
kemungkinan
akan
untuk
orang tua saya. 37. Saya
memiliki
besar
sulit
dihadapinya.
Jika
ketakutan tersebut muncul,
sekali
menghilangkan
kemungkinan besar ia akan
ketakutan saya akan kata kata dari lari dari situasi tersebut. orang
lain,
keluarga
yang
selalu Apalagi
dengan
keadaan
menyalahkan yang ada didalam diri dimana keluarga terutama saya. 52. Rasa
orang ketakutan
saya
kadang-kadang
tua
yang
selalu
menyalahkannya
memaksa saya untuk lari dari rasa ketakutan itu. B. Sikap Terhadap Rasa Salah
Skor : 2
15. Saya bersedia menjalankan apapun saja
Sikap
S
terhadap
untuk melupakan waktu dimana saya
bersalah
merasa
dilakukannya
tersakiti
dan
selalu
disalahkan.
yang
membuat
30. Kesalahan saya yang terbesar adalah
rasa telah cukup
ia
merasa
kecewa. Dan rasa bersalah
semua kesalahan saya selalu dibesar
itu
besarkan.
dikaitkan dengan masalah
45. Pada waktu saya lebih muda saya merasa berdosa
mengenai
kenakalan
saya
sama teman teman. 60. Hal yang terburuk yang pernah saya lakukan berbohong dalam hal bermain
semakin
besar
jika
kenakalannya
dengan
teman-temannya
seperti
berbohong.
Apalagi
kesalahan-kesalahan tersebut
suka
dibesar-
dengan teman teman. C. Sikap Terhadap Kemampuan Diri
besarkan. Skor : 1
2.
S berpendapat bahwa ia
Bila keadaan tdk memungkinkan saya
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 73
RAHASIA
tidak jadi. 17. Saya yakin, bahwa saya mempunyai
berupaya
untuk
bisa
mengatasi
masalah
yang
kemampuan untuk sukses dalam hidup dialaminya seperti mudah ini.
terpengaruh
32. Kelemahan saya yang terbesar adalah mudah diajak gak bener sama temen.
temannya bisa
dengan dan
nantinya
sukses
dalam
47. Bila saya mengalami nasib malang saya hidupnya. akan menerimanya dengan ikhlas, karena setiap manusia akan selalu mendapat cobaan dari Allah dan saya percaya suatu saat nanti tidak akan selamanya bernasib malang. D. Sikap Terhadap Masa Lampau
Skor : 2
9.
S
Waktu
saya
masih
anak-anak
membosankan. 24. Dahulu
kurang
kehidupan
saya
tidak
menyenangi nya
di
masa
mempunyai lampau, dimana ia selalu
kebahagiaan dari orang tua saya.
tidak
39. Andaikata saya muda kembali tidak ada
bahagia
dan
membosankan.
54. Kenangan yang paling jelas mengenai masa E. 5.
kanak-kanak
saya
tidak
mempunyai kebahagiaan. Sikap Terhadap Masa yang
Akan Skor : 0
Datang
S Berpendapat bahwa masa
Bagi saya hari depan akan lebih baik.
yang akan datang adalah
20. Saya menantikan dengan penuh harapan
yang
sangat
kebahagiaan itu akan datang untuk
diharapkannya
untuk
saya.
melakukan
35. Pada suatu hari saya akan menjadi istri yang
berbhakti
menuruti
semua
keinginan suami, asal suami saya
hari
hal-hal
menyenangkan berbahagia
yang dan
bersama
keluarga yang dicintainya.
bisa membahagiakan dan melindungi perasaan saya. 50. Bila usiaku lebih tua
akan aku bina
rumah tangga yang baik, akan aku sayangi
anak
Kasus II JUNAIDI 190420080022
anakku,
akan
aku Page 74
RAHASIA
lindungi anak anakku F. Sikap Terhadap Tujuan Hidup
Skor : 0
3.
Saya selalu mempunyai keinginan untuk
S menginginkan untuk bisa
bahagia.
memiliki
18. Saya akan sangat senang kalau saya
membahagiakan
saya
suami dan
melindungi saya. terpendam
mempunyai dimana
bahagia
dan
yang
harmonis
dimana ia bisa memperoleh perhatian dan kasih sayang
33. Dalam hidup ini hasrat keinginan saya yang
kehidupan
adalah
seorang istrinya
dari suaminya.
keinginan suami
yang
mendapatkan
masalah dia membelanya. 49. Yang sangat
saya inginkan dari hidup
indah.
Interpretasi Alat Tes 1. WB (Ogdon) • V IQ < P IQ : kemungkinan psikopat, sosiopath dan gangguan narsistis. • Information (-): defense repress; menarik diri; kecemasan atau histrionik; deliquen atau acting out. • Comprehension (0ka): penilaian terhadap lingkungan sosial masih baik; • Digit span : mengukur memory; atensi; kecemasan; distracbility • Arithmetic (-): konsentrasi yang lemah disertai dengan kecemasan; histrionik dan narsistis; suicide potential • Arithemtic : Digit span = Digit span (0ka) > arithmetic (-)= adanya kecemasan yang dicapainya melalui fantasi dengan cara menarik diri ketika ia tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 75
RAHASIA
• Similiarities: konsep dan pemahaman secara verbal; berpikir logis yg berkaitan dengan memory. • Similiarities (+) : intelectualizing defenses; ada tendensi obsesifkompulsif • Vocabulary: berdasarkan hasil pembelajaran; dan pengaruh lingkungan pendidikan yg baik • Vocabulary (0ki) : histrionik • Picture
arrangement:
kemampuan
melakukan
perencanaan
yg
berkaitan dgn keterampilan sosial. PA sejalan dgn comprehension; berkaitan dgn penilaian dan atensi •
PA (0ka): mampu beradaptasi
• Picture completion: kemampuan utk menentukan mana yg esensial dan yg tidak; diperlukan konsentrasi dan memory utk melakukan judgement tsb. • PCom
(0ki)
:
kemampuan
konsep
dan
persepsi
yang
rendah;
kecemasan. • Object assembly: koordinasi visual-motorik; kemampuan persepsi scr non-verbal thd situasi; kemampuan mengorganisir, sintesis. • Object assmebly (0ki) : kemungkinan adanya kecemasan atau tegangan sehingga menganggap segala sesuatunya tidak pasti; tendensi depresif • Block design: kemampuan menganalisis pola yg sudah ada; berpikir sintesis;
kemampuan
memahami
konsep
secara
visualisasi
yg
dituangkan dgn adanya koordinasi pada motorik. • Block design (0ki) : kecemasan; tension stress; represi yang berlebihan • Digit symbol: proses pembelajaran; kecepatan dan ketepatan dalam mempelajari hal baru. 2. Rorschach (Klopfer) Proportion relating to Inner resources and impulse life • M : FM = 2 : 3 = artinya masih berada dalam taraf normal tetapi mengindikasikan pemuasan intinktual (instinctual gratification) lebih penting bagi individu daripada nilai-nilai dalam dirinya
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 76
RAHASIA
• M : (FM + m) = 2: 3 = M < (FM+m), artinya kurang mampu untuk mengintegrasikan antara nilai dgn dorongan yg dimilikinya shg kurang stabil dan hanya mampu memendam dorongannya. The organizational of affectional need • (FK+Fc) : F = 0 : 3 = (FK+Fc) > ¾ F, artinya adanya pengalaman rejected di masa kecil secara afeksi, atau kurang diterima secara afeksi shg mempengaruhi perilaku. • Differentiated shading ≥ undifferentiated shading = (FK+Fc+Fk) ≥ (K+KF+k+kF+c+cF) =1:1, artinya kurangnya pemenuhan kebutuhan secara afeksi, shg kurang mampu utk menampilkan perilaku yg melibatkan afeksi. S cukup mampu bereaksi terhadap stimulus emosional, dibandingkan dengan stimulus afeksi. Constrictive control • F% = 30% = F% = 20%-50% artinya tingkat kontrol individu cukup baik sehingga penyesuaiannya semakin baik, dapat mengontrol prilaku tanpa terganggu hubungan dengan realitas • FK + F + Fc < 75% = 30%, artinya kesulitan untuk dekat secara personal thd orang lain, dan kurang hangat. (normal 50% - 75%) Emotional Reactivity to the enviroment • FC : (CF+C) = 1 : 0 = artinya, mungkin tidak mampu atau tidak mau terlibat dengan reaksi emosional meskipun situasi menuntut respon emosi yang lebih mendalam. • Sum C = 0.5, artinya kurang peka secara emosional terhadap stimulus emosional. • Respons kartu VII+IX+X = 20%, artinya mengalami hambatan untuk bereaksi secara emosional thd lingkungan. • Perbedaan rata-rata RT achromatic : chromatic = 43,8 dtk : 26,4 dtk, artinya mengalami hambatan untuk bereaksi secara emosional thd lingkungan. Proportions Relating to intellectual aspects • Jumlah respon : 10, artinya kurang produktif, kurang spontanitas. • Rata-rata respon time : 141,5 dtk, artinya ada kemungkinan depresi.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 77
RAHASIA
• (H+A) : (Hd+Ad) = 7 : 1, artinya kritis atau tanggap dlm menghadapi suatu masalah. • Number of W = 40%, artinya diatas rata-rata, yaitu well-organized secara konseptual; adanya kecemasan. • Number of D = 60%, artinya diatas rata-rata, yaitu butuh untuk mengikat diri dengan pandangan sehari2 dan praktis . • A % = 60%, artinya kesulitan dalam penyesuaian diri. • Suksesi = rigid. • W : M = 4 : 2, artinya aspirasi terlalu tinggi dan melebihi potensi kreatif. • M : sum C = 2 : 0.5, artinya lebih banyak dipengaruhi dorongan dlm diri dibanding stimulus dari luar. • (FM+m) : (Fc+c+C’) = 3 : 1, artinya dalam berperilaku lebih dikarenakan adanya dorongan dlm diri, bukan stimulus dr luar,; ada kemungkinan depresi atau withdrawal. • M = 2 (dibawah normal) artinya indikasi gangguan afek 3. WZT • Secara keseluruhan = kosong, kurang pandai dalam mengolah stimulus yg didapatkan, walaupun ia mampu meresponnya dgn baik. • R 1,2,7,8 = inadekuat, kurang mampu berinteraksi secara emosional dan kurang hangat. Kurang memiliki pengalaman yang melibatkan emosi dalam berperilaku. • R 3 = inadekuat, memiliki motivasi berprestasi yang kurang baik, dan juga kurang mampu menyalurkan energi yang dimilikinya sehingga keinginannya kurang mampu ia dapatkan dengan maksimal (R5. Inadekuat) • R 4, 6 = kurang terampil dalam problem solving yang sifatnya kompleks, begitu pula dengan masalah yang sederhana. • R5= daya juangnya lemah.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 78
RAHASIA
4. DAP • Gambar kecil dikiri : regresif insecure namun tidak disertai dengan kepercayaan diri yang cukup sehingga mengalami kecemasan (garis berulang-ulang) • Mata tertutup : kurang mampu berelasi secara mendalam dgn orang lain. • Tidak ada leher: kurangnya regulasi antara dorongan dan perasaan. • Badan kaku= kurang hangat dengan orang lain, kurang bisa memberikan perhatian. 5. BAUM • Pohon sedang : regresif dan insecure namun dibarengi dengan kecemasan (garis berulang-ulang) • Batang besar : dorongan besar, namun kurang disertai dengan usaha dan arah yang jelas untuk pencapaian tujuan yg diinginkan • Daun tertutup : kurang percaya diri, cenderung tertutup terhadap lingkungan luar.
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 79
RAHASIA
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 80
RAHASIA
PARADIGMA PSIKOPATOLOGI Childhood
Membutuhkan berperan
ayah kuat
yg
Ayah kurang berperan dlm keluarga Ayah dan ibu tdk memberikan afek dan perhatian
dlm
keluarga Kebutuhan
afeksi
&
perhatian dari ortu
Later Life
Diabaikan secara afeksi & emosional oleh ayah Keluarga kurang harmonis Hubungan dengan saudara kandung yg lain (kakak2nya) tidak harmonis Ibu kurang memberikan kasih sayang & perhatian
Pada saat sakit typus dan dirawat di RS keluarga tidak ada yang peduli padanya
Precipitating event Traumatic event
Setelah dua tahun perkawinan, suami mulai kurang memberikan perhatian dan kasih sayang
Ego Alien The Complex
Ego
Hostile kepada ibu
Kebutuhan diterima o/ibu
Merasa tidak berdaya
Mendapat pengakuan dari lingkungan sekitar
Kurang mampu berelasi secara emosional & kurang hangat
Mampu berelasi secara Anxiety
Merasa tidak
hangat dan ekspresif secara emosional
berdaya Kurang mampu berelasi secara Kurang mampu berelasi secara emosional & kurang hangat
Kasus II JUNAIDI 190420080022
emosional & Sakit Kepala Merasa tidak yang kurang hangat berdaya DAFTAR PUSTAKA berkepanjangan
Sulit mengambil keputusan
Page 81
RAHASIA
American Psychiatric Association. 2004. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV Text Revision. Washington DC: APA. Davidson, C.G., Neale J.M, Kring A.M, 2006, Psikologi Abnormal, (terjemahan : Nurmalasari Fajar) Edisi kesembilan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Durand, V. M., & Barlow, D. H. 2007. Intisari Psikologi Abnormal. Edisi keempat Jilid 1. Alih Bahasa: Helly Prajitno Soetjipto & Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fausiah F, Widury J. 2008. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : Universitas Indonesia. Maslim, R. 2002. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya. Millon, T., Grossman, S., Millon, C., Meagher, S., & Ramnath, R. 2004. Personality Disorders in Modern Life Second Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Nevid, S. J., Rathus, S. A., & Greene, B. 2003. Psikologi Abnormal. Edisi 5 Jilid 2. Alih bahasa: Tim Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Jakarta: Erlangga Wiramihardja S. A., 2007. Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung : PT. Refika Aditama
Kasus II JUNAIDI 190420080022
Page 82
View more...
Comments